Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM I

MIKROTEKNIK
“PEMBUATAN SEDIAAN OLES”

DOSEN PEMBIMBING:
HANIK FAIZAH, M. Si

NAMA : RENI IDA WATI


NIM : H71216066
KELOMPOK : 6 (ENAM)
TANGGAL : 20 SEPTEMBER 2018
ASISTEN : 1. AZLINDA MITHA AGUSTIN
2. NURUL ILMI FAIDAH

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2018
1. JUDUL : PEMBUATAN SEDIAAN OLES (Sediaan apusan darah tepi)
2. TUJUAN : 1. Mengetahui teknik pembuatan sediaan oles
2. Membuat sediaan apusan darah
3. Mengetahi karakteristik sel-sel darah

3. TINJAUAN PUSTAKA
Darah merupakan cairan pada tubuh yang dibentuk oleh jaringan hemopoietika dan
diedarkan ke seluruh tubuh (Frandson, 1992). Darah memiliki fungsi yang penting bagi
tubuh antara lain membawa zat-zat makanan dari sistem pencernaan dan diedarkan ke
seluruh tubuh, mengangkut sisa metabolisme dan bahan yang dibutuhkan oleh tubuh,
sebagai pengendali suhu tubuh dan keseimbangan pH, Serta berperan dalam pertahanan
tubuh terhadap berbagai macam penyakit (Nurfadillah, 2016).
Darah memiliki 2 komponen yaitu korpuskula dan plasma darah. Korpuskula
merupakan sel-sel darah yang meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan keping darah (trombosit) dengan jumlah 45% dari total jumlah darah.
Sedangkan plasma darah merupakan cairan pada darah yang terdiri dari 90% air dan 10%
bahan terlarut lainnya seperti protein dan senyawa organik. Plasma darah berjumlah 55%
dari total jumlah darah (Nuraeni, 2006).
Korpuskula pada darah yaitu sebagai berikut:
1. Eritrosit
Eritrosit merupakan sel darah merah yang berbentuk bikonkaf dengan diameter ±
7,5 μm dan tidak memiliki nukleus atau inti sel. Sebenarnya eritrosit ini berwarna
kekuningan, namun karena adanya hemoglobin pada sitoplasmanya menyebabkan
eritrosit berwarna merah (Nurfadillah, 2016). Hemoglobin berasal dari gabungan dari 2
komponen yaitu heme dan globin yang merupakan protein dengan pigmen berwarna
merah yang berfungsi untuk membawa oksigen (Rahmi, 2009). Selain membawa
oksigen, eritrosit juga berfungsi dalam katalisis CO2 dan H2O dan sebagai dapur asam
basa. Jumlah sel darah merah yaitu sekitar 99% dari total jumlah korpuskula pada darah
(Guyton dan Hall, 2006).
2. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih dengan berbagai macam bentuk dan ukuran
yang lebih besar dari sel darah merah. Selain itu, leukosit juga memiliki inti sel yang
bergerak bebas seperti amoeba sehingga disebut amuboid, diapedesis (dapat menembus
dinding kapiler), dan bersifat fagositosis (memakan) sel. Leukosit memiliki jumlah yang
lebih sedikit dari eritrosit sekitar 0,2% dari total jumlah korpuskula dalam darah,
biasanya sekitar 4.500-10.000 butir /mm3. Beberapa macam leukosit antara lain
monosit, eusinofil, basofil, limfosit, dan neutofil (Nurfadillah, 2016). Fungsi utama dari
sel darah putih yaitu sebagai unit dalam sistem pertahanan tubuh terhadap virus, bakteri,
maupun berbagai penyakit dengan memakan dan memusnakan benda-benda asing yang
ada dalam tubuh (Aryosetyo, 2009).
3. Trombosit
Trombosit merupakan keping darah yang berbentuk cakram oval dan tidak berinti
dengan diameter sekitar 3-4 μm. Trombosit dalam tubuh manusia berjumlah ± 150.000-
400.000/μl atau sekitar 0,6-1,0% dari total korpuskula dalam darah (Nurfadillah, 2016).
Trombosit memiliki fungsi utama dalam proses pembekuan darah saat terjadi luka pada
tubuh (Rahmi, 2009).

Gambar 1. Sel-sel darah.


Sumber: (Guyton dan Hall, 2006).

Pengamatan mikroskopis pada darah sangat diperlukan untuk mendeteksi dan


mengetahui adanya penyakit yang berhubungan dengan darah seperti kelebihan sel darah
putih (leukosit), adanya sel darah yang rusak, atau adanya gangguan pada sistem reproduksi
yang berhubungan dengan darah (WHO, 1992). Pengamatan mikroskopis pada darah dapat
dilakukan dengan membuat preparat apusan darah yang bertujuan untuk mempermudah
dalam pengamatan morfologi sel-sel darah dan dapat pula digunakan untuk mengetahui
jumlah sel darah dengan menggunakan mikroskop (Rudyatmi, 2011).
Metode yang digunakan dalam pembuatan preparat apusan darah yaitu metode smear
atau metode oles. Metode smear merupakan salah satu metode pembuataan
sediaan/preparat dengan cara mengoles atau membuat lapisan tipis (film) dari substansi
cair atau bukan cairan diatas objek glass. Selain digunakan untuk pengamatan apusan
darah, biasanya metode smear juga digunakan untuk epitel mukosa mulut dan pengamatan
siklus estrus pada sel vagina mencit (Rudyatmi, 2011).
Menurut Kiswari (2014), preparat apusan darah yang baik memiliki beberapa
kriteria, antara lain:
1. Apusan tidak terlalu tebal
2. Tidak menyentuh pinggir objek glass
3. Tidak berlubang
4. Apusan tidak terputus atau bergelombang, dll.

Berdasarkan waktu ketahanan, terdapat 3 jenis preparat yaitu preparat sementara,


preparat semipermanen, dan preparat permanen atau awetan. Preparat sementara
merupakan preparat dengan media air atau bahan kimia yang mudah menguap yang hanya
bertahan kurang dari 24 jam dan untuk sekali pengamatan. Biasanya preparat ini dibuat
dengan tujuan untuk mengamati objek dalam keadaan segar. Preparat semipermanen yaitu
preparat dengan media gliserin yang bertahan sekitar 1 pekan atau beberapa bulan saja.
Biasanya pembuatan preparat ini dikarenakan untuk penundaan dalam pengamatan
sehingga dapat dilakukan dilain waktu. Sedangkan preparat permanen atau awetan
merupakan preparat yang sudah diawetkan dengan agen mounting seperti enthelan dan
dapat tahan beberapa lama sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu ketika dibutuhkan
(Arimurti, 2001).

4. ALAT DAN BAHAN


 Alat :  Bahan :
1. Objek glass 1. Darah tepi praktikan
2. Cover glass 2. Methanol
3. Staining jar 3. Alkohol 70%
4. Jarum franke 4. Entelan
5. Mikroskop 5. Air mengalir
6. Giemsa 3% dalam metanol

5. LANGKAH KERJA
1. Dioleskan alkohol 70% pada ujung jari praktikan yang akan diambil darahnya dengan
menggunakan tissue.
2. Ditusuk ujung jari praktikan dengan menggunakan jarum franke.
3. Dihapus darah pada tetesan pertama dengan menggunakan tissue dan diletakkan
tetesan berikutnya pada gelas objek sehingga membentuk lingkaran dengan diameter
± 2-3 mm.
4. Dibuat ulasan darah dengan menggunakan gelas objek yang lain dengan cara
diletakkan gelas objek lain pada sisi dekat tetesan darah dengan sudut ±45o, kemudian
ditarik ke belakang hingga darah merata kekiri dan kanan tepi gelas objek. Selanjutnya
gelas objek kedua didorong maju hingga didapatkan film darah yang tipis dan sama
rata.
5. Direndam preparat dalam staining jar berisi methanol selama 5 menit.
6. Diangkat dan keringanginkan hingga ulasan mengering.
7. Dilakukan pewarnaan dengan menggunakan pewarna giemsa 3 % dan ditunggu selama
30 menit.
8. Dicuci preparat dengan air mengalir hingga bersih, kemudian dikeringanginkan.
9. Diamati dibawah mikroskop dan dipilih bagian yang palik baik.
10. Ditetesi ethelan pada apusan yang paling baik sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan
cover glass.
11. Dibiarkan hingga kering dan dibersihkan bagian yang tidak tertutup cover glass.

6. HASIL PENGAMATAN
No. Gambar Keterangan

Hasil preparat setelah


1. dilakukan pengawetan dengan
enthelan

Pengamatan mikroskopis sel-


sel darah pada apusan darah
sebelum diberi enthelan.
Keterangan:
3
1. Neutrofil
1
2. 2. Eosinofil Leukosit
3. Basofil
2
4 4. Eritrosit
Pengamatan mikroskopis sel-
sel darah pada apusan darah
2
setelah diberi enthelan.
4 Keterangan:
1. Limfosit
3. 2. Basofil
5 Leukosit
3. Neutrofil

1 4. Eosinofil
5. Eritrosit
3

7. PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan sediaan oles ini digunakan darah tepi praktikan sebagai
bahan utama dan tiap kelompok membuat 2 preparat untuk nantinya dipilih preparat yang
paling baik. Preparat apusan darah merupakan salah satu teknik pengamatan mikroskopis
yang dibuat dengan metode smear (metode ulas, apus, atau oles) karena bahan atau
substansi yang digunakan berupa cairan yaitu darah, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Rudyatmi (2011) bahwa metode smear merupakan salah satu metode pembuataan
sediaan/preparat dengan cara mengoles atau membuat lapisan tipis (film) dari substansi
cair atau bukan cairan diatas objek glass. Preparat apusan darah biasanya digunakan untuk
mengetahui unsur pembentuk darah, mengetahui morfologi sel-sel darah, menghitung
jumlah sel darah, dan melihat kemungkinan adanya parasit yang tumbuh dalam darah
seperi plasmodium dan malaria (Afriansyah, 2016).
Darah tepi praktikan diambil dengan menusukkan jarum franke pada jari praktikan
yang telah diolesi dengan alkohol 70% sebagai antiseptik yang berfungsi untuk mematikan
kuman di area jari yang akan ditusuk (Hastuti, dkk., 2017). Selanjutnya, tetesan darah
kedua diletakkan di sisi kanan gelas objek dan dilakukan smear atau ulasan pada darah
dengan cara meletakkan gelas objek lainnya didekat darah dan membentuk sudut ± 45o
agar memudahkan dalam proses pengapusan, selain itu sudut pergeseran gelas objek juga
dapat mempengaruhi hasil apusan darah, apabila sudut yang digunakan terlalu besar maka
dapat apusan yang dihasilkan terlalu tebal dan pendek, sedangkan apabila sudut terlalu
kecil maka hasil apusan terlalu tipis dan panjang (Gandasoebrata, 2007).
Langkah selanjutnya, gelas objek kedua ditarik ke belakang hingga menyentuh darah
dan darah merata ke kanan dan kiri gelas objek, kemudian gelas objek ditarik maju ke
depan dengan kecepatan sedang sehingga didapatkan film darah yang tipis. Apabila hasil
apusan dinilai kurang baik maka dilakukan pengulangan hingga didapatkan hasil yang
paling baik. Menurut Kiswari (2014), preparat sediaan apusan darah yang baik memiliki
beberapa kriteria antara lain panjang dan lebar apusan tidak melebihi objek glass, memiliki
ketebalan yang merata dengan zona paling tebal pada bagian kepala dan semakin menipis
2
ke bagian ekor, tidak berlubang maupun terputus, dan panjang apusan sekitar panjang
3

objek glass.
Beberapa penyebab hasil apusan kurang baik dikemukakan oleh Gandasoebrata
(2007), yaitu jangka waktu antara penetesan darah dan pengapusan terlalu lama (lebih dari
1 jam) sehingga memyebabkan disproporsi sel yang memiliki ukuran sama dengan monosit
dan neutrofil, objek glass yang digunakan dalam kedaan kurang bersih sehingga banyak
debris berupa bintik-bintik pada apusan, tetesan darah terlalu sedikit atau terlalu banyak
sehingga apusan terlalu tipis dan pendek atau terlalu panjang dan tebal, geseran pada saat
pengapusan terlalu cepat atau lambat yang menyebabkan apusan tidak merata seperti
berlubang atau bergelombang, tekanan geseran terlalu kuat atau lemah sehingga hasil
apusan terlalu tipis atau terlalu tebal, selain itu kelembapan udara yang dapat
mengakibatkan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama sehingga eritrosit
rusak.
Apusan darah selanjutnya di fiksasi dengan methanol selama 5 menit dengan tujuan
menghentikan proses metabolisme sel darah, mempertahankan keadaan sel dan mencegah
kerusakannya. Fiksasi juga berfungsi agar sel-sel darah tidak berubah-ubah dan merekat di
gelas objek, serta untuk mempermudah proses pewarnaan pada sel darah (Rudyatmi, 2011).
Larutan methanol yang digunakan dalam proses fiksasi ini dapat melisiskan dinding sel
yang menyebabkan zat warna lebih mudah masuk dalam sel darah. Proses fiksasi harus
dilakukan secepat mungkin dan kurang dari 1 jam karena dapat mengakibatkan preparat
berwarna ungu kebiruan. Dalam melakukan proses fiksasi, stainning jar harus ditutup agar
konsentrasi methanol tidak berubah karena berpengaruh terhadap proses filtrasi yang
kurang baik dan menyebabkan perlekatan dan perubahan bentuk sel (Houwen, 2000).
Preparat yang telah difiksasi selanjutnya dikeringanginkan dan dilakukan pewarnaan
dengan pewarna giemsa 3% selama 30 menit. Penggunaan pewarna giemsa ini berfungsi
untuk membedakan inti sel dan bentuk (morfologi) sel-sel darah baik eritrosit, leukosit,
trombosit maupun parasit yang ada dalam darah (Nugraha, 2015). Pewarna giemsa
merupakan zat warna gabungan antara metilen blue dan eosin. Metilen blue ini berfungsi
untuk memberi warna birru pada inti sel darah putih dan eosin memberi warna merah muda
pada sitoplasma (Kiswari, 2014). Setelah proses pewarnaan selesai, preparat dicuci dengan
air mengalir dan dikeringanginkan kemudian diamati dibawah mikroskop. Pengamatan
preparat dilakukan pada bagian apusan yang tipis dan merata biasanya terletak pada bagian
ekor apusan. Menurut Afriansyah (2016), pembacaan sediaan apus darah biasanya
dilakukan pada zona baca IV hingga VI (bagian tengah hingga ekor) karena pada zona
tersebut persebaran sel eritrosit merata dan tidak bertumpukan.
Berdasarkan hasil pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10 terlihat
adanya sel eritrosit yang tidak bertumpukan dan berwarna merah muda jelas serta terdapat
pula sel leukosit dengan inti berwarna biru keunguan yang terdiri dari monosit, eosinofil,
neutrofil, dll. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Onggowaluyo (2001)
bahwa kriteria preparat sediaan apusan darah yang baik yaitu inti leukosit berwarna ungu,
trombosit berwarna merah muda atau ungu muda, sitoplasma limfosit berwarna biru pucat,
sitoplasma monosit berwarna bitu, dan latar belakang sediaan bersih. Selain itu,
Rachmawati (2016) juga menyatakan bahwa preparat yang baik memiliki warna yang
kontras antara merah, biru, dan biru tua karena tersusun dari sel eritrosit yang berwarna
merah, sel leukosit yang berwarna ungu, dan adanya granula pada sitoplasma yang
berwarna bitu hingga biru tua.
Bagian preparat yang terbaik selanjutnya ditandai untuk dijadikan preparat awetan.
Pembuatan preparat awetan dilakukan dengan meneteskan enthelan sebanyak 1 tetes
kemudian ditutup dengan menggunakan cover glass dan diusahakan tidak terdapat
gelembung. Proses ini dinamakan mounting yaitu pemberian enthelan pada objek glass
yang berfungsi sebagai perekat antara objek glass dengan cover glass (Rudyatmi, 2011).
Apabila cover glass telah merekat dengan baik dan enthelan sudah mengering, maka bagian
apusan darah yang tidak tertutup cover glass dibersihkan dengan menggunakan tissue yang
dibasahi dengan air. Kemudian dilakukan pengamatan lagi untuk memastikan bahwa sel-
sel darah tidak rusak. Pengamatan mikroskopis sel darah setelah diberi enthelan didapatkan
hasil bahwa warna eritrosit sedikit memudar namun inti sel leukosit lebih terlihat jelas. Hal
ini dimungkinkan karena enthelan termasuk cairan sehingga saat menempel pada preparat
dapat memudarkan warna preparat.
8. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil preparat apusan darah dikatakan baik ketika sel eritrosit tidak bergerombolan dan
tidak tumlpang tindih serta pewarnaannya jelas yaitu sel eritrosit berwarna merah muda
dan inti leukosit berwarna ungu.
2. Bagian preparat apusan darah yang baik terletak pada bagian ekor apusan.
3. Tahapan dari metode smear meliputi pengapusan, fiksasi, pewarnaan, pencucian,
pengamatan, dan mounting atau penempelan onjek glass dan cover glass dengan
menggunakan enthelan.
DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah, M. 2016. Pengaruh Variasi Suhu Pengeringan Preparatapusan Darah Tepi terhadap
Hasil Makroskopis dan Morfologi Sel Darah Merah (Erythrocye). Skripsi. Program Studi
D IV Analisis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang. Semarang.
Arimurti. 2001. Laporan Praktikum Mikroteknik. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Aryosetyo, L., 2009. Hubungan antara Jumlah Leukosit dengan Morfologi Spermatozoa pada
Pasien Infertilitas dirumah Sakit Dokter Kariadi. Laporan Akhir Karya Tulis Ilmiah.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Frandson, R. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laporan Klinik. Dian Rakyat. Jakarta.
Guyton, A., dan Hall, J. 2006. Medical Physiology Edition II. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Hastuti, H., Ariningrum, D., Subandono, J., Mulyani, S. 2017. Buku Pedoman Keterampilan
Klinis Injeksi, Pungsi Vena dan Kapiler. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Surakarta.
Houwen, Berend. 2000. Blood Film Preparation and Staining Procedures. Loma Linda
University School Of Medicine. California.
Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi. Erlangga. Jakarta.
Nugraha, G. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Trans Info Media.
Jakarta.
Nuraeni, D. 2006. Pendugaan Jumlah Sel Darah Merah (RBC) melalui Nilai Hematokrit (PCV).
Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurfadillah. 2016. Efektivitas Penggunaan Media Sirkulasidarah Sederhana terhadap Hasil
Belajar Peserta Didik Materi Sistem Peredaran Darah di Kelas XII SMAN 2 Sinjai Barat
Kabupaten Sinjai .Skripsi. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. Makassar.
Onggowaluyo, J. Samidjo. 2001. Parasitologi Medic I (Helmintologi): Pendekatan Aspek
Identifikasi, Diagnose, dan Klinis. EGC. Jakarta.
Rahmi, H., 2009. Studi Hematologis dan Hispatologis Organ pada Tikus yang Diinduksi
Kuinon sebagai Uji Potensi Metabolik Angkak. Skripsi. Program Studi Biokimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rudyatmi, Eli. 2011. Bahan Ajar Mikroteknik. Jurusan Biologi FMIPA UNNES. Semarang.
WHO, 1992. Penuntun Laboratorium WHO untuk Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi
Sperma-Getah Servik Edisi ke-2. Universitas Sriwijaya, Palembang.
LAMPIRAN

Menusuk ujung jari Meneteskan darah diatas Menggoreskan preparat


menggunakan jarum lanset. objek glass. dengan sudut 45O

Hasil apusan darah Fiksasi dengan etanol selama Diwarnai dengan pewarna
5 menit giemsa & ditunggu selama
30 menit

Dibilas dengan air mengalir Diamati dibawah mikroskop Hasil pengamatan


dan dikering anginkan dengan perbesaran 40x10 mikroskopis sebelum diberi
entelan

Ditetesi menggunakan Ditutup menggunakan cover Hasil preparat setelah diberi


entelan glass entelan
Hasil pengamatan Hasil pengamatan setelah
mikroskopis setelah diberi diberi entelan
entelan

Anda mungkin juga menyukai