2.1 Emerging Disease
2.1 Emerging Disease
1 Emerging Disease
2.1.1 Pengertian
Emerging disease adalah penyakit baru, masalah baru dan ancaman baru. Emerging
disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit
menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir (Mayer, 2000).
Emerging disease adalah suatu penyakit yang meningkat cepat kejadian dan
penyebarannya. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru yang merupakan akibat dari
perubahan organisme, penyebaran infeksi yang lama ke daerah atau populasi yang baru.
keseimbangan alam khususnya predator, serta patogen dan vektornya. Beberapa perubahan
ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak langsung
Meskipun kemajuan luar biasa dalam penelitian medis dan perawatan selama abad 20,
penyakit menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia karena tiga alasan:
(1) munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease); (2) munculnya kembali penyakit
menular lama (re-emerging disease), dan (3) intractable infectious disease (Schriefer, 2012).
Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya
atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade
terakhir. Re-emerging disease atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah penyakit
menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden dimasa lampau.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua permasalahan ini selalu muncul hampir disetiap
tahunnya,yaitu :
Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi
Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel
diseases)
Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis (Schriefer, 2012).
Sudah banyak microbial agent (virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi menyebabkan
wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola penyakit
tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti yang dirilis dalam National
Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar,
yaitu :
1. Grup I : Pathogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir
ekosistem dan fungsinya. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya
keseimbangan alam khususnya predator, serta patogen dan vektornya. Beberapa perubahan
ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak langsung
Penyebab gangguan ekosistem sangat banyak, termasuk perubahan suhu rata-rata lokal,
perubahan siklus air, perubahan distribusi air akibat irigasi dan pembangunan bendungan,
perubahan akibat pencemaran pupuk dan pestisida, sampai pada perubahan akibat urbanisasi.
Umumnya gangguan ekosistem, kerusakan dan fragmentasi habitat terjadi sebagai akibat dari
konversi habitat alami menjadi lahan pertanian atau peternakan, pemukiman. Hal tersebut
menjadi penyebab utama meningkatnya penyakit infeksi menular pada manusia dewasa ini
(Mayer, 2000).
Hutan merupakan habitat asli banyak jenis serangga yang terlibat dalam transmisi
penyakit. Beberapa kelompok serangga yang menjadi vektor utama penyakit menular adalah
nyamuk Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia ; lalat hitam Simulium ; lalat Chrysops dan lalat
tsetse Glossina. Deforestasi menciptakan batas hutan dan interface baru yang memacu
pertumbuhan populasi hewan inang reservoir dan vektor. Secara bersamaan adanya batas hutan
yang baru seringkali menarik perhatian manusia untuk menghuni daerah perbatasan hutan yang
beresiko tinggi (Molyneux, 2008).
Kerusakan habitat hutan juga menyebabkan perubahan atau hilangnya vektor yang
sebelumnya menempati habitat tersebut. Ketidakberuntungnya adalah jenis vektor pengganti
ternyata merupakan inang yang lebih disukai oleh patogen dan mempunyai dominansi yang
tinggi terhadap populasi vektor sebelumnya. Deforestasi semacam ini menyebabkan terjadinya
penurunan biodiversitas vektor serangga hutan. Meledaknya penyakit malaria akibat populasi
nyamuk Anopheles yang meningkat, merupakan contoh paling umum akibat deforestasi, seperti
terjadi di negara-negara Asia tenggara dan Amerika Selatan (Molyneux, 2008).
Deforestasi juga menyebabkan terjadinya wabah penyakit manusia yang diperantarai oleh
siput. Wabah schistosomiasis terjadi akibat ledakan populasi siput yang menjadi vektor dari
cacing Schistosoma. Meningkatnya populasi satu jenis siput menjadi yang dominan di ekosistem
hutan yang rusak, telah menyebabkan berkurangnya biodiversitas siput dan meningkatnya
penderita schistosomiasis penduduk yang tinggal di sekitar hutan. Contoh wabah schistosomiasis
yang disebarkan oleh siput terjadi Kamerun dan Filipina (Paterson, 2008).
Sumber air dan badan-badan air yang secara alamiah berupa sungai, rawa dan danau
merupakan habitat dari banyak jenis mahluk hidup yang membentuk ekosistem air tawar seperti
sungai, rawa dan danau. Pembangunan saluran irigasi, waduk dan bendungan telah mengubah
keseimbangan ekosistem yang menyebabkan terjadinya ledakan penyakit menular (Molyneux,
2008).
Contoh yang paling akurat adalah pada tahun 1990 di India terjadi wabah yang dikenal
dengan “irrigation malaria” yang menimpa lebih dari 200 juta penduduk pedesaan di India. Hal
ini terjadi akibat buruknya sistem irigasi yang menyebabkan terjadinya ledakan populasi nyamuk
Anopheles culicifacies yang merupakan vektor utama malaria di India (Molyneux, 2008).
3. Perkembangan pertanian
Pertanian dalam arti luas mencakup budidaya tanaman, perikanan dan peternakan. Ternak
dan unggas menjadi hewan reservoir dari banyak patogen penyakit menular manusia.
Perkembangan perikanan dan peternakan memberikan kontribusi pada penyebaran dan
munculnya penyakit menular baru (Tishkoff, 2004).
4. Urbanisasi
Manusia modern di banyak negara di dunia melakukan urbanisasi ke kota-kota besar. Hal
itu menyebabkan populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan penduduk desa. Makin
meningkatnya laju urbanisasi ke kota membutuhkan pemekaran daerah untuk pemukiman,
sehingga terjadi perubahan ekosistem di daerah suburban. Perubahan daerah suburban telah
menyebabkan ledakan penyakit menular manusia seperti demam berdarah dengue (DBD) yang
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti, seperti terjadi di Singapura, Rio de Janeiro dan Jakarta
(Mayer, 2000).
Pemukiman kumuh akibat urbanisasi merupakan lingkungan dengan sanitasi yang sangat
buruk. Genangan-genangan air banyak ditemukan di pemukiman kumuh dan sanitasi yang buruk
tersebut menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamuk A. aegypti yang menjadi
vektor utama virus DBD (Molyneux, 2008).
Selain nyamuk, hewan reservoir yang menjadi vektor penyakit menular manusia yang
hidup di daerah pemukiman kumuh adalah tikus. Tikus menjadi hewan yang mengikuti migrasi
penduduk dari satu tempat ke tempat yang baru. Sanitasi lingkungan yang buruk menambah
peluang populasi tikus untuk meledak sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penyakit
leptospirosis menjadi wabah yang banyak terjadi di pemukiman kumuh (Mayer, 2000).
5. Perubahan Iklim
Bukti iklim bumi yang meningkat dikarenakan gas greenhouse yang berasal dari aktivitas
manusia telah banyak buktinya, dan dampak dari iklim global telah merobah sistim biologi yang
mengkontrol terjadinya suatu penyakit. Perobahan iklim telah mengganggu ekosistim sehingga
mempengaruhi populasi serta interaksi antara vektor penyakit, inang dan pathogen. Ledakan
penyakit kolera telah dihubungkan dengan peningkatan suhu dimana suhu yang lebih panas
tersedianya nutrisi seperti fitoplankton yang merupakan sumber makanan dari copepod yang
merupakan vektor Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera. Perubahan iklim juga
mempengaruhi vektor penyakit seperti dicontohkan pada nyamuk. Nyamuk secara umum
repoduksinya meningkat, dan juga menggigit lebih banyak pada suhu yang lebih panas (Paterson,
2008).
6. Biogeografi Penyakit
Suatu spesies patogen mungkin memiliki toleransi yang besar terhadap abiotik kondisi
seperti temperatur, curah hujan atau radiasi matahari, namun faktor biotik seperti vektor
menyebabkan penyebarannya terbatas. Kekebalan tubuh juga sangat berperan seperti pada
penyakit Lesmaniasis yang disebabkan oleh Leishmania spp. Disamping itu ras manusia juga
mempengaruhi terjadinya penyakit (Carvalho et al., 2009).
wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola penyakit
tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti yang dirilis dalam National
Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar,
yaitu :
Grup III : Pathogen yang berpontesial sebagai bioterorisme (Carvalho et al., 2009).
WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan
dini (early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistemsurveillance untuk
emerging dan re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem
surveillance merujuk kepada pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara
sistemik yang akan digunakan sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan
evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan
sistem surveillance ini seperti dalam kasus severe acute respiratory syndrome (SARS), di mana
salah satu aktivitas di bawah ini direkomendasikan untuk harus dilaksanakan yaitu:
1. Komprehensif atau surveillance berbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual
dengan gejala acute respiratory ilness ketika masuk dalam rumah sakit.
2. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory
3. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory
dan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory illness
(Paterson, 2008).
1) Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi dan angka
prevalensi, deteksi kejadian luar biasa, pemantauan terhadap intervensi, dan memprediksi
bahaya baru.
2) Melakukan tindakan dan intervensi. Sehingga diharapkan munculnya kejadian luar biasa
yang bersifat endemik,epidemik dan pandemik dapat dihindari dan mengurangi dampak
2.2.1 Pengertian
Ebola Virus Disease (EVD) adalah salah satu dari banyak penyakit demam berdarah
virus. lni adalah penyakit yang sering beraklbat fatal pada manusla dan primata (seperti monyet,
gorlla, dan simpanse). EVD disebabkan oleh infeksi dengan virus dari genus Ebolavirus. Ketika
infeksi terjadi, gejala biasanya muncul secara tiba-tiba. Spesies Ebolavirus pertama ditemukan
pada tahun 1976 di tempat yang sekarang dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo dekat
Sungal Ebola. Sejak itu, wabah terus muncul secara sporadls (Ksiazek et al., 1999).
Ada lima subspesies dari Ebolavirus. Empat darl lima telah menyebabkan penyakit pada
manusia; virus Ebola (Zaire ebola virus); Virus Sudan (Sudan ebolavirus); Virus TAl Forest
(TAl Forest ebolavirus, sebelumnya Pantai Gading ebolavirus); dan virus Bundibugyo
penyakit pada primata bukan manusia, tapi tidak pada manusia. Host reservoir dari Ebolavirus
masih belum diketahui. Namun, atas dasar bukti yang tersedia dan sifat virus yang sama, peneliti
percaya bahwa kelelawar menjadi reservoir yang paling mungkin, Empat dari lima subtipe
Pada awal mulanya virus ini diyakini menulari manusia lewat daging gorila yang dijual
dan disantap oleh masyarakat di Afrika. Namun, beberapa ilmuwan meragukan teori itu. Para
ilmuwan itu lebih meyakini kelelawar buah sebagai penyebab utama melalui beberapa penelitian
yang dilakukan oleh Emerging Infectious Diseases. Di Afrika, kelelawar buah, terutama spesies
dari genus Hypsignathus Monstrosus, Epomops Franqueti dan Torquata Myonycteris, dianggap
mungkin host alami untuk virus Ebola. Akibatnya, distribusi goegrafis dari virus Ebola menjadi
tumpah tindih dengan berbagai kelelawar buah lainnya. Kelelawar buah diyakini dapat
membawa dan menyebarkan virus tanpa terjangkit. Penularan itu terjadi ketika monyet atau
manusia memakan buah yang telah terkena air liur kelelawar; atau dapat juga disebabkan ketika
monyet atau manusia menyentuh benda-benda yang telah terkena air liur kelelawar, yang
kemudian menyentuh mata atau mulut sendiri. Namun demikian, virus Ebola juga ditemukan di
Virus Ebola tidak menular melalui udara, tetapi melalui kontak langsung dengan cairan
penderita, seperti darah, kotoran, keringat dan muntah. Namun demikian, virus Ebola terus
bermutasi dengan cepat. Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di
Universitas Minnesota, Michael Osterholm, dalam sebuah artikelnya yang dikutip Reuter,
menyebutkan bahwa ancaman penyebaran Ebola melalui udara adalah nyata, sebagai resiko dari
hasil mutasi Ebola. Beberapa ahli virus meragukan pandangan dan peringatan Michael
Osterholm itu, walaupun mereka mengakui bahwa virus Ebola terus mengalami mutasi (Grard et
al., 2007).
Pemutasian virus Ebola dibuktikan dalam sebuah studi yang dipublikasikan melalui
jurnal sains pada Agustus lalu. Para peneliti menemukan 99 Genom virus Ebola dari sampel
cepat dan variasi genetik, atau dengan kata lain frekuensi perubahan virus dalam jumlah besar
hanya dalam beberapa pekan awal terjadinya wabah. Namun demikian, perubahan virus Ebola
tidak terasosiasi dengan perubahan biologis atau fungsi biologisnya, yang tidak memberi
kemampuan virus baru menyebar melalui udara. Seperti HIV dan flu, virus Ebola merupakan
virus yang material genetiknya terkandung dalam asam Ribonukleat (RNA), bukan asam
Deoksiribonukleat (DNA).Hal ini dikatakan oleh Anthony Fauci dari Institut Nasional AS pada
Virus Ebola memiliki daya tahan hidup cukup lama di permukaan benda. Untuk itu,
benda yang telah terkontaminasi dengan cairan tubuh penderita, seperti sarung tangan karet,
jarum suntik atau baju khusus yang dikenakan para medis saat menangani pasien Ebola, dapat
menjadi media penularan virus ini. Semua alat-alat medis hanya sekali pakai. Benda-benda yang
telah terkontaminasi dengan cairan penderita harus dibakar, sebagai cara untuk mencegah
penularannya. Cara yang salah saat penanganan proses pemakaman korban Ebola, dengan cara
menyentuh langsung korban, turut menjadi andil dalam penyebaran virus ini secara meluas.
virus ini, apabila tidak menggunakan pakaian khusus dan mengikuti prosedur standar yang telah
Hal yang tersulit dari virus Ebola adalah pendeteksian awal pada orang yang terjangkiti
virus ini. Orang yang terjangkiti Ebola akan menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit
dan infeksi lain. Untuk itu, bila ingin melakukan diagnosis, penyakit yang menunjukkan gejala
serupa, seperti malaria, kolera, demam berdarah, types dan virus-virus lainnya harus
dikecualikan terlebih dahulu. Orang yang terinfeksi Ebola akan menunjukkan gejala flu, demam
tinggi, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot, yang kemudian dikuti dengan mual, muntah,
diare dan ruam. Pada fase yang lebih lanjut, virus ini dapat menimbulkan gangguan funsi ginjal,
hati dan pendarahan—pendarahan internal dan eksternal. Pendararah dapat terjadi pada kulit,
penanganan terhadap suspek Ebola harus dilakukan dengan sesegera mungkin. Bila tidak
ditangani dengan cepat dan tepat, tingkat kematian pada pasien Ebola adalah 90%. Andaipun
mendapat perawatan medis yang optimal, jika terlambat didiagnosa, tingkat mortalitas masih
Penyakit ebola sangatlah berbahaya karena pada saat virus Ebola menginfeksi tubuh
manusia, dengan segera virus tersebut masuk ke dalam sel tubuh dan menggandakan diri, yang
membuat sel tubuh pecah dan mengeluarkan virus-virus baru yang akan menginfeksi sel tubuh
lainnya dan mengacaukan system tubuh secara keseluruhan. Virus Ebola juga memproduksi
protein yang disebut ebolavirus glycoprotein, yang langsung menempel pada sel dalam
pembuluh darah. Protein ebolavirus glycoprotein akan menipiskan lapisan pembuluh, yang
Virus Ebola juga menurunkan kemampuan tubuh dalam mengkoagulasi darah yang
menyebabkan pendarahan internal. Di samping itu, virus Ebola juga melemahkan system
kekebalan tubuh, seperti yang dilakukan virus HIV yang menyebabkan AIDS. Bedanya, virus
Ebola akan memengaruhi sel darah putih dan membuat sel tersebut tidak bisa memperingatkan
tubuh akan bahaya kesehatan yang mengancam, terutama dari hati, ginjal, empedu dan otak.
Ketika sel darah putih dilemahkan virus Ebola, tubuh akan memproduksi molekul yang
disebut sitokin. Dalam kondisi tubuh yang sehat, keberadaan sitokin akan merangsang otak untuk
melepaskan sel penangkal penyakit. Namun, dalam kasus virus Ebola, sitokin dilepaskan terlalu
berlebihan, sehingga menyebabkan gejala seperti flu. Ini merupakan gejala awal Ebola (Leroy,
2000).
Secara umum, tahap pertama Ebola memang dimulai dengan gejala mirip flu. Namun,
jika Ebola tidak segera ditangani, dari gejala mirip flu, virus akan terus melemahkan pertahanan
tubuh dan membuat pasien mengalami dehidrasi parah dari muntah, diare, dan tekanan darah
yang rendah. Pendarahan hanya akan muncul pada tahap terakhir serangan virus Ebola, yang
pada akhirnya membuat pasien Ebola akan meninggal karena shock dan kegagalan fungsi multi
organ. Orang yang terinfeksi dapat bertahan terhadap serangan virus Ebola, apabila orang
tersebut memiliki imunitas yang sehat. Jika system kekebalan tubuh berada dalam kondisi
optimal, semua infeksi virus bisa dimentahkan. Selain itu, kecepatan diagnosa juga sangat
menentukan. Semakin cepat penanganan medis diberikan setelah terinfeksi, semakin tinggi
Penyakit lain yang biasanya terdeteksi sebelum seorang penderita didiagnosis EVD
antara lain: malaria, demam typhoid, shigellosis, kolera, leptospirosis, pes, rickettsiosis, demam
kambuh, meningitis, hepatitis dan demam berdarah virus lainnya (Leroy, 2000).
lnfeksi virus Ebola dapat didiagnosls di laboratorium melalui beberapa jenis tes:
menguji darah untuk antibodi virus, RNA virus, atau virus itu sendiri. Ketika seseorang terinfeksi
Ebola, hal yang bisa dilakukan dokter adalah terus mencoba untuk mempertahankan tekanan
darah pasien tetap normal dengan memberikan cairan khusus yang mengandung elektrolit dan
obat-obatan. Bila seorang pria selamat dari penyakit ini, pria tersebut masih bisa menularkannya
Pengobatan standar untuk EVO masih terbatas pada terapi suportif.lni terdiri dari:
Memberikan pengobatan untuk setlap kompfikasi infeksl yang terjadi (MacNeil, 2011).
Pengobatan tepat waktu pada penderita EVD adalah penting walaupun sangat menantang
karena penyakit ini sulit untuk dldiagnosis secara klinis pada tahap awal lnfeksi. Karena gejala
awal seperti sakit kepala dan demam tidak spesifik untuk menentukan seseorang terinfeksi EVD,
kasus EVD mungkin awalnya salah didiagnosis, Namun, jika seorang pasien memiliki gejala
awal EVD dan ada alasan kuat sehingga pasien tersebut dinyatakan sebagai suspek, pasien harus
diisolasi dan petugas kesehatan harus segera mengetahui hal ini. Terapi suportif dapat
dilanjutkan dengan menggunakan pakaian pelindung yang tepat sampai sampel dari pasien diuji
tahap pengujian, namun belum ada satu pun yang dapat digunakan untuk kasus klinis. Penderlta
sakit parah memerlukan perawatan yang intensif. Pasien serlng mengalami dehldrasi dan
membutuhkan rehidrasi oral dengan larutan yang mengandung elektrolit atau cairan intravena
(MacNeil, 2011).
Tidak ada pengobatan khusus yang dapat dilakukan. Beberapa obat baru maslh.dalam
tahap evaluasi. Pasien serlng mengalami dehidrasi dan membutuhkan rehidrasi oral dengan
larutan yang mengandung elektrolit atau cairan lntravena. Virus ebola menyebabkan kasus EVD
Virus ini ditemukan pada tahun 1967 (Marburg virus) dan tahun 1976 (Ebola) kedua
virus ini termasuk pada famili Filoviridae, dan merupakan virus yang berasal dari Afrika. Virus
Ebola terbatas distribusinya di daerah dataran rendah hutan tropis evergreen di Afrika (Congo
Basin, dan daerah sekitar perbatasan Liberia-Ivory Cost). Sedangkan Marburg virus terbatas
pada daerah agak humid hutan tropis di bagian timur dan selatan Afrika. Namun karena
berasosiasi dengan vektor maka virus ini sering ditemukan di luar daerah geografinya. Seperti
contoh Marburg virus di temukan di Marburg (Jerman) tahun 1967 dan Johannesburg (Afrika
Selatan) tahun 1975. Sedangkan Ebola ditemukan di Virginia, Texas dan Filipina sekitar tahun
1990an. Penyebaran keluar ini dimungkinkan oleh adanya vektor seperti primata yang
menyebar, sudah ada sekitar 900 orang yang tewas karena Ebola. Kono, virus ini menyebar cepat
karena bisa menular lewat bersentuhan dengan korban yang terinfeksi. Lebih jauh, belum ada
pengobatan yang terbukti bisa menyembuhkan Ebola. Ini pula yang membuat harapan hidup bagi
Secara umum pengenalan penyakit baru pada populasi dapat disebabkan oleh faktor-
faktor berikut:
1. Transfer antar-spesies
Dari berbagai mekanisme penyebaran penyakit yang ada, tampaknya inilah yang paling
penting. Penyakit dapat tersebar dari dan pada manusia serta mamalia lain (CDC, 2014).
2. Difusi spasial
Kemampuan manusia untuk melakukan perjalanan yang meningkat pesat mengubah ekologi
manusia dari penyakit infeksi menular. Diperkirakan satu juta orang berpindah tempat secara
internasional dalam seharinya dan satu juta orang berpindah tempat dari negara berkembang ke
negara maju (dan sebaliknya) dalam satu minggu (Garrett, 1996 dalam Mayer). Sehingga jika
seseorang terkena penyakit di satu benua makan esok harinya ia dapat berpindah tempat ke
benua lain dan menyebarkan penyakit tersebut. Sehingga pola difusi secara khusus akan dapat
ditentukan dengan memahami asal dan tujuan perjalanan manusia (CDC, 2014).
3. Evolusi patogenik, atau perubahan dalam struktur dan imunitas dari patogen yang lebih awal
muncul
Virus dapat melakukan mutasi, mungkin diakibatkan oleh resistensi antimicrobial, tapi
mutasi pun dapat terjadi secara acak. Jika mutasi ini terjadi secara acak, maka kemunculan
penyakit pun dapat terjadi di daerah mana saja secara acak. Namun bagaimanapun
penyebarannya akan tergantung dari orang yang membawanya. Kemunculan penyakit dalam
populasi manusia akan tergantung dari kecocokan dalam ruang dan waktu dari agen dan inang
4. Deskripsi baru dari patogen yang telah ada di manusia selama bertahun-tahun namun baru
dikenali
Penyakit dapat tidak dikenali akibat dari kurngnya teknologi untuk mengidentifikasi penyakit
atau kurangnya kerangka kerja konseptual untuk mengenali sindrom secara benar dan
Penyebab ekonomi dan sosial dari kemunculan penyakit yakni perubahan dalam penggunaan
lahan, pekerjaan dan aktivitas manusia, dan urbanisasi, terintegrasi dengan faktor biologis seperti
mutasi, faktor genetik dan perubahaan dalam zoonotic pool. Pengetahuan akan pola pergerakan
manusia dan transportasi sangat penting untuk memahami pola kemunculannya dan semua ini
Sejak Ebola kembali merebak dan menjadi epidemi di kawasan Afrika Barat pada awal
tahun ini, berbagai upaya dilakukan untuk membendung penyebaran lebih jauh lagi. WHO
mendorong dunia internasional lebih aktif lagi untuk melakukan pencegahan itu. Badan
kesehatan dunia ini menghimbau pada dunia internasional untuk lebih banyak lagi mengirimkan
tenaga medis ke Afrika Barat. Laju penyebaran virus Ebola di keempat negara yang menjadi
daerah epidemi, tidak sebanding dengan tenaga medis yang tersedia saat ini. Hambatan lain
yang tersedia membuat semakin sulit untuk mengatasi penularannya (Kompas, 2014).
Menanggapi seruan WHO itu, Barack Obama, Selasa, 16 September 2014, menyatakan
akan mengirimkan 3.000 personel militer AS ke kawasan Afrika Barat, dalam upaya global
melawan Ebola. Prancis, melalui Presiden Francois Hollande, mengumumkan rencana untuk
membangun rumah sakit militer di kawasan hutan terisolasi di Guinea (Kompas, 2014).
Sejak Ebola pertama kali ditemukan pada tahun 1976, para ahli di berbagai negara seolah
berpacu dengan waktu untuk menemukan obat yang mampu melawan ganasnya virus Ebola.
ZMapp, yang diproduksi oleh Mapp Biopharmaceutical di San Diego, AS, adalah salah satu obat
dari sedikit obat yang dibuat untuk melawan Ebola. Obat ini belum pernah diujicobakan kepada
manusia, namun memiliki reaksi yang positif pada simpanse. Obat yang belum pernah diujikan
pada manusia, memiliki resiko bahaya. Namun, WHO terpaksa menyetujui menggunakan obat
itu pada penderita Ebola, mengingat tingkat terjangkitan yang tinggi (WHO, 2013).
Dokter Kent Brantly, Direktur medis untuk kelompok Pusat Pengelolaan Konsolidasi
Kasus Ebola, yang juga tergabung dalam organisasi amal Samaritan Purse, dan Nancy Writebol,
seorang pekerjaan kemanusiaan yang bekerja untuk organisasi amal Serving In Mission (SIM),
adalah dua penderita Ebola yang sembuh setelah menggunakan obat ZMapp, dalam sebuah
pengawasan perawatan yang ketat di Unit Penyakit Menular Rumah Sakit Emory, AS. Meskipun
demikian, obat ini belum dapat dikatakan ampuh untuk melawan virus Ebola. Pendeta Miguel
Pajares (Spanyol) dan dokter Abraham Borbor (Liberia), dua pasien Ebola sebelumnya yang
meninggal, meskipun telah diberikan obat ini. Walaupun keampuhan masih diragukan, obat
ZMapp tetap dikirimkan ke negara-negara epidemi Ebola, yang membuat ketersediaan obat ini
semakin menipis. Hal ini disebabkan oleh produksi ZMapp cukup lambat. Anti bodinya harus
ditumbuhkan menggunakan daun tembakau yang dimodifikasi secara khusus (MacNeil, 2011).
Untuk mengisi kukurangan dan kekosongan obat ZMapp dengan obat lainnya, Jepang
menawarkan diri untuk menyediakan obat anti influenza, yaitu Favipiravir bagi penderita Ebola.
Obat ini dikembang oleh Toyama Chemical Co, anak perusahaan Fujifilm Holdings Corp. Takao
Aoki menyebutkan virus Ebola dan influenza memiliki tipe yang serupa dan respon yang sama.
Obat Favipiravir dapat mencegah replikasi gen virus di dalam sel yang terinfeksi untuk
mencegah propagasi. Sementara, obat anti replikasi lainnya dirancang untuk menghambat
Untuk mengatasi penyebaran Ebola yang demikian cepat, pemerintah Kanada turut
menyumbang 1.000 dosis vaksin yang diberi nama VSV-EBOV. Vaksin ini sama dengan obat
ZMapp, belum pernah diuji pada manusia. Vaksin ini baru dicoba pada hewan primate dan
dinilai cukup menjanjikan untuk menangkal penyebaran virus Ebola (Towner, 2008).
Setelah berhasil pulih dari penyakit Ebola, orang yang terinfeksi virus tersebut diyakini
memiliki anti bodi di dalam tubuhnya. System kekebalan tubuh dari bekas pasien Ebola akan
membantu melawan virus pada orang yang tengah terinfeksi Ebola. Hal ini dilakukan oleh dr.
Kent Brantly pada salah seorang pekerja kemanusiaan dr. Rick Sacra. Meskipun penggunaan
serum dari bekas pasien yang berhasil selamat dari satu penyakit, bukanlah hal yang baru, WHO
terus mendorong untuk menggunakan metode itu. Tidak mengherankan bila kini di Negara
tertentu, darah bekas penderita Ebola ramai diburu orang, khususnya di pasar gelap. Hingga saat
ini, dunia internasional terus berusaha melakukan perlawanan terhadap Ebola. Pemerintah di