Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan kepribadian paranoid pertama kali dijelaskan oleh Adolf Meyer pada awal
abad ke-20. Formulasi awal dari gangguan ini datang dari perspektif psikoanalisis yang
menekankan mekanisme pertahanan reaksi formasi dan proyeksi. Beberapa peneliti
memiliki hipotesis bahwa gangguan kepribadian paranoid terletak dalam spektrum
skizofrenia dan merupakan produk dari kecenderungan genetik umum. Sebuah model
perilaku telah diusulkan dimana kecurigaan dan ketidakpercayaan yang dipelajari yang
mengarah kepenarikan sosial, pengujian lain, dan kecurigaan. Dalam perspektif
psikoanalisis, Freud menjelaskan perkembangan gangguan kepribadian paranoid atas
dasar mekanisme pertahanan, proyeksi dan reaksi formasi. Menurut Freud setiap manusia
memiliki dorongan homoseksual yang tidak dapat diterima yang ditolak oleh pikiran
sadar, dorongan ini kemudian memunculkan kebencian dan permusuhan yang juga tidak
dapat diterima oleh pikiran sadar. Ini adalah emosi kebalikan dari kebencian dan
permusuhan yang diproyeksikan pada motivasi orang lain.
Landasan paranoid ini adalah represi homo seksualitas yang mengambil bentuk lain
sehingga Schreber tidak akan mengenali keinginan sendiri. Freud percaya Schreber
mentransfer cintanya untuk ayah dan saudaranya menjadi untuk Flechsig dan Tuhan.
Freud menafsirkan keinginan Schreber untuk menjadi seorang wanita sebagai
pembenaran untuk kehilangan maskulinitasnya dan menyebut ini sebagai "Father-
Complex", Freud melihat fiksasi homo seksual seperti Schreber sebagai hasil dari konflik
oedipal yang belum terselesaikan. Ancaman pengebirian oleh ayah Schreber yang
menyebabkan dia meninggalkan kasih sayang ibunya, tetapi pada saat yang sama
mengidentifikasi ibunya. Teori gangguan kepribadian paranoid Freud, meskipun diterima
secara luas juga banyak dikritik karena data yang terbatas dan kurangnya landasan
empiris untuk mendukung teorinya.

BAB II
PEMBAHASAN

1
A. Definisi
Kepribadian paranoid adalah suatu gangguan kepribadian dengan sifat curiga yang
menonjol. Orangseperti ini mungkin agresif dan setiap orang yang lain dilihat sebagai
seorang agresor terhadapnya,dimana ia harus mempertahankan dirinya. Ia bersikap
sebagai pemberontak dan angkuh untukmenahan harga diri, sering ia mengancam orang
lain sebagai akibat proyeksi rasa bermusuhannyasendiri.

B. Epidemiologi
Prevalensi gangguan kepribadian paranoid adalah 0,5 -2,5 persen. Orang dengan
gangguan ini jarang mencari pengobatan sendiri. Jika dirujuk ke pengobatan oleh
pasangan atau perusahaannya, mereka seringkali menarik orang lain bersama-sama dan
tidak tampak menderita. Sanak saudara pasien skizofrenik menunjukkan insidensi
gangguan kepribadian paranoid yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Gangguan ini lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Insidensi diantara
homoseksual tidak lebih tinggi daripada umumnya, seperti yang dulu diperkirakan, tetapi
dipercaya lebih tinggi pada kelompok minoritas, imigran, dan tunarungu dibandingkan
populasi umum.

C. Etiologi
Belum diketahui dengan pasti faktor atau hal apakah yang menyebabkan seseorang dapat
mengalami gangguan kepribadian paranoid. Namun banyak penelitian yang menyebutkan
jika jika faktor utama yang dapat menyebabkan gangguan tersebut berasal dari anggota
keluarga yang memiliki gangguan skizofrenia. Selain itu gangguan kepribadian ini juga
muncul dikarenakan adanya pengalaman pada masa anak anak yang tumbuh dari kondisi
keluarga yang penuh dengan ancaman. Perilaku keseharian dari orang tua yang cukup
kasar, berantakan, serta sering merendahkan anak anaknya akan sangat mempengaruhi
pembentukan dari gangguan kepribadian ini kedepannya.

D. Ciri-ciri Penderita Paranoid


Gangguan kepribadian Paranoid dengan ciri-ciri:
1. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan;
2. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam,misalnya menolak untuk
memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil;
3. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan
pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang lain yang netral atau
bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan;
4. Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan
situasi yang ada (actualsituation);

2
5. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang kesetiaan seksual
dari pasangannya;
6. Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang
bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self-refential
attitude);
7. Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substansif
dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia
pada umumnya.

E. Diagnosis Banding

1. Gangguan delusional, waham yang terpaku tidak ditemukan pada gangguan


kepribadian paranoid
2. Skizofrenia paranoid, halusinasi dan pikiran formal tidak ditemukan pada gangguan
kepribadian paranoid.
3. Gangguan kepribadian ambang, pasien paranoid jarang mampu terlibat secara
berlebihan dan rusuh dalam persahabatan dengan orang lain seperti pasien
ambang. Pasien paranoid tidak memiliki karakter antisosial sepanjang riwayat
perilaku antisosial.
4. Gangguan schizoid adalah menarik dan menjauhkan diri tetapi tidak memiliki
gagasan paranoid.

F. Tatalaksana

1. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan perawatan yang paling menjanjikan bagi para penderita
gangguan kepribadian paranoid. Ahli terapi harus langsung dalam menghadapi
pasien. Jika ahli terapi dituduh tidak konsisten atau gagal, seperti terlambat untuk
suatu perjanjian, kejujuran dan permintaan maaf adalah lebih baik daripada
penjelasan yang membela diri. Ahli terapi harus mengingat bahwa kejujuran dan
toleransi keintiman adalah bidang yang sulit bagi pasien dengan gangguan. Dengan
demikian psikoterapi individual memerlukan gaya yang professional dan tidak terlalu
hangat dari pihak ahli terapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi
kelompok, mereka juga tidak mungkin mentoleransi introsivitas terapi perilaku.
Klinisi yang terlalu banyak menggunakan interpretasi khususnya interpretasi
mengenai perasaan ketergantungan yang dalam, masalah seksual, dan keinginan
untuk keintiman secara jelas meningkatkan ketidakpercayaa pasien.
3
2. Farmakoterapi.
Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada
sebagian besar kasus, obat anti anxietas seperti diazepam dapat digunakan.
Pemberian obat anti anxietas di indikasikan atas dasar adanya kecemasan dan
kekhawatiran yang dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan individu tidak
mampu beristirahat dengan tenang. Diazepam dapat diberikan secara oral dengan
dosis anjuran 10-30 mg/hari dengan 2-3 kali pemberian. Atau mungkin perlu untuk
menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine atau haloperidol, dalam dosis kecil
dan dalam periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat
delusional. Obat anti psikotik pimozide bisa digunakan untuk menurunkan gagasan
paranoid.

G. Prognosis

Tidak ada penelitian jangka panjang yang adekuat terhadap pasien gangguan
kepribadian paranoid yang telah dilakukan. Pada beberapa orang gangguan kepribadian
paranoid adalah terjadi seumur hidup. Pada orang lain, gangguan ini adalah tanda dari
skizofrenia.
Tetapi, pada umumnya, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki
masalah seumur hidupnya dan tinggal bersama orang lain. Masalah pekerjaan dan
perkawinan adalah sering ditemukan.

4
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Paranoid merupakan bagian dari gangguan proses pikir yang meliputi gangguan
bentuk pikiran, gangguna arus pikiran, gangguan isi pikiran. Gangguan isi pikiran dapat
terjadi baik pada isi non verbal maupun pada isi pikiran yang diceritakan misal : extansi,
fantasi, hobi, curiga, waham, dan sebagainya.
Beberapa ciri dari gangguan kepribadian Paranoid, yakni:
1. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan;
2. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam,misalnya menolak untuk
memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil;
3. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan
pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang lain yang netral atau
bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan;
4. Dan lain-lain.

B. Saran
Penderita paranoid seringkali tidak menyadari bahwa dirinya terkena gangguan
tersebut, sehingga diperlukan kepekaan dari masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
Selain itu juga sebagai pencegahan, kita sebaiknya menghindari berbagai hal yang dapat
memunculkan penyakit ini, sebab meskipun seseorang punya riwayat keluarga yang
menderita paranoid. Apabila kita dapat mencegah hal-hal yang dapat memicu, gangguan
ini tidak akan mudah diidap.
Bagi yang terlanjur menderita penyakit ini, jika mempunyai keinginan untuk sembuh,
maka diperlukan ketekunan dalam menjalani pengobatan dan tidak menyerah di tengah
jalan. Sebab tidak ada kesembuhan yang didapatkan tanpa usaha yang giat.

DAFTAR PUSTAKA

Davison, Gerald C., Neale John M., dan Kring, Ann M. 2010. Psikologi Abnormal. Edisi ke-
9. Cet. 2. Penerjemah, Noermalasari Fajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Forsell Y, Henderson AS. Epidemiology of paranoid symptoms in an elderly population.


BJPsych. 1998; 172
5
kaplan IH, Sadock JB, Grebb AJ, editors. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta: EGC; 2005.

Liftiah. 2009. Psikologi Abnormal. Penerbit: Widya Karya, Semarang.

Mahmud, Jafar. (2008). Abnormal Psychology. New Delhi: APH Publishing Corporation.

Maslim R. 2013. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: FK Unika Atmajaya.

Nevid, Jeffrey S. , Rathus, Spencer A., Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal. Jilid 1.
Edisi ke-5. Ahli Bahasa Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai