Anda di halaman 1dari 100

BAB II

MANAJEMEN SISTEM PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM


MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN DI MADRASAH ALIYAH

A. Landasan Teologis
Manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk selalu menuntut ilmu,
belajar dan belajar sampai akhir hayat. Tidak ada batas waktu untuk manusia
dalam belajar atau menuntut ilmu. Sesuai dengan firman Allah QS Al-Alaq ayat
1-5, bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk membaca, karena dengan
membaca kita akan memperoleh ilmu. Membaca yang dimaksudkan dalam ayat
ini bukan hanya sekedar membaca apa yang tersurat tapi juga membaca apa-apa
yang tersirat terhadap kejadian-kejadian yang ada di alam semesta ini. Dan pada
ayat 5 (lima) QS Al-Alaq dikatakan bahwa “Allah SWT yang mengajarkan
manusia dari apa yang tidak diketahuinya”. Satu hal yang perlu diingat oleh
manusia, bahwa Allah SWT mengajarkan bukan dengan cara “sinsalabim
langsung jadi” tapi melalui proses dan bekal potensi yang diberikan oleh Allah
kepada manusia. Dengan berbekalkan kesempurnaan yang diberikan Allah SWT
kepada manusia berupa fikiran, hati, pendengaran, penglihatan dan kesempurnaan
fisik untuk bisa berbuat (bergerak), manusia mempelajari segala yang tersurat dan
tersirat melalui kejadian-kejadian yang ada di alam semesta ini. Sesuai dengan
firmannya dalam QS An Nahl ayat 78 (16 :78), “ Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.
Melalui usaha dan proses itulah manusia akan memperoleh sesuatu yang
diusahakannya. QS An najm ayat 39, “bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakan”. Bagi manusia yang mau
memanfaatkan potensi yang diberikan oleh Allah melalui usaha yang
dilakukannya maka dia akan memperoleh sesuatu sesuai dengan usahanya.
QS. Ali Imran ayat 190-191, “…sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang
yang berakal…yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit

19
dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Dan
Allah juga telah berjanji dalam QS Al Mujadillah ayat 11, “Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.
Dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk
membaca (mencari ilmu) dengan nama Allah, artinya niat kita dalam mencari
ilmu tersebut karena Allah. Kalau niatnya sudah karena Allah maka ada unsur
ikhlas didalamnya dan dengan begitu kita tidak akan menjadi manusia yang
sombong karena Allah yang memberikan kita ilmu, yang mengajarkan manusia
dari yang tidak diketahui menjadi tahu. Tapi kesemua ini butuh proses, tidak bisa
didapat langsung begitu saja. Oleh sebab itu Allah membekali manusia dengan
kesempurnaan fisik dan psikis serta akal. Dengan berbekalkan hal tersebutlah
manusia melakukan proses pencarian dan penemuan ilmu tersebut. Dan untuk itu
Allah juga menciptakan medianya yaitu alam semesta, proses kejadian alam, silih
bergantinya siang dan malam, bencana alam, dan segala kejadian yang menimpa
manusia dimasa lalu, melalui inilah manusia bisa belajar dan memperoleh ilmu.
Dengan semua hal ini akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang bersyukur
bagi yang selalu mengingat Tuhan. Sesuai dengan janji Allah SWT bahwa Allah
akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu.
Dalam mempelajari alam perlu ada prinsip yang dijadikan pembimbing
sehingga ilmu tersebut tidak kehilangan kendalai. Afandi (1994 : 3) “prinsip-
prinsip tersebut adalah : (a) prinsip tauhid dan iman, (b) prinsip meyakini terhadap
realitas dunia eksternal, (c) prinsip meyakini adanya realitas suprafisik dan
keterbatasn pengetahuan manusia”. Realisasi ilmu tersebut diperlukan iman, amal
ihsan dan ikhlas berdiri berdampingan supaya dapat membawa pada kebenaran
dan kebermaknaan. Pencapaian semua itu adalah melalui proses pembelajaran
yang dilalui oleh manusia, baik secara formal, informal dan non formal. Potensi
dasar indrawi peserta didik sebagai alat pendorong menjalankan proses tersebut.
Untuk lebih memudahkan dan memberikan arah yang jelas terhadap pembelajaran
tersebut maka perlu ada tujuan, materi, strategi yang hendak dicapai serta

20
ditunjang oleh guru dan fasilatas yang memadai. Tapi kesemua ini adalah sebagai
faktor pendukungatau faktor eksternal yang mempengaruhi yang paling penting
terhadap kunci keberhasilan tersebut adalah faktor internal peserta didik, yaitu
kemauan untuk memanfaatkan potensi hati, pikiran dan inderawinya.
Potensi yang dimiliki oleh peserta didik jika dikembangkan melalui proses
pembelajaran maka akan melahirkan kompetensi-kompetensi. Jika ditarik benang
merahnya maka ini tidak jauh berbeda dengan harapan pemerintah dalam
meningkatkan mutu pendidikan melalui kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
yang dikembangkan oleh sekolah/madrasah dalam bentuk Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini diharapkan peserta didik
memiliki kompetensi kognitif pengetahuan, psikomotor dan afektif. Ketiga
kompetensi ini jika dihubungkan dengan konsep Islam berdasarkan ayat-ayat di
atas memiliki arah yang sama. Mempunyai konsep yang sejalan menuntut ilmu
melalui membaca, mengamati, melihat dan berfikir ini disebut dengan
kemampuan kognitif (berilmu pengetahuan), dengan ilmu tersebut kita disuruh
untuk melaksanakannya (mengamalkannya) dalam bentuk tindakan yang disebut
dengan kemampuan psikomotor dan dalam melakukan tindakan dibarengi dengan
sikap yang memiliki nilai-nilai keimanan (Islam) inilah yang disebut dengan
kemampuan afektif. Ketiga kompetensi ini terintegrasi satu sama lainnya, tidak
bisa dipisahkan dan saling keterkaitan yang membentuk satu kesatuan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Suderadjat (2011 : 70) bahwa
Kompetensi sebagai integrasi dari kognitif, afektif, dan psikomotor, tidak
menggunakan kompetensi sebagai cakupan dari sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) karena dalam Islam
seseorang yang tidak satu kesatuan antara ucapannya (ilmu), system
nilainya (iman) dan perbuatannya (amal) disebut seorang yang munafik
atau split personality.
Jika kita lihat lagi fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebenarnya sama
dengan konsep Islam seperti yang dibahas di atas, yaitu :
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

21
warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. (UU Sisdiknas
Pasal 3 th 2003 )

B. Landasan Filosofis
Landasan filsafat tentang penelitian manajemen kurikulum ini adalah
filsafat konstruktivisme. Filsafat konstruktivistik sebagaimana yang dijelaskan
oleh Suparno (1997 : 18) “konstruktivisme adalah filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi kita sendiri”. Sedangkan
Vygotsky (2004 : 13), “bahwa pengetahuan manusia dibangun berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang ada”.
Menurut aliran ini, Tuhan yang menciptakan benda sedangkan manusia
hanya mengonstruksi pengetahuan tentang benda tersebut sesuai dengan
pemahamannya. Konstruktivisme merupakan aliran yang memberikan kebebasan
kepada manusia untuk membangun pengetahuannya secara bebas dan mandiri.
Hal ini sesuai dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M)
yang mengutamakan kemandirian sekolah/madrasah dalam menyusun dan
melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikannya.
Manusia mempunyai kemampuan membangun konsep berdasarkan
pengalaman-pengalamannya. Konsep yang dibangun tersebut bisa berupa konsep
baru dan membangun konsep yang baru dari konsep yang telah ada. Dengan
demikian manusia akan memiliki konsep dan juga kecakapan proses
mengonstruksi konsep. Jadi dalam filsafat konstruktivisme pembelajaran
mengonstruksi konsep ada dua jenis, yaitu membangun konsep baru dan
memperbaiki konsep yang mereka miliki menjadi konsep yang lebih ilmiah
seperti konsep-konsep para ilmuan. Namun konsep tersebut tetap bersifat relative
dan akan berobah, karena kebenaran mutlak hanya ada dalam firman Tuhan.
Implikasi filsafat tersebut dalam pengelolaan kurikulum di
sekolah/mardasah yaitu sekolah/madrasah dituntut bersama-sama para guru dan
komite untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan karakteristik masing-
masing lembaga pendidikan, dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan
siswa, baik dari aspek psikologi dan social budaya. Oleh sebab itu pendekatan
pembelajaran yang dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

22
menggunakan pendekatan konsep Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif
dan Menyenangkan (PAIKEM). Pendekatan ini dipakai agar peserta didik bisa
aktif, inovatif dan kreatif dalam membangun konsep-konsep baru dan
memperbaiki konsep yang mereka miliki berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang didapatnya dalam proses pembelajaran.
Mengutamakan keaktifan siswa dalam mengonstruksikan pengetahuan
berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh merupakan
dasar dari filsafat konstruktivisme. Dalam hal ini siswa dan proses belajar menjadi
fokus utama, sedangkan guru sebagai fasilitator dan bersama siswa guru juga
terlibat dalam proses belajar. Menurut kaum konstrutivisme, belajar merupakan
proses aktif siswa mengonstruksi data dan informasi, menjadi suatu konsep. Dan
belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
seseorang sehingga terjadi pertumbuhan dan perubahan konsep.

C. Landasan Teori
Ada sejumlah teori yang melandasi penelitian ini sebagai pola pikir
sekaligus dasar analisis dalam melihat, mengkaji dan menganalisis sekaligus
menyimpulkan manajemen sistem pengembangan kurikulum dalam meningkatkan
mutu pembelajaran di madrasah aliyah.

1. Teori Manajemen Kurikulum


Untuk teori manajemen, peneliti menggunakan teori yang dikembangkan
oleh Stoner Dan Terry (1987:7). Dia menyatakan bahwa manajemen merupakan
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Jadi manajemen
merupakan suatu proses dalam menggunakan sumber daya organisasi untuk
mencapai atau menyelesaikan tujuan organisasi melalui fungsi-fungsi perencanaa,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian.
Sedangkan Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi/materi pelajaran dan pengalaman yang dipersiapkan serta

23
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum tersebut akan menghasilkan
lulusan yang memiliki kompetensi tertentu dengan menggunakan seluruh
kekuatan dan peluang yang ada dalam lingkup pembelajaran yang dilakukan
bersama-sama dengan lingkungannya. Teori-teori kurikulum yang menjadi
landasan dalam penelitian ini adalah teori yang dikembangkan oleh Brady (1947),
Beauchamp (1975) dan Hunkins (1990).
Dalam penelitian ini manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem
pengelolaan kurikulum berbasis madrasah yang kooperatif, komprehensif,
sistemik dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan
kurikulum, isi/materi kurikulum, strategi/proses kurikulum dan evaluasi
kurikulum, yang dilihat dari aspek manajemen yaitu proses perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, yang dilakukan oleh sejumlah orang yang bekerjasama
baik dalam maupun luar lingkungan madrasah.
Teori-teori di atas akan dijadikan sebagai landasan dalam melihat dan
menganalisis manajemen sistem pengembangan kurikulum dalam meningkatkan
mutu pembelajaran MAN di Propinsi Sumatera Barat. Teori-teori ini dipetakan ke
dalam sejumlah langkah manajemen kurikulum yaitu (a) perencanaan kurikulum,
(b) pelaksanaan kurikulum, (c) evaluasi kurikulum.
a) Perencanaan Kurikulum
1) Brady (1947)
Brady menekankan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah dalam
bukunya Curriculum Development. Menurut Brady sebelum merancang atau
mengembangkan kurikulum perlu dilakukan analisa situasi. Dia mengatakan
bahwa :”A situational analysis is usually undertaken prior to the process of
developing a curriculum, ........may be also be necessary to determine the
effectiveness of a newly implemented curriculum”. Brady (1947)
Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum tersebut seperti latar belakang siswa, pengalaman, sikap guru dan
keahliannya serta suasana sekolah, maka analisa situasi harus dilakukan
sebelum mengembangkan kurikulum, baik analisa terhadap kebutuhan, waktu

24
dan tempat dimana kurikulum tersebut dikembangkan. Hal ini dilakukan untuk
merancang program kurikulum yang baik dan agar dapat menentukan
efektivitas kurikulum yang akan diimplementasikan. Analisa situasi dilakukan
dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi adalah :
(a) Perubahan sosial dan budaya seperti; harapan-harapan orang tua,
anggapan masyarakat umum, adanya nilai-nilai, perubahan
hubungan antara seseorang dengan orang lain dan nilai idiologi.
(b) Sistem pendidikan dan tantangannya seperti; konteks kebijakan,
konsep ujian, kebijakan suatu daerah, rangcangan kurikulum,
penelitian kependidikan.
(c) Perubahan subtansi alam sebagai sumber belajar
(d) Sistem pendukung guru yang dapat memberikan potensi seperti;
lembaga traning guru dan lembaga penelitian
(e) Keberadaan sumber daya sekolah.
Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi adalah :
(a) Peserta didik meliputi; pertumbuhan bakat siswa, kemampuan,
kenutuhan kependidikan.
(b) Guru pada aspek nilai, sikap, kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman
(c) Etos sekolah meliputi; tradisi, dana, kekuasaan dan norma
(d) Sumber materi
(e) Sensitivitas problem dalam kurikulum.

2) Beachamp (1975)
Dalam bukunya curriculum theory, beachamp berbicara mengenai teori
kurikulum dan pijakan dasar manajemen kurikulum yang mencakup
perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum. yang
harus diperhatikan dalam perencanaan kurikulum menurut beachamp (1975)
adalah : a) Tujuan pendidikan yang dicapai sekolah, b) Pengalaman pendidikan
yang dapat dikembangkan oleh sekolah, c) Tujuan pendidikan dan pengalaman
pendidikan yang spesifik dapat diimplementasikan di sekolah.
Agar ini terwujud maka ada tiga level kebutuhan yang harus
diperhatikan yaitu : level sosial (kebutuhan masyarakat), level Institusional
dimana lembaga pendidikan tersebut berada, level pembelajaran di kelas.
Ketiga kebutuhan tersebut harus dapat terintegrasi ke dalam satu kesatuan
kurikulum.

25
3) Hunkins (1990)
Dalam bukunya curriculum development : program improvement
(1990) Model perencanaan kurikulum yang digagas oleh hunkins (1990 : 37)
mencakup tujuh tahapan yaitu : 1) legitimasi dan konseptualisasi kurikulum, 2)
diagnosa kurikulum, 3) pengembangan dan pemilihan isi, 4) pengembangan
dan pemilihan pengalaman, 5) implementasi kurikulum, 6) evaluasi kurikulum,
7) perbaikan kurikulum. ketujuh komponen ini saling mempengaruhi satu sama
lain.
Model perencanaan kurikulum terkait erat dengan berbagai tindakan
yang akan dilakukan guna membuat sebuah program kurikulum (curriculum-
instructional plan) bagi siswa. Perencanaan kurikulum menurut hunkinsn
haruslah ditunjang oleh staf yang memiliki kualifikasi yang baik sehuingga
tujuan program pembelajaran nantinya dapat dicapai sesuai harapan.

b) Pelaksanaan Kurikulum
1) Brady (1947)
Pelaksanaan merupakan bentuk implementasi dari rencana kurikulum
yang disusun sedemikian rupa oleh sekolah sebagai suatu kesatuan sistem
pembelajaran. Brady (1947) menyatakan bahwa : ”dalam pelaksanaan
kurikulum, sekolah harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar dari tujuan
kurikulum yang telah dibuat yang termaktub dalam sasaran kurikulum yang
menggambarkan arah potensi anak didik yang ingin dicapai beserta metode
pencapaiannya”.
Dalam konteks itu, ada sejumlah keterkaitan antar elemen dalam
pelaksanaan kurikulum, yaitu : prilaku anak, belajar mengajar dan struktur
pengetahuan dengan sejumlah aspek lainnya, termasuk isi kurikulum, proses
implementasi kurikulum dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam mengembangkan kurikulum, Brady (1947 : 36)
menyatakan bahwa yang menjadi dasar bagi guru dalam mengembangkan
kurikulum adalah ilmu filsafat pendidikan, psikologi pendidikan dan sosiologi
pendidikan.

26
the usual claim for bringing these disciplines into curriculum
development is the help they give teachers in specifying objectives and
planning learning experiences. Philosophy, psychology and sociology
provide knowledge which aids the teacher in determining objectives,
specifically in the three main areas : 1) the growth, interests and
readines of students (psychology), 2) the social conditions already
experienced or likely to be experienced (sociology), and 3) the nature of
knowledge and teaching (philosophy).

Aspek psikologis, sosiologis dan filosofis peserta didik, perlu


dipertimbangkan dalam mengembangkan kurikulum, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Aspek psikologis ini adalah pertumbuhan,
kebutuhan, keinginan, dan kesiapan peserta didik yang akan menjalani proses
pembelajaran tersebut. Sedangkan aspek sosiologis adalah kondisi masyarakat
saat ini dan kedepannya serta bagaimana lingkungan sosial yang sedang
dihadapi oleh peserta didik dan bagaimana kemungkinan kedepannya. Dan
aspek filosofis adalah karakterisitik pengetahuan dan pengajaran seperti apa
yang sesuai dengan peserta didik.

2) Beauchamp (1975)
Ada dua orientasi yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan kurikulum
menurut beauchamp (1975) yaitu : (1) menguatkan lingkungan pendidikan
disekolah dalam rangka mengoptimalkan proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru, (2) mengoptimalkan segala strategi pembelajaran yang telah
direncanakan seefektif dan semaksimal mungkin.

3) Hunkins (1990)
Menurut hunkins (1990 : 275-276) pelaksanaan kurikulum adalah
”tindakan praktis dari berbagai perencanaan kurikulum yang telah disusun
sebelumnya”. Pelaksanaan kurikulum tersebut menyangkut sejumlah
komponen yaitu : (1) input yang terdiri dari sejumlah aspek dan tahapan yang
telah dipersiapkan, ( 2) proses transformasi. Proses ini merupakan aplikasi
terhadap hal-hal yang telah direncanakan dalam bentuk unit sekaligus
melakukan upaya revisi, (3) output, merupakan unit yang menjadi dampak dari
adanya pelaksanaan tersebut, (4) timbal balik dan penyesuaian, ini merupakan

27
tahap pencocokan antara rencana kurikulum yang telah dikembangkan dengan
pelaksanaan yang terjadi di lapangan sehingga didapat hasil yang diharapkan.

c) Evaluasi Kurikulum
1) Brady (1947)
Menurut Brady (1990 : 152) evaluasi kurikulum merupaka ”suatu
proses menggambarkan, memperoleh serta menyediakan informasi yang
berguna dalam menetapkan atau memastikan berbagai alternatif keputusan
yang berkaitan dengan kinerja siswa”. Lebih lanjut Brady mengungkapkan
kriteria-kriteria dalam evaluasi adalah : (1) Kesinambungan, evaluasi
merupakan bagian yang berkesinambungan dan integral dari kegiatan belajar
mengajar, (2) Ruang lingkup, prosedur evaluasi perlu dilakukan secara
beragam seperti halnya ruang lingkup tujuan pembelajaran, (3)
Kompatibilitas, Evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,
meskipun tidak semua tujuan mempunyai bobot yang sama tetapi yang dinilai
adalah hal hal yang menjadi inti, (4) Validitas, Dalam mengevaluasi siswa,
selalu ada hubungan erat antara pengukuran test dan apa yang perlu diukur,
Sebagai contoh dalam mengajarkan materi budaya Indonesia dilakukan
evaluasi test bahasa Indonesia, tentu saja bentuk test tersebut tidak valid, (5)
Objektifitas, Meskipun evaluasi yang efektif harus menggunakan semua
informasi yang memungkinkan, biasanya secara umum diyakini bahwa
informasi ini akan lebih bernilai apabila tujuan pembelajaran jelas, Dalam
mengevaluasi siswa, terdapat korelasi antara hasil intelektual dan penilaian
objektif , dan antara hasil afektif dan penilaian subjektif. Hal ini disebabkan
karena terdapat kesulitan dalam mengevaluasi, terutama dalam menilai secara
kuantitatif perubahan perasaan, tingkah laku atau nilai nilai (values) dari siswa.
(6) Nilai Diagnosa (diagnostic value), evaluasi yang efektif harus bisa
membedakan tidak hanya tingkatan performance antar siswa namun juga
antara berbagai proses yang timbul, (7) partisipasi, bahwa siswa harus terlibat
dalam memilih metode untuk KBM , hal ini berimplikasi pada belajar sebagai
proses aktif.

28
2) Beaucamp (1975)
Menurut Beaucamp (1975 : 170) dalam evaluasi kurikulum memiliki 4
(empat) dimensi yaitu : 1) evaluasi guru dalam penggunaan kurikulum, 2)
evaluasi desain kurikulum, 3) evaluasi dampak lulusan daei pengguna
kurikulum tersebut serta d) evaluasi sistem kurikulum

3) Hunkins (1990)
Hunkins (1990 : 293) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum
merupakan ”proses pemetaan, pemenuhan serta penyediaan informasi yang
berguna untuk menentukan berbagai alternatif keputusan”. Evaluasi pada
dasarnya dipandang sebagai sebuah proses pengelompokan dari sejumlah
proses yang terkait guna memenuhi data agar berbagai keputusan dapat dibuat
sebagai sesuatu yang diterima, dirobah ataupun dieliminasi. Dalam konteks
kurikulum, evaluasi dimaknai sebagai proses yang digunakan untuk
menemukan suatu kecendrungan dimana desain, dikembangkan dan
diimplimentasikan dapat menghasilkan berbagai hasil yang diinginkan
(perilaku, pengetahuan) pada anak didik. Jadi evaluasi kurikulum berfokus
pada kelebihan dan kelemahan dari rencana utama kurikulum sebelum
implementasi terhadap keefektifannya selama setelah penggunaan aktivitasnya.

2. Teori Pendidikan
Landasan teori dalam penelitian ini adalah teori sistem yang berpijak pada
paradigma sistemik yang mencakup : masukan-proses-keluaran (input-process-
output). Crown dan Crow (1992 : 79) menegaskan bahwa pendidikan
mengandung sejumlah karakteristik substansial, antara lain, yaitu :
b) Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang
sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.
c) Untuk mencapai tujuan itu pendidikan melakukan usaha terencana
dalam memilih materi, strategi, tekhnik penilaiannya yang sesuai.
d) Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat (formal, informal dan non formal).
Pandangan tersebut mengidikasikan bahwa pendidikan sebagai sebuah
program merupakan sistem yang mencakup sejumlah komponen yang saling
berkaitan sekaligus memiliki relevansi dalam pencapaian tujuan pendidikan yang

29
diinginkan. Pendidikan sebagai sebuah program yang bersifat sistemik dapat
digambarkan secara sederhana seperti gambar di bawah ini :

Proses Pendidikan
 Tujuan dan prioritas
 Peserta didik
 Manajemen
 Struktur
Masukan  Materi Hasil pendidikan
 Pendidik
 Fasilitas
 Pengajaran
 Teknologi
 Pengawasan mutu
 Pengabdian social
 biaya

Gambar 2.1 : Program Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem


Sumber : Crown dan Cow, dalam An Introduction To Education (1992 : 61)

3. Teori Mutu Pembelajaran


Mutu merupakan perpaduan sifat-sifat produk yang menunjukan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik pelanggan langsung
maupun tak langsung, baik kebutuhan yang dinyatakan ataupun tersirat, masa kini
dan masa depan. Crosby (1986:7). Sedangkan pembelajaran merupakan proses
interaksi peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku
kearah yang lebih baik. Mulyasa (2003:100). Sedangkan faktor-faktor penentu
hasil pembelajaran menurut (Sujana, 1989:37) adalah :
a) Adanya perubahan tingkah laku secara menyeluruh (komprehensif) yang terdiri
atas unsur kognitif, afektif dan psikomotorik secara terpadu pada diri siswa;
b) Hasil pembelajaran telah dicapai siswa dari proses pembelajaran mempunyai
daya guna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
c) Hasil pembelajaran membentuk suatu sistem nilai (value sistem) yang dapat
membentuk kepribadian siswa, sehingga memberi warna dan arah dalam semua
perbuatannya.
d) Hasil pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan
pembangunan.

30
Jadi mutu pembelajaran merupakan kepuasan peserta didik dan
masyarakat terhadap proses dan hasil belajar yang dicapai oleh madrasah (peserta
didik) dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Atkinson (1990 : 41) memetakan indikator mutu pembelajaran adalah : (1)
Hasil akhir pembelajaran (ultimate outcome) atau lulusan, yang merupakan esensi
semua usaha dalam pembelajaran. Yang menjadi ukuran adalah tingkah laku para
lulusan madrasah setelah mereka terjun dalam masyarakat baik yang melanjutkan
ke perguruan tinggi ataupun didunia kerja; (2) Hasil langsung pembelajaran
(immediate outcome) berupa kompetensi yang diperoleh peserta didik yaitu
integrasi kognitif (ilmu), psikomotorik (aplikasi ilmu) dan afektif (sikap) atau bisa
juga dikatakan hasil belajar langsung peserte didik yang meliputi aspek kognitif
maupun non kognitif; (3) Proses pembelajaran dianggap menentukan hasil
langsung atau hasil akhir pembelajaran. Faktor-faktor proses pembelajaran yang
akan dijadikan ukuran mutu pembelajaran madrasah harus benar-benar ada
hubungannya dengan hasil pembelajaran, baik secara teoritik maupun empirik.
D. Konsep Dasar
1. Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 (dan disempurnakan dengan
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004) tentang otonomi daerah. Otonomi
daerah memberi perubahan yang besar terhadap sistem pemerintahan, dari
sistem pemerintahan yang sentralistik kepada sistem pemerintahan yang
desentralistik. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik. Sedangkan otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32/2004).
Otonomi daerah berimplikasi pada arah kebijakan dan pengembangan
pendidikan di Indonesia. Pemerintah daerah bertanggungjawab pada
pengembangan pendidikan di daerahnya sesuai peraturan yang berlaku. Dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 14 ayat (1) ditegaskan “bahwa

31
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota salah satunya
adalah penyelenggaraan pendidikan”.
Kebijakan ini memberi pengaruh yang besar terhadap sistem
pengelolaan sekolah, yang dulunya bersifat sentralistik sekarang menjadi
desentralistik yang dikenal dengan otonomi pendidikan. Pengelolaan
pendidikan diserahkan pada lembaga pendidikan masing-masing. Dengan
kebijakan otonomi pendidikan pemerintah menetapkan prinsip pengelolaan
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M). Hal ini ditetapkan oleh
Undang-Undang Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 51 ayat 1 yang
berbunyi bahwa : “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. (UU
sisdiknas No 20/2003).
Dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M)
berarti pemerintah memberikan otonomi yang luas kepada sekolah/madrasah
dalam mengelola sekolah/madrasahnya. Otonomi diberikan agar sekolah
leluasa mengelola sumber daya, dan sumber dana dengan mengalokasikannya
sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. Dalam MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali,
mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggung
jawabkan pemberdayaan sumber-sumber yang ada, baik kepada masyarakat
maupun pemerintah. Konsep Manajemen Berbasis Madrasah merupakan
penerapan prinsip-prinsip manajemen pendidikan di madrasah.

a) Pengertian Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)


Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) merupakan salah satu wujud
reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada madrasah untuk
mengatur kehidupannya sendiri sesuai dengan potensi, tuntutan dan
kebutuhannya. Menurut Mohrman and Wihlsetter (1994) Penerapan
Manajemen Berbasis Madrasah akan memberikan “full authority and
responsibility” dalam menetapkan program-program pendidikan dan berbagai
kebijakan sesuai dengan visi, misi dan tujuan pendidikan. Penetapan program

32
dan kebijakan-kebijakan madrasah ini juga tidak terlepas dari peran serta
masyarakat dan komite sekolah. Depag (2005 : 2) menyatakan bahwa
Manajemen berbasis madrasah merupakan paradigma baru manajemen
pendidikan yang memberikan otonomi luas pada madrasah dalam mengelola
sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaanya.
Manajemen berbasis madrasah ini merupakan strategi untuk mewujudkan
madrasah yang efektif dan produktif.
Manajemen berbasis madrasah adalah desentralisasi yang sistematis pada
otoritas dan tanggung jawab tingkat madrasah untuk membuat keputusan yang
terkait dengan penyelenggaraan madrasah dalam kerangka kerja yang ditetapkan
oleh pusat, seperti : tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Hal ini
dinyatakan oleh Caldwell (1992) “School-based management is the systematic
decentralization to the school level of authority and responsibility to make
decisions on significant matters related to school operations within a centrally
determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and
accountability”.
Fattah (2004 : 17) Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah adalah
suatu pendekatan praktis yang bertujuan untuk mendesain pengelolaan sekolah
dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup
guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Sekolah mempunyai
kendali dan akuntabilitas terhadap lingkungannya, sedangkan pemerintahan
tingkat pusat hanya berperan untuk melayani kebutuhan sekolah.
Jadi manajemen berbasis madrasah merupakan pemberian dan
pendelegasian kewenangan (delegation of outhority) kepada madrasah untuk
mengelola dan melakukan perbaikan serta meningkatkan kualitas secara
berkelanjutan (quality continous improvement).

33
b) Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah menurut Depdiknas
(2001) adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian,
fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akuntabilitas,
sustainabilitas, inisiatif sekolah/madrasah dalam mengelola, memanfaatkan
dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah/madrasah bersama masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan untuk duduk bersama dalam
pengambilan keputusan bersama.
3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah/madrasah kepada stakeholders
terutama kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu
sekolahnya.
4) Meningkatkan persaingan yang beretika antar sekolah/madrasah tentang
mutu pendidikan yang akan dicapai.
Di samping itu Depag (2005) menyatakan bahwa Manajemen Berbasis
Madrasah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan
pendidikan. Lebih lanjut Mulyasa (2007) menyatakan bahwa peningkatan
efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya dan partisipasi
masyarakat. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh melalui partisipasi
orang tua terhadap sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem
insentif dan disentif. Peningkatan pemerataan diperoleh melalui peningkatan
partisipasi masyarakat.
Jadi Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah bertujuan untuk
"memberdayakan" sekolah, terutama sumber daya manusianya (kepala sekolah,
guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitarnya), melalui
pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan
persoalan yang dihadapi oleh sekolah/madrasah yang bersangkutan MBM
memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru,
murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.

34
Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah dalam Depdiknas
(2001) adalah:
1) Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil
keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2) Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan penting.
3) Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran.
4) Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan
yang dikembangkan di setiap sekolah.
5) Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan
guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan
biaya program-program sekolah.
Depag (2005) menyatakan manfaat Manajemen Berbasis Madrasah
adalah :
1) Madrasah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru agar lebih
berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar.
2) Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan partisipasi masyarakat
mendorong profesionalisme kepemimpinan madrasah, baik dalam
perananya sebagai manager maupun sebagai pemimpin madrasah.
3) Dengan diberikannya kesempatan kepada madrasah untuk mengembangkan
kurikulum , guru didorong untuk berimprovisasi dan berinovasi melakukan
berbagai eksperimentasi di lingkungan madrasah.
4) Melalui pengembangan kurikulum yang efektif dan fleksibel, rasa tanggap
madrasah terhadap kebutuhan setempat akan meningkat dan menjamin
layanan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan peserta didik dan
masyarakat.
5) Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatn partisipasi
orang tua, karena mereka dapat secara langsung mengawasi kegiatan belajar
anaknya.

35
c) Ruang lingkup Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
Manajemen Berbasis Madrasah merupakan implementasi dari standar
pengelolaan. pada dasarnya MBM adalah otonomi manajemen atau swakelola
madrasah dan pengambilan keputusan partisipatif. Menurut Malen, Ogawa dan
Kranz dalam Duhoi (2002: 16) Secara konseptual, MBM digambarkan sebagai
“suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk
desentralisasi sekolah sebagai unit utama peningkatan” Jadi, MBM adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen di tingkat madrasah. Hal ini sesuai
dengan ungkapan Suderadjat (2005 : 43) bahwa secara operasional Manajemen
Berbasis Madrasah merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen terhadap
semua komponen pendidikan di Madrasah.
Fungsi-fungsi tersebut diterapkan dalam komponen-komponen
pendidikan. Merujuk Permendiknas no. 19/2007, komponen pendidikan itu
meliputi: (1) kesiswaan; (2) kurikulum dan kegiatan pembelajaran; (3)
pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; (4) sarana dan
prasarana; (5) keuangan dan pembiayaan; (6) budaya dan lingkungan sekolah;
(7) peranserta masyarakat dan kemitraan. Oleh karena itu ruang lingkup MBM
dapat digambarkan dalam matriks berikut :
Tabel 2.1: Matriks Ruang lingkup MBM
Fungsi Manajemen
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
Komp. Penddkn (A) (B) (C)
Kesiswaan A.1 B.1 C.1
Kurikulum & Pembelajaran A.2 B.2 C.2
Pendidik & Tenaga Kependidikan A.3 B.3 C.3
Sarana Prasarana A.4 B.4 C.4
Pembiayaan A.5 B.5 C.5
Peranserta masyarakat A.6 B.6 C.6
Budaya & Lingkungan A.7 B.7 C.7

(Sumber : Suderadjat (2005 :42)


Matriks di atas menggambarkan bahwa seluruh fungsi-fungsi
manajemen dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip-prinsip dan konsep
manajemen serta menggambarkan ruang lingkup kegiatan manajemen sekolah
dengan kegiatan yang dimulai dari A.1 perencanaan kurikulum sampai C.7
evaluasi budaya dan lingkungan. Contoh : kegiatan A.1, B.1 dan C.1

36
merupakan kegiatan dari manajemen kesiswaan, demikian juga dengan A.2
hingga C.2 dan begitu seterusnya.

d) Karakteristik Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)


Madrasah yang akan menerapkan program MBM perlu memiliki dan
memahami karakteristik program tersebut. Karakteristik MBM tidak lepas dari
karakteristik sekolah yang efektif, sebab MBM merupakan wadah, sedangkan
sekolah yang efektif merupakan isinya. Depag (2005 : 4) menyatakan
karakteristik MBM itu dapat dilihat dari bagaimana madrasah dapat
mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajarannya, pengelolaan sumber
belajar, profesionalisme tenaga pendidik, serta sistem administrasi secara
keseluruhan. Lebih jelas karakteristik MBM itu adalah :
1) Pemberian Otonomi Luas kepada Madrasah
Pemberian otonomi luas ini disertai dengan seperangkat tanggung
jawab untuk mengelola sumber daya dan pengembangan strategi sesuai
dengan kondisi setempat. Madrasah diberi kewenangan dan kekuasaan yang
luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan
masyarakat, menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas
kebutuhan. Melalui otonomi yang luas, madrasah dapat meningkatkan
kinerja pendidik dan kependidikannnya dengan menawarkan partisipasi
aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama
dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional dan
profesional.
2) Tingginya partisipasi masyarakat dan orang tua
Dalam penerapan program MBM, pelaksanaan program-program
madrasah akan didukung oleh partisipasi masyarakat, orang tua dan peserta
didik. Partisipasi masyarakat dan orang tua ini tidak saja melalui bantuan
keuangan, tapi melalui komite madrasah dan dewan pendidikan mereka
dapat merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat
meningkatkan kualitas madrasah. Bahkan masyarakat dan orang tua dapat
menjalin kerjasama untuk memberikan bantuan dan pemikiran serta menjadi

37
nara sumber pada berbagai kegiatan peningkatan kualitas pembelajaran di
madrasah.
3) Kepemimpinan yang demokratis dan profesional
Kepala madrasah dan guru-guru sebagai aktor utama
penyelenggaran pendidikan di madrasah merupakan figur yang memiliki
kemampuan dan integritas profesional. Kepala madrasah merupakan
manajer pendidikan yang profesional yang terpilih untuk mengelola segala
kegiatan madrasah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru
madrasah adlah pendidik yang bekerja berdasarkan pola kinerja profesional
yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung
keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam proses pengambilan
keputusan, MBM menuntut kepala madrasah mengimplementasikan proses
“bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki
tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.
4) Team Work yang kompak dan transparan
Keberhasilan program-program madarasah didukung oleh kinerja
team yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam
pendidikan di madrasah. Misalnya dewan pendidikan, komite madrasah
serta pihak-pihak yang terlibat bekerjasama secara harmonis dan sesuai
dengan posisinya masing-masing sehingga terwujud suatu “madrasah yang
dibanggakan“ oleh semua pihak. Tidak saling menunjukan kuasa atau paling
berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya peningkatan
mutu dan kinerja madrasah. Dalam pelaksanaan program misalnya pihak-
pihak terkait bekerjasama secara profesional untuk mencapai tujuan-tujuan
atau target yang disepakati bersama. Dengan demikian, keberhasilan MBM
merupakan hasil sinergi dari kolaborasi team yang kompak dan transparan.
Dalam konsep MBM yang utuh kekuasaan yang dimiliki madrasah,
diantaranya adalah pengambilan keputusan tentang kurikulum dan
pembelajaran, rekruitmen dan manajemen tenaga kependidikan, serta
manajemen keuangan madrasah.

38
Sedangkan Depdiknas (2001) mengkategorikan karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah menjadi input, proces, dan output.
1) Input Pendidikan
Input pendidikan yaitu segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlansungnya proses. Sesuatu yang dimaksud antara lain
beberapa sumber daya dan perangkat lunak serta sebagai harapan-harapan
bagi berlangsungnya proses (Depdiknas, 2001: 24) Input-input tersebut
antara lain:
(a) Memiliki Kebijakan Mutu.
Secara formal sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan
maksud dan tujuan sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan ini
dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semu warga
sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga
sampai pada kepemilikan mutu oleh warga sekolah.
(b) Sumber Daya Tersedia dan Siap
Sumber daya merupakan input penting yang diperlukan untuk
berlangsungnya proses pendidikan, sebab tanpa sumber daya baik itu
manusia maunpun non manusia yang memadai, proses pendidikan di
sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan para gilirannya
sasaran sekolah tidak akan tercapai. Dalam pelaksanaan MBM sumber
daya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan harus
tersedia dan dalam keadaan siap. Ini tidak berarti sumber daya yang ada
harus mahal, akan tetapi sekolah yang bersangkutan dapat
memanfaatkan keberadaan sumber yang ada di lingkungan sekolahnya.
Sehingga diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilisasi sumber
daya yang ada di sekitarnya.
(c) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Kepala sekolah dalam hal ini memilik komitmen dan motivasi yang
kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki
komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat
mencapai tingkat prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala

39
keterbatasan sumber daya pendidikan yang ada di sekola. Sedangkan
peserta didik juga memiliki motivasi untuk selalu meningkatkan diri
untu berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
(d) Fokus pada Pelanggan
Fokus di sini berarti bahwa semua input dan proses yang dikerahkan di
sekolah tertuju utama untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta
didik. Konsekuensi logis dari semuanya adalah penyiapan input dan
proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh
mutu kepuasan yang diharapkan dari peserta didik.
(e) Input Manajemen
Kepala sekolah dalam mengatur sekolahnya menggunakan sejumlah
input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan
membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya secara efektif. Input
yang dimaksud meliputi ; tugas yang jelas, rencana yang rinci dan
sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana,
ketentuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya
untuk bertindak, adan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif
dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat
dicapai.
2) Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain, dan hasil proses ini nantinya mempengaruhi output. Dalam pendidikan
yang berskala mikro/ sekolah, proses yang dimaksud adalah proses
pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar, proses menitoring dan
evaluasi.

3) Output Pendidikan
Output pendidikan merupakan kinerja sekolah. Sedangkan kinerja sekolah
merupakan prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses atau prilaku
sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari sisi kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral

40
kerjanya. Sedangkan yang berkenaan dengan mutu sekolah, sekolah
dikatakan bermutu tinggi apabila prestasi sekolah khususnya prestasi siswa
menunjukkan pencapaian yang tinggi, baik dalam bidang akademik maupun
non akademik (Depdiknas, 2001:25).

e) Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Madrsah (MBM)


Menurut Cheng (dalam Nurcholis, 2002) terdapat empat prinsip MBM
yaitu prinsip equifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip pengelolaan mandiri
dan prinsip inisiatif manusia yang secara jelas diuraikan sebagai berikut :
1) Prinsip Equifinalitas (Equifinality)
Prinsip equifinalitas ini mendorong terjadinya desentralisasi kekuasaan dan
mempersilahkan sekolah memiliki mobilitas yang cukup, berkembang dan
bekerja menurut strategi uniknya masing-masing untuk mengelola
sekolahnya secara efekif.
2) Prinsip Desentralisasi (Decentralization).
Prinsip desentralisasi ini adalah manajemen sekolah dalam aktivitas
pengajaran menghadapi berbagai kesulitan dan permasalahan. Oleh karena
itu sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk
menyelesaikan permasalahan secara efektif sesegera mungkin ketika
permasalahan muncul. Tujuan dari prinsip desentralisasi adalah
memecahkan masalah secara efisien dan bukan menghindari masalah. Maka
MBM harus mampu menemukan permasalahan, memecahkannya tepat
waktu dan memberi kontribusi terhadap efektivitas aktivitas belajar
mengajar.
3) Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Self-Managing System).
Penting bagi sekolah/madrasah untuk memiliki sistem pengelolaan mandiri
(self-managing system) di bawah kendali kebijakan dan struktur utama,
memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran dan strategi
manajemen, mendistribusikan sumber daya manusia dan sumber daya lain,
memecahkan masalah dan meraih tujuan menurut kondisi mereka masing-
masing. Karena sekolah menerapkan sistem pengelolaan mandiri maka

41
sekolah/madrasah perlu untuk mengambil inisiatif sebagai bentuk tanggung
jawab mereka sendiri.
4) Prinsip Inisiatif Manusia (Human Initiative).
Peranaan anggota organisasi sebagai sumber daya manusia sangat
memberkan pengaruh terhadap efektivitas organisasi. sumber daya manusia
merupakan poin utama manajemen oleh sebab itu sumber daya manusia di
sekolah/madrasah diharapkan agar lebih berperan, berinisiatif dan
berpartisispasi secara luas dalam mengembangkan potensinya.
Dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah mengenai otonomi
daerah tersebut, maka daerah (Kabupaten/Kota) diberi kewenangan membuat
Peraturan-Peraturan sendiri, termasuk peraturan mengenai pendidikan.
Pengelolaan pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota diserahkan pada
lembaga pendidikan masing-masing untuk membuat kebijakan dengan konsep
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M).
Dalam Manajemen Berbasis Madrasah/Sekolah (MBS/M),
pengembangan pendidikan dilakukan dengan orientasi pendekatan “dari bawah
ke atas” (bottom up approach). Pendekatan bottom up merupakan pengambilan
keputusan di setiap level instansi, misalnya sekolah, Dinas Kabupaten/Kota,
yayasan penyelenggara pendidikan, dan sebagainya. Berbagai aspirasi dan
kebutuhan yang menjadi kepentingan umum, sesuai kondisi, potensi dan
prospek sekolah, diakomodasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai
wewenang dan tanggung jawabnya.
Kebijakan otonomi pendidikan membawa pengaruh dan perubahan
yang besar terhadap kurikulum dan pembelaran di sekolah/madrasah.
Sekolah/Madrasah membuat dan mengembangkan kurikulumnya sendiri
berdasarkan kondisi dan kebutuhan lembaganya. Pemerintah pusat hanya
memberikan standar-standar acuan yang akan dicapai oleh sekolah/ madrasah.

f) Komite Madrasah dalam Manajemen Berbasis Madrasah


Perspektif historis persekolahan, sesungguhnya masyarakat dan orang
tua peserta didik telah membantu penyelenggaraan pendidikan. Sebelum tahun
1974 masyarakat dan orang tua peserta didik di lingkungan sekolah/madrasah

42
telah membentuk Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG). Seiring
dengan perjalanan waktu diawal tahun 1974 POMG dibubarkan dan dibentuk
suatu badan yang dikenal dengan BP3. Seiring dengan perkembangan tuntutan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan
oleh sekolah serta perubahan sistem penyelenggaraan tatanan pemerintahan
dari sentralisasi ke desentralisai, maka bertukarlah model manajemen menjadi
manajemen berbasis sekolah/madrasah.
Dalam kontek manajemen berbasis sekolah/madrasah partisipasi
masyarakat merupakan faktor strategis, oleh sebab itu dipandang perlu adanya
suatu penataan peran dan fungsi BP3 yang selaras dengan tuntutan masa
sekarang dan masa mendatang. Pada saat ini, selain adanya BP3 dibentuk pula
Komite Sekolah. Anggota dari komite sekolah ini adalah Kepala sekolah,
perwakilan guru, Ketua BP3, Ketua LKMD dan Tokoh masyarakat sebagai
anggota. Peran dan fungsi komite sekolah/madrasah berkembang sesuai
kebutuhan sekolah/madrasah dan selaras dengan tuntutan perubahan yang
dilandasi dengan kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun
budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat sekolah”
yang mempunyai loyalitas pada peningkatan kualitas peserta didik. Fattah
(2004) mengemukakan bahwa “Untuk terciptanya masyarakat sekolah yang
kompak dan sinergi, maka komite sekolah/madrasah merupakan bentuk atau
wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan”.
Dalam Kepmen Diknas no 44/U/22/2002 dijelaskan bahwa komite
sekolah/madrasah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra
sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Sedangkan namanya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah satuan
pendidikan masing-masing, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan,
Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan sekolah, Majelis Sekolah, Majelis
Madrasah, Komite TK, atau nama lain yang disepakati. Komite
sekolah/madrasah terdiri dari satu satuan pendidikan, atau beberapa satuan

43
pendidikan dalam jenjang pendidikan yang sama, atau beberapa satuan
pendidikan yang berbeda jenjang pendidikan tetapi berada pada lokasi yang
berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu
penyelenggara pendidikan atau dikarenakan pertimbangan lainnya. Komite
sekolah/madrasah bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hierarkis
dengan lembaga pemerintahan. Adapun tujuan komite sekolah/madrasah
adalah :

1) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam


melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan
2) Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan
3) Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan
pendidikan.
Peran dan fungsi komite sekolah/madrasah berkembang sesuai
kebutuhan sekolah/madrasah dan selaras dengan tuntutan perubahan yang
dilandasi dengan kesepakatan, komitmen, kesadaran dan kesiapan
membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat
sekolah” yang mempunyai loyalitas pada peningkatan kualitas peserta didik.
Peranan komite sekolah/ madrasah adalah :
1) Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan
2) Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
3) Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan
4) Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.

44
Sedangkan fungsi Komite Sekolah/Madrasah adalah :
1) Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
2) Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu
3) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat
4) Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai : 1) kebijakan dan program pendidikan, 2) Rencana
Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS), 3) kriteria kinerja
satuan pendidikan, 4) kriteria tenaga kependidikan, 5) kriteria fasilitas
pendidikan dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
5) Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna
mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan
6) Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan disatuan pendidikan
7) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Dalam Kepmen Diknas no 44/U/22/2002 tersebut dinyatakan bahwa
keanggotaan komite sekolah/madrasah terdiri dari : Unsur masyarakat, orang
tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia
usaha/industri, organisasi profesi tenaga pendidikan, wakil alumni, dan wakil
peserta didik. Serta dari unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara
pendidikan dan Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai
anggota Komite Sekolah. Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya
berjumlah 9 (sembilan) orang. Sedangkan Kepengurusan Komite Sekolah
terdiri dari : Ketua, Sekretaris, Bendahara. Pengurus tersebut dipilih dari dan
oleh anggota. Sedangkan ketua komite sekolah bukan berasal dari kepala
satuan pendidikan.

45
Komite Sekolah wajib memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran
Rumah Tangga (ART). Anggaran Dasar sekurang-kurangnya memuat: 1)
Nama dan tempat kedudukan, 2) Dasar, tujuan dan kegiatan, 3) Keanggotaan
dan kepengurusan, 4) Hak dan kewajiban anggota dan pengurus, 5) Keuangan,
6) Mekanisme kerja dan rapat-rapat, 7) Perubahan AD dan ART serta
pembubaran organisasi.

2. Manajemen Strategik dalam Pendidikan


a) Makna Manjemen Strategik
Manajemen strategik pada dasarnya merupakan seni dan ilmu untuk
memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi keputusan-keputusan
strategik antar fungsi-fungsi manajemen yang memungkinkan sebuah
organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan masa depannya secara efektif dan
efisien. Hal ini senada dengan gagasan Jauch dan Gluek (1988:5) yang
mengatakan; Strategic management is a stream of decisions and actions
which lead to development of an effective strategy or strategies to help
achieving objectives. The strategic management process is the way in which
strategic determined objectives and make strategic decisions.
Dari statemen tersebut dapat dipahami bahwa manajemen strategik
merupakan arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada perkembangan
suatu strategi atau strategi-strategi yang efektif untuk membantu mencapai
sasaran organisasi. Proses manajemen strategik ialah suatu cara dengan jalan
bagaimana para perencana strategi menentukan sasaran dan membuat
kesimpulan strategi. Dan proses itu harus dilakukan secara terus menerus
sesuai dengan konsep manajemen strategik yang dinamis untuk menghasilkan
keputusan yang tepat bagi organisasi yang bersangkutan.
Sementara itu, Wheelen dan Hunger (1996:3, 2002:2) memaknai
manajemen strategik sebagai ”Serangkaian keputusan manajerial dan
kegiatan-kegiatan yang menentukan kinerja suatu organisasi dalam jangka
panjang.” Kegiatan-kegiatan tersebut terdiri dari perumusan atau perencanaan
strategik, pelaksanaan atau implementasi, serta pengendalian dan evaluasi
strategik dengan memperhatikan isu-isu strategik lingkungan yang

46
berkembang, peluang dan ancaman, serta kemampuan dan kelemahan suatu
organisasi.
Dalam dunia pendidikan, keputusan serta kebijakan yang strategis
akan sangat mempengaruhi kesuksesan yang akan dicapai di masa-masa yang
akan datang, karena keputusan dan kebijakan itu ditentukan secara matang
dan komprehensif berdasarkan pertimbangan berbagai faktor yang ada
terutama faktor internal dan faktor eksternal suatu lembaga pendidikan
(sekolah/madrasah) serta kekuatan sumber daya yang dioptimalkan secara
baik dan tepat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan itu, manajemen strategik
memiliki fungsi yang sangat penting. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Drucker (1982:93):
The primary tasks of strategic management are to understand the
environment, define organizational goals, identify options, make and
implement decisions, and evaluate actual performance. Thus, strategic
planning aims to exploit the new and different opportunities of
tomorrow, in contrast to long range planning, which tries to optimize
for tomorrow the trends of today.

Dari statemen tersebut dapat ditegaskan bahwa fungsi manajemen


strategik adalah untuk memahami lingkungan, menentukan tujuan-tujuan
organisasi, mengidentifikasi alternatif pilihan, membuat dan melaksanakan
keputusan-keputusan, serta mengevaluasi penampilan kegiatan. Sedangkan
perencanaan strategik berupaya mendayagunakan berbagai peluang baru yang
mungkin terjadi pada masa yang akan datang, dan perencanaan jangka
panjang berupaya mengoptimalkan kecenderungan-kecenderungan yang
terjadi masa kini untuk masa yang akan datang.
Dari sejumlah definisi diatas dapat dikatakan bahwa manajemen
strategik merupakan suatu cara untuk mengendalikan organisasi secara efektif
dan efisien, sampai kepada implementasi garis terdepan sedemikian rupa
sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Sasaran manajemen strategik adalah
dalam rangka meningkatkan : (1) Kualitas organisasi, (2) Efisiensi

47
penganggaran, (3) Penggunaan sumber daya, (4) Kualitas evaluasi program
dan pemantauan kinerja, serta , (5) Kualitas pelaporan (Akdon, 2006:79)
Manajemen strategik memfokuskan diri pada pengintegrasian
manajemen, marketing (pemasaran), finance/accounting (keuangan),
production/operation, research and development (penelitian dan
pengembangan) dan computer information system (sistem informasi
komputer) untuk mencapai kesuksesan organisasi. Begitu pula dalam
pendidikan, pendidikan tidak bisa dilepaskan dari beberapa komponen
tersebut, karena pada dasarnya kesuksesan pencapaian tujuan pendidikan juga
ditentukan oleh sinergitas seluruh bidang tersebut.
b) Tahapan dalam Manajemen Strategik
Proses manajemen strategik menurut Wheelen dan Hunger (1996:7-
15, 2002:9-16) terdiri dari 4 tahapan yaitu: ”Perekaman lingkungan,
formulasi strategi, implementasi strategi, serta evaluasi dan pengendalian
strategi.” Keempat tahapan tersebut dapat penulis deskripsikan secara lebih
komprehensif sebagai berikut; pertama, perekaman lingkungan. Hal ini
mencakup persoalan pengamatan isu-isu lingkungan strategik yang muncul,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kedua, formulasi strategi. Hal
ini meliputi pengembangan visi, misi, pengidentifikasian kesempatan
(opportunity) dan ancaman (threats) dari luar organisasi, menentukan
kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) internal, menentukan tujuan-
tujuan jangka panjang, menemukan strategi alternatif dan memilih strategi
tertentu untuk diterapkan. Ketiga, implementasi strategi. Hal ini meliputi
mengembangkan budaya yang mendukung strategi yang dilakukan,
menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengarahkan kembali
marketing, menyiapkan budget/biaya, mengembangkan sistem informasi dan
kompensasi pegawai. Untuk melakukan strategi, institusi harus menetapkan
tujuan tahunan, mengubah kebijakan-kebijakan, memotivasi pegawai dan
mengalokasikan sumber-sumber daya secara tepat dan sehingga strategi yang
sudah dibuat dapat dilaksanakan; serta keempat, evaluasi dan pengendalian

48
strategi. Hal ini merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengetahui strategi
apa saja yang tidak terlaksana dengan baik.
Kegiatan evaluasi dan pengendalian strategi ini meliputi: (a)
peninjauan kembali faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar
dari strategi yang diterapakan, (b) mengukur kinerja dan (c) melakukan
tindakan-tindakan korektif. Hal ini dilakukan agar performen organisasi tetap
baik dan meningkat. Evaluasi ini perlu dilakukan karena keberhasilan suatu
lembaga pendidikan saat ini tidak menjamin sukses di masa-masa yang akan
datang.
Analisis SWOT sering diaplikasikan dibeberapa perusahaan dan juga
pada lembaga pendidikan. Analisis SWOT dapat melahirkan beberapa
strategi, seperti yang diungkap oleh David (2005 : 284) :
Matrik Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman (Strenghts Weakness
Opportunities Threats - SWOT Matrix) adalah alat untuk mencocokan
yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi : SO
(Kekuatan - Peluang, Strenghts - Opportunities), WO (Kelemahan -
Peluang, Weakness – Opportunities), ST (Kekuatan – Ancaman,
Strenghts – Threats), WT (Kelemahan – Ancaman, Weakness – Threats).

Analisis di atas melahirkan beberapa strategi yaitu : pertama, Strategi


Agresif (SO), merupakan strategi yang digunakan untuk memenangkan
peluang pendidikan yang datang dari luar karena memastikan diri memiliki
beberapa keunggulan di dalam. Strategi SO menggunakan kekuatan internal
untuk memanfaatkan peluang eksternal. Ketika suatu perusahaan memiliki
kelemahan, ia akan berusaha mengatasinya dan menjadikannya kekuatan.
Ketika organisasi menghadapi ancaman, ia akan berusaha menghindarinya
untuk berkonsentrasi pada peluang.
Kedua, Strategi Penyehatan (WO), merupakan strategi yang
digunakan untuk memperbaiki kelemahan untuk diubah menjadi keunggulan,
kemudian digunakan untuk menangkap peluang yang ada di luar organisasi.
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan
memanfaatkan peluang eksternal. Kadang-kadang peluang eksternal itu ada
tetapi perusahaan memiliki kelemahan internal yang menghambatnya.

49
Ketiga, Strategi diverifikasi konsentrik (ST), Strategi ST
menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi
pengaruh dari ancaman eksternal, karena persaingan dan ancaman selalu
menghantui dan membayang-bayangi, dengan menciptakan berbagai program
sehingga pelanggan dapat memilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Keempat, Strategi Penyehatan (WT), strategi yang digunakan untuk
memperbaiki kelemahan dan menghindari ancaman dari luar. Strategi WT
juga merupakan taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan
internal dan menghindari ancaman eksternnal.
c) Keuntungan Manajemen Strategik
Madrasah pada dasarnya membutuhkan pola manajemen yang mampu
menjembatani tuntutan perkembangan zaman dan upaya peningkatan kualitas
pendidikannya. Dalam hal ini, manajemen strategic merupakan salah satu
alternatif manajemen yang dapat dikembangkan secara lebih serius di
lingkungan madrasah, terutama dalam hal ini madrasah aliyah yang telah
memiliki tingkat kedewasaan organisasi yang lebih matang daripada di
tingkatnya. David (2000:14) menegaskan bahwa “Manajemen strategik
memungkinkan sebuah organisasi untuk lebih proaktif dalam membentuk
masa depannya, juga memungkinkan organisasi untuk berinisiatif sehingga
lebih memiliki kontrol terhadap keberadaannya.”
Penelitian menemukan bahwa proses manajemen strategik membawa
keuntungan. Komunikasi adalah kunci sukses manajemen strategik. Melalui
keterlibatan dalam proses, pimpinan dan bawahan memiliki pengertian
(understanding) dan komitmen, mereka menjadi sangat kreatif dan inovatif.
Oleh karena itu keuntungan yang besar dari manajemen strategik adalah
kesempatan untuk memperkuat setiap individu termasuk dalam hal ini adalah
seluruh komponen yang ada di perguruan tinggi. Dengan kata lain, untuk
memaksimalkan fungsi manajemen strategik yang akan diterapkan,
keterlibatan seluruh sumber daya manusia yang ada di madrasah, baik
pimpinan maupun bawahan mutlak diperlukan, baik dalam memformulasikan

50
strategi maupun implementasi dan evaluasi strategi pendidikan yang telah
dirancang.
Secara garis besar terdapat 2 (dua) keuntungan dari aplikasi
manajemen strategik, termasuk bagi dunia pendidikan di madrasah, yaitu:
1) Keuntungan finansial. Penelitian menemukan bahwa organisasi
(madrasah/sekolah) yang menggunakan konsep manajemen strategik
mendapatkan keuntungan finansial yang lebih serta produktivitas yang
lebih besar dibandingkan dengan organisasi (madrasah/sekolah) yang tidak
menggunakan konsep tersebut. Organisasi yang memiliki kinerja yang
baik adalah organisasi yang dapat membuat keputusan dengan antisipasi
jangka pendek dan jangka panjang yang baik. Sebaliknya organisasi yang
buruk biasanya hanya memfokuskan pada kegiatan pemecahan masalah
internal dan kurang dapat melakukan antisipasi terhadap kondisi di masa
depan.
2) Keuntungan nonfinansial. Manajemen strategik memberikan keuntungan
nonfinansial, antara lain: meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman
eksternal, meningkatkan pemahaman akan strategi pesaing, meningkatkan
produktivitas pegawai, menurunkan penolakan terhadap perubahan serta
meningkatnya mutu pendidikan yang akan dihasilkan dan lain sebagainya.
Kedua keuntungan dari manajemen strategik tersebut tentunya akan
dapat dicapai manakala institusi pendidikan mampu melaksanakan
manajemen strategiknya dengan baik dan tepat.

3. Standar Nasional Pendidikan (SNP)


Kebijakan Standar Nasional Pendidikan merupakan amanat dari
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU no 20 tahun 2003) pasal 35
ayat (1) Standar Pendidikan Nasional terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara
berencana dan berkala. Ayat (2) Standar Nasional Pendidikan digunakan
sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. Ayat (3) Pengembangan Standar

51
Nasional Pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan.

a) Standar Isi (SI)


Standar Isi adalah Materi Minimal dan Tingkat Kompetensi Minimal,
untuk Mencapai Kompetensi Lulusan Minimal. Standar Isi dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Dalam Pasal 5 ayat (1)
dinyatakan bahwa standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi secara keseluruhan mencakup tentang :
1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam
penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan.
2) Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan
menengah,
3) Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan
pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian
tidak terpisahkan dari standar isi.
4) Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
b) Standar Proses
Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan
pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk
mencapai kompetensi lulusan.
Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien. Pada pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan

52
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
c) Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pasal 25 ayat (1)
Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Ayat (2) Standar
kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi
untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah
atau kelompok mata kuliah. Fungsi Standar Kompetensi Lulusan adalah :
1) Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
2) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
4) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Ruang Lingkup Standar Kompetensi Lulusan adalah :


1) Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Satuan Pendidikan SMA,
2) Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Kelompok Mata Pelajaran yaitu :
(a) Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia,
(b) Kelompok Mata Pelajaran Kewarganegaraan dan Budi Pekerti,
(c) Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,

53
(d) Kelompok Mata Pelajaran Estetika,
(e) Kelompok Mata Pelajaran Jasmani Olahraga dan Kesehatan.
3) Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Mata Pelajaran
d) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pasal 28 ayat (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Ayat (2)
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. Ayat (3)
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi : kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
e) Standar Sarana dan Prasarana
Pasal 42 ayat (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Ayat (2)
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 yaitu : Pasal 1 yang
berbunyi ; “bahwa standar sarana dan prasarana untuk sekolah/madrasah
mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana”. Dan
Pasal 2 berbunyi ; “Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok
pemukiman permanen dan terpencil yang penduduknya kurang dari 1000
(seribu) jiwa dan yang tidak bisa dihubungkan dengan kelompok yang lain
dalam jarak tempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidak
membahayakan dapat menyimpangi standar sarana dan prasarana”.

54
f) Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan terdiri dari enam sub, yaitu: perencanaan program,
pelaksanaan kerja sekolah/madrasah, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan
kepala sekolah/madrasah, system informasi manajemen, dan penilaian khusus.
Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan pasal 49 ayat (1) Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan,
partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
1) Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah Pasal 59 ayat (1) Pemerintah
Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan
memprioritaskan program:
(a) Wajib belajar,
(b) Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan
menengah,
(c) Penuntasan pemberantasan buta aksara,
(d) Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah,
(e) Daerah maupun masyarakat,
(f) Peningkatan status guru sebagai profesi,
(g) Akreditasi pendidikan,
(h) Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan,
(i) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.
2) Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah pusat Pasal 60 Pemerintah menyusun
rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
(a) Wajib belajar,
(b) Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan
menengah dan tinggi,
(c) Penuntasan pemberantasan buta aksara,
(d) Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah,

55
(e) Maupun masyarakat,
(f) Peningkatan status guru sebagai profesi,
(g) Peningkatan mutu dosen,
(h) Standarisasi pendidikan,
(i) Akreditasi pendidikan,
(j) Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional,
dan global,
(k) Pemenuhan standar pelayanan minimal (spm) bidang pendidikan; dan
penjaminan mutu pendidikan nasional.
g) Standar Pembiayaan
Pasal 62 ayat (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi,
biaya operasi dan biaya personal. Ayat (2) Biaya investasi satuan pendidikan
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap. Ayat (3) Biaya personal sebagaimana meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik. Ayat (4) Biaya
operasi satuan pendidikan meliputi :
1) Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji.
2) Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan
tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
h) Standar Penilaian Pendidikan
1) Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
2) Penilaian hasil belajar peserta didik dilaksanakan berdasarkan standar
penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional;
3) Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik;
4) Penilaian dapat berupa ulangan dan atau ujian.

56
(a) Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan
pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik;
(b) Ulangan terdiri atas Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester,
Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan Kenaikan Kelas;
(c) Ujian meliputi Ujian Nasional dan Ujian Sekolah/ Madrasah.
5) Prinsip-prinsip penilaian : (a) Sahih, (b) Objektif, (c) Adil, (d) Terpadu, (e)
Terbuka, (f) Menyeluruh dan berkesinambungan, (g) Sistematis, (h)
Beracuan Kriteria, (i) Akuntabel.
Pasal 63 ayat (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah terdiri atas: a) penilaian hasil belajar oleh pendidik; b) penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c) penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah.

4. Manajemen Kurikulum Madrasah


Stoner dan Terrry ( 1987 :7) menyatakan bahwa “management is the
process of planning, organizing, leading, and controlling the effot organizing
members and of using all other organizational resources to achieve stated
organizational goals”. Berdasarkan pengertian tersebut manajemen dipahami
sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Jadi manajemen merupakan suatu proses dalam menggunakan sumber daya
organisasi untuk mencapai atau menyelesaikan tujuan organisasi melalui fungsi-
fungsi perencanaa, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Selain itu
manajemen juga dianggap sebagai kekuatan yang dapat membuat sesuatu bisa
terjadi dan manajemen pulalah yang mendorong berbagai sumber daya secara
bersama-sama agar sesuatu itu tercapai dan dapat terselesaikan secara efektif dan
efisien. Dan sumber daya yang digunakan dalam manajemen organisasi tersebut
mencakup : sumber daya manusia, sumber daya non manusia seperti keuangan,
fasilitas, informasi dan lain sebagainya selain manusia.

57
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi/materi pelajaran dan pengalaman yang dipersiapkan serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum tersebut akan menghasilkan lulusan yang
memiliki kompetensi tertentu dengan menggunakan seluruh kekuatan dan peluang
yang ada dalam lingkup pembelajaran yang dilakukan bersama-sama dengan
lingkungannya.
Jadi, manajemen kurikulum madrasah adalah sebagai suatu sistem
pengelolaan pengembangan kurikulum berbasis madrasah yang kooperatif,
komprehensif, sistemik dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian
tujuan kurikulum, isi/materi kurikulum, strategi/proses kurikulum dan evaluasi
kurikulum, yang dilihat dari aspek proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,
yang dilakukan oleh sejumlah orang yang bekerjasama baik dalam dan luar
lingkungan madrasah. Aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
kurikulum akan dibicarakan lebih lanjut.
a) Perencanaan Kurikulum
1) Pengertian perencanaan kurikulum
Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang paling penting dan
utama yang harus disusun sebelum menentukan fungsi-fungsi manajemen yang
lainnya, perencanaan dibuat untuk menentukan fungsi-fungsi manajemen yang
lainnya. perencaanaan kurikulum merupakan rangkaian tindakan untuk
kedepan tentang program kurikulum. Hamalik (2010 : 135) menyatakan bahwa
perencanaan bertujuan untuk mencapai seperangkat operasi konsisten dan
terkoordinasi guna memperoleh hasil-hasil yang diinginkan.
Sedangkan kurikulum menurut Ragan (1966) adalah seluruh program
dan kehidupan dalam sekolah, yang meliputi segala pengalaman anak dibawah
tanggung jawab sekolah. kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran,
tetapi juga meliputi seluruh kehidupan di dalam kelas, termasuk hubungan
sosial antara guru dan murid, metode mengajar dan cara mengevaluasi.
Sedangkan menurut Saylor dan Alexander (1956) kurikulum adalah segala

58
usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas,
dihalaman sekolah atau di luar sekolah dan termasuk kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasan (2002) bahwa kurikulum
merupakan suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan
yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan suatu rencana yang tertulis
atau seperangkat program yang berisikan tentang tujuan, isi, proses, strategi,
metode dan evaluasi yang akan diimplementasikan dalam proses pembelajaran
kepada peserta didik.
Dalam membuat rencana kurikulum sekolah/madrasah harus
memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan peserta didiknya. Brady
(1947 : 20) sebelum merancang kurikulum perlu dilakukan analisa situasi, dia
mengatakan bahwa : “A situational analysis is usually undertaken prior to the
process of developing a curriculum, ........may be also be necessary to
determine the effectiveness of a newly implemented curriculum”.
Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum tersebut seperti latar belakang siswa, pengalaman, sikap guru dan
keahliannya serta suasana sekolah, maka analisa situasi harus dilakukan
sebelum mengembangkan kurikulum, baik analisa terhadap kebutuhan, waktu
dan tempat dimana kurikulum tersebut dikembangkan. Hal ini dilakukan untuk
merancang program kurikulum yang baik dan agar dapat menentukan
efektivitas kurikulum yang akan diimplementasikan. Analisa situasi dilakukan
dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi adalah :
(a) Perubahan sosial dan budaya seperti; harapan-harapan orang tua, anggapan
masyarakat umum, adanya nilai-nilai, perubahan hubungan antara
seseorang dengan orang lain dan nilai idiologi.

59
(b) Sistem pendidikan dan tantangannya seperti; konteks kebijakan, konsep
ujian, kebijakan suatu daerah, rangcangan kurikulum, penelitian
kependidikan.
(c) Perubahan subtansi alam sebagai sumber belajar
(d) Sistem pendukung guru yang dapat memberikan potensi seperti; lembaga
traning guru dan lembaga penelitian
(e) Keberadaan sumber daya sekolah.

Faktor internal yang mempengaruhi adalah :


(a) Peserta didik meliputi; pertumbuhan bakat siswa, kemampuan, kenutuhan
kependidikan.
(b) Guru pada aspek nilai, sikap, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
(c) Etos sekolah meliputi; tradisi, dana, kekuasaan dan norma
(d) Sumber materi
(e) Sensitivitas problem dalam kurikulum.
Dalam membuat rencana kurikulum memang harus sejalan dengan
konteks kebutuhan dan situasi internal dan eksternal. Sesuai dengan pendapat
Skillbeck (1979: 79-80) dalam Brady (1947 : 21-22) yang menyatakan bahwa
analisa situasi sangat diperlukan sebelum melahirkan program kurikulum, hal
ini akan menjadi dasar untuk pengembangan kurikulum selanjutnya. Menurut
Skillbeck (1984) yang menjadi pertimbangan dalam analisa situasi adalah
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang harus dipertimbangkan
yaitu : peserta didik, guru, etos sekolah (kebijakan, tradisi, dana,
kepemimpinan), sumber materi (sarana dan prasarana), sensitivitas problem
dalam kurikulum. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi pertimbangan
adalah : Perubahan sosial dan budaya masyarakat (harapan-harapan orang tua,
anggapan masyarakat umum, adanya nilai-nilai, perubahan hubungan antara
seseorang dengan orang lain dan nilai idiologi), Sistem pendidikan dan
tantangannya (konteks kebijakan, konsep ujian, kebijakan suatu daerah,
rangcangan kurikulum, penelitian kependidikan), Perubahan subtansi alam
sebagai sumber belajar, Sistem pendukung guru yang dapat memberikan

60
potensi (lembaga traning guru dan lembaga penelitian), keberadaan sumber
daya sekolah.
Pendapat di atas sejalan dengan Olivia (1992:58) yang menjelaskan
bahwa dalam merencanakan kurikulum , yang diperhatikan pertama kalinya
adalah menganalisis isu eksternal dalam kaitanya dengan mengadopsi
kepentingan masyarakat, merumuskan tujuan yang akan menjadi sasaran dalam
satuan pendidikan, dan menganalisa kekuatan internal, untuk menyusun tim
sehingga kurikulum yang telah direncanakan akan tepat mencapai tujuan,
termasuk dalam hal ini adalah menguatkan kemampuan kepemimpinan,
motivasi, serta pengetahuan dari seluruh pihak yang terlibat, baik di tingkat
nasional, regional, sekolah maupun kelas, terlebih guru selaku pihak yang
terlibat langsung dan berinteraksi dengan anak didik dalam proses
pembelajaran.
Sedangkan menurut Beucamp (1975) tiga level kebutuhan yang harus
diperhatikan dalam menyusun rencana kurikulum adalah : 1) level sosial
(kebutuhan masyarakat), 2) level Institusional dimana lembaga pendidikan
tersebut berada, 3) level pembelajaran di kelas. Ketiga kebutuhan tersebut
harus dapat terintegrasi ke dalam satu kesatuan kurikulum.
Sebagai sebuah rencana, kurikulum dibuat berdasarkan berbagai
kondisi yang ada dan dipengaruhi oleh berbagai hal yang ada dalam lembaga
pendidikan tersebut. Muhaimin dkk (2008 : 24) analisis lingkungan internal
dan eksternal sebagai masukan akan menghasilkan kurikulum sebagai ide.
Masukan-masukan yang membentuk kurikulum sebagai ide menurut Muhaimin
adalah : 1) visi dan misi lembaga, 2) faktor idealisme yang dimiliki pimpinan
dari lembaga pendidikan tersebut, 3) adanya kebutuhan dari stakeholder, 4)
adanya ketersediaan sumber daya, 4) karakteristik peserta didik. Berbagai
masukan ini dilakukan analisis oleh pimpinan sekolah/madrasah bersama wakil
dan komite madrasah, hasil analisis ini akan melahirkan kurikulum sebagai ide.
Dalam mengembangkan kurikulum, Brady (1947 : 36) menyatakan
bahwa yang menjadi dasar bagi guru dalam mengembangkan kurikulum adalah
ilmu filsafat pendidikan, psikologi pendidikan dan sosiologi pendidikan.

61
the usual claim for bringing these disciplines into curriculum
development is the help they give teachers in specifying objectives and
planning learning experiences. Philosophy, psychology and sociology
provide knowledge which aids the teacher in determining objectives,
specifically in the three main areas : 1) the growth, interests and
readines of students (psychology), 2) the social conditions already
experienced or likely to be experienced (sociology), and 3) the nature
of knowledge and teaching (philosophy).

Aspek psikologis, sosiologis dan filosofis peserta didik, perlu


dipertimbangkan dalam mengembangkan kurikulum, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Aspek psikologis ini adalah pertumbuhan,
kebutuhan, keinginan, dan kesiapan peserta didik yang akan menjalani proses
pembelajaran tersebut. Sedangkan aspek sosiologis adalah kondisi masyarakat
saat ini dan kedepannya serta bagaimana lingkungan sosial yang sedang
dihadapi oleh peserta didik dan bagaimana kemungkinan kedepannya. Dan
aspek filosofis adalah karakterisitik pengetahuan dan pengajaran seperti apa
yang sesuai dengan peserta didik.
Beachamp (1975) menyatakan bahwa yang harus diperhatikan dalam
perencanaan kurikulum adalah : a) Tujuan pendidikan yang dicapai sekolah, b)
Pengalaman pendidikan yang dapat dikembangkan oleh sekolah, c) Tujuan
pendidikan dan pengalaman pendidikan yang spesifik dapat diimplementasikan
di sekolah.
Model perencanaan kurikulum terkait erat dengan berbagai tindakan
yang akan dilakukan guna membuat sebuah program kurikulum (curriculum-
instructional plan) bagi siswa. Perencanaan kurikulum menurut Hunkins
haruslah ditunjang oleh staf yang memiliki kualifikasi yang baik sehingga
tujuan program pembelajaran nantinya dapat dicapai sesuai harapan. Model
perencanaan kurikulum yang digagas oleh Hunkins (1990 : 37) mencakup tujuh
tahapan yaitu : (1) legitimasi dan konseptualisasi kurikulum, (2) diagnosa
kurikulum, (3) pengembangan dan pemilihan isi, (4) pengembangan dan
pemilihan pengalaman, (5) implementasi kurikulum, (6) evaluasi kurikulum,
(7) perbaikan kurikulum. ketujuh komponen ini saling mempengaruhi satu
sama lain. Sedangkan Beane (1986 : 42) menyatakan Bahwa:

62
Curriculum planning is a process ini which participants at many
levels make decicions about what the purposes of learning ought to
be, how those purposes might be carried out through teaching-
learning situations, and whether the purposes and means are both
appropriate and effective.

Dari berbagai pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa


perencanaan kurikulum adalah penyusunan rangkaian tindakan yang akan
dilakukan untuk ke depan dalam rangka untuk memperoleh hasil-hasil yang
diinginkan. Agar tujuan dari rencana tercapai perlu mempertimbangkan atau
melakukan analisis dari berbagai hal, sesuai kebutuhan dari pengguna
pendidikan dan kemampuan sekolah/madrasah dalam menyikapi kebutuhan
tersebut. Ada faktor lingkungan internal dan eksternal yang perlu dijadikan
pertimbangan dan dianalisis sebelum membuat perencanaan sehingga
perencanaan yang dibuat betul-betul mengakomodasi kebutuhan masyarakat
dan peserta didiknya serta sesuai dengan keadaan dan kemampuan
sekolah/madrasah dalam menyikapinya. Sejumlah pihak akan terlibat dan
bertangungjawab dalam penyusunan rencana kurikulum tersebut, seperti unsur
pimpinan, ahli pendidikan, komite madrasah, administrator, supervisor dan
guru.
Rencana kurikulum yang tertuang dalam sebuah dokumen akan
dijadikan acuan dalam pelaksanaan kurikulum melalui proses akademik.
Dokumen kurikulum tersebut akan menjadi tidak berguna jika hanya berhenti
sebagai “dokumen mati” yang tidak terimplementasikan dan hanya sebagai
syarat pemenuhan administrasi belaka. Oleh sebab itu dibutuhkan keterlibatan
seluruh komponen madrasah dalam perencanaan dan implementasinya ke
dalam proses akademik.

2) Prinsip-prinsip Perencanaan Kurikulum


Semua jenis perencanaan kurikulum terjadi pada semua tingkat
pendidikan dan disesuaikan dengan tingkatan kelas. Secara umum, sebuah
perencanaan kurikulum yang realistis disusun berdasarkan prinsip-prinsip yang
intinya mencakup; (1) perencanaan kurikulum berkenaan dengan pengalaman-
pengalaman para siswa, (2) perencanaan kurikulum dibuat berdasarkan

63
berbagai keputusan tentang konten dan proses, (3). perencanaan kurikulum
mengandung keputusan-keputusan tentang berbagai isu dan topik, (4)
perencanaan kurikulum melibatkan banyak kelompok, (5) perencanaan
kurikulum dilaksanakan pada berbagai tingkatan (level), serta (6) Perencanaan
kurikulum adalah sebuah proses yang berkelanjutan.
Perencanaan kurikulum yang dibuat benar-benar harus memperhatikan
kepentingan peserta didik baik dari aspek psikologi, potensi akademik dan
kepentingan masyarakat atau lingkugan serta kemajuan ilmu dan teknologi,
atas dasar inilah maka dalam menyusun kurikulum harus direncanakan dengan
matang dan tepat sasaran. Perencanaan kurikulum merupakan proses awal
untuk melangkah dalam membuat sebuah pedoman atau acuan untuk kegiatan
pembelajaran di sekolah/madrasah.

3) Fungsi Perencanaan Kurikulum


Pimpinan perlu menyusun perencanaan kurikulum secara cermat,
teliti, menyeluruh dan rinci, karena kurikulum memiliki fungsi sebagaimana
yang diungkap Hamalik ( 2010 : 152), bahwa fungsi kurikulum sebagai :
(a) Pedoman yang berisikan tentang jenis, sumber, peserta didik yang
diperlukan, media penyampaiannya, tindakan yang perlu dilakukan,
sumber biaya, tenaga, sarana yang diperlukan, system kontril dan evaluasi,
peran unsure-unsur ketenagaan, untuk mencapai tujuan manajemen
organisasi.
(b) Penggerak roda organisasi dan tata laksana untuk menciptakan perubahan
dalam masyarakat sesuai tujuan organisasi. Perencanaan kurikulum yang
matang, besar sumbangannya terhadap pembuatan keputusan oleh
pimpinan, dan oleh karenanya perlu memuat informasi kebijakan yang
relevan dan di samping seni kepemimpinan dan pengetahuan yang telah
dimiliknya.
(c) Motivasi untuk melaksanakan system pendidikan sehingga mencapai hasil
optimal.

64
4) Kerangka Kerja Perencanaan Kurikulum
Kerangka kerja pada dasarnya merupakan fundamental job guidance yang
secara operasional akan menentukan orientasi tujuan yang ingin direalisasikan.
Oleh karena itulah, dalam konteks perencanaan kurikulum, diperlukan adanya
kerangka kerja umum, agar perencanaan kurikulum tersebut tersusun secara
sistematis dan terorganisasi. Kerangka kerja (framework) ini mencakup model,
ide, dan harapan sebuah perencanaan kurikulum. Kerangka kerja perencanaan
kurikulum dapat diuraikan sebagai berikut (Hamid, 2001:132)
(a) Fondasi. Pendidikan berdasarkan tiga daerah fondasi yang luas, yaitu filsafat,
sosiologi dan psikologi, yang berhubungan dengan kebutuhan individu
maupun masyarakat. Perencanaan kurikulum berhubungan dengan fokus
spesifik dan subjek daerah fondasi tersebut.
(b) Tujuan (Goals). Area yang paling luas dan kerangka kerja kurikulum adalah
definisi tujuan pendidikan secara menyeluruh. Berdasarkan tiga daerah
fondasi tadi, tujuan umum (goals) menyajikan tujuan (purpose) yang
dikembangkan pada berbagai jenjang wilayah (nasional, propinsi, kabupaten
atau kotamadya, dan masyarakat luas). Rumusan tujuan tersebut
merefleksikan tingkat atau daerah satu dengan yang lainnya. Tingkat nasional
memberikan petunjuk bagi pengembangan lokal, dan sebaliknya.
Masalahnya, perencanaan kurikulum yang spesifik tidak mempertimbangkan
rumusan tujuan yang luas atau rumusan tujuan umum berkelanj utan.
(c) General Objectives. Tujuan umum menyajikan berbagai tujuan yang
mengalihkan kegiatan belajar mengajar sejalan dengan tingkat perkembangan
siswa (dan anak-anak sampai dewasa) sehingga program pendidikan pun
sejalan dengan tingkat perkembangan siswa tersebut.
(d) Decision Screen. Guru atau pihak perencana kurikulum perlu
mempertimbangkan lima daerah yang akan mempengaruhi keputusan
(decision) mereka, yaitu: karakteristik siswa yang menggunakan kurikulum
tersebut, refleksi prinsip-prinsip belajar, sumber-sumber umum penunjang,
jenis pendekatan kurikulum (terpisah, terkorelasi, dan sebagainya), dan

65
pengorganisasian pengelolaan disiplin spesifik yang digunakan dalam
perencanaan situasi belajar-mengajar.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum paling efektif jika dikerjakan
secara bersama-sama, perencanaan kurikulum baru memuat artikulasi program
sekolah dan siswa pada setiap jenjang dan tingkatan sekolah, program sekolah
harus dirancang untuk mengkoordinasikan semua unsur dalam kurikulum
kerangka kerja pendidikan pada setiap satuam pendidikan mengembangkan dan
memperhalus suatu struktur organisasi yang memfasilitasi studi masalah-masalah
kurikulum dan mensponsori kegiatan perbaikan kurikulum dan evaluasi, untuk
menyediakan revitalisasi rencana dan program kurikulum dalam
pengembangannya memerlukan partisipasi kooperatif harus dilaksanakan dalam
kegiatan-kegiatan perencanaan kurikulum perubahan yang terjadi kaitannya
dengan peserta didik dan tujuan akan berdampak pada pelaksanaan perencanaan
kurikulum oleh karena itu perencanaan kurikulum memerlukan dilakukan
evaluasi secara kontinyu terhadap semua aspek pembuatan keputusan kurikulum.

5) Komponen Perencanaan Kurikulum


Secara umum, dalam perencanaan kurikulum harus dipertimbangkan
kebutuhan masyarakat, karakteristik pembelajar, dan lingkup pengetahuan
menurut hierarki keilmuan (Taba dalam Saylor, et al., 1981:77). Siswa dengan
karakteristik tersebut memiliki dua kemungkinan, meneruskan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, atau terjun ke dunia kerja serta masyarakat. Oleh
karena itu, pengelolaan komponen perencanaan kurikulum harus memerhatikan
faktor tujuan, konten, kegiatan (aktivitas), sumber yang digunakan, dan instrumen
evaluasi (pengukuran).
Sukmadinata (1999 : 31) mengungkapkan bahwa komponen yang ada
dalam kurikulum saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain, merupakan
suatu system yang utuh, komponen tersebut adalah : (1) tujuan, (2) materi, (3)
metode, (4) organisasi, (5) evaluasi. komponen-komponen ini harus ada dalam
perencanaan kurikulum, karena akan menjadi acuan terhadap pelaksanaan
kurikulum dalam proses pembelajaran.

66
Penyusunan komponen perencanaan yang telah ditetapkan akan
berdampak pada efektif atau tidaknya kegiatan perencanaan, dalam penyusunan
komponen kurikulum memuat beberapa hal sebagai berikut;

a) Tujuan Kurkulum
Perumusan tujuan pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
siswa sebagai anggota masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya. Dalam kurikulum atau
pengajaran kurikulum memegang peranan penting, yang akan mengarahkan
semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum yang
lainnya. Tujuan merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum. Tujuan kurikulum merupakan tujuan operasional yang
hendak dicapai melalui kegiatan pembelajaran. Marge (1962) dalam seller &
miller (1985 : 182) menyebutkan bahwa “tujuan instruksional sebagai tujuan
perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh sisiwa pada kondisi
tingkat kompetensi tertentu.”
Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggara sekolah berpedoman
pada tujuan pendidikan nasional. Sumber dan tujuan (aim, goal, maupun
objective) ini adalah sumber empiris, sumber filosofis, sumber mata pelajaran,
konsep kurikulum, analisis situasional, dan tekanan pendidikan. Klasifikasi dari
tujuan pendidikan dimulai dari tujuan yang sangat umum sampai tujuan kusus
yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang selanjutnya disebut kompetensi.
Hamalik (2010) mengungkapkan bahwa tujuan kurikulum merupakan sasaran
yang hendak dicapai oleh suatu kurikulum. hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam merumuskan tujuan kurikulum yaitu :
1) Tujuan pendidikan nasional, karena tujuan pendidikan nasional akan menjadi
landasan bagi setiap lembaga pendidikan.
2) Kesesuaian kurikulum dan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
3) Kesesuaian tujuan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat atau lapangan
kerja.
4) Kesesuaian tujuan dengan perkembangan ilmu dan teknologi saat ini.
5) Kesesuaian tujuan kurikulum dengan sistem nilai dan aspirasi yang berlaku
dalam masyarakat.

67
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan terdiri dari 5 (lima) yaitu :
pertama, Tujuan Pendidikan Nasional yang terdapat dalam UU NO 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SNP) pasal 3 (tiga) yaitu : untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrastis dan bertanggung
jawab. Kedua, tujuan institusional pendidikan (kompetensi lulusan yang
diharapkan seperti apa), ketiga, tujuan kurikuler (kompetensi mata pelajaran),
keempat, tujuan pembelajaran umum (standar kompetensi), kelima, tujuan
pembelajaran khusus (kompetensi dasar).
Dalam merumuskan tujuan pendidikan faktor internal dan eksternal sangat
perlu diperhatikan, seperti kebijakan pemerintah, kebutuhan masyarakat,
kebutuhan peserta didik, lingkungan sosial dan budaya dimana lembaga
pendidikan tersebut berada, kemampuan lembaga dalam megaplikasikan tujuan
yang telah ditetapkan baik dari segi guru, sarana dan prasarana, dana dan
managemennya.

b) Konten (Isi) Kurikulum


Hamalik (2010 : 161) mengemukakan bahwa isi kurikulum adalah
keseluruhan materi dan kegiatan yang tersusun dalam urutan dan ruang lingkup
yang mencakup bidang pengajaran, mata pelajaran, masalah-masalah proyek-
proyek yang perlu dikerjakan. Saylor (dalam Seller & Miller, 1985 : 185)
menyatakan bahwa:
Content is those facts, observations, data, perceptions, discernments,
sensibilities, design, and solutions drawn from what the minds of men have
comprehended from experience and those constructs of the mind that
organize and rearrange these products of experience into lore, ideas,
concepts, generalizations, principles, plans and solutions.

Taba (1962 : 267) dan zais (1976 : 343) menyatakan kriteria yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan isi kurikulum yaitu: (a) signifikansi, yaitu seberapa
penting isi kurikulum pada suatu disiplin atau tema studi. (b) validitas, yang

68
berkaitan dengan keotentikan dan keakuratan isi kurikulum tersebut. (c) relevansi
sosial, yaitu keterkaitan isi kurikulum dengan nilai moral, cita-cita, permasalahan
sosial, isu kontroversial, dan sebagainya, untuk membantu siswa menjadi anggota
efektif dalam masyarakat. (d) utility atau kegunaan (daya guna), berkaitan dengan
kegunaan isi kurikulum dalam mempersiapkan siswa menuju kehidupan dewasa.
(e) learnability atau kemampuan untuk dipelajari, yang berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam memahami isi kurikulum tersebut. (f) minat, yang
berkaitan dengan minat siswa terhadap isi kurikulum tersebut.
Hamalik (2010 : 161) menyatakan bahwa isi kurikulum disusun
berdasarkan : (1) bidang-bidang keilmuan yang terdiri atas ilmu-ilmu social,
administrasi, ekonomi, komunikasi, dan rekayasa teknologi, IPA, matematika dan
lain-lain. (2) jenis-jenis mata pelajaran disusun dan dikembangkan bersumber dari
bidang-bidang tersebut sesuai dengan tuntutan program. (3) tiap mata pelajaran
dikembangkan menjadi satuan-satuan bahasan dan pokok-pokok bahasan atau
standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Penyusunan isi/materi kurikulum dapat dibagi menjadi enam kelompok
yaitu :
1) Mata pelajaran terpisah (separated subject), kurikulum yang terdiri dari mata
pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada
hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada
waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan dan
kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama.
2) Mata pelajaran berkorelasi, korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang
ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3) Bidang studi, pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta
memiliki cirri-ciri yang sama dan dikorelasikan dalam satu bidang pengajaran.
Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan core subject dan mata pelajaran
lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.

69
4) Program yang berpusat pada anak, program kurikulum yang menitikberatkan
pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5) Inti masalah (core program), program yang berupa unit-unit masalah, dimana
masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu dan mata pelajaran lainnya
diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan
masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya
diberikan secara terintegrasi.
6) Electrik program, suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi
kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Jadi, konten atau isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan
pelajaran yang diberikan kepada peserta didik dalam kegiatan proses
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan kurikulum. Isi kurikulum meliputi
bahan kajian dan mata pelajaran seperti pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
yang diasosiasikan dengan mata pelajaran. isi atau materi pembelajaran disusun
secara logis dan sistematis dalam bentuk teori, konsep, generalisasi, prinsip,
prosedur, fakta, istilah, contoh/ilustrasi, definisi dan preposisi.

c) Strategi/Proses Belajar)
Aktivitas belajar dapat didefinisikan sebagai berbagai aktivitas yang
diberikan pada pembelajar dalam situasi belajar-mengajar. Aktivitas belajar ini
didesain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan,
sehingga berbagai tujuan yang ditetapkan, terutama maksud dan tujuan
kurikulum, dapat tercapai. Berkaitan dengan aktivitas belajar, harus diperhatikan
pula strategi belajar-mengajar yang efektif, yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut: pertama, pengajaran expository. Pengajaran expository atau penjelasan
rinci ini melibatkan pengiriman informasi dalam arah tunggal, dan suatu sumber
ke pembelajar. Kedua, pengajaran interaktif, pada hakikatnya, pengajaran ini
sama dengan pengajaran expository. Ketiga, pengajaran atau diskusi kelompok
kecil. Karakteristik pokok dan strategi ini melibatkan pembagian kelas ke dalam
kelompok-kelompok kecil yang bekerja relatif bebas, untuk mencapai suatu
tujuan. Keempat, pengajaran inkuiri atau pemecahan masalah. Ciri utama strategi

70
ini adalah aktifnya pembelajar dalam penentuan jawaban dan berbagai pertanyaan
serta pemecahan masalah. Kelima, strategi belajar-mengajar cooperative learning,
community service project, mastered learning, dan project approach.
Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam memilih strategi/metode
pembelajaran yaitu : pertama, kecocokan metode dengan materi pelajaran yang
akan disampaikan. Kedua, variasi metode, dalam menyampaikan materi perlu
adanya variasi metode, hal ini dilakukan agar peserta didik tidak bosan dan
menjadi lebih kreatif dan bermakna. Ketiga, metode yang dipilih hendaknya dapat
membentuk kompetensi siswa secara keseluruhan baik afektif, kognitif dan
psikomotornya.

d) Sumber
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang bisa dijadikan rujukan
sesuai dengan materi belajar, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan atau tujuan pembelajaran. sumber belajar tersebut terdiri dari : buku
dan bahan tercetak, perangkat lunak komputer, film dan kaset video, kaset,
televisi dan proyektor, CD ROM interaktif, dan lain sebagainya.

e) Evaluasi
Evaluasi dan penilaian merupakan bagian integral dalam kurikulum yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang telah dicapai setelah
pelaksanaan kurikulum. Hamalik (2010 : 164). Evaluasi atau penilaian dilakukan
secara bertahap, berkesinambungan, dan bersifat terbuka. Dari evaluasi ini dapat
diperoleh keterangan mengenai kegiatan dan kemajuan belajar siswa, dan
pelaksanaan kurikulum oleh guru dan tenaga kependidikan lainnya. Sukmadinata
(1999) mengungkapkan bahwa evaluasi kurikulum merupakan “suatu proses
untuk mengecek keberlakuan kurikulum yang harus diterapkan dalam empat tahap
yaitu : evaluasi terhadap tujuan, evaluasi pelaksanaa, evaluasi terhadap efektivitas
dan evaluasi terhadap hasil” Evaluasi sebagai salah satu komponen kurikulum
yang memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan atau pembelajaran
yang ingin diwujudkan melalui kurikulum tersebut.

71
Dalam pelaksanaan evaluasi kurikulum terdapat banyak instumen
pengukuran yang dapat dipergunakan oleh pendidik, antara lain: tes standar, tes
buatan guru, sampel hasil karya, tes lisan, observasi sistematis, wawancara,
kuesioner, daftar cek dan skala penilaian, kalkulator anecdotal, serta sosiogram
dan pelaporan. Untuk lebih jelasnya akan dibahas kusus pada bagian evaluasi
kurikulum. Sedangkan kegiatan evaluasi kelayakan terhadap kurikulum
merupakan suatu keharusan yang esensial dalam rangka pengembangan
program kegiatan pendidikan pada umumnya dan peningkatan kualitas peserta
didik pada khususnya. Kurikulum perlu dikembangkan secara baik dan
berkelanjutan agar dapat membentuk dan membina para pelaksana kurikulum
di lapangan yang siap pakai, aktif, kreatif dan mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan lembaga pendidikan dimana mereka berperan.

6) Rencana Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Dengan kebijakan otonomi pendidikan membawa perubahan terhadap
kurikulum sekolah/madrasah, yang dulunya kurikulum dibuat dan direncanakan
oleh pemerintah pusat tapi sekarang kurikulum direncanakan dan dikembangkan
oleh sekolah/madrasah, sedangkan pemerintah pusat hanya memberikan rambu-
rambu dan standar-standar yang harus dipenuhi oleh sekolah/madrasah. Sejalan
dengan kebijakan tersebut madrasah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. KTSP dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan komitenya,
dibawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan dan kementrian agama
propinsi untuk Madrasah Aliyah.

Dalam perencanaan KTSP menggunakan acuan dari Dinas Pendidikan.


Permendiknas dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SNP) No 19
tahun 2007 menyatakan bahwa dalam menyusun KTSP harus memperhatikan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), dan peraturan
pelaksanaanya. Dan KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi
sekolah/madrasah, potensi atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat

72
setempat dan peserta didik. Sedangkan yang bertanggungjawab atas tersusunnya
KTSP tersebut adalah kepala sekolah/madrasah dan yang bertanggungjawab atas
pelaksanaan penyusunannya adalah wakil kepala sekolah/madrasah bidang
kurikulum. Guru bertanggungjawab dalam menyusun silabus setiap mata
pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi
Lulusan dan panduan penyusunan KTSP dari Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah Kurikulum yang berbasis
kompetensi yang dibuat dan dikembangkan sendiri oleh lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Isi dokumen atau rencana Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah :

(a) Dasar pemikiran, landasan dan profil madrasah


(1) Dasar Pemikiran
Dasar pemikiran merupakan dasar-dasar yang dijadikan acuan
pemikiran untuk mewujudkan dan menghasilkan dokumen KTSP sesuai
dengan standar mutu pendidikan nasional, global dan kondisi madrasah.
Dasar pemikiran penyusunan KTSP mengacu pada pertama, standar nasional
pendidikan dan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kedua, kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, social budaya masyarakat, kebutuhan dan potensi
mardasah serta peserta didik. Ketiga, prasyarat keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan madrasah dan keempat, mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat dan tantangan global. (Muhaimin : 2008)
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai
tujuan. Tujuan pendidikan yang dicapai tersebut mengacu pada tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional ini dijabarkan dalam tujuan-
tujuan atau standar-standar yang lebih operasional serta kesesuaiannya
dengan kekhasan, kondisi, potensi daerah, social budaya masyarakat,
kebutuhan dan potensi peserta didik dan madrasah. Sedangkan standar-
standar nasional pendidikan tersebut terdiri dari standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,

73
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar tersebut dijadikan
acuan dalam membuat rencana kurikulum. Kedua standar tersebut adalah
standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan madrasah tercapai apabila program
kurikulum dan pelaksanaanya mampu membentuk pola tingkah laku peserta
didik sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Implementasi kurikulum akan
efektif bila memiliki persiapan dan rencana yang matang dan didukung oleh
faktor-faktor yang saling mempengaruhi, seperti sejumlah input pendidikan
yang saling berpengaruh. Jadi logikanya jika input pendidikannya bagus dan
prosesnyapun bagus dan hasilnyapun akan bermutu.

(2) Landasan
Landasan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
adalah undang-undang, peraturan pemerintah (PP), peraturan mentri
pendidikan nasional (permendiknas), surat keputusan dari kementrian agama
republik Indonesia dalam hal ini dirjen pendidikan Islam atau direktur
pendidikan madrasah, dan rencana pengembangan madrasah atau rencana
strategis madrasah (renstra).
Adapun landasan hukum yang terkait dalam perencanaan
pengembangan KTSP madrasah tersebut adalah : (a) Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 36 ayah 1 & 2, pasal
38 ayat 2 dan pasal 51 ayat 1; (b) Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan pasal 17 ayat 1 & 2 dan pasal 49 ayat 1;
(c) Peraturan menteri pendidikan nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah; (d) Peraturan menteri pendidikan nasional Nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi (SI) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah; (e)
Peraturan mendiknas nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan
permendiknas nomor 22 dan 23; (f) Peraturan Mentri Agama Nomor 2 Tahun
2008 tentang Kurikulum pendidikan agama pada Madrasah Aliyah; (g)

74
Panduan Penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah; (h)
Rencana strategis madrasah

(3) Profil madrasah


Profil madrasah memuat tentang visi, misi dan tujuan madrasah. Visi
madrasah menggambarkan gambaran apa yang diinginkan madrasah dimasa
yang akan datang atau dalam jangka panjang. Visi madrasah yang
berorientasi yang dikembangkan bersama seluruh warga madrasah merupakan
perpaduan antara langkah strategi dan sesuatu yang dicita-citakan, dinyatakan
dalam kalimat yang bermakna dan dapat dijabarkan kedalam tujuan dan
indikator keberhasilan serta bebasis nilai dan kontekstual (membumi).
Rumusan visi yang baik menurut Muhaimin dkk (2008 : 47) yaitu : (a)
berorientasi ke masa depan untuk jangka waktu yang lama; (b) menunjukan
keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma dan
harapan masyarakat; (c) mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang
ingin dicapai; (d) mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya
inspirasi, semanagat dan komitmen warga sekolah/madrasah; (e) mampu
menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan
madrasah kea rah yang lebih baik; (f) menjadi dasar perumusan misi dan
tujuan sekolah/madrasah.
Sedangkan misi madrasah merupakan tindakan atau upaya untuk
mewujudkan visi madrasah yang telah ditetapkan. Misi merupakan
penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban dan rancangan
tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi dengan berbagai
indikator. Bertolak dari visi dan misi madrasah, maka dirumuskanlah tujuan
madrasah. Visi dan misi terkait dengan jangka waktu yang sangat panjang
sedangkan tujuan madrasah terkait dengan jangka waktu yang menengah atau
pendek, contoh tiga tahunan atau satu tahunan.
Adapun tujuan pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
pada sekolah menengah adalah untuk meningkatkan keceradasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

75
Jadi dapat disimpulkan bahwa rumusan visi, misi dan tujuan lembaga
berorientasi pada hasil belajar peserta didik ke depan, secara sederhana dalam
perumusan tersebut bisa menjawab pertanyaan ‘apa yang harus dicapai
peserta didik berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah
mereka menamatkan pendidikan’. Lalu suasana pembelajaran dan suasana
sekolah/madrasah seperti apa yang dikehendaki untuk dapat mewujudkan
hasil belajar peserta didik.

(b) Pengembangan Standar Kompetensi


Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berfikir dan bertindak secara
konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
dimiliki oleh peserta didik. Standar kompetensi adalah ukuran kompetensi
minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti suatu proses
pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu. Permendiknas nomor 23 tahun
2006 dalam Sistem pendidikan nasional (2010 : 103). Uraian tentang standar
kompetensi ini berisi tentang standar kompetensi lulusan sekolah/madrasah,
standar kompetensi kelompok mata pelajaran, standar kompetensi dan kompetensi
dasar mata pelajaran dan diagram pencapaian lulusan sekolah/madrasah.
Lebih lanjut dalam Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang standar
kompetensi lulusan pasal 1 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa : standar
kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan
sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar
kompetensi lulusan tersebut meliputi standar kompetensi minimal satuan
pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok
mata pelajaran dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Kesemua
standar ini diadopsi oleh madrasah dari permendiknas nomor 23 tahun 2006.
Sedangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran mengacu
pada permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi (SI). Dan disamping
itu madrasah merujuk pada Peraturan Mentri Agama Nomor 2 Tahun 2008
tentang Kurikulum pendidikan agama pada Madrasah Aliyah serta surat edaran
dirjen pendidikan islam nomor DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006 tanggal 1 agustus
2006 tentang pelaksanaan standar isi. Dengan demikian madrasah dapat

76
mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dengan melakukan
inovasi dan akselerasi baik pada Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran
(SKL-MP) maupun pada Standar Isi (SK-KD) mata pelajaran.
Pada gambar di bawah ini dapat dilihat penjabaran kompetensi
sekolah/madrasah :

Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Standar Kompetensi

Kompetansi Kompetansi Kompetansi Kompetansi


Dasar Dasar Dasar Dasar

Indikator-indikator Indikator-indikator

Gambar 2.2 : Penjabaran kompetensi


Sumber : Sukmadinata (2012)

Dari bagan di atas terlihat bahwa penjabaran kompetensi tersebut dimulai


dari Standar kompetensi lulusan, Standar kompetensi, Kompetensi Dasar, sampai
dengan indikator-indikator. Sebagaimana yang dikatakan di atas bahwa standar
kompetensi lulusan ini mengacu pada permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan (SKL). Sedangkan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar mengacu pada permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi (SI). Sedangkan pengembangan menjadi indikato-indikator
dikembangkan sendiri oleh sekolah/madrasah sesuai dengan kondisi, kebutuhan
dan karakteristik peserta di akan didiknya. Pengembangan dari kompetensi dasar
menjadi indikator-indikator akan dilakukan oleh guru bidang studi masing-
masing.

77
(c) Pengembangan struktur kurikulum dan pengaturan beban belajar
Stuktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran selama satu
semester. Sedangkan kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran
dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan
beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi tersebut
adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dikembangkan
berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan.
Muatan lokal dan pengembangan diri menjadi bagian integral dari struktur
kurikulum tersebut. Sedangkan pendidikan kecakapan hidup (life skill) akan
diinternalisasikan dalam setiap mata pelajaran yang disajikan di
sekolah/madrasah. komponen-komponen kecakapan hidup yang akan
diinternalisasikan dalam setiap mata pelajaran dikembangkan pada bagian
pengalaman belajar atau kegiatan pembelajaran pada setiap silabus mata
pelajaran.
(d) Pengembangan ketuntasan belajar, sistem penilaian, kenaikan kelas,
penjurusan dan kelulusan
(1) Ketuntasan belajar
Ketuntasan belajar berisi tentang kriteria dan mekanisme penetapan
ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh
sekolah/madrasah. penetapan ketuntasan belajar ini berdasarkan peraturan
yang berlaku dan kondisi nyata yang ada di sekolah/madrasah. Peraturan yang
berlaku tersebut adalah peraturan dari pemerintah pusat yang berlaku secara
nasional, peraturan yang dikeluarkan daerah dan kebijakan sekolah/madrasah
sendiri. sedangkan kondisi nyata sekolah/madrasah adalah kualitas input
peserta didik dan kondisi sumber daya sekolah/madrasah.
Setiap awal tahun ajaran baru guru bidang studi menetapkan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Penetapan nilai ketuntasan belajar minimum
dilakukan melalui analisis ketuntasan minimum pada setiap indikator, KD
dan SK. Tingkat kompleksitas (kerumitan dan kesulitan) setiap indikator, KD
dan SK perlu menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan KKM. Tingkat

78
kemampuan (intake) rata-rata peserta didik menjadi pertimbangan dalam
menentukan KKM. Karena hasil belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan dan
kemampuan peserta didik. Pertimbangan intake peserta didik yang baru
masuk didasarkan pada nilai ijazah sebelumnya dan hasil test seleksi masuk
sekolah/madrasah. sedangkan untuk peserta didik yang naik kelas didasarkan
pada tingkat pencapaian KKM pada semester sebelumnya.
Kemampuan sumber daya pendukung sekolah/madrasah juga
menjadi pertimbangan dalam menetapkan KKM. Pertimbangan daya dukung
sekolah/madrasah yang dijadikan pertimbangan adalah tingkat ketersediaan
dan kecukupan tenaga pendidik, fasilitas yang tersedia, kelengkapan sarana
dan prasarana, biaya operasional pendidikan, manajemen sekolah/madrasah,
kepedulian stakeholder sekolah/madrasah. Jadi semakin tinggi tingkat
ketercukupan daya dukung sekolah/madrasah maka akan semakin mudah
untuk mencapai hasil belajar sehingga rata-rata nilainya tinggi dan begitu
juga sebaliknya semakin rendah ketercukupan daya dukung
sekolha/madrasah maka akan semakin sulit untuk mencapai hasil belajar yang
telah ditetapkan sehingga rata-rata intakenya pun rendah.
(2) Sistem penilaian
Sistem penilaian merupakan suatu prosedur dan kriteria-kriteria
penilaian yang diberlakukan di sekolah/madrasah untuk menetapkan tingkat
ketuntasan belajar dan kenaikan kelas peserta didik. Sistem penilaian ini
berfungsi untuk mengendalikan proses dan hasil belajar peserta didik dalam
mengimplementasikan kurikulum. Dalam menetapkan model dan sistem
penilaian, mengacu pada standar penilain yang telah ditetapkan oleh
pemerintah dalam permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang standar
penilaian dan mengembangkan prosedur dan standar penilaian sesuai dengan
kondisi lembaga pendidikan. Dalam dokumen rencana KTSP akan tergambar
sistem penilaian sekolah/madrasah yaitu 1) penetapan kriteria ketuntasan
belajar minimal (KKM), 2) model dan prosedur penilaian proses dan hasil
belajar, 3) penetapan kriteria kenaikan kelas.

79
(3) Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI di SMA/MA. Criteria
penjurusan diatur oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(4) Kenaikan kelas dan kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria
kenaikan kelas diatur oleh lembaga pendidikan masing-masing. sedangkan
untuk kelulusan sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, yang
menyatakan bahwa peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan
pada pendidikan dasar dan menengah setelah :
(1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran di sekolah/madrasah.
(2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran.
(3) Lulus ujian sekolah/madrasah.
(4) Lulus ujian Nasional

(e) Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill)


Pendidikan kecakapan hidup bertujuan agar peserta didik bisa menghadapi
problema hidup dan kehidupannya secara wajar, mampu mengenal diri, mampu
hidup secara mandiri, dan mampu mengelola serta memimpin dirinya untuk
melihat kebutuhan dan mencari peluang-peluang yang dapat mengarahkan dirinya
untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah fil ardi. Pendidikan
kecakapan hidup (life skill) terintegral dalam setiap mata pelajaran.

(f) Pengembangan Diri


Pengembangan diri adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. kegiatan ini merupakan
upaya pembentukan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah-masalah pribadi dan
kehidupan social, kegiatan belajar dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra
kurikuler yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal,
yaitu menjadi manusia yang mampu menata diri dan menjawab berbagai

80
tantangan baik dari dirinya sendiri maupun dari lingkungannya secara adaptif dan
konstruktif baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat.

(g) Kalender pendidikan


Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan
pembelajaran peserta didik selama satu tahun pembelajaran yang mencakup
permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif
dan hari libur. Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan
pembelajaran pada awal tahun pelajaran. Minggu efektif belajar merupakan
jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran. Sedangkan
waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam setiap minggu, meliputi jumlah
jam untuk setiap mata pelajaran termasuk muatan lokal dan ditambah dengan
jumlah jam untuk pengembangan diri (keterampilan-keterampilan). Waktu libur
adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran.

b) Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam bentuk tindakan praktis sehingga memberikan
dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan
sikap. Implementasi kurikulum juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum
tertulis (written curriculum) dalam bentuk pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
apa yang diungkapkan Miller dan Seller (1985:63), bahwa “In some case,
implementation has been identified with instruction”. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa implementasi kurikulum merupakan suatu penerapan konsep, ide, program,
atau tatanan kurikulum ke dalam praktik pembelajaran atau berbagai aktivitas
baru, sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk
berubah.
Menurut Brady (1990:66) dalam pelaksanaan kurikulum, sekolah harus
memperhatikan “Prinsip-prinsip dasar dari tujuan kurikulum yang telah dibuat
yang termaktub dalam sasaran kurikulum yang menggambarkan arah potensi anak
didik yang ingin dicapai beserta metode pencapaiannya.” Dalam konteks itu, ada
sejumlah keterkaitan antar elemen dalam pelaksanaan kurikulum yang harus

81
saling terkait, baik teori yang melandasi pengembangan kurikulum itu sendiri,
yang mencakup 3 hal; (1) perilaku anak, (2) belajar mengajar, (3) serta struktur
pengetahuan, dengan sejumlah aspek lainnya termasuk isi kurikulum, pemilihan
proses implementasi kurikulumnya, dan lain sebagainya yang dapat digambarkan
sebagai berikut:

Teori perilaku
anak
1. Situasi psikis Memperluas
Teori belajar Isi Pemilihan 2. Perilaku guru kesesuaian
mengajar proses 3. Perilaku siswa berbagai proses
4. Penggunaan dalam kelas yang
Teori struktur sumber daya diinginkan
pengetahuan

Sesuai prinsip- Rencana Materi Situasi Evaluasi


prinsip yang ada Pembelajaran

Gambar 2.3 : Komponen Pelaksanaan Kurikulum


Sumber : Brady (1990)

Dengan demikian, implementasi kurikulum adalah penerapan atau


pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam tahap
sebelumnya, kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan pengelolaan, sambil
senantiasa dilakukan penyesuaian terhadap situsi lapangan dan karakteristik
peserta didik, baik perkembangan intelektual, emosional, serta fisiknya.
Implementasi ini juga sekaligus merupakan penelitian lapangan (field research)
untuk keperluan validasi sistem kurikulum itu sendiri.
1) Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adapun prinsip dari
pelaksanaan kurikulum adalah
(a) Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik
harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh

82
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan
menyenangkan.
(b) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a)
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b)
belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan
berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan
jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, inisiatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan ( PAIKEM ).
(c) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan
yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan
potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap
memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang
berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
(d) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik
yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan
prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
(di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun
semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
(e) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang
jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan
lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar,
contoh dan teladan).
(f) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan
budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.
(g) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran,
muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan,

83
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan
jenis serta jenjang pendidikan. (sisdiknas : 2003)
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kurikulum
Dalam setiap pelaksanaan suatu aspek tentunya ada faktor-faktor yang
mempengaruhi kesuksesan maupun kegagalan prosesnya. Dalam konteks ini pun,
menurut Mulyasa (2006:71) pelaksanaan kurikulum juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang meliputi, yaitu:
(a) Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup bahan ajar, tujuan,
fungsi, sifat, dan sebagainya.
(b) Strategi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi
kurikulum, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya
penyediaan buku kurikulum, dan berbagai kegiatan lain yang dapat
mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.
(c) Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, serta nilai dan sikap guru terhadap kurikulum dalam
pembelajaran.

Dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan komitmen semua pihak yang


terlibat, dan didukung oleh kemampuan profesional seperti guru sebagai salah
satu implementator kurikulum. Menurut penulis ada tiga faktor yang
mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah,
dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal di dalam kelas. Dan
berbagai faktor tersebut, guru merupakan faktor penentu utama. Dengan kata lain,
keberhasilan implementasi kurikulum di sekolah sangat ditentukan oleh faktor
guru, karena bagaimanapun baiknya sarana pendidikan, jika guru tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka implementasi kurikulum tidak akan
berhasil.
3) Tahap-tahap Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum menurut Hunkins (1990:275-276) pada dasarnya
diasumsikan sebagai “Tindakan praktis dari berbagai perencanaan kurikulum yang
telah disusun sebelumnya.” Pelaksanaan kurikulum secara sederhana mencakup
sejumlah komponen, yaitu; (a) input yang terdiri dari sejumlah aspek dan tahapan
yang telah dipersiapkan, (b) Proses transformasi. aspek ini merupakan proses
aplikasi terhadap hal-hal yang telah direncanakan dalam bentuk unit sekaligus

84
melakukan upaya revisi, (c) Out put. Komponen ini merupakan unit yang menjadi
dampak dari adanya pelaksanaan tersebut, serta (d) Timbal balik dan penyesuaian.
Timbal balik dan penyesuaian tersebut merupakan tahap pencocokan antara
rencana kurikulum yang telah dikembangkan dengan pelaksanaan yang terjadi di
lapangan sehingga didapat hasil yang diharapkan. Komponen ini selalu terkait
dengan tahapan awal atau komponen awal sekaligus sebagai upaya penyesuaian
terhadap rencana awal yang telah dikembangkan sebelumnya. Secara sederhana
tahapan pelaksanaan tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:

Input Proses Output


(unit-unit kurikulum- Transformasi (unit yang direvisi
output tahapan yang (unit penekanan- untuk pelaksanaan)
yang ada) unit revisi)

Feedback dan
Penyesuaian

Gambar 2.4 : Tahapan Pelaksanaan Kurikulum


Sumber : Hunkins (1990)

Dalam konteks itu, menurut pandangan penulis implementasi kurikulum


mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan
pembelajaran, dan evaluasi yang dapat dijabarkan sebagai berikut; Pertama,
pengembangan program mencakup program tahunan, semester atau catur wulan,
bulanan, mingguan dan harian. Selain itu, ada juga program bimbingan dan
konseling atau program remedial. Kedua, pelaksanaan pembelajaran. Pada
hakikatnya, pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik
tersebut. Ketiga, evaluasi proses yang dilaksanakan sepanjang proses pelaksanaan
kurikulum catur wulan atau semester serta penilaian akhir formatif dan sumatif

85
mencakup penilaian keseluruhan secara utuh untuk keperluan evaluasi
pelaksanaan kurikulum.
Tahap-tahap pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :
(1) pengembangan program pembelajaran atau rencana pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, yang dimulai dari persiapan program tahunan, program semester,
minggu efektif dan perangkat mengajar guru seperti silabus, (penjabaran SK dan
KD kedalam indikator-indikator), rencana pelaksana pembelajaran (RPP) atau
skenario pembelajaran, dan persiapan program evaluasi dan penilaiannya. (2)
Pelaksanaan proses pembelajaran dikelas (kegiatan pndahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup) serta metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam proses pembelajaran KTSP. (3) Penilaian hasil belajar. Kesemua tahap ini
harus dilalui oleh setiap guru mata pelajaran dibawah pengawasan wakil
kurikulum yang bertanggung jawab dibidang itu.
Untuk lebih jelasnya tahap-tahap tersebut akan dibahas dibawah ini
secara satu persatu :
(a) Pengembangan program pembelajaran
Sebelum mengadakan proses pembelajaran dikelas guru harus
mempersiapkan rencananya terlebih dahulu. Rencana yang dibuat oleh guru
berlaku selama satu semester yang harus dipersiapkan diawal semester atau
awal tahun pelajaran. Rencana tersebut berupa program pembelajaran yang
dipersiapkan oleh guru selama satu tahun pelajaran dalam bentuk program
tahunan dan satu semester dalam bentuk program semester. Program-program
ini disertai juga dengan minggu efektif selama satu semester pembelajaran.
Dan selanjutnya guru mengembangkan perangkat pembelajaran yang berupa
silabus dan indikator pembelajarannya, Rencana Pelaksana Pembelajaran
(RPP) dan rencana evaluasi dan penilaian.
(1) Program tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran, yang
berisikan gambaran materi yang akan dipelajari oleh peserta didik selama satu
tahun pelajaran ke depan dan akan menjadi acuan terhadap pengembangan
program-program berikutnya. Program tahunan berisikan identitas

86
sekolah/madrasah, identitas mata pelajaran, kelas dan tahun pelajaran, program
umum semester satu dan dua, standar kompetensi dan kompetensi dasar permateri
pelajaran, alokasi waktu dan keterangan.

(2) Program semester


Program semester penjabaran dari program tahunan yang berisikan garis-
garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam
semester tersebut. Pengembangannya sama dengan program tahunan, yang berisi
tentang identitas sekolah/semadrasah dan mata pelajaran, kelas/semester dan
tahun pelajaran. kompetensi dasar, materi pokok, alokasi waktu pelaksanaan
materi tersebut.
(3) Penentuan minggu efektif
Minggu efektif adalah minggu yang aktif untuk melaksanakan proses
pembelajaran, tidak termasuk minggu-minggu yang libur nasional atau kebijakan
sekolah/madrasah selama satu semester atau satu tahun pelajaran.

(b) Pengembangan perangkat pembelajaran


Pengembangan perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah
pengembangan silabus dan penilaian, Rencana Pelaksana Pembelajaran (RPP).
Dalam mengembangan perangkat pembelajaran tersebut pengetahuan dan
kompetensi guru sangatlah dituntut dalam hal tersebut. Guru harus mengetahui
proses pembelajaran seperti apa yang akan dikembangkan dan disajikan kepada
peserta didik dan peserta didik yang bagaimana yang akan menerima
pembelajaran tersebut. Bagaimana kesiapan sekolah/madrasah dan keinginan
masyarakat. Kesemua itu perlu menjadi pertimbangan bagi guru dalam
mengembangkan dan melaksanakan serta mengevaluasi program pengajarannya.
Oleh sebab itu program pengajaran yang akan dibuat guru haruslah sesuai dengan
kondisi atau aspek psikologis peserta didik, kondisi sosialnya dan kondisi
filosofisnya. Ketiga ilmu tersebut menjadi dasar dalam pengembangan,
pelaksanaan dan evaluasi program kurikulum yang dibuat oleh guru.

87
Brady (1947 : 36) menyatakan bahwa yang menjadi dasar dalam
pengembangan kurikulum tersebut adalah ilmu filsafat pendidikan, psikologi
pendidikan dan sosiologi pendidikan. Karena menurutnya :

”the usual claim for bringing these disciplines into curriculum


development is the help they give teachers in specifying objectives and
planning learning experiences. Philosophy, psychology and sociology
provide knowledge which aids the teacher in determining objectives,
specifically in the three main areas : 1) the growth, interests and
readines of students (psychology), 2) the social conditions already
experienced or likely to be experienced (sociology), and 3) the nature of
knowledge and teaching (philosophy)”.

Aspek psikologis, sosiologis dan filosofis peserta didik, perlu


dipertimbangkan dalam mengembangkan program pembelajaran, melaksanakan
dan mengevaluasi pembelajaran. Aspek psikologis ini adalah pertumbuhan,
kebutuhan, keinginan, dan kesiapan peserta didik yang akan menjalani proses
pembelajaran tersebut. Sedangkan aspek sosiologis adalah kondisi masyarakat
saat ini dan kedepannya serta bagaiman lingkungan sosial yang sedang dihadapi
oleh peserta didik dan bagaimana kemungkinan kedepannya. Dan aspek filosofis
adalah karakterisitik pengetahuan dan pengajaran seperti apa yang sesuai dengan
peserta didik.

(1) Pengembangan silabus dan penilaian


Pengembangan silabus merupakan garis-garis besar mengenai hal-hal
yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut, yang berisikan
rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran tertentu yang mencakup Standar
Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi pokok (pembelajaran),
kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber/bahan/alat
belajar.

Lebih luas Muhaimin (2008 : 112) dkk yang mengungkapkan : bahwa


pengembangan silabus pada dasarnya merupakan upaya melakukan analisis
kompetensi kedalam kompetensi dasar dan indikator-indikator, analisis materi
kedalam scope (ruang lingkup) dan sequence (urutan) materi, analisis proses

88
belajar ke dalam jenis dan bentuk kegiatan belajar mengajar dan analisis penilaian
ke dalam jenis dan alat-alat penilaian, yang semuanya itu bermuara pada
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada bagan di bawah ini :

Analisis kompetensi KD dan indicator-indikator

Analisis materi Scope dan sequence


materri

Analisis proses Jenis dan bentuk kegiatan


pembelajaran belajar

Jenis dan bentuk alat


Analisis penilaian
penilaian

Gambar 2.4 : Pengembangan Silabus


Sumber : Muhaimin dkk (2008 : 113)

Silabus ini dikembangkan berdasarkan keadaan, potensi, kebutuhan,


karakteristik peserta didik, sekolah/madrasah dan masyarakat. Silabus sifatnya
fleksibel, pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang
masuk ke sekolah/madrasah. Dalam pengembangan silabus akan ada perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, hasil dari evaluasi ini akan ada tindak lanjut untuk
perbaikan atau penyesuaian secara terus menerus untuk perbaikan kedepannya.
Pengembangan silabus dilakukan oleh guru bidang studi karena guru
bidang studilah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan, perbedaan,
daya serap peserta didik, suasana dan prasarana yang tersedia sebagai sumber
belajar. Pengembangan silabus ini berdasarkan SK dan KD. SK dan KD ini
mengacu pada standar isi (permendiknas nomor 22 tahun 2006) dan untuk
kompetensi lulusan (permendiknas nomor 23 tahun 2006) menjadi acuan dalam
merumuskan SK dan KD.

89
Dan guru mata pelajaran juga bertugas dalam menterjemahkan SK dan
KD kedalam indikator yang akan menjadi bagian dalam silabus. Prosedur
pengembangan indikator tersebut adalah 1) menentukan kompetensi lulusan yang
akan dicapai oleh sekolah/madrasah, 2) menentukan kompetensi lulusan yang
akan dicapai kelompok mata pelajaran, yaitu : a) kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak, b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, c)
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi, d) kelompok mata
pelajaran estetika dan e) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan
kesehatan. 3) menentukan kompetensi lulusan mata pelajaran, 4) menentukan SK
dan KD per mata pelajaran, 5) menentukan indikator yang dapat diukur per
kompetensi dasar (KD). Hal ini dilakukan oleh setiap guru mata pelajaran. dan
indikator-indikator yang dihasilkan harus disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan
dan karakteristik peserta didik. Gambaran dari prosedur pengembangan indikator
tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Visi, misi dan tujuan


madrasah

Standar kompetensi lulusan


mata pelajaran
Sangat umum ukuran-
ukuran
ketercapaiannya
Standar kompetensi lulusan
kelompok mata pelajaran

Standar kompetensi lulusan


mata pelajaran

Standar kompetensi (SK) dan


Kompetensi Dasar (KD)
Sangat spesifik dan
jelas ukuran-ukuran
ketercapaiannya
Indikator

90
Gambar 2.6 : prosedur pengembangan indikator dari SK-KD

Dalam merumuskan silabus yang dilakukan harus bisa menjawab


pertanyaan-pertanyaan seperti yang diungkapkan oleh Muhaimin dkk (2008 : 114-
115) yaitu : (1) kompetensi apa saja yang harus dikuasai oleh peserta didik sesuai
dengan yang dirumuskan dalam standar isi pendidikan (SK dan KD), (2) materi
pembelajaran apa saja yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik sehingga
peserta didik dapat menguasai dan mencapai setiap karakteristik materi yang
dirumuskan dalam standar isi (SK dan KD), (3) kegiatan pembelajaran apa saja
yang seharusnya diskenariokan oleh guru dalam pembelajaran, sehingga peserta
didik mampu berinteraksi dengan sumber-sumber belajar dalam mencapai standar
isi, (4) indikator apa saja yang harus dirumuskan untuk mengetahui dan mengukur
ketercapaian SK dan KD, (5) bagaimana cara yang paling tepat atau alat ukur apa
yang paling tepat untuk mengetahui ketercaoaian kompetensi berdasarkan
indicator sebagai acuan dalam menentukan jenis, bentuk dan alat pada setiap
aspek yang akan dinilai, (6) berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai
SK, KD dan indicator standar isi tertentu sesuai waktu efektif yang ada, (7)
sumber belajar apa saja yang dapat diberdayakan untuk mencapai SK, KD dan
indikator standar isi tertentu.
Prinsip pengembangan silabus adalah : (a) Ilmiah, yakni keseluruhan
materi dan kegiatan yang menjadi mautan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara keilmuan; (b) Relevan, yakni cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, social, emosional dan spiritual
peserta didik; (c) Sistematis, yakni komponen-komponen silabus saling
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi; (d) Konsisten, yakni
adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara KD, indicator, materi
pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan system penilaian; (e) Memadai,
yakni cakupan indicator, materi pokok, pengalaman, sumber belajar dan system
penilaian cukup untuk menunjang pencapaian KD; (f) Aktual dan kontekstual,
yakni cakupan indicator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan

91
system penilaian memerhatikan perkembangan ilmu, tekhnologi, dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi; (g) Fleksibel, yakni
keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik,
pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan tuntutan
masyarakat; (h) Menyeluruh yakni komponen silabus mencakup keseluruhan
ranah (kognitif, afektif dan psikomotor)
Sedangkan komponen dan langkah-langkah pengembangan silabus
adalah : komponen-komponen silabus adalah : (1) identitas silabus, (2) standar
kompetensi, (3) kompetensi dasar, (4) materi pokok/ pembelajaran, (5) kegiatan
pembelajaran, (6) indikator, (7) penilaian, (8) alokasi waktu, (9) sumber belajar.
Adapun langkah-langkah pengembangan silabus tersebut adalah : (a)
Mengisi identitas silabus, yang terdiri dari nama madrasah, kelas, mata pelajaran
dan semester; (b) Menuliskan standar kompetensi yang merujuk pada standar isi.
Standar kompetensi ini adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan dan nilai yang
diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu; (c) Menuliskan kompetensi dasar
yang merujuk pada standar isi. Kompetensi dasar merupakan sejumlah
kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam rangka
menguasai standar kompetensi (SK) mata pelajaran tertentu; (d) Merumuskan
indikator. Indikator merupakan tanda-tanda atau ciri-ciri yang menggambarkan
pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan prilaku yang dapat
diukur, diobservasi (diamati) yang mencakup aspek sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Prinsip pengembangan indikator tersebut adalah urgensi,
kontinuitas, relevansi dan kontekstual.
Adapun kriteria pengembanngan inidikator adalah : sesuai dengan
tingkat berfikir peserta didik, mengacu pada SK dan KD, menunjukan pencapaian
hasil belajar peserta didik melalui aspek kognitif, afektif dan psikomotor,
mengidentifikasi dan merumuskan indikator pencapaian hasil belajar pada aspek-
aspek tingkatan kognitif, afektif dan psikomotor yang lebih tinggi sehingga
peserta didik mampu berfikir tingkat tinggi dan memiliki sikap/karakter dengan
nilai yang kuat, serta mampu melakukan kreativitas dan orisinalitas,

92
mengelaborasi karakteristik materi pembelajaran yang relevan dan menggunakan
kata kerja yang operasional yang dapat diukur dan diamati. Melalui
pengembangan indicator inilah akan terlihat tujuan akhir dari kurikulum tersebut,
sebagaimana yang dikatakan di atas bahwa tujuan akhir kurikulum adalah agar
peserta didik bisa mengintegrasikan antara kognitif, afektif dan psikomotor atau
secara operasional dapat dikatakan setelah peserta didik keluar dari
sekolah/madrasah diharapkan memiliki ilmu (kognitif) yang dapat digunakan
dalam kehidupan (psikomotor) dengan nilai-nilai moral (afektif). Hal ini sesuai
dengan konsep Islam bahwa ilmu (kognitif) harus dapat diamalkan (motorik)
dengan shaleh (afektif), atau lebih ringkasnya ilmu (kognitif), iman (afektif) dan
amal (motorik). Sudrajat (2011 : 30). (e) Mengidentifikasi materi pokok/
pembelajaran, substansi isi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik
dalam proses pembelajaran. substansi isi materi pembelajaran ini adalah berupa
fakta, konsep, prinsip, dalil, hukum, kaidah, prosedur, keterampilan, sikap dan
nilai; (f) Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui
interaksi antar peserta didik, guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam
rangka pencapaian indicator dan kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran
dilakukan dengan pendekatan yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik; (g)
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan
indicator. Tiga komponen yang harus ada dalam penilaian yaitu : tekhnik
penilaian yaitu dengan menggunakan tes dan non tes, bentuk instrumen yang
dipakai sesuai dengan tekhnik penilaiannya. Bentuk instrumen yang
dikembangkan oleh madrasah adalah tes tertulis, tes lisan, tes unjuk kerja,
penugasan (tugas proyek/tugas rumah), observasi, portofolio dan penilaian diri.
Dan contoh instrument ini dilakukan setelah ditetapkan bentuk instrumennya; (h)
Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu kompetensi
dasar tertentu, dengan memperhatikan minggu efektif persemester, alokasi waktu
mata pelajaran, jumlah SK, KD per semester dan melihat tingkat kerumitan dan
keluasan materi; (i) Menentukan sumber belajar yang merupakan segala sesuatu

93
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, berupa buku-buku teks, media
cetak dan elektronik, nara sumber, lingkungan alam sekitar dan sebagainya.
(2) Pengembangan rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Implementasi program pembelajaran yang sudah dirancang dalam silabus
maka akan dituangkan lebih lanjut dalam rencana pelaksana pembelajaran (RPP).
RPP merupakan pegangan oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
RPP dibuat oleh guru untuk satu kali pertemuan atau terdiri dari satu KD. Dalam
RPP akan tergambar prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan
dalam silabus. Ruang lingkup RPP yaitu terdiri dari satu KD dan beberapa
indikator. Prinsip-prinsip penyusunan RPP adalah (a) Memperhatikan perbedaan
individu peserta didik, termasuk perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal,
tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan social,
emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik; (b) Mendorong partisipasi aktif
peserta didik. Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik
untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian dan
semangat belajar; (c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis. Proses
pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,
pemahaman beragam bacaan dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan; (d)
Memberikan umpan balik dan tindak lanjut (penguatan, pengayaan dan remedi);
(e) Keterkaitan dan keterpaduan antara SK dan KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian dan sumber belajar
dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasi
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan
keberagaman budaya; (f) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi secara
terintegrasi, sistematis dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Adapun langkah-langkah penyusunan RPP yaitu : (1) mencantumkan
identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, kelas/semester, SK dan KD, indikator
dan alokasi waktu, (2) mencantumkan tujuan pembelajaran yang berisi
penguasaan kompetensi yang akan dicapai, (3) mencantumkan materi

94
pembelajaran, (4) mencantumkan metode pembelajaran, (5) mencantumkan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran (kegiatan pendahuluan, inti dan penutup),
(6) mencantumkan sumber belajar, (7) mencantumkan penilaian.

(c) Pelaksanaan Proses Pembelajaran


Dalam pelaksanaan pembelajaran guru mengacu pada RPP yang telah di
rancang. Pelaksanaan pembelajaran guru mengacu pada Standar Proses yang
tercantum Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. Banyak hal yang harus
dipertimbangkan oleh guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Untuk
menigkatkan mutu pendidikan maka proses pembelajaran sangat perlu
diperhatikan. Tidak hanya pada inputnya saja tapi proses juga amat sangat
menentukan hasil pendidikan tersebut.
Syarat yang harus dipenuhi oleh guru dalam pelaksanaan proses
pembelajaran yaitu :
(1) Rombongan belajar tidak boleh lebih dari 32 orang peserta didik.
(2) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan. Beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat)
jam tatap muka dalam satu minggu.
(3) Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah dipilih
melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah. dan
selain buku teks guru juga menggunakan buku panduan guru, pengayaan,
buku referensi dan sumber belajar lainnya. Dan guru membiasakan peserta
didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada
diperpustakaan sekolah/madrasah.
(4) Pengelolaan kelas, dalam melakukan pengelolaan kelas guru harus mampu
: (a) mengatur tempat duduk sesuai karakteristik peserta didik dan mata
pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan; (b) mengatur
volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat
didengar oleh peserta didik; (c) bertutur kata guru santun dan dapat

95
dimengerti oleh peserta didik; (d) menciptakan ketertiban, kedisiplinan,
kenyamanan, keselamatan, dan keputusan pada peraturan dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran; memberikan penguatan dan
umpan balik terhadap respond an hasil belajar peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung; (e) menghargai pendapat peserta didik; (f)
memakai pakaian yang sopan, bersih dan rapi; (g) menyampaikan silabus
mata pelajaran yang diampunya setiap awal semester; (h) memulai dan
mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari Rencana


Pelaksana Pembelajaran (RPP). Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pertama, kegiatan pendahuluan,
dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan : (a) Menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; (b) Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi
yang akan dipelajari; (c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar
yang akan dicapai; (d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus.
Kedua, kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
Kompetensi Dasar (KD), yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran, yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi.
Dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan adalah : (a) guru melibatkan
peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi
yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip ‘alam takambang jadi guru’
(belajar dari alam) dan belajar dari aneka sumber; (b) Menggunakan beragam
pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain; (c)
memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta didik dengan guru,

96
lingkungan dan sumber belajar lain; (d) Melibatkan peserta didik secara aktif
dalam setiap kegiatan pembelajaran. (e) Memfasilitasi peserta didik melakukan
percobaan di laboratorium, studio atau lapangan.
Sedangkan kegiatan elaborasi yang dilakukan adalah : (a) guru
membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-
tugas tertentu; (b) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi
dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
(c) Memberi kesempatan untuk berfikir, menganalisis, menyelesaikan masalah
dan bertindak tanpa rasa takut; (d) Memfasilitasi peserta didik dalam
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; (e) Memfasilitasi peserta didik
berkompetensi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; (f) Memfasilitasi
peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun
tertulis secara individual maupun kelompok; (g) Memfasilitasi peserta didik untuk
menyajikan kreasi kerja individual maupun kelompok; (h) Memfasilitasi peserta
didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; (i)
Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan
dan rasa percaya diri peserta didik.
Kegiatan konfirmasi yang dilakukan adalah : guru memberikan umpan
balik positif dan penguatan dalam lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik. 2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi
dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. 3) Memfasilitasi peserta
didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan. 4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.
Ketiga, kegiatan Penutup, dalam kegiatan penutup guru bersama-sama
dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran,
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan
hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau

97
memberikan tugas baik individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar
peserta didik, menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Pelaksanaan kurikulum terealisasi dalam proses belajar mengajar sesuai
dengan prinsip-prinsip dan tuntutan yang telah dikembangkan. Oleh sebab itu
proses pelaksanaan pembelajaran jika dipersiapkan dengan matang, akan
membawa dampak ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi, misi, dan tujuan
yang hendak dicapai sehingga pada akhirrnya akan meningkatkan kualitas
pembelajaran tersebut.

(d) Penilaian Hasil Belajar


Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai
bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses
pembelajaran. penilaian dilakukan secara konsisten, sistemik dan terprogram
dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan
proyek, pengukuran sikap, penilaian hasil karyaberupa tugas, proyek dan/atau
produk, portofolio dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan
standar penilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata pelajaran.

c) Evaluasi Kurikulum
1) Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum tidak hanya dimaknai sebagai proses penilaian isi
kurikulum tetapi juga secara implisit dipandang sebagai proses perbaikan
kurikulum berdasarkan hasil pelaksanaan kurikulum sebelumnya. Tyler (1949)
mengemukakan bahwa evaluasi “is the process for determining the degree to
wich these changes in behavior are actually taking place” bahwa evaluasi
menurut tyler adalah untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil
belajar.
Stufflebeam (1969) menyatakan bahwa evaluasi “is the process of
delineating, obtaining and providing useful information for judging decision
alternatives”. Stufflebeam menempatkan evaluasi sebagai kegiatan yang menjadi
bagian dari manajemen, yang bertujuan untuk merumuskan apa yang harus

98
dilakukan, mengumpulkan informasi, dan menyajikan informasi yang berguna
bagi menetapkan alternatif keputusan. Suatu kegiatan evaluasi belum dikatakan
selesai sebelum suatu keputusan ditentukan dari berbagai alternatif yang tersedia.
Hasan (2009 : 41) mengemukakan bahwa evaluasi kurikulum adalah
usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk
digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam
konteks tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi kurikulum adalah suatu
proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang bertujuan untuk
melihat ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dan melihat kelemahan serta
keunggulan kurikulum yang telah dilaksanakan.
Evaluasi kurikulum sebagai sebuah proses perbaikan menurut Brady
(1990 :166-167) dalam tahapan evaluasi kurikulum sebagai berikut;
(a) Pemfokusan yang mencakup: mengidentifikasi audien, menjelaskan
sasaran evaluasi, mendeskripsikan informasi yang dibutuhkan,
menempatkan informasi yang tersedia, serta mendefinisikan prinsip-
prinsip dimana seorang evaluator harus melakukan
(b) Persiapan yang mencakup: menentukan kapan dan dari siapa informasi itu
dibutuhkan, menentukan teknik dan instrument yang dibutuhkan untuk
mengumpulkan informasi, menentukan sampel yang digunakan untuk
evaluasi, memilih atau mengembangkan berbagai instrument yang
dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi.
(c) Implementasi yang mencakup: mengumpulkan semua informasi yang
relevan
(d) Analisis yang mencakup: menganalisis informasi yang telah terkumpul
yang terdiri dari beberapa langkah; menentukan standar atau kriteria
kebaikan /kepatutan yang terkait dengan kurikulum, menentukan dampak
potensial dari kurikulum, menentukan semua konsekuensi yang mungkin
dari kurikulum dalam pelaksanaannya, menentukan semua hubungan
sebab dan akibat dalam kurikulum.
(e) Pelaporan yang mencakup: menginterpretasikan informasi yang
dianalisis, menetapkan sebuah kesimpulan atau rekomendasi tentang mutu
dan relevansi kurikulum tersebut, mencatat staf dan persyaratan sumber
daya untuk pertemuan yang membahas berbagai rekomendasi tersebut,
memberikan saran berbagai cara dalam menindaklanjuti rekomendasi
tersebut, dan menyebarkan informasi kepada audien.

Banyak ahli yang telah menyumbangkan buah pikirannya tentang


evaluasi kurikulum, antara lain Wiseman dan Pidgeson (1997:81) dalam bukunya
Curriculum Evaluation. Menurut Morrison, evaluasi adalah perbuatan

99
pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam buku The School Curriculum, Ellis (1998:62) evaluasi dinyatakan
sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang
bertujuan untuk membantu pendidik memahami dan menilai suatu kurikulum,
serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk
mengetahui dan memutuskan apakah program yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan semula.

2) Prinsip-prinsip Evaluasi Kurikulum


Evaluasi kurikulum secara filosofis mengandung sejumlah prinsip dasar
yang merupakan pedoman praktis dalam menilai subtansi sebuah proses evaluasi.
Pentingnya sejumlah prinsip dasar dalam evaluasi tersebut juga menjadi pijakan
oleh banyak pakar kurikulum, termasuk dalam hal ini Hunkins. Menurutnya,
prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut (Hunkins, 1990:293):
(a) Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-
tujuan itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses
pelaksanaan evaluasi kurikulum.
(b) Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya,
bersumber dan data yang nyata dan akurat, yang diperolah melalui
instrumen yang andal.
(c) Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat
dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus
mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan
pengambilan keputusan.
(d) Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung
jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti
guru, kepala sekolah, penilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di
samping merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan
pengembangan.
(e) Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan
yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar
hasil evaluasi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materiil
yang digunakan.
(f) Berkesinambungan, Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dan dalam dan
luar sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum.
Untuk itu, peran guru dan kepala sekolah sangatlah penting, karena mereka

100
yang paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan
kurikulum.

3) Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kurikulum


Evaluasi baik yang dilakukan secara informal atau formal memberikan
landasan untuk menentukan apakah ditujukan pada kebutuhan tertentu atau tidak,
apakah untuk menciptakan suatu program atau tidak, apakah untuk melanjutkan
suatu program atau tidak, apakah untuk memodifikasi suatu program, atau apakah
untuk menghakhiri nya. Evaluasi juga melengkapi satu dengan informasi yang
perlu untuk memutuskan apa yang harus dilakukan sehubungan dengan
pendidikan staff dan pendidikan komunitas.
Conley (1973:89) telah mengidentifikasikan beberapa tujuan umum dari
evaluasi yang mencakup:
(a) untuk meningkatkan landasan pengetahuan substansi sehubungan
dengan proses pendidikan, dalam hal ini proses kurikulum secara total.
(b) untuk melengkapi informasi yang akan memfasilitasi pembuatan
keputusan sehubungan apakah untuk dilanjutkan, disesuaikan, atau
dihilangkan pada suatu kurikulum yang sedang berjalan.
(c) untuk memberikan pembenaran (justification) untuk tindakan ekonomi dan
sosial politik yang berhubungan dengan program kurikulum.
(d) untuk menciptakan suatu laporan yang dapat dipergunakan oleh orang
yang layak sistem pendidikan menghasilkan dalam pengenalan dan
kelanjutan dari kurikulum yang efektif
(e) untuk menggerakkan informasi yang dapat digunakan dalam pendidikan
panitia (committee) sehubungan dengan alasan (rationale) untuk progra
tertentu, dan keefektifan dari suatu program.

Jadi tujuan evaluasi kurikulum adalah untuk : menyediakan informasi


mengenai perencanaan, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum sebagai
masukan bagi pengambil keputusan, menentukan tingkat keberhasilan atau
kegagalan atau dengan kata lain melihat kelebihan dan kelemahan suatu
kurikulum, mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah untuk
perbaikan.
Sedangkan fungsi evaluasi kurikulum adalah : (1) Fungsi edukatif, untuk
mengetahui kedayagunaan dan keberhasilan kurikulum dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan. (2) Fungsi instruksional, untuk mengetahui pendayagunaan
dan keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran. (3)

101
Fungsi diagnosis, untuk memperoleh informasi atau masukan dalam rangka
perbaikan kurikulum. 4) Fungsi administratif, untuk memperoleh informasi atau
masukan dalam rangka pengelolaan program kurikulum
4) Jenis-jenis Evaluasi
Teori evaluasi mengandung kerangka kerja konseptual bagi
pengembangan strategi evaluasi. Oleh karena itu, penting untuk dirumuskan apa
yang dimaksud dengan evaluasi itu. Perumusan yang tepat akan menjadi landasan
dalam pelaksanaannya, sebaliknya, jika perumusan tersebut kurang kuat, dapat
menjadi penyebab utama terjadinya kegagalan dalam evaluasi. Pada masa silam,
evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan yang disamakan dengan pengukuran dan
tes. Pernyataan ini tidak menyelaraskan perilaku dan tujuan, dan juga
memunculkan jurang perbedaan yang dalam antara pertimbangan profesional dan
program.
Dewasa ini telah dikembangkan suatu definisi yang memandang evaluasi
sebagai suatu hal yang sangat penting, karena memberikan informasi dalam
proses pembuatan keputusan. Untuk itu, menurut penulis, strategi evaluasi
dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi yang meliputi: mutu program
bergantung pada mutu keputusan yang dibuat, mutu keputusan bergantung pada
kemampuan manajer untuk mengidentifikasi berbagai alternatif yang terdapat
dalam berbagai situasi keputusan, melalui berbagai pertimbangan yang seksama,
dalam pembuatan keputusan yang seksama, dibutuhkan informasi yang tepat dan
dapat dipercaya, pengadaan informasi tersebut memerlukan alat yang sistematis;
dan proses pengadaan informasi bagi pembuatan keputusan erat hubungannya
dengan konsep evaluasi yang digunakan.
Kerangka pengertian yang berpijak pada berbagai asumsi di atas secara
jelas memandang evaluasi sebagai analisis dalam upaya perbaikan program,
bukan sebagai kritik terhadap program. Secara lebih tegas, evaluasi bertujuan
untuk menyediakan informasi bagi pembuat keputusan. Berkaitan dengan hal ini,
ada empat jenis keputusan yang perlu dipertimbangkan dalam menilai suatu
program, yaitu;

102
(a) keputusan-keputusan perencanaan yang ditujukan bagi perbaikan yang
dibutuhkan pada daerah tertentu, tujuan umum, dan tujuan khusus,
(b) keputusan-keputusan pemrograman khusus yang berkenaan dengan prosedur,
personel, fasilitas, anggaran biaya, dan tuntutan waktu dalam pelaksanaan
kegiatan yang telah direncanakan,
(c) keputusan-keputusan pelaksanaan (implementasi) dalam mengarahkan
kegiatan yang telah diprogram; dan
(d) keputusan-keputusan program perbaikan yang meliputi berbagai kegiatan
perubahan, penerusan, terminasi, dan sebagainya.
Seiring dengan keempat jenis keputusan di atas, terdapat empat jenis
strategi evaluasi, yaitu :
(a) Menentukan lingkungan tempat terjadinya perubahan, terdapat berbagai
kebutuhan yang tidak atau belum terpenuhi, dan juga berbagai masalah
yang mendasari timbulnya kebutuhan serta kesempatan untuk terjadinya
perubahan;
(b) Pengenalan dan penilaian terhadap berbagai kemampuan (capabilities)
yang relevan. Strategi ini sangat besar gunanya dalam pencapaian tujuan
program dan desain yang berguna untuk mencapai tujuantujuan khusus;
(c) Pendekatan dan prediksi hambatan yang mungkin terjadi dalam desain
prosedural atau implementasi sepanjang tahap pelaksanaan program; dan
(d) Penentuan keefektifan proyek yang telah dilaksanakan, melalui
pengukuran dan penafsiran hasil-hasil yang telah dicapai sehingga seorang
evaluator dapat memilih strategi yang tepat.
Hasan (2009 : 136) mengemukakan jenis evaluasi berdasarkan
karakteristik evaluannya yaitu :
(a) Evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap lingkungan dimana kurikulum
tersebut dikembangkan dan akan dilaksanakan. Konteks adalah lingkungan
social, ekonomi, budaya, seni, politik, pelaksanaan kehidupan beragama,
teknologi, fisik sebagaimana adanya. Evaluasi konteks ini berkaitan dengan
berbagai aspek yang melahirkan suatu dokumen kurikulum. yang perlu
diperhatikan dalam evaluasi konteks adalah :

103
(1) Tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan (need assessment).
(2) kemampuan yang dimiliki oleh sekolah/madrasah dalam menyikapi
kebutuhan masyarakat terhadap sekolah/madrasah. Seperti fasilitas,
kondisi kerja, jumlah guru, kualifikasi dan beban tugas guru, peralatan
mengajar, keadaan fisik sekolah/madrasah, sumber belajar yang dimilki
sekolah/madrasah dan ketersediaan atau sumber dana
sekolah/madrasah.
(3) Dukungan masyarakat untuk pelaksanaan kurikulum sekolah/madrasah.
Dukungan ini bisa bersifat moril dan materil.
(b) Evaluasi dokumen
Evaluasi dokumen adalah evaluasi terhadap dokumen kurikulum yang telah
dihasilkan. Objek kajiannya adalah sesuatu yang tertulis dan dapat dikaji
berulangkali tanpa terpengaruh oleh batas waktu yang dimiliki oleh pihak
pemegang dokumen atau pelaksana dari keputusan dalam dokumen.
Evaluasi dokumen terdiri dari evaluasi terhadap dokumen yang dihasilkan
oleh pemerintah (pusat) dan dokumen yang dihasilkan oleh satuan
pendidikan.
(c) Evaluasi proses
Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran, evaluasi
proses dilakukan disaat proses pembelajaran berlangsung, tidak bisa
dilakukan berulang-ulang seperti evaluasi dokumen.
(d) Evaluasi produk/hasil
Evaluasi produk/hahsil adalah evaluasi hasil belajar yang dilakukan setelah
proses pembelajaran berlangsung. Hasil dibedakan atas dua istilah yaitu
output dan outcomes. Output diartikan sebagai hasil langsung yang dimiliki
peserta didik dari suatu proses pembelajaran disuatu satuan pendidikan.
Hasil yang diperoleh dari UN adalah output. Sedangkan outcomes adalah
hasil setelah beberapa saat yang bersangkutan menyelesaikan proses
pendidikannya disebuah satuan pendidikan. Evaluasi hasil didasarkan pada
kategori hasil belajar. Hasil belajar yang digunakan adalah hasil kerja
Benjamin Bloom dan kawan-kawan, yang dikenal dengan taxonomi bloom.

104
Dalam kategori tujuan pendidikan yang mereka kembangkan hasil belajar
terbagi atas kognitif, afektif dan psikomotor.

5) Sasaran Evaluasi Kurikulum


(a) Evaluasi Kebutuhan dan Feasibility
Evaluasi ini dapat dilaksanakan oleh organisasi atau
administrator tingkat pelaksana. Prosedur yang dilakukan adalah
sebagai berikut: pertama, merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran
atau program yang sekarang sedang disampaikan. Kedua, menetapkan
program yang dibutuhkan. Ketiga, menilai (assess) data setempat
berdasarkan tes baku, tes intelegensi, dan tes sikap yang ada. Keempat,
menilai riset yang telah ada, baik riset setempat maupun riset tingkat
nasional yang sama atau berhubungan. Kelima, menetapkan feasibility
pelaksanaan program sesuai dengan sumber-sumber yang ada
(manusiawi dan materiil). Keenam, mengenali masalah-masalah yang
mendasari kebutuhan, serta ketujuh, menentukan bagaimana proyek
akan dikembangkan guna berkontribusi pada sistem sekolah atau
sekolah setempat.
(b) Evaluasi Masukan (Input)
Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan, dan ahli mata
pelajaran yang dapat merumuskan pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini
harus dilihat dalam hubungannya dengan hambatan (misalnya penerimaan
pemecahan masalah tersebut oleh guru dan siswa), kecakapan kerja (pelaksanaan
pemecahan masalah dalam kelas atau sekolah), keampuhan (sejauh mana usaha
pemecahan masalah tersebut), dan biaya ekonomi (kaitan aritara biaya pemecahan
masalah dengan hasil yang diharapkan). Jadi, evaluasi masukan menuju ke arah
pengembangan berbagai strategi dan prosedur, yang dalam pembuatan
keputusannya sangat dibutuhkan informasi yang akurat. Selain itu, masukan juga
berusaha mengenali daerah permasalahan tersebut agar dapat diawasi selama
berlangsungnya implementasi.
(c) Evaluasi Proses

105
Evaluasi proses adalah sistem pengelolaan informasi dalam upaya
membuat keputusan yang berkenaan dengan ekspànsi, kontraksi, modifikasi, dan
klarifikasi strategi pemecahan atau penyelesaian masalah. Dalam hal ino staf
perpustakaan memainkan peran yang sangat penting, karena mereka secara
langsung melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan
program, serta memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan program.
(d) Evaluasi Produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil program
dalam kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbagai variabel yang diuji
bergantung pada tujuan, perubahan sikap, perbaikan kemampuan, dan perbaikan
tingkat kehadiran. Evaluasi yang seksama sebaiknya meliputi semua komponen
evaluasi tersebut. Namun, sering kali karena keadaan yang tidak memungkinkan,
tidak semua komponen mendapat perhatian sepenuhnya. Administrator program
harus pandai memilih aspek yang paling penting mendapatkan perhatian intensif.
Berdasarkan evaluasi tersebut, akan diperoleh data dan informasi yang cukup
valid serta dapat dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan program
perbaikan.
6) Model Evaluasi Kurikulum
Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi
yang berbeda pula. Salah satu contoh model yang sering digunakan adalah desain
tujuan. Menurut Ellis (1998:172) dalam evaluasi, proses pelaksanaannya terdiri
atas langkah-langkah yang secara sederhana dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Pelaksanaan evaluasi internal — Rancangan revisi — Pendapat ahli — Komentar
yang dapat dipercaya — Model kurikulum.
Stufflebeam (1969) mengembangkan model CIPP (Content, Input,
Process, dan Product) dalam evaluasi kurikulum. Model ini adalah model
evaluasi kurikulum yang bertujuan untuk membantu dalam perbaikan kurikulum,
tetapi juga sebagai alat untuk mengambil keputusan apakah program tersebut
diberhentikan.
Model ini mengutamakan evaluasi formatif yang kontinyu sebagai cara
untuk meningkatkan hasil belajar. Namun fokus penilaian bukan hanya hasil

106
belajar melainkan keseluruhan kurikulum serta lingkunganya (CIPP) (Nasution,
2006: 95). Model ini mengandung empat komponen, yakni konteks, input, proses,
dan produk, dan masing-masing perlu penilaian sendiri. Konteks meliputi
lingkungan sekolah/madrasah serta pengaruh-pengaruh dari luar. Bila evaluasi ini
memadai, maka dievaluasi Input, yakni meliputi strategi implementasi kurikulum
ditinjau dari segi efektivitas dan ekonomi. Kemudian dilakukan evaluasi proses
dan produk, misalnya kecocokan antara rencana kegiatan dan kegiatan yang
nyata. Selanjutnya keempat komponen evaluasi kurikulum tersebut dapat
ditunjukkan dalam gambar berikut:
Context Input Process Product
evaluation evaluation Evaluation evaluation

Curriculum Imitation and Structuring Curriculum Operation

Gambar 2.7 : Model Evaluasi Kurikulum Stufflebeam


Sumber: Curtis R. Finch & Jhon R.Crunkilton (tt: 294)

Dalam program evaluasi ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang


apakah ahli yang melaksanakan kurikulum harus juga ahli dalam bidang ilmu
tersebut. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa jika ahli tersebut mempunyai
kekurangan dalam teknik evaluasi kurikulum, mungkin akan dihasilkan hal-hal
yang bias. Oleh karena itu, kurikulum dan ahli disiplin ilmu harus melakukan
evaluasi bersama secara kooperatif. Meskipun demikian, ada pula ahli yang
mengemukakan empat langkah evaluasi kurikulum yang berfokus pada tujuan,
yaitu evaluasi awal, evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi jangka
panjang.
Dari dua macam pendapat tadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika
dikategorikan secara personal, evaluasi ini berupa evaluasi internal dan eksternal.
Evaluasi internal dilaksanakan oleh pengembang kurikulum, dan berhubungan
dengan model desain kurikulum yang bertujuan untuk memperbaiki proses
pengembangan kurikulum. Tugasnya, terutama untuk menegaskan apakah tujuan

107
awal telah tercapai atau belum. Adapun evaluasi eksternal dilaksanakan oleh
pihak selain pengembang kurikulum, dengan cara tes dan observasi.
Apabila dikategorikan secara sifat, menurut Murray (1993:69) terdapat
dua macam evaluasi, yaitu; “Evaluasi formatif dan sumatif.” Evaluasi formatif
adalah proses ketika pengembang kurikulum memperoleh data untuk
memperbaiki dan merevisi kurikulum agar menjadi lebih efektif. Evaluasi dituntut
dilaksanakan sejak awal dan sepanjang proses pengembangan kurikulum. Adapun
evaluasi sumatif bertujuan untuk memeriksa kurikulum, dan diadakan setelah
pelaksanaan kurikulum untuk memeriksa efisiensi secara keseluruhan. Evaluasi
sumatif menggunakan teknik secara numerik, dan menghasilkan kesimpulan
berupa data yang diperlukan guru dan administrasi pendidikan.

5. Konsep Mutu Pembelajaran


a) Pengertian Mutu Pembelajaran
Mutu merupakan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang
maupun jasa. Barang dan jasa pendidikan itu bermakna dapat dilihat dan tidak
dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan (Ishikawa, 1985:11). Sedangkan Crosby
(1986:7) menyatakan bahwa mutu adalah perpaduan sifat-sifat produk yang
menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan langsung
atau tak langsung, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun tersirat, masa kini dan
masa depan. Sementara Deming (1986) menyatakan bahwa mutu adalah
kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
Sedangkan pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Mulyasa (2003:100). Faktor-faktor penentu hasil pembelajaran menurut Sujana,
(1989:37) adalah : (a) Adanya perubahan tingkah laku secara menyeluruh
(komprehensif) yang terdiri atas unsur kognitif, afektif dan psikomotorik secara
terpadu pada diri siswa; (b) Hasil pembelajaran telah dicapai siswa dari proses
pembelajaran mempunyai daya guna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan
siswa; (c) Hasil pembelajaran membentuk suatu sistem nilai (value sistem) yang
dapat membentuk kepribadian siswa, sehingga memberi warna dan arah dalam

108
semua perbuatannya; (d) Hasil pembelajaran sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Jadi mutu pembelajaran merupakan kepuasan peserta didik dan
masyarakat terhadap proses dan hasil belajar yang dicapai oleh madrasah (peserta
didik) dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Spanbauer (1989:76) mengartikulasikan mutu sebagai masukan, proses,
luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama,
kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti pimpinan, guru,
staf tata usaha, dan mahasiswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan
materi berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana dan prasarana madrasah ,
dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa
perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, dan deskripsi kerja.
Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi,
motivasi, ketekunan, dan cita-cita madrasah yang bersangkutan.
Mutu proses pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan
sumber daya madrasah dalam mentransformasikan berbagai jenis masukan dan
situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal-hal
yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat
kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan, dan
lain-lain dari subjek selama memberikan dan menerima jasa layanan (Crosby,
1986:11). Itu artinya, manajemen madrasah dan manajemen kelas berfungsi
menyingkronkan berbagai masukan tersebut atau mensinergikan semua komponen
dalam interaksi belajar dan mengajar. Semua komponan itu bersinerji mendukung
proses pembelajaran (Spanbauer, 1989:21).
Jadi dapat disimpulkan bahwa madrasah yang dipandang bermutu bukan
hanya mampu melahirkan keunggulan akademik semata tapi juga terkelola secara
integrated quality sehingga mampu menghasilkan jasa kependidikan yang sesuai
dengan kebutuhan para pelanggannya dan dapat dilihat dari nilai-nilai hidup yang
dianut, moralitas, dorongan untuk maju, dan lain-lain yang diperoleh anak didik
selama menjalani pendidikan di madrasah.

109
Pengertian mutu pendidikan madrasah disini bukan merupakan sesuatu
yang stasis, melainkan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan
tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan
teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya
manusia. Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional yang
dihadapi oleh sistem pendidikan Negara kita. Berbagai usaha dan program telah
dikembangkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan ke arah yang lebih
berkualitas dan kompetitif termasuk diantaranya mengaplikasikan manajemen
mutu terpadu (total quality management) dalam pengelolaan madrasah.

b) Urgensi Mutu Terhadap Eksistensi Pendidikan Madrasah


Mutu merupakan kesesuaian sifat-sifat suatu produk dengan kebutuhan
para pelanggannya (Tampubolon, 2001:73) Dalam konteks pendidikan madrasah,
statemen tersebut secara normatif mengandung beberapa urgensi mutu terhadap
eksistensi pendidikan madrasah. Pertama, mutu secara langsung menunjukkan
karakteristik dan identitas dari madrasah itu sendiri. Semakin baik mutu
madrasah, maka madrasah itu pun secara otomatis akan mendapatkan jaminan
dari masyarakat (social assurance) untuk selalu menggunakan jasa
pendidikannya. Kedua, mutu suatu madrasah yang unggul akan selalu memiliki
relevansi yang koheren dengan kebutuhan masyarakat. Asumsi ini muncul sebagai
implikasi dari kredibilitas pengelolaan mutu yang ditunjukkan oleh madrasah
tersebut.
Ketiga, dengan mutu madrasah yang baik, maka madrasah akan selalu
memiliki peluang untuk dapat mengontrol pelaksanaan program pendidikan yang
telah dicanangkan sesuai dengan standar mutu yang disepakati sekaligus
mengembangkan dan meningkatkan mutu produk pendidikannya ke arah yang
lebih berkualitas, dinamis dan kompetitif, sebagaimana sifat dasar mutu yang
selalu berkembang sesuai dengan tuntutan zaman dan kompetisi global. Hal-hal
tersebut sekaligus menegaskan betapa vitalnya pengelolaan mutu dalam dunia
pendidikan sekaligus key success dari eksistensi madrasah yang akan selalu
survive dan eksis di tengah terpaan kompetisi global yang semakin pesat.

110
c) Indikator Mutu Pendidikan Madrasah
Program peningkatan mutu madrasah selama ini secara terus menerus
selalu diupayakan secara maksimal, baik melalui pembenahan program
pendidikannya maupun pengelolaan organisasi madrasahnya, namun mutu
madrasah yang dicapai masih belum optimal. Atkinson (1990:41) memetakkan
indicator mutu menjadi 3 (tiga), yaitu; pertama, mutu pendidikan madrasah dapat
dilihat dari hasil akhir pendidikan (Ultimate Outcome) yang merupakan esensi
semua usaha dalam pendidikan.Yang menjadi ukuran biasanya tingkah laku para
lulusan suatu lembaga pendidikan setelah mereka terjun dalam masyarakat dan
melanjutkan ke perguruan tinggi atau dalam kompetisi dunia kerja.
Dengan kata lain, taraf mutu madrasah digambarkan oleh seberapa jauh
tingkah laku para lulusannya memenuhi tuntutan masyarakat seperti yang
lazimnya tercantum dalam tujuan pendidikan madrasah. Kedua, Cara lain untuk
melihat mutu pendidikan madrasah ialah dengan cara mengukur hasil langsung
pendidikan (Immediate Outcome). Hasil itu biasanya berupa tingkah laku anak
didik (berupa pengetahuan, keterampilan dan sikapnya) setelah mereka
menyelesaikan pendidikan madrasah. Hasil langsung pendidikan madrasah ini
sebagai ukuran mutu pendidikannya yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotor, baik yang mudah diukur maupun yang sukar diukur, dan baik yang
telah diperkirakan sebelumnya maupun yang belum diperkirakan sebelumnya.
Ukuran tingkah laku anak didik tidak hanya berupa skor tes tertulis, tetapi juga
skor jenis tes lainnya dan juga hasil kuantifikasi pengukuran dengan alat-alat ukur
selain tes.
Ketiga, gambaran mutu pendidikan madrasah dapat dilihat juga dari
proses pendidikannya sebab proses pendidikan dianggap menentukan hasil
langsung maupun hasil akhir pendidikan. Faktor-faktor proses pendidikan yang
akan dijadikan ukuran mutu pendidikan madrasah haruslah benar-benar ada
hubungannya dengan hasil pendidikan, baik secara teoritik maupun empirik.
Ukuran yang dipakai disini ialah hasil kuantifikasi kuantitas maupun
kualitas faktor-faktor proses pendidikan yang dikumpulkan dengan alat-alat ukur
seperti daftar observasi, kuesioner dan wawancara. Hal itu tidak jauh berbeda

111
dengan teori yang juga dikemukakan oleh Crosby yang menegaskan bahwa mutu
kompetitif dari suatu pendidikan dapat dilihat dari (1) Proses, (2) produk dan (3)
out comes yang dihasilkan dan dirasakan oleh pengguna jasa pendidikannya
seperti halnya pihak industri, dan lain sebagainya.
Sanusi (2011) menyatakan bahwa pendidikan yang bermutu itu jika
memiliki sistem nilai yang terdiri dari : Nilai teologis, nilai fisik-fisiologis, nilai
etis, nilai estetis, nilai logis dan nilai teleologis. Keenam nilai tersebut, menurut
Sanusi disebut sebagai General Value Theory.
Nilai teologis dalam konteks Islam dapat dilihat dari dua aspek ajaran
Islam, yaitu aqidah dan syari’ah. aqidah adalah ajaran tentang keimanan yang
menyangkut iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, Rasul, hari akhir, qadha dan
qadar, dan apa-apa yang disebut dalam al-Qur’an dan Sunnah. Syari’ah adalah
ajaran tentang pengaturan hukum yang mengatur tentang hubungan manusia
dengan Allah dan manusia dengan manusia, yang menyangkut ibadah dalam arti
khusus, seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, dan naik haji. Ibadah dalam arti
umum, seperti muamalah, munakahat, jinayah, dan lain sebagainya.
Dalam tulisan ini, nilai teologis merupakan keyakinan (believe) yang
menjadi landasan bagi kehidupan. Pilar nilai teologis (tauhidullah) dalam konteks
ini adalah iman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, hari kiamat
dan qada’ qadar-Nya. Tauhidullah merupakan kunci dari sistem keyakinan dalam
konsep Islam. Al-Qur’an menjelaskan dalam Surat Al Hasyr ayat 23 yang Artinya
: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha
Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha
perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan”.
Nilai etika dipandang sebagai the goodness atau kebajikan yang menjadi
standar penilaian moral. Etika diklasifikasikan berdasarkan sumbernya menjadi
etika filosofis dan etika teologis. Tulisan ini memandang etika teologis (‫)األخالق‬
sebagai referensi tindakan moral manusia, individu maupun tingkat maslahat
masyarakat. Tingkah laku atau akhlak seseorang adalah sikap seseorang yang

112
dimanifestasikan ke dalam perbuatan. Daradjat (1999: 273) merinci contoh-
contoh akhlak, yaitu:
“Akhlak yang berhubungan dengan Allah: mentauhidkan Allah, taqwa,
berdoa, dzikrullah, tawakkal; akhlak terhadap keluarga: birrul walidaini,
adil terhadap saudara, membina dan mendidik keluarga, memelihara
keturunan; akhlak terhadap masyarakat: ukhuwah atau persaudaraan,
ta’awun, adil, pemurah, penyantun, pemaaf, menepati janji, musyawarah,
wasiat dalam kebenaran; akhlak terhadap alam: memperhatikan dan
merenungkan ciptaan alam, memanfaatkan alam”.

Kehidupan muslim yang baik adalah yang dapat menyempurnakan


akhlaknya sesuai dengan akhlak yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
saw. Akhlak atau sistem perilaku dapat diinternalisasikan melalui dua pendekatan,
yaitu: “Rangsangan-jawaban (stimulus-response) atau yang disebut dengan
pengkondisian dan kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis”
(Daradjat at.al, 1999: 262). Pendekatan stimulus-response merupakan teori
psikologi dari Skinner digunakan sebagai upaya untuk menciptakan automatisasi
dalam menanamkan akhlak. Internalisasi nilai akhlak dapat dilakukan melalui
latihan, tanya jawab, dan mencontoh. Sedangkan pendekatan kognitif merupakan
langkah internalisasi akhlak yang dapat dilakukan melalui media dakwah,
ceramah, diskusi, dan lain-lain.
Nilai estetika berkaitan dengan keindahan dan bagaimana ia bias
terbentuk dan bagaimana seseorang bias merasakannya. Dalam kamus Stanford
Encyclopedia of Philosophy pada pembahasan Aesthetic judgment, Zangwill
mendefinisikan estetika sebagai “the study of sensory or sensory-emotional
values, sometimes called judgments of sentiment and taste”. Nilai estetik berkaitan
dengan tata nilai suatu keindahan yang kita rasakan. Artinya, nilai-nilai tersebut
mengambarkan nilai-nilai secara indah dan menyentuh emosi.
Nilai logis atau logical value atau truth value adalah nilai yang
menghubungkan preposisi terhadap kebenaran. Keterampilan menggunakan
logika atau rasional yang berdasar untuk mencapai kebenaran. Kemampuan
berpikir (kognitif) terbawah berdasarkan taksonomi Bloom adalah mengingat dan
teratas adalah analisis, sintesis, evaluasi dan kreativitas.

113
Nilai fisik-fisiologis berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran aspek
fisik dan fisiologis manusia. Dalam proverb latin “mens sana in corpore sano”
yang sering diterjemahkan ‘A sound mind in a sound body’. Nilai fisik dalam tata
nilai keseluruhan merupakan badan yang menyimpan nilai-nilai yang lain.
Maksudnya nilai teologis terdapat di hati (hati bagian dari tubuh), nilai etika dan
logis berada dalam otak, nilai estetika dalam sensori.
Nilai teleologi yang diturunkan dari kata telos (akhir, tujuan, maksud)
dan logos (perkataan) merupakan ajaran filsafat yang menerangkan segala sesuatu
dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Nilai teleologi berkaitan dengan
konsekuensi dari tindakan yang dilakukan seseorang. Nilai teleologi dapat dilihat
dari firman Allah Swt. tentang penciptaan langit dan bumi bahwa apa yang
diciptakan-Nya pasti mengandung maksud dan tujuan tertentu.
Bagian-bagian dalam general value theory tersebut bukanlah sesuatu
yang terpisah-pisah, namun saling berinteraksi membentuk karakter individu.
Teori yang diilhami oleh nilai-nilai Islam menjadi landasan bagi manajemen mutu
pendidikan. Hubungan antara manusia dengan rabbul izzati, dilandasi oleh nilai
keimanan. Prinsip asasi tauhid ini, dalam konteks kehidupan termanifestasi dalam
konsep ihsan yaitu dalam Q.S. Al-A’raf: 7-8 yang artinya “bahwa sesungguhnya
akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang
(Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari
mereka). Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka Barangsiapa
berat timbangan kebaikannya, mereka Itulah orang-orang yang beruntung”.
Keenam sistem nilai ini akan menjadi indikator mutu dalam pendidikan
madrasah. Jika keenam sistem nilai ini benar-benar teraplikasi dalam dunia
pendidikan madrasah maka keluaran madrasah akan lebih bermutu.

d) Pengembangan Tiga Sistem Mutu untuk Madrasah


Dalam pengembangan pendidikan madrasah yang lebih kompetitif,
perhatian terhadap pengembangan mutu pendidikannya menjadi suatu yang
mutlak untuk dilakukan bila ingin menjadi madrasah yang kompetitif dan eksis di
tengah kompetisi global dunia pendidikan. Dalam konteks pengembangan mutu

114
dalam dunia pendidikan madrasah terdapat 3 sistem mutu yang dapat
dikembangkan secara integrated (Sallis, 2001:53-54; Tampubolon, 2001:111-
113). Pertama, pengawasan mutu (quality control) secara teoritis merupakan
konsep sistem mutu yang paling tua, namun hingga kini masih banyak institusi
yang mengaplikasikannya. Sistem itu berfungsi mendeteksi dan mengeliminasi
komponen-komponen atau produk-produk gagal yang tidak sesuai dengan standar
mutu yang telah ditetapkan. Hal itu merupakan proses pasca produksi yang
melacak dan menolak item-item yang cacat. Tujuannya adalah melihat apakah
produk yang ditergetkan sudah bermutu, dalam arti sesuai dengan rencana atau
tidak. Pusat perhatian terutama tercurah pada mutu produk. Kalaupun pengawasan
dilakukan pada proses, biasanya hanya bersifat inspeksi yang pada umumnya
tidak dikaitkan secara sistematis dengan usaha meningkatkan mutu produk
pendidikan madrasah yang bersangkutan.
Kedua, jaminan mutu (quality assurance) secara aplikatif sangat berbeda
dengan pengawasan mutu. Jaminan mutu berfungsi menentukan standar mutu
berdasarkan kebutuhan pelanggan objektif dan prosedur-prosedur kerja (sistem
dan proses) yang terinci secara sistematis, tajam dan ketat yang harus diikuti oleh
setiap pelaksana pendidikan dengan sebaik-baiknya. Jaminan mutu didesain
sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk
yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jaminan mutu
adalah sebuah cara memproduksi produk yang bebas dari cacat dan kesalahan.
Tujuannya, dalam istilah Crosby (1986:28), adalah menciptakan produk tanpa
cacat (zero defect). Jaminan mutu adalah pemenuhan spesifikasi produk secara
konsisten atau menghasilkan produk yang ‘selalu baik sejak awal’ (right first time
every time), termasuk dalam hal ini di dunia pendidikan.
Ketiga, menejemen mutu terpadu (total quality manajement) merupakan
perluasan dan pengembangan dari jaminan mutu. TQM adalah usaha menciptakan
kultur mutu yang mendorong semua anggota stafnya untuk memuaskan para
pelanggan. Dalam konsep mutu terpadu, pelanggan adalah raja. Ini merupakan
pendekatan yang dipopulerkan oleh Peters dan Waterman dalam in Search of
Excellence (Sallis, 2001:53). Dalam konteks pendidikan madrasah, konsep ini

115
disesuaikan dengan perubahan dan gaya pelanggan dengan cara mendesain produk
dan jasa pendidikan agar memenuhi dan memuaskan harapan mereka. Hal ini
sekaligus menegaskan bahwa standar dan prosedur mutu dalam aplikasi TQM di
madrasah tidak boleh statis, namun dinamis, dalam arti dapat berubah sesuai
dengan kebutuhan dan kompetisi pendidikan madrasah yang tengah berkembang
pula. Secara sederhana konsep perkembangan mutu dapat dilihat dalam diagram 3
berikut; Manajemen
Mutu Terpadu
Jaminan Perbaikan yang
Mutu Kontinyu

Kontrol Pencegahan
Mutu
Deteksi
Inspeksi

Gambar 2.8 : Hirarki konsep mutu


Diadaptasi dari Total Quality Management in Education karya
Edward Sallis (2001:47)

Ketiga sistem mutu tersebut dapat diaplikasi secara integrated dalam


dunia pendidikan madrasah, walaupun sebenarnya konsep TQM atau sistem mutu
yang terakhir merupakan penyempurnaan dari dua sistem mutu sebelumnya.
Artinya dengan aplikasi TQM secara tepat dan optimal niscaya produk yang
dihasilkan oleh madrasah niscaya akan semakin meningkat, karena adanya
komitmen dan perhatian yang besar terhadap mutu yang akan dihasilkannya.

e) Penelitian Terdahulu
1. Djohar. A, UPI Bandung 2003 dengan judul : “Pengembangan Kurikuluk
KBK SMK penggunaan model pembelajaran yang dikembangkan dapat
meningkatkan kompetensi siswa” Implikasi model KBK menuntut guru
untuk mampu mengembangkan kurikulum di dalam skala mikro yang
merangkum pengelaman belajar siswa di sekolah.
2. Khairudin. R, UPI Bandung 2006 dengan judul : “Model Pengembangan
Kurikulum Bahasa Inggris”. Model pengembangan kurikukulum
pendidikan Bahasa Inggris untuk konsentrasi sekolah dasar yaitu : desain

116
kurikulum yang terdiri atas tujuan, struktur kurikulum, deskripsi mata
kuliah, kurikulum berdasarkan kontrak.
3. Bildhan Septiadhi (2005), dengan judul “Efektivitas Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sebagai Upaya Peningkatan Mutu
Sekolah Di Sekolah Dasar”, hasil penelitiannya :
a. SD Negeri Sekeloa menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah pada
tahun 2002 dengan membentuk dewan sekolah yang sekarang berubah
menjadi komite sekolah terlebih dahulu.
b. Sekolah memiliki kewenangan dalam mengelola sumber daya yang
dimiliki oleh sekolah, tetapi sekolah masih bergantung kepada
pemerintah terutama mengenai dana operasional sekolah.
c. Adanya keterlibatan warga sekolah baik guru-guru dan komite sekolah
dalam pengambilan keputusan di sekolah. Serta adanya pengawasan
dari komite sekolah terhadap penggunaan dana sekolah.
d. Dalam pengembangan kurikulum terutama dalam penerapan KBK
guru-guru masih mencontoh Sekolah lain yang telah menerapkan
KBK, sehingga perlu ditingkatkan kemampuan guru dalam
mengembangkan kurikulum dan juga kreativitas guru dalam
memberikan materi kepada para peserta didik.
e. Masih rendahnya kepedulian masyarakat terhadap peningkatan mutu
sekolah, hal ini dkarenakan faktor pendidikan dan faktor ekonomi
masyarakat di sekitar lingkungan SD Negeri Sekeloa.
f. Peningkatan prestasi peserta didik belum konsisten, hal ini disebabkah
karena faktor ekonomi keluarga dari peserta didik tersebut dan juga
belum adanya pembinaan yang berkesinambungan dari pihak sekolah.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah di SD Negeri Sekeloa belum efektif,
karena implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SD Negen
Sekolah belum berdampak terhadap peningkatan mutu sekolah. Oleh
karena itu diperlukan perbaikan-perbaikan secara berkesinambungan,
baik dalam profesionalisme personil sekolah dan komite sekolah dan

117
juga peningkatan kepedulian masyarakat terhadap peningkatan mutu
sekolah.
Ketiga hasil penelitian tersebut mengkaji tentang kurikulum, penelitian
pertama memfokuskan tentang model pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi di SMK. Penelitian kedua, memfokuskan tentang pengembangan
kurikulum pendidikan Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Penelitian Ketiga
memfokuskan tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan mengkaji
seluruh komponen manajemen yang ada di Sekolah. Sedangkan penulis lebih
memfokuskan pada Manajemen Kurikulum (perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi) di Madrasah dalam Manajemen Berbasis Madrasah untuk meningkatkan
mutu pendidikan di madrasah.

118

Anda mungkin juga menyukai