Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PROSEDUR BANTUAN HIDUP DASAR

Dosen Pembimbing:

Rivan Firdaus, SST. M.Kes

Disusun Oleh:

Diana Aulia

Jessy Yanty

Oktavianti Merlinda

Syintia Anugrah Saga

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan sejak awal hingga
tersusunnya makalah dengan judul “Bantuan Hidup Dasari” untuk memenuhi penugasan yang
diberikan oleh dosen pengajar dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat diselesaikan karena
adanya bantuan baik moral maupun material serta kerja sama terutama dari teman-teman, dosen
pembimbing, dan berbagai pihak. Untuk itulah, penulis dengan segala kerendahan hati
menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pembimbing dalam bimbingan pembuatan
makalah ini.
Akhir kata, penulis menerima secara terbuka saran dan kritik atas segala kekurangan dalam
makalah ini, dan penulis berharap makalah ini dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat luas.

Samarinda, 15 september 2019

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2

C. Tujuan ................................................................................................................................. 2

D. Sistematika Penulisan ......................................................................................................... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Penilaian Kesadaran ............................................................................................................ 4

B. Pemeriksaan Nadi ............................................................................................................... 9

C. Pemeriksaan Kepatenan Jalan Nafas ................................................................................11

D. Pemeriksaan Pernafasan.....................................................................................................14

E. Tindakan Resusitasi Jantung Paru ....................................................................................18

F. Membuka Jalan Nafas Dengan Alat (OPA) Dan Tanpa Alat ........................................... 19

G. Tindakan Mengeluarkan Benda Asing.............................................................................. 21

H. Pemasangan Neck Collar .................................................................................................. 23

I. Tindakan Menghentikan Perdarahan ................................................................................ 25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 36

B. Saran .................................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

.Dewasa ini kejadian serangan jantung maupun kecelakaan sangat


meningkat khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Basic Life
Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bantuan Hidup
Dasar (BHD) merupakan usaha yangdilakukan untuk mempertahankan
kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam
jiwa. Di luar negeri BLS/BIID ini sebenamya sudah banyak diajarkan pada
orang-orang awam atau orang-orang awam khusus, namun sepertinya hal ini
masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Basic Life Support merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan


saat penderitamengalami keadaan yang mengancam nyawa dan atry alat gerak.
Pada kondisi napas dandenyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan
tansportasi oksigen berhenti, sehinggadalam waktu singkat organ-organ tubuh
terutama organ vital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal
bagi korban dan mengalami kerusakan.

Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak
hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika
dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan
glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak
berarti pula kematian si korban. Oleh karena ifi golden period (waktu emas) pada
korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10
menit.Artinya dalam watu kurang dari l0 menit penderita yang mengalami henti
napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan.Jika tidalq

1
maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus
dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah
dengan melakukan resusitasi jantung paru (RIF). Resusitasi jantung paru (RIP)
merupakan usaha yang dilakukan untuk Mengembalikan fungsi pemafasan dan
atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac
arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalamttiga fase : bantuan hidupdasar,
bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara penilaian kesadaran?


2. Bagaimana cara pemeriksaan nadi dengan pasien (BHD)?
3. Bagaimana cara pemeriksaan kepatenan jalan napas?
4. Bagaimana cara tindakan resusitasi jantung paru?
5. Bagaimana cara membuka jalan nafas, dengan alat (OPA) dan tanpa alat?
6. Bagaimana cara pemasangan neck collar?
7. Bagaimana cara menghentikan pendarahan?

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa mengetahui dan memahami serta mampu
melaksanakan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui cara penilaian kesadaran
b. Untuk mengetahui cara pemeriksaan nadi dengan pasien (BHD
c. Untuk mengetahui cara pemeriksaan kepatenan jalan napas
d. Untuk mengetahui membuka jalan nafas, dengan alat (OPA) dan tanpa alat
e. Untuk mengetahui cara pemasangan neck collar

2
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah Keperawatan gawat darurat dengan judul Proses bantuan hidup
dasar ini terdiri atas 3 bab pembahasan. Pada awal makalah berisi bab pertama
yang menjelaskan tentang pendahuluan, berisi mengenai latar belakang. Lalu
dilanjutkan oleh rumusan masalah yang kemudian dijawab dalam tujuan
penulisan. Adapun sistematika penulisan yang memaparkan bagaimana
tersusunya makalah dengan judul prosedur bantuan hidup dasar.

Selanjutnya, pada bab kedua berisi mengenai tinjauan teori yang


membahas mengenai Proses bantuan hidupdasar, sesuai dengan tujuan awal
penulisan. Kemudian diperjelas dalam Bab terakhir yang menjelaskan penutup
dengan memaparkan kesimpulan secara ringkas pembahasan dari makalah ini.

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Penilaian Kesadaran
Penilaian statis kesadaran ada 2 yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian
secara kuantita-tif.
1. Secara Kualitatif
Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain :
a. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan
dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan baik dari luar maupun dalam. GCS Skor 14-15
b. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung,
tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. Skor 11-12 :
somnolent
c. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka
mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan
mengelak terhadap rangsang nyeri.GCS Skor 8-10 : stupor
d. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
e. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara maupun reaksi motorik. Skor < 5 : koma (
Harsono , 1996 ).

4
f. Delirium yaitu tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan dicorientasi yang
sangat iriatif, kacau dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.
(Skill pemeriksaan kesadaran kualitatif dan kuantitatif
https://youtu.be/fy8uwONrx5A , https://youtu.be/fy8uwONrx5A )

2. Secara Kuantitatif
Dapat menggunakan Skala Coma Glasgow, yang terdiri dari :
a. Respon motorik
b. Respon bicara
c. Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
a. Respon motorik
- Nilai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat
tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang
disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.
- Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang
diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
- Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi
tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan
tangannya.
- Nilai 3 : fleksi abnormal . Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan
bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi
rangsang nyeri ( decorticate rigidity )
- Nilai 2 : ekstensi abnormal. Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi
lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila
diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )
- Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan:

5
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada
- hasilnya akan selalu negative
b. Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan
ini tidak berlaku bila pasien :
1. Dispasia atau apasia
2. Mengalami trauma mulut
3. Dipasang intubasi trakhea (ETT)
- Nilai5: pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara.orientasi
waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada dimana, tanggal hari.
- Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
- Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi
tidak menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
- Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
- Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri

c. Respon membukanya mata :


Perikasalah rangsang minimum apa yang bias membuka satu atau kedua
matanya.
Catatan:
1. Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema
2. kelopak mata.
- Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
- Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama
atau diperintahkan membuka mata
- Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
- Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri

6
3. Penilaian AVPU
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien
diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal),
hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar
sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsiv) . A (Alert): Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V.
1. V (Verbal): Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara
keras di telinga korban. Pada tahap ini jangan sertakan dengan
menggoyang atau menyentuh pasien, jika tidak merespon lanjut ke P.
2. P (Pain): Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah
adalah menekan bagian putih dari kuku tangan di pangkal kuku. Selain
itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada atau
sternum dan juga areal di atas mata.
3. U (Unresponsive): Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih
tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive.
( Skill pemeriksaan AVPU https://youtu.be/e5IkYeDk1Vs )

D. Penilaian Reflek-Reflek patologis :


1. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda
yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas
fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
2. Reflek Kremaster
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya
kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau
mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut
berarti adanya ganguan traktus corticulspinal

7
( Skill Pemeriksaan Reflek Patologis https://youtu.be/oHELgxLHiS4 )

E. Uji syaraf kranial :


1. NI.N. Olfaktorius : penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti
tembakau, wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya
dengan mata tertutup
2. N.II. N.Opticus: Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap
mata . digunakan optotipe snalen yang dipasang pada jarak 6 meter
dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas
deretan huruf-huruf yang ada
3. N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS, N.VI/ ABDUSEN Diperiksa
bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala
arah, diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
4. N.V.Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik, Sensorik diperiksa
pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta
goresan kapas dan mata tertutup Motorik diperiksa kemampuan
menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat
diperintahkan untuk gerak menggigit
5. N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan
mengangkat alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum ,
meringis (memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan
pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah
yang dijulurkan (gula , garam , asam)
6. N.VIII/ Vestibulo – acusticus Fungsi pendengaran diperiksa dengan
tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garpu tala.
7. N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau
deviasi dan kemampuan menelan pasien
8. N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri
dan kanan ( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala

8
9. N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah
pada posisi lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari
arah dalam.
( Skill pemeriksaan uji syaraf kranial https://youtu.be/oHELgxLHiS4 )

B. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi dapat diraba pada arteri besar seperti a. radialis, a.
brakhialis, a. femoralis, a.karotis. Jantung memompa darah dari ventrikel kiri
menuju ke sirkulasi tubuh dan dari ventrikel kanan ke paru. Dari ventrikel kiri
darah dipompa ke aorta dan diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Akibat
kontraksi ventrikel dan aliran darah timbulah gelombang tekanan yang
bergerak cepat pada arteri yang dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan
menghitung frekuensi denyut nadi dapat diketahui frekuensi denyut jantung
dalam satu menit.
Penghitungan frekuensi nadi biasanya dilakukan dengan cara palpasi a.
Radialis yang terdapat pada daerah pergelangan tangan. Seringkali denyut
arteri tersebut dapat terlihat dengan mudah sehingga membantu kita dalam
menentukan letak arteri tersebut. Selama palpasi nadi kita menentukan
frekuensi nadi, irama dan kualitas denyutan. Denyut nadi dewasa normal
memiliki frekuensi 60-100 x/menit, irama teratur/regular dengan kualitas
denyutan kuat angkat/terisi penuh.
Denyut nadi dapat dihitung secara langsung dengan mendengarkan
denyut jantung melalui stetoskop. Besarnya denyut jantung bervariasi
tergantung dari usia. Seorang bayi baru lahir memiliki denyut nadi sekitar
130-150 x /menit, balita 100-120 x/menit, anak-anak 90-110 x/menit, dewasa
60-100 x menit.
Bila frekuensi nadi < 60 x/menit dinamakan bradikardi. Sedangkan
bila > 100 x/menit dinamakan takikardi. Irama jantung yang normal (teratur)
dinamakan irama sinus normal. Irama jantung yang bukan irama sinus normal

9
dinamakan aritmia. Pada keadaan tertentu denyut jantung tidak sampai ke
arteri, hal ini disebut defisit nadi (pulsus deficit).

1. Cara Pemeriksaan Nadi


a. Pemeriksaan Nadi Radialis :
 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita.
 Penderita dalam posisi duduk atau berbaring, lengan dalam posisi bebas
(relaks). Perhiasan dan jam tangan dilepas.
 Posisi tangan penderita supinasi atau pronasi.
 Periksa denyut nadi pergelangan tangan dengan menggunakan tiga jari
yaitu, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis pemeriksa pada sisi fleksor
bagian radial tangan penderita.
 Hitung berapa denyutan dalam satu menit. Perhatikan pula irama dan
kualitas denyutannya. Bandingkan tangan kanan dengan tangan kiri.
 Frekuensi nadi dapat dihitung dengan cara menghitung banyaknya
denyutan dalam 30 detik kemudian dikalikan 2 atau banyaknya denyutan
dalam 15 detik kemudian dikalikan 4. Bila irama nadi tidak teratur
(aritmia) lakukan penghitungan selama satu menit.
 Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record).

b. Pemeriksaan Nadi Brakhialis:


 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita
 Penderita dalam posisi duduk atau berbaring posisi lengan bawah
supinasi. Lengan sedikit ditekuk pada sendi siku
 Raba nadi brakhialis pada sendi siku medial tendon biceps dengan
menggunakan tiga jari yaitu, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis
pemeriksa
 Hitung berapa denyutan dalam satu menit. Perhatikan pula irama dan
kualitas denyutannya. Bandingkan tangan kanan dengan tangan kiri

10
 Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record)

c. Pemeriksaan Nadi Karotis:


 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan pada penderita
 Penderita dalam posisi berbaring atau duduk sedikit tengadah
 Letakkan tiga jari yaitu, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis
pemeriksa pada leher bagian tengah penderita setinggi kartilago tiroid
kemudian tarik kedua jari ke lateral sampai ke tepi medial m.
Sternocleiodomastoideus. Raba denyutan nadi carotis di daerah tersebut
 Hitung berapa denyutan dalam satu menit. Perhatikan pula irama dan
kualitas denyutannya. Bandingkan tangan kanan dengan tangan kiri
 Catat hasil tersebut di rekam medik (medical record)
 Tidak adanya denyutan nadi carotis disertai kesadaran yang menurun
maka harus dicurigai adanya henti jantung
( Skill pemeriksaan nadi https://youtu.be/XRAOo-VNyLM )

C. Pemeriksaan Kepatenan Jalan Nafas


Setelah ditemukannya korban yang kolaps, tindakan medis pertama
harus dilakukan adalah menilai korban dan menentukan apakah korban
tersebut sebenarnya responsif atau tidak. Namun, sebelum mendekati korban
yang kolaps, keamanan lingkungan harus dinilai sepenuhnya apakah bahaya
atau tidak. Keamanan sangat penting. Sebelum penolong dapat membantu
korban yang sakit atau terluka, pastikan bahwa tempat kejadian aman untuk
penolong dan orang yang berada di dekatnya, dan kumpulkan kesan awal
tentang situasi ini. Sebelum penolong mencapai korban, terus gunakan indera
untuk mendapatkan kesan awal tentang penyakit atau cedera dan kenali apa
yang mungkin salah. Informasi yang dikumpulkan membantu menentukan
tindakan langsung penolong. Apakah korban terlihat sakit? Apakah korban

11
sadar atau bergerak? Carilah tanda-tanda yang mungkin mengindikasikan
keadaan darurat yang mengancam jiwa seperti ketidaksadaran, warna kulit
abnormal atau pendarahan yang mengancam jiwa. Jika ada pendarahan yang
mengancam jiwa, gunakan sumber daya yang tersedia untuk mengendalikan
pendarahan termasuk tourniquet jika tersedia dan penolong terlatih.
Begitu korban tercapai, evaluasi tingkat responsif korban. Ini terlihat
jelas dari kesan awal misalnya, korban bisa berbicara dengan penolong, atau
korban mungkin mengeluh, menangis, membuat suara lain atau bergerak. Jika
korban responsif, mintalah persetujuan korban, yakinkan korban dan coba cari
tahu apa yang terjadi. Jika korban tersebut diam dan tidak bergerak, dia
mungkin tidak responsif. Untuk memeriksa responsif, tepuk bahu korban dan
berteriak, "Apakah Anda baik-baik saja?" Gunakan nama orang itu jika
penolong mengetahuinya. Berbicara dengan keras. Selain itu, gunakan AVPU
untuk membantu menentukan tingkat kesadaran korban. AVPU terdiri dari :
 A - Alert/Awas : korban bangun, meskipun mungkin masih dalam
keadaan bingung terhadap apa yang terjadi.
 V - Verbal/Suara : korban merespon terhadap rangsang suara yang
diberikan oleh penolong. Oleh karena itu, penolong harus memberikan
rangsang suara yang nyaring ketika melakukan penilaian pada tahap
ini.
 P - Pain/Nyeri: korban merespon terhadap rangsang nyeri yang
diberikan oleh penolong. Rangsang nyeri dapat diberikan melalui
penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan dengan
menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkanpada tulang
sternum/tulang dada. Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di
daerah tersebut sebelum melakukannya.
 U - Unresponsive/tidak respon: korban tidak merespon semua tahapan
yang ada di atas.

12
Jika korban tidak merespon, inilah saatnya untuk mencari
pertolongan sebelum memulai ventilasi dan kompresi dada. Selain itu, upaya
harus dilakukan untuk mendapatkan defibrilator. Waktu untuk terapi khusus
ritme, terutama defibrilasi untuk takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel,
sangat penting untuk pemulihan korban dalam serangan jantung
Setelah menilai tingkat kesadaran korban, evaluasi jalan napas korban.
Ingat, jika korban waspada dan berbicara, berarti jalan napas terbuka. Begitu
korban tidak responsif, cari bantuan dan menilai jalan napas korban. Hal ini
memerlukan posisi telentang pada permukaan datar dan keras dengan lengan
di sepanjang sisi tubuh, diikuti dengan membuka saluran napas korban
tersebut. Kecuali trauma dapat dieksklusi, setiap gerakan korban harus
memperhitungkan potensi cedera tulang belakang. Korban ditempatkan
telentang, menstabilkan tulang belakang leher dengan mempertahankan
kepala, leher, dan badan dalam garis lurus. Jika karena suatu alasan korban
tidak dapat ditempatkan terlentang, pertimbangkan untuk menggunakan
manuver jaw thrust dari posisi lateral untuk membuka jalan napas. Membuka
jalan napas dengan benar adalah langkah kritis dan berpotensi menyelamatkan
nyawa. Penyebab umum penyumbatan jalan nafas pada korban yang tidak
sadar adalah oklusi orofaring oleh lidah dan kelemahan epiglotis. Dengan
hilangnya tonus otot, lidah atau epiglotis dapat dipaksakan kembali ke
orofaring pada inspirasi. Hal ini dapat menciptakan efek katup satu arah di
pintu masuk trakea, yang menyebabkan tersumbatnya obstruksi jalan napas
sebagai stridor.
Setelah memposisikan korban, mulut dan orofaring harus diperiksa
untuk sekresi atau benda asing. Jika ada sekresi, dapat dikeluarkan dengan
penggunaan isap orofaringeal. Benda asing dapat dikeluarkan dengan
menggunakan finger sweep dan kemudian dikeluarkan secara manual. Setelah
orofaring dibersihkan, dua manuver dasar untuk membuka jalan napas dapat
dicoba untuk meringankan obstruksi jalan napas bagian atas, yang terdiri dari

13
head tilt-chin lift dan jaw thrust. Manuver ini membantu membuka jalan napas
dengan cara menggeser mandibula dan lidah secara mekanis.
• Manuver Head Tilt-Chin Lift
Head tilt-chin lift biasanya merupakan manuver pertama yang dicoba
jika tidak ada kekhawatiran akan cedera pada tulang belakang servikal. Head
tilt dilakukan dengan ekstensi leher secara lembut, yaitu menempatkan satu
tangan di bawah leher korban dan yang lainnya di dahi lalu membuat kepala
dalam posisi ekstensi terhadap leher. Ini harus menempatkan kepala korban di
posisi "sniffing position" dengan hidung mengarah ke atas. Hal ini dilakukan
dengan hati-hati meletakkan tangan, yang telah menopang leher untuk head
tilt, di bawah simfisis mandibula agar tidak menekan jaringan lunak segitiga
submental dan pangkal lidah. Mandibula kemudian diangkat ke depan sampai
gigi hampir tidak menyentuh. Ini mendukung rahang dan membantu
memiringkan kepala ke belakang.
• Manuver Jaw Thrust
Jaw thrust adalah metode paling aman untuk membuka jalan napas
jika ada kemungkinan cedera tulang belakang servikal. Ini membantu
mempertahankan tulang belakang servikal dalam posisi netral selama
resusitasi. Penolong yang diposisikan di kepala korban, meletakkan tangan di
sisi wajah korban, menjepit rahang bawah pada sudutnya, dan mengangkat
mandibula ke depan. Siku penolong bisa diletakkan di permukaan tempat
korban berada kemudian mengangkat rahang dan membuka jalan napas
dengan gerakan kepala minimal.
( Skill pemeriksaan kepatenan jalan nafas https://youtu.be/TIBCLc4JZyc )

D. Pemeriksaan Pernafasan
Begitu jalan napas dilapangkan, penilaian usaha pernapasan dan
pergerakan udara harus dilakukan. Penolong harus mencari ekspansi dada dan

14
mendengarkan serta merasakan aliran udara. Tindakan sederhana membuka
jalan napas mungkin cukup untuk mengembalikan respirasi spontan. Namun,
jika 7 korban tetap tanpa usaha pernapasan yang memadai, maka intervensi
lebih lanjut diperlukan. Dua napas lambat selama masing-masing 1 1/2
sampai 2 detik harus diberikan. Pada titik ini, obstruksi benda asing, seperti
yang ditandai oleh kurangnya kenaikan dada atau aliran udara pada ventilasi,
membutuhkan upaya untuk meringankan obstruksi. Pernapasan Agonal dalam
korban yang baru saja mengalami serangan jantung tidak dianggap memadai.
Pernapasan agonal adalah napas yang terisolasi atau terengah-engah yang
terjadi tanpa adanya pernapasan normal pada korban yang tidak sadar. Napas
ini bisa terjadi setelah jantung berhenti berdetak dan dianggap sebagai tanda
serangan jantung. Jika korban menunjukkan pernapasan agonal, perlu
dilakukan perawatan korban seolah-olah dia sama sekali tidak bernapas.
Ventilasi tekanan positif intermiten, jika memungkinkan dengan udara yang
diperkaya oksigen, harus dimulai.
a. Teknik Ventilasi
Ada sejumlah teknik untuk melakukan ventilasi termasuk mulut ke
mulut, mulut ke hidung, mulut ke stoma, mulut ke mask. Waktu inspirasi
penolongan dari masing-masing 1 1/2 sampai 2 detik harus diberikan
selama 10 sampai 12 per menit, dengan volume yang cukup untuk
membuat dada naik 800-1200 mL di sebagian besar orang dewasa. Terlalu
besar volume atau terlalu cepat kecepatan aliran inspirasi akan
menyebabkan distensi lambung, yang dapat menyebabkan regurgitasi dan
aspirasi. Udara ekspirasi memiliki FiO2 16 sampai 17 persen. Oksigen
tambahan harus diberikan sesegera mungkin.
• Mulut ke Mulut
Dengan jalan napas terbuka, hidung korban harus ditutup dengan
hati-hati dengan jempol dan jari telunjuk penolong. Hal ini untuk
mencegah udara keluar. Setelah menarik napas dalam-dalam, penolong

15
meletakkan bibirnya di sekitar mulut korban. Penolong perlahan
mengembuskan napas dan berikan waktu yang cukup untuk pernapasan
pasif oleh korban lalu ulangi prosedurnya.
Saat memberi ventilasi, jika dada tidak naik setelah bantuan napas
pertama, buka kembali jalan napas dan coba napas kedua. Jika napas
tidak berhasil, kembalilah langsung ke penekanan dan periksa jalan napas
untuk mendapatkan obstruksi sebelum mencoba ventilasi berikutnya. Jika
terjadi penyumbatan, keluarkan dan coba ventilasi. Dengan ventilasi
mulut ke mulut, korban mendapat konsentrasi oksigen sekitar 16 persen
dibandingkan dengan konsentrasi oksigen ambien udara sekitar 20 persen.
Memberikan ventilasi individual dapat membantu mempertahankan
tingkat konsentrasi oksigen ini. Namun, jika penolong tidak menarik
napasdi antara ventilasi, ventilasi kedua mungkin mengandung
konsentrasi oksigen 0 persen dengan konsentrasi tinggi karbon dioksida
(CO2).

• Mulut ke Hidung
Terkadang pada trauma maksilaofagus berat, ventilasi dari mulut
ke hidung lebih efektif. Dengan jalan napas terbuka, penolong
mengangkat rahang korban lalu menutup mulutnya. Setelah menarik
napas dalamdalam, penolongan menempatkan bibirnya di sekitar hidung
korban dan perlahan mengembuskan napas.
• Mulut ke Stoma atau Trakeostomi
Setelah laringektomi atau trakeostomi, stoma atau trakeostomi
menjadi jalan napas korban. Seperti teknik sebelumnya, napas diberikan
melalui tabung stoma atau trakeostomi, dan penolongan perlahan
menghembuskan napas.
• Mulut ke Sungkup Muka

16
Penempatan sungkup muka dengan benar dan aman di wajah
korban adalah penting saat menggunakan sungkup muka untuk ventilasi.
Entah dengan bag atau via mulut ke sungkup muka. Sungkup muka
harus menutupi hidung dan mulut korban. Pastikan untuk menggunakan
yang sesuai dengan ukuran korban dan pastikan menempatkan dan
menutup sungkup muka dengan benar sebelum meniup sungkup muka.
Penolong menempatkan ibu jari pada bagian sungkup muka yang duduk
di hidung korban dan meletakkan jari telunjuk dari tangan yang sama
pada bagian sungkup muka yang duduk di dagu korban. Tiga jari
lainnya dari tangan yang sama kemudian diletakkan di sepanjang
pinggiran rahang. Sungkup muka kemudian bisa ditutup rapat ke wajah
korban. Dua tangan dapat digunakan untuk teknik ini jika tersedia
penolong kedua. Ventilasi kemudian dilakukan melalui sungkup muka.
( Skill teknik membuka jalan napas https://youtu.be/_f9GVMvGom4 menit ke
3.00-7.58 , https://youtu.be/GibeficlsAY menit 3.14-3.35 )

E. Tindakan Resusitasi Jantung Paru


 Resusitasi jantung paru dengan satu orang penolong :
1. Tiupkan bantuan nafas awal 2 (dua) kali.
2. Jika penderita bernafas dan nadi berdenyut maka posisikan penderita
pada posisi pemulihan.
3. Apabila masih belum terdapat nafas dan nadi, maka lakukan pijatan
jantung sebanyak 15 kali dengan kecepatan pijatan 80-100 kali per
menit.
4. Berikan bantuan nafas lagi sebanyak 2 (dua) kali.
5. Lakukan terus 15 kali pijatan jantung dan 2 kali bantuan nafas sampai
4 siklus.

17
6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadinamun
belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per
menit.

 Resusitasi jantung paru 2 (dua) orang penolong :


1. Posisi penolong saling berseberangan.
2. Lakukan bantuan nafas awal sebanyak 2 (dua) kali.
3. Lakukan pijatan jantung luar sebanyak 5 (lima) kali dengan kecepatan
pijatan 80-100 kali per menit.
4. Berikan nafas bantuan sebanyak 1 (satu) kali.
5. Lakukan 5 pijatan jantung dan 1 nafas bantuan sampai 12 siklus
6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi
namun belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali
per menit.
Dalam melaksanakan resusitasi jantung paru pun bukan tanpa
resiko bagi penderita, resiko-resiko yang mungkin dialami penderita
antara lain : patah tulang dada/iga, kebocoran paru-paru, perdarahan
dalam pada dada/paru-paru, memar paru dan robekan pada
hati/limpa. Maka bagi penolong perlu berhati-hati.
( Skill tindakan RJP menurut AHA 2015 https://youtu.be/Frv1ho7arMc )

F. Membuka Jalan Nafas; dengan alat (OPA) dan tanpa alat


1. Membuka jalan napas dengan alat (OPA)
OPA (Oro-pharyngeal Airway) atau yang disebut juga guedel adalah
alat bantu alan napas untuk menahan pangkal lidah dari dinding belakang
faring. Tujuannya adala untuk mempertahankan jalan napas dari pasien yang
tidak sadar dengan cara menahan lidah menjauhi dinding posterior dari faring,
untuk digunakan sebagai penahan bagi pasien dengan endotrakeal tube.
Indikasi untuk pasien kejang yang akan berkembang menjadi tonik atau

18
gerakan klonik, pasien tidak sadar, untuk mempertahankan jalan napas
terbuka.
a. Prosedur OPA
 Peralatan :
1. OPA atau Guedel
2. Penekan lidah
3. 1 cm plester

 Langkah - langkah :
1) Cuci tanga
2) Pilihlah ukuran OPA / Guedel yang sesuai dengan pasien. Hal ini
memungkinkan dilakukan dengan mempatkan jalan napas di pipi
pasien dengan bagian datar pada bibir. Ujung dari jalan napas harus
pada dagu pasien.
3) Masukkan jalan napas dengan mengikuti salah satu cara dibawah ini
:
4) Balik jalan napas sehingga bagian atasnya menghadap ke muka.
Mulai untuk memasukan jalan napas ke mulut. Sebagaimana jalan
napas mendekati dinding posterior faring dekat lidah belakang,
putar jalan napas pada posisi yang seharusnya.
5) Gunakan penekan lidah, gerakkan lidah keluar untuk menghindari
terdorong ke belakang masuk faring posterior. Masukan
OPA/Guedel kedalam posisi yang seharusnya dengan bagian atas
menghadap kebawah. Tidak perlu diputar.
6) Jika refleks cegukan pasien terangsang, cabut jalan napas dengan
segera dan masukan kembali
7) Untuk digunakan sebagai penahan, jalan napas dipotong, sehingga
hampir mendekati 2cm keluar dari bagian yang datar (pada pasien
dewasa).

19
8) Fiksasi jalan napas dengan plester dilekatkan di pipi dan melintasi
bagian datar dari jalan napas, pada bibir pasien. Jangan menutupi
bagian terbuka dari jalan napas. Harus berhati-hati untuk menjamin
pasien tidak cegukan terhadap jalan napas ketika direkatkan pada
tempatnya. Perekatan dapat mencegah pasien dari dilokasi jalan
napas dan karena itu pasien akan muntah segera ia sadar kembali.
( Skill membuka jalan napas dengan OPA https://youtu.be/4sc_SN0Ewms)

2. Membuka jalan napas tanpa alat


Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan
tetap memperhatikan kontrol servikal. Teknik membuka jalan napas tanpa
alat yaitu dengan chin-lift dan jaw-thrust. Tujuannya yaitu untuk menjamin
jalan masuknya udara keparu secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenase tubuh.
 Chin-Lift
Manuver mengangkat dagu. Tujuannya untuk membuka jalan napas.
Prosedur :
1) Letakkan tangan pada dahi pasien/korban
2) Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telap tangan
penolong
3) Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang
rahang pasien/korban
4) Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien secara bersamaan
sampai kepala pasien pada posisi ekstensi
 Jaw-thrust
Manuver mendorong rahang. Tujuannya untuk membuka jalan
napas adalah metode yang terpilih untuk digunakan klien dengan
cedera kepala atau cedera leher servikal.

20
Prosedur :
1) Letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien
2) Kedua tangan memegang sisi kepala pasien
3) Penolong memegang kedua sisi rahang
4) Kedua tangan penolong menggerakkan rahang ke posisi depan
secara perlahan
5) Pertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka
( Skill Chin-lift dan Jaw thurst https://youtu.be/lt7uUQTmFOE )

G. Tindakan Mengeluarkan Benda Asing


Manuver yang digunakan untuk menghilangkan obstruksi benda asing
meliputi manuver Heimlich (penekanan pada sub diafragma perut), chest
thrust, dan finger sweep. Sebagai metode tunggal, back blows tidak lagi
disarankan untuk mengatasi obstruksi pada orang dewasa. Pada individu yang
sadar, manuver Heimlich adalah manuver yang direkomendasikan pada
kebanyakan orang dewasa untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas dari
benda padat. Hal ini tidak berguna untuk cairan. Pada individu yang tidak
sadar yang dicurigai mengalami aspirasi benda asing, langkah pertama yang
direkomendasikan adalah finger sweep. Jika tidak, pada korban yang tidak
sadar urutan yang disarankan adalah manuver Heimlich hingga lima kali,
mulut terbuka dan lakukan finger sweep, lalu coba ventilasi. Urutan ini dapat
diulang sesuai kebutuhan sampai korban pulih atau bantuan tambahan tiba.
• Manuver Heimlich
Dijelaskan oleh Dr. Heimlich pada tahun 1975. Manuver ini
menciptakan batuk buatan melalui peningkatan diafragma dan mendesak
udara dari paru-paru. Ini dapat diulang beberapa kali. Setiap dorongan
individu harus dilakukan dengan korban berdiri, duduk, atau berbaring, atau
bisa dikelola sendiri. Untuk korban berdiri atau duduk, penolong berdiri di

21
belakang korban dan meletakkan sisi jempol dari kepalan tangan ke garis
tengah perut korban tepat di atas pusar dan jauh di bawah prosesus xiphoid.
Sambil memegang kepalan tangan dengan tangan yang lain, penolong
menekan kepalan tangan ke perut korban dengan dorongan cepat ke atas. Hal
ini diulang sampai sumbatan keluar atau korban menjadi tidak sadarkan diri.
Untuk korban yang tidak sadar, individu ditempatkan telentang di
permukaan yang keras dengan penolong duduk mengangkang paha korban.
Tumit tangan diposisikan di garis tengah tepat di atas umbilikus korban, dan
tangan kedua ditempatkan tepat di atas yang pertama. Penolong kemudian
memberikan dorongan ke atas yang cepat. Untuk dorongan yang diberikan
sendiri, individu tersebut dapat menggunakan kepalan tangannya sendiri
untuk mengirim dorongan atau bersandar pada objek yang kokoh. Potensi
komplikasi manuver Heimlich meliputi cedera atau ruptur viscera abdomen
atau toraks atau regurgitasi isi perut.

• Chest Thrust
Manuver ini digunakan terutama jika seseorang mengalami obesitas
atau pada tahap akhir kehamilan dan penolong tidak dapat menjangkau
sekitar perut korban untuk melakukan dorongan perut. Untuk melakukan
dorong dada dengan korban berdiri atau duduk, penolong berdiri di
belakang korban dan meletakkan sisi ibu jari dari kepalan tangan terhadap
sternum korban, menjauhi batas kosta dan prosesus xiphoid. Sambil
memegang kepalan tangan dengan tangan satunya, penolong menekan
kepalan tangan ke dada korban dengan dorongan cepat ke belakang. Hal ini
diulang sampai sumbatan keluar atau korban menjadi tidak sadarkan diri.
Untuk korban yang tidak sadar, individu tersebut ditempatkan telentang di
permukaan yang tegas dengan penolong berlutut di dekat sisi korban.
Tangan diletakkan di posisi yang sama seperti untuk kompresi dada, yaitu
pada sternu bawah dan melakukan dorong dengan cepat.

22
( Skill Manuver heimlich dan chest thrust 00.26-02.38
https://youtu.be/20QORid0SgE )

• Finger Sweep
Manuver ini hanya digunakan pada korban yang tidak sadar.
Dengan menggunakan ibu jari dan jari lain pada tangan yang sama,
penolong menangkap lidah dan rahang bawah lalu mengangkatnya. Hal
ini dapat menghilangkan penyumbatan sebagian dengan mengangkat
lidah dari belakang tenggorokan. Dengan cara lain, penolong kemudian
memasukkan jari telunjuknya ke bagian belakang tenggorokan dan
menggunakan tindakan pembukaan dalam upaya untuk mengeluarkan
benda asing tersebut secara manual. Hal ini harus dilakukan secara
hatihati agar tidak mendorong benda asing lebih dalam ke tenggorokan.
( Skill Finger sweep https://youtu.be/2CDFVid0B4o )

H. Pemasangan Neck collar


1. Pengertian
Pemasangan neck collar adalah memasangn alat neck collar untuk
immobilisasi leher (mempertahankan tulang servikal).

2. Tujuan

1) Mencegah pergerakan tulang serviks yang patah

2) Mencegah bertambahnya kerusakan tulang serviks dan spinal cord

3) Mengurangi rasa sakit

3. Indikasi

1) Pasien cedera kepala disertai dengan penurunan kesadaran

23
2) Adanya jejas daerah klavikula ke arah cranial

3) Biomekanika trauma yang mendukung

4) Patah tulang leher

4. Persiapan

- Alat

1) Neck collar sesuai ukuran

2) Handscoen

- Pasien

1) Informed consent

2) Berikan penjelasan tentagn tindakan yang akan dilakukan

3) 3. Posisi pasien terlentang dengan posisi leher segaris / anatomi

- Petugas

2 orang

5. Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan masker, handscoen

2) Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian kanan


kepala mulai dari mandibula ke arah temporal, demikian juga
bagian sebelah kiri dengan tangan yang lain dan cara yang sama

3) Petugas lainnya memasukkan neck collar secara perlahan ke bagian


belakang leher dengan sedikit melewati leher

24
4) Letakkan bagian Neck collar yang berlekuk tepat pada dagu

5) Rekatkan 2 sisi neck collar satu sama lain

6. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Catat seluruh tindakan yang dilakukan dan respons pasien

2) Pemasangan jangan terlalu kuat atau terlalu longgar

( Skill pemasangan neck collar https://youtu.be/xTdgNG1JeTY )

I. Tindakan Menghentikan Perdarahan (positioning & tourniquet)


1. Definisi
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah. Jumlahnya dapat
bermacam-macam, mulai dengan sedikit sampai yang dapat menyebabkan
kematian. Luka robekan pada pembuluh darah besar di leher, tangan dan
paha dapat menyebabkan kematian dalam satu sampai tiga menit. Sedangkan
perdarahan dari aorta atau vena cava dapat menyebabkan kematian dalam 30
detik. Sedangkan menurut dr. Hamidi (2011) perdarahan adalah peristiwa
keluarnya darah dari pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami
kerusakan. Kerusakan ini bisa disebabkan karena benturan fisik, sayatan,
atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat.

2. Macam-macam Perdarahan
Perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Perdarahan External
Perdarahan external yaitu perdarahan dimana darah keluar dari
dalam tubuh. Perdarahan external dibagi menjadi tiga macam yaitu (Petra
& Aryeh, 2012):

25
a. Perdarahan dari pembuluh kapiler
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh kapiler antara lain:
1) Perdarahannya tidak hebat
2) Darah keluarnya secara perlahan-lahan berupa rembesan
3) Biasanya perdarahan akan berhenti sendiri walaupun tidak diobati
4) Perdarahan mudah dihentikan dengan perawatan luka biasa
5) Darah yang keluar umumnya berwarna merah terang
b. Perdarahan dari pembuluh darah balik (vena)
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh darah vena antara lain:
1) Warna darah umunya merah tua (berupa darah kotor yang akan dicuci
dalam paru-paru, kadar oksigennya sedikit)
2) Pancaran darah tidak begitu hebat jika dibandingkan dengan pancaran
darah arteri
3) Perdarahan mudah untuk dihentikan dengan cara menekan dan
meninggikan anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantung
c. Perdarahan dari pembuluh darah arteri
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh darah arteri antara lain:
1) Darah yang keluar umumnya berwarna merah muda (merupakan darah
bersih karena habis dicuci didalam paru-paru untuk diedarkan ke
seluruh tubuh)
2) Darah keluar secara memancar sesuai irama jantung
3) Biasanya perdarahan sulit untuk dihentikan

2. Perdarahan Internal
Perdarahan internal yaitu perdarahan yang terjadi di dalam
rongga dada, rongga tengkorak dan rongga perut. Dalam hal ini darah
tidak tampak mengalir keluar, tetapi kadang-kadang dapat keluar
melalui lubang hidung, telinga, mulut dan anus. Perdarahan internal

26
dapat diidentifikasi dari tanda-tanda pada korban sebagai berikut
(Hamidi, 2011) :
a. Setelah cidera korban mengalami syok tetapi tidak ada tanda-tanda
perdarahan dari luar
b. Tempat cidera mungkin terlihat memar yang terpola
c. Lubang tubuh mungkin mengeluarkan darah
d. Hemoptysis dan hematemisis kemungkinan menunjukkan adanya
perdarahan di paru-paru atau perdarahan saluran pencernaan.
Perdarahan internal yang terjadi di rongga dada dapat
menghambat pernafasan dan akan mengakibatkan nyeri dada.
Perdarahan pada rongga perut akan menyebabkan kekakuan pada otot
abdomen dan nyeri abdomen.
Beberapa penyebab perdarahan internal antara lain (Petra & Aryeh,
2012):
a. Pukulan keras, terbentur hebat.
b. Luka tusuk, kena peluru.
c. Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit.
d. Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yangpatah.

3. Teknik Menghentikan Perdarahan


Pengendalian perdarahan bisa bermacam-macam tergantung
jenis dan tingkatperdarahannya.

1. Perdarahan External
Secara umum teknik untuk menghentikan perdarahan external
antara lain (Hamidi, 2011) :
a. Dengan penekanan langsung pada lokasi cidera
Teknik ini dilakukan untuk luka kecil yang tidak terlalu
parah, misalnya luka sayatan yang tidak terlalu dalam.

27
Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada daerah pinggir luka.
Setelah beberapa saat dengan teknik ini maka sistem peredaran
darah akan menutup luka tersebut.
a. Dengan teknik elevasi
Setelah luka dibalut, maka selanjutnya bisa dilakukan
dengan teknik elevasi yaitu mengangkat bagian yang luka
sehingga posisinya lebih tinggi dari jantung. Apabila darah
masih merembes, maka diatas balutan yang pertama bisa diberi
balutan lagi tanpa membuka balutan yang pertama.
b. Dengan teknik tekan pada titik nadi
Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran
darah menuju bagian yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9
titik nadi yaitu temporal artery (di kening), facial artery (di
belakang rahang), common carotid artery (di pangkal leher,
dekat tulang selangka), femoral artery (di lipatan paha), popliteal
artery (di lipatan lutut), posterior artery (di belakang mata kaki),
dan dorsalis pedis artery (di punggung kaki).
c. Dengan teknik immobilisasi
Teknik ini bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota
tubuh yang luka. Dengan sedikitnya gerakan diharapkan aliran
darah ke bagian luka tersebut dapat menurun.

d. Dengan tourniquet
Tourniquet adalah balutan yang menjepit sehingga aliran darah
di bawahnya terhenti sama sekali. Saat keadaan mendesak di luar
rumah sakit sehelai pita kain yang lebar, pembalut segitiga yang
dilipat-lipat, atau sepotong karet ban sepeda dapat dipergunakan
untuk keperluan ini. Teknik hanya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan di tangan atau di kaki saja.

28
Panjang Tourniquet haruslah cukup untuk dua kali melilit bagian
yang hendak dibalut. Tempat yang terbaik untuk
memasang Tourniquet lima jari di bawah ketiak (untuk
perdarahan lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk
perdarahan di kaki). Teknik ini merupakan pilihan terakhir, dan
hanya diterapkan jika kemungkinan ada amputasi. Bagian lengan
atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga darah tidak
bisa mengalir. Tourniquet dapat menyebabkan kerusakan yang
menetap pada saraf, otot dan pembuluh darah dan mungkin
berakibat hilangnya fungsi dari anggota gerak tersebut.
Sebaiknya teknik ini hanya dilakukan oleh mereka yang pernah
mendapatkan pelatihan. Jika keliru, teknik ini justru akan
membahayakan.
Saat penanganan di luar rumah sakit, maka dahi korban yang
mendapatkan tourniquet diberi tanda silang sebagai penanda dan
korban harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan
lebih lanjut. Jika korban tidak segera mendapatkan penanganan
maka bagian yang luka akan dapat membusuk. Cara melakukan
teknik ini adalah sebagai berikut (Petra & Aryeh, 2012) :
1) ikatan di anggota badan yang cedera (sebelum luka) dengan
verban yang lebarnya 4 inci dan buatlah 6 – 8 lapis. Kalau tidak
ada verban bisa pakai bahan yang telah disebutkan diatas tadi.
Kemudian buat simpul pada ikatan tersebut.
2) Selipkan sebatang kayu dibawah ikatan itu.
3) Kencangkan kedudukan kayu itu dengan cara memutarnya.
4) Agar kayu tetap erat dudukannya, ikat ujung yang satunya.

29
Menurut M. Sholekhudin (2011) dalam Seri P3K perdarahan
berat, maka teknik menghentikan perdarahan saat melakukan
pertolongan pertama adalah sebagai berikut :
a. Pastikan penderita selalu dalam keadaan berbaring. Perdarahan
berat tidak boleh ditangani sementara korban dalam keadaan
duduk atau berdiri.
b. Jika mungkin, posisikan kepalanya sedikit lebih rendah daripada
badan, atau angkat bagian tungkai kaki. Posisi ini bisa
mengurangi risiko pingsan dengan cara meningkatkan aliran
darah ke otak.
c. Angkat bagian yang berdarah setinggi mungkin dari jantung.
Misalnya, jika yang berdarah bagian betis, letakkan betis tersebut
di atas tumpuan, sehingga posisinya lebih tinggi dari badan.

30
d. Buang kotoran dari luka, tapi jangan mencoba mencabut benda
yang menancap dalam.
e. Berikan tekanan langsung di atas luka. Gunakan pembalut yang
bersih. Jika tidak ada, gunakan sapu tangan atau potongan kain.
Jangan sekali-kali “memeriksa” perdarahan dengan cara
menyingkap pembalut.
f. Jika darah masih terus merembes, kuatkan tekanan. Tambahkan
sapu tangan lagi di atasnya, tanpa perlu membuang sapu tangan
pertama. Hal ini dilakukan karena di dalam darah yang keluar
terdapat faktor-faktor pembekuan.
g. Pertahankan tekanan hingga perdarahan berhenti. Jika telah
mampet, balut luka dengan verban, langsung di atas kain
penyerap. Jika tidak ada verban, gunakan potongan kain biasa.
Kemudian segera bawa korban ke rumah sakit.

31
Elevasi bagian yang luka

Sedangkan menurut Standard Prosedur Operasional (SPO) RS. Siti


Khodijah teknik menghentikan perdarahan untuk unit terkait Intensive Care
Unit dan Unit Gawat Darurat adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b.Petugas menggunakan alatpelindung diri (kaca mata safety,
masker, handscoen )
c. Perawat I menjalankan tugas:
1) Menekan pembuluh darah proximal dari luka, yang dekat dengan
permukaan kulit dengan menggunakan jari tangan
2) Mengatur posisi dengan cara meninggikan daerah yang luka
d. Perawat II menjalankan tugas:
1) Mengatur posisi pasien
2) Memakai sarung tangan steril
3) Meletakkan kain kasa steril diatas luka, kemudian ditekan dengan
ujung-ujung jari.
4) Meletakkan lagi kain kasa steril diatas kain kasa yang pertama,
kemudian tekandengan ujung jari bila perdarahan masih berlangsung.
Tindakan ini dapat dilakukan secara berulang sesuai kebutuhan tanpa
mengangkat kain kasa yang ada
e. Melakukan balut tekan
1) Meletakkan kain kasa steril diatas luka
2) Memasang verban balut tekan, kemudian letakkan benda keras (verban
atau kayu balut) di atas luka
3) Membalut luka dengan menggunakan verban balut tekan
f. Memasang tourniquet untuk luka dengan perdarahan hebat dan traumatik
amputasi

32
1) Menutup luka ujung tungkai yang putus (amputasi) dengan
menggunkan kasin kasa steril
2) Memasang tourniquet ± 10 cm sebelah proximal luka, kemudian
ikatlah dengan kuat.
3) Tourniquet harus dilonggarkan setiap 15 menit sekali secara periodik
g. Memasang SB Tube
1) Menyiapkan peralatan untuk memasang SB Tube
2) Mengatur posisi pasien
3) Mendampingi dokter selama pemasanagn SB tube
4) Mengobservasi tanda vital pasien
h. Hal–hal yang harus diperhatikan pada pemasangan tourniquet dan SB
Tube:
1) Pemasangan tourniquet merupakan tindakan terakhir jika tindakan
lainnya tidak berhasil, hanya dilakukan pada keadaan amputasi atau
sebagai “ live saving “
2) Selama melakukan tindakan perhatikan:
 Kondisi pasien dan tanda vital
 Expresi wajah
 Perkembangan pasien
3) Pemasangan SB tube dilanjutkan dengan pengompresan dan irigasi
melalui selang

3. Perdarahan Internal
Berbeda dengan perdarahan external, penanganan perdarahan
internal pada korban bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Hamidi, 2011) :
a. Rest
Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin
b. Ice

33
Bagian yang luka dikompres es hingga darahnya membeku. Darah
yang membeku ini lambat laun akan terdegradasi secara alami
melalui sirkulasi dan metabolisme tubuh.
c. Compression
Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu
mempercepat proses penutupan lubang atau bagian yang rusak pada
pembuluh darah
d. Elevation
Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari
jantung.
e. Bawa korban ke rumah saki terdekat untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut

3. Hal-hal yang Harus Diperhatikam Perawat


Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat saat memberikan
pertolongan dalam menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut :
 Jika peristiwa terjadi diluar rumah sakit, maka seorang perawat dalam
memberikan pertolongan pertama sebelum menghentikan perdarahan
pastikan dulu kondisinya aman baik korban, penolong (perawat) maupun
lingkungannya. Selain itu tetap menghubungi ambulance supaya cepat
mendapatkan penanganan di rumah sakit
 Memastikan dahulu kondisi Airway, Breathing dan Circulation korban
tidak terganggu
 Perawat harus teliti dan akurat dalam melakukan pengkajian luka dan
sumber perdarahan, apakah perdarahan external ataupun internal
 Jika perdarahan external perawat harus bisa memahami/ mengetahui tipe
perdarahannya, apakah perdarahan arteri, vena atau kapiler

34
 Perawat bisa menggunting atau melepas pakaian korban yang tebal
karena kemungkinan perdarahan external tidak terlihat (tertutup pakaian
tebal)
 Melakukan teknik penghentian perdarahan sesuai dengan jenis
perdarahan dan tipe perdarahannya
 Jika terpaksa dengan pilihan terakhir menggunakan tourniquet maka
pemasangannya dilakukan oleh perawat yang sudah mendapatkan
pelatihan dan tiap 15 menit, ikatannya harus dikendurkan selama 30
detik untuk memberi kesempatan darah mengalir lagi. Tujuannya,
mencegah matinya jaringan akibat tidak mendapat suplai darah.
 Jika ada kotoran pada luka harus dibersihkan dan perawat harus selalu
proteksi diri dengan APD yang ada
 Jika membawa alat-alat lengkap, maka perawat bisa mencoba untuk
menjahit lukanya
( Skill hentikan perdarahan https://youtu.be/4CT9tsuHN_w )

35
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hal utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi
darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan
darahoksigenasi ke jaringan tubuh. Selain itu, tujuan bantuan hidup dasar ini
merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan
oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi
sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap
untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan

B. SARAN

Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam
mempelajari tentang Prosedur bantuan hidup dasar. Dan harapan penulis makalah
ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca.
Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.

36
37
DAFTAR PUSTAKA

Mancini Mary E. 1994. Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta: EGC


Hamidi.2011. PertolonganPertama. UPI.
URL: file.upi.edu/Direktori/pertolongan_pertama.pdf
Petra & Aryeh. 2012. Basic of Blood Management. New York: Wiley publisher
Solekhudin. 2011. Seri P3K: Perdarahan Berat. Jakarta: Intisari Smart & Inspirasing
Thohir. 2010. Standard Prosedur Operasional (SPO) Menghentikan Perdarahan.
Sidoarjo, Jawa Timur: Rumah Sakit Siti Khodijah

38

Anda mungkin juga menyukai