Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak
mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi
pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan. Setiap
saat, 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf
maupun prilaku. Di Indonesia, pravalensinya sekitar 11% dari total penduduk
dewasa.
Klien yang dirawat di rumah sakit pada umumnya tidak hanya mengalami
masalah fisik, namun mereka juga mengalami masalsh psikososial seperti berdiam
diri, tidak ingin bertemu siapapun, merasa kecewa atau putus asa, malu dan tidak
berguna disertai keraguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering
merasa kekhawatiran dan ketidak pastian tentang keadaan klien ditambah lagi
gengan kurangnya waktu petugas kesehatan (Perawat dan Dokter) untuk
mengonfirmasikan kondisi klien kepada anggota keluarga klien. Klien dan keluarga
sering tidak diajak berkomunikasi, kurang diberi informasi yang dapat
mengakibatkan perasaan sedih ansietas, takut, marah, prestasi, tidak berdaya karena
informasi yang tidak jelas disertai ketidak pastian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus dapat meyakinkan
bahwa klien adalah makhluk Bio-Psiko-Sosio-Spiritual yang utuh dan unik sebagai
satu kesatuan dalam berintregasi terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri.
Dengan melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan berhubungan
sosial yang di intregasikan secara komperhensif kepada program asuhan klien,
diharapkan klien dan keluarga segera mungkin dapat berperan serta sehingga “Self-
Care” (perawatan diri) dan “Family Support” (dukungan keluarga) dapat terwujud.
Termasuk tindakan Rehabilitatif (pemulihan keadaan), Preventif (aktivitas, dan
ikhtiar yang menyangkut pengakhiran konflik), Kuratif, Promotif (seluruh kerja
dan ikhtiar dalam rangka mendorong pemulihan klien). Salah satu aspek yang
dilakukan asuhan keperawatan psikososial khususnya pada klien dengan gangguan
hubungan sosial.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari Latar belakang diatas dapat disimpulkan tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan Gangguan Hubungan Sosial?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Hubungan Sosial atau menarik diri.
1.3.2 Tujuan khusus :
1. Mengetahui tentang gangguan hubungan social atau menarik diri.
2. Mengetahu tentang rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
3. Mengetahui tentangtanda dan gejala yang timbul pada klien
gangguan hubungan sosial.
4. Mengetahui tentang tahapan perkembangan pada gangguan
hubungan sosial.
5. Mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada klien gangguan
hubungan sosial.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui penjelasan mengenai gangguan hubungan sosial
dan Asuhan Keperawatan pada gangguan hubungan sosial
1.4.2 Manfaat Bagi Instansi
Dapat bermanfaat sebagai acuan atau penilaian dalam memberikan
nilai pada Mahasiswa maupun Mahasiswi
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Gangguan Hubungan Sosial


Gangguan berhubungan social atau perilaku menarik diri (Isolasi sosial),
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
berhubungan dengan orang lain. Dimana kondisi kesepian yang diekspresikan oleh
individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai
suatu keadaan negatif yang mengancam (Yulianti, 2018).
Gangguan hubungan sosial atau menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain atau menghindari hubungan dengan orang
lain, menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain (Zaini,
2015).
2.2 Etiologi
Menurut mengatakan bahwa adapun tanda dan gejala dari gangguan
hubungan sosial
2.3 Penyebab Terjadinya Masalah Gangguan Hubungan Sosial
Menurut Yuliana (2018) mengatakan bahwa adapun salah satu penyebab dari
menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri
a. Faktor Predisposisi
a) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai
masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga
dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga
bekerja sama dengan tenaga profisional untuk mengembangkan gambaran
yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaburatif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon
social menarik diri.
b) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan
struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
c) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif,
seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari
yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap
hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini,
(Stuart and sudden, 2007).
b. Faktor Persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara
lain:
a) Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya
stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupanya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b) Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhanya hal ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang
mengalami gangguan hubungan (menarik diri), (Stuart & Sundeen, 2007)
c) Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai
pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan
dengan orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan
dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi
dengan orang lain.
3) ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang
lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan
berhubungan dengan orang lain
d) Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik
diri dari orang lain.
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain
2.4 Pathway Gangguan Hubungan Sosial

2.5 Rentang Respon


Menurut Muhith (2015) mengatakan bahwa adapun Rentang Respon
gangguan hubungan sosial yaitu:
RESPON ADAPTIF RESPON RESPON MALADAPTIF

Menyendiri Lone Liness Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Mutualisme Dependen Narcisisme
Independen

1. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma social dan cultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun Karakteristik respon adapif :
a. Solitude merupakan respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa
yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi merupakan suatu kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran.
c. Kebersamaan merupakan suatu keadaan dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk memberi dan menerma.
d. Saling ketergantungan yaitu saling ketergantngan antara individu
dengan orang lain dalam hubungan iterpersonal
2. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungan.
Adapun Karakteristik respon maladapif
a. Menarik diri merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain untuk mencari
ketenangan sementara waktu.
b. Manipulasi merupakan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri
sendiri atau pad tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu
tidak dapat membina hubungan secara mendalam.
c. Ketergantungan yaitu individu gagal mengembangkan rasa percaya diri
dan kemampuan yang dimiliki.
d. Impulsif merupakan ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai
penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
e. Narkisisme adalah harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki setiap egosentris,
pencemburu dan marah jika orang lain tidak mendukung.
2.6 Tahapan Perkembangan
Menurut Muhith (2015) mengatakan bahwa adapun tahap perkembangan
pada dasarnya kemampuan hubungan social berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampa dengan dewasa lanjut.
a. Masa bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan
biologis dan psikologisnya . Bayi umumnya menggunakan komunikasi yang
sangat sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya, misalnya mengangis
untuk semua kebutuhan. Konsistensi ibu dan anak seperti stimulus sentuhan,
kontak mata, komunikasi yang hangat merupakan aspek penting yang harus
dibina sejak dini karena akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang
mendasar. Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada
orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain
serta menarik diri.
b. Masa prasekolah
Masa antara usian18 bulan-3 tahun yang merupakan taraf masa
pemisahan pribadi. Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya
diluar lingkungan keluarga, khususnya ibu. Anaka menggunakan kemampuan
berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari kelurga
khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang
berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungannya disertai respon
keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu
mengontrol diri, tidak mandiri (ketergantungan), ragu, menarik diri dari
lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, atapun takut perilakunya salah
(Zaini, 2019).
c. Masa sekolah
Pada usia ini anak muai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman disekolah, kurangnya
dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang
tua mengakibatkan anak frustasi terhasap kemampuannya, putus asa, merasa
tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
d. Masa remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman
sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Kegagalan
membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan dari orang tua,
akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan
mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
e. Masa dewasa muda
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan
akn mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang
lain, putus asa akan karir.
f. Masa dewasa tengah
Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan
hubungan dan dukungan baru. Kegagalan pisah tempat dengan orang tua,
membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang lain
akan kreatifitas berkurang, perhatian pada orang lain.
g. Masa dewasa lanjut
Individu yang mengalami perkembangan yang baik dapat menerima
kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan
orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya. Kegagalan
individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada kehidupan serta
menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan mengakibatkan
perilaku menarik diri.
2.7 Tanda dan Gejala
Menurut Muhith (2018) mengatakan bahwa adapun tanda dan gejala
terjadinya gangguan hubungan sosial diantaranya:
1. Kurang spontan
2. Apatis (Acuh tak acuh terhadap lingkungan )
3. Ekspresi wajah kurang berseri (Ekspresi sedih)
4. Efek tumpul
5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada
7. Tidak ada respon feedback antara klien dan perawat
8. Mengisolasi diri (Menarik diri)
9. Kurang bahkan tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energi
12. Harga diri rendah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan kultural. Data yang akan muncul pada klien isolasi sosial pada data
subjektif dapat ditemukan klien mengatakan malas berinteraksi, klien mengatakan
orang lain tidak mau menerima dirinya, klien merasa tidak berguna. Pada data
objektif akan timbul adalah klien terlihat menyendiri, klien tidak mau bercakap –
cakap dengan orang lain, klien terlihat mondar-mandir tanpa tujuan, klien tidak
berinisiatif berinteraksi dengan orang lain, kontak mata kurang.
1. Faktor penyebab (predisposisi)
a. Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon sosial yang maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan
diri dari orang tua. Keluarga sering kali mempunyai peran yang tidak jelas.
Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi
seseorang berespon sosial maladaptif.
b. Faktor biologis
Faktor genetik juga dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dallam
perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.
c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti
lansia, orang cacat, berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok
mayotritas. Harapan yang tidak realistik tehadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
2. Faktor pencetus (presipitasi)
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stres seperti kehilangan, uang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stresor
pencetus dapat digolongkan dalam katagori:
a. Stresor Sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh:
a. Menurunnya stabilitas unit keluarga
b.Perpisahan dengan orang yang berarti dalam kehidupannya.
b. Stresor psikoligis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk mengetahui
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system
gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal.
b. Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam
tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
4. Status mental
a. Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik,
interaksi klien selama wawancara.
b. Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas,
menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
a. Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam
berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir,
sehingga menimbulkan proses berfikir.
b. Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga,
tidak percaya pada orang lain.
c. Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori,
biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping
yang tidak konstruktif.
d. Psiko sosial spiritual
a) Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari
kelemahan sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
b) Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan
orang lain.
c) Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang
tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa
putus asa karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang
minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.

3.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah
sebagai berikut:
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien
dalam pemecahan masalah
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang
salah mengenai dirinya.

3.3 Perencanaan keperawatan


a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
1) Tujuan jangka panjang
Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas
dan pasien yang lain dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
2) Tujuan jangka pendek
a. Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
b. Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social.
c. Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
a. Klien mau berkenalan dengan perawat
b. Klien mau tersenyum dengan perawat
c. Klien mau menyapa dan disapa
d. Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat, cara dan
akibatnya bila tidak melakukan interaksi social
e. Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok
4) Intervensi and rasional
a. Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat: dengan
melakukan pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina
rasa saling percaya sehingga klien mau mengungkapkan perasaannya pada
perawat.
b. Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian,
manfat, cara-cara melakukan interaksi, unsir-unsur penting dalam
berinteraksi serta akibat yang ditimbulkan: dengan memberikan kejelasan
mengenai interaksi social maka pengetahuan klien akan meningkat.
c. Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan klien lain:
dengan mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa
diperhatikan dan diberi kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan
orang lain.
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien
dalam pemecahan masalah
1) Tujuan jangka panjang
Klien mampu menggunakan koping yang efektif.
2) Tujuan jangka pendek
a) Terbinanya hubungan saling percaya
b) Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan
destruktif
c) Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi
masalah
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
a) Klien mau mengenal perawat
b) Klien mau disapa dan menyapa
c) Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif
4) Intervensi and rasional
a) Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien
dengan perawat: menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada
perawat.
b) Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak
efektif dalam mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan
koping yang tidak efektif: pengetahuan klien akan meningkat.
c) Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan
koping baru yang efektif dalam menyelesaikan masalah: klien menjadi
tahu koping baru yang efektif.
d) Beri dukungan yang positif terhadap klien: untuk meningkatkan rasa
percaya diri sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang
salah mengenai dirinya.
1) Tujuan jangka panjang
Harga diri klien meningkat.
2) Tujuan jangka pendek
a) Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
b) Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.
c) Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang
harga diri.
d) Rasa percaya diri klien meningkat.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu
a) Klien mau mengenal perawat.
b) Klien mau disapa dan menyapa.
c) Klien mau bercerita pada perawat.
d) Klien menyebutkan mengenai konsep diri.
4) Intervensi dan rasional
a) Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya: akan
menumbuhkan dan membina saling percaya.
b) Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa
salah pada dirinya: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
c) Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-
unsur konsep diri, pentingnya konsep diri: maka pengetahuan klien
mengenai konsep diri meningkat.
d) Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien: dapat
meningkatkan rasa percaya diri klien.
3.4 Implementasi
Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a) Menetapkan hubungan saling percaya.
b) Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka.
c) Kenal dan dukung kelebihan pasien.
d) Membatasi orang yang berhubungan dengan pasien pada awal terapi.
e) Melakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin.
f) Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien
menarik diri.
g) Menerangkan harapan dari tindakan secara bersama-sama dengan klien.
h) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan hubungan dengan
pasien.
i) Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok.
j) Memperhatikan kebutuhan fisiologis klien.
k) Membantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai
melaksanakannya sendiri.
l) Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.
m) Memfasilitasi pasien untuk berperan serta dalam terapi kelompok.

3.5 Evaluasi
a. Evaluasi Diagnosa I
a) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien
lain.
b) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial,
cara-cara melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi
sosial, dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi sosial.
b. Evaluasi Diagnosa 2
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengetahui dan mengerti mengenai koping yang efektif.
c) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam
mengatasi masalah.

c. Evaluasi Diagnosa5
a) Harga diri klien meningkat
b) Klien dapat memahami pengertian konsep diri.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gangguan hubungan sosial atau menraik diri (isolasi sosial) adalah kondisi
kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang
ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam.
Dengan karakteristik: tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau
ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia.
Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak
bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan
oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak
aman ditengah orang banyak.

4.2 Saran
4.2.1 Saran Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengaplikasikan terhadap
masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan terbaru.
4.2.2 Saran Bagi Instansi
DAFTAR PUSTAKA

Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa teori dan aplikasi. Yogyakarta. CV


Andi Offset

Yulianti, T (2018). Laporan pendahuluan gangguan hubungan sosial : isolasi sosial.


Malang.

Zaini, M. (2019). Asuhan keperawatab jiwa masalah psikososial di pelayanan klinis


dan komunitas. Yogyakarta. CV Budi Utama. https://www.freepik.com/

Anda mungkin juga menyukai