A. Landasan Teologis
Manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk selalu menuntut ilmu,
belajar dan belajar sampai akhir hayat. Tidak ada batas waktu untuk manusia
dalam belajar atau menuntut ilmu. Sesuai dengan firman Allah QS Al-Alaq ayat
1-5, bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk membaca, karena dengan
membaca kita akan memperoleh ilmu. Membaca yang dimaksudkan dalam ayat
ini bukan hanya sekedar membaca apa yang tersurat tapi juga membaca apa-apa
yang tersirat terhadap kejadian-kejadian yang ada di alam semesta ini. Dan pada
ayat 5 (lima) QS Al-Alaq dikatakan bahwa “Allah SWT yang mengajarkan
manusia dari apa yang tidak diketahuinya”. Satu hal yang perlu diingat oleh
manusia, bahwa Allah SWT mengajarkan bukan dengan cara “sinsalabim
langsung jadi” tapi melalui proses dan bekal potensi yang diberikan oleh Allah
kepada manusia. Dengan berbekalkan kesempurnaan yang diberikan Allah SWT
kepada manusia berupa fikiran, hati, pendengaran, penglihatan dan kesempurnaan
fisik untuk bisa berbuat (bergerak), manusia mempelajari segala yang tersurat dan
tersirat melalui kejadian-kejadian yang ada di alam semesta ini. Sesuai dengan
firmannya dalam QS An Nahl ayat 78 (16 :78), “ Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.
Melalui usaha dan proses itulah manusia akan memperoleh sesuatu yang
diusahakannya. QS An najm ayat 39, “bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakan”. Bagi manusia yang mau
memanfaatkan potensi yang diberikan oleh Allah melalui usaha yang
dilakukannya maka dia akan memperoleh sesuatu sesuai dengan usahanya.
QS. Ali Imran ayat 190-191, “…sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang
yang berakal…yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
19
dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Dan
Allah juga telah berjanji dalam QS Al Mujadillah ayat 11, “Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.
Dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk
membaca (mencari ilmu) dengan nama Allah, artinya niat kita dalam mencari
ilmu tersebut karena Allah. Kalau niatnya sudah karena Allah maka ada unsur
ikhlas didalamnya dan dengan begitu kita tidak akan menjadi manusia yang
sombong karena Allah yang memberikan kita ilmu, yang mengajarkan manusia
dari yang tidak diketahui menjadi tahu. Tapi kesemua ini butuh proses, tidak bisa
didapat langsung begitu saja. Oleh sebab itu Allah membekali manusia dengan
kesempurnaan fisik dan psikis serta akal. Dengan berbekalkan hal tersebutlah
manusia melakukan proses pencarian dan penemuan ilmu tersebut. Dan untuk itu
Allah juga menciptakan medianya yaitu alam semesta, proses kejadian alam, silih
bergantinya siang dan malam, bencana alam, dan segala kejadian yang menimpa
manusia dimasa lalu, melalui inilah manusia bisa belajar dan memperoleh ilmu.
Dengan semua hal ini akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang bersyukur
bagi yang selalu mengingat Tuhan. Sesuai dengan janji Allah SWT bahwa Allah
akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu.
Dalam mempelajari alam perlu ada prinsip yang dijadikan pembimbing
sehingga ilmu tersebut tidak kehilangan kendalai. Afandi (1994 : 3) “prinsip-
prinsip tersebut adalah : (a) prinsip tauhid dan iman, (b) prinsip meyakini terhadap
realitas dunia eksternal, (c) prinsip meyakini adanya realitas suprafisik dan
keterbatasn pengetahuan manusia”. Realisasi ilmu tersebut diperlukan iman, amal
ihsan dan ikhlas berdiri berdampingan supaya dapat membawa pada kebenaran
dan kebermaknaan. Pencapaian semua itu adalah melalui proses pembelajaran
yang dilalui oleh manusia, baik secara formal, informal dan non formal. Potensi
dasar indrawi peserta didik sebagai alat pendorong menjalankan proses tersebut.
Untuk lebih memudahkan dan memberikan arah yang jelas terhadap pembelajaran
tersebut maka perlu ada tujuan, materi, strategi yang hendak dicapai serta
20
ditunjang oleh guru dan fasilatas yang memadai. Tapi kesemua ini adalah sebagai
faktor pendukungatau faktor eksternal yang mempengaruhi yang paling penting
terhadap kunci keberhasilan tersebut adalah faktor internal peserta didik, yaitu
kemauan untuk memanfaatkan potensi hati, pikiran dan inderawinya.
Potensi yang dimiliki oleh peserta didik jika dikembangkan melalui proses
pembelajaran maka akan melahirkan kompetensi-kompetensi. Jika ditarik benang
merahnya maka ini tidak jauh berbeda dengan harapan pemerintah dalam
meningkatkan mutu pendidikan melalui kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
yang dikembangkan oleh sekolah/madrasah dalam bentuk Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini diharapkan peserta didik
memiliki kompetensi kognitif pengetahuan, psikomotor dan afektif. Ketiga
kompetensi ini jika dihubungkan dengan konsep Islam berdasarkan ayat-ayat di
atas memiliki arah yang sama. Mempunyai konsep yang sejalan menuntut ilmu
melalui membaca, mengamati, melihat dan berfikir ini disebut dengan
kemampuan kognitif (berilmu pengetahuan), dengan ilmu tersebut kita disuruh
untuk melaksanakannya (mengamalkannya) dalam bentuk tindakan yang disebut
dengan kemampuan psikomotor dan dalam melakukan tindakan dibarengi dengan
sikap yang memiliki nilai-nilai keimanan (Islam) inilah yang disebut dengan
kemampuan afektif. Ketiga kompetensi ini terintegrasi satu sama lainnya, tidak
bisa dipisahkan dan saling keterkaitan yang membentuk satu kesatuan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Suderadjat (2011 : 70) bahwa
Kompetensi sebagai integrasi dari kognitif, afektif, dan psikomotor, tidak
menggunakan kompetensi sebagai cakupan dari sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) karena dalam Islam
seseorang yang tidak satu kesatuan antara ucapannya (ilmu), system
nilainya (iman) dan perbuatannya (amal) disebut seorang yang munafik
atau split personality.
Jika kita lihat lagi fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebenarnya sama
dengan konsep Islam seperti yang dibahas di atas, yaitu :
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
21
warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. (UU Sisdiknas
Pasal 3 th 2003 )
B. Landasan Filosofis
Landasan filsafat tentang penelitian manajemen kurikulum ini adalah
filsafat konstruktivisme. Filsafat konstruktivistik sebagaimana yang dijelaskan
oleh Suparno (1997 : 18) “konstruktivisme adalah filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi kita sendiri”. Sedangkan
Vygotsky (2004 : 13), “bahwa pengetahuan manusia dibangun berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang ada”.
Menurut aliran ini, Tuhan yang menciptakan benda sedangkan manusia
hanya mengonstruksi pengetahuan tentang benda tersebut sesuai dengan
pemahamannya. Konstruktivisme merupakan aliran yang memberikan kebebasan
kepada manusia untuk membangun pengetahuannya secara bebas dan mandiri.
Hal ini sesuai dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M)
yang mengutamakan kemandirian sekolah/madrasah dalam menyusun dan
melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikannya.
Manusia mempunyai kemampuan membangun konsep berdasarkan
pengalaman-pengalamannya. Konsep yang dibangun tersebut bisa berupa konsep
baru dan membangun konsep yang baru dari konsep yang telah ada. Dengan
demikian manusia akan memiliki konsep dan juga kecakapan proses
mengonstruksi konsep. Jadi dalam filsafat konstruktivisme pembelajaran
mengonstruksi konsep ada dua jenis, yaitu membangun konsep baru dan
memperbaiki konsep yang mereka miliki menjadi konsep yang lebih ilmiah
seperti konsep-konsep para ilmuan. Namun konsep tersebut tetap bersifat relative
dan akan berobah, karena kebenaran mutlak hanya ada dalam firman Tuhan.
Implikasi filsafat tersebut dalam pengelolaan kurikulum di
sekolah/mardasah yaitu sekolah/madrasah dituntut bersama-sama para guru dan
komite untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan karakteristik masing-
masing lembaga pendidikan, dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan
siswa, baik dari aspek psikologi dan social budaya. Oleh sebab itu pendekatan
pembelajaran yang dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
22
menggunakan pendekatan konsep Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif
dan Menyenangkan (PAIKEM). Pendekatan ini dipakai agar peserta didik bisa
aktif, inovatif dan kreatif dalam membangun konsep-konsep baru dan
memperbaiki konsep yang mereka miliki berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang didapatnya dalam proses pembelajaran.
Mengutamakan keaktifan siswa dalam mengonstruksikan pengetahuan
berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh merupakan
dasar dari filsafat konstruktivisme. Dalam hal ini siswa dan proses belajar menjadi
fokus utama, sedangkan guru sebagai fasilitator dan bersama siswa guru juga
terlibat dalam proses belajar. Menurut kaum konstrutivisme, belajar merupakan
proses aktif siswa mengonstruksi data dan informasi, menjadi suatu konsep. Dan
belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
seseorang sehingga terjadi pertumbuhan dan perubahan konsep.
C. Landasan Teori
Ada sejumlah teori yang melandasi penelitian ini sebagai pola pikir
sekaligus dasar analisis dalam melihat, mengkaji dan menganalisis sekaligus
menyimpulkan manajemen sistem pengembangan kurikulum dalam meningkatkan
mutu pembelajaran di madrasah aliyah.
23
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum tersebut akan menghasilkan
lulusan yang memiliki kompetensi tertentu dengan menggunakan seluruh
kekuatan dan peluang yang ada dalam lingkup pembelajaran yang dilakukan
bersama-sama dengan lingkungannya. Teori-teori kurikulum yang menjadi
landasan dalam penelitian ini adalah teori yang dikembangkan oleh Brady (1947),
Beauchamp (1975) dan Hunkins (1990).
Dalam penelitian ini manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem
pengelolaan kurikulum berbasis madrasah yang kooperatif, komprehensif,
sistemik dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan
kurikulum, isi/materi kurikulum, strategi/proses kurikulum dan evaluasi
kurikulum, yang dilihat dari aspek manajemen yaitu proses perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, yang dilakukan oleh sejumlah orang yang bekerjasama
baik dalam maupun luar lingkungan madrasah.
Teori-teori di atas akan dijadikan sebagai landasan dalam melihat dan
menganalisis manajemen sistem pengembangan kurikulum dalam meningkatkan
mutu pembelajaran MAN di Propinsi Sumatera Barat. Teori-teori ini dipetakan ke
dalam sejumlah langkah manajemen kurikulum yaitu (a) perencanaan kurikulum,
(b) pelaksanaan kurikulum, (c) evaluasi kurikulum.
a) Perencanaan Kurikulum
1) Brady (1947)
Brady menekankan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah dalam
bukunya Curriculum Development. Menurut Brady sebelum merancang atau
mengembangkan kurikulum perlu dilakukan analisa situasi. Dia mengatakan
bahwa :”A situational analysis is usually undertaken prior to the process of
developing a curriculum, ........may be also be necessary to determine the
effectiveness of a newly implemented curriculum”. Brady (1947)
Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum tersebut seperti latar belakang siswa, pengalaman, sikap guru dan
keahliannya serta suasana sekolah, maka analisa situasi harus dilakukan
sebelum mengembangkan kurikulum, baik analisa terhadap kebutuhan, waktu
24
dan tempat dimana kurikulum tersebut dikembangkan. Hal ini dilakukan untuk
merancang program kurikulum yang baik dan agar dapat menentukan
efektivitas kurikulum yang akan diimplementasikan. Analisa situasi dilakukan
dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi adalah :
(a) Perubahan sosial dan budaya seperti; harapan-harapan orang tua,
anggapan masyarakat umum, adanya nilai-nilai, perubahan
hubungan antara seseorang dengan orang lain dan nilai idiologi.
(b) Sistem pendidikan dan tantangannya seperti; konteks kebijakan,
konsep ujian, kebijakan suatu daerah, rangcangan kurikulum,
penelitian kependidikan.
(c) Perubahan subtansi alam sebagai sumber belajar
(d) Sistem pendukung guru yang dapat memberikan potensi seperti;
lembaga traning guru dan lembaga penelitian
(e) Keberadaan sumber daya sekolah.
Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi adalah :
(a) Peserta didik meliputi; pertumbuhan bakat siswa, kemampuan,
kenutuhan kependidikan.
(b) Guru pada aspek nilai, sikap, kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman
(c) Etos sekolah meliputi; tradisi, dana, kekuasaan dan norma
(d) Sumber materi
(e) Sensitivitas problem dalam kurikulum.
2) Beachamp (1975)
Dalam bukunya curriculum theory, beachamp berbicara mengenai teori
kurikulum dan pijakan dasar manajemen kurikulum yang mencakup
perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum. yang
harus diperhatikan dalam perencanaan kurikulum menurut beachamp (1975)
adalah : a) Tujuan pendidikan yang dicapai sekolah, b) Pengalaman pendidikan
yang dapat dikembangkan oleh sekolah, c) Tujuan pendidikan dan pengalaman
pendidikan yang spesifik dapat diimplementasikan di sekolah.
Agar ini terwujud maka ada tiga level kebutuhan yang harus
diperhatikan yaitu : level sosial (kebutuhan masyarakat), level Institusional
dimana lembaga pendidikan tersebut berada, level pembelajaran di kelas.
Ketiga kebutuhan tersebut harus dapat terintegrasi ke dalam satu kesatuan
kurikulum.
25
3) Hunkins (1990)
Dalam bukunya curriculum development : program improvement
(1990) Model perencanaan kurikulum yang digagas oleh hunkins (1990 : 37)
mencakup tujuh tahapan yaitu : 1) legitimasi dan konseptualisasi kurikulum, 2)
diagnosa kurikulum, 3) pengembangan dan pemilihan isi, 4) pengembangan
dan pemilihan pengalaman, 5) implementasi kurikulum, 6) evaluasi kurikulum,
7) perbaikan kurikulum. ketujuh komponen ini saling mempengaruhi satu sama
lain.
Model perencanaan kurikulum terkait erat dengan berbagai tindakan
yang akan dilakukan guna membuat sebuah program kurikulum (curriculum-
instructional plan) bagi siswa. Perencanaan kurikulum menurut hunkinsn
haruslah ditunjang oleh staf yang memiliki kualifikasi yang baik sehuingga
tujuan program pembelajaran nantinya dapat dicapai sesuai harapan.
b) Pelaksanaan Kurikulum
1) Brady (1947)
Pelaksanaan merupakan bentuk implementasi dari rencana kurikulum
yang disusun sedemikian rupa oleh sekolah sebagai suatu kesatuan sistem
pembelajaran. Brady (1947) menyatakan bahwa : ”dalam pelaksanaan
kurikulum, sekolah harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar dari tujuan
kurikulum yang telah dibuat yang termaktub dalam sasaran kurikulum yang
menggambarkan arah potensi anak didik yang ingin dicapai beserta metode
pencapaiannya”.
Dalam konteks itu, ada sejumlah keterkaitan antar elemen dalam
pelaksanaan kurikulum, yaitu : prilaku anak, belajar mengajar dan struktur
pengetahuan dengan sejumlah aspek lainnya, termasuk isi kurikulum, proses
implementasi kurikulum dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam mengembangkan kurikulum, Brady (1947 : 36)
menyatakan bahwa yang menjadi dasar bagi guru dalam mengembangkan
kurikulum adalah ilmu filsafat pendidikan, psikologi pendidikan dan sosiologi
pendidikan.
26
the usual claim for bringing these disciplines into curriculum
development is the help they give teachers in specifying objectives and
planning learning experiences. Philosophy, psychology and sociology
provide knowledge which aids the teacher in determining objectives,
specifically in the three main areas : 1) the growth, interests and
readines of students (psychology), 2) the social conditions already
experienced or likely to be experienced (sociology), and 3) the nature of
knowledge and teaching (philosophy).
2) Beauchamp (1975)
Ada dua orientasi yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan kurikulum
menurut beauchamp (1975) yaitu : (1) menguatkan lingkungan pendidikan
disekolah dalam rangka mengoptimalkan proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru, (2) mengoptimalkan segala strategi pembelajaran yang telah
direncanakan seefektif dan semaksimal mungkin.
3) Hunkins (1990)
Menurut hunkins (1990 : 275-276) pelaksanaan kurikulum adalah
”tindakan praktis dari berbagai perencanaan kurikulum yang telah disusun
sebelumnya”. Pelaksanaan kurikulum tersebut menyangkut sejumlah
komponen yaitu : (1) input yang terdiri dari sejumlah aspek dan tahapan yang
telah dipersiapkan, ( 2) proses transformasi. Proses ini merupakan aplikasi
terhadap hal-hal yang telah direncanakan dalam bentuk unit sekaligus
melakukan upaya revisi, (3) output, merupakan unit yang menjadi dampak dari
adanya pelaksanaan tersebut, (4) timbal balik dan penyesuaian, ini merupakan
27
tahap pencocokan antara rencana kurikulum yang telah dikembangkan dengan
pelaksanaan yang terjadi di lapangan sehingga didapat hasil yang diharapkan.
c) Evaluasi Kurikulum
1) Brady (1947)
Menurut Brady (1990 : 152) evaluasi kurikulum merupaka ”suatu
proses menggambarkan, memperoleh serta menyediakan informasi yang
berguna dalam menetapkan atau memastikan berbagai alternatif keputusan
yang berkaitan dengan kinerja siswa”. Lebih lanjut Brady mengungkapkan
kriteria-kriteria dalam evaluasi adalah : (1) Kesinambungan, evaluasi
merupakan bagian yang berkesinambungan dan integral dari kegiatan belajar
mengajar, (2) Ruang lingkup, prosedur evaluasi perlu dilakukan secara
beragam seperti halnya ruang lingkup tujuan pembelajaran, (3)
Kompatibilitas, Evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,
meskipun tidak semua tujuan mempunyai bobot yang sama tetapi yang dinilai
adalah hal hal yang menjadi inti, (4) Validitas, Dalam mengevaluasi siswa,
selalu ada hubungan erat antara pengukuran test dan apa yang perlu diukur,
Sebagai contoh dalam mengajarkan materi budaya Indonesia dilakukan
evaluasi test bahasa Indonesia, tentu saja bentuk test tersebut tidak valid, (5)
Objektifitas, Meskipun evaluasi yang efektif harus menggunakan semua
informasi yang memungkinkan, biasanya secara umum diyakini bahwa
informasi ini akan lebih bernilai apabila tujuan pembelajaran jelas, Dalam
mengevaluasi siswa, terdapat korelasi antara hasil intelektual dan penilaian
objektif , dan antara hasil afektif dan penilaian subjektif. Hal ini disebabkan
karena terdapat kesulitan dalam mengevaluasi, terutama dalam menilai secara
kuantitatif perubahan perasaan, tingkah laku atau nilai nilai (values) dari siswa.
(6) Nilai Diagnosa (diagnostic value), evaluasi yang efektif harus bisa
membedakan tidak hanya tingkatan performance antar siswa namun juga
antara berbagai proses yang timbul, (7) partisipasi, bahwa siswa harus terlibat
dalam memilih metode untuk KBM , hal ini berimplikasi pada belajar sebagai
proses aktif.
28
2) Beaucamp (1975)
Menurut Beaucamp (1975 : 170) dalam evaluasi kurikulum memiliki 4
(empat) dimensi yaitu : 1) evaluasi guru dalam penggunaan kurikulum, 2)
evaluasi desain kurikulum, 3) evaluasi dampak lulusan daei pengguna
kurikulum tersebut serta d) evaluasi sistem kurikulum
3) Hunkins (1990)
Hunkins (1990 : 293) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum
merupakan ”proses pemetaan, pemenuhan serta penyediaan informasi yang
berguna untuk menentukan berbagai alternatif keputusan”. Evaluasi pada
dasarnya dipandang sebagai sebuah proses pengelompokan dari sejumlah
proses yang terkait guna memenuhi data agar berbagai keputusan dapat dibuat
sebagai sesuatu yang diterima, dirobah ataupun dieliminasi. Dalam konteks
kurikulum, evaluasi dimaknai sebagai proses yang digunakan untuk
menemukan suatu kecendrungan dimana desain, dikembangkan dan
diimplimentasikan dapat menghasilkan berbagai hasil yang diinginkan
(perilaku, pengetahuan) pada anak didik. Jadi evaluasi kurikulum berfokus
pada kelebihan dan kelemahan dari rencana utama kurikulum sebelum
implementasi terhadap keefektifannya selama setelah penggunaan aktivitasnya.
2. Teori Pendidikan
Landasan teori dalam penelitian ini adalah teori sistem yang berpijak pada
paradigma sistemik yang mencakup : masukan-proses-keluaran (input-process-
output). Crown dan Crow (1992 : 79) menegaskan bahwa pendidikan
mengandung sejumlah karakteristik substansial, antara lain, yaitu :
b) Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang
sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.
c) Untuk mencapai tujuan itu pendidikan melakukan usaha terencana
dalam memilih materi, strategi, tekhnik penilaiannya yang sesuai.
d) Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat (formal, informal dan non formal).
Pandangan tersebut mengidikasikan bahwa pendidikan sebagai sebuah
program merupakan sistem yang mencakup sejumlah komponen yang saling
berkaitan sekaligus memiliki relevansi dalam pencapaian tujuan pendidikan yang
29
diinginkan. Pendidikan sebagai sebuah program yang bersifat sistemik dapat
digambarkan secara sederhana seperti gambar di bawah ini :
Proses Pendidikan
Tujuan dan prioritas
Peserta didik
Manajemen
Struktur
Masukan Materi Hasil pendidikan
Pendidik
Fasilitas
Pengajaran
Teknologi
Pengawasan mutu
Pengabdian social
biaya
30
Jadi mutu pembelajaran merupakan kepuasan peserta didik dan
masyarakat terhadap proses dan hasil belajar yang dicapai oleh madrasah (peserta
didik) dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Atkinson (1990 : 41) memetakan indikator mutu pembelajaran adalah : (1)
Hasil akhir pembelajaran (ultimate outcome) atau lulusan, yang merupakan esensi
semua usaha dalam pembelajaran. Yang menjadi ukuran adalah tingkah laku para
lulusan madrasah setelah mereka terjun dalam masyarakat baik yang melanjutkan
ke perguruan tinggi ataupun didunia kerja; (2) Hasil langsung pembelajaran
(immediate outcome) berupa kompetensi yang diperoleh peserta didik yaitu
integrasi kognitif (ilmu), psikomotorik (aplikasi ilmu) dan afektif (sikap) atau bisa
juga dikatakan hasil belajar langsung peserte didik yang meliputi aspek kognitif
maupun non kognitif; (3) Proses pembelajaran dianggap menentukan hasil
langsung atau hasil akhir pembelajaran. Faktor-faktor proses pembelajaran yang
akan dijadikan ukuran mutu pembelajaran madrasah harus benar-benar ada
hubungannya dengan hasil pembelajaran, baik secara teoritik maupun empirik.
D. Konsep Dasar
1. Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 (dan disempurnakan dengan
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004) tentang otonomi daerah. Otonomi
daerah memberi perubahan yang besar terhadap sistem pemerintahan, dari
sistem pemerintahan yang sentralistik kepada sistem pemerintahan yang
desentralistik. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik. Sedangkan otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32/2004).
Otonomi daerah berimplikasi pada arah kebijakan dan pengembangan
pendidikan di Indonesia. Pemerintah daerah bertanggungjawab pada
pengembangan pendidikan di daerahnya sesuai peraturan yang berlaku. Dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 14 ayat (1) ditegaskan “bahwa
31
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota salah satunya
adalah penyelenggaraan pendidikan”.
Kebijakan ini memberi pengaruh yang besar terhadap sistem
pengelolaan sekolah, yang dulunya bersifat sentralistik sekarang menjadi
desentralistik yang dikenal dengan otonomi pendidikan. Pengelolaan
pendidikan diserahkan pada lembaga pendidikan masing-masing. Dengan
kebijakan otonomi pendidikan pemerintah menetapkan prinsip pengelolaan
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M). Hal ini ditetapkan oleh
Undang-Undang Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 51 ayat 1 yang
berbunyi bahwa : “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. (UU
sisdiknas No 20/2003).
Dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M)
berarti pemerintah memberikan otonomi yang luas kepada sekolah/madrasah
dalam mengelola sekolah/madrasahnya. Otonomi diberikan agar sekolah
leluasa mengelola sumber daya, dan sumber dana dengan mengalokasikannya
sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. Dalam MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali,
mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggung
jawabkan pemberdayaan sumber-sumber yang ada, baik kepada masyarakat
maupun pemerintah. Konsep Manajemen Berbasis Madrasah merupakan
penerapan prinsip-prinsip manajemen pendidikan di madrasah.
32
dan kebijakan-kebijakan madrasah ini juga tidak terlepas dari peran serta
masyarakat dan komite sekolah. Depag (2005 : 2) menyatakan bahwa
Manajemen berbasis madrasah merupakan paradigma baru manajemen
pendidikan yang memberikan otonomi luas pada madrasah dalam mengelola
sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaanya.
Manajemen berbasis madrasah ini merupakan strategi untuk mewujudkan
madrasah yang efektif dan produktif.
Manajemen berbasis madrasah adalah desentralisasi yang sistematis pada
otoritas dan tanggung jawab tingkat madrasah untuk membuat keputusan yang
terkait dengan penyelenggaraan madrasah dalam kerangka kerja yang ditetapkan
oleh pusat, seperti : tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Hal ini
dinyatakan oleh Caldwell (1992) “School-based management is the systematic
decentralization to the school level of authority and responsibility to make
decisions on significant matters related to school operations within a centrally
determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and
accountability”.
Fattah (2004 : 17) Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah adalah
suatu pendekatan praktis yang bertujuan untuk mendesain pengelolaan sekolah
dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup
guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Sekolah mempunyai
kendali dan akuntabilitas terhadap lingkungannya, sedangkan pemerintahan
tingkat pusat hanya berperan untuk melayani kebutuhan sekolah.
Jadi manajemen berbasis madrasah merupakan pemberian dan
pendelegasian kewenangan (delegation of outhority) kepada madrasah untuk
mengelola dan melakukan perbaikan serta meningkatkan kualitas secara
berkelanjutan (quality continous improvement).
33
b) Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah menurut Depdiknas
(2001) adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian,
fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akuntabilitas,
sustainabilitas, inisiatif sekolah/madrasah dalam mengelola, memanfaatkan
dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah/madrasah bersama masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan untuk duduk bersama dalam
pengambilan keputusan bersama.
3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah/madrasah kepada stakeholders
terutama kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu
sekolahnya.
4) Meningkatkan persaingan yang beretika antar sekolah/madrasah tentang
mutu pendidikan yang akan dicapai.
Di samping itu Depag (2005) menyatakan bahwa Manajemen Berbasis
Madrasah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan
pendidikan. Lebih lanjut Mulyasa (2007) menyatakan bahwa peningkatan
efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya dan partisipasi
masyarakat. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh melalui partisipasi
orang tua terhadap sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem
insentif dan disentif. Peningkatan pemerataan diperoleh melalui peningkatan
partisipasi masyarakat.
Jadi Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah bertujuan untuk
"memberdayakan" sekolah, terutama sumber daya manusianya (kepala sekolah,
guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitarnya), melalui
pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan
persoalan yang dihadapi oleh sekolah/madrasah yang bersangkutan MBM
memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru,
murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
34
Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah dalam Depdiknas
(2001) adalah:
1) Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil
keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2) Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan penting.
3) Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran.
4) Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan
yang dikembangkan di setiap sekolah.
5) Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan
guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan
biaya program-program sekolah.
Depag (2005) menyatakan manfaat Manajemen Berbasis Madrasah
adalah :
1) Madrasah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru agar lebih
berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar.
2) Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan partisipasi masyarakat
mendorong profesionalisme kepemimpinan madrasah, baik dalam
perananya sebagai manager maupun sebagai pemimpin madrasah.
3) Dengan diberikannya kesempatan kepada madrasah untuk mengembangkan
kurikulum , guru didorong untuk berimprovisasi dan berinovasi melakukan
berbagai eksperimentasi di lingkungan madrasah.
4) Melalui pengembangan kurikulum yang efektif dan fleksibel, rasa tanggap
madrasah terhadap kebutuhan setempat akan meningkat dan menjamin
layanan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan peserta didik dan
masyarakat.
5) Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatn partisipasi
orang tua, karena mereka dapat secara langsung mengawasi kegiatan belajar
anaknya.
35
c) Ruang lingkup Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
Manajemen Berbasis Madrasah merupakan implementasi dari standar
pengelolaan. pada dasarnya MBM adalah otonomi manajemen atau swakelola
madrasah dan pengambilan keputusan partisipatif. Menurut Malen, Ogawa dan
Kranz dalam Duhoi (2002: 16) Secara konseptual, MBM digambarkan sebagai
“suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk
desentralisasi sekolah sebagai unit utama peningkatan” Jadi, MBM adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen di tingkat madrasah. Hal ini sesuai
dengan ungkapan Suderadjat (2005 : 43) bahwa secara operasional Manajemen
Berbasis Madrasah merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen terhadap
semua komponen pendidikan di Madrasah.
Fungsi-fungsi tersebut diterapkan dalam komponen-komponen
pendidikan. Merujuk Permendiknas no. 19/2007, komponen pendidikan itu
meliputi: (1) kesiswaan; (2) kurikulum dan kegiatan pembelajaran; (3)
pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; (4) sarana dan
prasarana; (5) keuangan dan pembiayaan; (6) budaya dan lingkungan sekolah;
(7) peranserta masyarakat dan kemitraan. Oleh karena itu ruang lingkup MBM
dapat digambarkan dalam matriks berikut :
Tabel 2.1: Matriks Ruang lingkup MBM
Fungsi Manajemen
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
Komp. Penddkn (A) (B) (C)
Kesiswaan A.1 B.1 C.1
Kurikulum & Pembelajaran A.2 B.2 C.2
Pendidik & Tenaga Kependidikan A.3 B.3 C.3
Sarana Prasarana A.4 B.4 C.4
Pembiayaan A.5 B.5 C.5
Peranserta masyarakat A.6 B.6 C.6
Budaya & Lingkungan A.7 B.7 C.7
36
merupakan kegiatan dari manajemen kesiswaan, demikian juga dengan A.2
hingga C.2 dan begitu seterusnya.
37
nara sumber pada berbagai kegiatan peningkatan kualitas pembelajaran di
madrasah.
3) Kepemimpinan yang demokratis dan profesional
Kepala madrasah dan guru-guru sebagai aktor utama
penyelenggaran pendidikan di madrasah merupakan figur yang memiliki
kemampuan dan integritas profesional. Kepala madrasah merupakan
manajer pendidikan yang profesional yang terpilih untuk mengelola segala
kegiatan madrasah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru
madrasah adlah pendidik yang bekerja berdasarkan pola kinerja profesional
yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung
keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam proses pengambilan
keputusan, MBM menuntut kepala madrasah mengimplementasikan proses
“bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki
tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.
4) Team Work yang kompak dan transparan
Keberhasilan program-program madarasah didukung oleh kinerja
team yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam
pendidikan di madrasah. Misalnya dewan pendidikan, komite madrasah
serta pihak-pihak yang terlibat bekerjasama secara harmonis dan sesuai
dengan posisinya masing-masing sehingga terwujud suatu “madrasah yang
dibanggakan“ oleh semua pihak. Tidak saling menunjukan kuasa atau paling
berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya peningkatan
mutu dan kinerja madrasah. Dalam pelaksanaan program misalnya pihak-
pihak terkait bekerjasama secara profesional untuk mencapai tujuan-tujuan
atau target yang disepakati bersama. Dengan demikian, keberhasilan MBM
merupakan hasil sinergi dari kolaborasi team yang kompak dan transparan.
Dalam konsep MBM yang utuh kekuasaan yang dimiliki madrasah,
diantaranya adalah pengambilan keputusan tentang kurikulum dan
pembelajaran, rekruitmen dan manajemen tenaga kependidikan, serta
manajemen keuangan madrasah.
38
Sedangkan Depdiknas (2001) mengkategorikan karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah menjadi input, proces, dan output.
1) Input Pendidikan
Input pendidikan yaitu segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlansungnya proses. Sesuatu yang dimaksud antara lain
beberapa sumber daya dan perangkat lunak serta sebagai harapan-harapan
bagi berlangsungnya proses (Depdiknas, 2001: 24) Input-input tersebut
antara lain:
(a) Memiliki Kebijakan Mutu.
Secara formal sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan
maksud dan tujuan sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan ini
dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semu warga
sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga
sampai pada kepemilikan mutu oleh warga sekolah.
(b) Sumber Daya Tersedia dan Siap
Sumber daya merupakan input penting yang diperlukan untuk
berlangsungnya proses pendidikan, sebab tanpa sumber daya baik itu
manusia maunpun non manusia yang memadai, proses pendidikan di
sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan para gilirannya
sasaran sekolah tidak akan tercapai. Dalam pelaksanaan MBM sumber
daya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan harus
tersedia dan dalam keadaan siap. Ini tidak berarti sumber daya yang ada
harus mahal, akan tetapi sekolah yang bersangkutan dapat
memanfaatkan keberadaan sumber yang ada di lingkungan sekolahnya.
Sehingga diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilisasi sumber
daya yang ada di sekitarnya.
(c) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Kepala sekolah dalam hal ini memilik komitmen dan motivasi yang
kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki
komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat
mencapai tingkat prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala
39
keterbatasan sumber daya pendidikan yang ada di sekola. Sedangkan
peserta didik juga memiliki motivasi untuk selalu meningkatkan diri
untu berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
(d) Fokus pada Pelanggan
Fokus di sini berarti bahwa semua input dan proses yang dikerahkan di
sekolah tertuju utama untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta
didik. Konsekuensi logis dari semuanya adalah penyiapan input dan
proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh
mutu kepuasan yang diharapkan dari peserta didik.
(e) Input Manajemen
Kepala sekolah dalam mengatur sekolahnya menggunakan sejumlah
input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan
membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya secara efektif. Input
yang dimaksud meliputi ; tugas yang jelas, rencana yang rinci dan
sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana,
ketentuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya
untuk bertindak, adan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif
dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat
dicapai.
2) Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain, dan hasil proses ini nantinya mempengaruhi output. Dalam pendidikan
yang berskala mikro/ sekolah, proses yang dimaksud adalah proses
pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar, proses menitoring dan
evaluasi.
3) Output Pendidikan
Output pendidikan merupakan kinerja sekolah. Sedangkan kinerja sekolah
merupakan prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses atau prilaku
sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari sisi kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral
40
kerjanya. Sedangkan yang berkenaan dengan mutu sekolah, sekolah
dikatakan bermutu tinggi apabila prestasi sekolah khususnya prestasi siswa
menunjukkan pencapaian yang tinggi, baik dalam bidang akademik maupun
non akademik (Depdiknas, 2001:25).
41
sekolah/madrasah perlu untuk mengambil inisiatif sebagai bentuk tanggung
jawab mereka sendiri.
4) Prinsip Inisiatif Manusia (Human Initiative).
Peranaan anggota organisasi sebagai sumber daya manusia sangat
memberkan pengaruh terhadap efektivitas organisasi. sumber daya manusia
merupakan poin utama manajemen oleh sebab itu sumber daya manusia di
sekolah/madrasah diharapkan agar lebih berperan, berinisiatif dan
berpartisispasi secara luas dalam mengembangkan potensinya.
Dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah mengenai otonomi
daerah tersebut, maka daerah (Kabupaten/Kota) diberi kewenangan membuat
Peraturan-Peraturan sendiri, termasuk peraturan mengenai pendidikan.
Pengelolaan pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota diserahkan pada
lembaga pendidikan masing-masing untuk membuat kebijakan dengan konsep
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M).
Dalam Manajemen Berbasis Madrasah/Sekolah (MBS/M),
pengembangan pendidikan dilakukan dengan orientasi pendekatan “dari bawah
ke atas” (bottom up approach). Pendekatan bottom up merupakan pengambilan
keputusan di setiap level instansi, misalnya sekolah, Dinas Kabupaten/Kota,
yayasan penyelenggara pendidikan, dan sebagainya. Berbagai aspirasi dan
kebutuhan yang menjadi kepentingan umum, sesuai kondisi, potensi dan
prospek sekolah, diakomodasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai
wewenang dan tanggung jawabnya.
Kebijakan otonomi pendidikan membawa pengaruh dan perubahan
yang besar terhadap kurikulum dan pembelaran di sekolah/madrasah.
Sekolah/Madrasah membuat dan mengembangkan kurikulumnya sendiri
berdasarkan kondisi dan kebutuhan lembaganya. Pemerintah pusat hanya
memberikan standar-standar acuan yang akan dicapai oleh sekolah/ madrasah.
42
telah membentuk Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG). Seiring
dengan perjalanan waktu diawal tahun 1974 POMG dibubarkan dan dibentuk
suatu badan yang dikenal dengan BP3. Seiring dengan perkembangan tuntutan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan
oleh sekolah serta perubahan sistem penyelenggaraan tatanan pemerintahan
dari sentralisasi ke desentralisai, maka bertukarlah model manajemen menjadi
manajemen berbasis sekolah/madrasah.
Dalam kontek manajemen berbasis sekolah/madrasah partisipasi
masyarakat merupakan faktor strategis, oleh sebab itu dipandang perlu adanya
suatu penataan peran dan fungsi BP3 yang selaras dengan tuntutan masa
sekarang dan masa mendatang. Pada saat ini, selain adanya BP3 dibentuk pula
Komite Sekolah. Anggota dari komite sekolah ini adalah Kepala sekolah,
perwakilan guru, Ketua BP3, Ketua LKMD dan Tokoh masyarakat sebagai
anggota. Peran dan fungsi komite sekolah/madrasah berkembang sesuai
kebutuhan sekolah/madrasah dan selaras dengan tuntutan perubahan yang
dilandasi dengan kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun
budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat sekolah”
yang mempunyai loyalitas pada peningkatan kualitas peserta didik. Fattah
(2004) mengemukakan bahwa “Untuk terciptanya masyarakat sekolah yang
kompak dan sinergi, maka komite sekolah/madrasah merupakan bentuk atau
wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan”.
Dalam Kepmen Diknas no 44/U/22/2002 dijelaskan bahwa komite
sekolah/madrasah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra
sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Sedangkan namanya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah satuan
pendidikan masing-masing, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan,
Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan sekolah, Majelis Sekolah, Majelis
Madrasah, Komite TK, atau nama lain yang disepakati. Komite
sekolah/madrasah terdiri dari satu satuan pendidikan, atau beberapa satuan
43
pendidikan dalam jenjang pendidikan yang sama, atau beberapa satuan
pendidikan yang berbeda jenjang pendidikan tetapi berada pada lokasi yang
berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu
penyelenggara pendidikan atau dikarenakan pertimbangan lainnya. Komite
sekolah/madrasah bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hierarkis
dengan lembaga pemerintahan. Adapun tujuan komite sekolah/madrasah
adalah :
44
Sedangkan fungsi Komite Sekolah/Madrasah adalah :
1) Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
2) Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu
3) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat
4) Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai : 1) kebijakan dan program pendidikan, 2) Rencana
Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS), 3) kriteria kinerja
satuan pendidikan, 4) kriteria tenaga kependidikan, 5) kriteria fasilitas
pendidikan dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
5) Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna
mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan
6) Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan disatuan pendidikan
7) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Dalam Kepmen Diknas no 44/U/22/2002 tersebut dinyatakan bahwa
keanggotaan komite sekolah/madrasah terdiri dari : Unsur masyarakat, orang
tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia
usaha/industri, organisasi profesi tenaga pendidikan, wakil alumni, dan wakil
peserta didik. Serta dari unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara
pendidikan dan Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai
anggota Komite Sekolah. Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya
berjumlah 9 (sembilan) orang. Sedangkan Kepengurusan Komite Sekolah
terdiri dari : Ketua, Sekretaris, Bendahara. Pengurus tersebut dipilih dari dan
oleh anggota. Sedangkan ketua komite sekolah bukan berasal dari kepala
satuan pendidikan.
45
Komite Sekolah wajib memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran
Rumah Tangga (ART). Anggaran Dasar sekurang-kurangnya memuat: 1)
Nama dan tempat kedudukan, 2) Dasar, tujuan dan kegiatan, 3) Keanggotaan
dan kepengurusan, 4) Hak dan kewajiban anggota dan pengurus, 5) Keuangan,
6) Mekanisme kerja dan rapat-rapat, 7) Perubahan AD dan ART serta
pembubaran organisasi.
46
berkembang, peluang dan ancaman, serta kemampuan dan kelemahan suatu
organisasi.
Dalam dunia pendidikan, keputusan serta kebijakan yang strategis
akan sangat mempengaruhi kesuksesan yang akan dicapai di masa-masa yang
akan datang, karena keputusan dan kebijakan itu ditentukan secara matang
dan komprehensif berdasarkan pertimbangan berbagai faktor yang ada
terutama faktor internal dan faktor eksternal suatu lembaga pendidikan
(sekolah/madrasah) serta kekuatan sumber daya yang dioptimalkan secara
baik dan tepat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan itu, manajemen strategik
memiliki fungsi yang sangat penting. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Drucker (1982:93):
The primary tasks of strategic management are to understand the
environment, define organizational goals, identify options, make and
implement decisions, and evaluate actual performance. Thus, strategic
planning aims to exploit the new and different opportunities of
tomorrow, in contrast to long range planning, which tries to optimize
for tomorrow the trends of today.
47
penganggaran, (3) Penggunaan sumber daya, (4) Kualitas evaluasi program
dan pemantauan kinerja, serta , (5) Kualitas pelaporan (Akdon, 2006:79)
Manajemen strategik memfokuskan diri pada pengintegrasian
manajemen, marketing (pemasaran), finance/accounting (keuangan),
production/operation, research and development (penelitian dan
pengembangan) dan computer information system (sistem informasi
komputer) untuk mencapai kesuksesan organisasi. Begitu pula dalam
pendidikan, pendidikan tidak bisa dilepaskan dari beberapa komponen
tersebut, karena pada dasarnya kesuksesan pencapaian tujuan pendidikan juga
ditentukan oleh sinergitas seluruh bidang tersebut.
b) Tahapan dalam Manajemen Strategik
Proses manajemen strategik menurut Wheelen dan Hunger (1996:7-
15, 2002:9-16) terdiri dari 4 tahapan yaitu: ”Perekaman lingkungan,
formulasi strategi, implementasi strategi, serta evaluasi dan pengendalian
strategi.” Keempat tahapan tersebut dapat penulis deskripsikan secara lebih
komprehensif sebagai berikut; pertama, perekaman lingkungan. Hal ini
mencakup persoalan pengamatan isu-isu lingkungan strategik yang muncul,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kedua, formulasi strategi. Hal
ini meliputi pengembangan visi, misi, pengidentifikasian kesempatan
(opportunity) dan ancaman (threats) dari luar organisasi, menentukan
kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) internal, menentukan tujuan-
tujuan jangka panjang, menemukan strategi alternatif dan memilih strategi
tertentu untuk diterapkan. Ketiga, implementasi strategi. Hal ini meliputi
mengembangkan budaya yang mendukung strategi yang dilakukan,
menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengarahkan kembali
marketing, menyiapkan budget/biaya, mengembangkan sistem informasi dan
kompensasi pegawai. Untuk melakukan strategi, institusi harus menetapkan
tujuan tahunan, mengubah kebijakan-kebijakan, memotivasi pegawai dan
mengalokasikan sumber-sumber daya secara tepat dan sehingga strategi yang
sudah dibuat dapat dilaksanakan; serta keempat, evaluasi dan pengendalian
48
strategi. Hal ini merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengetahui strategi
apa saja yang tidak terlaksana dengan baik.
Kegiatan evaluasi dan pengendalian strategi ini meliputi: (a)
peninjauan kembali faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar
dari strategi yang diterapakan, (b) mengukur kinerja dan (c) melakukan
tindakan-tindakan korektif. Hal ini dilakukan agar performen organisasi tetap
baik dan meningkat. Evaluasi ini perlu dilakukan karena keberhasilan suatu
lembaga pendidikan saat ini tidak menjamin sukses di masa-masa yang akan
datang.
Analisis SWOT sering diaplikasikan dibeberapa perusahaan dan juga
pada lembaga pendidikan. Analisis SWOT dapat melahirkan beberapa
strategi, seperti yang diungkap oleh David (2005 : 284) :
Matrik Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman (Strenghts Weakness
Opportunities Threats - SWOT Matrix) adalah alat untuk mencocokan
yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi : SO
(Kekuatan - Peluang, Strenghts - Opportunities), WO (Kelemahan -
Peluang, Weakness – Opportunities), ST (Kekuatan – Ancaman,
Strenghts – Threats), WT (Kelemahan – Ancaman, Weakness – Threats).
49
Ketiga, Strategi diverifikasi konsentrik (ST), Strategi ST
menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi
pengaruh dari ancaman eksternal, karena persaingan dan ancaman selalu
menghantui dan membayang-bayangi, dengan menciptakan berbagai program
sehingga pelanggan dapat memilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Keempat, Strategi Penyehatan (WT), strategi yang digunakan untuk
memperbaiki kelemahan dan menghindari ancaman dari luar. Strategi WT
juga merupakan taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan
internal dan menghindari ancaman eksternnal.
c) Keuntungan Manajemen Strategik
Madrasah pada dasarnya membutuhkan pola manajemen yang mampu
menjembatani tuntutan perkembangan zaman dan upaya peningkatan kualitas
pendidikannya. Dalam hal ini, manajemen strategic merupakan salah satu
alternatif manajemen yang dapat dikembangkan secara lebih serius di
lingkungan madrasah, terutama dalam hal ini madrasah aliyah yang telah
memiliki tingkat kedewasaan organisasi yang lebih matang daripada di
tingkatnya. David (2000:14) menegaskan bahwa “Manajemen strategik
memungkinkan sebuah organisasi untuk lebih proaktif dalam membentuk
masa depannya, juga memungkinkan organisasi untuk berinisiatif sehingga
lebih memiliki kontrol terhadap keberadaannya.”
Penelitian menemukan bahwa proses manajemen strategik membawa
keuntungan. Komunikasi adalah kunci sukses manajemen strategik. Melalui
keterlibatan dalam proses, pimpinan dan bawahan memiliki pengertian
(understanding) dan komitmen, mereka menjadi sangat kreatif dan inovatif.
Oleh karena itu keuntungan yang besar dari manajemen strategik adalah
kesempatan untuk memperkuat setiap individu termasuk dalam hal ini adalah
seluruh komponen yang ada di perguruan tinggi. Dengan kata lain, untuk
memaksimalkan fungsi manajemen strategik yang akan diterapkan,
keterlibatan seluruh sumber daya manusia yang ada di madrasah, baik
pimpinan maupun bawahan mutlak diperlukan, baik dalam memformulasikan
50
strategi maupun implementasi dan evaluasi strategi pendidikan yang telah
dirancang.
Secara garis besar terdapat 2 (dua) keuntungan dari aplikasi
manajemen strategik, termasuk bagi dunia pendidikan di madrasah, yaitu:
1) Keuntungan finansial. Penelitian menemukan bahwa organisasi
(madrasah/sekolah) yang menggunakan konsep manajemen strategik
mendapatkan keuntungan finansial yang lebih serta produktivitas yang
lebih besar dibandingkan dengan organisasi (madrasah/sekolah) yang tidak
menggunakan konsep tersebut. Organisasi yang memiliki kinerja yang
baik adalah organisasi yang dapat membuat keputusan dengan antisipasi
jangka pendek dan jangka panjang yang baik. Sebaliknya organisasi yang
buruk biasanya hanya memfokuskan pada kegiatan pemecahan masalah
internal dan kurang dapat melakukan antisipasi terhadap kondisi di masa
depan.
2) Keuntungan nonfinansial. Manajemen strategik memberikan keuntungan
nonfinansial, antara lain: meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman
eksternal, meningkatkan pemahaman akan strategi pesaing, meningkatkan
produktivitas pegawai, menurunkan penolakan terhadap perubahan serta
meningkatnya mutu pendidikan yang akan dihasilkan dan lain sebagainya.
Kedua keuntungan dari manajemen strategik tersebut tentunya akan
dapat dicapai manakala institusi pendidikan mampu melaksanakan
manajemen strategiknya dengan baik dan tepat.
51
Nasional Pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan.
52
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
c) Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pasal 25 ayat (1)
Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Ayat (2) Standar
kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi
untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah
atau kelompok mata kuliah. Fungsi Standar Kompetensi Lulusan adalah :
1) Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
2) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
4) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
53
(d) Kelompok Mata Pelajaran Estetika,
(e) Kelompok Mata Pelajaran Jasmani Olahraga dan Kesehatan.
3) Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Mata Pelajaran
d) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pasal 28 ayat (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Ayat (2)
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Ayat (3)
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi : kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
e) Standar Sarana dan Prasarana
Pasal 42 ayat (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Ayat (2)
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 yaitu : Pasal 1 yang
berbunyi ; “bahwa standar sarana dan prasarana untuk sekolah/madrasah
mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana”. Dan
Pasal 2 berbunyi ; “Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok
pemukiman permanen dan terpencil yang penduduknya kurang dari 1000
(seribu) jiwa dan yang tidak bisa dihubungkan dengan kelompok yang lain
dalam jarak tempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidak
membahayakan dapat menyimpangi standar sarana dan prasarana”.
54
f) Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan terdiri dari enam sub, yaitu: perencanaan program,
pelaksanaan kerja sekolah/madrasah, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan
kepala sekolah/madrasah, system informasi manajemen, dan penilaian khusus.
Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan pasal 49 ayat (1) Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan,
partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
1) Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah Pasal 59 ayat (1) Pemerintah
Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan
memprioritaskan program:
(a) Wajib belajar,
(b) Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan
menengah,
(c) Penuntasan pemberantasan buta aksara,
(d) Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah,
(e) Daerah maupun masyarakat,
(f) Peningkatan status guru sebagai profesi,
(g) Akreditasi pendidikan,
(h) Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan,
(i) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.
2) Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah pusat Pasal 60 Pemerintah menyusun
rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
(a) Wajib belajar,
(b) Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan
menengah dan tinggi,
(c) Penuntasan pemberantasan buta aksara,
(d) Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah,
55
(e) Maupun masyarakat,
(f) Peningkatan status guru sebagai profesi,
(g) Peningkatan mutu dosen,
(h) Standarisasi pendidikan,
(i) Akreditasi pendidikan,
(j) Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional,
dan global,
(k) Pemenuhan standar pelayanan minimal (spm) bidang pendidikan; dan
penjaminan mutu pendidikan nasional.
g) Standar Pembiayaan
Pasal 62 ayat (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi,
biaya operasi dan biaya personal. Ayat (2) Biaya investasi satuan pendidikan
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap. Ayat (3) Biaya personal sebagaimana meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik. Ayat (4) Biaya
operasi satuan pendidikan meliputi :
1) Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji.
2) Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan
tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
h) Standar Penilaian Pendidikan
1) Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
2) Penilaian hasil belajar peserta didik dilaksanakan berdasarkan standar
penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional;
3) Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik;
4) Penilaian dapat berupa ulangan dan atau ujian.
56
(a) Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan
pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik;
(b) Ulangan terdiri atas Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester,
Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan Kenaikan Kelas;
(c) Ujian meliputi Ujian Nasional dan Ujian Sekolah/ Madrasah.
5) Prinsip-prinsip penilaian : (a) Sahih, (b) Objektif, (c) Adil, (d) Terpadu, (e)
Terbuka, (f) Menyeluruh dan berkesinambungan, (g) Sistematis, (h)
Beracuan Kriteria, (i) Akuntabel.
Pasal 63 ayat (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah terdiri atas: a) penilaian hasil belajar oleh pendidik; b) penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c) penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah.
57
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi/materi pelajaran dan pengalaman yang dipersiapkan serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum tersebut akan menghasilkan lulusan yang
memiliki kompetensi tertentu dengan menggunakan seluruh kekuatan dan peluang
yang ada dalam lingkup pembelajaran yang dilakukan bersama-sama dengan
lingkungannya.
Jadi, manajemen kurikulum madrasah adalah sebagai suatu sistem
pengelolaan pengembangan kurikulum berbasis madrasah yang kooperatif,
komprehensif, sistemik dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian
tujuan kurikulum, isi/materi kurikulum, strategi/proses kurikulum dan evaluasi
kurikulum, yang dilihat dari aspek proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,
yang dilakukan oleh sejumlah orang yang bekerjasama baik dalam dan luar
lingkungan madrasah. Aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
kurikulum akan dibicarakan lebih lanjut.
a) Perencanaan Kurikulum
1) Pengertian perencanaan kurikulum
Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang paling penting dan
utama yang harus disusun sebelum menentukan fungsi-fungsi manajemen yang
lainnya, perencanaan dibuat untuk menentukan fungsi-fungsi manajemen yang
lainnya. perencaanaan kurikulum merupakan rangkaian tindakan untuk
kedepan tentang program kurikulum. Hamalik (2010 : 135) menyatakan bahwa
perencanaan bertujuan untuk mencapai seperangkat operasi konsisten dan
terkoordinasi guna memperoleh hasil-hasil yang diinginkan.
Sedangkan kurikulum menurut Ragan (1966) adalah seluruh program
dan kehidupan dalam sekolah, yang meliputi segala pengalaman anak dibawah
tanggung jawab sekolah. kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran,
tetapi juga meliputi seluruh kehidupan di dalam kelas, termasuk hubungan
sosial antara guru dan murid, metode mengajar dan cara mengevaluasi.
Sedangkan menurut Saylor dan Alexander (1956) kurikulum adalah segala
58
usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas,
dihalaman sekolah atau di luar sekolah dan termasuk kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasan (2002) bahwa kurikulum
merupakan suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan
yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan suatu rencana yang tertulis
atau seperangkat program yang berisikan tentang tujuan, isi, proses, strategi,
metode dan evaluasi yang akan diimplementasikan dalam proses pembelajaran
kepada peserta didik.
Dalam membuat rencana kurikulum sekolah/madrasah harus
memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan peserta didiknya. Brady
(1947 : 20) sebelum merancang kurikulum perlu dilakukan analisa situasi, dia
mengatakan bahwa : “A situational analysis is usually undertaken prior to the
process of developing a curriculum, ........may be also be necessary to
determine the effectiveness of a newly implemented curriculum”.
Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum tersebut seperti latar belakang siswa, pengalaman, sikap guru dan
keahliannya serta suasana sekolah, maka analisa situasi harus dilakukan
sebelum mengembangkan kurikulum, baik analisa terhadap kebutuhan, waktu
dan tempat dimana kurikulum tersebut dikembangkan. Hal ini dilakukan untuk
merancang program kurikulum yang baik dan agar dapat menentukan
efektivitas kurikulum yang akan diimplementasikan. Analisa situasi dilakukan
dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi adalah :
(a) Perubahan sosial dan budaya seperti; harapan-harapan orang tua, anggapan
masyarakat umum, adanya nilai-nilai, perubahan hubungan antara
seseorang dengan orang lain dan nilai idiologi.
59
(b) Sistem pendidikan dan tantangannya seperti; konteks kebijakan, konsep
ujian, kebijakan suatu daerah, rangcangan kurikulum, penelitian
kependidikan.
(c) Perubahan subtansi alam sebagai sumber belajar
(d) Sistem pendukung guru yang dapat memberikan potensi seperti; lembaga
traning guru dan lembaga penelitian
(e) Keberadaan sumber daya sekolah.
60
potensi (lembaga traning guru dan lembaga penelitian), keberadaan sumber
daya sekolah.
Pendapat di atas sejalan dengan Olivia (1992:58) yang menjelaskan
bahwa dalam merencanakan kurikulum , yang diperhatikan pertama kalinya
adalah menganalisis isu eksternal dalam kaitanya dengan mengadopsi
kepentingan masyarakat, merumuskan tujuan yang akan menjadi sasaran dalam
satuan pendidikan, dan menganalisa kekuatan internal, untuk menyusun tim
sehingga kurikulum yang telah direncanakan akan tepat mencapai tujuan,
termasuk dalam hal ini adalah menguatkan kemampuan kepemimpinan,
motivasi, serta pengetahuan dari seluruh pihak yang terlibat, baik di tingkat
nasional, regional, sekolah maupun kelas, terlebih guru selaku pihak yang
terlibat langsung dan berinteraksi dengan anak didik dalam proses
pembelajaran.
Sedangkan menurut Beucamp (1975) tiga level kebutuhan yang harus
diperhatikan dalam menyusun rencana kurikulum adalah : 1) level sosial
(kebutuhan masyarakat), 2) level Institusional dimana lembaga pendidikan
tersebut berada, 3) level pembelajaran di kelas. Ketiga kebutuhan tersebut
harus dapat terintegrasi ke dalam satu kesatuan kurikulum.
Sebagai sebuah rencana, kurikulum dibuat berdasarkan berbagai
kondisi yang ada dan dipengaruhi oleh berbagai hal yang ada dalam lembaga
pendidikan tersebut. Muhaimin dkk (2008 : 24) analisis lingkungan internal
dan eksternal sebagai masukan akan menghasilkan kurikulum sebagai ide.
Masukan-masukan yang membentuk kurikulum sebagai ide menurut Muhaimin
adalah : 1) visi dan misi lembaga, 2) faktor idealisme yang dimiliki pimpinan
dari lembaga pendidikan tersebut, 3) adanya kebutuhan dari stakeholder, 4)
adanya ketersediaan sumber daya, 4) karakteristik peserta didik. Berbagai
masukan ini dilakukan analisis oleh pimpinan sekolah/madrasah bersama wakil
dan komite madrasah, hasil analisis ini akan melahirkan kurikulum sebagai ide.
Dalam mengembangkan kurikulum, Brady (1947 : 36) menyatakan
bahwa yang menjadi dasar bagi guru dalam mengembangkan kurikulum adalah
ilmu filsafat pendidikan, psikologi pendidikan dan sosiologi pendidikan.
61
the usual claim for bringing these disciplines into curriculum
development is the help they give teachers in specifying objectives and
planning learning experiences. Philosophy, psychology and sociology
provide knowledge which aids the teacher in determining objectives,
specifically in the three main areas : 1) the growth, interests and
readines of students (psychology), 2) the social conditions already
experienced or likely to be experienced (sociology), and 3) the nature
of knowledge and teaching (philosophy).
62
Curriculum planning is a process ini which participants at many
levels make decicions about what the purposes of learning ought to
be, how those purposes might be carried out through teaching-
learning situations, and whether the purposes and means are both
appropriate and effective.
63
berbagai keputusan tentang konten dan proses, (3). perencanaan kurikulum
mengandung keputusan-keputusan tentang berbagai isu dan topik, (4)
perencanaan kurikulum melibatkan banyak kelompok, (5) perencanaan
kurikulum dilaksanakan pada berbagai tingkatan (level), serta (6) Perencanaan
kurikulum adalah sebuah proses yang berkelanjutan.
Perencanaan kurikulum yang dibuat benar-benar harus memperhatikan
kepentingan peserta didik baik dari aspek psikologi, potensi akademik dan
kepentingan masyarakat atau lingkugan serta kemajuan ilmu dan teknologi,
atas dasar inilah maka dalam menyusun kurikulum harus direncanakan dengan
matang dan tepat sasaran. Perencanaan kurikulum merupakan proses awal
untuk melangkah dalam membuat sebuah pedoman atau acuan untuk kegiatan
pembelajaran di sekolah/madrasah.
64
4) Kerangka Kerja Perencanaan Kurikulum
Kerangka kerja pada dasarnya merupakan fundamental job guidance yang
secara operasional akan menentukan orientasi tujuan yang ingin direalisasikan.
Oleh karena itulah, dalam konteks perencanaan kurikulum, diperlukan adanya
kerangka kerja umum, agar perencanaan kurikulum tersebut tersusun secara
sistematis dan terorganisasi. Kerangka kerja (framework) ini mencakup model,
ide, dan harapan sebuah perencanaan kurikulum. Kerangka kerja perencanaan
kurikulum dapat diuraikan sebagai berikut (Hamid, 2001:132)
(a) Fondasi. Pendidikan berdasarkan tiga daerah fondasi yang luas, yaitu filsafat,
sosiologi dan psikologi, yang berhubungan dengan kebutuhan individu
maupun masyarakat. Perencanaan kurikulum berhubungan dengan fokus
spesifik dan subjek daerah fondasi tersebut.
(b) Tujuan (Goals). Area yang paling luas dan kerangka kerja kurikulum adalah
definisi tujuan pendidikan secara menyeluruh. Berdasarkan tiga daerah
fondasi tadi, tujuan umum (goals) menyajikan tujuan (purpose) yang
dikembangkan pada berbagai jenjang wilayah (nasional, propinsi, kabupaten
atau kotamadya, dan masyarakat luas). Rumusan tujuan tersebut
merefleksikan tingkat atau daerah satu dengan yang lainnya. Tingkat nasional
memberikan petunjuk bagi pengembangan lokal, dan sebaliknya.
Masalahnya, perencanaan kurikulum yang spesifik tidak mempertimbangkan
rumusan tujuan yang luas atau rumusan tujuan umum berkelanj utan.
(c) General Objectives. Tujuan umum menyajikan berbagai tujuan yang
mengalihkan kegiatan belajar mengajar sejalan dengan tingkat perkembangan
siswa (dan anak-anak sampai dewasa) sehingga program pendidikan pun
sejalan dengan tingkat perkembangan siswa tersebut.
(d) Decision Screen. Guru atau pihak perencana kurikulum perlu
mempertimbangkan lima daerah yang akan mempengaruhi keputusan
(decision) mereka, yaitu: karakteristik siswa yang menggunakan kurikulum
tersebut, refleksi prinsip-prinsip belajar, sumber-sumber umum penunjang,
jenis pendekatan kurikulum (terpisah, terkorelasi, dan sebagainya), dan
65
pengorganisasian pengelolaan disiplin spesifik yang digunakan dalam
perencanaan situasi belajar-mengajar.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum paling efektif jika dikerjakan
secara bersama-sama, perencanaan kurikulum baru memuat artikulasi program
sekolah dan siswa pada setiap jenjang dan tingkatan sekolah, program sekolah
harus dirancang untuk mengkoordinasikan semua unsur dalam kurikulum
kerangka kerja pendidikan pada setiap satuam pendidikan mengembangkan dan
memperhalus suatu struktur organisasi yang memfasilitasi studi masalah-masalah
kurikulum dan mensponsori kegiatan perbaikan kurikulum dan evaluasi, untuk
menyediakan revitalisasi rencana dan program kurikulum dalam
pengembangannya memerlukan partisipasi kooperatif harus dilaksanakan dalam
kegiatan-kegiatan perencanaan kurikulum perubahan yang terjadi kaitannya
dengan peserta didik dan tujuan akan berdampak pada pelaksanaan perencanaan
kurikulum oleh karena itu perencanaan kurikulum memerlukan dilakukan
evaluasi secara kontinyu terhadap semua aspek pembuatan keputusan kurikulum.
66
Penyusunan komponen perencanaan yang telah ditetapkan akan
berdampak pada efektif atau tidaknya kegiatan perencanaan, dalam penyusunan
komponen kurikulum memuat beberapa hal sebagai berikut;
a) Tujuan Kurkulum
Perumusan tujuan pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
siswa sebagai anggota masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya. Dalam kurikulum atau
pengajaran kurikulum memegang peranan penting, yang akan mengarahkan
semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum yang
lainnya. Tujuan merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum. Tujuan kurikulum merupakan tujuan operasional yang
hendak dicapai melalui kegiatan pembelajaran. Marge (1962) dalam seller &
miller (1985 : 182) menyebutkan bahwa “tujuan instruksional sebagai tujuan
perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh sisiwa pada kondisi
tingkat kompetensi tertentu.”
Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggara sekolah berpedoman
pada tujuan pendidikan nasional. Sumber dan tujuan (aim, goal, maupun
objective) ini adalah sumber empiris, sumber filosofis, sumber mata pelajaran,
konsep kurikulum, analisis situasional, dan tekanan pendidikan. Klasifikasi dari
tujuan pendidikan dimulai dari tujuan yang sangat umum sampai tujuan kusus
yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang selanjutnya disebut kompetensi.
Hamalik (2010) mengungkapkan bahwa tujuan kurikulum merupakan sasaran
yang hendak dicapai oleh suatu kurikulum. hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam merumuskan tujuan kurikulum yaitu :
1) Tujuan pendidikan nasional, karena tujuan pendidikan nasional akan menjadi
landasan bagi setiap lembaga pendidikan.
2) Kesesuaian kurikulum dan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
3) Kesesuaian tujuan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat atau lapangan
kerja.
4) Kesesuaian tujuan dengan perkembangan ilmu dan teknologi saat ini.
5) Kesesuaian tujuan kurikulum dengan sistem nilai dan aspirasi yang berlaku
dalam masyarakat.
67
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan terdiri dari 5 (lima) yaitu :
pertama, Tujuan Pendidikan Nasional yang terdapat dalam UU NO 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SNP) pasal 3 (tiga) yaitu : untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrastis dan bertanggung
jawab. Kedua, tujuan institusional pendidikan (kompetensi lulusan yang
diharapkan seperti apa), ketiga, tujuan kurikuler (kompetensi mata pelajaran),
keempat, tujuan pembelajaran umum (standar kompetensi), kelima, tujuan
pembelajaran khusus (kompetensi dasar).
Dalam merumuskan tujuan pendidikan faktor internal dan eksternal sangat
perlu diperhatikan, seperti kebijakan pemerintah, kebutuhan masyarakat,
kebutuhan peserta didik, lingkungan sosial dan budaya dimana lembaga
pendidikan tersebut berada, kemampuan lembaga dalam megaplikasikan tujuan
yang telah ditetapkan baik dari segi guru, sarana dan prasarana, dana dan
managemennya.
Taba (1962 : 267) dan zais (1976 : 343) menyatakan kriteria yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan isi kurikulum yaitu: (a) signifikansi, yaitu seberapa
penting isi kurikulum pada suatu disiplin atau tema studi. (b) validitas, yang
68
berkaitan dengan keotentikan dan keakuratan isi kurikulum tersebut. (c) relevansi
sosial, yaitu keterkaitan isi kurikulum dengan nilai moral, cita-cita, permasalahan
sosial, isu kontroversial, dan sebagainya, untuk membantu siswa menjadi anggota
efektif dalam masyarakat. (d) utility atau kegunaan (daya guna), berkaitan dengan
kegunaan isi kurikulum dalam mempersiapkan siswa menuju kehidupan dewasa.
(e) learnability atau kemampuan untuk dipelajari, yang berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam memahami isi kurikulum tersebut. (f) minat, yang
berkaitan dengan minat siswa terhadap isi kurikulum tersebut.
Hamalik (2010 : 161) menyatakan bahwa isi kurikulum disusun
berdasarkan : (1) bidang-bidang keilmuan yang terdiri atas ilmu-ilmu social,
administrasi, ekonomi, komunikasi, dan rekayasa teknologi, IPA, matematika dan
lain-lain. (2) jenis-jenis mata pelajaran disusun dan dikembangkan bersumber dari
bidang-bidang tersebut sesuai dengan tuntutan program. (3) tiap mata pelajaran
dikembangkan menjadi satuan-satuan bahasan dan pokok-pokok bahasan atau
standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Penyusunan isi/materi kurikulum dapat dibagi menjadi enam kelompok
yaitu :
1) Mata pelajaran terpisah (separated subject), kurikulum yang terdiri dari mata
pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada
hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada
waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan dan
kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama.
2) Mata pelajaran berkorelasi, korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang
ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3) Bidang studi, pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta
memiliki cirri-ciri yang sama dan dikorelasikan dalam satu bidang pengajaran.
Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan core subject dan mata pelajaran
lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
69
4) Program yang berpusat pada anak, program kurikulum yang menitikberatkan
pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5) Inti masalah (core program), program yang berupa unit-unit masalah, dimana
masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu dan mata pelajaran lainnya
diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan
masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya
diberikan secara terintegrasi.
6) Electrik program, suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi
kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Jadi, konten atau isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan
pelajaran yang diberikan kepada peserta didik dalam kegiatan proses
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan kurikulum. Isi kurikulum meliputi
bahan kajian dan mata pelajaran seperti pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
yang diasosiasikan dengan mata pelajaran. isi atau materi pembelajaran disusun
secara logis dan sistematis dalam bentuk teori, konsep, generalisasi, prinsip,
prosedur, fakta, istilah, contoh/ilustrasi, definisi dan preposisi.
c) Strategi/Proses Belajar)
Aktivitas belajar dapat didefinisikan sebagai berbagai aktivitas yang
diberikan pada pembelajar dalam situasi belajar-mengajar. Aktivitas belajar ini
didesain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan,
sehingga berbagai tujuan yang ditetapkan, terutama maksud dan tujuan
kurikulum, dapat tercapai. Berkaitan dengan aktivitas belajar, harus diperhatikan
pula strategi belajar-mengajar yang efektif, yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut: pertama, pengajaran expository. Pengajaran expository atau penjelasan
rinci ini melibatkan pengiriman informasi dalam arah tunggal, dan suatu sumber
ke pembelajar. Kedua, pengajaran interaktif, pada hakikatnya, pengajaran ini
sama dengan pengajaran expository. Ketiga, pengajaran atau diskusi kelompok
kecil. Karakteristik pokok dan strategi ini melibatkan pembagian kelas ke dalam
kelompok-kelompok kecil yang bekerja relatif bebas, untuk mencapai suatu
tujuan. Keempat, pengajaran inkuiri atau pemecahan masalah. Ciri utama strategi
70
ini adalah aktifnya pembelajar dalam penentuan jawaban dan berbagai pertanyaan
serta pemecahan masalah. Kelima, strategi belajar-mengajar cooperative learning,
community service project, mastered learning, dan project approach.
Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam memilih strategi/metode
pembelajaran yaitu : pertama, kecocokan metode dengan materi pelajaran yang
akan disampaikan. Kedua, variasi metode, dalam menyampaikan materi perlu
adanya variasi metode, hal ini dilakukan agar peserta didik tidak bosan dan
menjadi lebih kreatif dan bermakna. Ketiga, metode yang dipilih hendaknya dapat
membentuk kompetensi siswa secara keseluruhan baik afektif, kognitif dan
psikomotornya.
d) Sumber
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang bisa dijadikan rujukan
sesuai dengan materi belajar, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan atau tujuan pembelajaran. sumber belajar tersebut terdiri dari : buku
dan bahan tercetak, perangkat lunak komputer, film dan kaset video, kaset,
televisi dan proyektor, CD ROM interaktif, dan lain sebagainya.
e) Evaluasi
Evaluasi dan penilaian merupakan bagian integral dalam kurikulum yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang telah dicapai setelah
pelaksanaan kurikulum. Hamalik (2010 : 164). Evaluasi atau penilaian dilakukan
secara bertahap, berkesinambungan, dan bersifat terbuka. Dari evaluasi ini dapat
diperoleh keterangan mengenai kegiatan dan kemajuan belajar siswa, dan
pelaksanaan kurikulum oleh guru dan tenaga kependidikan lainnya. Sukmadinata
(1999) mengungkapkan bahwa evaluasi kurikulum merupakan “suatu proses
untuk mengecek keberlakuan kurikulum yang harus diterapkan dalam empat tahap
yaitu : evaluasi terhadap tujuan, evaluasi pelaksanaa, evaluasi terhadap efektivitas
dan evaluasi terhadap hasil” Evaluasi sebagai salah satu komponen kurikulum
yang memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan atau pembelajaran
yang ingin diwujudkan melalui kurikulum tersebut.
71
Dalam pelaksanaan evaluasi kurikulum terdapat banyak instumen
pengukuran yang dapat dipergunakan oleh pendidik, antara lain: tes standar, tes
buatan guru, sampel hasil karya, tes lisan, observasi sistematis, wawancara,
kuesioner, daftar cek dan skala penilaian, kalkulator anecdotal, serta sosiogram
dan pelaporan. Untuk lebih jelasnya akan dibahas kusus pada bagian evaluasi
kurikulum. Sedangkan kegiatan evaluasi kelayakan terhadap kurikulum
merupakan suatu keharusan yang esensial dalam rangka pengembangan
program kegiatan pendidikan pada umumnya dan peningkatan kualitas peserta
didik pada khususnya. Kurikulum perlu dikembangkan secara baik dan
berkelanjutan agar dapat membentuk dan membina para pelaksana kurikulum
di lapangan yang siap pakai, aktif, kreatif dan mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan lembaga pendidikan dimana mereka berperan.
72
setempat dan peserta didik. Sedangkan yang bertanggungjawab atas tersusunnya
KTSP tersebut adalah kepala sekolah/madrasah dan yang bertanggungjawab atas
pelaksanaan penyusunannya adalah wakil kepala sekolah/madrasah bidang
kurikulum. Guru bertanggungjawab dalam menyusun silabus setiap mata
pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi
Lulusan dan panduan penyusunan KTSP dari Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah Kurikulum yang berbasis
kompetensi yang dibuat dan dikembangkan sendiri oleh lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Isi dokumen atau rencana Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah :
73
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar tersebut dijadikan
acuan dalam membuat rencana kurikulum. Kedua standar tersebut adalah
standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan madrasah tercapai apabila program
kurikulum dan pelaksanaanya mampu membentuk pola tingkah laku peserta
didik sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Implementasi kurikulum akan
efektif bila memiliki persiapan dan rencana yang matang dan didukung oleh
faktor-faktor yang saling mempengaruhi, seperti sejumlah input pendidikan
yang saling berpengaruh. Jadi logikanya jika input pendidikannya bagus dan
prosesnyapun bagus dan hasilnyapun akan bermutu.
(2) Landasan
Landasan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
adalah undang-undang, peraturan pemerintah (PP), peraturan mentri
pendidikan nasional (permendiknas), surat keputusan dari kementrian agama
republik Indonesia dalam hal ini dirjen pendidikan Islam atau direktur
pendidikan madrasah, dan rencana pengembangan madrasah atau rencana
strategis madrasah (renstra).
Adapun landasan hukum yang terkait dalam perencanaan
pengembangan KTSP madrasah tersebut adalah : (a) Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 36 ayah 1 & 2, pasal
38 ayat 2 dan pasal 51 ayat 1; (b) Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan pasal 17 ayat 1 & 2 dan pasal 49 ayat 1;
(c) Peraturan menteri pendidikan nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah; (d) Peraturan menteri pendidikan nasional Nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi (SI) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah; (e)
Peraturan mendiknas nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan
permendiknas nomor 22 dan 23; (f) Peraturan Mentri Agama Nomor 2 Tahun
2008 tentang Kurikulum pendidikan agama pada Madrasah Aliyah; (g)
74
Panduan Penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah; (h)
Rencana strategis madrasah
75
Jadi dapat disimpulkan bahwa rumusan visi, misi dan tujuan lembaga
berorientasi pada hasil belajar peserta didik ke depan, secara sederhana dalam
perumusan tersebut bisa menjawab pertanyaan ‘apa yang harus dicapai
peserta didik berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah
mereka menamatkan pendidikan’. Lalu suasana pembelajaran dan suasana
sekolah/madrasah seperti apa yang dikehendaki untuk dapat mewujudkan
hasil belajar peserta didik.
76
mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dengan melakukan
inovasi dan akselerasi baik pada Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran
(SKL-MP) maupun pada Standar Isi (SK-KD) mata pelajaran.
Pada gambar di bawah ini dapat dilihat penjabaran kompetensi
sekolah/madrasah :
Indikator-indikator Indikator-indikator
77
(c) Pengembangan struktur kurikulum dan pengaturan beban belajar
Stuktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran selama satu
semester. Sedangkan kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran
dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan
beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi tersebut
adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dikembangkan
berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan.
Muatan lokal dan pengembangan diri menjadi bagian integral dari struktur
kurikulum tersebut. Sedangkan pendidikan kecakapan hidup (life skill) akan
diinternalisasikan dalam setiap mata pelajaran yang disajikan di
sekolah/madrasah. komponen-komponen kecakapan hidup yang akan
diinternalisasikan dalam setiap mata pelajaran dikembangkan pada bagian
pengalaman belajar atau kegiatan pembelajaran pada setiap silabus mata
pelajaran.
(d) Pengembangan ketuntasan belajar, sistem penilaian, kenaikan kelas,
penjurusan dan kelulusan
(1) Ketuntasan belajar
Ketuntasan belajar berisi tentang kriteria dan mekanisme penetapan
ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh
sekolah/madrasah. penetapan ketuntasan belajar ini berdasarkan peraturan
yang berlaku dan kondisi nyata yang ada di sekolah/madrasah. Peraturan yang
berlaku tersebut adalah peraturan dari pemerintah pusat yang berlaku secara
nasional, peraturan yang dikeluarkan daerah dan kebijakan sekolah/madrasah
sendiri. sedangkan kondisi nyata sekolah/madrasah adalah kualitas input
peserta didik dan kondisi sumber daya sekolah/madrasah.
Setiap awal tahun ajaran baru guru bidang studi menetapkan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Penetapan nilai ketuntasan belajar minimum
dilakukan melalui analisis ketuntasan minimum pada setiap indikator, KD
dan SK. Tingkat kompleksitas (kerumitan dan kesulitan) setiap indikator, KD
dan SK perlu menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan KKM. Tingkat
78
kemampuan (intake) rata-rata peserta didik menjadi pertimbangan dalam
menentukan KKM. Karena hasil belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan dan
kemampuan peserta didik. Pertimbangan intake peserta didik yang baru
masuk didasarkan pada nilai ijazah sebelumnya dan hasil test seleksi masuk
sekolah/madrasah. sedangkan untuk peserta didik yang naik kelas didasarkan
pada tingkat pencapaian KKM pada semester sebelumnya.
Kemampuan sumber daya pendukung sekolah/madrasah juga
menjadi pertimbangan dalam menetapkan KKM. Pertimbangan daya dukung
sekolah/madrasah yang dijadikan pertimbangan adalah tingkat ketersediaan
dan kecukupan tenaga pendidik, fasilitas yang tersedia, kelengkapan sarana
dan prasarana, biaya operasional pendidikan, manajemen sekolah/madrasah,
kepedulian stakeholder sekolah/madrasah. Jadi semakin tinggi tingkat
ketercukupan daya dukung sekolah/madrasah maka akan semakin mudah
untuk mencapai hasil belajar sehingga rata-rata nilainya tinggi dan begitu
juga sebaliknya semakin rendah ketercukupan daya dukung
sekolha/madrasah maka akan semakin sulit untuk mencapai hasil belajar yang
telah ditetapkan sehingga rata-rata intakenya pun rendah.
(2) Sistem penilaian
Sistem penilaian merupakan suatu prosedur dan kriteria-kriteria
penilaian yang diberlakukan di sekolah/madrasah untuk menetapkan tingkat
ketuntasan belajar dan kenaikan kelas peserta didik. Sistem penilaian ini
berfungsi untuk mengendalikan proses dan hasil belajar peserta didik dalam
mengimplementasikan kurikulum. Dalam menetapkan model dan sistem
penilaian, mengacu pada standar penilain yang telah ditetapkan oleh
pemerintah dalam permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang standar
penilaian dan mengembangkan prosedur dan standar penilaian sesuai dengan
kondisi lembaga pendidikan. Dalam dokumen rencana KTSP akan tergambar
sistem penilaian sekolah/madrasah yaitu 1) penetapan kriteria ketuntasan
belajar minimal (KKM), 2) model dan prosedur penilaian proses dan hasil
belajar, 3) penetapan kriteria kenaikan kelas.
79
(3) Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI di SMA/MA. Criteria
penjurusan diatur oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(4) Kenaikan kelas dan kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria
kenaikan kelas diatur oleh lembaga pendidikan masing-masing. sedangkan
untuk kelulusan sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, yang
menyatakan bahwa peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan
pada pendidikan dasar dan menengah setelah :
(1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran di sekolah/madrasah.
(2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran.
(3) Lulus ujian sekolah/madrasah.
(4) Lulus ujian Nasional
80
tantangan baik dari dirinya sendiri maupun dari lingkungannya secara adaptif dan
konstruktif baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat.
b) Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam bentuk tindakan praktis sehingga memberikan
dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan
sikap. Implementasi kurikulum juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum
tertulis (written curriculum) dalam bentuk pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
apa yang diungkapkan Miller dan Seller (1985:63), bahwa “In some case,
implementation has been identified with instruction”. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa implementasi kurikulum merupakan suatu penerapan konsep, ide, program,
atau tatanan kurikulum ke dalam praktik pembelajaran atau berbagai aktivitas
baru, sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk
berubah.
Menurut Brady (1990:66) dalam pelaksanaan kurikulum, sekolah harus
memperhatikan “Prinsip-prinsip dasar dari tujuan kurikulum yang telah dibuat
yang termaktub dalam sasaran kurikulum yang menggambarkan arah potensi anak
didik yang ingin dicapai beserta metode pencapaiannya.” Dalam konteks itu, ada
sejumlah keterkaitan antar elemen dalam pelaksanaan kurikulum yang harus
81
saling terkait, baik teori yang melandasi pengembangan kurikulum itu sendiri,
yang mencakup 3 hal; (1) perilaku anak, (2) belajar mengajar, (3) serta struktur
pengetahuan, dengan sejumlah aspek lainnya termasuk isi kurikulum, pemilihan
proses implementasi kurikulumnya, dan lain sebagainya yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
Teori perilaku
anak
1. Situasi psikis Memperluas
Teori belajar Isi Pemilihan 2. Perilaku guru kesesuaian
mengajar proses 3. Perilaku siswa berbagai proses
4. Penggunaan dalam kelas yang
Teori struktur sumber daya diinginkan
pengetahuan
82
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan
menyenangkan.
(b) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a)
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b)
belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan
berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan
jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, inisiatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan ( PAIKEM ).
(c) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan
yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan
potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap
memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang
berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
(d) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik
yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan
prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
(di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun
semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
(e) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang
jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan
lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar,
contoh dan teladan).
(f) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan
budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.
(g) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran,
muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan,
83
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan
jenis serta jenjang pendidikan. (sisdiknas : 2003)
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kurikulum
Dalam setiap pelaksanaan suatu aspek tentunya ada faktor-faktor yang
mempengaruhi kesuksesan maupun kegagalan prosesnya. Dalam konteks ini pun,
menurut Mulyasa (2006:71) pelaksanaan kurikulum juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang meliputi, yaitu:
(a) Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup bahan ajar, tujuan,
fungsi, sifat, dan sebagainya.
(b) Strategi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi
kurikulum, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya
penyediaan buku kurikulum, dan berbagai kegiatan lain yang dapat
mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.
(c) Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, serta nilai dan sikap guru terhadap kurikulum dalam
pembelajaran.
84
melakukan upaya revisi, (c) Out put. Komponen ini merupakan unit yang menjadi
dampak dari adanya pelaksanaan tersebut, serta (d) Timbal balik dan penyesuaian.
Timbal balik dan penyesuaian tersebut merupakan tahap pencocokan antara
rencana kurikulum yang telah dikembangkan dengan pelaksanaan yang terjadi di
lapangan sehingga didapat hasil yang diharapkan. Komponen ini selalu terkait
dengan tahapan awal atau komponen awal sekaligus sebagai upaya penyesuaian
terhadap rencana awal yang telah dikembangkan sebelumnya. Secara sederhana
tahapan pelaksanaan tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
Feedback dan
Penyesuaian
85
mencakup penilaian keseluruhan secara utuh untuk keperluan evaluasi
pelaksanaan kurikulum.
Tahap-tahap pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :
(1) pengembangan program pembelajaran atau rencana pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, yang dimulai dari persiapan program tahunan, program semester,
minggu efektif dan perangkat mengajar guru seperti silabus, (penjabaran SK dan
KD kedalam indikator-indikator), rencana pelaksana pembelajaran (RPP) atau
skenario pembelajaran, dan persiapan program evaluasi dan penilaiannya. (2)
Pelaksanaan proses pembelajaran dikelas (kegiatan pndahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup) serta metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam proses pembelajaran KTSP. (3) Penilaian hasil belajar. Kesemua tahap ini
harus dilalui oleh setiap guru mata pelajaran dibawah pengawasan wakil
kurikulum yang bertanggung jawab dibidang itu.
Untuk lebih jelasnya tahap-tahap tersebut akan dibahas dibawah ini
secara satu persatu :
(a) Pengembangan program pembelajaran
Sebelum mengadakan proses pembelajaran dikelas guru harus
mempersiapkan rencananya terlebih dahulu. Rencana yang dibuat oleh guru
berlaku selama satu semester yang harus dipersiapkan diawal semester atau
awal tahun pelajaran. Rencana tersebut berupa program pembelajaran yang
dipersiapkan oleh guru selama satu tahun pelajaran dalam bentuk program
tahunan dan satu semester dalam bentuk program semester. Program-program
ini disertai juga dengan minggu efektif selama satu semester pembelajaran.
Dan selanjutnya guru mengembangkan perangkat pembelajaran yang berupa
silabus dan indikator pembelajarannya, Rencana Pelaksana Pembelajaran
(RPP) dan rencana evaluasi dan penilaian.
(1) Program tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran, yang
berisikan gambaran materi yang akan dipelajari oleh peserta didik selama satu
tahun pelajaran ke depan dan akan menjadi acuan terhadap pengembangan
program-program berikutnya. Program tahunan berisikan identitas
86
sekolah/madrasah, identitas mata pelajaran, kelas dan tahun pelajaran, program
umum semester satu dan dua, standar kompetensi dan kompetensi dasar permateri
pelajaran, alokasi waktu dan keterangan.
87
Brady (1947 : 36) menyatakan bahwa yang menjadi dasar dalam
pengembangan kurikulum tersebut adalah ilmu filsafat pendidikan, psikologi
pendidikan dan sosiologi pendidikan. Karena menurutnya :
88
belajar ke dalam jenis dan bentuk kegiatan belajar mengajar dan analisis penilaian
ke dalam jenis dan alat-alat penilaian, yang semuanya itu bermuara pada
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada bagan di bawah ini :
89
Dan guru mata pelajaran juga bertugas dalam menterjemahkan SK dan
KD kedalam indikator yang akan menjadi bagian dalam silabus. Prosedur
pengembangan indikator tersebut adalah 1) menentukan kompetensi lulusan yang
akan dicapai oleh sekolah/madrasah, 2) menentukan kompetensi lulusan yang
akan dicapai kelompok mata pelajaran, yaitu : a) kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak, b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, c)
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi, d) kelompok mata
pelajaran estetika dan e) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan
kesehatan. 3) menentukan kompetensi lulusan mata pelajaran, 4) menentukan SK
dan KD per mata pelajaran, 5) menentukan indikator yang dapat diukur per
kompetensi dasar (KD). Hal ini dilakukan oleh setiap guru mata pelajaran. dan
indikator-indikator yang dihasilkan harus disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan
dan karakteristik peserta didik. Gambaran dari prosedur pengembangan indikator
tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
90
Gambar 2.6 : prosedur pengembangan indikator dari SK-KD
91
system penilaian memerhatikan perkembangan ilmu, tekhnologi, dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi; (g) Fleksibel, yakni
keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik,
pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan tuntutan
masyarakat; (h) Menyeluruh yakni komponen silabus mencakup keseluruhan
ranah (kognitif, afektif dan psikomotor)
Sedangkan komponen dan langkah-langkah pengembangan silabus
adalah : komponen-komponen silabus adalah : (1) identitas silabus, (2) standar
kompetensi, (3) kompetensi dasar, (4) materi pokok/ pembelajaran, (5) kegiatan
pembelajaran, (6) indikator, (7) penilaian, (8) alokasi waktu, (9) sumber belajar.
Adapun langkah-langkah pengembangan silabus tersebut adalah : (a)
Mengisi identitas silabus, yang terdiri dari nama madrasah, kelas, mata pelajaran
dan semester; (b) Menuliskan standar kompetensi yang merujuk pada standar isi.
Standar kompetensi ini adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan dan nilai yang
diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu; (c) Menuliskan kompetensi dasar
yang merujuk pada standar isi. Kompetensi dasar merupakan sejumlah
kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam rangka
menguasai standar kompetensi (SK) mata pelajaran tertentu; (d) Merumuskan
indikator. Indikator merupakan tanda-tanda atau ciri-ciri yang menggambarkan
pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan prilaku yang dapat
diukur, diobservasi (diamati) yang mencakup aspek sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Prinsip pengembangan indikator tersebut adalah urgensi,
kontinuitas, relevansi dan kontekstual.
Adapun kriteria pengembanngan inidikator adalah : sesuai dengan
tingkat berfikir peserta didik, mengacu pada SK dan KD, menunjukan pencapaian
hasil belajar peserta didik melalui aspek kognitif, afektif dan psikomotor,
mengidentifikasi dan merumuskan indikator pencapaian hasil belajar pada aspek-
aspek tingkatan kognitif, afektif dan psikomotor yang lebih tinggi sehingga
peserta didik mampu berfikir tingkat tinggi dan memiliki sikap/karakter dengan
nilai yang kuat, serta mampu melakukan kreativitas dan orisinalitas,
92
mengelaborasi karakteristik materi pembelajaran yang relevan dan menggunakan
kata kerja yang operasional yang dapat diukur dan diamati. Melalui
pengembangan indicator inilah akan terlihat tujuan akhir dari kurikulum tersebut,
sebagaimana yang dikatakan di atas bahwa tujuan akhir kurikulum adalah agar
peserta didik bisa mengintegrasikan antara kognitif, afektif dan psikomotor atau
secara operasional dapat dikatakan setelah peserta didik keluar dari
sekolah/madrasah diharapkan memiliki ilmu (kognitif) yang dapat digunakan
dalam kehidupan (psikomotor) dengan nilai-nilai moral (afektif). Hal ini sesuai
dengan konsep Islam bahwa ilmu (kognitif) harus dapat diamalkan (motorik)
dengan shaleh (afektif), atau lebih ringkasnya ilmu (kognitif), iman (afektif) dan
amal (motorik). Sudrajat (2011 : 30). (e) Mengidentifikasi materi pokok/
pembelajaran, substansi isi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik
dalam proses pembelajaran. substansi isi materi pembelajaran ini adalah berupa
fakta, konsep, prinsip, dalil, hukum, kaidah, prosedur, keterampilan, sikap dan
nilai; (f) Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui
interaksi antar peserta didik, guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam
rangka pencapaian indicator dan kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran
dilakukan dengan pendekatan yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik; (g)
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan
indicator. Tiga komponen yang harus ada dalam penilaian yaitu : tekhnik
penilaian yaitu dengan menggunakan tes dan non tes, bentuk instrumen yang
dipakai sesuai dengan tekhnik penilaiannya. Bentuk instrumen yang
dikembangkan oleh madrasah adalah tes tertulis, tes lisan, tes unjuk kerja,
penugasan (tugas proyek/tugas rumah), observasi, portofolio dan penilaian diri.
Dan contoh instrument ini dilakukan setelah ditetapkan bentuk instrumennya; (h)
Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu kompetensi
dasar tertentu, dengan memperhatikan minggu efektif persemester, alokasi waktu
mata pelajaran, jumlah SK, KD per semester dan melihat tingkat kerumitan dan
keluasan materi; (i) Menentukan sumber belajar yang merupakan segala sesuatu
93
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, berupa buku-buku teks, media
cetak dan elektronik, nara sumber, lingkungan alam sekitar dan sebagainya.
(2) Pengembangan rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Implementasi program pembelajaran yang sudah dirancang dalam silabus
maka akan dituangkan lebih lanjut dalam rencana pelaksana pembelajaran (RPP).
RPP merupakan pegangan oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
RPP dibuat oleh guru untuk satu kali pertemuan atau terdiri dari satu KD. Dalam
RPP akan tergambar prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan
dalam silabus. Ruang lingkup RPP yaitu terdiri dari satu KD dan beberapa
indikator. Prinsip-prinsip penyusunan RPP adalah (a) Memperhatikan perbedaan
individu peserta didik, termasuk perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal,
tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan social,
emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik; (b) Mendorong partisipasi aktif
peserta didik. Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik
untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian dan
semangat belajar; (c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis. Proses
pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,
pemahaman beragam bacaan dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan; (d)
Memberikan umpan balik dan tindak lanjut (penguatan, pengayaan dan remedi);
(e) Keterkaitan dan keterpaduan antara SK dan KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian dan sumber belajar
dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasi
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan
keberagaman budaya; (f) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi secara
terintegrasi, sistematis dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Adapun langkah-langkah penyusunan RPP yaitu : (1) mencantumkan
identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, kelas/semester, SK dan KD, indikator
dan alokasi waktu, (2) mencantumkan tujuan pembelajaran yang berisi
penguasaan kompetensi yang akan dicapai, (3) mencantumkan materi
94
pembelajaran, (4) mencantumkan metode pembelajaran, (5) mencantumkan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran (kegiatan pendahuluan, inti dan penutup),
(6) mencantumkan sumber belajar, (7) mencantumkan penilaian.
95
dimengerti oleh peserta didik; (d) menciptakan ketertiban, kedisiplinan,
kenyamanan, keselamatan, dan keputusan pada peraturan dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran; memberikan penguatan dan
umpan balik terhadap respond an hasil belajar peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung; (e) menghargai pendapat peserta didik; (f)
memakai pakaian yang sopan, bersih dan rapi; (g) menyampaikan silabus
mata pelajaran yang diampunya setiap awal semester; (h) memulai dan
mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
96
lingkungan dan sumber belajar lain; (d) Melibatkan peserta didik secara aktif
dalam setiap kegiatan pembelajaran. (e) Memfasilitasi peserta didik melakukan
percobaan di laboratorium, studio atau lapangan.
Sedangkan kegiatan elaborasi yang dilakukan adalah : (a) guru
membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-
tugas tertentu; (b) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi
dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
(c) Memberi kesempatan untuk berfikir, menganalisis, menyelesaikan masalah
dan bertindak tanpa rasa takut; (d) Memfasilitasi peserta didik dalam
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; (e) Memfasilitasi peserta didik
berkompetensi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; (f) Memfasilitasi
peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun
tertulis secara individual maupun kelompok; (g) Memfasilitasi peserta didik untuk
menyajikan kreasi kerja individual maupun kelompok; (h) Memfasilitasi peserta
didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; (i)
Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan
dan rasa percaya diri peserta didik.
Kegiatan konfirmasi yang dilakukan adalah : guru memberikan umpan
balik positif dan penguatan dalam lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik. 2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi
dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. 3) Memfasilitasi peserta
didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan. 4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.
Ketiga, kegiatan Penutup, dalam kegiatan penutup guru bersama-sama
dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran,
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan
hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
97
memberikan tugas baik individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar
peserta didik, menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Pelaksanaan kurikulum terealisasi dalam proses belajar mengajar sesuai
dengan prinsip-prinsip dan tuntutan yang telah dikembangkan. Oleh sebab itu
proses pelaksanaan pembelajaran jika dipersiapkan dengan matang, akan
membawa dampak ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi, misi, dan tujuan
yang hendak dicapai sehingga pada akhirrnya akan meningkatkan kualitas
pembelajaran tersebut.
c) Evaluasi Kurikulum
1) Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum tidak hanya dimaknai sebagai proses penilaian isi
kurikulum tetapi juga secara implisit dipandang sebagai proses perbaikan
kurikulum berdasarkan hasil pelaksanaan kurikulum sebelumnya. Tyler (1949)
mengemukakan bahwa evaluasi “is the process for determining the degree to
wich these changes in behavior are actually taking place” bahwa evaluasi
menurut tyler adalah untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil
belajar.
Stufflebeam (1969) menyatakan bahwa evaluasi “is the process of
delineating, obtaining and providing useful information for judging decision
alternatives”. Stufflebeam menempatkan evaluasi sebagai kegiatan yang menjadi
bagian dari manajemen, yang bertujuan untuk merumuskan apa yang harus
98
dilakukan, mengumpulkan informasi, dan menyajikan informasi yang berguna
bagi menetapkan alternatif keputusan. Suatu kegiatan evaluasi belum dikatakan
selesai sebelum suatu keputusan ditentukan dari berbagai alternatif yang tersedia.
Hasan (2009 : 41) mengemukakan bahwa evaluasi kurikulum adalah
usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk
digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam
konteks tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi kurikulum adalah suatu
proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang bertujuan untuk
melihat ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dan melihat kelemahan serta
keunggulan kurikulum yang telah dilaksanakan.
Evaluasi kurikulum sebagai sebuah proses perbaikan menurut Brady
(1990 :166-167) dalam tahapan evaluasi kurikulum sebagai berikut;
(a) Pemfokusan yang mencakup: mengidentifikasi audien, menjelaskan
sasaran evaluasi, mendeskripsikan informasi yang dibutuhkan,
menempatkan informasi yang tersedia, serta mendefinisikan prinsip-
prinsip dimana seorang evaluator harus melakukan
(b) Persiapan yang mencakup: menentukan kapan dan dari siapa informasi itu
dibutuhkan, menentukan teknik dan instrument yang dibutuhkan untuk
mengumpulkan informasi, menentukan sampel yang digunakan untuk
evaluasi, memilih atau mengembangkan berbagai instrument yang
dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi.
(c) Implementasi yang mencakup: mengumpulkan semua informasi yang
relevan
(d) Analisis yang mencakup: menganalisis informasi yang telah terkumpul
yang terdiri dari beberapa langkah; menentukan standar atau kriteria
kebaikan /kepatutan yang terkait dengan kurikulum, menentukan dampak
potensial dari kurikulum, menentukan semua konsekuensi yang mungkin
dari kurikulum dalam pelaksanaannya, menentukan semua hubungan
sebab dan akibat dalam kurikulum.
(e) Pelaporan yang mencakup: menginterpretasikan informasi yang
dianalisis, menetapkan sebuah kesimpulan atau rekomendasi tentang mutu
dan relevansi kurikulum tersebut, mencatat staf dan persyaratan sumber
daya untuk pertemuan yang membahas berbagai rekomendasi tersebut,
memberikan saran berbagai cara dalam menindaklanjuti rekomendasi
tersebut, dan menyebarkan informasi kepada audien.
99
pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam buku The School Curriculum, Ellis (1998:62) evaluasi dinyatakan
sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang
bertujuan untuk membantu pendidik memahami dan menilai suatu kurikulum,
serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk
mengetahui dan memutuskan apakah program yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan semula.
100
yang paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan
kurikulum.
101
Fungsi diagnosis, untuk memperoleh informasi atau masukan dalam rangka
perbaikan kurikulum. 4) Fungsi administratif, untuk memperoleh informasi atau
masukan dalam rangka pengelolaan program kurikulum
4) Jenis-jenis Evaluasi
Teori evaluasi mengandung kerangka kerja konseptual bagi
pengembangan strategi evaluasi. Oleh karena itu, penting untuk dirumuskan apa
yang dimaksud dengan evaluasi itu. Perumusan yang tepat akan menjadi landasan
dalam pelaksanaannya, sebaliknya, jika perumusan tersebut kurang kuat, dapat
menjadi penyebab utama terjadinya kegagalan dalam evaluasi. Pada masa silam,
evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan yang disamakan dengan pengukuran dan
tes. Pernyataan ini tidak menyelaraskan perilaku dan tujuan, dan juga
memunculkan jurang perbedaan yang dalam antara pertimbangan profesional dan
program.
Dewasa ini telah dikembangkan suatu definisi yang memandang evaluasi
sebagai suatu hal yang sangat penting, karena memberikan informasi dalam
proses pembuatan keputusan. Untuk itu, menurut penulis, strategi evaluasi
dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi yang meliputi: mutu program
bergantung pada mutu keputusan yang dibuat, mutu keputusan bergantung pada
kemampuan manajer untuk mengidentifikasi berbagai alternatif yang terdapat
dalam berbagai situasi keputusan, melalui berbagai pertimbangan yang seksama,
dalam pembuatan keputusan yang seksama, dibutuhkan informasi yang tepat dan
dapat dipercaya, pengadaan informasi tersebut memerlukan alat yang sistematis;
dan proses pengadaan informasi bagi pembuatan keputusan erat hubungannya
dengan konsep evaluasi yang digunakan.
Kerangka pengertian yang berpijak pada berbagai asumsi di atas secara
jelas memandang evaluasi sebagai analisis dalam upaya perbaikan program,
bukan sebagai kritik terhadap program. Secara lebih tegas, evaluasi bertujuan
untuk menyediakan informasi bagi pembuat keputusan. Berkaitan dengan hal ini,
ada empat jenis keputusan yang perlu dipertimbangkan dalam menilai suatu
program, yaitu;
102
(a) keputusan-keputusan perencanaan yang ditujukan bagi perbaikan yang
dibutuhkan pada daerah tertentu, tujuan umum, dan tujuan khusus,
(b) keputusan-keputusan pemrograman khusus yang berkenaan dengan prosedur,
personel, fasilitas, anggaran biaya, dan tuntutan waktu dalam pelaksanaan
kegiatan yang telah direncanakan,
(c) keputusan-keputusan pelaksanaan (implementasi) dalam mengarahkan
kegiatan yang telah diprogram; dan
(d) keputusan-keputusan program perbaikan yang meliputi berbagai kegiatan
perubahan, penerusan, terminasi, dan sebagainya.
Seiring dengan keempat jenis keputusan di atas, terdapat empat jenis
strategi evaluasi, yaitu :
(a) Menentukan lingkungan tempat terjadinya perubahan, terdapat berbagai
kebutuhan yang tidak atau belum terpenuhi, dan juga berbagai masalah
yang mendasari timbulnya kebutuhan serta kesempatan untuk terjadinya
perubahan;
(b) Pengenalan dan penilaian terhadap berbagai kemampuan (capabilities)
yang relevan. Strategi ini sangat besar gunanya dalam pencapaian tujuan
program dan desain yang berguna untuk mencapai tujuantujuan khusus;
(c) Pendekatan dan prediksi hambatan yang mungkin terjadi dalam desain
prosedural atau implementasi sepanjang tahap pelaksanaan program; dan
(d) Penentuan keefektifan proyek yang telah dilaksanakan, melalui
pengukuran dan penafsiran hasil-hasil yang telah dicapai sehingga seorang
evaluator dapat memilih strategi yang tepat.
Hasan (2009 : 136) mengemukakan jenis evaluasi berdasarkan
karakteristik evaluannya yaitu :
(a) Evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap lingkungan dimana kurikulum
tersebut dikembangkan dan akan dilaksanakan. Konteks adalah lingkungan
social, ekonomi, budaya, seni, politik, pelaksanaan kehidupan beragama,
teknologi, fisik sebagaimana adanya. Evaluasi konteks ini berkaitan dengan
berbagai aspek yang melahirkan suatu dokumen kurikulum. yang perlu
diperhatikan dalam evaluasi konteks adalah :
103
(1) Tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan (need assessment).
(2) kemampuan yang dimiliki oleh sekolah/madrasah dalam menyikapi
kebutuhan masyarakat terhadap sekolah/madrasah. Seperti fasilitas,
kondisi kerja, jumlah guru, kualifikasi dan beban tugas guru, peralatan
mengajar, keadaan fisik sekolah/madrasah, sumber belajar yang dimilki
sekolah/madrasah dan ketersediaan atau sumber dana
sekolah/madrasah.
(3) Dukungan masyarakat untuk pelaksanaan kurikulum sekolah/madrasah.
Dukungan ini bisa bersifat moril dan materil.
(b) Evaluasi dokumen
Evaluasi dokumen adalah evaluasi terhadap dokumen kurikulum yang telah
dihasilkan. Objek kajiannya adalah sesuatu yang tertulis dan dapat dikaji
berulangkali tanpa terpengaruh oleh batas waktu yang dimiliki oleh pihak
pemegang dokumen atau pelaksana dari keputusan dalam dokumen.
Evaluasi dokumen terdiri dari evaluasi terhadap dokumen yang dihasilkan
oleh pemerintah (pusat) dan dokumen yang dihasilkan oleh satuan
pendidikan.
(c) Evaluasi proses
Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran, evaluasi
proses dilakukan disaat proses pembelajaran berlangsung, tidak bisa
dilakukan berulang-ulang seperti evaluasi dokumen.
(d) Evaluasi produk/hasil
Evaluasi produk/hahsil adalah evaluasi hasil belajar yang dilakukan setelah
proses pembelajaran berlangsung. Hasil dibedakan atas dua istilah yaitu
output dan outcomes. Output diartikan sebagai hasil langsung yang dimiliki
peserta didik dari suatu proses pembelajaran disuatu satuan pendidikan.
Hasil yang diperoleh dari UN adalah output. Sedangkan outcomes adalah
hasil setelah beberapa saat yang bersangkutan menyelesaikan proses
pendidikannya disebuah satuan pendidikan. Evaluasi hasil didasarkan pada
kategori hasil belajar. Hasil belajar yang digunakan adalah hasil kerja
Benjamin Bloom dan kawan-kawan, yang dikenal dengan taxonomi bloom.
104
Dalam kategori tujuan pendidikan yang mereka kembangkan hasil belajar
terbagi atas kognitif, afektif dan psikomotor.
105
Evaluasi proses adalah sistem pengelolaan informasi dalam upaya
membuat keputusan yang berkenaan dengan ekspànsi, kontraksi, modifikasi, dan
klarifikasi strategi pemecahan atau penyelesaian masalah. Dalam hal ino staf
perpustakaan memainkan peran yang sangat penting, karena mereka secara
langsung melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan
program, serta memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan program.
(d) Evaluasi Produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil program
dalam kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbagai variabel yang diuji
bergantung pada tujuan, perubahan sikap, perbaikan kemampuan, dan perbaikan
tingkat kehadiran. Evaluasi yang seksama sebaiknya meliputi semua komponen
evaluasi tersebut. Namun, sering kali karena keadaan yang tidak memungkinkan,
tidak semua komponen mendapat perhatian sepenuhnya. Administrator program
harus pandai memilih aspek yang paling penting mendapatkan perhatian intensif.
Berdasarkan evaluasi tersebut, akan diperoleh data dan informasi yang cukup
valid serta dapat dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan program
perbaikan.
6) Model Evaluasi Kurikulum
Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi
yang berbeda pula. Salah satu contoh model yang sering digunakan adalah desain
tujuan. Menurut Ellis (1998:172) dalam evaluasi, proses pelaksanaannya terdiri
atas langkah-langkah yang secara sederhana dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Pelaksanaan evaluasi internal — Rancangan revisi — Pendapat ahli — Komentar
yang dapat dipercaya — Model kurikulum.
Stufflebeam (1969) mengembangkan model CIPP (Content, Input,
Process, dan Product) dalam evaluasi kurikulum. Model ini adalah model
evaluasi kurikulum yang bertujuan untuk membantu dalam perbaikan kurikulum,
tetapi juga sebagai alat untuk mengambil keputusan apakah program tersebut
diberhentikan.
Model ini mengutamakan evaluasi formatif yang kontinyu sebagai cara
untuk meningkatkan hasil belajar. Namun fokus penilaian bukan hanya hasil
106
belajar melainkan keseluruhan kurikulum serta lingkunganya (CIPP) (Nasution,
2006: 95). Model ini mengandung empat komponen, yakni konteks, input, proses,
dan produk, dan masing-masing perlu penilaian sendiri. Konteks meliputi
lingkungan sekolah/madrasah serta pengaruh-pengaruh dari luar. Bila evaluasi ini
memadai, maka dievaluasi Input, yakni meliputi strategi implementasi kurikulum
ditinjau dari segi efektivitas dan ekonomi. Kemudian dilakukan evaluasi proses
dan produk, misalnya kecocokan antara rencana kegiatan dan kegiatan yang
nyata. Selanjutnya keempat komponen evaluasi kurikulum tersebut dapat
ditunjukkan dalam gambar berikut:
Context Input Process Product
evaluation evaluation Evaluation evaluation
107
awal telah tercapai atau belum. Adapun evaluasi eksternal dilaksanakan oleh
pihak selain pengembang kurikulum, dengan cara tes dan observasi.
Apabila dikategorikan secara sifat, menurut Murray (1993:69) terdapat
dua macam evaluasi, yaitu; “Evaluasi formatif dan sumatif.” Evaluasi formatif
adalah proses ketika pengembang kurikulum memperoleh data untuk
memperbaiki dan merevisi kurikulum agar menjadi lebih efektif. Evaluasi dituntut
dilaksanakan sejak awal dan sepanjang proses pengembangan kurikulum. Adapun
evaluasi sumatif bertujuan untuk memeriksa kurikulum, dan diadakan setelah
pelaksanaan kurikulum untuk memeriksa efisiensi secara keseluruhan. Evaluasi
sumatif menggunakan teknik secara numerik, dan menghasilkan kesimpulan
berupa data yang diperlukan guru dan administrasi pendidikan.
108
semua perbuatannya; (d) Hasil pembelajaran sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Jadi mutu pembelajaran merupakan kepuasan peserta didik dan
masyarakat terhadap proses dan hasil belajar yang dicapai oleh madrasah (peserta
didik) dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Spanbauer (1989:76) mengartikulasikan mutu sebagai masukan, proses,
luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama,
kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti pimpinan, guru,
staf tata usaha, dan mahasiswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan
materi berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana dan prasarana madrasah ,
dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa
perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, dan deskripsi kerja.
Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi,
motivasi, ketekunan, dan cita-cita madrasah yang bersangkutan.
Mutu proses pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan
sumber daya madrasah dalam mentransformasikan berbagai jenis masukan dan
situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal-hal
yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat
kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan, dan
lain-lain dari subjek selama memberikan dan menerima jasa layanan (Crosby,
1986:11). Itu artinya, manajemen madrasah dan manajemen kelas berfungsi
menyingkronkan berbagai masukan tersebut atau mensinergikan semua komponen
dalam interaksi belajar dan mengajar. Semua komponan itu bersinerji mendukung
proses pembelajaran (Spanbauer, 1989:21).
Jadi dapat disimpulkan bahwa madrasah yang dipandang bermutu bukan
hanya mampu melahirkan keunggulan akademik semata tapi juga terkelola secara
integrated quality sehingga mampu menghasilkan jasa kependidikan yang sesuai
dengan kebutuhan para pelanggannya dan dapat dilihat dari nilai-nilai hidup yang
dianut, moralitas, dorongan untuk maju, dan lain-lain yang diperoleh anak didik
selama menjalani pendidikan di madrasah.
109
Pengertian mutu pendidikan madrasah disini bukan merupakan sesuatu
yang stasis, melainkan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan
tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan
teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya
manusia. Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional yang
dihadapi oleh sistem pendidikan Negara kita. Berbagai usaha dan program telah
dikembangkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan ke arah yang lebih
berkualitas dan kompetitif termasuk diantaranya mengaplikasikan manajemen
mutu terpadu (total quality management) dalam pengelolaan madrasah.
110
c) Indikator Mutu Pendidikan Madrasah
Program peningkatan mutu madrasah selama ini secara terus menerus
selalu diupayakan secara maksimal, baik melalui pembenahan program
pendidikannya maupun pengelolaan organisasi madrasahnya, namun mutu
madrasah yang dicapai masih belum optimal. Atkinson (1990:41) memetakkan
indicator mutu menjadi 3 (tiga), yaitu; pertama, mutu pendidikan madrasah dapat
dilihat dari hasil akhir pendidikan (Ultimate Outcome) yang merupakan esensi
semua usaha dalam pendidikan.Yang menjadi ukuran biasanya tingkah laku para
lulusan suatu lembaga pendidikan setelah mereka terjun dalam masyarakat dan
melanjutkan ke perguruan tinggi atau dalam kompetisi dunia kerja.
Dengan kata lain, taraf mutu madrasah digambarkan oleh seberapa jauh
tingkah laku para lulusannya memenuhi tuntutan masyarakat seperti yang
lazimnya tercantum dalam tujuan pendidikan madrasah. Kedua, Cara lain untuk
melihat mutu pendidikan madrasah ialah dengan cara mengukur hasil langsung
pendidikan (Immediate Outcome). Hasil itu biasanya berupa tingkah laku anak
didik (berupa pengetahuan, keterampilan dan sikapnya) setelah mereka
menyelesaikan pendidikan madrasah. Hasil langsung pendidikan madrasah ini
sebagai ukuran mutu pendidikannya yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotor, baik yang mudah diukur maupun yang sukar diukur, dan baik yang
telah diperkirakan sebelumnya maupun yang belum diperkirakan sebelumnya.
Ukuran tingkah laku anak didik tidak hanya berupa skor tes tertulis, tetapi juga
skor jenis tes lainnya dan juga hasil kuantifikasi pengukuran dengan alat-alat ukur
selain tes.
Ketiga, gambaran mutu pendidikan madrasah dapat dilihat juga dari
proses pendidikannya sebab proses pendidikan dianggap menentukan hasil
langsung maupun hasil akhir pendidikan. Faktor-faktor proses pendidikan yang
akan dijadikan ukuran mutu pendidikan madrasah haruslah benar-benar ada
hubungannya dengan hasil pendidikan, baik secara teoritik maupun empirik.
Ukuran yang dipakai disini ialah hasil kuantifikasi kuantitas maupun
kualitas faktor-faktor proses pendidikan yang dikumpulkan dengan alat-alat ukur
seperti daftar observasi, kuesioner dan wawancara. Hal itu tidak jauh berbeda
111
dengan teori yang juga dikemukakan oleh Crosby yang menegaskan bahwa mutu
kompetitif dari suatu pendidikan dapat dilihat dari (1) Proses, (2) produk dan (3)
out comes yang dihasilkan dan dirasakan oleh pengguna jasa pendidikannya
seperti halnya pihak industri, dan lain sebagainya.
Sanusi (2011) menyatakan bahwa pendidikan yang bermutu itu jika
memiliki sistem nilai yang terdiri dari : Nilai teologis, nilai fisik-fisiologis, nilai
etis, nilai estetis, nilai logis dan nilai teleologis. Keenam nilai tersebut, menurut
Sanusi disebut sebagai General Value Theory.
Nilai teologis dalam konteks Islam dapat dilihat dari dua aspek ajaran
Islam, yaitu aqidah dan syari’ah. aqidah adalah ajaran tentang keimanan yang
menyangkut iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, Rasul, hari akhir, qadha dan
qadar, dan apa-apa yang disebut dalam al-Qur’an dan Sunnah. Syari’ah adalah
ajaran tentang pengaturan hukum yang mengatur tentang hubungan manusia
dengan Allah dan manusia dengan manusia, yang menyangkut ibadah dalam arti
khusus, seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, dan naik haji. Ibadah dalam arti
umum, seperti muamalah, munakahat, jinayah, dan lain sebagainya.
Dalam tulisan ini, nilai teologis merupakan keyakinan (believe) yang
menjadi landasan bagi kehidupan. Pilar nilai teologis (tauhidullah) dalam konteks
ini adalah iman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, hari kiamat
dan qada’ qadar-Nya. Tauhidullah merupakan kunci dari sistem keyakinan dalam
konsep Islam. Al-Qur’an menjelaskan dalam Surat Al Hasyr ayat 23 yang Artinya
: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha
Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha
perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan”.
Nilai etika dipandang sebagai the goodness atau kebajikan yang menjadi
standar penilaian moral. Etika diklasifikasikan berdasarkan sumbernya menjadi
etika filosofis dan etika teologis. Tulisan ini memandang etika teologis ()األخالق
sebagai referensi tindakan moral manusia, individu maupun tingkat maslahat
masyarakat. Tingkah laku atau akhlak seseorang adalah sikap seseorang yang
112
dimanifestasikan ke dalam perbuatan. Daradjat (1999: 273) merinci contoh-
contoh akhlak, yaitu:
“Akhlak yang berhubungan dengan Allah: mentauhidkan Allah, taqwa,
berdoa, dzikrullah, tawakkal; akhlak terhadap keluarga: birrul walidaini,
adil terhadap saudara, membina dan mendidik keluarga, memelihara
keturunan; akhlak terhadap masyarakat: ukhuwah atau persaudaraan,
ta’awun, adil, pemurah, penyantun, pemaaf, menepati janji, musyawarah,
wasiat dalam kebenaran; akhlak terhadap alam: memperhatikan dan
merenungkan ciptaan alam, memanfaatkan alam”.
113
Nilai fisik-fisiologis berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran aspek
fisik dan fisiologis manusia. Dalam proverb latin “mens sana in corpore sano”
yang sering diterjemahkan ‘A sound mind in a sound body’. Nilai fisik dalam tata
nilai keseluruhan merupakan badan yang menyimpan nilai-nilai yang lain.
Maksudnya nilai teologis terdapat di hati (hati bagian dari tubuh), nilai etika dan
logis berada dalam otak, nilai estetika dalam sensori.
Nilai teleologi yang diturunkan dari kata telos (akhir, tujuan, maksud)
dan logos (perkataan) merupakan ajaran filsafat yang menerangkan segala sesuatu
dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Nilai teleologi berkaitan dengan
konsekuensi dari tindakan yang dilakukan seseorang. Nilai teleologi dapat dilihat
dari firman Allah Swt. tentang penciptaan langit dan bumi bahwa apa yang
diciptakan-Nya pasti mengandung maksud dan tujuan tertentu.
Bagian-bagian dalam general value theory tersebut bukanlah sesuatu
yang terpisah-pisah, namun saling berinteraksi membentuk karakter individu.
Teori yang diilhami oleh nilai-nilai Islam menjadi landasan bagi manajemen mutu
pendidikan. Hubungan antara manusia dengan rabbul izzati, dilandasi oleh nilai
keimanan. Prinsip asasi tauhid ini, dalam konteks kehidupan termanifestasi dalam
konsep ihsan yaitu dalam Q.S. Al-A’raf: 7-8 yang artinya “bahwa sesungguhnya
akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang
(Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari
mereka). Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka Barangsiapa
berat timbangan kebaikannya, mereka Itulah orang-orang yang beruntung”.
Keenam sistem nilai ini akan menjadi indikator mutu dalam pendidikan
madrasah. Jika keenam sistem nilai ini benar-benar teraplikasi dalam dunia
pendidikan madrasah maka keluaran madrasah akan lebih bermutu.
114
dalam dunia pendidikan madrasah terdapat 3 sistem mutu yang dapat
dikembangkan secara integrated (Sallis, 2001:53-54; Tampubolon, 2001:111-
113). Pertama, pengawasan mutu (quality control) secara teoritis merupakan
konsep sistem mutu yang paling tua, namun hingga kini masih banyak institusi
yang mengaplikasikannya. Sistem itu berfungsi mendeteksi dan mengeliminasi
komponen-komponen atau produk-produk gagal yang tidak sesuai dengan standar
mutu yang telah ditetapkan. Hal itu merupakan proses pasca produksi yang
melacak dan menolak item-item yang cacat. Tujuannya adalah melihat apakah
produk yang ditergetkan sudah bermutu, dalam arti sesuai dengan rencana atau
tidak. Pusat perhatian terutama tercurah pada mutu produk. Kalaupun pengawasan
dilakukan pada proses, biasanya hanya bersifat inspeksi yang pada umumnya
tidak dikaitkan secara sistematis dengan usaha meningkatkan mutu produk
pendidikan madrasah yang bersangkutan.
Kedua, jaminan mutu (quality assurance) secara aplikatif sangat berbeda
dengan pengawasan mutu. Jaminan mutu berfungsi menentukan standar mutu
berdasarkan kebutuhan pelanggan objektif dan prosedur-prosedur kerja (sistem
dan proses) yang terinci secara sistematis, tajam dan ketat yang harus diikuti oleh
setiap pelaksana pendidikan dengan sebaik-baiknya. Jaminan mutu didesain
sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk
yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jaminan mutu
adalah sebuah cara memproduksi produk yang bebas dari cacat dan kesalahan.
Tujuannya, dalam istilah Crosby (1986:28), adalah menciptakan produk tanpa
cacat (zero defect). Jaminan mutu adalah pemenuhan spesifikasi produk secara
konsisten atau menghasilkan produk yang ‘selalu baik sejak awal’ (right first time
every time), termasuk dalam hal ini di dunia pendidikan.
Ketiga, menejemen mutu terpadu (total quality manajement) merupakan
perluasan dan pengembangan dari jaminan mutu. TQM adalah usaha menciptakan
kultur mutu yang mendorong semua anggota stafnya untuk memuaskan para
pelanggan. Dalam konsep mutu terpadu, pelanggan adalah raja. Ini merupakan
pendekatan yang dipopulerkan oleh Peters dan Waterman dalam in Search of
Excellence (Sallis, 2001:53). Dalam konteks pendidikan madrasah, konsep ini
115
disesuaikan dengan perubahan dan gaya pelanggan dengan cara mendesain produk
dan jasa pendidikan agar memenuhi dan memuaskan harapan mereka. Hal ini
sekaligus menegaskan bahwa standar dan prosedur mutu dalam aplikasi TQM di
madrasah tidak boleh statis, namun dinamis, dalam arti dapat berubah sesuai
dengan kebutuhan dan kompetisi pendidikan madrasah yang tengah berkembang
pula. Secara sederhana konsep perkembangan mutu dapat dilihat dalam diagram 3
berikut; Manajemen
Mutu Terpadu
Jaminan Perbaikan yang
Mutu Kontinyu
Kontrol Pencegahan
Mutu
Deteksi
Inspeksi
e) Penelitian Terdahulu
1. Djohar. A, UPI Bandung 2003 dengan judul : “Pengembangan Kurikuluk
KBK SMK penggunaan model pembelajaran yang dikembangkan dapat
meningkatkan kompetensi siswa” Implikasi model KBK menuntut guru
untuk mampu mengembangkan kurikulum di dalam skala mikro yang
merangkum pengelaman belajar siswa di sekolah.
2. Khairudin. R, UPI Bandung 2006 dengan judul : “Model Pengembangan
Kurikulum Bahasa Inggris”. Model pengembangan kurikukulum
pendidikan Bahasa Inggris untuk konsentrasi sekolah dasar yaitu : desain
116
kurikulum yang terdiri atas tujuan, struktur kurikulum, deskripsi mata
kuliah, kurikulum berdasarkan kontrak.
3. Bildhan Septiadhi (2005), dengan judul “Efektivitas Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sebagai Upaya Peningkatan Mutu
Sekolah Di Sekolah Dasar”, hasil penelitiannya :
a. SD Negeri Sekeloa menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah pada
tahun 2002 dengan membentuk dewan sekolah yang sekarang berubah
menjadi komite sekolah terlebih dahulu.
b. Sekolah memiliki kewenangan dalam mengelola sumber daya yang
dimiliki oleh sekolah, tetapi sekolah masih bergantung kepada
pemerintah terutama mengenai dana operasional sekolah.
c. Adanya keterlibatan warga sekolah baik guru-guru dan komite sekolah
dalam pengambilan keputusan di sekolah. Serta adanya pengawasan
dari komite sekolah terhadap penggunaan dana sekolah.
d. Dalam pengembangan kurikulum terutama dalam penerapan KBK
guru-guru masih mencontoh Sekolah lain yang telah menerapkan
KBK, sehingga perlu ditingkatkan kemampuan guru dalam
mengembangkan kurikulum dan juga kreativitas guru dalam
memberikan materi kepada para peserta didik.
e. Masih rendahnya kepedulian masyarakat terhadap peningkatan mutu
sekolah, hal ini dkarenakan faktor pendidikan dan faktor ekonomi
masyarakat di sekitar lingkungan SD Negeri Sekeloa.
f. Peningkatan prestasi peserta didik belum konsisten, hal ini disebabkah
karena faktor ekonomi keluarga dari peserta didik tersebut dan juga
belum adanya pembinaan yang berkesinambungan dari pihak sekolah.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah di SD Negeri Sekeloa belum efektif,
karena implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SD Negen
Sekolah belum berdampak terhadap peningkatan mutu sekolah. Oleh
karena itu diperlukan perbaikan-perbaikan secara berkesinambungan,
baik dalam profesionalisme personil sekolah dan komite sekolah dan
117
juga peningkatan kepedulian masyarakat terhadap peningkatan mutu
sekolah.
Ketiga hasil penelitian tersebut mengkaji tentang kurikulum, penelitian
pertama memfokuskan tentang model pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi di SMK. Penelitian kedua, memfokuskan tentang pengembangan
kurikulum pendidikan Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Penelitian Ketiga
memfokuskan tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan mengkaji
seluruh komponen manajemen yang ada di Sekolah. Sedangkan penulis lebih
memfokuskan pada Manajemen Kurikulum (perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi) di Madrasah dalam Manajemen Berbasis Madrasah untuk meningkatkan
mutu pendidikan di madrasah.
118