Anda di halaman 1dari 13

REVOLUSI MENTAL DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN:

KONSEP MEMBENTUK KARAKTER BANGSA UNGGUL DI ERA


INDUSTRI 4.0

PENDAHULUAN
Dewasa dimunculkan kembali gagasan revolusi mental sebagai bentuk awal
perubahan karakter bangsa Indonesia. Gagasan ini kembali dikemukan oleh
Presiden RI saat ini yaitu Ir. H. Joko Widodo. Semangatnya adalah merubah
karakter bangsa menjadi yang bertanggungjawab, kuat, bekerja keras dan pantang
menyerah.
Dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 3 menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cerdas,
kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang baik serta bertanggung jawab.1 Untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional maka setiap jenjang pendidikan harus
diselenggarakan pendidikan budaya dan karakter secara terprogram dan sistematis,
dengan mengintegrasikan muatan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, untuk
menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif.
Panduan pelaksanaan pendidikan karakter yang diterbitkan oleh Balitbang
Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdiknas2 menyatakan bahwa pembangunan
karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan
UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang
berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai
Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai
Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

1
Kemdiknas. Desain Induk pendidikan Karakter. (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional,
2010), 3.
2
Kemdiknas, B. P. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. (Jakarta:. Kemdiknas, 2011), 5.

1
memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi
bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa. Untuk mendukung perwujudan cita-
cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka
Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas
pembangunan nasional.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berideologikan Pancasila sudah pasti
membutuhkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Karena itu, menurut Imam
Suprayogo, revolusi mental dapat diarahkan pada tiga ranah sekaligus: Gerakan
mendekatkan bangsa pada kitab suci, pada tempat ibadah, dan pada pemuka
agamanya masing-masing. Hal ini diharapkan akan melahirkan karya atau kerja
yang terpuji dalam berbagai bidang kehidupan.
Jika memang demikian yang dibutuhkan adalah kesadaran warga bangsa atas
realita dan seorang pemimpin karismatik. Proses penyadaran terhadap kondisi
bangsa yang saat ini penuh dengan korupsi dan pentingnya dilakukan revolusi
mental harus dilakukan, yang salah satu caranya adalah melalui pendidikan. Proses
ini jelas membutuhkan waktu lama, tidak bisa berlangsung cepat.
Maka digagaslah kembali revolusi mental oleh Presiden Republik Indonesi
Ir. H. Joko Widodo sebagai representasi dari sejarah perjuangan kemerdekaan
Indonesi. Sesuai dengan awal munculnya gagasan itu oleh Proklamator
Kemerdekaan Ir. Soekarno, hingga membangkitkan semangat perjuangan bangsa
Indonesia.
Lantas bagaimana pandangan Al-Quran tentang konsep revolusi mental untuk
membangun karakter bangsa tersebut. Berikut akan diuraikan mengenai gagasan
revolusi mental yang sebenarnya telah tersirat jelas di dalam Kitab Agung Umat
Islam, Al-Quran. Termasuk penjelasan mengenani gagasan dan konsep membentuk
karakter bangsa yang unggul sesuai dengan semangat revolusi mental tersebut.

SEJARAH DAN PENGERTIAN REVOLUSI MENTAL


Revolusi biasa didefinisikan sebagai perubahan yang belangsung dengan
cepat. Artinya, perubahan tersebut terjadi dalam waktu yang pendek. Akan tetapi,

2
sebagaimana diketahui, cepat atau pendek ini relatif sifatnya. Revolusi mental juga
dapat dimaknai sebagai perubahan mendasar mindset (pola pikir) masyarakat dan
penguasa dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.3
Revolusi industri di Inggris misalnya, bukanlah sebuah revolusi yang
berlangsung dengan cepat. Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk bisa muncul
berbagai penemuan dalam ilmu pengetahuan, yang kemudian bersama-sama
menghasilkan berbagai perangkat teknologi yang begitu mengubah kehidupan
manusia. Istilah revolusi di sini lebih ditujukan pada dampak yang dihasilkan dari
perubahan yang terjadi, sebagaimana halnya juga istilah revolusi dalam “Revolusi
Neolitik”.4
Jika demikian Revolusi Mental dapat didefinisikan sebagai perubahan-
perubahan mendasar (fundamental) yang terjadi pada kerangka pemikiran individu,
yang berdampak luas dan penting terhadap lingkungan tempat individu tersebut
berada. Definisi ini tidak serta-merta dapat dipahami, karena di dalamnya terdapat
sejumlah konsep atau istilah yang memang perlu dijelaskan lebih lanjut. Untuk itu,
definisi ini dapat dibagi menjadi beberapa frase yang suatu pengertian tertentu.
Mental sebenarnya ada yang melihatnya sebagai sebuah konsep yang lebih
mengarah kepada sekularistik, dimana unsur-unsurnya bekerja pada
wilayahwilayah empirik sebagai sebuah konsep dasar keilmuan modern sekarang.5
Munculnya gagasan revolusi mental ini dilandasi oleh kenyataan bahwa
bangsa Indonesia belum mampu menjadi bangsa yang unggul dan berkarakter.
Berbagai kebiasaan yang tumbuh subur sejak zaman pra-kolonial hingga pasca-
kolonial masih berlangsung hingga kini, mulai dari korupsi, intoleransi terhadap
perbedaan, sifat tamak, ingin menang sendiri, cenderung menggunakan kekerasan
dalam memecahkan masalah, melecehkan hukum, dan sifat oportunis.
Kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno pada sekitar tahun 1957. Saat itu
Soekarno mengatakan, “…Bahwa revolusi adalah kebudayaan, sebagaimana

3
Haryatmoko, “Revolusi Mental di Ranah Politik: Orientasi Pelayan Publik dan Pola Baru Seleksi
Pejabat Publik”, dalam Semiarto Aji Purwanto (ed.), Revolusi Mental, hal: 22
4
Sri Heddy Ahimsa Putra, “Peran dan Fungsi Nilai Budaya dalam Kehidupan Manusia”. Makalah
Dialog Budaya, 2014
5
I Nengah Putu Suasta, Menegakkan Demokrasi, Mengawal Perubahan, (Jakarta: Lestari
Kiranatama, 2015), hal. 48

3
halnya politik”. Ucapan itu keluar dari mulutnya setelah beberapa seniman dan
sastrawan (budayawan) menghadap presiden di Istana pada 6 Maret 1957. Di awal
tahun itu tepatnya 21 Februari 1957, Soekarno melontarkan gagasan konsepsional
yang kemudian disebut dengan “konsepsi Presiden Soekarno” atau “konsepsi
Presiden”.6

REVOLUSI MENTAL DI ERA INDUSTRI 4.0


Revolusi mental diupayakan menjadi penawar luka, obat penyakit degradasi
wibawa Negara, pil lesunya sendi perekonomian, penyambung pudarnya solidaritas
dan toleransi, serta pembangkit krisis kepribadian bangsa.7Agar revolusi mental
sebagai pembaharuan tidak terpental, relevan dengan cita-cita „trisakti‟ pelopor
bangsa, demi kedaulatan NKRI, berdiri dalam ekonomi, masyarakat berkepribadian
budi tinggi, terwujudnya keadilan sosial, kesejahteraan, serta bangsa yang
bermartabat8 dan berperadaban. Maka dibutuhkan nilai agama, tradisi kebudayaan
dan nilai falsafah bangsa.
Revolusi mental di era industri 4.0 merupakan bagian dari konsep
pembangungan digitalisasi yang menjadi sangat urgen dalam upaya menyiapkan
anak didik yang unggul, beriman, professional, milenial dan berkepribadian,
sebagaimana dituntut dalam tujuan pendidikan.
Dalam buku The Fourth Industrial Revolution, karangan seorang ekonom
terkenal Klaus Schwab, menjelaskan bagaimana kehidupan yang terjadi ketika
memasuki era revolusi industry keempat, dampak, dan bagaimana cara kita agar
apat memanfaatkannya.
Dimensi realitas berarti nilai-nilai yang mewujud dalam konteks legislasi,
penegakan hukum, penganggaran, kebijakan program dan kegiatan monitoring dan

6
Nurani Soyomukti, Soekarno: Visi kebudayaan & Revolusi Indonesia, (Jogjakarta: Arruz Media,
2016), 147.
7
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, Sosialisasi Gerakan
Nasional Revolusi Mental, Jakarta, 21 Agustus 2015
8
E. Mulyasa, Revolusi Mental dalam Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Abadi, 2014), 12.

4
evaluasi serta kehidupan sehari-hari, berupa prilaku, sikap dan kebiasaan.9 dan
UUD 45 landasan negara.
Sulit kiranya mencapai keberhasilan jika tidak memiliki landasan teologis
yang jelas, bebas nilai, serta adanya ketidakserasian misi pejabat (hulu) penerima
amanah, dan rakyat (hilir) pemberi amanah.10 Krisis multi dimensi, korupsi, kolusi
dan nepotisme, intoleransi SARA, pudarnya nasionalisme, maraknya perjudian,
narkotika, free sex, merupakan PR rusaknya mental bangsa yang harus diselesaikan
bersa8ma. Disinilah perlunya pendidikan mental yang bernilai. Pendidikan yang
mampu melahirkan manusia sadar sebagai individu, sebagai sosial dan makhluk
tuhan.
REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF AL-QURAN
Dalam kaitannya dapat kita ambil pemhaman bahwa dalam upay revolusi
mental salah satu indikator utama ialah Al-Quran, sehingga dengan segala proses
yang cepat akan menelurkan karakter bangsa yang unggul. Tentunya, dengan
spiritual yang kuat dan iman yang hebat.
Dengan demikian, kajian revolusi mental dari sudut pandang nilai-nilai
agama (Islam), khususnya dalam perspektif Al-Quran, memiliki alasan yang kuat
dan dapat diterima. M. Quraish Shihab mencatat, dari ayat-ayat Al-Quran dipahami
bahwa perubahan—termasuk perubahan mental—baru dapat terlaksana apabila
terpenuhi dua syarat pokok: (1) adanya nilai-nilai atau ide; (2) adanya pelaku-
pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut. Syarat pertama telah
diambil alih sendiri oleh Allah SubhanaHu wa Ta’ala. melalui petunjuk Al-Quran
dan penjelasan Nabi Muhammad Shallallah alaih wasallam., walaupun sifatnya
masih umum dan memerlukan perincian dari manusia. Sedangkan syarat kedua
mengenai para pelakunya adalah manusia-manusia yang hidup dalam suatu tempat
dan yang selalu terikat dengan hukum-hukum masyarakat yang ditetapkan itu.11
Misalnya Al-Qur’ân hanya menyebutkan teks atau lafalnya saja, namun dari
redaksi dan lafal inilah para mujtahid atau mufassir dapat mengimplementasikan

9
Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila & Isu-Isu
Kontempoler di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 279-280.
10
Jiwa Atmaja, Wahana, Semiotika Revolusi Mental, No. 91 Th. XXXI Mei 2015
11
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, hal. 245-246

5
secara rinci makna lafadz tersebut menjadi suatu konsep yang utuh yang dijadikan
pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti: khalîfah (wakil, pengganti,
pemimpin), syûrâ (permusyawaratan, demokrasi), al-‘adl (keadilan), al-mulk
(kedaulatan, kerajaan), al-daulah (negara, pemerintahan), al-sulthân (kekuasaan),
al-qadâ’ (sistem peradilan), al-amr bi al-marûf wa al-nahyu ‘an al-munkar
(meganjurkan yang baik dan mencegah yang mungkar), al-ukhuwah
(persaudaraan), al-qabâil (suku bangsa), al-ummah (bangsa, umat), al-hukm
(pemerintahan) dan ûlu al-amr (amir, raja, pemimpin negara). Termasuk dalam
konteks ini, yaitu ulu al-amr (jamak; Auliya’) atau imâmah dalam al-Qur’ân.12
Dari sini, maka dapat dipahami bahwa perubahan sikap mental atau pola pikir
(mindset) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perubahan sosial dan
kebudayaan. Perubahan sosial dan kebudayaan yang terkait erat dengan perubahan
mental atau mindset, terutama menyangkut cara-cara hidup (the modes of life),
seperti keyakinan keagamaan, norma, nilai, filsafat hidup, sikap, dan pola perilaku.
Sedangkan istilah mental sendiri, seperti telah disinggung di muka, mencakup
cara-cara hidup, seperti cara berpikir, cara memandang masalah, cara merasa,
mempercayai/ meyakini, cara berperilaku, bertindak, di samping juga pandangan-
pandangan, pengetahuan, nilainilai, dan norma-norma. Dalam rangkaian ayat al-
Qur’an sesungguhnya tidak ditemukan sebuah term yang persis sepadan dengan
“Revolusi Mental” (‫)الثورة الروحية‬. Namun demikian, ada beberapa ayat al-Qur’an
yang menggunakan term yang seakar kata dengan ‫الثورة‬.
Misalnya dalam Q.S. al-Baqarah/2: 71 disebutkan:

‫ث‬َ ‫ض َو ََل ت َ أس ِقي أال َح أر‬


َ ‫قَا َل ِإنَّهُ يَقُو ُل ِإنَّ َها بَقَ َرة ٌ ََل ذَلُو ٌل تُثِي ُر أاْل َ أر‬
‫ق ۚ فَذَبَ ُحوهَا َو َما َكادُوا‬ ِ ِّ ‫ت ِبا أل َح‬
َ ‫سلَّ َمةٌ ََل ِشيَةَ فِي َها ۚ قَالُوا أاْلنَ ِجئأ‬ َ ‫ُم‬
َ‫َي أف َعلُون‬
Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan
tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.”
mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi

12
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’ân. Tafsir Al-Quran Tematik; Etika berkeluarga,
bermasyarakat, dan berpolitik (Jakarta: Aku Bisa), h.182

6
betina yang sebenarnya”. kemudian mereka menyembelihnya dan hampir
saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (Q.S. al-Baqarah/2: 71).

‫ور ِبِإ ِ أذ ِن‬ ِ ‫ا ل ر ۚ ِك َت ا ٌب َأ أن َز أ ل َن ا ُه ِإ َل أي َك ِ ل ُت أخ ِر َج ا ل َّن ا َس ِم ََن الُّظلُ َما‬


ِ ‫ِت ِإلَى الن‬
‫يز أال َح ِمي ِد‬
ِ ‫اط أال َع ِز‬ ِ ‫َر ِبِّ ِه أم ِإلَ ٰى‬
ِ ‫ص َر‬
“Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu
supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya
terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Ibrahim/14: 1).
Kebiasaan al-Qur’an—menggunakan bentuk jamak untuk kata ‫( الُّظلماِت‬aneka
gelap), sedangkan kata ‫ورالَن‬
ِّ berbentuk tunggal. M. Quraish Shihab, dengan
merujuk pendapat para ulama tafsir, hal ini mengisyaratkan bahwa kegelapan
bermacam-macam serta beraneka ragam dan sumbernya pun banyak. Setiap benda
pasti mempunyai bayangan dan bayangan itu adalah gelap sehingga gelap menjadi
banyak, berbeda dengan cahaya. Penyebutan kata ‫( الُّظلماِت‬aneka gelap) lebih
didahulukan atas kata ‫ورالَن‬
ِّ (terang), bukan saja karena gelap lebih dahulu wujud
dari terang, tetapi agaknya juga untuk mengisyaratkan bahwa manusia hendaknya
selalu menuju ke arah perubahan positif (terang).13
Dalam Q.S. al-Thalaq/65: 11 disebutkan:

‫ِت ِليُ أخ ِر َج الَّذِيَنَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا‬ ٍ ‫ِت الَّ ِه ُمبَ ِيِّنَا‬ ِ ‫وَل يَتألُو َعلَ أي ُك أم آيَا‬ ‫س ا‬ ُ ‫َر‬
َ ‫ور َۚو َم أَن يُؤأ ِم أَن ِبالَّ ِه َو َي أع َم أل‬
‫صا ِل احا‬ ِ ‫ِت ِإلَى الن‬ ِ ‫ِت ِمَنَ الُّظلُ َما‬ِ ‫صا ِل َحا‬ َّ ‫ال‬
ُ‫سَنَ الَّه‬َ ‫ار َخا ِلدِيَنَ ِفي َها أَبَداا قَ أد أ َ أح‬ ٍ ‫يُ أد ِخ ألهُ َجنَّا‬
ُ ‫ِت ت َ أج ِري ِم أَن ت َ أح ِت َها أاْل َ أن َه‬
‫لَهُ ِر أزقاا‬
(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat
Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia
mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan

13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an , (Jakarta:
Lentera Hati, 2012), vol. 6, h. 309-310.

7
memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah
memberikan rezki yang baik kepadanya.

Bertolak dari ayat-ayat Al-Quran, menurut M. Quraish Shihab, bahwa


perubahan masyarakat baru dapat terjadi manakala terpenuhi dua syarat pokok.
Pertama, adanya nilai-nilai atau ide. Syarat pertama telah diambil alih sendiri oleh
Allah SubhanaHu Wa Ta’ala. melalui petunjuk Al-Quran dan penjelasan Nabi
Muhammad Shallahu wa ‘Alaihi Wasalam., walaupun sifatnya masih umum dan
memerlukan perincian dari manusia. Kedua , adanya pelaku-pelaku yang
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut. Syarat kedua mengenai para
pelakunya, mereka adalah manusia-manusia yang hidup dalam suatu tempat dan
yang selalu terikat dengan hukum-hukum masyarakat yang ditetapkan itu.14
Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur’an adalah kitab pertama yang dikenal umat
manusia yang berbicara tentang hukum-hukum kemasyarakatan. Dalam al-Qur’an
sarat dengan uraian tentang hukum-hukum yang mengatur lahir, tumbuh, dan
runtuhnya suatu masyarakat. Hukum-hukum tersebut, sebagaimana hukum-hukum
alam, tidak mungkin mengalami perubahan.15

MEMBENTUK KARAKTER BANGSA YANG UNGGUL


Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter
dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar
karakter dasar ini adalah ; a) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, b)
tanggung jawab, disiplin, dan mandiri c) jujur, d) hormat dan santun, e) kasih
sayang, peduli, dan kerja sama f) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, g) keadilan dan kepemimpinan, h) baik dan rendah hati, dan i)
toleransi.16

14
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an , h. 245-246.
15
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an , h. 245, M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran,
hal 421-424
16
Zubaedi, Disain Pendidikan KarakterKonsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan,
(Jakarta : Kencana, 2013), 72.

8
Dalam pendidikan karakter berbasis Al-Qur’an, materi pendidikan karakter
secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga dimensi nilai akhlak, yaitu ;
akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap alam
semesta.17
1. Ruang lingkup akhlak terhadap Allah18 h meliputi ; a) mengenal Allah, b)
berhubungan dengan Allah, dan c) meminta tolong kepada Allah.
2. Ruang lingkup akhlak terhadap manusia19 mencakup ; a) akhlak terhadap orang
tua, b) akhlak terhadap saudara, c) akhlak terhadap tetangga, dan d) akhlak
terhadap lingkungan masyarakat.20
3. Ruang lingkup manusia terhadap alam bukan hanya semata-mata untuk
kepentingan alam, tetapi jauh dari itu untuk memelihara, melestarikan, dan
sekaligus untuk memakmurkan manusia. Hubungan manusia dengan alam
bukan hubungan antara penakluk dengan yang ditaklukkan, tetapi hubungan
kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah. Hal ini karena kemampuan
manusia dalam mengelola bukanlah akibat kekuatan yang dimiliki, tetapi
akibat anugerah Allah.21
Tiga dimensi akhlak di atas menjadi materi yang mengisi pendidikan
karakter. Atas pemikiran tersebut, pendidikan karakter perlu memperhatikan
pentingnya dimensi penanaman akhlak terpuji (akhlakul karimah). Menurut
Hamka, akhlak yang terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan
norma-norma atau ajaran Islam.
Akhlak terpuji berisi sikap taat, baik taat secara lahiriah maupun taat secara
batiniah. Taat secara lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan
Allah, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan.
Beberapa perbuatan yang dikategorikan taat lahiriah adalah :
a. Taubat, dikategorikan taat lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku seseorang.
Namun sifat penyesalan merupakan taat batin.

17
Zubaedi, Disain Pendidikan KarakterKonsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan,...
84
18
QS Luqman: 12-13
19
QS Luqman: 14-19
20
M Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Persektif Al-Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2007), 221.
21
M Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung : Mizan, 1998), 295

9
b. Amar ma’ruf nahi mungkar, perbuatan yang dilakukan kepada manusia untuk
menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.
c. Syukur, berterima kasih terhadap nikmat yang telah dianugerahkan Allah
kepada manusia dan seluruh makhluknya.22
Taat batin adalah segala sifat yang baik, yang terpuji yang dilakukan oleh
anggota batin (hati). Yang termasuk taat batin adalah :
a. Tawakal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi,
menanti, atau menunggu hasil pekerjaan.
b. Sabar, yaitu sabar dalam beribadah, sabar ketika ditimpa musibah, sabar
terhadap kehidupan dunia, sabar terhadap maksiat, dan sabar dalam
perjuangan. Dasarnya adalah keyakinan bahwa semua yang dihadapi adalah
ujian dan cobaan dari Allah.
c. Qana’ah, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian yang dianugerahkan
Allah. Qana’ah meliputi menerima dengan rela apa yang ada, memohon kepada
Allah tambahan yang pantas dan ikhtiar, menerima dengan sabar akan
keentuan Allah, bertawakal kepada Allah, serta tidak tertarik oleh tipu daya
dunia.23
Secara esensial pendidikan karakter perlu mengupayakan penanaman akhlak
terpuji dan pengendalian bahkan pembersihan dari akhlak tercela. Menurut al-
Ghazali ada dua jenis akhlak yang perlu mendapat perhatian ketika seseorang
mendesain isi pendidikan karakter, yaitu akhlak yang baik (akhlakul mahmudah)
dan akhlak yang buruk (akhlakul madzmumah). Akhlak mahmudah adalah segala
macam tingkah laku yang baik.
Adapun yang termasuk sifat-sifat mahmudah adalah ; a) al-amanah (setia,
jujur, dapat dipercaya), b) as-sidqu (benar, jujur), c) al-‘adl (adil), d) al-‘afwu
(pemaaf), e) al-alifah (disenangi), f) al-wafa’ (menepati janji), g) al-haya’ (malu),
h) ar-rifqu (lemah lembut), i) anisatun (bermuka manis)24

22
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta : Yayasan Nurul Islam, 1981), 179.
23
Ibid., 180
24
M Yatimin Abdullah, Studi Akhlak..., 25-26

10
Adapun sifat-sifat madzmumah adalah sebagai berikut : a) ananiah (egoistis),
b) albaghyu (melacur), c) al-buhtan (dusta), d) al-khianah (khianat), e) az-zulmu
(aniaya), f) al-ghibah (mengumpat), g) al-hasad (dengki), h) al-kufran (mengingkari
nikmat), i) arriya’ (ingin dipuji), j) an-namimah (adu domba).25
Akhlak terpuji termanifestasi dalam bentuk-bentuk perilaku sebagai berikut :
a) bersifat sabar, b) bersifat istiqamah, c) memelihara amanah, d) bersifat adil, e)
bersifat kasih sayang, f) bersifat hemat, g) bersifat berani, h) bersifat kuat, i) bersifat
malu, j) menjaga kesucian diri, k) menepati janji26
Dengan demikian jelaslah bahwa dalam pendidikan karakter menurut Al-
Qur’an dimensi-dimensi karakter yang dikembangkan lebih mengacu pada akhlakul
karimah yang bersumber pada Al-Qur’an. Inti dari akhlakul karimah adalah bersifat
taat, dan ketaatan ini tidak hanya bersifat lahiriah tetapi juga bersifat batiniah.
Ketaatan lahiriah dan ketaatan batiniah akan melahirkan akhlak terpuji yang
termanifestasi dalam bentuk-bentuk perilaku tertentu. Sehingga terbentuklah
generasi bangsa yang berkarakter unggul sesuai dengan semangat revolusi mental
yang digagas oleh Pemerintah.

25
Ibid.,
26
Ibid, 46.

11
KESIMPULAN
Kajian revolusi mental di era industri 4.0 dari sudut pandang nilai-nilai agama
(Islam), khususnya dalam perspektif Al-Quran, memiliki alasan yang kuat dan
dapat diterima. M. Quraish Shihab mencatat, dari ayat-ayat Al-Quran dipahami
bahwa perubahan—termasuk perubahan mental—baru dapat terlaksana apabila
terpenuhi dua syarat pokok: (1) adanya nilai-nilai atau ide; (2) adanya pelaku-
pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut.
Dalam pendidikan karakter berbasis Al-Qur’an, materi pendidikan karakter
secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga dimensi nilai akhlak, yaitu ;
akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap alam
semesta. Ruang lingkup akhlak terhadap Allah meliputi ; a) mengenal Allah, b)
berhubungan dengan Allah, dan c) meminta tolong kepada Allah.
Ruang lingkup akhlak terhadap manusia mencakup ; a) akhlak terhadap orang
tua, b) akhlak terhadap saudara, c) akhlak terhadap tetangga, dan d) akhlak terhadap
lingkungan masyarakat. Ruang lingkup manusia terhadap alam bukan hanya
semata-mata untuk kepentingan alam, tetapi jauh dari itu untuk memelihara,
melestarikan, dan sekaligus untuk memakmurkan manusia. Hubungan manusia
dengan alam bukan hubungan antara penakluk dengan yang ditaklukkan, tetapi
hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah. Hal ini karena
kemampuan manusia dalam mengelola bukanlah akibat kekuatan yang dimiliki,
tetapi akibat anugerah Allah.

12
DAFTAR PUSTAKA
Al Khanif, 2016. Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila
& Isu-Isu Kontempoler di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Hamka, 1981. Tasawuf Modern, (Jakarta : Yayasan Nurul Islam)
Haryatmoko, “Revolusi Mental di Ranah Politik: Orientasi Pelayan Publik dan Pola
Baru Seleksi Pejabat Publik”, dalam Semiarto Aji Purwanto (ed.), Revolusi
Mental.
I Nengah Putu Suasta, 2015. Menegakkan Demokrasi, Mengawal Perubahan,
(Jakarta: Lestari Kiranatama)
Jiwa Atmaja, Wahana, 2015. Semiotika Revolusi Mental, No. 91 Th. XXXI Mei.
Kemdiknas, 2011. B. P. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. (Jakarta:
Kemdiknas)
Kemdiknas. 2010. Desain Induk pendidikan Karakter. (Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional)
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, 2015.
Sosialisasi Gerakan Nasional Revolusi Mental, Jakarta, 21 Agustus.
Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2014.
Panduan Umum Gerakan Nasional Revolusi Mental.
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’ân. Tafsir Al-Quran Tematik; Etika
berkeluarga, bermasyarakat, dan berpolitik (Jakarta: Aku Bisa)
M Quraish Shihab, 1998. Membumikan Al-Quran, (Bandung : Mizan)
M Yatimin Abdullah, 2007. Studi Akhlak dalam Persektif Al-Qur’an, (Jakarta :
Amzah)
M Quraish Shihab, 2008. Wawasan Al-Quran, (Bandung: Mizan)
M Quraish Shihab, 2012. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati)
Nurani Soyomukti, 2016. Soekarno: Visi kebudayaan & Revolusi Indonesia,
(Jogjakarta: Arruz Media)
Sri Heddy Ahimsa Putra, 2014. “Peran dan Fungsi Nilai Budaya dalam Kehidupan
Manusia”. Makalah Dialog Budaya,
Zubaedi, 2013. Disain Pendidikan KarakterKonsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan, (Jakarta : Kencana)

13

Anda mungkin juga menyukai