Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang [1,2,3,4]


Mata merupakan salah satu indera pada manusia yang berfungsi dalam
penglihatan. Lebih dari setengah reseptor sensorik yang ada dalam tubuh
manusia terletak di mata. Reseptor sensorik pada mata terdapat pada retina.
Retina merupakan suatu struktur yang sangat kompleks dan sangat
terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi
penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus
ke korteks visual. Beberapa gangguan dapat terjadi pada retina, salah satunya
adalah retinopati.
Retinopati adalah kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang.
Retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi mikrovaskular dari Diabetes
Melitus (DM). Komplikasi ini terjadi karena hiperglikemia pada pembuluh
darah dalam jangka waktu yang lama. Retinopati diabetik merupakan salah satu
penyebab kebutaan terbanyak setelah katarak. Seiring meningkatnya jumlah
penderita DM, meningkat pula prevalensi retinopati diabetik dan risiko
kebutaan.
Penyebab retinopati diabetik masih belum diketahui pasti, namun
hiperglikemia yang berlangsung lama diduga merupakan faktor resiko utama.
Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini penting dalam mencegah
timbulnya retinopati diabetik. Keterlambatan diagnosis retinopati diabetik dan
tidak adanya gejala pada awal perjalanan penyakit menyebabkan sebagian
besar kasus retinopati diabetik tidak terdeteksi hingga terjadi kerusakan
pembuluh darah retina dan kebutaan pada mata secara permanen (irreversible).
Jumlah pasien DM diseluruh dunia menurut International Diabetes
Federation (IDF) menyatakan bahwa jumlah populasi diabetes akan meningkat
dari 382 juta pada 2013 menjadi 592 juta pada tahun 2035. Indonesia
menempati peringkat ke tujuh dengan jumlah pasien diabetes sebanyak 8,5
juta, pada tahun 2013. Diabetes mellitus merupakan penyakit sindroma
metabolik yang ditandai gangguan sekresi insulin pada sel beta di pankreas.

1
Kontrol gula darah merupakan hal yang paling penting pada pengendalian
penyakit DM agar terhindar dari komplikasi Non-proliferativ Diabetic
Retinopathy (NPDR) dan Proliferativ Diabetic Retinopathy (PDR).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana definisi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi,
manifestasi klinis, klasifikasi, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis diabetik
retinopati?

1.3 Tujuan
Mengetahui definisi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi
klinis, klasifikasi, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis diabetik retinopati.

1.4 Manfaat
Menambah wawasan mengenai penyakit pada mata khususnya diabetik
retinopati dan sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retina[5]
Retina merupakan dinding terdalam bola mata. Retina merupakan bagian
lintasan visual yang permukaannya luas, maka proses patologis retina
sangat banyak, baik yang mengenai retina sentral maupun retina perifer.
Adanya vasa-vasa darah baik arteri maupun vena, menyebabkan retina
rentan terhadap patologi vaskuler, terutama akibat dari hipertensi dan
diabetes melitus.[5]
Pada dasarnya kelainan retina ada 2 macam, yaitu kelainan retina perifer
yang meliputi kelainan vaskular, ablasi retina dan kelainan herediter, serta
kelainan makula, misalnya degenerasi senilis dan koroidoretinopati serosa
sentral (central serous choroidoretinopathy/CSCR).[5]
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
(1) membran limitans interna; (2) lapisan serat saraf, yang mengandung
akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus; (3) lapisan
sel ganglion; (4) lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan
sel gangglion dengan sel amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam
badan-badan sel bipolar, amakrin dan horisontal; (6) lapisan pleksiform
luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan
fotoreseptor; (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor; (8) memran limitans
eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan
kerucut; dan (10) epitel pigmen retina. Lapisan dalam membaran Brunch
sebenarnya merupakan membran basalis epitel pigmen retina. [2]

3
Gambar 2.1: Lapisan-lapisan retina

Retina berfungsi sebagai fotoreseptor dengan tersusun oleh sel batang


dan sel kerucut yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan mengubah
rangsangan cahaya menjadi menjadi impuls saraf untuk kemudian
dilanjutkan ke saraf optik ke korteks visual. Fotoreseptor memiliki susunan
kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang
ke perifer, dan kerapatan sel batang meningkat di perifer. Fotoreseptor
kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular
dan merupkan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang menjadi awal
proses penglihatan.[2]

2.2 Retinopati Diabetik


2.2.1. Definisi
Retinopati adalah suatu degenerasi atau kelainan retina karena
penutupan/sumbatan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
gangguan nutrisi pada retina.[5]

4
Retinopati diabetik adalah mikroangipati progresif yang ditandai
oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol pre-kapiler retina, kapiler-kapiler dan vena retina.[2] Retinopati
diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes
melitus (DM). [3]

2.2.2. Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes
memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding
nondiabetes.Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes
meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada waktu diagnosis
diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada
<5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50%
dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati
diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25%
sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun,
prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam
berbagai derajat. Di Amerika Serikat terdapat sekitar 5000 orang
mengalami kebutaan akibat diabetes. Di Inggris dan Wales, sekitar
1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total
setiap tahun.[4,8]

2.2.3. Faktor Risiko


Adapun faktor risiko retinopati yaitu:[2,5]
1. Lamanya pasien menderita diabetes. Setelah 10 tahun 60% pasien
mengalami retinopati, dan setelah 15 tahun, 80% pasien mengalami
retinopati. Pengendalian kadar gula darah yang baik akan
memperlambat terjadinya perubahan pembuluh darah.
2. Beratnya hiperglikemia. Pasien DM tipe 1 lebih beruntung
dibandingkan pasien dengan DM tipe 2 dengan kontrol gula darah

5
yang baik. Peningkatan HbA1c merupakan faktor risiko kejadian
penyakit proliferatif.
3. Hipertensi. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa baik pada
retinopati DM non-proliferativa maupun proliferativa, progresivitas
retinopati berhubungan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik.
4. Aterosklerosis
5. Hiperkolesterolemia
6. Kehamilan. Progresifitas retinopati menjadi lebih cepat pada
kehamilan.
7. Nefropati
8. Lain-lain : (Merokok, usia, jenis diabetes, inaktivitas fisik)

2.2.4. Patofisiologi

Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat


gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang
berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik
dan protein kinase C.[8]
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat
dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa
poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.
 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat
(DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas
enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk
radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
 Protein Kinase C

6
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel
vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel
endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,
yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah


terjadinya oklusi mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.
Hilangnya perfusi (nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan
leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran
dapat terjadi pada semua komponen darah.Hal ini menimbulkan area non
perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang
rusak.Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari
hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan
oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat
ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.[9]
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta
meningkatnya tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari
dinding kapiler menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding
pembuluh darah yang dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian
bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi thrombus.Konsekuensi dari
meningkatnya permeabilitas vaskular Hal ini adalah rusaknya barrier
darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang
menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun
local.Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat
kuning kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar
mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula.[9]

7
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk
nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage)
atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel
akson berorientasi vertical.Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit,
eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma,
sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.[9]
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-
1) diproduksi.Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh
darah baru pada area preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis
iridis). Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja
(NVE).[9]

2.2.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada awalnya asimtomatis. Pada kasus yang lebih
berat, biasanya dapat ditemukan penyempitan lapang pandang, floater
(bercak hitam pada lapang pandang), penurunan tajam penglihatan.[4,5]
Retinopati diabetika dapat muncul tanpa gejala, serta selanjutnya
dapat menimbulkan gangguan penglihatan sampai kebutaan, yang
biasanya terjadi setelah menderita DM selama 5-15 tahun (40-50%).
Terjadi pada 60% penderita diabetes >15 tahun. Di AS setiap tahun
>8000 penderita diabetes menjadi buta karena retinopati DM.[5]

Perubahan pada retina meliputi:[4]


1. Mikroaneurisma yaitu penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil. Kadang-kadang pembuluh
darah ini demikian kecil sehingga tidak terlihat dan dapat terlihat
dengan bantuan angiografi fluoresein. Mikroaneurisma merupkan
kelainan diabetes melitus dini pada mata. Hal ini terbenbentuk akibat
hilangnya fungsi perisit. Mikroaneurisma ini dapat pecah dan
menyebabkan kebocoran pembuluh darah ke jaringan retina di
sekitarnya.

8
Gambar 2.2. Mikroaneurisma

2. Perdarahan retina dapat berupa titik, garis, maupun bercak yang


biasanya terletak dekat mikroaneurismata. Kelainan ini dapat
digunakan sebagai prognosis penyakit. Perdarahan yang luas
memberikan prognosis yang lebih buruk dibanding yang kecil.

Gambar 2.3. Perdarahan Retina Dot, Blot, dan Flame Shaped

9
3. Dilatasi pembuluh darah vena dengan lumen ireguler dan berkelok-
kelok. Biasanya pembuluh darah tidak menyebabkan perdarahan. Hal
ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang disertai dengan kelainan
endotel dan eksudasi plasma.3
4. Eksudasi baik hard exudate maupun soft exudate. Hard exudate
merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya ireguler,
kekuning-kuningan. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu. Kelainan ini terutama banyak ditemukan pada
keadaan hiperlipoproteinemia. Soft exudate yang sering disebut cotton
wool patches yang merupkan iskemia retina. Kelainan ini akan
memperlihatkan bercak berwarna kuning dan difus.2,3

Gambar 2.4. Hard Eksudat


5. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan
jaringan. Neovaskularisasi yang terjadi akibat proliferasi sel endotel
akan tumbuh berkelok-kelok dengan bentuk ireguler.
6. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajan penglihatan pasien.

Retinopati diabetika secara klinis dibagi menjadi dua tipe.


Retinopati diabetika non-proliferatif (karena hiperpermeabilitas
pembuluh darah memiliki tanda-tanda yaitu mikroaneurisma, berupa
tonjolan dinding kapiler terutama daerah kapiler vena), eksudat keras
dan lunak, perdarahan retina, serta dengan/tanpa edema makula.[5]

10
Retinopati diabetika proliferativ, yang terjadi akibat adanya
proliferasi endothel sehingga timbul neovaskularisasi. Pembuluh-
pembuluh darah baru yang terbentuk tampak sebagai pembuluh darah
yang berkelok-kelok. Mula-mula terdapat pada retina menjalar ke
depan retina, kemudian dapat masuk ke badan kaca. Bila pecah dapat
menimbulkan perdarahan vitreus, perdarahan retina, dan memicu
timbulnya jaringan parut di retina. Fibrosis ini selanjutnya dapat
menarik lepas retina dari tempat melekatnya. Neovaskularisasi juga
timbul pada permukaan iris, yang disebut rubeosis iridis. Hal ini dapat
menimbulkan glaukoma karena tertutupnya sudut bilik mata oleh
pembuluh darah baru dan juga akibat perdarahan akibat pecahnya
rubeosis iridis.[4]

Gambar 2.5. Retinopati Diabetik

Gambar 2.6. Retinopati Diabetik Non-Proliferative ringan

11
Gambar 2.7. Retinopati Diabetik Proliferatif beresiko tinggi
Sebagian besar kebutaan akibat retinopati DM dapat dicegah dengan
fotokoagulasi laser yang dilaksanakan tepat waktu. Kenyataannya
sebagian besar penderita datang terlambat, di saat mana waktu ideal
untuk fotokoagulasi sudah lewat, contohnya pasien datang dengan visus
nol (tak ada persepsi cahaya) dan mata kadang terasa nyeri.[5]

2.2.6. Klasifikasi
Adapun klasifikasi retinopati diabetik digolongkan menjadi retinopati
nonproliferatif, makulopati, dan retinopati proliferatif. [2]
Retinopati nonproliferatif, retinopati deabetik merupakan suatu
mikroangiopati progresif yang ditandai dengan kerusakan dan
sumbatan pembuluh-pembuluh kecil. Kelainan patologi yang paling
dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan berkurangnya
jumlah perisit. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol
seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan
membentuk nyala api karena lokasinya berada di dalam lapisan serat-
serat yang berorientasi horizontal. [2]
Retinopati nonproliferatif ringan ditandai oleh sedikitnya satu
mikroaneurisma. Pada retinopati nonproliferatif sedang terdapat
mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manik-manik
pada vena (venous beading), dan/atau bercak-bercak catton wool
Retinopati nonproliferatif berat ditandai dengan bercak-bercak catton
wool, gambaran manik-manik pada vena, dan kelainan mikrovaskular

12
intraretina (IRMA). Stadium ini terdiagnosis dengan ditemukannya
perdarahan intraretina di empat kuadran, gambaran manik-manik vena
di dua kuadran, atau kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu
kuadran. [2]

Gambar 2.8. Retinopati nonproliferatif sedang menunjukkan


gambaran mikroaneurisma, perdarahan dalam, perdarahan berbentuk
nyala api, eksudat, dan bercak catton wool

Makulopati, Makulopati diabetik bermanifestasi sebagai penebalan


atau edema retina setempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh
kerusakan sawar darah-retina pada tingkat endotel kapiler retina, yang
menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan kostituen plasma ke
retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien
diabetes tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah kelainannya
bermakna secara klinis, yang ditandai dengan penebalan retina
sembarang pada jarak 500 mikron dan fovea, eksudat keras pada jarak
500 mikron dari fovea yang berkaitan dengan penebalan retina, atau
penebalan retina yang ukurannya melebihi satu diameter diskus dan
terletak pada jarak satu diameter diskus dari fovea. [2]
Makulopati juga bisa terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh edema
makula, perdarahan dalam, dan sedikit eksudasi. Angiografi fluorosein
menunjukkan hilangnya kapiler-kapiler retina disertai pembesaran zona
avaskular fovea . [2]

13
Gambar 2.9. Angiogram fluorosein menunjukkan hipofluoresensi
kapiler nonperfusi (panah), dengan perluasan zona avaskular fovea, ciri
khas makulopati diabetik iskemik.

Retinopati Proliferatif, komplikasi mata yang paling parah pada


diabetes melitus adalah retinopati diabetik proliferatif. Iskemia retina
yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-
pembuluh halus baru yang menyebabkan kebocoran protein-protein
serum (dan fluorosens) dalam jumlah besar (Gambar 2.7 dan Gambar
2.8). Retinopati diabetik proliferatif awal ditandai oleh kehadiran
pembuluh-pembuluh baru pada diskus optikus (NVD) atau di bagian
retina manapun (NVE). Ciri yang beresiko tinggi ditandai oleh
pembuluh darah baru pada diskus optikus yang meluas lebih dari
sepertiga diameter diskus, sembarang pembuluh darah baru pada diskus
optikus yang disertai perdarahan vitreus, atau pembuluh darah baru di
bagian retina manapun yang besarnya lebih dari setengah diameter
diskus dan disertai perdarahan vitreus. [2]

14
Gambar 2.10. Jaringan Gambar 2.11. Angiogram
neovaskular berbentuk daun fluoresein retinopati diabetik
pakis (panah) berasal dari proliferatif menunjukkan
cabang-cabang halus pembuluh kebocoran dari jaringan
darah superotemporal pada neovaskular. Daerah-daerah
retinopati diabetik proliferativ. pinpoint hiperfluoresensi adalah
mikroaneurisma.
Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi ke permukaan
posterior vitreus dan akan timbul saat vitreus mulai berkontraksi
menjauhi retina. Apabila pembuluh tersebut berdarah, perdarahan
vitreus yang masif dapat menyebabkan penurunan penglihatan
mendadak (Gambar 2.12). Sekali terjadi pelepasan vitreus posterior,
mata beresiko mengalami neovaskularisasi dan perdarahan. Pada mata
retinopati diabetik proliveratif dan adhesi vitreoretinal persisten,
jaringan neovaskular yang menimbul dapat mengalami perubahan
fibrosa dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat, yang
menyebabkan traksi vitreoretina. Hal ini dapat menyebabkan ablatio
retinae akibat traksi progresif atau, apabila terjadi robekan retina,
ablatio regmatogenosa. Ablatio retinae dapat ditandai atau ditutupi oleh
perdarahan vitreus. Apabila kontraksi vitreus di mata tersebut telah
sempurna, retinopati proliferatif cenderung masuk ke dalam stadium
“involusional” atau burned-out. Penyakit mata diabetes lanjut juga
dapat disertai komplikasi neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan
glaukoma neovaskular. [2]

15
Gambar 2.12 Retinopati diabetik proliferatif dengan perdarahan
praretina yang menutupi makula inferior. Juga tampak eksudat
makula, mikroaneurisma, dan perdarahan intraretina.

Retinopati proliferatif berkembang pada 50% pasien diabetes tipe I


dalam 15 tahun sejak onset penyakit sistemiknya. Retinopati proliferatif
lebih jarang ditemukan pada diabetes tipe II, namun jumlah pasien
diabetes tipe II lebih banyak, pasien retinopati proliferatif lebih banyak
yang mengidap diabetes tipe II dibandingkan tipe I. [2]

16
17
Gambar 2.13. Mild NPDR

Gambar 2.14. Moderate NPDR

Gambar 2.15. Severe NPDR

Gambar 2.16. Very sever NPDR

Gambar 2.17. Early PDR

18
Gambar 2.18. High risk PDR

Gambar 2.19. Exudative diabetic


maculopathy

2.2.7. Pencitraan
Optical coherence tomography sangat bermanfaat dalam
menentukan dan memantau edema makula. Umumnya pengobatan
diperlukan pada penebalan retina lebih dari 300 mikron. [2]
Angiografi fluorosein berguna untuk menentukan kelainan
mikrovaskular pada retinopati diabetik (Gambar 2.20) dan biasanya
lebih jelas pada daerah midperifer. Kebocoran fluoresei yang disertai
dengan edema retina, mungkin membentuk gambaran petaloid edema
makula istoid atau mungkin gambaran difus (Gambar 2.21). Ini dapat
membantu menentukan prognosis serta luas dan penempatan terapi
laser. Mata dengan edema makula dan iskemia yang bermakna
mempunyai prognosis penglihatan yang lebih buruk, dengan atau tanpa
terapi laser, dibandingkan mata edema dengan perfusi yang relatif
baik.[2]

19
Gambar 2.20. Angiogram Gambar 2.21. Angiogram
fluoresein retinopati diabetik fluoresein lanjut menunjukkan
nonprolifertif menunjukkan edema makula diabetik difus
mikroaneurisma (panah) dan (nonkistoid) dengan
kelainan-kelainan pembuluh hiperfluoreseins yang khas.
retina perifovea

2.2.8. Tatalaksana
Walaupun dikatakan bahwa sampai saat ini diabetes belum dapat
dicegah, tetapi kebutaan karena komplikasi diabetes dapat dikurangi
secara bermakna. Timbulnya retinopati DM serta progresivitas
retinopati dapat diperlambat apabila kadar gula darah, tekanan darah,
serta kadar kolesterol darah dikendalikan sehingga mendekati angka
normal. Deteksi dini terjadinya retinopati sangat penting untuk
mencegah kebutaan. Untuk DM tipe I perlu dilakukan pemeriksaan
retina 5 tahun setelah awitan. Sedangkan untuk DM tipe II perlu
pemeriksaan retina setahun sekali, mulai sejak diagnosis DM
ditegakkan.[5]
Prinsipnya adalah pencegahan penurunan penglihatan lebih jauh
dengan fotokoagulasi laser retina. Syaratnya ialah tepat waktu dan
memadai. Untuk itu perlu dilakukan deteksi dini. Untuk DM tipe I perlu
dilakukan pemeriksaan retina 5 tahun setelah awitan. Sedangkan untuk
DM tipe II perlu pemeriksaan retina setahun sekali, mulai sejak
diagnosis DM ditegakkan.[5]
Progresifitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan
pengendalian yang baik terhadap hipergliemia, hipertensi sistemik, dan
hiperkolesterolemia.[2]

20
Terapi pada mata tergantung pada lokasi dan keparahan
retinopatinya. Mata dengan edema makula diabetik yang belum
bermakna klinis sebaiknya dipantau secara ketat tanpa dilakukan terapi
laser. Yang bermakna klinis memerlukan focal laser bila lesinya
setempat, dan gird laser bila lesinya difus. Laser argon pada makula
sebaiknya hanya cukup untuk menghasilkan bakaran sinar karena parut
laser dapat meluas dan mempengaruhi penglihatan. Terapi di bawah
ambang tidak tampak adanya retina yang terbakar saat dilakukan terapi-
dan micropulse laser telah memberikan hasil sama efektif dengan parut
lebih sedikit. Penyuntikan intra vitreal triamcinolone atau anti VEGF
juga efektif.[2]
Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru,
fotokoagulasi laser pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan
penglihatan berat akibat retinopati diabetik proliferatif hingga 50%.
Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur diberikan diseluruh
retina untuk mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah-daerah
iskemik. Daerah sentral yang dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang
pembuluh temporal utama tidak dikenai. Yang beresiko besar
kehilangan penglihatan adalah pasien dengan ciri-ciri risiko tinggi. Jika
pengobatan ditunda hingga ciri tersebut muncul, fotokoagulasi laser
pan-retina yang memadai harus segera dilakukan tanpa penundaan lagi.
Pengobatan pada retinopati nonproliferatif berat belum mampu
mengubah hasil akhir penglihatan namun, pada pasien-pasien dengan
diabetes tipe II, kontrol gula darah yang buruk, atau sulit dipantau
dengan cermat, terapi harus diberikan sebelum kelainan proliferatif
muncul. [2]
Vitrektomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi
traksi vitreoretina. Sekali perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20%
mata akan menuju kondisi penglihatan dengan visus tanpa persepsi
cahaya dalam 2 tahun. Vitrektomi dini diindikasikan untuk diabetes
tipe I dengan perdarahan vitreus luas dan proliferasi aktif yang berat
dan kapanpun penglihatan mata sebelahnya buruk. Tanpa kondisi-

21
kondisi tersebut, vitrektomi dapat ditunda hingga setahun karena
perdarahan vitreus dakan bersih secara sepontan pada 20% mata.
Vitrektomi pada retinopati diabetik proliferatif dengan perdarahan
vitreus minimal hanya bermanfaat untuk mata yang telah menjalani
fotokoagulasi laser pan-retina dan memiliki pembuluh-pembuluh baru
yang telah mulai mengalami fibrosis. Mata dengan ablatio retinae
akibat traksi tidak memerlukan vitrektomi hingga pelepasan telah
mengenai fovea. Ablatio retinae regmatogenesa sebagai komplikasi
retinopati diabetik proliferatif membutuhkan vitrektomi segera.[2]
Komplikasi pasca-vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien
diabetes tipe I yang menunda vitrektomi dan pasien diabetes tipe II yang
menjalani vitrektomi dini. Komplikasi tersebut antara lain ftisis bulbi,
peningkatan tekanan intraokular dengan edema kornea, ablatio retinae,
dan infeksi.[2]
Obat-obatan anti-VEGF tampak menjanjikan sebagai tambahan
vitrektomi untuk membantu mengurangi perdarahan selama
pembedahan dan untuk mengurangi insidens perdarahan retina
kambuhan pascaoperasi.[2]

22
23
2.2.9. Komplikasi [8,9,10]
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik
iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik
mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga
timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis
terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada
pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden
terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang
terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.

2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan
dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular
ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan
glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu
respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit,
baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai

24
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari
akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.

3. Perdarahan vitreus rekuren


Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi
pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak
mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan
pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya
adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang
terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang
massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-
tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang
berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan
tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi
direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang
vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan
kaca.

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

25
2.2.10. Prognosis

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan


atau menunda retinopati. Detachment retinal tractional dan edema macula
dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun
juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.[8,9]

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Retinopati adalah suatu degenerasi atau kelainan retina karena
penutupan/sumbatan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan gangguan
nutrisi pada retina. Retinopati diabetik merupakan suatu mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus
yang meliputi arteriol pre-kapiler retina, kapiler-kapiler, dan vena retina.
Retinopati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular dari
diabetes melitus (DM).
Adapun faktor resiko dari retinopati diabetik antara lain: Lamanya pasien
menderita diabetes, beratnya hiperglikemia, hipertensi, aterosklerosis,
kehamilan, selain itu, merokok, usia, jenis diabetes, inaktivitas fisik, dan
penggunaan penghambat ACE.
Diabetik retinopati diklasifikasikan menjadi Retinopati Diabetik Non-
proliferativ dan Diabetik Retinopati Proliferatif. Adapun tatalaksana atau terapi
yang diberikan tergantung dari ringan hingga berat dari jenis diabetik retinopati
tersebut.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitompul, Ratna; 2011; Departemen Ilmu Kesehatan Mata; Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; Indon Med Assec; Vol 61; Nomor; 8; Jakarta; p.1-5
2. Vaughan D. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
3. Suryathi, Ni Made Ari., Budhiastra, I Putu., Jayanegara, I Wayan Gede., dan Widiana I Gede
Raka; 2015; Kejadian Retinopati Diabetik pada Pasien Diabetes Mellitus; SMF Ilmu
Kesehatan Mata dan SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar Bali; MEDICINA; 46; 86-91.
4. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2011.
5. Agni, Angela Nurini; Widayanti, Tri Wahyu; dan Hernowo, Aditya Tri; 2015; Retina dan
Pemeriksaan Retina;
6. American Academy of Ophthalmology Retina/Vitreous Panel. Preferred Practice Pattern
Guidelines. Diabetic Retinopathy. San Fransisco, CA: American Academy of
Ophthalmology; 2016. Available at: www.aao.org/ppp.
7. Kanski JJ, Bowling B, penyunting. Clinical Ophtamology, a systemic
approach, Edisi ke-7. Edinburgh; Elseiver Buttenworth-Heinnemann; 2011.
8. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. 2014. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Interna Publishing. Jakarta.
9. Kanski J. 2003. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann.
10. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic . available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.

28

Anda mungkin juga menyukai