Disusun Oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
1.1. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-
negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan
ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berprilaku
yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat
pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000).
Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi dan menimbulkan hendaya yang
cukup skizofrenia. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang saring
ditunjukan oleh adanya gejala positif, diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi
merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata atau
klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa adanya stimulus atau rangsangan dari
luar. Penanganan atau perawatan intensif perlu diberikan agar klien skizofrenia dengan
halusinasi tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya sendiri, orang
lain dan lingkungan.
Dengan pernyataan diatas maka kelompok kami tertarik untuk mengangkat kasus tersebut
dengan askep pada klien Tn. S dengan halusinasi Auditori dan visual di Ruang P8 RSJP
Prof. Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah.
2.2 Pengertian
Halusinasi adalah salah satu cara respon maladaktif individu yang berada dalam rentang
neurobiologis (struart dan Araira, 2001). Ini merupakan respon paling maladaktiv. Jika
orang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasika
stimulus berdasarkan informasi yang diterimanya melalui panca indera. Stimulus tersebut
tidak ada pada pasien halusinasi.
Menurut Maramis (1998) : halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu sebenarnya yang tidak terjadi. Perubahan persepsi sensorik
adalah suatu keadaan individu yang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari
stimulus yang mendekat disertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau
kelainan respon perubahan yang sering ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas
adalah halusinasi dan dipersonalisasi (Stuart and sunden, 1998)
Struart and Sunden, 1998 mengelompokan karakteristik halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran (Auditori)
Karakteristik,
Mendengar suara, paling sering suara orang yang membicara sesuatu.
Perilaku Klien yang diamati
• Melirikan mata kekiri dan kekanan mencari orang yang berbicara
• Mendengarkan penuh perhatian pada benda mati,
• Terlihat percakapan dengan benda mati.
f. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik,
Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir, makanan dicerna.
Perilaku Klien yang diamati
• Memperbalisasi atau obsesi terhadap proses tubuh,
• Melok untuk menyelesaikan tugas yang memerlukan tubuh klie yang diyakini tidak
berfungsi.
2.4 Penyebab
Stuart and Sunden (1998 : 305) mengemukakan faktor predisposisi dari timbulnya
halusinasi, antara lain:
1. Faktor Biologis
a. Abnormalitas otak seperti : lesi pada areo frontal, temporal dan limbic dapat
menyebabkan respon neurobiologis
b. Beberapa bahan kimia juga dikaitkan dapat menyebabkan respon neurbiologis
misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara
dopamine neurotransmiter lain dan masalah-masalah pada sistem receptor dopamine.
2. Faktor sosial Budaya
Stres yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan, dapat menunjang
terjadinya respon neurobiologis yang maladaftive.
3. Faktor Pikologis
Penolakan dan kekerasan yang dialami klien dalam keluarga dapat menyebabkan
timbulnya respon neurobiologis yang maladaftive
Stuart and sunden (1998: 310) juga mengemukakan faktor pencetus terjadinya halusinasi
antara lain:
1. Faktor biologis
Gangguan dalam putaran balik otak yang memutar proses informasi dan abnormaltas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak mengakibatkan ketidakmampuan menghadapi
rangsangan. Stres biologis ini dapat menyebabkan respon neurobiologis yang
maladaftive.
2. Faktor Stres dan Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan merupakan stressor lingkungan yang
dapat menimbulkan gangguan perilaku. Klien berusaha menyesuaikan diri terhadap
stressor lingkungan yang terjadi.
3. Faktor Pemicu Gejala
a. Kesehatan
Gizi yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas sedang sampai berat, dan
gangguan proses informasi.
b. Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas sehari-
hari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan,
gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan
pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
c. Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan motivasi untuk
melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, stress berat yang
mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998:156).
Menurut Carpenito.L.J, 1998:381). Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu
atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan serta keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
Sedangakan menurut Rawlins,R.P dan Heacock, P.E (1998:423)isolasi sosial menarik diri
adalah usaha untuk menghindar dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan
akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu
dalam kegagalan.
Isloasi sosial menarik diri sering menunjukan adanya perilaku (Carpenito, L.J 1998:382) :
Data Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesepian, penolakan
b. Melaporkan ketidaknyamanan kontak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tidak berguna
Data Objektif
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berimteraksi dengan orang lain
2.5 Rentang Respon
Menurut Stuart and Sundeen (1998: 302) persepsi mengacu pada identifikasi dan
interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat
digambarkan sebagai berikut:
2.6 Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend, M.C, 1998: suatu
keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik baik diri sendiri dan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku:
Data Subjektif
a. Mengungkapkan, mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan persaan takut, cemas, dan khawatir
Data Objektif
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata melotot
BAB III
TINJAUAN KASUS
2. Alasan masuk
Klien masuk Rumah Sakit jiwa diantar oleh keluarganya, menurut keluarga klien saat di
rumah Klien sering mengamuk, merusak barang, bicara sendiri, sulit tidur, banyak
melamun/menyendiri, percobaan bunuh diri.
.
3. Faktor Predisposisi
1. Klien sebelumnya pernah mengalami riwayat dirawat di RSSM dengan keluhan yang
sama
2. Klien sering berobat atau kontrol di Banyumas, sempat berusaha kabur, terakhir di
rawat bulan November 2007, pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
3. Dari pihak keluarga tidak ada yang tahu pasti tentang penyebabnya
4. Dari keluarga juga ada yang mengalami gangguan jiwa (kakak) gejala tidak ada yang
tahu pasti,melaksanakan pengobatan di puskesmas
Masalah Keperawatan : Regiment Terapeutik Inefektif
Masa pertumbuhan dan perkembangan
• Masa sekolah : klien tidak pernah tinggaal kelas kecuali pada masa SMA Klien tidak
lulus pada saat-saat tersebut klien mengalami gangguan jiwa karena klienn dikecewakan
oleh kekasihnyasementara pada saat klien ada masalah tersebut klien merasa tidak ada
yang perduli padanya, dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa,
dan pengalama\n klien yang tidak menyenangkan adalah ketika klien diputuskan oleh
pacarnya.
4. Fisik
Keadaan Umum : Baik
Tingkat Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 82x /menit
Suhu : 36
Respirasi : 23x /menit
Ukur : Tinggi Badan : 161 cm
Berat Badan : 65 kg
Keluhan Fisik : Tidak mengalami keluhan fisik
Pemeriksaan Fisik :
Riwayat pengobatan penyakit fisik : Tidak pernah
5. Psikososial
1. Genogram
Klien merupakan anak terakhir dari 9 bersaudara, dalam keluarga klien berperan sebagai
kepala keluarga dan memiliki 1 orang anak, klien bekerja sebagai buruh untuk menafkahi
keluarganya.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien dapat menerima kondisi tubuhnya dan tidak ada keluhan
b. Identitas diri
Sewaktu sekolah dulu klien senang dapat berkumpul dengan temannya dan bermain dan
klien juga termasuk orang yang mudah bergaul. Saat kerja klien dapat melakukan dan
mengertikan pekerjaannya dan merasa senang.. klien juga yakin bahwa dirinya laki-laki
normal.
c. Peran
Klien mempunyai pekerjaan serabutan di rumahnya dan sebagi buruh.
d. Ideal diri
Klien berharap cepat sembuh dan dapat diterima kembali dilingkungan masyarakat.
e. Harga diri
Klien merasa bangga dan senang diperhatikan oleh orang-orang terdekatnya.
3. Hubungan sosial
Pada saat di rumah klien mengatakan orang yang paling berarti dalam kehidupannya
adalah keluarga dan saudara-saudaranya.
Di Rumah Sakit Jiwa klien mudah bergaul namun suka ada rasa malu dan terkadang suka
menyendiri tapi suka ngobrol dan interaksi dengan temannya yang ada di P8
6. Spiritual
Nilai dan keyakinan :
Klien beragama kristen dan klien mengetahui dan meyakini Tuhannya satu.
7. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien tampak rapi, rambut rapi, baju cukup bersih, gigi cukup bersih, gigi
cukup bersih, baju setiap hari selalu diganti, mandi tidak harus dimotivasi.
2. Pembicaraan
Klien selalu bicara keras dan agitatif
3. Aktifitas Motorik
Klien terlihat aktif mengikuti kegiatan.
4. Alam perasaan
Klien terkadang suka malu dan kadang menyendiri
5. Afek
Afek klien normal terhadap rangsangan.
6. Interaksi selama wawancara
Selama interaksi klien kooperatif, ada kontak mata selama berkomunikasi.
7. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara gemuruh air, suara tersebut datang ketika
menjelang tidur malam dan lamanya suara itu datang sekitar 2 -3 menit
8. Proses pikir
Klien selalu menjawab langsung pertanyaan perawat dengan tanggap dan cepat sesuai
topik pertanyaan yang dilontarkan.
9. Isi pikir
Klien merasa takut apabila suara itu datang kadang sering melampiaskan pada objek yang
ada di depannya.
10. Tingkat kesadaran
Orientasi klien terhadap orang, tempat, dan waktu sesuai
11. Memori
Tidak ada gangguan memori.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi klien sudah menurun, sehingga kurang mampu dalam menjawab
pertanyaan yang di lontarkan oleh perawat
13. Kemampuan Penilaian
Penilaian untuk klien konsekwen dengan apa yang dijanjikan baik dari dirinya maupun
dari perawat tentang waktu dan tugas.
14. Daya Tilik diri Klien
Klien menerima penyakit yang dideritanya, klien masih butuh pengobatan.
9. Mekanisme koping
Dalam menyelesaikan masalah adaptif klien melakukan kegiatan di rumah sakit maupun
di rumah. Maladaptif bekerja berlebihan, banyak menghindar dan diam.
Ds :
• Klien menyatakan kadang-kadang sering mendengarkan suara-suara air yang tidak ada
wujudnya.
• Klien menyatakan suara-suara tersebut kadang membuat klien takut.
Do :
• Klien terlihat suka duduk menyendiri.
• Klien tampak sering diam
Gangguan perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar
5. Masalah Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori halusinasi dengar
ASUHAN KEPERAWATAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI AUDITORI
Rencana Keperawatan
Nama Klien : Tn. S Diagnosa Medis : Skizofrenia tak terinci
Ruang : P8 No.CM : 23004
SP II
SP III
Jum’at
09-01-09 S :
Klien mengatakan senang dilibatkan dalam jadwal kegiatan harian diruangan
O:
Klien kooperatif, kegiatan dibangsal dengan motivasi, TAK aktif, masih tampak sering
menyendiri.
A:
Kontrol halusinasi dengan kegiatan diarahkan
P:
Ulangi dan optimalkan SP III
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
Sabtu
10-01-09 S :
Klien mengatakan akan mencoba melakukan kegiatan jika halusinasinya datang
O:
Klien kooperatif dalam komunikasi, kegiatan dibangsal aktif, TAK aktif, melamun dan
suka menyendiri.
A:
Klien belum mampu melakukan kegiatan secara mandiri sebagai cara kontrol halusinasi
P:
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan sejauh mana keberhasilan tindakan
keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan terhadap klien S. Proses terjadinya
halusinasi dengar pada klien S. sejalan dengan fase-fase atau tahap-tahap dalam teori
halusinasi, yaitu dimulai dengan klien sering menyendiri, melamun, pemikiran internal
menjadi lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi, klien berada pada tingkat
listening disusul dengan halusinasi lebih menonjol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak
berdaya pada halusinasi, dimana halusinasi memberikan kesenangan dan rasa aman
sementara, dan ahhirnya halusinasi berubah menjadi mengancam.
Adapun tindakan keperawatan pada klien halusinasi dengar salah satunya adalah tidak
menyangkal dan tidak mendukung. Setelah diaplikasikan pada klien S ternyata teori
tersebut dapat diterima oleh klien. Klien dapat menerima realita bahwa suara-suara
tersebut hanya didengar oleh klien, sedangkan orang lain tidak mendengar. Dalam teori
tindakan halusinasi dengar harus dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan tujuan
untuk memutuskan stimulus interna, setelah diaplikasikan pada klien S, ternyata kontak
sering dan singkat setiap 20 menit selama 3-5 menit klien mengeluh merasa capek
kemudian kami lakukan modifikasi dengan melakukan kontak setiap 1 jam selama 10
menit, dan hasilnya lebih baik. Stimulasi internal dapat terputus dan klien tidak merasa
kelelahan. Disamping melalui kontak yang sering dan singkat, didukung juga oleh
kegiatan yang dilakukan secara rutin di ruangan dengan melibatkan klien dalam
pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari. Hasil akhir halusinasi dengar klien S yang semula
didengar pada pagi, siang, sore dan malam hari, sekarang hanya didengar pada malam
hari ketika menjelang tidur.
Terapi aktifitas kelompok: sosialisasi dan gerak (senam dan bermain volley) yang telah
dilakukan pada klien S, sangat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi klien,
terutama pada masalah menarik diri dan halusinasi dengar. Melalui kegiatan terapi
aktifitas kelompok (TAK) tersebut klien mampu berhubungan dengan orang lain dan
mampu memutuskan stimulus internal.
Didalam menyelesaikan masalah klien tentang tidak tahu cara mengungkapkan marah
yang konstruktif, kelompok menerapkan konsep cara mengungkapkan marah yang
konstruktif yaitu mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan
klien marah, cara-cara mengekspresikan marah yang dilakukan selama ini, berdiskusi
dengan klien tentang cara mengungkapkan marah yang destruktif dan konstruktif. Setelah
tika kali pertemuan, hal ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan marah secara
konstruktif. Klien juga dapat mengerti tanda-tanda marah dalam dirinya, klien dapat
mendemostrasikan cara mengungkapkan marah yang konstruktif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien S dengan
halusinasi dengar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan melakukan kontak yang sering dan singkat disertai dengan tidak mendukung
dan tidak menyangkal apa yang diungkapkan klien dapat membantu memutuskan siklus
halusinasi klien dan mempercepat orientasi klien pada realita.
2. Terapi akitifitas kelompok : sosialisasi dan gerak merupakan bentuk terapi kelompok
yang dapat membantu menyelesaikan masalah halusinasi dengar dan menarik diri.
3. Cara mengungkapkan marah yang kostruktif sangat diperlukan pada klien halusinasi
dengar, khususnya isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancah.
Dari kesimpulan di atas dapat kami memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan halusinasi dengar, hendaknya
dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan memodifikasi berdasarkan kemampuan
dan kebutuhan klien. Selain itu tidak mendukung dan tidak menyangkal isi halusinasinya.
2. Terapi aktifitas kelompok (TAK) hendaknya dilakukan secara rutin dan teratur karena
merupakan sustu terapi yang dapat mempercepat proses penyembuhan. (dapat
memutuskan stimulus internal klien dengan memberikan stimulus eksternal).
3. Klien dengan halusinasi dengar hendaknya diajarkan cara-cara marah yang konstruktif,
terutama bila isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancam agar tidak
membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan.