Anda di halaman 1dari 2

Nama: Lorindhea RenataYola

Kelas: C

Npm: 161000203

SOLO - Limbah industri batik di Kota Solo menjadi penyumbang terbesar terhadap
pencemaran anak Sungai Bengawan Solo. Dua sungai bahkan tercemar berat akibat
limbah batik melebihi ambang batas baku mutu.

Kabid Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo
Luluk Nurhayati mengaku dua sungai yang tercemar berat akibat limbah batik adalah
Sungai Premulung dan Sungai Jenes.

Kondisi pencemaran sangat mengkhawatirkan karena tercemar logam berat. DLH telah
mengkaji daya dukung dan daya tampung kedua sungai yang bermuara di Sungai
Bengawan Solo tersebut.

Dan hasilnya telah melebihi ambang batas. "Kami rutin menggelar uji laboratorium
kualitas air sungai di Solo," kata Luluk Nurhayati di Solo, Jawa Tengah, Senin (2/10)
siang.

Tujuh komponen yang menjadi parameter penilaian kondisi air antara lain kadar
biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), kandungan logam
berat, warna, bau, rasa, dan seng.

"Kondisi air di sekitar sungai memang tidak bisa dikatakan baik. Perilaku warga dan
masih adanya industri rumah tangga yang buang limbah langsung ke sungai," bebernya.

Sementara itu, Sungai Pepe, Sungai Anyar dan Sungai Gajah Putih masuk klasifikasi
kelas III pencemaran. Artinya kondisi air masih dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan
perikanan meski tercemar.

Sedangkan Sungai Premulung dan Sungai Jenes tidak layak untuk pengairan pertanian
dan perikanan. Pasalnya, kandungan zat kimia dari limbah batik sudah terlampau tinggi.
Sungai Premulung dan Sungai Jenes sudah masuk kategori kelas empat, atau tidak layak
untuk pertanian dan perikanan.

Penanganan pencemaran sungai harus digarap bersama sama dengan daerah lain di
sekitar Solo. Beragam upaya terus digalakkan dalam penanganan pencemaran limbah.

Di antaranya membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal. Meski diakui
keberadaan IPAL komunal masih sangat minim. Dua IPAL komunal baru dibangun di
Kelurahan Laweyan dan Kelurahan Sondakan.

Staf Seksi Pengendalian Pencemaran DLH Solo Edi Suparmanto menambahkan,


keberadaan IPAL tidak mampu menampung limbah dari seluruh perajin batik.

Seperti IPAL Komunal Laweyan, hanya mampu menampung sembilan pelaku usaha dari
sekitar 25 pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tak jauh berbeda dengan
IPAL di Sondakan.

Dari sekitar sepuluh UMKM, hanya enam yang limbahnya dikelola IPAL tersebut. "Kami
berencana membangun IPAL komunal di Kecamatan Pasar Kliwon, tapi terkendala lahan
yang dimiliki," pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai