BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DIAGNOSIS RISIKO
Bab ini memaparkan tentang asuhan keperawatan jiwa diagnosis risiko yang terdiri dari
diagnosis fisik dan diagnosis risiko. Diagnosis fisik yaitu nyeri, risiko jatuh, hipertermia,
defisit volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, bersihan jalan
nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, gangguan perfusi jaringan serebral, intoleransi
aktivitas dan hambatan mobilitas fisik. Diagnosis fisik ini dapat mempengaruhi terjadinya
risiko terjadinya gangguan jiwa yaitu ansietas, gangguan citra tubuh, harga diri rendah
situasional, ketidakberdayaan, keputusasaan, ketidakefektifan koping individu, berduka
antisipasi, penyimpangan perilaku sehat, penampilan peran tidak efektif dan distress spiritual.
4.1.1.2 Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Infeksi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skala nyeri Numerik
Nyeri ringan : 1 - 3
Nyeri sedang : 4 - 6
Nyeri berat : 7 - 10
5. Time (waktu terjadinya nyeri)
a. Pagi
b. Siang
c. Malam
2. Kondisi traumatis
3. Infeksi
4. Kecemasan atau stres
5) Diskusikan tanda dan gejala nyeri yang memerlukan rujukan segera serta
menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
4.1.1.10 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala nyeri
2. Peningkatan kemampuan klien dalam menangani nyeri
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan nyeri
Penilaian dilakukan setelah klien di transfer dari IGD/Unit Rawat Jalan ke Unit
Rawat Inap. Perawat melakukan assesment/pengkajian lanjutan pada klien dengan
menggunakan instrumen pengkajian jatuh yang terdapat pada form assesment awal
keperawatan yang dilengkapi dalam 1x24 jam. Instrumen yang digunakan di Unit
Rawat Inap Umum pada klien dewasa mengunakan Morse Fall Scale, Humpty
Dumty Fall Assesment Scale untuk klien anak sedangkan di Unit Rawat Inap
Psikiatri menggunakan Edmonson Psychiatric Fall Risk Assesment. Morse Fall
Scale (MFS) dengan menilai :
Skor Keterangan
0 Bila tidak
0 Bila tidak
Tentukan tingkat risiko jatuh setelah dilakukan scoming kepala pasien dewasa (morse
scale) sebagai berikut :
a. Skor 0 -24, tidak berisiko : Perawatan yang biasa
b. Skor 25 – 40, risiko rendah : Lakukan intervensi risiko jatuh rendah
c. Skor >51, risiko tinggi : Lakukan intervensi risiko jatuh tinggi
Pengecualian
Pasien post operasi dinyatakan sebagai pasien risiko tinggi jatuh.
Penilaian risiko jatuh pada pasien anak usia 12 – 14 tahun menggunakan skala
Humpty Dumpty Fall Scale (HDFS) dengan menilai :
Skor 4 Bila berumur < 3 tahun
Umur Skor 3 Bila berumur 3 - 7 tahun
Skor 2 Bila berumur 7 - 13 tahun
Skor 1 Bila berumur > 13 tahun
Jenis kelamin Skor 2 Bila jenis kelamin laki-laki
Skor 1 Bila jenis kelamin perempuan
Skor 4 Bila ada kelainan neurologi
Skor 3 Bila terdapat gangguan oksigenisasi
seperti : gangguan pernafasan, dehidrasi,
Diagnosis anemia, anoreksia, sinkop, sakit kepala,
dll.
Skor 2 Bila terdapat kelemahan fisik/ kelainan
psikis
Skor 1 Bila ada diagnose lain
Skor 3 Bila tidak memahami keterbatasan
Kognitif / memori Skor 2 Bila lupa keterbatasan
Skor 1 Bila orientasi terhadap kelemahan
Skor 4 Bila mempunyai riwayat jatuh dari
tempat tidur saat bayi-anak
Skor 3 Bila pasien menggunakan alat bantu
Factor lingkungan
ayau menggunakan boks atau mebel
Skor 2 Bila pasien berada di tempat tidur
Skor 1 Bila pasien berada diluar area ruang
perawatan
Respon terhadapoperasi / Skor 3 Bila kurang dari 24 jam
obat penenang/ efek
anestesi
Skor 2 Bila kurang dari 48 jam
Skor 1 Bila lebih dari 48 jam
Skor 3 Bila pasien menggunaan obat kombinasi
sedative (kecuali pasien PICU/NICU
48
Pengecualian
Pasien anak umur 12 tahun kebawah tidak perlu dilakukan assessment jatuh dan
dinyatakan sebagai pasien risiko tinggi jatuh
1. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk meminimalkan efek samping obat
yang dapat menyebabkan jatuh
2. Lakukan perujukan keahli fisioterapi untuk latihan cara berjalan dan latihan fisik
untuk memperbaiki mobilitas, keseimbangan dan kekuatan
4.1.2.9 Evaluasi
1. Terpantaunya risiko jatuh
2. Peningkatan kemampuan klien dalam meminmalkan risiko jatuh
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan risiko jatuh
4.1.3 Hipertermia
4.1.3.1 Pengertian
Hipertermia adalah suhu inti tubuh di atas kisaran normal diduga karena kegagalan
termoregulasi (NANDA, 2018).
4.1.3.2 Penyebab
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
4) Takipnea
5) Kulit terasa hangat
4.1.3.9 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala hipertermia
2. Peningkatan kemampuan klien dalam menangani hpertermia
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan hipertermia
4.1.4.2 Penyebab
1. Kehilangan cairan melalui saluran pencernaan
2. Terjadi pengeluaran yang berlebihan seperti: muntah, diare,
3. Poliuria
4. Terjadi pada klien hiperglikemia, klien dengan pengobatan diuretic
5. Demam, Meningkatnya suhu tubuh atau demam dapat meningkatkan metabolisme.
Demam juga menyebabkan nafas cepat, jadi banyak air yang hilang melalui paru-
paru.
6. Keringat yang berlebihan
7. Kurang pemasukan cairan
8. Anoreksia, mual, depresi, sakit didaerah mulut dan faring.
a. Subjektif
1) Merasa haus
2) Merasa lemah
b. Objektif
1) Pengisian vena menurun
2) Perubahan status mental
3) Suhu tubuh meningkat
4) Berat badan menurun
4.1.4.9 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala defisit volume cairan
2. Memperlihatkan perbaikan tanda fisiologis: tanda vital stabil, membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat
3. Peningkatan kemampuan klien dalam mempertahankan masukan cairan dan
keluaran urine serta berat badan setiap hari.
4. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan defisit volume
cairan
4.1.5.2 Penyebab
1. Asupan makanan yang tidak edekuat
2. Adanya rangsangan mual dan muntah
3. Kesulitan dalam gerakan mengunyah dan menelan
4. Intoleransi terhadap makanan
5. Tingginya kebutuhan metabolisme
6. Kurangnya pengetahuan dasar mengenai nutrisi
54
7. Gangguan psikologis
8. Penyakit kronis
4.1.5.9 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan
tubuh
2. Peningkatan kemampuan klien dalam mengatasi ketidakseimbangan nutrisi ;
kurang dari kebutuhan tubuh
56
4.1.6.2 Penyebab
1. Merokok aktif/pasif
2. Disfungsi neuromuskuler
3. Hyperplasia dinding bronkial
4. Obstruksi kronik akibat penyakit pulmonal
5. Infeksi
6. Asma
7. Alergi jalan nafas
8. Spasme jalan nafas
9. Peningkatan produksi sputum
10.Ada benda asing di jalan nafas
11. Adanya eksudat di alveoli
4.1.6.9 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Peningkatan kemampuan klien dalam mengatasi bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan bersihan jalan nafas
tidak efektif
4.1.7.2 Penyebab
1. Ansietas
2. Penumpukan sputum akibat infeksi saluran napas.
3. Immobilitas sekunder : pembedahan, trauma
4. Sekresi statis
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Trauma kepala
7. Cedera serebrovaskular (stroke)
8. Ketakutan
9. Keletihan
59
4.1.7.9 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala pola nafas tidak efektif
2. Peningkatan kemampuan klien dalam mengatasi pola nafas tidak efektif
61
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan pola nafas tidak
efektif
4.1.8.2 Penyebab
1. Rusaknya afinitas hemoglobin untuk membawa oksigen
2. Menurunnya konsentrasi hemoglobin dalam darah
3. Keracunan enzim
4. Hipervolemia
5. Hipoventilasi
6. Rusaknya transport oksigen melalui alveolar atau membran kapiler
7. Menurunnya mekanis aliran darah vena atau arteri
4.1.8.9 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala gangguan perfusi serebral
2. Peningkatan kemampuan klien dalam menangani gaangguaan perfusi serebral
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan gangguan perfusi
serebral
4.1.9.2 Penyebab
1. Tirah baring dan imobilitas
2. Kelemahan umum
3. Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4. Gaya hidup kurang sehat
4.1.9.9 Evaluasi
1. Terpantaunya penyakit yang menyebabkan klien intoleransi aktivitas
2. Peningkatan kemampuan klien dalam meminmalkan terjdinya intoleraansi aktivitas
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan intoleransi
aktivitas
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah
pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (NANDA, 2018).
4.1.10.2 Penyebab
1. Riwayat penurunan massa otot
2. Riwayat penyakit yang pernah diderita
3. Riwayat jatuh
4. Riwayat alergi obat
5. Riwayat operasi
6. Riwayat merokok
7. Riwayat minum minuman keras
8. Riwayat konsumsi minuman tidak sehat (bersoda, kopi, penambah energi,
minuman kemasan
9. Riwayat konsumsi makanan tidak sehat (tinggi lemak, tinggi gula, tinggi garam,
terlalu pedas, terlalu asam, berpengawet)
10. Pemasangan infus
11. Pemasangan kateter
12. Medikasi
13. Penurunan motivasi
14. Kelemahan anggota gerak
15. Asites
16. Oedem tungkai
2. Minor
a. Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
67
4.1.10.9 Evaluasi
1. Peningkatan tingkat kemandirian
2. Peningkatan kemampuan klien dalam menangani hambatan mobilitas fisik
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan hambatan
mobilitas fisik