Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA

LONG CASE
“TB PARU BTA (++) KASUS KAMBUH ”

Disusun Oleh :
Ong Reaya Sany
G4A015144

Pembimbing Fakultas : Dr. dr. Nendyah Roestijawati, MKK


Pembimbing Lapangan : dr. Dhini Puspitosari

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2018
LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA
“TUBERCULOSIS PARU (+++) KASUS KAMBUH”

Disusun Oleh :
Ong Reaya Sany
G4A015144

Disusun untuk memenuhi laporan kepaniteraan kedokteran keluarga


Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Disetujui dan Disahkan,


Pada tanggal, Oktober 2018

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Dhini Puspitosari Dr. dr. Nendyah Roestijawati, MKK


NIP. 19810129.200501.2.011 NIP. 19701110.200801.1.006
I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Pasien : Ny. SY


Alamat :BA, RT 01/ RW 03
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 1.Daftar Anggota keluarga


No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan keterangan
(Kepala keluarga)
1 Tn. T L 54 tahun D3 PNS
Suami

2. Ny SY Istri P 52 tahun SMA IRT penderita

3. An. R Anak P 14 tahun SMP Pelajar

Sumber : Data Primer, Oktober 2018

Kesimpulan dari karakteristik demografi keluarga Ny. SY yang berbentuk nuclear


family, dengan Tn. T (54 tahun) sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai PNS.
Pada keluarga ini terdapat ibu dan 1 anak yang hidup bersama.
II. STATUS PENDERITA

A. Pendahuluan
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang wanita berusia
52 tahun pada tanggal 15 Oktober dari IGD di Puskesmas Pekuncen Kabupaten
Banyumas

B. Identitas Penderita
Nama : Ny. SY
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : BA, RT 01/RW 03
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal periksa : 15 Oktober 2018

C. Anamnesis
1. Keluhan utama : Lemas
2. Keluhan tambahan : batuk, nyeri dada, berat badan turun,
sesak napas, pusing, nafsu makan menurun.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang di Puskesmas Pekuncen tanggal 15 Oktober 2017 dengan
keluhan badan terasa lemas. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu setelah suntik
rutin obat TB. Keluhan biasanya membaik dengan beristirahat. Pasien
mengaku belum mengkonsumsi obat untuk meredakan keluhannya. Selai itu
pasien juga mengeluhkan batuk. Batuk dirasakan sejak 2 bulan lalu dan tidak
kunjung sembuh.
Pada awalnya, pasien mengalami batuk berdahak terutama pada malam
hari dan tidak megeluarkan darah. Pasien juga merasakan nyeri dada di
sebelah kanan, nyeri hanya dirasakan 1-2x dalam sehari, nyeri tidak
memberat dengan aktivitas, tidak ada penjalaran rasa nyeri hingga ke bahu
maupun punggung. Selain itu pada malam hari pasien sering mengalami
keringat dingin. Dada pasien juga terasa sesak saat menarik nafas terutama
saat batuk. Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan karena baju
lamanya sekarang bisa dipakai kembali.
Pasien lalu berinisiatif untuk berobat ke RSUD Ajibarang dan dilakukan
pemeriksaan sputum serta rontgent thorax. Hasil pemeriksaan dahak pertama
kali hasilnya BTA (++), lalu pasien dilakukan pemeriksaan foto thorax dan
menunjukkan hasil TB aktif. Saat ini pasien sedang menjalani pengobatan TB
dengan obat suntik dan memasuki bulan ke 2. Pasien mengaku pernah
mengalami keluhan serupa tahun 2004 dan berobat ke RSUD Margono
Soekarjo. Menurut pasien, saat itu dirinya didiagnosa menderita TB paru dan
menjalani pengobatan hingga tuntas. Pasien mengatakan telah dikatakan
bebas TB oleh dokter di Margono.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : diakui, tahun 2004
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat darah tinggi : disangkal
e. Riwayat jantung : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi obat : disangkal
h. Riwayat alergi makanan : disangkal
i. Riwayat ginjal : disangkal
j. Riwayat stroke : disangkal
k. Riwayat pengobatan : penderita telah menjalani pengobatan OAT
selama 1 bulan
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat darah tinggi : disangkal
e. Riwayat jantung : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi obat : disangkal
h. Riwayat alergi makanan : disangkal
i. Riwayat ginjal : disangkal
j. Riwayat stroke : disangkal
k. Riwayat pengobatan : disangkal

6. Riwayat Sosial dan Exposure


a. Community
Penduduk sekitar pasien mayoritas bekerja sebagai buruh tani, buruh
lepas, dan pedagang pasar dengan tingkat ekonomi dan pendidikan menengah
ke bawah. Sebelum sakit, pasien dikenal ramah dan sering bersosialisasi
dengan tetangga. Setelah sakit, pasien menjadi tertutup dari tetangga sekitar
dan jarang berhubungan dengan tetangga-tetangga di sekitarnya. Lingkungan
sekitar pasien padat penduduk dan rumah saling berdekatan. Terdapat
beberapa tetangga yang sering batuk lama namun pasien tidak mengetahui
apakah tetangganya menderita TB atau tidak.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah dengan bangunan permanen. Luas
rumah 12 x 10 m2 dengan jumlah penghuni 3 orang. Lantai rumah pasien
menggunakan keramik. Dinding rumah sudah menggunakan tembok,
sedangkan atap menggunakan anyaman bambu yang dicat. Rumah pasien
memiliki 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 1 dapur, 1 kamar
mandi, dan 1 toilet. Di bagian luar rumah terdapat kolam ikan dan kebun
kecil. Setiap ruangan memiliki jendela dan ventilasi yang cukup. Namun,
kesan pencahayaan kurang. Walaupun rumah memiliki jendela yang cukup
besar, sinar matahari kurang dapat masuk ke dalam rumah sehingga rumah
agak lembab. Rumah sudah memiliki 1 kamar mandi sendiri dan memiliki
jamban yang berbentuk dari leher angsa. Sumber air yang didapat berasal dari
gunung.
c. Hobby
Tidak memiliki hobi tertentu. Sehari-hari pasien mengisi waktu
luangnya dengan istirahat di rumah.
d. Occupational
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang kesehariannya dihabiskan di
rumah.
e. Personal habbit
Pasien tidak merokok dan tidak meminum kopi. Pasien jarang
berolahraga.
f. Drug
Obat-obatan yang dikonsumsi sekarang adalah untuk pengobatan TB
parunya. Pasien dan keluarganya tidak memiliki riwayat alergi obat.
7. Riwayat gizi
Pasien kesehariannya makan tiga kali sehari namun dengan porsi kecil
karena tidak nafsu makan. Makanan terdiri dari nasi, sayur, dan lauk.
8. Riwayat Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan satu anak. Pasien berasal dari
keluarga dengan ekonomi menengah. Pasien tidak berpenghasilan karena
tidak bekerja. Sementara itu penghasilan suami berkisar Rp 3.000.000 per
bulan.
9. Riwayat Demografi
Hubungan pasien dengan anggota keluarga cukup baik. Interaksi
sesama anggota keluarga di dalamnya juga harmonis. Namun karena
sakitnya, pasien jarang berinteraksi dan lebih banyak beritirahat di rumah.
10. Riwayat sosial
Penyakit yang diderita pasien dirasakan agak menghambat
aktifitasnya karena setiap hari pasien harus suntik obat dan tidak dapat
berpergian jauh. Pasien tidak begitu aktif dalam kegiatan RT atau RW,
maupun dengan tetangganya karena sulit keluar rumah.
11. Anamnesis Sistemik :
a. Keluhan Utama : lemas
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : tidak ada keluhan
d. Leher : tidak ada keluhan
e. Mata : tidak ada keluhan
f. Hidung : tidak ada keluhan
g. Telinga : tidak ada keluhan
h. Mulut : tidak ada keluhan
i. Tenggorokan : tidak ada keluhan
j. Pernafasan : batuk, sesak, nyeri dada
k. Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
l. Gastrointestinal : nafsu makan menurun
m. Genitourinaria : tidak lancar
n. Neuropsikiatri : lemas
o. Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
p. Ekstremitas : Atas : tidak ada keluhan
Bawah : tidak ada keluhan

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Tampak lemas, compos mentis
2. Status gizi
a. BB : 49 kg
b. TB : 158 cm
Kesan status gizi : gizi normal (IMT 19.7)
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/80
b. Nadi : 90 x /menit, regular
c. RR : 22 x /menit
d. Suhu : 36,7 OC
4. Kepala : Bentuk simetris, mesosefal
5. Rambut : Warna hitam bercampur abu, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
6. Kulit : Sianosis (-), turgor kulit kembali cepat (<1 detik),
ikterus (-)
7. Mata : Edema palpebra (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), air mata (+), mata cekung (-/-)
8. Telinga : Bentuk simetris dan discharge (-)
9. Hidung : Nafas cuping hidung (-) dan discharge (-)
10. Mulut : Bibir sianosis (-), mulut basah (+), Lidah kotor (-),
mukosa lidah Merah muda (+).
11. Tenggorokan : Tonsil membesar (-) dan radang (-)
12. Leher : Deviasi trakea (-), JVP (+) normal, pembesaran kelenjar
limfe (-)
13. Thoraks : Bentuk simetris normal, benjolan (-), retraksi (-),
ketinggalan Gerak (-), Suara dasar vesikuler +/+,
Ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : benjolan (-), tanda radang (-), jejas (-), dan lesi (-).
Auskultasi :Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-)denyut
jantung reguler
Palpasi : Kardiomegali (-), nyeri tekan (-), thril (-)
Perkusi : Normal redup
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada normal simetris, retraksi (-), gerakan
parusimetris, benjolan (-), tanda radang (-), jejas (-),
lesi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), retraksi (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikular normal, wheezing (-) ronki (-/-)
13. Punggung : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
14. Abdomen
Inspeksi : Cembung, asites (-), benjolan (-), lesi (-), jejas (-), tanda
radang (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
15. Genitalia : Tidak dilakukan
16. Anorektal : Tidak dilakukan
17. Ekstremitas :
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

E. Pemeriksaan Penunjang
Saat di IGD tidak dilakukan, hanya berdasarkan data yang sudah ada
sebelumnya (September 2018).
a. pemeriksaan BTA : positif 2 (++)
b. pemeriksaan rontgent : terdapat infiltrat pada paru
c. Pemeriksaan darah lengkap
Jenis pemeriksaan Hasil Keterangan
Hb 12.2 g/dL Normal
Leukosit 4500 U/L Normal
Ht 35,9% menurun
Eritrosit 4.1 10^6/uL Normal
Trombosit 220.000/uL Normal
Didapati hasil peningkatan hematokrit

F. Resume
Pasien datang di Puskesmas dengan keluhan lemas sejak 2 minggu
setelah suntik rutin obat TB. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk. Batuk
dirasakan sejak 2 bulan lalu dan tidak kunjung sembuh. Pada awalnya, pasien
mengalami batuk berdahak terutama pada malam hari dan tidak megeluarkan
darah. Pasien juga merasakan nyeri dada di sebelah kanan, tidak memberat
dengan aktivitas, tidak ada penjalaran rasa nyeri hingga ke bahu maupun
punggung. Pasien juga sering mengalami keringat dingin. Dada pasien juga
terasa sesak saat menarik nafas terutama saat batuk. Pasien mengaku
mengalami penurunan berat badan. Saat ini pasien sedang menjalani
pengobatan TB dengan obat suntik dan memasuki bulan ke 2.
Pasien tidak bekerja. Status ekonomi pasien menengah, tinggal di
pemukiman padat penduduk. Pasien tinggal di rumah yang sederhana
bersama suami dan anak. Kondisi psikologi keluarga cukup baik. Pada
pemeriksaan sputum didapati hasil BTA ++ dan gambaran rontgen dengan
infiltrat pada paru.

G. Diagnosis Holistik
1. Aspek personal
a. Keluhan Utama : lemas
b. Keluhan tambahan : batuk, nyeri dada, berat badan turun, sesak napas,
pusing, nafsu makan menurun.
c. Idea : pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakitnya bisa
sembuh total
d. Concern : pasien merasa penyakit tersebut agak mengganggu aktivitas
sehari-harinya
e. Expectacy : pasien mempunyai harapan penyakitnya segera sembuh agar
dapat kembali seperti biasa
f. Anxiety : pasien pada awalnya merasa cemas pada penyakitnya, namun
setelah diobati pasien merasa sedikit berkurang cemasnya.
Pasien percaya bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.
2. Aspek klinis
Diagnosa : TB paru BTA (++) kasus kambuh
Gejala klinis yang muncul :batuk, keringat malam hari, demam, sesak.
Differential diagnosis : PPOK
3. Aspek faktor intrinsik
a. Usia tua
b. Pengetahuan mengenai TB kurang
c. Pasien jarang berolahraga
d. Pasien kebutuhan nutrisinya kurang mencukupi
4. Aspek faktor ekstrinsik
a. Rumah pasien lembab
b. Tetangga ada yang batuk lama
5. Aspek skala penilaian fungsi sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3 dikarenakan pasien sering
lemas dan tidak bisa beraktivitas, namun pasien masih dapat melakukan
perawatan pada diri sendiri.

H. Tatalaksana komprehensif
1. Personal Care
a. Aspek Kuratif
1) Medikamentosa
Tujuan utama pengobatan TB adalah menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, menurunkan tingkat
penularan. OAT yang diberikan kepada pasien adalah kategori-2.
BB pasien adalah 49 kg sehingga diberikan obat sebagai berikut :

2) Non Medikamentosa
a) Istirahat yang cukup
b) Makan makanan yang bergizi (tinggi kalori tinggi protein)
c) Menggunakan masker
b. KIE (Konseling, informasi, dan edukasi)
1) Penjelasan tentang penyakit TB, bahaya, gejala, penularan,
pencegahan, serta komplikasi pada keluarga dan pasien.
2) Menggunakan masker bila kontak dekat dengan pasien
3) Dukungan psikologis dari keluarga untuk sembuh.
4) Menganjurkan pasien untuk menggunakan masker
5) Mengajarkan pasien dan keluarga untuk dapat menerapkan etika
batuk
6) Menyedikan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu serta
pembuangan dahak yang benar. Tempat pembuangan terpisah,
tertutup, setiap hari dibersihkan dan dibuang secara teratur.
7) Menjelaskan mengenai syarat-syarat rumah sehat
c. Rehabilitatif
Memberitahu pasien untuk minum obat secara teratur selama pengobatan
tanpa putus. Serta kontrol rutin sebulan sekali untuk memeriksa
perkembangan penyakit TB pasien.
d. Monitoring
Monitoring terhadap kepatuhan minum obat pasien, kemajuan terapi,
kemajuan aktivitas fisik pasien, serta efek samping yang timbul dari
pengobatan minimal setiap satu bulan sekali.
2. Family Care
a. Menyediakan caregiver untuk pasien dari keluarga untuk perawatan
pasien
b. Memberikan pemahaman mengenai pedoman penatalaksanaan TB pada
caregiver
c. Melakukan screening aktif pada semua anggota keluarga untuk
mengetahui adanya pasien yang terinfeksi dengan TB
d. Melaksanakan Pedoman pencegahan TB untuk seluruh keluarga pasien
e. Edukasi kepada keluarga terdekat agar pasien menghindari hal-hal yang
mampu memperberat gejala seperti paparan asap, ventilasi yang kurang
baik,
3. Community Care
a. Memberikan pengetahuan mengenai rumah dengan sirkulasi dan
ventilasi yang baik di rumah
b. Menghimbau masyarakat untuk secara aktif melaporkan warga yang
memiliki gejala TB (batuk lebih dari 3 minggu, demam, berkeringat
malam, penurunan berat badan) kepada petugas kesehatan
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Bentuk keluarga ini adalah nuclear family, dengan Tn. T (54 tahun)
sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai PNS. Pada keluarga ini terdapat
ibu dan 1 anak yang hidup bersama..
2. Fungsi Psikologis
Pasien merupakan seorang ibu dengan kehidupan pernikahan yang
harmonis. Setiap masalah yang dihadapi selalu didiskusikan bersama-sama.
Mereka saling menyayangi dan mendukung satu sama lain.
3. Fungsi Sosial
Hubungan dengan tetangga awalnya baik. Namun pasca sakit, pasien
jarang bersosialisasi dengan tengga karena pasien lebih sering berbaring di
rumah. Tetangga juga agak takut untuk berkunjung karena mengetahui pasien
sakit paru-paru.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Keluarga pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah.
Sumber penghasilan bersaal dari suami pasien yang bekerja sebagai PNS.
Pasien dan keluarga pasien hidup sedehana dalam mencukupi keperluan hidup
sehari-hari. Biaya pengobatan di sarana pelayanan kesehatan menggunakan
jaminan kesehatan.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga
dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.
ADAPTATION
Pasien sering menceritakan keluhan kesehatannya terhadap keluarga namun
tidak semua masalah yang dihadapi pasien akan pasien ceritakan pada suaminya.
Hanya masalah yang dianggap berat saja yang pasien ceritakan. Saat pasien
menceritakan masalahnya, keluarga akan membantu dan berdiskusi untuk
menyelesaikan masalahnya.
PARTNERSHIP
Komunikasi antara anggota keluarga cukup baik. Suami dan anak pasien
sering menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Namun semenjak sakit,
aggota keluarga lebih sering mendukung dan membantu pasien dalam
menghadapi penyakitnya.
GROWTH
Pasien terlihat cukup puas atas segala bentuk dukungan dan bantuan dari
keluarga untuk kegiatan atau hal-hal baru yang hendak dilakukan pasien.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan ibu dan kakaknya
berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu pula
sebaliknya.
RESOLVE
Pasien merasa bahwa keluarganya memiliki hubungan kasih sayang yang
cukup baik.Demikian sebaliknya, pasien juga sangat menyayangi keluarganya
yang selalu ada untuk dirinya di kala sehat maupun sakit.Selain itu pasien juga
merasa cukup puas dengan segala bentuk dukungan dan bantuan dari keluarga
untuk kegiatan atau hal-hal baru yang hendak dilakukan pasien.

Tabel 3.1 Nilai APGAR dari Ny. SY (Penderita)


A.P.G.A.R Ny. SY terhadap keluarga Hampir Kadang- Hampir
selalu kadang tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 
membahas dan membagi masalah
dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerimadan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan 
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8 , fungsi fisiologis Ny. SY terhadap keluarga cukup sehat.

Tabel 3.2 Nilai APGAR dari Tn. T


A.P.G.A.R Ny. T Terhadap Keluarga Hampir Kadang- Hampir
selalu kadang tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan 
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8 , fungsi fisiologis Tn. T terhadap keluarga cukup sehat.

Tabel 3.3 Nilai APGAR dari An. R


A.P.G.A.R An. R Terhadap Keluarga Hampir Kadang- Hampir
selalu kadang tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan 
saya membagi waktu bersama-sama

Total poin = 8 , fungsi fisiologis An. R terhadap keluarga cukup sehat.

A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (8+8+8)/3


=8
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 24,
sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam keadaan baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga Ny. SY dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 3.5. SCREEM
SUMBER PATOLOGI KET
Social Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga +
dengan saudara, partisipasi mereka dalam kegiatan
kemasyarakatan kurang aktif. Penderita menghabiskan
waktunya di rumah.
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap kurang baik, hal +
ini karena pasien merupakan pendapang dari luar
daerah yang baru menjadi penghuni dirumah Tn.A.
karena sakitnya, pasien tidak mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik, -
hal ini dapat dilihat dari penderita dan keluarga yang
rutin menjalankan sholat lima waktu.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong menengah, untuk
kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi. -
Education Pendidikan anggota keluarga cukup.Pendidikan dan +
pengetahuan daripenderita serta keluarganya (SD dan
SMP, D3). Penderita mengetahui mengenai penyakit
yang diderita dan bahayanya.
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga tidak -
menggunakan pelayanan puskesmas dan menggunakan
kartu Jamkesmas (BPJS) untuk berobat.
Keterangan :
 Sosial (+) artinya penderita kurang berinteraksi dengan masyarakat
sekitarnya.
 Education (+) artinya keluarga Ny. SY masih memiliki pengetahuan yang
kurang, khususnya mengenai penyakit TB paru.
Kesimpulan :
Dalam keluarga Ny. SY fungsi patologis yang positif adalah social dan
education.
D. GENOGRAM

AS AN N SP
(77) (70) (70) (83)

Tn T
(54) Ny SY Y (42) AM
(51) (36)

R (14)

Keterangan :

Pasien

Laki- Perempuan KematianIndividu


laki

: Tinggal satu rumah


E. Informasi Pola Interaksi Keluarga

Diagram 1. Pola Interaksi Keluarga Ny. SY

Ny. SY Tn. T (54)


(52)

An. R (14)

Keterangan : hubungan baik


Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Ny.A dinilai baik
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku


1. Faktor Perilaku
Ny. SY merupakan IRT yang sering bersosialisasi dengan tetangga.
Tetangga ada yang sering batuk lama. Pengetahuan pasien mengenai penyakit
TB paru yang dideritanya masih kurang. Keingintahuan pasien mengenai
penyakitnya juga rendah. Pasien hanya mengetahui bahwa penyakit parunya
berbahaya, namun tetap tidak ada keinginan untuk melakukan pencegahan
penularan. Walaupun begitu pasien meminum obatnya secara teratur.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah.
Keluarga ini memiliki sumber penghasilan yaitu dari suaminya Pasien tinggal
di sebuah rumah dengan bangunan permanen. Lingkungan sekitar rumah padat
penduduk dengan tanah yang lembab. Terdapat tetangga dengan riwayat batuk
lama.
Keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Pasien cukup memperhatikan kesehatannya, apabila pasien sakit akan langsung
ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Pasien berobat
awalnya karena batuk lama.
Interaksi pasien dengan lingkungan sekitar sangat kurang. Karena
penakit pasien, sebagian besar waktunya digunakan di dalam rumah
beristirahat.
Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku

Lingkungan:
Pengetahuan : Tetangga dengan
Paisen kurang riwayat batuk
mengetahui penyakit lama
penderita

Tindakan
Sikap: Dibawa ke dokter
Perhatian keluarga setelah pasien
terhadap penyakit Keluarga batuk lama
penderita cukup baik Ny. SY

Keturunan:
Dari keluarga tidak Pelayanan
ada yang menderita Kesehatan:
TB paru Menggunakan BPJS
untuk berobat

: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Pasien tinggal di sebuah rumah dengan bangunan permanen. Luas rumah
12 x 10 m2 dengan jumlah penghuni 3 orang. Lantai rumah pasien
menggunakan keramik. Dinding rumah sudah menggunakan tembok,
sedangkan atap menggunakan anyaman bambu yang dicat. Rumah pasien
memiliki 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 1dapur, 1 kamar
mandi, dan 1 toilet. Di bagian luar rumah terdapat kolam ikan dan kebun
kecil. Setiap ruangan memiliki jendela dan ventilasi yang cukup. Namun,
kesan pencahayaan kurang. Walaupun rumah memiliki jendela yang cukup
besar, sinar matahari kurang dapat masuk ke dalam rumah sehingga rumah
agak lembab. Rumah sudah memiliki 1 kamar mandi sendiri dan memiliki
jamban yang berbentuk dari leher angsa. Sumber air yang didapat berasal dari
gunung. Lingkungan sekitar rumah padat penduduk dengan tanah yang
lembab.
2. Denah Rumah
Di dalam rumah pasien terdapat 8 buah ruangan terdiri dari 2 kamar
mandi, 2 dapur, 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, dan Jumlah jendela sebagai
tempat ventilasi cukup, namun keluarga pasien mengaku jarang membuka
jendela rumahnya. Sumber air yang digunakan berasal dari sumur.
3. Denah Rumah

Km. dapur Kamar


mandi
Tidur
Km.
Km.
mandi
mandi

Ruang Ruang
Ruang
Keluarga keluarga
Keluarga
Kamar
Tidur Kamar
Tidur
Ruang Tamu
Ruang
Ruang
Tamu Kamar
Tamu Warung
Tidur

Teras
V. DAFTAR MASALAH

A. Masalah medis :
TB Paru BTA (++) kasus kambuh
B. Masalah non medis :
1. Ny. SY kurang mengetahui tentang penyakit TB paru.
2. Tingkat pengetahuan keluarga Ny. SY tentang kesehatan kurang.
3. Kondisi lingkungan merupakan padat penduduk & rumah lembab.
4. Terdapat tetangga yang menderita gejala mirip TB
5. Dukungan sosial terhadap penyakit TB kurang
C. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

1. Ny. SY kurang 2. Tingkat pengetahuan 3. lingkungan


mengerti akan TB keluarga Ny. SY padat
paru tentang kesehatan penduduk dan
kurang rumah lembab.

4. Terdapat tetangga
Ny. SY 52 th 5. Dukungan sosial
yang menderita gejala TB paru
kasus kambuh terhadap penyakit TB
mirip TB
kurang
D. MATRIKULASI MASALAH
Penentuan prioritas masalah pada keluarga Ny. SY dengan menggunakan metode
Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di


keluarga Ny. SY adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya orang lain
yang terkena efek langsung.
Tabel 4. Kriteria A Hanlon Kuantitatif
No Daftar Masalah Poin

1 Pengetahuan Ny SY tentang TB yang kurang 2

2 Pengetahuan keluarga Ny SY tentang TB yang 2


kurang
3 Lingkungan padat & lembab 1

4 Dukungan sosial dari masyarakat terhadap TB 1

5 Tetangga dengan riwayat batuk lama 1

2. Kriteria B (kegawatan masalah)


Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat
3 = Cukup gawat
4 = Gawat
5 = Sangat gawat
Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)
Skor : 1 = Tidak urgen
2 = Kurang urgen
3 = Cukup urgen
4 = Urgen
5 = Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
Skor: 1 = Sangat mahal
2 = Mahal
3 = Cukup mahal
4 = Murah
5 = Sangat Murah

Tabel 5. Kriteria B Hanlon Kuantitatif


No Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Point
1 Pengetahuan Ny SY 4 1 4 9
tentang TB yang
kurang
2 Pengetahuan keluarga 4 1 4 9
Ny SY tentang TB
yang kurang
3 Lingkungan padat & 1 1 1 4
lembab
4 Dukungan sosial dari 2 1 2 5
masyarakat terhadap
TB
5 Tetangga dengan 2 1 2 5
riwayat batuk lama

3. Kriteria C (Penanggulangan Masalah)


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit di tanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi
4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini skor tertinggi merupakan masalah yang paling mudah
ditanggulangi. Adapun hasilnya sebagai berikut :
a. Pengetahuan tentang hipertensi yang kurang :5
b. Pola hidup dan pola makan yang kurang baik :3
c. Stres psikologi :1
d. Kondisi Ekonomi yang menengah kebawah :1
4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 6. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil Perkalian
Pengetahuan Ny SY
1 1 1 1 1 1
tentang TB yang kurang
Pengetahuan keluarga Ny
SY tentang TB yang 1 1 1 1 1 1
kurang
Lingkungan padat &
1 0 1 0 1 0
lembab
Dukungan sosial dari
1 0 1 0 1 0
masyarakat terhadap TB
Tetangga dengan riwayat
1 0 1 0 1 0
batuk lama
Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 7. Penetapan Prioritas Masalah
D Urutan
Masalah A B C NPD NPT
P E A R L prioritas
Pengetahuan Ny SY 2 9 5 1 1 1 1 1 55 55 1
tentang TB yang kurang
Pengetahuan keluarga
Ny SY tentang TB yang 2 9 3 1 1 1 1 1 33 33 2
kurang
Lingkungan padat & 1 4 1 1 0 1 0 1 0 0 3
lembab
Dukungan sosial dari 1 5 1 1 0 1 0 1 0 0 3
masyarakat terhadap TB
Tetangga dengan 1 5 1 1 0 1 0 1 0 0 3
riwayat batuk lama

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.


Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan Ny SY tentang TB yang kurang
2. Pengetahuan keluarga Ny SY tentang TB yang kurang
3. Lingkungan padat & lembab
4. Dukungan sosial dari masyarakat terhadap TB
5. Tetangga dengan riwayat batuk lama
VI. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas, faktor risiko yang paling berpengaruh
terhadap penyakit TB pada Ny. SY di Desa Karang Kemiri Kecamatan
Pekuncen adalah tingakat pengetahuan yang masih rendah, terutama dalam
faktor risiko, pengenalan tanda dan gejala, pencegahan, serta komplikasi.
Pemecahan masalah yang terkait pengetahuan dapat dibuat beberapa alternatif.
Metode yang digunakan adalah metode RINKE. Metode ini menggunakan dua
kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya
yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
1) Kriteria efektifitas jalan keluar
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang diatasi besar
5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah):
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
2) Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan
dalam menyelesaikan masalah)
1. Biaya sangat murah
2. Biaya murah
3. Biaya cukup murah
4. Biaya mahal
5. Biaya sangat mahal
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode RINKE untuk
penyakit Ny.SY adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode RINKE
Efektivitas Urutan
Daftar Alternatif Jalan M I V Efisiensi MxIxV/ Prioritas
No
Keluar (C) C Pemecahan
Masalah
1 Penyuluhan mengenai TB 4 2 3 4 6 1
paru kepada Ny. SY dan
keluarganya

2 Pemberian Leafleat 4 3 4 1 41 3
mengenai pencegahan TB ke
keluarga

3 Pemberian masker untuk 4 3 4 3 16 2


keluarga Ny. SY

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah tingkat


pengetahuan tentang TB paru terkait faktor risiko, tanda gejala, komplikasi,
pencegahan, dan diet yang benar menggunakan metode RINKE, maka
didapati prioritas pemecahan masalah, yaitu melakukan penyuluhan kepada
Ny. SY dan keluarganya.
B. Rencana Pembinaan Keluarga
1. Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit TB paru terutama mengenai
faktor risiko, tanda-gejala, pencegahan, komplikasi serta diet yang benar
Tujuan Khusus
Mengubah perilaku pasien dan keluarga dalam mengenali dan mencegah
penyakit dan TB paru serta meningkatkan angka kepatuhan kontrol dan
minum obat.
2. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang sudah ditentukan
bersama dengan cara memberikan penyuluhan dan edukasi pada pasien dan
keluarga. Penyuluhan dan edukasi dilakukan dalam suasana santai sehingga
materi yang disampaikan dapat diterima.
3. Materi Pembinaan
Materi utama pada penyuluhan dan edukasi yang diberikan kepada pasien dan
keluarga adalah mengenai pengertian, faktor risiko, tanda dan gejala,
pencegahan, dan komplikasi.
4. Sasaran Pembinaan
Sasaran dari pembinaan yang dilakukan adalah pasien beserta seluruh
anggota keluarga pasien yang tinggal di rumah tersebut sebanyak 3 orang.
5. Evaluasi Pembinaan
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan memberikan beberapa pertanyaan
mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya kepada pasien dan
keluarga. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang bisa menjawab,
maka dianggap mereka sudah memahami materi yang telah disampaikan
sebelumnya dan dapat saling mengingatkan antar anggota keluarga.

C. Hasil Pembinaan Keluarga


Tabel 9. Hasil Pembinaan Keluarga

No Tanggal Kegiatan yang dilakukan Anggota keluarga Hasil kegiatan


yang terlibat
1 16 1. Membina hubungan Pasien dan Pasien bersedia
Oktober saling percaya dengan keluarga untuk dikunjungi
2018 pasien, diantaranya lebih lanjut untuk
perkenalan dan bercerita dipantau
mengenai kehidupan perkembangannya.
sehari-hari.
2. Mendiskusikan dengan
pasien untuk
kedatangan berikutnya
2 17 3. Menggali pengetahuan Pasien dan Pasien bersedia
Oktober dan pemahaman pasien keluarga untuk dilakukan
2018 mengenai penyakitnya konseling dan
dan mencari faktor edukasi lebih lanjut
risiko yang menyertai
pasien dan keluarga
serta mendiskusikan
untuk dilakukan
konseling dan edukasi
3 20 Memberikan penjelasan Pasien dan Pasien dan keluarga
Oktober mengenai pengertian, keluarga memahami tentang
2018 faktor risiko, tanda- TB paru,
gejala,pencegahan,komp pentingnya pola
likasi serta diet yang perilaku sehat dan
benar pada TB paru pentingnya kontrol
serta kepatuhan kontrol dan minum obat
dan minum obat teratur

D. Hasil Evaluasi
1. Input
a. Sasaran
Sebanyak 3 dari total 3 anggota keluarga mengikuti kegiatan penyuluhan
dan konseling. Maka target penyuluhan terpenuhi, yaitu minimal 2 orang
dari anggota keluarga. Sasaran yang mengikuti kegiatan penyuluhan
terlihat antusias dalam mengikuti kegiatan. Hal ini dapat dilihat dari
pertanyaan yang diajukan oleh pasien dan anggota keluarganya serta
pasien yang ikut berinteraksi aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang disampaikan oleh pemateri.
b. Sumber Daya
Ruang tengah di kediaman Ny. SY menjadi tempat memberikan
penyuluhan. Pemateri yaitu Reaya dan dibantu dokumentasi oleh Rani
dan Erine. Reaya menyampaikan materi yang berisi definisi, faktor risiko,
tanda dan gejala, pencegahan, komplikasi, diet, dan pengobatan dari TB
paru. Anggaran yang dihabiskan adalah sejumlah Rp. 0.
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Acara diselenggarakan di ruang tamu kediaman Ny. SY yang berlangsung
kondusif. Semua kegiatan terlaksana dengan baik dan antusiasme peserta
baik dibuktikan dengan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta ada
sebanyak tiga pertanyaan yang berhubungan dengan TB paru. Materi
disampaikan dengan metode presentasi langsung/oral tanpa
menggunakan media lain yang meliputi definisi, faktor risiko, tanda dan
gejala, pencegahan, komplikasi, pengobatan dalam TB paru.
b. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Kegiatan berhasil dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Oktober 2018.
Acara dimulai pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB dan berlangsung selama 60
menit diakhiri oleh review kembali dan pembagian leaflet. Kegiatan
penyuluhan terlaksana sesuai yang direncanakan.
3. Output
Sebelum dilakukan konseling pasien dan keluarga mengaku masih
bingung mengenai penyakit yang diderita Ny. SY sehingga dengan adanya
konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi lebih paham
tentang penyakitnya. Setelah konseling, dilakukan tanya jawab, narasumber
memberikan 5 pertanyaan terkait TB paru. Pasien beserta keluarga dapat
menjawab 4 pertanyaan dengan tepat sehingga tingkat pengetahuan pasien
meningkat menjadi 80 % dari sebelumnya yang hanya 40%.
VII. TINJAUAN PUSTAKA

A. TB PARU (Tuberkulosis Paru )


1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulomatosa kronis
menular dimana biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami
nekrosis perkijuan (PDPI, 2011).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium
tuberculosis.Mikobakterium adalah organisme berbentuk batang langsing,
tidak berspora, tidak berkapsul, dan non motil yang tahan asam (yaitu
mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl-
Neelsen dan kemudian sulit didekolorisasi) (Jawetz, 2006).
Bakteri M. tuberculosis (MTB) adalah aerob obligat, oleh karena itu,
kompleks MTB sering ditemukan di lobus paru bagian atas. Laju
pertumbuhan bakteri ini cukup lambat, sekitar 15-20 jam, dengan bentuk
saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,berkembang baik pada suhu 22-23
derajat C (Jawetz, 2006).
3. Patomekanisme
Masuknya bakteri TB tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya
infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknyanya basil tuberkulosis serta
daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon
dan Kudlich menemukan bahwa 95,93% dari 2114 kasus mereka mempunyai
fokus primer di dalamparu. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar
melalui udara mungkin juga karena jaringan paru mudah kena infeksi
tuberkulosis (PDPI, 2011).
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (perciakan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahandi udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah
kuman masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (PDPI, 2011).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor lain ialah cahaya
matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya matahari,
kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil. Juga mudah
dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan adanya pertukaran udara dari
dalam rumah dengan udara segar dari luar, akan dapat mengurangi bahaya
penularan bagi penghuni-penghuni lainnya yang serumah. Dengan demikian,
bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-perumahan yang
berpenghuni padat denagn ventilasi yang jelek serta cahay matahari
kurang/tidak dapat masuk (PDPI, 2011).
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB
berhasil berkembang biak denagan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan
dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif
(PDPI, 2011).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya kuman reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentiakan
perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalama beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa
inkubasi, yaitu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan (PDPI, 2011).
4. Penegakan Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya.Gejala klinis dibagi menjadi gejala lokal sesuai organ yang
terlibat dan gejala sistemik.Gejala respiratorik contohnya batuk ≥ 2 minggu,
batuk darah, sesak napas, nyeri dada.Gejala ini sangat bervariasi mulai dari
asimptomatik hingga gejala yang berat.Sedangkan gejala sistemik adalah
demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan turun.
Menurut WHO, kriteria pasien tuberkulosis paru adalah:
a. Pasien dengan sputum BTA positif :
1) Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
ditemukan BTA positif sekurang-kurangnya pada 2 dari 3
pemeriksaan atau,
2) Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang
sesuai dengan gambaran TB aktif atau
3) Satu sediaan sputumnya positif disertai biakkan yang positif.
b. Pasien dengan sputum BTA negatif :
1) Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA pada 3 kali pemeriksaan dahak, tetapi gambaran
radiologis sesuai dengan TB aktif dan tidak respon dengan pemberian
antibiotik spektrum luas atau
2) Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakkannya positif (PDPI,
2011).
Gambar 7.1 alur penegakan diagnosis
5. Tipe Penderita
Tipe penderita TB ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif atau biakan positif.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapatkanpengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindahberobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan
tersebutharus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudiandatang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebutkembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetappositif atau kembali menjadi positif
pada akhirbulan ke-5 (satu bulan sebelum akhirpengobatan), atau
penderita dengan hasil BTA negatifgambaran radiologik positif menjadi
BTA positifpada akhir bulan ke-2 pengobatan dan ataugambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahakBTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulangkategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakanjika ada fasilitas) negatif
dan gambaranradiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,terlebih
gambaran radiologik serialmenunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayatpengobatan OAT yang adekuat akan lebihmendukung, atau pada
kasus dengan gambaran radiologikmeragukan lesi TB aktif, namun
setelahmendapat pengobatan OAT selama 2 bulanternyata tidak ada
perubahan gambaranradiologik(PDPI, 2011).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut
atau dengan cara:
1) Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
2) Dahak Pagi ( keesokan harinya )
3) Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
b. Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
fotolateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik,CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapatmemberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posteriorlobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
2) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayanganopak
berawan atau nodular
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
1) Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas kalsifikasi
atau fibrotik
2) Kompleks ranke
3) Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
1) Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan
tidak dijumpai kaviti.
2) Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal(PDPI, 2011)
7. Penatalaksanaan
Tujuan dalam tata laksana TB adalah eradikasi kuman TB, mencegah
resistensi dan mencegah terjadinya komplikasi. Tapi tatalaksana TB
merupakan suatu kesatuan tidak hanya pemberian OAT tetapi juga penataaan
gizi, penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat tentang pentingnya minum
obat secara teratur dalam jangka waktu lama, serta pengawasan terhadap
kepatuhan minum obat.
Jenis obat OAT
a. Isoniazid (INH)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pengobatan pertama.Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolit aktif (kuman yang sedang berkembang).Dosis
harian yang dianjurkan 5-15mg/kgBB dosis maksimal 300mg/hari
diberikan dalam dosis tunggal. Efek samping dapat berupa tanda
keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, dan nyeri kaki. Efek ini dapat
dikurangi dengan pemberian piridoksin 100 mg/hari. Bila terdapat epatitis
hentikan obat sampai ikterus membaik dan dosis INH harus disesuaikan.
b. Rifampisin
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman
(persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.Dosis 10-
15mg/kgBB/hari dosis maksimal 600mg dan diberikan sebelum
makan.efek samping berupa hepatitis, urin atau keringat berwarna merah
atau jingga, mual serta trombositopenia. Bila Rifampisin diberikan
bersama INH dosisnya dikurangi maksimal 10mg/kgBB/hari, untuk
mengurangi resiko hepatotoksisitas.Efek samping ringan seperti gatal-
gatal, demam, mual hingga berat seperti ikterik dan sesak nafas dapat
terjadi.
c. Pirazinamid
Bersifat bakterisid dan dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam.Dosis 15-30mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimal 2g/hari.Efek samping yang utama adalah hepatitis dapat juga
nyeri, serangan atritis gout. Kadang terjadi reaksi hipersensitifitas;
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit lain.
d. Streptomisin
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik, dosis harian 15–
40mg/kgBB/hari maksimal 1 g/hari im.Efek samping utama streptomisin
adalah kerusakan N cranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran.Streptomisin juga bersifat nefrotoksik.
e. Etambutol
Bersifat bakteriostatik dosis harian yang dianjurkan 15-
20mg/kg/hari, dosis maksimal 1,25 g/hari, dengan dosis tunggal.
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan dengan
berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuk merah dan hijau,
neuritis toksik (Depkes, 2014).
8. Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB pada orang dewasa
Pada awalnya pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan untuk melihat repon pengobatan, ada
tidaknya efek samping obat, dan komplikasi penyakit. Pemantauan kemajuan
hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang
dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopik lebih naik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu
spesimen positif, maka hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan
positif.
a. Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 penggobatan penderita
baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan
ke 3 pengobatan ulang BTA positif dengan kategori 2.
b. Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan penderita baru
BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu akhir nulan ke 7
penggobatan ulang penderita BTA positif, dengan kategori 2.
c. Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 penggobatan pada
penderita BTA positif, dengan kategori 2.

9. Paduan Obat Tuberkulosis


Prinsip dasar pengobatan tuberkulosis adalah minimal 2 macam obat
dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan dibagi
menjadi 2 fase. Yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase
lanjutan. Tujuannya adalah untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstra
seluler serta mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi dan relaps.
Dibawah ini di perlihatkan tabel paduan obat tuberkulosis (Giacchino, 2014)
10. Resistensi Obat
Obat-obat diatas merupakan obat lini pertama pada pengobatan
tuberkulosis. Apabila terjadi resistensi atau terdapat masalah dalam
pengunaan obat lini pertama dapat digunaka obat lini kedua antara lain:
siprofloksasin, kanamicin, para aminosalisilat, tiasetason, etionamid,
sikloserin, kapreomicin. Obat lini kedua ini efektivitasnya lebih rendah tapi
toksisitasnya lebih tinggi dibanding obat lini pertama.
Penghentian pengobatan
a. bila setelah 6 bulan pengobatan dilakukan evaluasi:
- batuk menghilang
- perbaikan klinis
- peningkatan berat badan
b. Bila 6 bulan pertama tidak ada perbaikan kemungkinan:
- MDR (multi drug resisten)
- Obat perlu diganti atau ditambah
- Diagnosis bukan tbc(Rahajoe, 2005)
11. Strategi DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi
yang direkomendasikan WHO dalam pelaksanaan program
penanggulangan tuberkulosis, strategi ini dilakukan di Indonesia sejak
tahun 1995. DOTS terdiri dari lima komponen:
a. komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk dukungan
dana
b. diagnostik TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
c. pengobatan dengan panduan obat anti tuberkulosis (OAT) jangka
pendek dengan pengawasan oleh pengawas menelan obat (PMO)
d. kesinambungan persedian OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
e. pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan evaluasi progam penanggulangan TBC.
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika
disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusialanjut,
dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi
menderita tuberkulosis milier. Prognosis akan baik jika minum obat dengan
teratur selama 6 bulan sampai pengobatan selesai. Dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti umur anak, berapa lama telah mendapat infeksi, luasnya lesi,
keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan
adekuat, dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang
berulang, dan lain-lain (Giacchino, 2002).
Penyakit TB paru apabila tidak diatasi dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasinya di bagi, sebagai berikut:
a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy.
b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT / fibrosis paru,
kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB
(Giacchino, 2002)
VIII. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Ny. SY adalah seorang pasien yang
didiagnosis TB paru (BTA ++) kasus kambuh.
6. Aspek personal
g. Keluhan Utama : lemas
h. Keluhan tambahan : batuk, nyeri dada, berat badan turun, sesak napas,
pusing, nafsu makan menurun.
i. Idea : pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakitnya bisa
sembuh total
j. Concern : pasien merasa penyakit tersebut agak mengganggu aktivitas
sehari-harinya
k. Expectacy : pasien mempunyai harapan penyakitnya segera sembuh agar
dapat kembali seperti biasa
l. Anxiety : pasien pada awalnya merasa cemas pada penyakitnya, namun
setelah diobati pasien merasa sedikit berkurang cemasnya.
Pasien percaya bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.
7. Aspek klinis
Diagnosa : TB paru BTA (++) kasus kambuh
Gejala klinis yang muncul :batuk, keringat malam hari, demam, sesak.
Differential diagnosis : PPOK
8. Aspek faktor intrinsik
a. Usia tua
b. Pengetahuan mengenai TB kurang
c. Pasien jarang berolahraga
d. Pasien kebutuhan nutrisinya kurang mencukupi
9. Aspek faktor ekstrinsik
c. Rumah pasien lembab
d. Tetangga ada yang batuk lama
10. Aspek skala penilaian fungsi sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3 dikarenakan pasien sering
lemas dan tidak bisa beraktivitas, namun pasien masih dapat melakukan
perawatan pada diri sendiri.
B. Saran
1. Pemberian penyuluhan dengan materi utama pada penyuluhan dan edukasi
yang diberikan kepada pasien dan keluarga adalah mengenai pengertian,
penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, komplikasi, dan pencegahan TB
paru
2. Menyarankan untuk melakukan pola hidup sehat serta menggunakan masker

Anda mungkin juga menyukai