Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adolescense atau masa remaja didefinisikan sebagai masa transisi

atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang ditandai

dengan adanya perubahan fisik, psikis, dan psikososial dan secara

kronologis ini masa remaja usia 12-21 tahun (Kusmiran, 2011).

Perubahan psikis (kejiwaan) pada masa pubertas antara lain adalah

perubahan emosi yang berupa kondisi sensitif dan cenderung ingin

mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku coba-coba yang dapat

menimbulkan keinginan untuk melakukan hubungan seksual dan narkoba.

(Widyastuti, Rahmawati, & Purnamaningrum, 2009).

Menurut WHO (World Health organization) tahun 2014 remaja

adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, didunia diperkirakan

kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau (18%) dari jumlah penduduk

dunia. Data dari WHO yang melakukan penelitian dibeberapa Negara

berkembang menunjukkan sekitar (40%) remaja umur 18 tahun telah

melakukan hubungan seks meskipun tanpa ada ikatan pernikahan. Akibat

melakukan hubungan seksual, sekitar (12%) telah positif terkena penyakit

menular seksual serta sekitar (27%) positif HIV/AIDS (Kemenkes RI,

2014).

Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) tahun 2012, kehamilan diluar nikah akibat seks bebas sebanyak

1
2

(48,1%) terjadi pada remaja usia 15-19 tahun. Padahal perilaku seks

pranikah dapat mengakibatkan resiko yaitu terjadinya kehamilan yang

tidak diinginkan (KTD), putus sekolah jika remaja tersebut masih sekolah,

pengguguran kandungan (aborsi), terkena penyakit menular seksual

(PMS/HIV/AIDS), dan tekanan psikososial yang timbul karena perasaan

(Setyorani & Suesti, 2017).

Berdasarkan data yang ada di Provinsi Bengkulu dan juga dijelaskan

bahwa sekitar (33,3%) remaja perempuan dan (34,5%) remaja laki-laki

berusia 15-19 tahun mulai pacaran saat belum berusia 15 tahun. Sementara

itu, berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada

tahun 2015 terdapat (4,8 %) remaja telah melakukan hubungan seks

pranikah, tidak tahu tentang seks pranikah (3,5%), serta terdapat (17,49%)

kehamilan yang tidak diinginkan, dan hamil dibawah usia 16 tahun

(20,01%). Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2019

yang mana terdapat 20 puskesmas dengan jumlah remaja yang hamil usia

kurang dari 20 tahun terdapat di wilayah kerja Puskesmas Basuki Rahmat.

Kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi

menyebabkan remaja bersikap tidak baik terhadap dirinya. Sekitar (74%)

remaja memiliki pengetahuan rendah terhadap kesehatan reproduksinya

salah satunya adalah beranggapan bahwa melakukan hubungan seksual

sekali itu tidak akan menyebabkan hamil dan rendahnya pengetahuan juga

berakibat pada sikap remaja yang cenderung negatif dan melalukan hal-hal

yang sesuai dengan keingintahuannya seperti seks bebas (Saputri, 2015).


3

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Susanti et al., 2017)

rerata pengetahuan remaja yang diberikan media video memiliki tingkat

pengetahuan yang lebih baik dari remaja yang diberikan metode ceramah

(p<0,05). Penggunaan media video memberikan peluang peningkatan

pengetahuan sebesar 1,52 kali dibandingkan menggunakan metode

ceramah. Menurut penelitian (Mursudarinah & Fatmawati, 2016) rerata

pengetahuan remaja didapatkan kategori pretest (30,4%) tinggi, (39,1%)

sedang dan (30,4%) rendah. Pada kategori posttest (69,9%) tinggi, (26,1%)

sedang dan (4,3%) rendah. Maka terdapat efektifitas terhadap tingkat

pengetahuan setelah diberikan promosi kesehatan dengan media slide

sound (p = 0,000).

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 04

November 2019 di SMP Negeri 20 dengan jumlah siswa-siswi 635 yaitu 3

orang (0,4%) di drop out dari sekolah salah satunya karena kejadian yang

tidak diinginkan. Selain adanya siswi yang di drop out karena kejadian

yang tidak diinginkan, juga berdasarkan wawancara kepada 10 siswa yang

mana didapatkan hasil wawancara : bahwa 10 siswa (1,6%) yang belum

pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang seks pranikah yaitu ada

4 responden (0,64%) hanya mengetahui seks pranikah adalah berhubungan

seksual sebelum menikah saja, dan 6 responden (0,96%) tidak mengetahui

tentang prilaku seks pranikah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

meneliti tentang, “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media Video


4

dan Slide Sound terhadap Peningkatan Pengetahuan tentang Prilaku Seks

Pranikah pada Remaja di SMP Negeri 20 Kota Bengkulu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas masalah dalam penelitian ini yaitu

masih tingginya remaja yang tidak mengetahui tentang seks pranikah di

SMP Negeri 20 Kota Bengkulu. Dengan pertanyaan penelitian adalah

“Apakah ada pengaruh media video dan slide sound terhadap peningkatan

pengetahuan tentang prilaku seks pranikah pada remaja di SMP Negeri 20

Kota Bengkulu?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahui pengaruh media video dan slide sound terhadap

peningkatan pengetahuan tentang prilaku seks pranikah pada remaja

di SMP Negeri 20 Kota Bengkulu.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui rata-rata skor tingkat pengetahuan remaja sebelum dan

setelah diberikan media video dan slide sound terhadap

peningkatan pengetahuan tentang prilaku seks pranikah pada

remaja di SMP Negeri 20 Kota Bengkulu tahun 2019 di kelas VII.

b. Diketahui perbandingan skor media video dan slide sound

terhadap peningkatan pengetahuan tentang prilaku seks pranikah


5

pada remaja di SMP Negeri 20 Kota Bengkulu tahun 2019 di

kelas VII.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

institusi serta informasi bagi penelitian terutama mahasiswa Poltekkes

Kemenkes Bengkulu khususnya jurusan Kebidanan tentang pengaruh

nedia video dan sound slide terdadap peningkatan pengetahuan tentang

prilaku seks pranikah pada remaja.

2. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi positif serta

masukan pada tempat penelitian tentang peningkatan pengetahuan

prilaku seks pranikah pada remaja.

3. Bagi Remaja

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang bahaya

dari seks pranikah sehingga remaja mengetahui bahaya berhubungan

seksual pranikah.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai referensi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan masalah pengetahuan seksual

pranikah pada remaja.


6

E. Keaslian Penelitian

Penelitian serupa pernah diteliti dengan judul :

1. (Vitasari, 2014) Pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap

sikap seks pranikah pada remaja kelas XI di SMA Negeri 1 Tangen

Kabupaten Sragen. Hasil ada pengaruh penyuluhan kesehatan

reproduksi terhadap seks pranikah sebelum dan sesudah diberi

penyuluhan pada remaja. Perbedaannya : Jenis penelitian, variabel,

sampel, populasi, tempat, waktu penelitian.

2. (Dewi & Wirakusuma, 2017) Pengetahuan dan Perilaku Seksual

Pranikah pada Remaja SMA di wilayah Kerja Puskesmas Tampaksiring

I. Hasil didapatkan bahwa masih didapatkan tingginya jumlah anak

yang memiliki pengetahuan yang kurang dan prilaku seksual yang

kurang. Perbedaannya : Jenis penelitian, variabel, sampel, populasi,

tempat, dan waktu penelitian.

3. (Saputri, 2015) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks

pranikah pada siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 2 Bantul

Yogyakarta 2015. Perbedaannya : Jenis penelitian, variabel, sampel,

populasi, tempat, waktu penelitian


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian

Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak

menuju masa dewasa dimana usianya berkisar antara 13-18 tahun.

Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan fisik, psikis

dan perubahan hormone (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori,

2011). Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari

saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya

sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami

perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak

sampai dewasa (Savitri, Kirnantoro, & Nurunniyah, 2013)

Secara etimologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”.

Definisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia

(WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth)

untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The

Health Resources and Services Administrations Guidelines Amerika

Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi

tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah (15

sampai 17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini

kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people)

7
9

yang mencakup usia 10-24 tahun. Definisi remaja dapat ditinjau dari

tiga sudut pandang, yaitu:

a. Secara kronologi, remaja adalah individu yang berusia antara 11-12

tahun sampai 20-21 tahun;

b. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan

fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar

seksual;

c. Secara psikologis, remaja merupakan masa di mana individu

mengalami perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi,

social, dan moral, di antara masa anak-anak menuju masa dewasa

(Kusmiran, 2011).

2. Tahap-Tahap Perkembangan Masa Remaja

Tahapan masa remaja menurut (Setyaningrum & Aziz, 2014)

dibedakan menjadi :

a. Masa remaja awal ( 10 – 13 tahun)

Lebih dekat dengan teman sebaya, lebih ingin bebas, lebih banyak

memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berkhayal (abstrak).

b. Masa remaja tengah ( 14 – 16 tahun )

Ingin mencari identitas diri, ada keinginan untuk berkencan atau

tertarik pada lawan jenis, timbul perasaan cinta yang mendalam,

kemampuan berkhayal ( abstrak ) makin berkembang, berkhayal

mengenai hal – hal yang berkaitan dengan seksual.


10

c. Masa remaja akhir ( 17 – 19 tahun )

Lebih ingin bebas, dalam mencari teman sebaya lebih selektif,

memiliki citra ( gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya,

dapat mewujudkan perasaan cinta, memiliki kemampuan

berkhayal (abstrak).

3. Perkembangan Fisik Masa Remaja

Perkembangan fisik Pada masa remaja, pertumbuhan fisik

berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja,

ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks

sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal

tersebut :

a. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja disebutkan bahwa ciri-

ciri seks primer pada remaja adalah:

1) Remaja laki-laki Remaja laki-laki sudah bisa melakukan

fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi

basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15

tahun.

2) Remaja perempuan Jika remaja perempuan sudah mengalami

menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya

cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya

lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.


11

b. Ciri-ciri seks sekunder

Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1) Remaja laki-laki

a) Bahu melebar, pinggul menyempit

b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada,

tangan, dan kaki

c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d) Produksi keringat menjadi lebih banyak

2) Remaja perempuan

a) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu

membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar

susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang

pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar

keringat menjadi lebih aktif.

c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada

pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga

memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu (Daulay,

2010).
12

4. Perkembangan Psikis Masa Remaja

Menurut (Widyastuti et al., 2009) menjelaskan tentang

perubahan kejiwaan pada masa remaja. Perubahan-perubahan yang

berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah:

a. Perubahan emosi. Perubahan tersebut berupa kondisi:

1) Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi,

dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya

sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum

menstruasi.

2) Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau

rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya

mudah terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan

bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.

3) Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih

senang pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di

rumah.

b. Perkembangan intelegensia. Pada perkembangan ini menyebabkan

remaja:

1) Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka

memberikan kritik.

2) Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul

perilaku ingin mencoba-coba.


13

Tetapi dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut

berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisiknya.

B. Seks Pranikah

1. Pengertian

Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja

tanpa adanya ikatan pernikahan. Sedangkan perilaku seksual pranikah

merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan

kepercayaan masing-masing (Sarwono, 2013).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Pranikah Remaja

Menurut (Sugiyono, 2010) bahwa perilaku seks pra nikah pada

remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Faktor dari dalam diri remaja sendiri yang kurang memahami

swadarma-nya sebagai pelajar. Faktor dari dalam diri remaja

yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan seks

pranikah karena didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk

mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut

merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin

mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta


14

diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri (Sugiyono,

2010).

b. Faktor dari luar, yaitu pergaulan bebas tanpa kendali orang tua

yang menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa

saja yang diinginkan. Pada masa remaja, kedekatannya dengan

peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group

menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber

afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan

sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan

independensi.

Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk

mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa

memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih

dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam

hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang

menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian

pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu

sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima,

mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks

pranikah itu sendiri.

c. Faktor perkembangan teknologi media komunikasi yang

semakin canggih yang memperbesar kemungkinan remaja

mengakses apa saja termasuk hal-hal yang negatif. Remaja


15

dewasa ini, dapat dengan mudah mengakses situs, gambar

atau juga tayangan porno lewat internet dalam hp masing-

masing.

d. Kurangnya pengetahuan remaja tentang seksual. Banyak

orang tua yang membatasi pembicaraan mengenai seksualitas

dengan berbagai alasan. Seksualitas dianggap masih tabu

untuk dibicarakan bagi kalangan orang tua kepada anaknya.

Sehingga remaju terpacu untuk mencari informasi di tempat

lain, yang bisa jadi menjerumuskan mereka.

Faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual

pranikah juga dikemukakan oleh (Tarwoto, 2010) yaitu :

a. Adanya dorongan biologis

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual

merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem

reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat meningkat

karena pengaruh dati luar, misalnya dengan membaca buku

atau melihat film/majalah yang menampiikan gambar-gambar

yang membangkitkan erotisme. Di era teknologi informasi yang

tinggi sekarang ini, remaja sangat mudah mengakses gambar-

gambar tersebut melalui telepon genggam dan akan selalu

dibawa dalam setiap langkah remaja.


16

b. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis

Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi

oleh nilai- nilai moral dan keimanan seseorang Remaja yang

memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks pranikah,

karena mengingat ini merupakan dosa besar yang harus

dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan Yang Mahakuasa.

Namun, keimanan ini dapat sirna tanpa bersisa bila remaja

dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya psikotropika. Obat ini

akan memengaruhi pikiran remaja sehingga pelanggaran

terhadap nilai-nilai agama dan moral dinikmati dengan tanpa

rasa bersalah.

c. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang

salah tentang kesehatan reproduksi pada remaja dapat

disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh

memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi

sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi

tabu dibicarakan dengan anak (remaja). Sebingga saluran

informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat

kurang.

d. Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah

Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat

penting untuk dipertimbangkan; karena bila tidak ada


17

kesempatan baik ruang maupun waktu, maka hubungan seks

pranikah tidak akan terjadi.

3. Dampak Seks Pranikah Pada Remaja

Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai

dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :

a. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja

diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah

diri, merasa bersalah dan berdosa.

b. Dampak Fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut

diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan

aborsi.

c. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan

sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada

remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu.

Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak

keadaan tersebut (Sarwono, 2013).

d. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut (Sarwono, 2013) adalah

berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan


18

remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual

(PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit

menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit

kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS

C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut (Notoatmodjo, 2010) pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifk dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.


19

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untukmenjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diarttikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap sutu materi atau objek.

Pengetahuan seseorang dapat di ukur baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pengukuran pengetahuan secara langsung

dapat dilakukan dengan teknik wawancara, sedangkan pengukuran

pengetahuan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan


20

mengajukan pertanyaan tertulis menggunakan angket. Pengukuran

pengetahuan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hal-hal yang

telah diketahui (Notoatmodjo, 2010).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

(Notoatmodjo, 2010) yaitu:

a. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan

seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi

baik tingkat pendidikan akan tinggin sehingga tingkat pengetahuan

akan tinggi juga.

b. Kultur (budaya, agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira

sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

c. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima

hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru

tersebut.

d. Pengalaman

Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa

pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan luas, sedangkan


21

semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin

banyak.

3. Pengetahuan Seksual Pranikah Remaja

Pengetahuan seksual pranikah remaja penting diberikan

kepada remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal.

Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak

diinginkan. Mengingat selama ini banyak remaja yang memperoleh

“pengetahuan” seksnya dari teman sebaya, membaca buku porno,

menonton film porno, dsb. Oleh karena itu, perlu diupayakan

adanya pemberian informasi mengenai pengetahuan seksual

pranikah dikalangan remaja (Willis, 2010).

Pengetahuan seksual pranikah remaja terdiri dari dari pemahaman

tentang seksualitas yang dilakukan sebelum menikah yang terdiri dari

pengetahuan tentang pengertian dari seks pranikah, dampak dari seks

pranikah, dan faktor yang mendorong seksual pranikah (Sarwono,

2013). Masyarakat masih sangat mempercayai pada mitos-mitos

seksual yang merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang

seksual. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai

faktor antara lain : adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya

informasi dari sumber yang benar (Soetjiningsih, 2013).

Ilustrasi dari adanya informasi yang tidak benar di kalangan

remaja terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual


22

(mitos yang berkembang adalah hubungan seksual dapat mengurangi

frustasi, menyebabkan awet muda, menambah semangat belajar),

akibat hubungan seksual (mitos yang berkembang yaitu tidak akan

hamil kalau senggama terputus, hanya menempelkan alat kelamin,

senggama 1-2 kali saja, berenang dan berciuman bisa

menyebabkan kehamilan), dan yang mendorong hubungan

seksual pranikah (mitos yang berkembang adalah ganti- ganti

pasangan seksual tidak menambah resiko PMS, pacaran perlu variasi

antara lain bercumbu, mau berhubungan seksual berarti serius dengan

pacar, sekali berhubungan seksual tidak akan tertular PMS, dan

sebagainya) (Sarwono, 2013).

D. Pendidikan Kesehatan

1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan menurut (Fitriani, 2011) adalah suatu proses

atau upaya untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok

atau masyarakat berperilaku sesuai bengan nilai-nilai kesehatan serta

pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan untuk menjadikan

kondisi sedemikian rupa sehingga orang mampu untuk berperilaku

hidup sehat.

Pendidikan kesehatan adalah suatu sumber informasi juga suatu

proses, dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan

keluaran (output). Di dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang


23

menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku

dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi

suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode

materi atau pesannya pendidik atau petugas yang melakukannya, dan

alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil

optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara

harmonis. Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran

pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga

harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan

disesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda

dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun

harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya (Subejo,

2010).

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Adapun tujuan pendidikan kesehatan menurut (Fitriani, 2011)

dibagi menjadi dua yaitu untuk merubah perilaku individu atau

masyarakat dari perilaku yang tidak sehat atau belum sehat menjadi

perilaku sehat, merubah perilaku yang kaitannya dengan budaya,

misalnya sikap dan perilaku merupakan bagian dari kebudayaan.

Kebudayaan adalah kebiasaan, adat istiadat, tata nilai atau normal.


24

3. Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut (Fitriani, 2011), metode pendidikan kesehatan adalah

teknik yang menggunakan berbagai pendekatan penyesuaian

karakteristik sasaran untuk meningkatkan perilaku sehat. Metode dalam

proses pembelajaran memiliki beberapa kedudukan seperti metode

sebagai alat motifasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan

berfungsi sebagai perangsang yaitu metode dalam proses pembelajaran

dijadikan sebagai bagian dari motifasi agar peserta didik dengan cepat

menerima informasi baru, ide, gagasan, pendapat dan hasil temuan dari

pembicara.

Metode sebagai strategi pengajaran bahwa seseorang pengajar

harus memiliki strategi pengajaran supaya peserta didik bisa belajar

dengan efektif dan efisien. Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan,

pembelajaran membutuhkan tujuan yang jelas. Pencapaian tujuan

pembelajaran di pengaruhi oleh faktor pengajar dan peserta didik.

4. Hubungan Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan tentang

Seks Pranikah Pada Remaja.

Pendidikan kesehatan merupakan gabungan dari berbagai

kegiatan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip belajar untuk

mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana

caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perorangan


25

maupun secara berkelompok dan meminta pertolongan bila perlu

(Fitriani, 2011). Pengetahuan seksual pranikah remaja terdiri dari

pemahaman tentang seksualitas yang dilakukan sebelum menikah yang

terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual, akibat

seksual pranikah (Sarwono, 2013).

Pendidikan kesehatan dapat mempengaruhi pengetahuan tentang

seks pranikah (Mursudarinah & Fatmawati, 2016). Remaja yang

mendapatkan pendidikan kesehatan tentang seks pranikah dapat

menambah informasi sehingga menyebabkan pengetahuan yang baik

tentang seks pranikah atau dampak dari remaja apabila melakukan seks

pranikah.

E. Media video

1. Pengertian

Media video pembelajaran adalah media menyajikan audio dan

visual yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep,

prinsip, prosedur, teori aplikasi pengetahuan untuk membantu

pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran.Video merupakan

bahan pembelajaran tampak dengar (audio visual) yang dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan/materi pembelajaran.

Dikatakan tampak dengar karena unsur dengar (audio) dan unsure

visual/video (tampak) dapat disajikan serentak (Rudi Susilana & Cepi

Riyana, 2009).
26

2. Tujuan Media Video

Tujuan media video pembelajaran menurut (Rudi Susilana & Cepi

Riyana, 2009) yaitu sebagai bahan ajaran untuk :

a. Memperjelas dan mempermuda penyampaian pesan agar tidak

terlalu

b. verbalitas

c. Mengatasi keterbatasan waktu ruang dan daya indra peserta didik

maupun

d. instruktur.

e. dapat digunakan secara tepat dan bervariasi

3. Karakteristik media video

Menurut (Rudi Susilana & Cepi Riyana, 2009) untuk menghasilkan

video pembelajaran yang mampu meningkatkan motivasi dan

efektivitas penggunaanya maka pengembangan video pembelajaran

harus memperhatikan karakteristik dan kriterianya, karakteristik video

pembelajaran yaitu :

a. Clarity of massage (kejelasan pesan)

Dengan media video siswa dapat memahami pesan pembelajaran

secara lebih bermakna dan informasi dapat diterima secara untuk

utuh sehingga dengan sendirinya informasi akan tersimpan dalam

memori jangka panjang dan bersifat retensi.


27

b. Stand Alone (berisi sendiri)

Video yang dikembangkan tidak bergantung pada bahan ajaran

lain.

c. User Friendly (bersahabat/akrab dengan pemakaiannya)

Media viedo menggunakan bahasa yang sederhana, mudah

dimengerti dan menggunakan bahasa yang umum. Paparan

informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan

pemakaianya, termasuk kemudahan pemakaian dalam merespon,

mengakses sesuai dengan kegunaan.

d. Representasi isi

Materi harus benar-benar resentatif, misalnya materi simulasi atau

demonstrasi. Pada dasarnya materi pelajaran baik sosial maupun

sains dapat dibuat menjadi media video.

e. Visualisasi dengan media

Materi dikemas secara multimedia terdapat didalamnya teks,

animasi, sound, dan video sesuai tuntutan materi. Materi-materi

yang digunakan bersifat aplikatif, berproses, sulit terjangkau

berbahaya apabila lansung dipraktekkan, memiliki tingkat

keakurasian tinggi.

f. Menggunakan kualitas resolusi yang tinggi

Tampilan berupa grafis media video dibuat dengan teknologi

rekayasa digital dengan resolusi tinggi tetapi support untuk setiap

speck sistem komputer.


28

g. Dapat digunakan secara klasikal atau individual

Video pembelajaran dapat digunakan oleh para siswa secara

individual, tidak hanya dengan setting sekolah, tetapi juga

dirumah, Dapat pula digunakan secara klasikal dengan jumlah

siswa masimal 50 orang biasa dapat dipandu oleh guru atau cukup

mendengarkan uraian narasi dari narator yang telah tersedia dalam

program.

F. Media Slide Sound

Media slide sound atau film bingkai suara yaitu media yang

menampilkan suara dan gambar diam dengan menggunakan gabungan dari

berbagai aplikasi computer, seperti power point dan windows movie

maker. Media ini memberikan stimulus pada panca indra penglihatan dan

pendengaran, ketika diberikan promosi kesehatan (Notoadmojo, 2010).

G. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan, kerangka teori

dari penelitian ini adalah :


29

Bagan : 2.1 Kerangka Teori

Pendidikan Kesehatan

Media Vidio Media Sound Slide

Informasi tentang Seks


Pranikah

Penglihatan dan pendengaran

Terekam di dalam otak


1. Tahu (know)
2. Memahami
(comprehension)
Pengetahuan remaja
3. Aplikasi (aplication)
tentang seks pranikah
4. Analisis
5. Sintesis
6. memahami

Keterangan : Huruf yang bercetak tebal adalah variabel yang akan di teliti
Sumber : Modifikasi (Fitriani, 2011), (Rudi Susilana & Cepi Riyana,
2009), (Notoatmodjo, 2010), (Sugiyono, 2010)
30

H. Kerangka Konsep

Bagan : 2.2 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Pendidikan Kesehatan : Pengetahuan tentang


seks pranikah pada
-Media video
remaja
- sound slide

I. Hipotesis

Ha : Ada pengaruh media video dan slide sound terhadap peningkatan

pengetahuan tentang dampak seks pranikah pada remaja.


31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

metode quasi Eksperimental, perencanaan yang digunakan adalah two

Group Pre test dan Post test design yaitu untuk membandingkan hasil

intervensi pendidikan kesehatan tentang seks pranikah dengan media video

dan media power point dengan kelompok eksperimen yang serupa tetapi

tidak perlu kelompok yang benar-benar sama (Notoatmodjo, 2010).

Adapun desain penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Subjek Pretest Perlakuan Posttest


Kelompok media video 01 X 03

Kelompok media sound 02 Y 04


slide
Keterangan :
01 : Pengukuran Pertama pada kelompok media video
02 : Pengukuran Pertama pada kelompok media sound slide
03 : Pengukuran kedua pada kelompok media video
04 : Pengukuran kedua pada kelompok media sound slide
X : Perlakuan dengan media video
Y : Perlakuan dengan sound slide

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini meliputi variabel independent (variabel bebas)

yaitu pendidikan kesehatan melalui media video dan power point

sedangkan variabel dependent (variabel terikat) yaitu pengetahuan remaja


32

tentang seks pranikah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada

bagan sebagai berikut:

Bagan 3.2 Variabel Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent

Pendidikan Kesehatan Pengetahuan remaja

-Media Video tentang seks pranikah

-Media Power Point

Sumber : (Notoatmodjo, 2012)

C. Definisi Operasional

Tabel 3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Pendidikan Pemberian video dan -observasi Memberikan film 1 Pendidikan
Kesehatan power point tentang animasi pendek dan kesehatan
seks pranikah meliputi materi tentang seks dengan video Nominal
pengertian pendidikan pranikah 0 Pedidikan
seks, faktor-faktor yang Kesehatan
mempengaruhi dengan Powe
terjadinya perilaku seks Point
pranikah, dampak dari
seks pranikah
Pengetahuan pengetahuan adalah Lembar Berisi 15 pertanyaan, Kategori Rasio
meliputi hasil penginderaan Kuesioner pilihan jawaban : penilaian :
pengertian, manusia, atau hasil tahu benar dan salah.
penyebab dan seseorang terhadap Diberi skor 1 untuk Rata–rata
dampak dari suatu objek dari indra jawaban benar dan skor:
seks pranikah yang dimilikinya. skor 0 untuk jawaban Sebelum = 0 -
pada remaja. salah 15
Setelah = 0 -
15

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek yang diteliti. Berdasarkan tujuan

yang ingin dicapai maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini
33

adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 20 Kota Bengkulu yang

berjumlah 241 orang. Pemilihan kelas VII dikarenakan pada masa ini

remaja memasuki masa baru untuk berdaptasi dengan lingkungan

sekitar utamanya disekolah. Dimana pada masa ini masih mengalami

kebimbangan atau kelabilan yang dapat membuat mereka terjerumus

ke dalam hal hal yang negatif. Maka dari masa inilah perlu diberikan

filter-filter yang positif.

2. Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus lemeshow,

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2𝜎²(𝑍 ₁₋ₐ ̸₂ + 𝑍 ₁₋ᵦ)²


𝑛=
( 𝜇 ₁ − 𝜇₂)²

Keterangan:
n = Besar sampel

𝜎²= ( S12 + S22) / 2


S1 = Standar devisiasi kelompok pembanding
S2 = Standar devisiasi kelompok perlakuan

𝑍 ₁₋ₐ ̸₂ = tingkat kepercayaan 95 % ( 1,96)

𝑍 ₁₋ᵦ = kekuatan uji 90 % ( 1,28)

𝜇 ₁ = perkiraan rata-rata nilai kelompok perlakuan

𝜇₂= perkiraan rata-rata nilai kelompok pembanding


34

Bila diketahui S1 = 1,5 dan S2 = 3,0 maka 𝜎²= 5,625. Perkiraan

rata-rata nilai pengetahuan kelompok perlakuan 𝜇 ₁ = 70 dan kelompok

pembanding 𝜇₂ = 68, maka jumlah sampel tiap-tiap kelompok sebagai

berikut :

2𝜎²(𝑍 ₁₋ₐ ̸₂ + 𝑍 ₁₋ᵦ)²


𝑛=
( 𝜇 ₁ − 𝜇₂)²

2(5,625)(1,96 + 1,28)²
𝑛=
( 70 − 68)²
(11,25)(10,49)
𝑛=
( 4)
(118,01)
𝑛=
( 4)

𝑛 = 29,50

𝑛 = 30
Dengan asumsi 10 % lepas pengamatan ( lost to follow) maka besar

subjek perkelompok perlakuan yang dibutuhkan menjadi n = 30 (1+0,1) =

33 siswa. Untuk mempermudah pembagian jumlah sampel maka peneliti

membulatkan menjadi 34 siswa. Sampel penelitian dipilih berdasarkan

kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria inklusi adalah karateristik umum

subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan

diteliti. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena sebagai sebab.


35

a. Kriteria Inklusi :

1) Siswa kelas VII yang bersedia menjadi responden

2) Siswa dalam keadaan sadar

3) Siswa yang dapat diajak komunikasi

b. Kriteria Eksklusi :

1) Siswa tidak hadir pada saat penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

E. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 20 Kota Bengkulu. Waktu

penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2020.

F. Teknik Pengumpulan Data, Pelaksanaan, Pengolahan Data, dan

Analisis Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari :

a. Data Primer

Data primer diperoleh dari instansi terkait yaitu SMP

Negeri 20 Kota Bengkulu.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan pengisian

kuisioner terhadap responden dengan menggunakan kuisioner

yang telah tersedia untuk mendapatkan identitas umum siswa


36

serta mengukur tingkat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

pengetahuan tentang dampak seks pranikah pada remaja adalah

data sekunder yang berupa kuesioner yang diberikan kepada

siswa. Kuesioner adalah daftar pernyataan/pertanyaan yang sudah

tersusun dengan baik, matang, dimana responden tinggal

memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda

tertentu (Notoatmodjo, 2012).

2. Pelaksanaan

a. Tahap Awal (pretest)

Kelompok intervensi yang berjumlah 34 responden diberikan

pretest dengan menggunakan kuesioner sebelum diberikan

perlakuan pendidikan kesehatan berupa video dan slide sound.

Setelah diberikan pre, maka peneliti akan menghitung hasil dari

pre tersebut. Kuesioner pengetahuan tentang prilaku seks

pranikah berisi 15 pertanyaan dengan tipe pilihan jawaban A, B,

C dan D. Kuesioner ini diambil dari penelitian yang dilakukan

oleh Sriadi Setyawati, M.Si. dkk yang dilakukan Di SMA N 2

Bantul.

b. Tahap Perlakuan (Intervensi)

Setelah pretest maka dilakukan intervensi pendidikan kesehatan

tentang prilaku seks pranikah pada remaja. Kelompok diberikan

intervensi melalui pendidikan kesehatan dengan menggunakan

media yaitu video dan slide sound.


37

c. Tahap Akhir (posttest)

Setelah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan maka

kelompok diberikan test akhir dengan menggunakan kuesioner

yang sama pada saat pretest. Tujuannya untuk mengetahui rata-

rata tingkat pengaruh pendidikan kesehatan setelah diberikan

perlakuan tentang prilaku seks pranikah pada remaja.

3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

a. Editing Data

Merupakan tahap pemilihan dan pemeriksaan kembali

kelengkapan data-data yang diperoleh untuk pengelompokan dan

penyusunan data. Pengelompokan data bertujuan untuk

memudahkan pengolahan data.

b. Coding Data

Coding data yaitu memberikan kode terhadap hasil yang

diperoleh dari data yang ada yaitu menurut jenisnya, kemudian

dimasukkan dalam lembaran table kerja guna mempermudah

melakukan analisis terhadap data yang diperoleh

c. Tabulating

Tabulating adalah memasukkan data-data hasil penelitian ke

dalam tabel sesuai kriteria data yang telah ditentukan.


38

1) Processing

Data yang telah ditabulasi diolah secara manual atau komputer

agar dapat dianalisis.

2) Cleaning

Cleaning yaitu melakukan pengecekan kembali data yang

sudah dimasukkan ke komputer ada kesalahan atau tidak.

Dalam pengolahan ini tidak ditemukannya kesalahan atau

kekeliruan.

c. Analisis Data

Analisa data yang dilakukan yaitu mengelola data dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan serta dapat diuji

secara statistik, kebenaran hipotesa yang telah ditetapkan. Analisa

data dilakukan secara bertahap yaitu analisa data univariat dan

bivariate.

1) Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menentukan rata-rata skor

variabel independen (Pendidikan Kesehatan) terhadap variabel

dependen (pengetahuan) mengenai seks pranikah. Data

dianalisis untuk menguji hipotesis dari sampel yang diberikan

intervensi dan melihat rata-rata skor yang didapatkan sebelum

dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang seks

pranikah pada remaja.


39

2) Analisa Bivariat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan

tentang prilaku seks pranikah pada remaja. Uji wilcoxon

digunakan untuk mengetahui rata-rata skor sebelum dan

setelah kelompok eksperimen dan mengetahui rata-rata skor

sebelum dan setelah kelompok pembanding.

G. Etika Penelitian

Menurut (Notoatmodjo, 2010) masalah etika penelitian kebidanan sangat

penting karena penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia,

sehingga perlu dilakukan informed consent sebelum diberikan intervensi.

Informed consent merupakan lembar persetujuan yang akan diteliti agar

subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila responden tidak

bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.

a. Tanpa Nama (Anomity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden dan hannya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data.

b. Kerahasiaan (Confidentiality)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya


40

DAFTAR PUSTAKA

Daulay, A. S. (2010). Diktat Psikologi Perkembangan. Padangsidimpuan: STAIN


Padangsidimpaun.
Dewi, N. L. P. R., & Wirakusuma, I. (2017). Pengetahuan dan Perilaku Seksual
Pranikah pada Remaja SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Tampaksiring I. 6,
50–54.
Fitriani, S. (2011). Promosi Kesehatan (1 ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jahja, Y. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Kemenkes RI. (2014). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.
Kusmiran, E. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita (1 ed.). Jakarta:
Salemba Medika.
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. (2011). Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mursudarinah, & Fatmawati, S. (2016). Pendidikan Kesehatan dan Tingkat
Pengetahuan Remaja tentang Seks Pranikah yang Beresiko Kehamilan Tak
Diinginkan di SMK di Surakarta. XIV(2).
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan (R. Cipta, ed.). Jakarta.
_____________. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan (Revisi 2). Jakarta:
Rineka Cipta.
Papalia, Old, & Feldman. (2008). Human Development. Jakarta: Prenada Media
Group.
Rudi Susilana, ., & Cepi Riyana, . (2009). Media Pembelajaran: Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian. In CV Wacana Prima.
Santrock, J. W. (2009). Perkembangan Anak (Edisi 11). Jakarta: Erlangga.
Saputri, novi dewi. (2015). faktor faktor yang mempengaruhi perilaku seks
pranikah pada siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 2 Bantul Yogyakarta
2015.
Sarwono, S. (2013). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Savitri, D., Kirnantoro, & Nurunniyah, S. (2013). Pemberian Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang
Seks Bebas pada Remaja Kelas X dan XI di SMK Muhammadiyah II Bantul.
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 1(1), 23–28.
41

Setyaningrum, E., & Aziz, Z. B. (2014). Pelayanan Keluarga Berencana dan


Kesehatan Reproduksi. Jakarta Timur: CV.TRans Info Media.
Setyorani, K., & Suesti. (2017). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang
Bahaya Seks Pranikah Terhaadap Pengetahuan dan Sikap Seks Pranikah
pada Siswa Kelas X di Madrasah Aliyah Negeri Sumpiuh Kabupaten
Banyumas Jawa Tengah. 1–14.
Soetjiningsih. (2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Subejo. (2010). Penyuluhan Perta nian Terjemahan dari Agriculture (2 ed.).
Jakarta: Extention.
Sugiyono. (2010). Seks Pranikah Ancam Masa Depan Remaja. Yogyakarta: Nuha
Medika.
_______. (2012). Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi dengan Metode
R&D. In Bandung: Alfabeta. https://doi.org/10.1007/s11116-011-9347-8
Susanti, E., Sutedja, E., Madjid, T. H., Husin, F., Idjradinata, P. S., & Setiawati,
E. P. (2017). Perbandingan penggunaan Media Video dan Metode Ceramah
Dampak Perilaku Seksual Pranikah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja
di Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan
Indonesia, 2(3), 51. https://doi.org/10.24198/ijemc.v2i3.60
Tarwoto. (2010). Kebutuhan Dasar manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Vitasari, H. N. (2014). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Terhadap
Sikap Seks Pranikah Pada Remaja Kelas X Di SMA Negeri 1 Tangen
Kabupaten Sragen.
Widyastuti, Rahmawati, & Purnamaningrum. (2009). Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Fitrimaya.
Willis, S. (2010). Remaja Dan Permaslahannya Mengupas Berbagai Bentuk
Kenakalan Remaja Narkoba Free Sex Dan Pemecahannya. Bandung:
Alfabeta.
Yusuf, S. (2009). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai