Ggn. Hub. Sosial
Ggn. Hub. Sosial
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Hubungan Sosial atau menarik diri.
1.3.2 Tujuan khusus :
1. Mengetahui tentang gangguan hubungan social atau menarik diri.
2. Mengetahu tentang rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
3. Mengetahui tentangtanda dan gejala yang timbul pada klien
gangguan hubungan sosial.
4. Mengetahui tentang tahapan perkembangan pada gangguan
hubungan sosial.
5. Mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada klien gangguan
hubungan sosial.
1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui penjelasan mengenai gangguan hubungan sosial
dan Asuhan Keperawatan pada gangguan hubungan sosial
1.4.2 Manfaat Bagi Instansi
Dapat bermanfaat sebagai acuan atau penilaian dalam memberikan
nilai pada Mahasiswa maupun Mahasiswi
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma social dan cultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun Karakteristik respon adapif :
a. Solitude merupakan respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa
yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi merupakan suatu kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran.
c. Kebersamaan merupakan suatu keadaan dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk memberi dan menerma.
d. Saling ketergantungan yaitu saling ketergantngan antara individu
dengan orang lain dalam hubungan iterpersonal
2. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungan.
Adapun Karakteristik respon maladapif
a. Menarik diri merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain untuk mencari
ketenangan sementara waktu.
b. Manipulasi merupakan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri
sendiri atau pad tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu
tidak dapat membina hubungan secara mendalam.
c. Ketergantungan yaitu individu gagal mengembangkan rasa percaya diri
dan kemampuan yang dimiliki.
d. Impulsif merupakan ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai
penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
e. Narkisisme adalah harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki setiap egosentris,
pencemburu dan marah jika orang lain tidak mendukung.
2.6 Tahapan Perkembangan
Menurut Muhith (2015) mengatakan bahwa adapun tahap perkembangan
pada dasarnya kemampuan hubungan social berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampa dengan dewasa lanjut.
a. Masa bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan
biologis dan psikologisnya . Bayi umumnya menggunakan komunikasi yang
sangat sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya, misalnya mengangis
untuk semua kebutuhan. Konsistensi ibu dan anak seperti stimulus sentuhan,
kontak mata, komunikasi yang hangat merupakan aspek penting yang harus
dibina sejak dini karena akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang
mendasar. Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada
orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain
serta menarik diri.
b. Masa prasekolah
Masa antara usian18 bulan-3 tahun yang merupakan taraf masa
pemisahan pribadi. Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya
diluar lingkungan keluarga, khususnya ibu. Anaka menggunakan kemampuan
berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari kelurga
khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang
berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungannya disertai respon
keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu
mengontrol diri, tidak mandiri (ketergantungan), ragu, menarik diri dari
lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, atapun takut perilakunya salah
(Zaini, 2019).
c. Masa sekolah
Pada usia ini anak muai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman disekolah, kurangnya
dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang
tua mengakibatkan anak frustasi terhasap kemampuannya, putus asa, merasa
tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
d. Masa remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman
sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Kegagalan
membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan dari orang tua,
akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan
mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
e. Masa dewasa muda
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan
akn mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang
lain, putus asa akan karir.
f. Masa dewasa tengah
Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan
hubungan dan dukungan baru. Kegagalan pisah tempat dengan orang tua,
membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang lain
akan kreatifitas berkurang, perhatian pada orang lain.
g. Masa dewasa lanjut
Individu yang mengalami perkembangan yang baik dapat menerima
kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan
orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya. Kegagalan
individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada kehidupan serta
menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan mengakibatkan
perilaku menarik diri.
2.7 Tanda dan Gejala
Menurut Muhith (2018) mengatakan bahwa adapun tanda dan gejala
terjadinya gangguan hubungan sosial diantaranya:
1. Kurang spontan
2. Apatis (Acuh tak acuh terhadap lingkungan )
3. Ekspresi wajah kurang berseri (Ekspresi sedih)
4. Efek tumpul
5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada
7. Tidak ada respon feedback antara klien dan perawat
8. Mengisolasi diri (Menarik diri)
9. Kurang bahkan tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energi
12. Harga diri rendah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan kultural. Data yang akan muncul pada klien isolasi sosial pada data
subjektif dapat ditemukan klien mengatakan malas berinteraksi, klien mengatakan
orang lain tidak mau menerima dirinya, klien merasa tidak berguna. Pada data
objektif akan timbul adalah klien terlihat menyendiri, klien tidak mau bercakap –
cakap dengan orang lain, klien terlihat mondar-mandir tanpa tujuan, klien tidak
berinisiatif berinteraksi dengan orang lain, kontak mata kurang.
1. Faktor penyebab (predisposisi)
a. Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon sosial yang maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan
diri dari orang tua. Keluarga sering kali mempunyai peran yang tidak jelas.
Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi
seseorang berespon sosial maladaptif.
b. Faktor biologis
Faktor genetik juga dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dallam
perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.
c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti
lansia, orang cacat, berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok
mayotritas. Harapan yang tidak realistik tehadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
2. Faktor pencetus (presipitasi)
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stres seperti kehilangan, uang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stresor
pencetus dapat digolongkan dalam katagori:
a. Stresor Sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh:
a. Menurunnya stabilitas unit keluarga
b.Perpisahan dengan orang yang berarti dalam kehidupannya.
b. Stresor psikoligis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk mengetahui
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system
gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal.
b. Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam
tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
4. Status mental
a. Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik,
interaksi klien selama wawancara.
b. Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas,
menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
a. Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam
berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir,
sehingga menimbulkan proses berfikir.
b. Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga,
tidak percaya pada orang lain.
c. Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori,
biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping
yang tidak konstruktif.
d. Psiko sosial spiritual
a) Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari
kelemahan sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
b) Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan
orang lain.
c) Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang
tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa
putus asa karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang
minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.
3.5 Evaluasi
a. Evaluasi Diagnosa I
a) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien
lain.
b) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial,
cara-cara melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi
sosial, dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi sosial.
b. Evaluasi Diagnosa 2
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengetahui dan mengerti mengenai koping yang efektif.
c) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam
mengatasi masalah.
c. Evaluasi Diagnosa5
a) Harga diri klien meningkat
b) Klien dapat memahami pengertian konsep diri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan hubungan sosial atau menraik diri (isolasi sosial) adalah kondisi
kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang
ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam.
Dengan karakteristik: tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau
ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia.
Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak
bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan
oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak
aman ditengah orang banyak.
4.2 Saran
4.2.1 Saran Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengaplikasikan terhadap
masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan terbaru.
4.2.2 Saran Bagi Instansi
DAFTAR PUSTAKA