Anda di halaman 1dari 7

1.

Learning Objective
Learning Objective:

1. Mahasiswa dapat menjelaskan fisiologi nyeri dan mekanisme analgesic

Jawaban Learning Objective:

Nyeri terutama adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran


terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Karena nilainya bagi
kelangsungan hidup, nosiseptor (reseptor nyeri) tidak beradaptasi terhadap stimulasi yang
berulang atau berkepanjangan. Simpanan pengalaman yang menimbulkan nyeri dalam ingatan
membantu kita menghindari kejadiankejadian yang berpotensi membahayakan di masa
mendatang. Tidak seperti modalitas somatosensorik lain, sensasi nyeri disertai oleh respons
perilaku bermotif (misalnya menarik diri atau bertahan) serta reaksi emosional (misalnya
menangis atau takut). Juga, tidak seperti sensasi lain, persepsi subjektif nyeri dapat dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu atau sekarang (misalnya, meningkatnya persepsi nyeri yang
menyertai rasa takut akan dokter gigi atauberkurangnya persepsi nyeri pada seorang atlet yang
cedera ketika sedang bertanding). Oleh sebab itu, nyeri adalah pengalaman pribadi yang
multidimensi. KATEGORI RESEPTOR NYERI Terdapat tiga kategori nosiseptor: Nosiseptor
mekanis berespons terhadap kerusakan mekanis misalnya tersayat, terpukul, atau cubitan;
nosiseptor suhu berespons terhadap suhu ekstrim, terutama panas; dan nosiseptor polimodal
berespons sama kuat terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia
iritan yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera.
Semua nosiseptor dapat ditingkatkan kepekaannya oleh adanya prostaglandin, yang sangat
meningkatkan respons reseptor terhadap rangsangan yang merusak (yaitu, terasa lebih sakit jika
ada prostaglandin).Prostaglandin adalah kelompok khusus turunan asam lemak yang dipecah dari
lapis-ganda lemak membran plasma dan bekerja lokal setelah dibebaskan (lihat h. 798). Cedera
jaringan, di antara hal lainnya, dapat menyebabkan pelepasan lokal prostaglandin. Bahan-bahan
kimia ini bekerja pada ujung perifer nosiseptor untuk menurunkan ambang pengaktifan reseptor.
Obat golongan aspirin menghambat pembentukan prostaglandin, yang ikut berperan menentukan
sifat analgesik (penghilang nyeri) obat ini.

SERAT NYERI AFEREN CEPAT DAN LAMBAT Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor
disalurkan ke SSP melalui salah satu dari dua jenis serat aferen (Tabel 6-2). Sinyal yang berasal
dari nosiseptor yang berespons terhadap kerusakan mekanis seperti terpotong atau kerusakan
suhu seperti terbakar disalurkan melalui serat A-delta halus bermielin dengan kecepatan hingga
30 m/dtk (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal yang berespons terhadap bahan
kimia yang dilepaskan ke CES dari jaringan yang rusak disalurkan oleh serat C halus tak-
bermielin dengan kecepatan yang lebih rendah, yaitu 12 m/dtk atau kurang (jalur nyeri lambat).
Ingatlah kapan jari tangan Anda terakhir kali terpotong atau terbakar. Anda akan merasakan
sentakan tajam nyeri pada awal yang segera diikuti oleh nyeri yang lebih difus. Nyeri biasanya
pertama kali dirasakan sebagai sensasi tertusuk tajam yang singkat yang mudah diketahui
lokasinya; ini adalah nyeri cepat yang berasal dari nosiseptor mekanis atau panas spesifik.
Perasaan ini diikuti oleh sensasi pegal tumpul yang lokalisasinya tidak jelas dan menetap lebih
lama disertai rasa tidak nyaman; ini adalah nyeri lambat yang diaktifkan oleh bahan-bahan kimia,
terutama bradikinin, suatu bahan yang normalnya inaktif dan menjadi aktif oleh enzim-enzim
yang dikeluarkan ke dalam CES dari jaringan yang rusak. Bradikinin dan senyawa-senyawa
terkait tidak saja memicu nyeri dengan merangsang nosiseptor polimodal, tetapi juga berperan
dalam respons peradangan terhadap cedera jaringan.

Nyeri yang perlahan dan menusuk ini bertahan dalam jangka waktu yang lama karena
menetapnya bahan-bahan kimia yang dilepaskan ini setelah terhentiya rangsangan mekanis atau
suhu penyebab kerusakan jaringan. Menariknya, reseptor perifer serat C aferen diaktifkan oleh
Kapsaisin, bahan dalm cabai menimbulkan rasa pedas(selain mengikat reseptor nyeri, kapsaisin
berikat dengan reseptor suhu karena itu, timbul rasa panas ketika kita makan cabai pedas).
Irosnisnya aplikasi local kapsaisin malah dapat mengurangi nyeri klinis, kemungkinan besar
dengan merangsang secara berlebihan dan merusak nosiseptor yang berikatan dengannya.
PEMROSESAN MASUKAN NYERI DI TINGKAT YANG LEBIH TINGGI
Banyak struktur berperan dalam pemrosesan nyeri. Serat nyeri aferen primer, jalur nyeri
asendens di korda spinalis, dan daerah-daerah otak terlibat pada persepsi nyeri. Serat-serat nyeri
aferen primer bersinaps dengan antarneuron ordo-kedua spesifik di tanduk dorsal korda spinalis.
Sebagai respons terhadap potensial aksi yang dipicu oleh rangsangan, serat-serat nyeri aferen
mengeluarkan neurotransmiter yang memengaruhi neuron-neuron berikutnya. Dua
neurotransmiter yang paling banyak diketahui adalah substansi P dan glutamat. Substansi P,
yang unik bagi serat nyeri, mengaktikan jalurjalur asendens yang menyalurkan sinyal nosiseptif
ke tingkat yang lebih tinggi untuk pemrosesan lebih lanjut (Gambar 6-9a). Jalur-jalur nyeri
asendens memiliki tujuan berbeda-beda di korteks, talamus, dan formasio retikularis. Daerah
pemrosesan somatosensorik di korteks menentukan lokasi nyeri, sementara daerah-daerah
korteks lain ikut serta dalam komponen sadar pengalaman nyeri lainnya, misalnya refleksi
tentang kejadian. Nyeri tetap dapat dirasakan tanpa adanya korteks, mungkin di tingkat talamus.
Formasio retikularis meningkatkan derajat kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan yang
merusak. Interkoneksi dari talamus dan formasio retikularis ke hipotalamus dan sistem limbik
memicu respons perilaku dan emosi yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri.
Sistem limbik tampaknya penting dalam mempersepsikan aspek nyeri yang tidak menyenangkan.
Glutamat, neurotransmiter lain yang dikeluarkan dari terminal nyeri aferen primer, adalah
neurotransmiter eksitatorik utama (lihat h . 115). Glutamat bekerja pada dua reseptor membran
plasma berbeda di antarneuron eksitatorik tanduk dorsal, dengan dua efek berbeda. Pertama,
pengikatan glutamat dengan reseptor NMDA nya menyebabkan perubahan permeabilitas yang
akhirnya menyebabkan pembentukan potensial aksi di sel tanduk dorsal. Potensial aksi ini
menyalurkan pesan nyeri ke pusat-pusat yang lebih tinggi. Kedua, pengikatan glutamat dengan
reseptor NMDA-nya menyebabkan masuknya Ca2+ ke dalam sel tanduk dorsal. Jalur ini tidak
terlibat dalam transmisi pesan nyeri. Ca2+ memicu sistem caraka kedua yang membuat sel
tanduk dorsal lebih peka daripada biasanya (lihat h. 126.). Hipereksitabilitas ini ikut berperan
meningkatkan sensitivitas daerah yang cedera terhadap pajanan rangsangan nyeri berikutnya atau
bahkan rangsangan tak nyeri biasa, misalnya sentuhan ringan. Bayangkanlah betapa pekanya
kulit Anda yang mengalami luka bakar, bahkan terhadap kain baju Anda. Mekanisme lain juga
berperan menyebabkan supersensitivitas suatu daerah yang cedera. Sebagai contoh, responsivitas
reseptor perifer pendeteksi nyeri dapat ditingkatkan sehingga reseptor tersebut bereaksi lebih
kuat terhadap rangsangan berikutnya. Kepekaan yang berlebihan ini mungkin bertujuan untuk
mengurangi aktivitas yang dapat semakin merusak atau mengganggu penyembuhan daerah yang
cedera. Hipersensitivitas ini biasanya mereda setelah cedera sembuh.
Nyeri kronik, yang persisten dan kadang-kadang sangat mengganggu, kadang terjadi tanpa
disertai kerusakan jaringan. Berbeda dengan nyeri akut yang menyertai cedera jaringan perifer,
yang berfungsi sebagai mekanisme protektif normal untuk memberi tahu tubuh akan kerusakan
yang terjadi atau akan terjadi, keadaan nyeri kronik abnormal terjadi akibat hipersensitivitas
berkepanjangandi dalam jalur-jalur transmisi nyeri dari saraf perifer atau SSP, yaitu nyeri
dirasakan karena terbentuknya sinyal abnormal di dalam jalur-jalur nyeri tanpa adanya
rangsangan nyeri biasa. Bukti terkini menunjukkan bahwa eksitabilitas yang abnormal dan
menetap di antara neuron di jalur nyeri yang mengarah ke nyeri kronik adalah hasil saling
memengaruhi antara neuron yang terlibat, sel glia (terutama mikroglia dan astrosit; lihat h. 146),
dan sel imun. Sel-sel ini melepaskan banyak tipe caraka kimia antarsel yang ditujukan untuk
menolong, seperti dengan meningkatkan kekuatan sinaptik atau dengan mendorong
penyembuhan sebagai respons terhadap jaringan yang cedera. Namun, banyak molekul ini
meningkatkan eksitabilitas neuron yang terlibat, suatu keadaan yang dapat bertahan lama setelah
kerusakan awal disembuhkan. Dengan melepaskan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan
yang biasanya terlalu ringan untuk memicu respons, neuron yang sangat sensitif terus berlanjut
dalam mencetuskan dan menghantarkan sinyal nyeri yang tampaknya terjadi secara spontan
tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata. Nyeri kronik kadang-kadang digolongkan sebagai
nyeri neuropatik. Pada populasi global, 15-20% orang dewasa menderita kelainan ini.
Otak memiliki system analgesic inheren
Selain rangkaian neuron yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan struktur-
struktur SSP yang lebih tinggi untuk persepsi nyeri, SSP mengandung sistem analgesik atau
penekan nyeri inheren yang menekan penyaluran impuls di jalur nyeri sewaktu impuls tersebut
masuk ke korda spinalis. Tiga regio batang otak merupakan bagian jalur analgesik desendens ini:
substansia grisea periakuaduktus (substansia grisea yang mengelilingi akuaduktus serebrum,
suatu saluran sempit yang menghubungkan rongga ventrikel ketiga dan keempat) serta nukleus
spesifik di daerah medula dan forrnasio retikularis. Rangsangan listrik pada ketiga bagian otak
ini menghasilkan efek analgesia kuat.
Substansia grisea periakuaduktus merangsang neuron tertentu yang badan selnya terletak
di medula dan formasio retikularis dan yang berakhir di antarneuron inhibitorik di kornu dorsalis
medula spinalis (Gambar 6-9b). Antarneuron inhibitorik ini melepaskan enkefalin, yang terikat
pada reseptor opiat µ pada terminal serat nyeri aferen. Orang telah lama mengetahui bahwa
morfin, suatu komponen dalam tanaman opium, adalah suatu analgesik kuat. Para peneliti
beranggapan bahwa kecil kemungkinannya bahwa tubuh dianugerahi reseptor opiat hanya untuk
berinteraksi dengan bahan kimia yang berasal dari sejenis bunga. Karenanya mereka mulai
melakukan penelitian untuk mencari bahan yang secara normal berikatan dengan reseptor opiat
ini. Hasilnya adalah penemuan opiat endogen (bahan miripmorfin)—endorfin, enkefalin, dan
dinorfin—yang penting dalam sistem analgesik alami tubuh. Opiat-opiat endogen ini berfungsi
sebagai neurotransmiter analgesik. Pengikatan enkefalin dari kornu dorsalis antarneuron
inhibitorik dengan terminal serat nyeri aferen menekan pelepasan substansi P melalui inhibisi
prasinaps, sehingga transmisi lebih lanjut sinyal nyeri dihambat (lihat h. 120). Morfin berikatan
dengan reseptor opiat yang sama, yang menjelaskan sangat berperan dalam sifat analgesiknya.
Selanjutnya, injeksi morfin ke substansia grisea periakuaduktus dan medula menyebabkan efek
analgesia kuat, menunjukkan bahwa opiat endogen juga dilepaskan secara sentral untuk
menghambat nyeri.
Belum jelas bagaimana mekanisme penekan-nyeri alami ini diaktifican dalam keadaan
normal. Faktor-faktor yang diketahui memodulasi nyeri antara lain adalah olahraga, stres, dan
akupunktur. Para peneliti percaya bahwa endorfin dibebaskan selama olahraga berkepanjangan
dan mungkin menimbulkan "runner's high" ("rasa nikmat" yang dialami pelari jarak jauh).
Beberapa jenis stres juga menyebabkan analgesia. Dalam keadaan tertentu, mengemukakan
reaksi normal terhadap nyeri oleh organisme yang sedang mengalami stres akan merugikan.
Sebagai contoh, ketika dua singa jantan sedang berkelahi untuk mendominasi kelompoknya,
menarik diri, lari, atau beristirahat ketika mengalami cedera jelas mengisyaratkan kekalahan.
(Lihat fitur penyerta dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi, untuk mengetahui
bagaimana akupunktur meredakan nyeri.)
Kita kini telah menuntaskan pembahasan kita tentang sensasi somatik. Sementara sensasi
somatik dideteksi oleh reseptor yang tersebar luas yang memberi informasi tentang interaksi
tubuh dengan Iingkungan secara umum, masing-masing indera khusus memiliki reseptor yang
sangat spesialistik dan terlokalisasi yang berespons terhadap rangsangan lingkungan tertentu.
Indera khusus mencakup penglihatan,pendengaran, keseimbangan, pengecapan, dan penghiduan,
yang berikut ini akan kita bicarakan, dimulai dari penglihatan.
Mekanisme analgesic
Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini
digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering
mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen
obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri. Obat antipiretik
adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas
tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat
prostaglandin pada CNS. NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs) adalah obat yang
mengurangi rasa sakit, demam, dan peradangan.
Golongan obat analgesik di bagi menjadi dua yaitu analgesik opioid/narkotik dan
analgetik nonnarkotik. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-
sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktura dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil,
Kodein. Obat Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal
dengan istilah Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-
narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada
sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat
Analgetik Non-Narkotik /Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek
adiksi pada penggunanya.
Analgesik merupakan zat-zat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri dengan aksi sentral atau perifer tanpa mengganggu kesadaran. Berdasarkan
mekanisme kerjanya, analgesik dibagi dalam dua kelompok yaitu analgesik opioid dan
analgesik non-opioid. Analgesik opioid merupakan golongan obat yang bekerja pada
sistem saraf pusat (SSP) dan bila digunakan dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan ketergantungan pada sebagian pemakai. Analgesik nonopioid merupakan
golongan obat yang walaupun kerja utamanya adalah pada sistem saraf perifer, dapat pula
bekerja pada sistem saraf pusat. Analgesik non-opioid dapat dibedakan menjadi dua
golongan yaitu golongan steroid (betametason, hidrokortison) dan golongan
nonsteroid/NSAIDs (Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs).
Mekanisme kerja obat golongan NSAIDs ini adalah menghambat enzim
siklooksigenase (COX) sehingga menyebabkan perubahan asam arakidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Sebagai tambahan terhadap COX, 5-lipoksigenase (5-LO)
adalah enzim penting lainnya yang terlibat dalam pembentukan asam arakidonat.
Obat-obat golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
parasetamol, salisilat, (asetasol, salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin
(NSAID) ibuprofen, derivate-derivat antranilat (mefenamilat, asam niflumat glafenin,
floktafenin, derivate-derivat pirazolinon (aminofenazon, isoprofil penazon,
isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin. Obat golongan analgesic narkotik berupa,
asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi nonsteroid berupa aspirin dan
salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate oksikam, fenamat,
fenilbutazon.

DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, L. 2013. Introduction to Human Physiology. Hal: 203-206

Mita, SR., Husni P., Pemberian Pemahaman Mengenai Penggunaan Obat analgesik Secara
Rasional pada Masyarakat di Arjasari Kabupaten Bandung. Bandung: Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran; Vol. 6, No. 3, September 2017: 193 - 195

Anda mungkin juga menyukai