2.3.1 Definisi
Alergi adalah respon imun yang kuat terhadap alergen (suatu elergen
yang menghasilkan alergi). Alergen bias any tidak berbahaya (mis. Debu
rumah, makanan, kulit dan bulu binatang). Saaat pajanan awal ke alergen,
individu menjadi peka terhadapn\ya, dan pajanan kedua serta pajanan
selanjutnya, jumlah system imun memberikan respon yang proporsinya
berlebihan terhadap ancaman yang diterima. Kadangkala efeknya ringan,
namun mengganggu, seperti pilek dan mata berair akibat hay fever (rhinitis
alergi). Kadang reaksi dapat begitu ekstrem seperti mengganggu system
tubuh secara berlebihan dan menyebabbkan kematian. Mekanisme
pertahanan tubuh, Sinus (rinitis) nasal dan paranasal, Sistem pernapasan
(asma).
1
kulit. Waktu reaksi alergi bermacam-macam bergantung pada apakah
respons tipe I (segera) atau tipe IV (lambat). Reaksi tipe I melibatkan kulit
yang disebut dermatitis atopic sedangkan reaksi tipe IV disebut dermatitis
kontak alergi. Respons kulit terhadap poison ivy adalah contoh dermatitis
kontak alergi.
2.3.2 Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi :
asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-
fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan
penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini
mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh
kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis
(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut
prevalensinya
2
Ikan 15,4 %
Telur 12,7 %
Susu 12,2 %
Kacang 5,3 %
Gandum 4,7 %
Apel 4,7 %
Kentang 2,6 %
Coklat 2,1 %
Babi 1,5 %
Sapi 3,1 %
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
2.3.3 Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh
seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena
alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi pada
kulit orang tersebut. Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan
mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana
sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (
Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang
dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk
kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin
memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel –
sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan
reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
3
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah
yang banyak , kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh
melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan
menyebabkanterjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan
pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru,
alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling
ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai
dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila
tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian.
4
2.3.5 Mekanisme Hipersensitivitas
5
2. Fase Sekunder (lambat) dengan onset 2 sampai 24 jam sesudah pajanan
alergen awal, keadaan ini dapat berlangsung selama berhari-hari, dan
ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi yang intensif dengan disertai
kerusakan jaringan. Fase sekunder lanjut ini digerakkan mediator lipid
dan sitokin yang diproduksi oleh sel mast yang sudah diaktifkan.
6
Tipe II, Hipersensitivitas Sitotoksik
Saat antibody bereaksi dengan antigen pada permukaan sel, sel tersebut
ditandai untuk dihancurkan oleh sejumlah mekanisme (mis, fagositosis).
Peristiwa ini merupakan prosedur umum dalam eliminasi, misalnya bakteri,
tetapi jika antibody diarahkan untuk melawan antigen diri sendiri, akibatnya
adalah penghancuran jaringan tubuh sendiri (penyakit autoimun).
Mekanisme tipe II menyebabkan kondisi yang lain (msal, reaksi transfusi).
7
9. Pembentukan jaringan parut dan deposisi kolagen, dapat menyebabkan
defornitas sendi atau jaringan
8
vascular
Tipe III Protein IgG, Kompleks Ag-Ab Artritis
Penyakit asing IgM,IgA mengendap dalam rheumatoid,
kompleks imun (antigen) jaringan, lupus
Antigen menggiatkan eritematosus
endogen komplemen, sistemik,
menimbulkan penyakit serum
reaksi radang
Tipe IV Protein, Limfosit-T Sel T aktif bereaksi Dermatitis
Seluler/ Tertunda sel, atau dengan antigen kontak, reaksi
jaringan spesifik untuk penolakan
asing menginduksi pencangkokan
proses peradangan
melalui kerja sel
langsung atau
melalui antivitas
limfokin
9
Bayi dan anak yang terpajan asap rokok memiliki resiko lebih besar
menderita asma dan alergi saluran napas lainnya.
2.3.9 Penatalaksaan
10
setiap kali berikatan dengan alergen dan terkadang dapat menghentikan
respon alergi.
2.3.10 Komplikasi
Risiko tinggi
1. Riwayat alergi
2. Asma
3. Imunoterapi
4. Individu yang terpajan antigen berisiko tinggi :
a. Gigitan serangga (misal : lebah, semut, laba-laba)
b. Gigitan /sengatan binatang (misal : ular, ubur-ubur)
c. Media kontras radiologi terionisasi (misal : yang digunakan
pada arteriografi pielogravi intravena)
d. Tranfusi darah dan produk darah
5. Individu berisiko tinggi terpajan
11
a. Medikasi berisiko tinggi (misal : aspirin, antibiotik, opiate,
anestesi local, insulin binatang, kimopapain)
b. Makanan berisiko tinggi (misal : kacang ,cokelat , telur,
makanan laut, kerang ,stroberi,susu )
c. Kimia (misal : semir lantai, cat, sabun, parfum,karpet baru)
Tujuan Keperawatan
Perawat akan mengatasi dan meminimalkan komplikasi reaksi alergi.
Intervensi Umum
1. Kaji dengan saksama adanya riwayat respons alergi (misal :ruam ,sulit
bernapas)
Mengidentifikasi klien yang berisiko tinggi memungkinkan
dilakukannya tindak kewaspadaan untuk mencegah anafilaksis.
2. Bila klien memiliki riwayat reaksi alergi, konsultasikan dengan dokter
atau perawat pakar untuk melakukan uji kulit bila diindikasikan
Uji kulit dapat memastikan hipersensivitas.
3. Pantau tanda dan gejala reaksi alergi local
a. Bentol ,kemerahan (karena pelepasan histamin)
b. Gatal
c. Edema nontraumatik (periolar,periorbital)
Manifestasi awal ini dapat menunjukkan dimulainya kontinum reaksi
local hingga reaksi sistemik sampai syok anafilaktik.
4. Saat tanda awal hipersensivitas muncul konsultasikan dengan dokter
atau perawat pakar untuk memberikan intervensi farmakologis , seperti
antihistamin. Antihistamin umumnya digunakan untuk mengatasi
reaksi local ringan dengan menghambat pelepasan histamine.
5. Pantau tanda dan gejala reaksi alergi sistemik dan anafilaksis
Berkunang-kunang ,ruam kulit, dan hipotensi ringan (akibat
vasodilatasi akibat histamin).
12
Rasa ketat pada tenggorok atau palatum , mengi ,serak, dyspnea, dan
sesak pada dada (karena kontraksi otot polos akibat pelepasan
prostaglandin).
Nadi meningkat dan tidak teratur serta penurunan tekanan darah (ka
rena pelepasan leukotriene yang mengontriksi jalan napas dan
pembuluh darah coroner).
Penurunan tingkat kesadaran ,distress pernapasan dan syok (akibat
hipotensi berat, insufisiensi pernapasan dan hipoksia jaringan)
(dalam hitungan menit,reaksi di ata dapat berkembang menjadi
hipotensi berat, penurunan tingkat kesadaran ,dan disstres pernapasan
,dan dapat menyebabkan kematian dengan cepat)
6. Segera mulai protocol kedaruratan untuk mengatasi anafilaksis dan
/atau segera hubungi dokter atau perawat spesialis
7. Mulai jalur IV
Untuk pemberian obat secara cepat
8. Berikan epineprin IV atau melalui endotrakea
Untuk menghasilkan vasokontriksi perifer, yang meningkatkan
tekanan darah ,dan bertindak sebagai agonis betha untuk
meningkatkan relaksasi otot polos bronkus dan untuk meningkatkan
aktivitas jantung inotropic dan kronotropik
9. Berikan oksigen berikan ,buat jalan napas paten bila diindikasikan.
Sediakan suction . tindakan intubasi orofaring mungkin diperlukan
(edema laring mengganggu pernapasan)
10. Berikan medikasi lain, sesuai program, yang dapat mencangkup :
a. Kortikosteroid
Untuk menghambat enzim dan respon SDP untuk mengurangi
bronkokonstriksi
b. Aminofilin
Untuk menghasilkan bronkodilatasi
c. Vasopressin
13
Untuk mengatasi hipotensi berat
d. Difenhidramin
Untuk mencegah reaksi antigen-antibodi lanjut
11. Evaluasi respon klien terhadap terapi secara langsung , kaji :
a. Tanda-tanda vital
b. Tingkat kesadaran
c. Bunyi paru,aliran puncak
d. Fungsi jantung
e. Asupan dan haluaram
f. Nilai AGD
Pememantauan yang cermat penting untuk mendeteksi komplikasi
syok dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap intervensi tambahan.
12. Setelah pemulihan, diskusikan bersama keluarga dan klien tentang
tindakan prevenrtif untuk anafilaksis dan perlunya membawa set
anafilaksis, yang berisi epinefrin injeksi dan antihistamin oral untuk
penanggulangan reaksi alergi secara mandiri
14
2.4 Sindrom Steven Johnson
2.4.1 Definisi
2.4.2 Etiologi
15
kokain. Walaupun SJS dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau
reaksi alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya
karena penggunaan antibiotic dan sulfametoksazole. Pengobatan yang
secara turun menurun diketahui menyebabkan SJS. Eritem multiformis,
sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfonamide
(antibiotic), penisilin (antibiotic), barbiturate (sedative)lamotrigin
(antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin
dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SJS.
16
2.4.3 Patofisiologi
Obat-obatan, infeksi
Kelainan hipersensivitas
virus, keganasan
Pengaktifan sel T
Aktivasi S.komplemen
Melepaskan limfokin/
Degranulasi sel mask
sitotoksik
Akumulasi netrofil
Penghancuran sel-sel memfagositosi sel yang rusak
Kerusakan jaringan
Nyeri Hipertermi
17
2.4.4 Manifestasi Klinis
18
3. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung
ditegakkannya diagnosa.
2.4.6 Penatalaksanaan
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga
terapi yang diberikan biasanya adalah :
19
2.4.7 Komplikasi
20
Batasan karakteristik: perawatan selama 24 hiperpireksia
1. Konvulsi jam dengan kriteria akibat faktor
2. Kulit kemerahan hasil: selain
3. Peningkatan suhu a) Suhu tubuh lingkungan.
tubuh diatas kisaran dalam b. Kewaspadaan
normal rentang hipertermia
4. Kejang normal maligna:
5. Takikardi b) Nadi dan RR Pencegahan atau
6. Takipnea dalam penurunan
7. Kulit terasa hangat rentang respon
normal hipermetabolik
c) Tidak ada terhadap obat-
perubahan obat
warna kulit farmakologis
dan tidak ada yang digunakan
pusing selama
pembedahan.
c. Regulasi sushu:
Mencapai atau
mempertahankan
suhu tubuh
dalam rentang
normal.
d. Pemantauan
tanda vital:
Mengumpulkan
dan menganalisis
data
kardiovaskular,
21
pernapasan, dan
suhu tubuh untuk
menentukan serta
mencegah
komplikasi.
22
pernapasan, atau nadi; individu teknik
dilatasi pupil). dalam nonfarmakologi
Perubahan selera makan. pengendalian s selama
Perilaku distraksi. nyeri. aktivitas yang
Perilaku ekspresif (gelisah, c. Keparahan menimbulkan
merintih, menangis, waspada nyeri dapat nyeri.
berlebihan). diamati atau d) Bantuan
Bukti nyeri yang dapat dilaporkan. analgesia yag
diamati. dikendalikan
Berfokus pada diri sendiri. oleh pasien.
Gangguan tidur. e) Memberikan
sedatif,
memantau
respon pasien,
dan
memberikan
dukungan
fisiologis yang
dibutuhkan
selama prosedur
diagnostik atau
terapeutik.
23
nutrisi kurang dari setelah dilakukan 1. Kolaborasi
kebutuhan tubuh perawatan selama 2x24 dengan ahli
berhubungan dengan jam dengan kriteria gzizi untuk
penurunan intake nutrisi hasil: menentukan
a. Adanya jumlah kalori
Batasan karakteristik:
peningkatan dan nutrisi yang
a) Kram abdomen
berat badan dibutuhkan
b) Nyeri abdomen
sesuai dengan pasien.
c) Menghindari
tujuan 2. Anjurkan pasien
makanan
b. Berat badan ideal untuk
d) Berat badan 20%
sesuai dengan meningkatkan
atau lebih
tinggi badan intake Fe,
dibawah berat
c. Mampu protein dan
badan ideal
mengidentifikasi vitamin C
e) Kerapuhan kapiler
kebutuhan nutrisi 3. Makanan
f) Diare
d. Tidak ada tanda- mengandung
g) Kehilangan
tanda malnutrisi serat tinggi
rambut berlebihan
e. Menunjukkan untuk mencegah
h) Bising usus
peningatan konstipasi.
hiperaktif
fungsi Nutrition Monitoring:
i) Kurang makanan
pengecapan dari 1. BB pasien
j) Membran mukosa
menelan dalam batas
pucat
f. Tidak terjadi normal.
k) Tonus otot
penurunan berat 2. Monitor adanya
menurun
badan yang penurunan berat
l) Mengeluh
berarti. badan.
gangguan sensasi
3. Monitor tipe dan
rasa
jumlah aktivitas.
m) Cepat kenyang
4. Monitor turgor
setelah makan
24
n) Sariawan rongga kulit.
mulut 5. Monitor
o) Kelemahan otot kekeringan,
pengunyah rambut kusam,
p) Kelemahan otot dan mudah
untuk menelan patah.
6. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb dan
kadar Ht.
7. Monitor kalori
dan intake
nutrisi
8.
No. Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan
(NANDA) Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
4. Kerusakan integritas Kerusakan integritas a. Anjurkan pasien
jaringan berhubungan kulit pasien teratasi untuk
dengan bula yang mudah setelah dilakukan menggunakan
pecah perawatan selama 2x24 pakaian yang
Batasan karakteristik: jam dengan kriteria longgar
a) Gangguan pada hasil: b. Hindari kerutan
bagian tubuh 1. Integritas kulit pada tempat
b) Kerusakan lapisan yang baik bisa tidur
kulit (dermis) dipertahankan c. Jaga kebersihan
c) Gangguan (sensasi, kulit agar tetap
permukaan kulit elastisitas, bersih dan
(epidermis) temperatur, kering
hidrasi, d. Mobilisasi
25
pigmentasi) pasien setiap
2. Tidak ada dua jam sekali
luka/lesi pada e. Monitor kulit
kulit akan adanya
3. Perfusi jaringan kemerahan
baik f. Oleskan lotion
4. Menunjukkan atau baby oil
pemahaman pada daerah
dalam proses yang tertekan
perbaikan kulit g. Monitor status
dan mencegah nutrisi pasien
terjadinya cedera h. Memandikan
berulang pasien dengan
5. Mampu sabun dan air
melindungi kulit i. Kaji lingkungan
dan dan peralatan
mempertahankan yang
kelembapan kulit menyebabkan
dan perawatan tekanan
alami j. Observasi luka
6. Menunjukan k. Cegah
terjadinya proses kontaminasi
penyembuhan feses dan urin
luka l. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
m. Berikan posisi
yang
mengurangi
26
tekanan pada
luka.
27
tidak adekuat dalam batas infeksi kandung
(kerusakan kulit, normal kemih
trauma jaringan, 6) Tigkatkan
gangguan intake nutrisi
peristaltik) 7) Monitor tanda
dan gejala
infeksi sistemik
dan lokal
8) Monitor adanya
luka
9) Kaji suhu
badan pasien
neutropenia
setiap jam 4
jam
28
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. & JoAnn C. Hacley. 2000. Keperawatan Medical Bedah Buku
Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah volume 3.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3 revisi. Jakarta: EGC
Curtis, Glade B. MD, FACOG. 1999. Kehamilan Apa yang Anda Hadapi Minggu per
Minggu. Jakarta: Arcan
Kee, Joyce Lefever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik Edisi
2. Jakarta: EGC
Lumenta, Nico A. dkk. 2006. Manajemen Hidup Sehat : Kenali Jenis Penyakit dan
Cara Penyembuhannya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Price & Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit volume 2 Edisi
6. Jakarta: EGC
Richard N. Mitchell, et al. 2008. Pocket Companionto Robbins & Cotran Pathologic
Basic of Disease, 7𝑡ℎ ed. Jakarta : EGC.
Rubenstein, David, David Wayne, John Bradley. 2003. Lecture Notes Kedokteran
Klinis Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatann Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sullivan, Amanda, Lucy Kean & Alison Cycer. 2009. Panduan Pemeriksaan
Antenala. Jakarta: EGC
29
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Yatim, Dr. Faisal DTM&H, MPH. 2006. Penyakit Tulang dan Persendian Arthritis
atau Artharlgia. Jakarta: Pustaka Popular
30