Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS BANGSAL

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL)

Disusun oleh:
NOVITASARI (10777019)
HAZRATI MOCHTAR (10777020)
ANDI ASLIAWATY U. H (09777022)
OCTAVIANNA BEKTI RAHAYU (107770)

PEMBIMBING:
dr. Syahriani S, Sp. KK
dr. Sukma Anjayani, M. Kes, Sp. KK
dr. Nur Rahmah. S.M, Sp.KK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2015

1
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSU ANUTAPURA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : jl.Kijang No 7
Pekerjaan : Supir antar kota
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tanggal masuk RS: 3 november 2015

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Benjolan pada hampir seluruh tubuh
2. Riwayat penyakit sekarang :
Benjolan muncul di lengan wajah dan perut sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Benjolan muncul pertama kali di lengan dan terasa
nyeri. Beberapa hari kemudian benjolan bermunculan di bagian wajah dan
perut dengan ukuran yang bervariasi. Tidak ada gatal. Keluhan disertai
demam, mual dan muntah 3 hari yang lalu. Pasien mengaku sudah
mengkonsumsi obat MDT-MB dari dokter selama 1 tahun. Namun pasien
tidak rutin dalam mengkonsumsi obat atau putus obat MDT-MB selama 2
minggu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mempunyai riwayat diagnosis penyakit Kusta/MH 1 tahun yang lalu.
4. Riwayat Keluarga: tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga.
5. Riwayat sosial : pasien bekerja sebagai supir antar kota yang bepergian
keluar di daerah-daerah terpencil seperti poso, pantai barat dll.

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis:
- Keadaan Umum : Sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Status Gizi : Baik
2. Vital Sign:
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Respirasi : 18x/menit
- Suhu :380C
3. Kepala : Sklera Ikterik (-), Konjungtiva anemis (-)
Thoraks : Tidak dilakukan
Perut : Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Sensoris : Adanya gangguan sensoris berupa hipoestesi pada
pemeriksaan rasa pada lesi dengan menggunakan kapas, jarum (tumpul
dan tajam) dan tabung panas dan dingin
5. Pemeriksaan saraf tepi :
- N.Auriculris Magnus: Penebalan saraf tepi kiri (+) dan kanan (+)
- N.radialis : Tidak di lakukan pemeriksaan
- N.ulnaris : penebalan saraf tepi kiri (-) dan kanan (-)
- N.poplitea Lateralis : penebalan saraf tepi kiri (-) dan kanan (-)
- N.tibialis Posterior : penebalan saraf tepi kiri (-) dan kanan (-)

Gambar 1. Adanya penebalan N.auricularis magnus yaang simetris

3
6. Pemeriksaan Saraf Otonom: adanya gangguan sarat otonom di tandai
dengan produksi keringat berkurang dan kulit pasien menjadi kering.

IV. STATUS DERMATOLOGIS


1. Lokasi : Regio fascialis, ekstremitas superior, regio abdomen.
2. Ukuran : Numular
3. Efloresensi: Nodul Hiperpigmentasi multiple & Nodul Hipopigmentasi

V. RESUME
Laki-laki 28 tahun masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan nodul
hiperpigementasi yang muncul di hampir seluruh tubuh. Nodul hiperpigmentasi
muncul di region Fascialis, antebrachium dan abdomen sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Nodul hiperpigemntasi muncul pertama kali di region
antebrachium dan terasa nyeri. Beberapa hari kemudian nodul hiperpigmentasi
bermunculan di region fascialis dan abdomen dengan ukuran yang bervariasi.
Tidak ada pruritus. Keluhan disertai dengan febris, nausea dan vomiting 3 hari
yang lalu. Pasien mengaku sudah mengkonsumsi obat MDT-MB dari dokter
selama 1 tahun. Namun pasien tidak rutin dalam mengkonsumsi obat atau putus
obat MDT-MB selama 2 minggu. Pasien mempunyai riwayat diagnosis penyakit
Kusta/MH 1 tahun yang lalu. Pada keluarga tidak ada riwayat penyakit yang sama
pada keluarga. Riwayat sosial pasien bekerja sebagai supir antar kota yang
bepergian keluar di daerah-daerah terpencil seperti poso, pantai barat dll. Dari
hasil pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis dan status gizi baik. Tanda-tanda vital pasien tekanan
darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 38C serta pernapasan 18x/menit. Hasil
pemeriksaan kulit tampak adanya nodul hiperpigmentasi di regio fascialis,
ekstremitas superior dan regio abdomen. Pemeriksaan saraf tepi didapatkan
adanya penebalan saraf yang simetris pada N.auricularis magnus. Adanya
gangguan saraf sensoris berupa hipoestesi. Dan gangguan sarat otonom di tandai
dengan produksi keringat berkurang dan kulit pasien menjadi kering.

4
VI. DIAGNOSIS BANDING
• Eritema nodosum
• Sarkoidosis

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN


- Pemeriksaan Histopatologik
- Pemeriksaan Bakterioskopi : Reitz serum
- Pemeriksaan serologik

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Morbus Hansen type MB+ Reaksi Eritema Nodosum Leprosum (ENL)

X. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa
- Istirahat yang cukup
b. Medikamentosa
Prednison 4-3-0
Neurodex 2x1
Paracetamol 3x1

XI. PROGNOSIS
Eritema nodosum leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi
eritema nodosum yang berat dapat menetap selama bertahun-tahun.

5
XII. FOLLOW UP

Perawatan tgl 3 November 2015

S Mengeluh nyeri pada saat timbulnya benjolan-benjolan

Tanda vital :
- TD : 100/60 mmHg
- Nadi: 80x/menit
- Suhu: 360C
O Ekstremitas superior: Nodul hiperpigmentasi multiple
Pemeriksaan Fisik:
- Pemeriksaan sensoris : gangguan sensoris (+) hipoestesi
- Pemeriksaan penebalan saraf: Auracularis Magnus: adanya
penebalan saraf

Status dermatologi:
Lokasi kelainan kulit :
Regio fasialis : nodul hiperpigmentasi
Regio Colli : hiperpigmentasi
Regio abdomen : hiperpigmentasi dan hipopigmentasi
Region antebrachium : hiperpigmentasi
A MH tipe MB + ENL
P Prednison 4-3-0
Neurodex 2x1
Ranitidin 2x1
MDT-MB di lanjutkan

6
Gambar 1. Regio Fascialis adanya Nodul Hiperpigmentasi

Gambar 2. Regio Ante-brachium dan abdomen adanya nodul hiperpigmentasi


multiple

7
Perawatan Tgl 4 November 2015

S Mengeluh nyeri pada saat timbulnya benjolan-benjolan. Tidak adanya lesi


baru atau nodul hiperpigmentasi belum berkurang.
Tanda vital :
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi: 89x/menit
- Suhu: 370C

O Lokasi kelainan kulit


Seluruh Tubuh : Nodul hiperpigmentasi multiple (+)

Status dermatologi:
Regio fascialis : nodul hiperpigmentasi
Regio Colli : hiperpigmentasi
Region antebrachium : hiperpigmentasi
Regio abdomen : hiperpigmentasi dan hipopigmentasi
A MH tipe MB + ENL
P Prednison 4-3-0
Neurodex 2x1

Perawatan tgl 5 November 2015

S Pasien merasa sudah membaik, tidak ada nyeri, namun masih nodul
hiperpigmentasi sudah mulai berkurang di bagian abdomen.
Tanda vital :
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi: 8x/menit
- Suhu: 370C
O Lokasi kelainan kulit
Seluruh Tubuh : Nodul hiperpigmentasi multiple (+)

8
Status dermatologi:
Regio fascialis : nodul hiperpigmentasi
Regio Colli : hiperpigmentasi
Region antebrachium : hiperpigmentasi
Regio abdomen : hiperpigmentasi

A MH tipe MB+ ENL


P Prednison 4-3-0
Neurodex 2x1

Gambar 3. Regio fascialis nodul hiperpigmentasi mulai berkurang tidak


ada lesi baru

9
Gambar 4. Regio abdomen nodul hiperpigmentasi mulai berkurang dan tidak ada
lesi baru

Perawatan tgl 6 November 2015

S Pasien merasa sudah membaik, nodul hiperpigmentasi sudah berkurang di


bagian fascial dan abdomen namun muncul lesi baru berupa nodul
hipopigmentasi di daerah lengan atau ante-brachium.
Tanda vital :
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi: 78x/menit
- Suhu: 370C

O Lokasi kelainan kulit dan Status dermatologi:


Regio fasialis : nodul hiperpigmentasi
Regio koli : nodul hiperpigmentasi
Regio abdomen : nodul hiperpigmentasi
Region antebrachium : nodul hiperpigmentasi & nodul hipopigmentasi
A MH tipe MB + reaksi ENL
P Prednison 4-3-0

10
Neurodex 2x1

Gambar 5. Nodul hiperpigemntasi di regio Gambar 6. Adanya lesi baru berupa


fascial & abdomen berkurang nodul hipopigmentasi

11
PEMBAHASAN

Laki-laki 28 tahun masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan benjolan yang


muncul di hampir seluruh tubuh. Benjolan muncul di lengan wajah dan perut
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Benjolan muncul pertama kali di
region lengan dan terasa nyeri. Beberapa hari kemudian benjolan bermunculan di
region fascialis dan abdomen dengan ukuran yang bervariasi. Tidak ada gatal.
Keluhan disertai dengan febris, nausea dan vomiting 3 hari yang lalu. Pasien
mengaku sudah mengkonsumsi obat MDT-MB dari dokter selama 1 tahun.
Namun pasien tidak rutin dalam mengkonsumsi obat atau putus obat MDT-MB
selama 2 minggu. Pasien mempunyai riwayat diagnosis penyakit Kusta/MH 1
tahun yang lalu. Pada keluarga tidak ada riwayat penyakit yang sama pada
keluarga. Riwayat sosial pasien bekerja sebagai supir antar kota yang bepergian
keluar di daerah-daerah terpencil seperti poso, pantai barat dll.
Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis dan status gizi baik. Tanda-tanda vital
pasien tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 38C serta pernapasan
18x/menit. Hasil pemeriksaan kulit tampak adanya nodul hiperpigmentasi di regio
fascialis, ekstremitas superior dan regio abdomen. Pemeriksaan saraf tepi
didapatkan adanya penebalan saraf yang simetris pada N.auricularis magnus.
Adanya gangguan saraf sensoris berupa hipoestesi. Dan gangguan sarat otonom di
tandai dengan produksi keringat berkurang dan kulit pasien menjadi kering.
Eritema nodusum leprosum (ENL) merupakan reaksi kusta tipe 2 yang
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Comb dan Gell. Antigen
dalam reaksi berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi dengan
antibodi membentuk kompleks Ag-Ab yang akan mengaktivasi komplemen
sehingga terjadi ENL.1,9
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis ENL, berdasarkan dari hasil
anamnesis, gambaran klinik & pemeriksaan fisik. Pada Anamnesis, dengan
keluhan utama munculnya nodul-nodul baru dan nyeri. Pasien mempunyai riwayat
diagnosis kusta (MH) 1 tahun yang lalu. Riwayat pengobatan yaitu

12
mengkonsumsi obat MDT-MB namun pasien tidak rutin dalam mengkonsumsi
obat atau putus obat selama 2 minggu. Dan gambaran klinik yang didapatkan pada
pemeriksaan fisik dengan lesi yang khas yaitu nodul kutaneus yang nyeri,
konsistensi lunak, umunya terdapat diwajah, ekstremitas, dan abdomen. Dan
keluhan penyerta disertai dengan demam dan malaise.
Karakteristik reaksi kusta tipe 2 adalah hanya terjadi pada kusta tipe MB
yang biasanya setelah mendapatkan pengobatan yang lama, umunya lebih dari 6
bulan. Manifestasi Eritema Nodosum Leprosum (ENL) berupa nodul kemerahan,
nyeri, dan dapat berkembang dalam beberapa jam atau beberapa hari. Lokalisasi
lesi seringkali pada sepanjang permukaan ekstensor lengan dan tungkai,
punggung, wajah, tetapi dapat dimana saja. Reaksi kusta tipe 2 biasanya disertai
dengan demam, malaise, uveitis, serta dapat terjadi anemia, leukositosis dan
fungsi hati yang normal. 1,3,11
Patogenesis terjadinya ENL sampai saat ini belum diketahui pasti
penyebabnya baik penderita yang telah berobat maupun yang belum berobat.
Namun diduga faktor pencetus terjadinya ENL adalah infeksi bakteri, stress,
infeksi tuberkulosis, vaksinasi dan kehamilan. Akan tetapi beberapa
menyimpulkan dapat disebabkan oleh infeksi stress dan respon imunologi. 1
Teori lain mengatakan bahwa Eritema nodusum leprosum (ENL)
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Comb dan Gell. ENL diduga
merupakan manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi yang ada pada
pembuluh darah. Karena suatu rangsangan, baik yang non spesifik seperti infeksi
bakteri, stress, kehamilan atau rangsangan yang lebih spesifik seperti superinfeksi
dengan penyakit tuberkulosis, sehingga terjadi infiltrasi sel T helper (Th2). Sel
Th2 ini menghasilkan berbagai sitokin, antara lain interleukin 4 (IL 4) yang
menginduksi sel B menjadi sel plasma untuk kemudian memproduksi antibodi.
Terbentuklah ikatan antigen M. Leprae dengan antibodi tersebut di jaringan,
disusul dengan aktivasi komplemen. Hal ini terlihat dengan penurunan C3 darah.
Imunopatologi ENL juga dipelajari dengan menganalisa pola mRNA sitokin
menggunakan PCR. Pola mRNA sitokin pada ENL menunjukkan peningkatan

13
jumlah mRNA untuk IL-4, IL5 dan IL10. Artinya reaksi ini menunjukkan respon
Th2 yang dominan. Dengan demikian, reaksi ENL bisa dibayangkan sebagai
respon Th2 yang diikuti pembentukan antibody dan kompleks imun. Itulah
sebabnya penimbunan kompleks imun pada pembuluh darah dan lesi merupakan
karakteristik reaksi ENL. 1,7
Selama perjalanan penyakit kusta mungkin dapat terjadi suatu reaksi kusta
sebagai respon imun terhadap Mycobacterium Leprae. Penyakit kusta atau
Morbus Hansen adalah suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae. Penyakit ini adalah tipe granulomatosa pada saraf tepi
dan mukosa dari saluran pernapasan atas, dan lesi pada kulit adalah tanda yang
bisa diamati dari luar. 1,8

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan


histopatologik, bakterioskopik, hematologi dan pemeriksaan serologik. Temuan
histologis pada ENL tipe 2 bila terdapat infiltrasi neutrofil pada granuloma
makrofag. 9,10

Gambar 1. ENL tipe 211

. Pada pemeriksaan hematologi didapatkan leukositosis PMN, peningkatan


enzim hati. Pada kondisi hematokrit yang berat dapat mengalami penurunan

14
secara tiba-tiba sampai 5gr/dl yang biasanya dikelirukan dengan kondisi dapson-
indiced hemolysis.11
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Pemeriksaan bakteriologik yang dilakukan
berupa slit skin smear atau kerokan jaringan kulit yang kemudian diberi
pewarnaan tahan asam untuk melihat Mycobacterium leprae.. sediaan dibuat dari
apusan kulit atau kerokan cuping telinga yang di warnai dengan pewarnaan
dengan metode ziehl-neelsen, pewarnaan dengan carbol fuchsin 0,3%. Basil lepra
akan terlihat seperti batang-batang merah dengan latar belakang biru.1,7
Pemeriksaan serologi kusta didasarkan atas terbentuknya antibody pada
tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. adapun macam-macam
pemeriksaan serologic kusta ialah:1,4
1. Uji Elisa (Enzyme Linked Immuno-Shorbent Assay)
Uji ini merupakan uji laboratorik yang memerlukan peralatan khusus serta
keterampilan tinngi, sehingga dalam penyakit kusta hanya dilakukan untuk
keperluan khusus, misalnya untuk penelitian atau kasus tertentu. Keuntungan uji
Elisa ini adalah sangat sensitive, sehingga dapat mendeteksi antibody dalam
jumlah yang sangat sedikit. Prinsip uji Elisa adalah mengukur benyaknya ikatan
antigen-antibodi yang terbentuk dengan member label pada ikatan tersebut. Bila
uji ini digunakan memantau hasil pengobatan kusta, penurunan antibody spesifik
bias terlihat jelas dengan memeriksa serum penderita secara berkala setiap 3
bulan sekali.
2. Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
Teknik ini dikembangkan oleh izumi dkk. Dengan dasar reaksi antigen-
antibodi yang akan menyebabkan pengendepan (aglutinasi) partikel yang terikat
akibat reaksi tersebut. Karena mudah dilaksanakan dan cepat diketahui hasilnya
(hanya diperlukan waktu sekitar 2 jam).

15
3. ML dipstick (Mycobacterium Leprae Dipstik)
Pemeriksaan serologik dengan menggunakan Mycobacterium Leprae dipstick
(ML Dipstick) ditujukan untuk mendeteksi antibody IgM yang spesifik terhadap
M.leprae. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menegakkan terutama untuk
kusta stadium awal, pemantauan hasil pengobatan dan deteksi adanya relaps serta
membedakannya dengan reaksi reversal.1,4
Diagnosis banding pada kasus ini adalah eritema nodosum dan
sarkoidosis. Eritema nodosum adalah salah satu tuberculosis kutis berupa eritema
dan nodus yang nyeri berupa demam dan malaise. Tempat predileksinya di daerah
ekstensor tungkai bawah. Sedangkan sarkoidosis merupakan penyakit yang
berhubungan dengan proses peradangan yang dapat menyerang apa saja pada
tubuh. Penyakit ini ditandai dengan adanya granuloma dan daerah kecil yang
berisi sel-sel radang. Sarkoidosis juga dapat diartikan sebagai retikulosis
granulomatosa sistemik yang kronik progresif tanpa sebab yang jelas, di tandai
dengan tuberkel keras pada hamper semua organ dan jaringan, termasuk kulit,
paru, kelenjar getah bening, hati, limpa. Berdasarkan gambaran klinis dan tempat
predileksinya maka kedua diagnosis banding dari kasus ini dapat disingkirkan.1,2
Kortikosteroid sistemik yang juga efekktif digunakan pada reaksi tipe 2,
tetapi penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan komplikasi dan
ketergantungan sehingga thalidomide lebih sering digunakan untuk terapi ENL.
Reaksi lepra membutuhkan penanganan secepatnya karena dapat menyebabkan
deformitas yang irreversible. Pada kasus ini diberikan prednisone dosis 40mg/hari
dengan aturan minum 3 tablet prednisone 5mg pada pagi hari, 3 tablet prednisone
5mg pada pagi dan siang hari. MDT harus di lanjutkan dengan dosis penuh tanpa
pengurangan. Pasien juga diberikan paracetamol sebagai antipiretik untuk
meredakan demam, istirahat yang cukup juga diperlukan. Pasien juga di berikan
neurodex dengan dosis 3x1. Neurodex dapat memperbaiki kerusakan jaringan
saraf.1,6,11

Prognosis ENL akan baik jika didiagnosis dengan cepat dan dengan
pengobatan yang tepat. Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilangkan

16
segera tetapi ENL yang berat dapat menetap selama bertahun-tahun, lesi pada
wajah juga dapat berakibat pada mata dengan komplikasi kebutaan.1,11

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Amiruddin D. Ilmu penyakit kulit. Makassar; Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin FK UNHAS: 2003.
2. D.N.J lockwood. Leprosy.in:Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C.Rook’s
Textbook of Dermatalogy.7th ed. Australia:Blackwell Publishing
Company:2004
3. Chaucan S, D’cruz, Mohan Singh R. Type II Lepra Reaction:An unusual
presentation. Dermatology Online Journal.2006
4. Graham B.R, Johnny B. Lecture Notes Dermatologi edisi ke8, Erlangga.
Jakarta:2005
5. Haunter J, Savin J, Dahl M. Clinical dermatology. 3th ed. Australia;
Blackwell,2003. p.69.
6. James W, Berger T, Elston D. Andrews’ disease of the skin clinical
dermatology. 10th ed. Saunders Elsevier,2006. p.226-7.
7. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Program Pengendalian
Penyakit Kusta. Dirjen Pengendalian Penyakit dan penyehatan
Lingkungan:2012
8. Munthe, EC. Efektivitas Amitriptilin dan Psikoterapi Kognitif dan perilaku
(Cognitive Behavior Therapy) untuk memperpendek waktu pemulihan pasien
rekasi kusta. Junrnal Kedokteran Indonesia, Vol.1. No.2:2009
9. Narmada,S, Hasibuan, L. Giant Abscess on Serve Leprosy Reaction with
Prolong Used of steroid. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013
10. Sarita Shasidaranpillai, et all. A study on histological of leprae reaction in
patients attending the dermatology department of the government medical
collage. Accepted for publication 24january 2013.
11. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Arthropod bites and stings. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th
ed. Mc graw hill: New York; 2008. p.225-7

18
19

Anda mungkin juga menyukai