Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobacterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Namun,
bakteri TBC ini juga dapat menyerang setiap bagian dari tubuh seperti tulang
belakang, ginjal, dan otak. Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit TBC bisa
berakibat fatal. TBC menular melalui udara dari satu orang ke orang lain melalui
droplet infection atau dari percikan sputumnya.

Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah
kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit
(morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah
penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah di dunia termasuk negara


berkembang seperti Indonesia. Pada anak, selain tatalaksana TB masih kurang
diperhatikan, diagnosis TB pada anak pun masih sulit ditegakkan, sehingga under/over
diagnosis dan under/over treatment sering terjadi.
Berbagai upaya diagnosis telah banyak dilakukan baik pemeriksan serologi
maupun kultur untuk mencari M. tuberculosis. Namun pemeriksaan penunjang
tersebut belum mampu menentukan apakah seorang anak sakit TB atau hanya
terinfeksi M. tuberculosis tanpa sakit secara sederhana, murah, cepat dan akurat.
TB dapat menyerang semua lapisan, jenis kelamin dan usia. Bila TB terjadi
pada anak, diagnosis sering terlambat karena keterlambatan anak dibawa ke petugas
kesehatan dalam hal ini dokter. Tidak jarang bayi dibawa sudah dalam keadaan berat
seperti TB milier atau meningitis. Sebenarnya bila TB diketahui lebih awal,
kemungkinan menjadi berat dapat dicegah.(14)
TB MILIER

1. Definisi :

Tuberculosis adalah penyakit menular pada manusia dan hewan yang


disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel
dan nekrosis kaseosa (perkejuan) pada jaringan-jaringan (3).

Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated
hypersensitivity)(4)

Tuberculosis Miliaris adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari infeksi


kronis, progresif lambat hingga penyakit fulminan akut;ini disebabkan oleh
penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran
darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi(3).

TB Milier merupakan penyakit Limfo-Hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M.


tuberkulosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama
setelah infeksi awal.(1)

2. Etiologi

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/ µm. Species lain yang dapat
memberikan infeksi pada manusia adalah M.bovis, M.kansasi, M.intercellulare.
sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap trauma kimia dan fisik(2).

Mycobacterium tuberculosa, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30


anggota genus Mycobacterium yang dikenal dengan baik, maupun banyak yang tidak
tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat dekat, yaitu M. bovis, kuman
ini menyebabkan tuberculosis. M leprae merupakan agen penyebab penyakit lepra. M
avium dan sejumlah spesies mikrobacterium lainnya lebih sedikit menyebabkan
penyakit yang biasanya terdapat pada manusia. Sebagian besar micobakterium tidak
(4)
patogen pada manusia, dan banyak yang mudah diisolasi dari sumber lingkungan .
Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif
lagi.

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam


sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit Tuberculosis (2)

Mikrobakterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang membuatnya tahan-


asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alkohol asam setelah
diwarnai. Karena adanya lipid ini, panas atau detergen biasanya diperlukan untuk
menyempurnakan perwarnaan primer(4).

3. Epidemiologi

Tuberculosis berlanjut sebagai penyebab kematian yang penting. Pada tahun


1991, di Amerika Serikat dilaporkan 26.283 kasus tuberculosis, dengan angka kasus
10,4 per 100.000 per tahun. Angka kasus telah menurun hingga setingkat 5-6 persen
per tahun, namun sejak tahun 1985 arahnya berbalik, yaitu angka kasus menaik
sampai 15,8% selama 5 tahun. Diperkirakan bahwa 10 juta orang Amerika mempunyai
hasil test tuberculin yang positif, tetapi kurang dari 1% anak-anak Amerika yang
menunjukan reaksi terhadap tuberculin. Penyakit tuberculosis di Amerika Utara
cenderung menjadi penyakit pada orang tua, penduduk kota yang miskin, dari
(4)
golongan kecil dan penderita AIDS . Pada segala umur, rata-rata kasus di antara
orang-orang kulit hitam cenderung dua kali lebih besar dari pada orang kulit putih.
Orang-orang hispanik, Haiti dan imigran Asia Tenggara mempunyai rata-rata kasus
yang sama tingginya dengan individu dari negara asal mereka dan pada individu-
individu ini frekuensi penyakit yang terjadi di antara individu mudanya menunjukan
kejadian penyakit ini pada anak-anak muda di negara mereka.
Pada banyak tempat didunia, penyebaran penyakit tuberculosis menurun,
namun pada banyak negara miskin tidaklah demikian. Pada beberapa negara,
perkiraan angka kasus baru adalah sampai setinggi 400 per 100.000 per tahun.

Sebagaimana di Amerika Utara dan Eropa, kemiskinan berjalanan seiringan


dengan tuberkulosis. Pada daerah yang prevalensinya tinggi, prevalensi tuberculosis
tampak setara pada lingkungan pedesaan dan perkotaan dan terutama menyerang
orang dewasa muda. Pada negara dengan infeksi HIV endemik, tuberculosis
merupakan penyebab tunggal morbiditas dan mortalitas yang terpenting pada pasien
AIDS. Perkiraan yang beralasan tentang besarnya angka tuberculosis di dunia adalah
sepertiga populasi dunia terinfeksi dengan M. tuberculosis, bahwa 30 juta kasus
tuberculosis aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan bahwa 3
(4)
juta orang meninggal akibat tuberculosis setiap tahun . Tuberculosis mungkin
menyebabkan 6 % dari seluruh kematian di seluruh dunia.

4. Patofisiologi

A. Tuberculosis primer

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan


keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan.Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari trakeo-bronkhial beserta gerakan silia dengan
sekretnya. Kuman juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini
sangat jarang terjadi. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru. (1)
Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluraan getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis regional =
kompleks primer(2).

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi (2) :

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi


di hilus atau kompleks sarang Ghon.

3. Komplikasi dan menyebar secara :

a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.

b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya.


Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.

c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya

d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer

B. Tuberculosis Post-primer

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun


kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis post-
primer). Tuberculosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah
kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat (2).

A. Patofisiologi

Mycobacterium Tuberculosis dalam droplet nuclei (ukuran <5µm)

Inhalasi ke dalam paru sampai ke alveolus

Makrofag alveolus memfagosit kuman TB

Hancur Tidak hancur

Berkembang biak di dalam makrofag

Lisis makrofag

Fokus primer Ghon*

Penyebaran Limfohematogen

Penyebaran limfogen penyebaran hematogen


(acute generalized hematogenic spread)

Tersangkut di ujung kapiler


Saluran limfe (limfangitis)* kelenjar limfe (limfadenitis)*

Tuberkel (miliar)

Masa inkubasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Imunitas selular tubuh terbentuk

Hipersensitifitas terhadap tuberkuloprotein

Uji tuberkulin positif


*fokus primer Ghon + limfangitis + limfadenitis = kompleks primer Ranke
 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuk
kompleks primer Ranke disebut masa inkubasi (2-12 minggu).
 Pada saat terbentuknya kompleks primer, berarti telah terjadi infeksi
TB primer.
 Kalender perjalanan penyakit tuberkulosis primer

Kompleks Erosi TB tulang


Primer Bronkus (dalam 3 tahun)
(sebagian besar TB Ginjal
Sembuh sendiri) Pleural Meningitis (setelah 5 tahun)
Effusion TB Milier
Infeksi (dalam 12 bulan)

HIPERSENSITIFITAS KEKEBALAN DIDAPAT

TES TUBERKULIN POSITIF

1-2 minggu 1 tahun

5. Klasifikasi

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

 Pembagian secara patologis


-Tuberkulosis Primer (childhood tuberculosis)
-Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
 Pembagian secara aktivitas radiologis
Tuberculosis Paru (Koch Pulmonum) aktif,non aktif dan quiescient (bentuk
aktif yang mulai menyembuh)
 Pembagian secara radiologis (luas lesi)
-Tuberculosis Minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non-kavitaspada satu
paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
-Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter lebih dari 4
cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu jaringan paru. Bila
bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
-Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang
diambil dari klasifikasi kesehatan masyarakat (2).

1. Kategori O: tidak pernah terpapar, dan tidak terinfeksi. Riwayat kontak negatif, test
tuberculin negatif.

2. Kategori I: terpapar tuberculosis, tetapi tidak terbukti terinfeksi. Riwayat kontak


positif, test tuberculin negatif.

3. Kategori II: terinfeksi tuberculosis, tapi tidak sakit. Test tuberculin positif,
radiologis dan sputum negatif.

4. Kategori III: terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah:

1. Tuberculosis paru

2. Bekas tuberculosis paru

3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:

a.Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tapi
tanda-tanda lain positif.
b.Tuberculosis paru tersangka tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

6. Gejala-gejala Klinis

Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah


tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah:

 Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas


badan dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali.
Bagitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau
peradangan. Sabagai respons terhadap invasi mikroba,sel-sel darah putih tertentu
mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen, yang memiliki
banyak efek untuk melawan infeksi dan juga bekerja pada pusat termoregulasi
hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Pirogen endogen meningkatkan
titik patokan termostat hipotalamus selama demam dengan memicu pengeluaran lokal
prostaglandin, yaitu zat perantara kimiawi lokal yang bekerja langsung di hipotalamus.

Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di
suhu tubuh normal. Organ ini akan memicu mekanisme-mekanisme respons dingin
untuk meningkatkan suhu. Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan
produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat
mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik.
Infeksi/ peradangan akibat mikroorganisme

Tubuh memfagosit pirogen eksogen

Mengeluarkan pirogen endogen

Hipotalamus mengeluarkan asam arachidonat

Mengeluarkan prostaglandin

Merangsang termoreseptor di hipotalamus

Respon dingin (menggigil dan vasokonstriksi kulit)
Suhu tubuh meningkat

Demam

 Batuk

Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.

Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma
mekanik, kimia dan suhu(12,13). Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru
yang alamiah untuk menjaga agar jalan napas tetap bersih dan terbuka, dengan
jalan(12,13) :

1) Mencegah masuknya benda asing ke saluran napas.

2) Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari

dalam saluran napas

 Sesak nafas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.

 Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

 Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun),
sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gajala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (2).

7. Kriteria Diagnosis

Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:

(1). Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:

a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).


b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

c. Secret di saluran nafas dan ronkhi.

d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung


dengan bronchus.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru ( segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah
(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru ( misalnya pada
tuberkulosis endobronkial).

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang


pneumonia,gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-
batas tidak terkihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma.

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.


Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlohat
bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-
bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas
disertai penciutan yang dapat terjadi pada bagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru.

Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang


umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah


penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radioluscent di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

DARAH

Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan hitung jenis dengan pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih dibawah normal. laju endap darah mulai meningkat. bila penyakit mulai sembuh
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.

Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : 1). Anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer; 2). Gama globulin meningkat; 3). Kadar
natrium darah menurun. pemeriksaan tersebut diatas nilainya juga tidak spesifik.

Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni
Peroksidase Anti-Peroksida (PAP-TB). Prinsip dasar uji PAP-TB adalah menentukan
adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen M.Tuberculosae. sebagai antigen
dipakai polimer sitoplasma M.Tuberculin van bovis BCG yang dihancurkan secara
ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis
bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil titer didapatkan hasil uji PAP-TB yang
positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik,
kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.

SPUTUM

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman


BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum,pasien dianjurkan
minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga
dengan memberikan tambahan obat-obat mukolotik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh
dengan cara bronkos-kopi diambil dengan brushing atau broncial washing atau BAL
(Broncho Alveolar Lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan
lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan
dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendakna sesegera mungkin

Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan,
kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka
keluar,sehingga sputum yang mengandung BTA mudah keluar.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga


batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman
dalam 1 mL sputum. Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar
ultraviolet walaupun sensisitvitasnya sangat tinggi jarang dilakukan karena pewarnaan
yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.

Pada pemeriksaan dengan biakkan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum


dalam medium biakkan, koloni kuman tuberkolosis mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakkan dinyatakan negatif.

TES TUBERKULIN

Tes Tuberkulin hanya menyatakan apakah seseoramg individu sedang atau


pernah mengalami infeksi M.tuberculosis,M.bovis.vaksinasi BCG dan mikrobakteri
patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada
penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Microbacterium
tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengalami reaksi imunologi dengan
dibentuknya antibodi selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh
pembentukkan antibodi humoral yang dalam perannya akan menekankan antibodi
selular.

Bila pembentukkan antibodi selular cukup misalnya pada penularan dengan


kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana
pembentukkan antibodi humoral amat berkurang (pada hipogam-globulinemia), maka
akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkullin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi
selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi
selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin kecil
indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil tes Mantoux
ini dibagi dalam: 1). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif = golongan non
sensitivity. Disini peran antibodi humoral paling menonjol ; 2).Indurasi 6-9 mm : hasil
meragukan golongan low-grade sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih
menonjol ; 3). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positive = golongan normal sensitivity.
Disini peran kedua antibodi seimbang ; 4). Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux
positif kuat = golongan hipersensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol.

Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi mantoux yang


positif (99.8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian
BCG atau terinfeksi Myobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada
positif palsu.

(2). Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)

(3). Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB
yaitu:

a. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah.

b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).

c. Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.

d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.

e. Adanya kalsifikasi.

f. Bayangn menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

g. Bayangan milier.
(4). Pemeriksaan Sputum BTA

Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan


ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang tidak dapat didiagnosis
berdasarkan pameriksaan ini.

(5). Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen


imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

(6). Tes Mantoux/Tuberkulin

Tes Mantoux
 Lokasi penyuntikan di bagian volar lengan bawah
 Diukur diameter pembengkakan (indurasi yg terjadi):
o 0-4mm : uji tuberkulin negatif.
o 5-9mm : positif meragukan. Disebabkan oleh kesalahan teknis
(trauma dan lain-lain), keadaan anergi, atau reaksi silang dengan
M.atipik.
o ≥10mm : dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya.

Jika sudah pernah diimunisasi, 0-15 mm merupakan kondisi yang normal, jika >15
mm baru positif kuat.

-Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan:


 Pemeriksaan Pungsi Lumbal : dilakukan pada setiap pasien TB milier
walaupun belum ada kejang atau penurunan kesadaran untuk
menentukan diagnosis meningitis TB.
(7). Teknik Polymerase Chain Reaction

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada1 mikroorganisme dalam specimen.
Selain itu teknik PCR ini juga dapat mendeteksi adanya resistensi.

(8). Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)

(9). Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

(10). MYCODOT (5).

Diagnosis tuberculosis cukup mudah ditegakkan mulai dari keluhan-keluhan


klinis, gejala-gejala kelainan fisis, kelainan radiologis sampai kelainan bakteriologis.
Tetapi dalam prakteknya tidak mudah menegakkan diagnosisnya menurut American
Thoracic society diagnosis pasti tuberculosis paru adalah dengan menemukan kuman
Mycobacterium tuberculosis dalam sputum atau cairan paru secara biakan (2,6).
8. Penatalaksanaan

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis yakni (2):

1.Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya


masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut
membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil
yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).

2.Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat


(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan
setelah pengobatan dihentikan.
Dalam pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja.
Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk
mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai
perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan
memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena
jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi
yang terbanyak ditemukan ialah INH (2).

Jenis obat yang dipakai :

1. Obat primer

a. Isoniazid

b.Rifampisin

c. Pirazinamid

d. Streptomisin

e. Etambutol

2. Obat sekunder

a. Etionamid

b. Protionamid

c. Sikloserin

d. Kanamisin

e. P.A.S. (Para Amino Salicylic Acid)

f. Tiasetazon

g. Viomisin

h. Kapreomisin
Sebelum ditemukannya rifampisin metode terapi terhadap tuberculosis paru
adalah dengan system jangka panjang (terapi standar) yaitu: INH (H) + Streptomisin
(S) + PAS atau Etambutol (E) tiap hari dengan fase initial selama 1-3 bulan dan
dilanjutkan dengan INH +Etambutol atau PAS selama 12-18 bulan.

Setelah diketemukannya Rifampisin maka paduan obat menjadi: INH +


Rifampisin + Streptomisin atau Etambutol setiap hari (fase initial) dan diteruskan
dengan INH + Rifampisin atau Etambutol (fase lanjut)

Paduan ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek, dimana


diberikan INH + Rifampisin +Streptomisin atau Etambutol atau Pirazinamid (Z) setiap
hari sebagai fase initial selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan INH + Rifampisin atau
Etambutol atau Streptomisin 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan, sehingga lama
pengobatan keseluruhan menjadi 6-9 bulan.

Dengan pemberian terapi jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti :

1. Waktu pengobatan lebih dipersingkat.

2. Biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih hemat dan efisien.

3. Jumlah penderita yang membangkang menjadi berkurang.

4. Tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih hemat dan efisien.

Oleh karena itu Departemen Kesehatan R.I. dalam rangka program pemberantasan
penyakit tuberculosis paru lebih menganjurkan terapi jangka pendek dengan
perpaduan obat HRE/5 H2R2 (Isoniazid + Rifampisin + Etambutol setiap hari selama
satu bulan, dan dilanjutkan dengan Isoniazid + Rifampisin 2 kali seminggu selama 5
bulan)(2).

A. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa:
Pengobatan untuk pasien ini tergolong dalam pengobatan TB yang
berat yaitu:
-Fase intensif : digunakan minimal 4 obat. Yaitu Rifampisin (10-20
mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari), INH
(5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari),
Pirazinamid (15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal
2000 mg/hari), Etambutol (15-20 mg/kgBB/hari,
dosis maksimal 1250 mg/hari). Pengobatan fase
intensif dilakukan selama 2 bulan.
-Fase lanjutan : digunakan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan,
-Anti-inflamasi : untuk TB berat seperti TB Milier, ditambahkan
kortikosteroid sebagai anti-inflamasi yaitu prednison
dengan dosis 1-2mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3
dosis, maksimal 60mg/hari. Lama pemberian 2-4
minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tapering off
selama 2-6 minggu.

b. Non medikamentosa:

-Lacak sumber penularan, sumber penularan pada anak adalah orang


dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.
Pada kasus ini diperkirakan sumber penularan adalah sang ayah, oleh
karena itu, diperlukan edukasi kepada keluarga agar sang ayah dibawa
ke puskesmas terdekat untuk di diagnosis ulang.

-edukasi kepada keluarga agar pasien minum obat secara teratur


(adheren) dan dihabiskan sesuai resep dokter walaupun merasa sudah
sembuh. Selain itu diberitahukan juga efek samping obat yang mungkin
terjadi. Dan minta agar pasien datang kembali tiap 2 minggu selama 2
bulan untuk mengevaluasi efek samping obat (pemeriksaan fungsi hati -
> SGOT/SGPT)

-perbaikan gizi pasien meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin


dan mikronutrien agar keadaan gizinya membaik sehingga imunitasnya
juga membaik.
-karena termasuk TB berat maka diperlukan pembatasan aktifitas fisik.

9. Prognosis

1. Jika berobat teratur sembuh total (95%).


2. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin
relaps(7).

10. Komplikasi

 Perdarahan (hemaptoe) massif, aspirasi, syok, pnemonia, abses paru.

 Kematian akibat aspirasi

 Sepsis (8).

A. Komplikasi
- Paru :
1. Pneumothoraks
2. Bronkiektasis
3. Abses Paru
- Penyebaran secara hematogen :
1. TB kulit
2. Meningitis TB
3. Spondylitis
4. TB ginjal
5. Peritonitis TB
- Penyebaran secara limfogen :
1. Lymphodenitis TB
KESIMPULAN

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini


berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan, disebut sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman ini mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup
ditempat gelap dan lembab. Cara penularannya melalui droplet (percikan dahak).
Kuman dapat menyebar langsung ke jaringan sekitar, pembuluh limfe, dan pembuluh
darah.

Pada pasien ini masih mengalami fase yang belum begitu parah, dengan kata
lain, belum ada komplikasi dan biasanya pada kasus seperti ini dilakukan pengobatan
dengan OAT.
OAT yang digunakan pada pasien ini menggunakan 4 jenis obat, yaitu
Rifampisin, INH, Pirazinamid, dan Etambutol. Juga ditambah dengan kortikosteroid
sebagai anti-inflamasi, yaitu Prednison.

 Terdapat bercak infiltrat di kedua lapang paru


 Hilus menebal
 Terdapat kompleks Ranke
 Terdapat Lesi primer Ghon
 Terdapat limfadentis regional
DAFTAR PUSTAKA

(1) Pedoman Nasional TB Anak, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2005.

1. Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M.,1995., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit., Edisi 4., Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.,Hal: 753-762.

2. Bahar., A., 1998., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam., Jilid II., Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta., Hal:715-719

3. Dorland., 2002.,Kamus Kedokteran Dorland.,Edisi 29.,Penerbit Buku Kedokteran


EGC.,Jakarta.,Hal:2306
4. Daniel., M.T., 1999., Harrison; Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam; Tuberkulosis.,
Vol 2., Penerbit Buku Kedokteran EGC., Jakarta., Hal: 799-807.

5. Mansjoer, Arief.,2004.,Kapita Selekta Kedokteran.,Jilid I.,Penerbit Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.,Jakarta., Hal:472-476.

6. Amin, M., Alsagaff, H., Saleh., T.W.B.M., 1996., Ilmu Penyakit Paru., Airlangga
University Press., Hal: 13-35.

7. Standar Pelayanan Medis RSUP DR. Sardjito., 2000., Tuberkulosis Paru., Medika
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada., Yogyakarta., Hal 51-53.

8. Corwin., E.J., 2001., Buku Saku Patofisiologi., Penerbit Buku Kedokteran EGC.,
Jakarta., Hal:414-416.

9. Rasad, S.,Kartoleksono.S.,Ekayuda,I.,2001.,Radiologi Diagnostik., Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.,Jakarta.

10. Simon, G.,1986., Diagnostik Rontgen Untuk Mahasiswa Klinik Dan Dokter
Umum.,Penerbit Erlangga.,Jakarta., Hal:280-296.

11. WHO.,1995.,Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum.,Penerbit Buku


Kedokteran EGC.,Jakarta., Hal:62

12. Cool FD, Leith DE. Padaophysiology of cough. Dalam: Clinics in Chest Medicine.
Braman SS (ed.). Philadelphia: WB Saunders Co, 1997: 189-95.

13. Fishman AP. Cough. Pulmonary Diseases and Disorders, second edition. New
York: McGraw-Hill Co, 1998: 342-6.

14.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_GambaranKlinisTuberkulosisMilier.pdf/1
0_GambaranKlinisTuberkulosisMilier.html

Anda mungkin juga menyukai