Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupansosial
kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan
dalam kesejahteraan penduduk. Di mana lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan
bukan hanya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk
kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingginya angka kematian bayi pada suatu daerah disebabkan
karena faktor perilaku (perilaku perawatan pada saat hamil dan perawatan bayi,
serta perilaku kesehatan lingkungan) dan faktor kesehatan lingkungan.
Kesehatan masyarakat adalah ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha
pengorganisasian masarakat. Salah satunya pengorganisasian pelayanan-pelayanan
medis dan perawatan untuk diagnosa dini dan pengobatan (IAKMI, 2012).
Kesehatan lingkungan adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungan yang berakibat atau mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Menurut World Health Organization yang biasa disingkat (WHO) sehat dan arti
kesehatan itu terdiri dari sehat jasmani, sehat mental, kesejahteraan social, dan
sehat spiritual, dan kesehatan menurut WHO sebagai suatu situasi sejahtera dari
tubuh, jiwa, serta social yang sangat mungkin setiap orang hidup produktif secara
social serta ekonomis (WHO, 2015).
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan kotoran manusia dan
hewan, rumah sehat, sanitasi tempat umum, sanitasi makanan dan minuman,
pembasmian dan pengendalian vector, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud
dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar menjadi media yang baik untuk

1
terwujudnya kesehatan optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Usaha
memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke masa dan dari
masyarakat satu ke masyarakat yang lain bervariasi dan bertingkat-tingkat, dari
yang paling sederhana (primitif) sampai kepada yang paling mutakhir (modern).
Pada masa yang datang pemerintah lebih fokus pada pelaksanaan
pembangunan yang berkelanjutan dan pengembangan wilayah yang berkesadaran
lingkungan, sementara pihak pengguna infrastruktur dalam hal ini masyarakat
secara keseluruhan harus disiapkan dengan kesadaran lingkungan yang lebih baik
(tahu sesuatu atau tahu bersikap yang semestinya). Masa datang kita dihadapkan
dengan penggunaan IPTEK yang lebih maju dan lebih kompleks yang memerlukan
profesionalisme yang lebih baik dengan jenjang pendidikan yang memadai.
Di samping itu dalam proses pembangunan masa datang, diperlukan adanya
teknologi kesehatan lingkungan yang menitik beratkan upayanya pada metodologi
mengukur dampak kesehatan dari pencemaran yang ditimbulkan oleh adanya
pembangunan, indikator ini harus mudah, murah untuk diukur juga sensitif
menunjukkan adanya perubahan kualitas lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian ruang lingkup kesehatan lingkungan?
2. Bagaimanakan hubungan factor lingkungan (fisik, biologic, social biologi,
social, budaya, dan ekonomi)?
3. Bagaimanakah penyediaan air bersih?
4. Bagaiamankah pembuangan sampah?
5. Bagaimanakah pembuangan kotoran manusia dan hewan?
6. Bagaimanakah rumah sehat?
7. Bagaimanakah sanitasi tempat umum?
8. Bagaimanakah sanitasi makanan dan minuman?
9. Bagaimanakah pembasmian dan pengendalian vector?

2
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat menegtahui pengertian ruang lingkup kesehatan lingkungan?
2. Dapat menegtahui hubungan factor lingkungan (fisik, biologic, social biologi,
social, budaya, dan ekonomi)?
3. Dapat menegtahui penyediaan air bersih?
4. Dapat menegtahui pembuangan sampah?
5. Dapat menegtahui pembuangan kotoran manusia dan hewan?
6. Dapat menegtahui rumah sehat?
7. Dapat menegtahui sanitasi tempat umum?
8. Dapat menegtahui sanitasi makanan dan minuman?
9. Dapat menegtahui pembasmian dan pengendalian vector?

3
BAB II
PEMBAHSAN
A. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan adalah upaya untuk melindungi kesehatan manusia
melalui pengelolaan, pengawasan dan pencegahan faktor- faktor lingkungan yang
dapat mengganggu kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologis yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
menurut WHO, 1979:
1. Penyediaan air minum
2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pembuangan sampah padat
4. Pengendalian vector
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6. Hygiene manakanan dan minuman
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisinganan
11. Perumahan dan pemukiman
12. Aspek kesling dan transportasi udara
13. Perencanaan daerah dan perkotaan
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

4
B. Hubungan faktor lingkungan (fisik, biologik, sosial, budaya dan ekonomi)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati,
benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi
semua elemen tersebut, termasuk host yang lain. Lingkungan hidup eksternal ini
terdiri dan tiga komponen yaitu:
1. Lingkungan Fisik
Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan,
rumah, panas, sinar, radiasi dan lain-lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi
secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa, serta memegang
peran penting dalam proses terjadinya penyakit pada masyarakat, seperti
kekurangan persediaan air bersih terutama pada musim kemarau dapat
menimbulkan penyakit diare.
2. Lingkungan biologis
Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, virus,
bakteri, jamur, parasit, serangga dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai
agen penyakit, reservoar infeksi, vektor penyakit atau pejamu (host)
intermediate. Hubungan manusia dengan lingkungan biologisnya bersifat
dinamis dan bila terjadi ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan
lingkungan biologis maka manusia akan menjadi sakit.
3. Lingkungan social
Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap,
standar dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi
sosial dan politik. Manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial melalui berbagai
media seperti radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu dan sebagainya. Bila
manusia tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, maka
akan terjadi konflik kejiwaan dan menimbulkan gejala psikosomatik seperti
stres,insomnia, depresi dan lainnya.

5
C. Penyediaan Air Bersih
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan dapat diminum apabila dimasak. Air minum adalah air minum rumah tangga
yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum, mandi, memasak dan
mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal sebagai air
yang dikonsumsi.
Syarat air minum yang sehat antara lain :
1. Syarat fisik (bening, tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah suhu udara
disekitar).
2. Syarat bakteriologis (bebas dari bakteri pathogen).
3. Syarat kimia (kandungan mineral yang sesuai, tidak mengandung bahan
kimia berbahaya).

D. Pembuangan Sampah
Sampah adalah semua benda atau produk sisa yang tidak bermanfaat dan
tidak dikehendaki oleh pemiliknya sebagai barang yang tidak berguna. Pengelolaan
limbah dan sampah yang tidak tepat akan menimbulkan polusi terhadap kesehatan
lingkungan.
1. Jenis-Jenis Sampah
a. Sampah An-organik
Sampah yang pada umumnya tidak dapat membusuk, seperti :
logam/besi, pecahan gelas/beling, plastik, dll.

6
b. Sampah organic
Sampah yang pada umumnya dapat membusuk, seperti : daun, sisa
makana, buah-buahan, dsb
2. Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:
a. Ditanam (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di
tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
b. Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar di tungku pembakaran (incenerator).
c. Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk
(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan
dan sampah lain yang dapat membusuk.
3. Lokasi untuk pengolahan sampah harus memenuhi ketentuan, sebagai berikut :
a. Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat dan binatang
pengerat bagi pemukiman terdekat.
b. Tidak menimbulkan pencemaran bagi sumber air minum.
c. Tidak terletak pada daerah yang mudah terkena luapan air atau bajir.

E. Pembuangan Kotoran Manusai dan Hewan


1. Pembuangan Kotoran Manusia
Pembuangan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh (Soekidjo
Notoadmodjo, 2003). Dalam ilmu kesehatan lingkungan yang termasuk kotoran
manusia adalah tinja dan air seni yang memiliki karakteristik tersendiri, yang
dapat menjadi sumber timbulnya penyakit.
2. Sarana Pembuangan Kotoran
Adapun sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan
(Notoatmojo, 1996) adalah sebagai berikut :

7
a. Tipe leher angsa (Waler seal latrine) status ini di tempat jongkoknya
dipasang bowl, ini untuk mencegah timbulnya bau (berbentuk leher angsa).
Kotoran yang ada di tempat penampungan tidak tercium baunya dan pada
kakus ini juga dibuat bak penampung air (Septic lank) yang dalamnya
sekitar 3 m dengan memasang cincin sumur.
b. Harus ditutup, dalam arti bangunan tersebut terlindung dari panas dan hujan
serta terjamin konstruksinya..
c. Bangunan kakus Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak
sampai mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau serta tidak
menjadi tempat bersarangnya berbagai macam jenis binatang.
d. Mempunyai lantai yang kuat, tempat pijak yang kuat, terutama harus
dipenuhi jika mendirikan kakus yang modelnya cemplung. Mempunyai
lobang kloset yang memiliki saluran tertentu dialirkan pada sumur
penampung atau sumur rembesan terutama disyaratkan jika mendirikan
kakus atau sumur rembesan.
Syarat jamban sehat :
1) Tidak mengotori permukaan tanah sekitar jamban.
2) Tidak mengotori air permukaan disekitarnya.
3) Tidak terjagkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa.
4) Tidak menimbulkan bau.
5) Mudah digunakan dan dipelihara.
6) Sederhana desainnya.
7) Murah.
8) Dapat diterima oleh pemakainya.
3. Pembuangan Kotoran Hewan
a. Pertama, kotoran hewan digunakan sebagai pupuk tanaman atau yang
disebut dengan pupuk kandang. Pupuk kandang biasanya dibuat dari
kotoran ayam, sapi dan kambing. Dalam hal ini hukumnya adalah boleh.

8
Hanya saja, penggunaan kotoran sebagai pupuk ini ada yang mengatakan
makruh, berikut memakan buahnya.
b. Kedua, digunakan untuk menyamak kulit hewan, baik yang sudah menjadi
bangkai atau tidak; selain kulit anjing dan babi. Penggunaan semacam ini
hukumnya juga diperbolehkan, karena proses penyamakan kulit termasuk
peralihan rupa (Ihâlah) bukan penghilangan najis (Izâlah) sehingga setelah
proses penyamakan, kulit dalam keadaan mutanajjis (terkena najis) yang
masih diharuskan untuk disucikan.
c. Ketiga, kotoran hewan digunakan sebagai campuran batu-bata atau
grabah,seperti gentong dan kendi. Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat
menanggapinya, terkait dengan kesucian grabah dan air yang ada
didalamnya. Menurut Imam al-Qulyubi batu bata atau gerabah tersebut
dihukumi sehingga diperbolehkan untuk diperjual belikandan dijadikan
bahan bangunan. Termasuk juga, air yang ada didalamnya dihukumi suci.
d. Keempat, kotoran hewan digunakan sebagai bahan bakar, seperti
memanggang roti dan sate atau memasak dengan kuali, makanan dari hasil
pembakaran ini dihukumi suci dan boleh memakannya. Hanya saja, ada
perbedaan mengenai najis yang melekat pada makanan. Pendapat yang
kuat, tidak wajib membuangnya Karena dihukumi ma’fu. Lantas bagaimana
dengan hukum asap yang muncul dari najis? Memang, asap (Dukhan) hasil
pembakaran benda najis adalah najis dan bisa menajiskan jika mengena
pada pakaian yang basah. Akan tetapi, jika menurut pandangan umum
masyarakat dianggap sedikit maka hukumnya juga ma’fu.
e. Kelima, kotoran hewan yang dijadikan sebagai makanan ternak, seperti
ayam dan lele, hukumnya juga boleh dan hewan pemakannya dihukumi suci
dan halal dimakan, walaupun makruh. Dalam hal ini, tidak bisa dibenturkan
dengan kaidah Aghlabiyah berupa, “ Idza Ijtama’a al-Halal wa al-Haram
Ghuliba al-Haram” yang artinya, Jika halal dan haram bertemu maka haram

9
yang dimenangakan. Sebab, kasus hewan pemakan benda najis ini termasuk
pengecualian dari kaidah tersebut.
f. Keenam, kotoran hewan digunakan sebagai bahan bakar melalui uap nyang
ditimbulkan atau dalam bahasa modern disebut Bio Gas. Bio Gas atau uap
tersebut biasanya dihasilkan melalui penimbunan kotoran hewan dalam
septic tank. Gas yang dihasilkan kemudian disimpan dalam sebuah tabung
gas yang dapat dialirkan ke kompor gas dan bisa dijadikan untuk memasak
dan memanggang. Lantas, bagaimana penggunaan Bio Gas tersebut.

F. Rumah Sehat
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan. Rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari
manusia.
Menurut Budiman Chandra (2007), persyaratan rumah sehat yang tercantum
dalam Residential Environment dari WHO (1974) antara lain :
a. Harus dapat berlindung dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai
tempat istrahat.
b. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, memasak, mandi, mencuci, kakus
dan kamar mandi.
c. Dapat melindungi bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
d. Bebas dari bahan bangunan berbahaya.
e. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi
penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.
f. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.

10
Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999
meliputi parameter sebagai berikut:
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai,
aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan
sebagainya.
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah atau bekas tambang.
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran
seperti jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari
gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai
berikut:
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi.
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150 µg/m. c) Gas
SO2 maksimum 0,10 ppm.
c. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB. A, maksimum 55 dB. A.
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan.
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit.
c. Memiliki sarana jalan lingkunga n dengan ketentuan konstruksi jalan
tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan

11
pejalan kaki dan penyandang cacat jembatan harus memiliki pagar
pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata.
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan.
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan.
g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat
kerja,tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya.
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya.
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
j. Penghijauan.
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan
pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian
alam. Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut
Kepmenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:
1) Bahan bangunana) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan
bahan yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain: debu total
kurang dari 150 µg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per24 jam,
plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan.
2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
5. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan.
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

12
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
g. Pencahayaan alam dan / atau buatan langsung maupun tidak langsung
dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal
60 lux dan tidak menyilaukan mata.
8. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/
orang/hari; b) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air
bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan
Kemenkes 907 tahun 2002.
b. Sarana penyimpanan makanan.
c. Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.

G. Sanitasi Tempat Umum


Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan
aktivitas ditunjukan kepada upaya kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati
R, 2002). Sanitasi tempat-tempat umum merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang mencuat cukup mendesak karena tempat umum merupakan tempat
bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang diperoleh
masyarakat tersebut. Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat
terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan
kesehatan lainnya.

13
Tujuan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain:
1. Untuk memantau sanitasi tempat-tempat sales manager beroperasi
berkala.
2. Untuk membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat
umum.
Sementara manfaat dan pentingnya sanitasi adalah sebagai berikut:
1. Mencegah penyakit menular.
2. Mencegah kecelakaan.
3. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap.
4. Menghindari pencemaran.
5. Mengurangi jumlah (presentase) sakit.
6. Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman (Widyat, 2002).

H. Sanitasi Makanan dan Minuman


Sanitasi makanan merupakan salah satu bagian yang penting, dalam segala
aktivitas kesehatan masyarakat, mengingat adanya kemungkinan penyakit-
penyakit akibat makanan. Sanitasi makanan meliputi kegiatan usaha yang ditujukan
kepada kebersihan dan kemurnian makanan agar tidak menimbulkan penyakit.
Usaha-usaha sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan antara lain:
1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan.
2. Higiene perorangan dan prktek-praktek penanganan makanan oleh
karyawan yang bersangkutan.
3. Keamanan terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama dalam proses
pengolahan, penyajian/peragaan dan penyimpanannya.
6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat/perlengkapan.

14
Adapun tujuan dari sanitasi makanan yaitu:
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen
dari penyakit.
2. Mencegah penjualan makanan yang merugikan pembeli.
3. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.

Untuk menjaga agar makanan tidak sampai tercemar oleh berbagai zat yang
membahayakan kesehatan, maka bahan makanan haruslah dikelola dengan sebaik-
baiknya. Dalam kehidupan sehari-hari, jika membicarakan pengelolaan makanan
ini, asosiasi biasanya tertuju ketika makanan tersebut dimasak (berada di dapur)
atau disajikan (berada di meja makan) saja. Jika ditinjau dari sudut santasi
makanan, jalan pikiran seperti ini tidaklah begitu tepat. Karena jauh sebelum bahan
makanan tersebut berada di dapur atau meja makan, soal sanitasinya seharusnya
sudah diperhatikan. Jadi sanitasi makanan harus diperhatikan pada setiap tahap dari
proses perjalanan bahan makanan, yang diedakan atas:
1. Sumber bahan makanan
Sumber bahan makanan bermacam-macam, karena tergantung dari
jenis bahan makanan itu sendiri. Misalnya daerah pertanian, daerah
peternakan, daerah perikanan atau mungkin langsung dari sumber
alamiah seperti: hutan, kali, laut, dan sebaganya. Untuk mendapatkan
bahan makanan yang terhindar dari pencemaran, maka sanitasi sumber ini
haruslah dipelihara dengan baik. Ambil contoh daerah pertanian
misalnya; hendaknya dihindari pemakaian insektisida yang dapat
meracuni bahan makanan, ataupemakaian pupuk yang tidak memenuhi
syarat, seperti misalnya pemakaian pupuk kotoran manusia pada sayur-
sayuran yang sering dimakan mentah. Demikian pula halnya jika sumber
bahan makanan tersebut daerah peternakan dan atau perikanan, soal
sanitasi tempat tersebut harus pula diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
Membuang sisa pabrik di kali atau di laut yang diambil ikannya, adalah

15
pekerjaan yang tidak bertanggung jawab, karena ikan dapat mengandung
zat-zat kimia yang merusak kesehatan bagi yang memakannya.
2. Pengangkutan bahan makanan
Ketika bahan makanan diangkut dari sumber ke pasar, maka
sanitasinya harus pula diperhatikan. Tergantung dari bahan makanan apa
yyang diangkut, maka cara pengangkutan yang dipakai bermacam-
macam. Berbagai cara pengangkutan ni pada dasarnya mempunyai dua
tujuan, yakni agar bahan makanan tidak tercemar oleh zat zat yang
membahayakan, dan agar bahan makanan tersebut tidak sampai rusak.
Pengangkutan daging atau ikan segar misalnya, sebaiknya dilakukan
dengan mempergunakan alat pengangkut yang dilengkapi alat pendingin
yang tertutup. Dengan cara ini, daging atau ikan tersebut tidak rusak serta
berbagai penyebab yan diperkirakan dapat mencemarkannya dapat
dihindari. Di Indonesia sering ditemukan keranjang sayur yang diletakkan
di lantai atau dalam kamar kecil kereta barang. Keadaan ini tentu saja
tidak sehat, karena sayuran tersebut mungkn telah tercemar oleh berbagai
zat yang berbahaya.
3. Penyimpanan bahan makanan.
Tidak selalu bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi
oleh masyarakat. Demikian pula halnya, bahan makanan yang dibeli oleh
keluarga untuk keperluan rumah tangga, Untuk itu harus diatur
penyimpanannya yang baik, secara besar-besaran penyimpanan bahan
makanan disebut “digudangkan”. Dalam penyimpanan ini kadanggkala
dipelukan pengawetan makanan, atau diletakkan begitu saja, yang
kesemuanya tergantung dari macam bahan makanan itu.
4. Pemasaran bahan makanan.
Bahan makanan biasanya dijual di pasar. Untuk ini sanitasi pasar
harus pula diperhatikan. Pada Negara-negara yang teah maju, biasanya

16
bahan makanan dijual di supermarket, yang sanitasinya telah diatur dan
diawasi dengan ketat.
5. Pengolahan bahan makanan.
Makanan diolah di dapur. Di sini sanitasinya harus pula
diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
6. Penyajian makanan.
Makanan yang telah diolah kemudian disajikan untuk langsung
dimakan (rumah tangga) atau dipakai sebagai bahan promosi (di restoran).
Sama halnya dengan tahap perjalanan makanan lainnya, sanitasi ketika
penyajian ini perlu pula diprhatikan dengan baik.
7. Penyimpanan makanan yang telah diolah
Jika makanan yang telah dimasak tidak habis sekali makan, atau
karena mungkin dimasak dalam jumlah yang banyak (pada restoran)
maka makanan ini biasanya disimpan. Dalam penyimpanan makanan
yang teah dimasak ini, soal sanitasi harus pula diperhatikan.

Persyaratan fisik air minum merupakan persyaratan air yang dapat dinilai
dengan indera, seperti indera penglihatan, indera penciuman dan indera perasa.
Menurut Kusnaedi (2010), air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan
fisik sebagai berikut:

1. Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna
berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.
2. Temperatur air normal
Air yang baik harus memiliki temperatur yang sama dengan
temperatur udara (20-260C). Air yang secara mencolok mempunyai
temperatur di atas atau di bawah temperatur udara, berarti mengandung
zat-zat tertentu (proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme

17
yang menghasilkan energi) yang mengeluarkan atau menyerap energi
dalam air.
3. Rasanya tawar
Air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit
atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin
disebabkan oleh adanya garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan
rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.
4. Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh
maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik
yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme
air
5. Jernih atau tidak keruh
Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari
bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin
keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit.
6. Tidak mengandung zat padatan
Air minum yang baik tidak boleh mengandung zat padatan,
walaupun jernih, air yang mengandung padatan yang terapung tidak baik
digunakan sebagai air minum. Apabila air dididihkan, zat padat tersebut
dapat larut sehingga menurunkan kualitas air minum.

I. Pembasmian dan Pengendalian Vektor


Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh
vektor dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vektor,
menurunkan kepadatan dan umur vektor untuk mengurangi kontak vektor dengan
manusia atau memutus rantai penularan penyakit.
Tujuan pengendalian vector

18
1. Mencegah wabah penyakit, memperkecil risiko kontak antara
manusia dengan vektor penyakit dan memperkecil sumber penularan
penyakit/reservoir
2. Mencegah dimasukkannya vektor atau penyakit yg baru ke suatu
kawasan yg bebas, dilakukan dengan pendekatan legal, maupun
dengan aplikasi pestisida (spraying, baiting, trapping).

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan lingkungnan yaitu bagian integral ilmu kesehatanmasyarakat yang
khusus menangani dan mempelajari hubungan manusiadengan lingkungan dalam
keseimbangan ekologis.
Cara-cara Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan:
1. Tidak mencemari air dengan membuang sampah disungai.
2. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
3. Mengolah tanah sebagaimana mestinya.
4. Menanam tumbuhan pada lahan-lahan kosong.

B. Saran
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan
halyang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan
danfaktor keturunan

20

Anda mungkin juga menyukai