Ica REFERAT RADIOLOGI REVISI TERAKHIR
Ica REFERAT RADIOLOGI REVISI TERAKHIR
Pembimbing :
dr. Ratri Dianti, Sp.Rad
dr. Srie Retno Endah, Sp.Rad,M.Kes
Disusun Oleh :
Angreani Patulak (03015023)
Anisa Lujianti (03015026)
Pembimbing 1 Pembimbing 2
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Lesi Jaringan
Lunak Regio Bahu” ini dengan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode 6 Januari – 7 Februari
2020
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratri
Dianti, Sp.Rad dan dr. Srie Retno Endah,Sp.Rad,M.Kes, selaku pembimbing,
seluruh dokter dan staf bagian Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih, serta rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik yang telah memberi dukungan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik,
maupun saran yang bersifat membangun. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
profesi, pendidikan, dan masyarakat. Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala
kekurangan yang ada.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 2
2.1 Anatomi Rotator Cuff 2
2.2 Definisi Rotator Cuff 5
2.3 Etiologi Lesi Jaringan Lunak Rotator Cuff ...................................... 5
2.4 Faktor Risiko Lesi Jaringan Lunak Rotator Cuf ............................. 6
2.5 Jenis Lesi Jaringan Lunak Rotator Cuff ........................................... 6
2.6 Penegakan Diagnosis Lesi Jaringan Lunak Rotator Cuff.............. 12
2.6.1 Anamnesis 12
2.6.2 Pemeriksaan Fisik 14
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang 20
2.7 Tatalaksana Lesi Jaringan Lunak Rotator Cuff............................. 33
2.8 Prognosis Lesi Jaringan Lunak Rotator Cuff ................................. 34
BAB III KESIMPULAN................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Shoulder joint merupakan salah satu anggota gerak yang memiliki mobilitas
tinggi dan mudah mengalami cidera yang dapat menyebabkan keterbatasan gerak
hingga gangguan fungsi. Rotator Cuff Injury merupakan salah satu kasus yang
banyak terjadi pada regio bahu dan menyebabkan terganggunya stabilitas sendi
bahu akibat kerusakan atau lesi dari Rotator Cuff. 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
tendon adalah untuk mengirimkan daya di antara tulang dan otot. Pada dasarnya
tendonlah yang memungkinkan kita bergerak karena tendon adalah perantara ketika
otot menggerakkan tulang dan memungkinkan transmisi kekuatan yang dihasilkan
oleh otot ke tulang yang menghasilkan pergerakan sendi (Woo, 2000; Hildebrand
dkk, 2005).
Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang sedikit lentuk, yang mengikat satu
tulang dengan tulang lainnya dan membentuk sendi. Sendi adalah penyambung
antar tulang sehingga tulang mampu digerakkan. Fungsi utama sendi bahu adalah
untuk menggerakkan lengan dan tangan ke segala posisi dalam hubungannya
dengan tubuh. Konsekuensinya, sendi bahu sangat dinamis, sehingga relatif tidak
stabil (Anonymous, 2013; Thompson J.C, 2010).
3
Gambar 2. Sendi Bahu. (1) sendi gleno humeral, (2) sendi
akromioklavikula, (3) sendi sternoklavikula, (4) sendi subakromial, (5) sendi
skapulo-thorasik.2
4
2.2. Definisi
Rotator cuff adalah kelompok dari empat otot dan tendon yang
bekerja sebagai satu unit untuk menggengam tulang bahu bersama-sama, yang
memungkinkan pasien untuk dapat mengangkat tangan mereka dan mencapai
sesuatu diatas kepala. Rotator Cuff berfungsi untuk menjaga stabilitas sendi
glenohumeral dengan menarik humerus ke arah skapula untuk gerakan-gerakan
sendi glenohumeral seperti abduksi-adduksi, rotasi dan fleksi-ekstensi. 2 Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap lesi rotator cuff yaitu proses degeneratif yang
dipicu trauma berulang akan menyebabkan reaksi vaskuler yang pada akhirnya
akan menjepit tendon. Jepitan ini meningkatkan risiko robekan tendon. Robekan
tendon meningkatkan risiko osteoarthritis.5
6
menciptakan komunikasi abnormal antara sendi glenohumoral dan bursa
subacromial. Full Thicknes Tear berarti tendonnya tidak lagi menempel
pada tulang. Dalam robekan yang traumatis terdapat avulsi dari tuberositas,
atau sebuah tendon secara medial robek dari insersi tendon, sehingga satu
bagian insersi tetap utuh. 5
Cofield membagi robekan rotator cuff dengan ketebalan penuh menjadi
yang berikut:
a. Kecil, hingga 1 cm,
b. Sedang 1-3 cm,
c. Besar 3-5 cm,
d. Masif, > 5 cm
Robekan massif ditegakkan bila robekan > 5 cm atau setidaknya 2 tendon
yang terpengaruh
Kalsifikasi Patte retraksi robekan cuff pada bidang frontal (Gambar 2.1).
Bersamaan dengan rekonstruksi arthroscopic, klasifikasi oleh Ellman dan Gartsman
semakin banyak digunakan (Gambar 2.2). 5
Robekan Rotator cuff kemudian bisa diklasifikasikan menjadi lima jenis:
tipe A, supraspinatus dan robekan subscapularis superior; tipe B, supraspinatus dan
seluruh air mata subscapularis; tipe C, supraspinatus, superior subscapularis, dan
infraspinatus merobek; tipe D, supraspinatus dan air mata infraspinatus dan tipe E,
supraspinatus, infraspinatus, and teres minor. 9
7
a) Tahap 1: Proksimal tendon dekat dengan insersi tulang; b) Tahap 2:
Proksimal tendon berada di caput humerus; c) Tahap 3: Proksimal tendon
berada pada glenoid 5
8
Gambar 6. Klasifikasi Robekan parsial menurut Ellman. a) Permukaan artikular;
b) Permukaan bursa : 1 Grade 1 : robekan parsial kedalaman < 3mm; Grade :
robekan parsial dengan kedalaman 3-6 mm; Grade 3: Robekan parsial dengan
kedalaman 6mm 5
2.5.2 Tendinopati
Tendinopati didefinisikan sebagai cedera tendon pada tingkat seluler yang
paling umum berkaitan dengan usia dan proses degenerative, tetapi dapat juga
terjadi pada usia muda setelah adanya trauma. Jaringan ikat yang mengikat dan
mengatur kolagen tendon mengalami robekan mikroskopis yang mengarah ke
aktivasi mediator peradangan dan penyembuhan tendon yang tidak teratur. Tendon
sering menebal dan dapat menunjukkan delaminasi, degenerasi mukoid dan
akhirnya robekan parsial pada pencitraan. Kalsifikasi Tendinopati ditandai dengan
deposisi intrasubstansi kristal kalsium hidroksiapatit dengan etiologi yang tidak
diketahui. Deposit kalsifikasi mungkin tanpa gejala tetapi bisa menjadi
menyakitkan saat terjadi pembengkakan tendon fokal yang dapat berkontribusi
pada tubrukan eksternal . Pelepasan kalsium dari tendon ke dalam SAB (Bursa
Subacromial) di atasnya dapat menghasilkan reaksi inflamasi akut bursa.8
9
2.5.3 Tumor
Tipe histologic tumor jaringan lunak yang sering terjadi pada bahu;
1. Pseudotumor
a. Lesi Kistik Benigna
Lesi kistik yang berdekatan dengan sendi acromioclavicular (AC) biasanya
disebabkan oleh robekan rotator cuff lama, di mana cairan sendi dari sendi
glenohumeral berhubungan dengan sendi AC melalui sobekan rotator cuff yang
besar. 3
b. Lesi Pseudotumoral lainnya
Elastofibroma dorsi terdiri dari lemak yang terperangkap dalam serat matriks. Ini
terjadi di wilayah subscapular pada pasien paruh baya hingga yang lebih tua,
memiliki bentuk oval atau lentikular, dan bisa bilateral. Lesi ini juga disebabkan
karena gesekan mekanis antara skapula dan dinding dada. Di US dan MRI, lesi ini
tampak berlapis-lapis, menyerupai lasagna.3
Pseudotumor intramuskuler bilateral terjadi akibat injeksi steroid
intramuskular steroid anabolik pada otot deltoidyang dapat terjadi pada
binaragawan. Secara histologis, ada beberapa kemungkinan mekanisme penyebab
yang menjelaskan asal usul semua lesi jaringan lunak: suntikan infeksius nonsterile
yang disebabkan oleh berbagi jarum, trauma fisik yang disebabkan oleh suntikan
intramuskuler berulang, atau respon inflamasi terhadap agen steroid atau bahan
dasar minyak dicampur dengan steroid. 3
10
Tabel 1. Klasifikasi dan Osifikasi tumor jaringan lunak dan pseudotumor3
2. Tumor Benigna
a. Lipoma
Lipoma adalah tumor mensenkimal pada bahu dengan massa tumbuh
lambat tanpa rasa sakit, biasanya terjadi pada pasien paruh baya dan lanjut usia.
Letaknya bisa dangkal atau terletak sangat dalam antara otot. Lipoma
superfisial memiliki bentuk oval atau fusiform; dapat ditekan dan bersifat
hiperogenik pada US. (6)
3. Neurogenic Tumors
Schwannoma dan neurofibroma secara histologis adalah dua tumor
neurogenik berbeda yang seringkali sulit dibedakan pada pencitraan karena
tanda-tanda pencitraan yang tumpang tindih.(6)
4. Tumor Benigna Vaskular dari Jaringan lunak
Anomali vaskular dari jaringan lunak terdiri dari spektrum lesi heterogen,
sering terlihat pada pasien muda Dua kategori utama dari anomali vaskular:
tumor vaskular da malformasi vaskular. Hemangioma merupakan tumor
pembuluh darah yang terdiri dari proliferasi endotel dan hiperplasia, biasanya
terjadi dalam beberapa minggu pertama kehidupan, diikuti secara bertahap
involusi pada usia 7 hingga 10 tahun. Malformasi vaskular timbul dari saluran
displastik vaskular dengan pergantian endotel normal.6)
5. Myxoma
Myxoma mengandung banyak stroma myxoid avascular dimana
sejumlah kecil sel tertanam. 6
11
6. Tumor Maligna
Tumor jaringan lunak ganas tentang bahu terdiri dari heterogen
sekelompok tumor. Sering tetjadi di pasien setengah baya atau lanjut usia,
meskipun fibrosarcoma, rhabdomyosarcoma, dan hemangiosarcoma pada
anak-anak <5 tahun. Pada pasien dewasa, sarkoma sel sinovial harus
dimasukkan dalam Diagnosis banding. Pada pasien dewasa,
myxofibrosarcoma dan liposarkoma paling banyak ditemukan.(6)
12
mereka dengan telapak tangan mereka (tanda Napoleon) atau menyentuh bahu
sebelahnya (bear hug test).5
Pada tumor ada beberapa hal yang dapat kita tanyakan sepertiu mur pasien,
pada bayi dan anak bisa terlihat lesi jinak dimana terlihat pertumbuhan lokal,
kecacatan, pertumbuhan berlebihan pada ekstremitas atau penurunan fungsi
(lipoma, hemangioma, neurofi broma, hamartoma). Sarkoma jaringan lunak pada
anak sangat jarang dan bila ada, sangat mungkin adalah rabdomiosarkoma. Pada
dewasa rabdomiosarkoma sangat jarang pada ekstremitas. Sarkoma jaringan lunak
lebih sering terjadi pada dewasa mulai dekade ke-4.5
Kedua lamanya lesi, pola pertumbuhan sangat penting. Massa yang telah
ada selama beberapa tahun dan tumbuh lambat umumnya jinak. Pertumbuhan yang
cepat menunjukan massa kemungkian
ganas atau infeksi. Kecepatan tumbuh tumor merupakan hal penting yang harus
dievaluasi. 5
Ketiga nyeri, Penekanan jaringan sekitar oleh tumor jaringan lunak sering
menimbulkan nyeri, tetapi tumor sendiri jarang menimbulkan nyeri bagi pasien.
Perkecualian pada peripheral nerve sheath tumors dan sarkoma jaringan lunak
tumbuh cepat yang bisa menimbulkan penekanan pada struktur sekitarnya dan
terjadi kompresi intrakompartemen. Infeksi juga bisa menimbulkan nyeri.5
Keempat riwayat trauma, trauma kronik yang berulang pada jaringan lunak
bisa menimbulkan fi brosis reaktif, atau miosistis osifi kan. Bila massa menetap
setelah trauma, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk menentukan apakah
massa berhubungan dengan trauma (hematoma atau seroma yang persisten) atau
tumor jaringan lunak. Ditanyakan juga tentang trauma tembus,
infeksi yang bisa menimbulkan reaksi terhadap benda asing yang masuk ke
dalamtubuh, dan menimbulkan massa kalsifi kasi pada jaringan lunak.5
Ke lima riwayat keluarga dengan massa jaringan lunak, hal ini terutama
diamati pada neurofi bromatosis. Pada beberapa kasus sindroma kanker keluarga
(seperti Li-Fraumeni syndrome yang dikaitkan dengan mutasi p53 allele), angota
keluarga mempunyai resiko tinggi menderita sarkoma jaringan lunak atau bentuk
lain kanker.5
13
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Untuk mendiagnosis robekan rotator cuff, selain melakukan anamnesis
seperti yang telah dijelaskan di atas, perlu dilakukan pemeriksaan fisik, yaitu
dengan inspeksi (apakah ada atrofi, scar), palpasi (apakah ada nyeri tekan),
pemeriksaan rentang gerakan bahu (fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal
rotasi, internal rotasi) dan sejumlah uji spesifik. 7
Uji Spesifik shoulder yang umumnya dilakukan antara lain :7
a. Supraspinatus
Pemeriksaan untuk rotator cuff superior atau supraspinatus dapat
dilakukan dengan beberapa tes yaitu, tes Jobe atau empty can test dimana
pasien mengangkat lengan kemudian melakukan gerakan abduksi 90o dan
anteposisi 20o setelah itu melakukan gerakan rotasi internal dengan
pemeriksaa yang berada dibelakang melawan gerakan dari scapula dan
merasakan apakah terdapat penurunan kekuatan atau tidak. Adanya nyeri
menandakan uji yang positif. Dengan maneuver yang sama tetapi gerakan
rotasi eskterna juga dapat dilakukan tes untuk memeriksa supraspinatus
yaitu tes Full can, tes ini dapat merasakan penuruan kekuatan yang sama
pada tes Jobe tetapi dengan nyeri yang lebih rendah. 7
Jenis pemeriksaan yang lain untuk melakukan pemriksaan terhadap
rotator cuff superior juga bisa dengan Rent test, tes ini dilakukan dengan
cara pemeriksa berdiri di belakang pasien. Dengan satu tangan memegang
tangan pasien kemudian menekuk siku atau fleksi 90°, dan dengan jari
telunjuk tangan lainnya melakukan perabaan (palpasi) pada daerah
subacromial. Kemudian meluruskan Lalu melakukan gerakan rotasi internal
dan eksternal. Jika ada robekan, indeks akan meraba tuberositas mayor dan
area "kosong", sesuai dengan kegagalan insersi tendon pada tuberositas. 7
14
Gambar 7. Tes untuk rotator cuff superior. (a) Tes Jobe. Pasien mengangkat lengan dari posisi abduksi dan
anteposisi sekitar 90 ° dan 20 °, masing-masing. Pemeriksa, berdiri di belakang pasien, melawan pengangkatan.
Tes positif ketika pemeriksa merasakan penurunan kekuatan dibandingkan dengan tangan yang sehat. Rasa
sakit, yang sering timbul, bisa membuat tes sebagai false positive. (B) manuver yang sama, tetapi dengan lengan
di rotasi eksternal (full can test), memungkinkan pemeriksa untuk menemukan penurunan kekuatan yang sama,
tetapi memicu rasa sakit yang lebih rendah. (c) Abduksi 45 °. Pemeriksa berdiri di belakang pasien. Dengan
satu tangan menghentikan rotasi skapula dan dengan tangan yang lain mengevaluasi kekuatan gerakan antara
abduksi 45 ° dan 90 °. (d, e) Rent test. Pemeriksa berdiri di belakang pasien. Dengan satu tangan memegang
siku dengan gerakan fleksi 90 °, dan dengan jari telunjuk tangan lain meraba daerah subakromial. Kemudian
dia meluruskan lengan dan melakukan gerakan rotasi eksternal (d) dan internal (e)7
15
b. Infraspinatus
Drop sign (untuk infraspinatus) dilakukan dengan lengan pada
posisi abduksi 90° dan mendekati rotasi eksternal maksimum. Siku
difleksikan 90 °. Pemeriksa memegang siku dengan satu tangan dan
pergelangan tangan pasien dengan tangan yang lain, memastikan pasien
tidak memutar badannya. Kemudian, pasien diminta untuk
mempertahankan posisinya sendiri. Tes positif ketika ekstremitas
kehilangan posisi rotasi eksternal atau jatuh dalam rotasi internal.7
Gambar 8. Drop sign. Anggota badan ditempatkan secara pasif dalam posisi abduksi dan rotasi
eksternal 90 °. Pasien kemudian diminta untuk secara mandiri mempertahankan posisi awal. (d) Tes
positif ketika ekstremitas tidak dapat mempertahankan posisinya, kehilangan beberapa ekstrarotasi
dan abduksi (10°). (e) Kekuatan dalam rotasi eksternal.7
16
memutar badan. Kemudian, pasien diminta mempertahankan posisi ini
secara mandiri. Tes positif ketika setidaknya 10° rotasi eksternal hilang7
Gambar 9. ERLS Secara pasif pemeriksa melakukan abduksi lengan pada pasien dan
rotasi eksternal 45°. Pemeriksa harus memeriksa bahwa pasien tidak memutar
badannya. (B) Tes positif ketika pasien tidak dapat mempertahankan posisi secara
mandiri dimana rotasi eksternal (kehilangan setidaknya 10°).7
17
Gambar 10. Lift- off test Pasien diminta untuk memindahkan
belakang tangannya ke daerah pingganga sampai melekat pada
daerah pinggang kemudian meminta pasien untuk sedikit
menjauhkan tangannya dari daerah tersebut dan
mempertahankan posisinya.7
Gambar 10. IRLS. Pemeriksa memegang tangan pasien pada ibu jari dan
mendekatkan tangan pasien pada daerah pinggang atau lumbar (L2-L5),
menjaganya agar berada di posisinya. (B) Tes dianggap positif jika pasien
tidak mampu mempertahankan posisi ini secara mandiri. 7
18
e. Posterior cuff (Teres minor)
Pemeriksaan pada otot ini dapapt dilakukan dengan maneuver horn blower test.
Tes ini dianggap positif ketika pasien diminta untuk membawa tangannya ke mulut,
dan tidak mampu membuat gerakan ini atau membuat gerakan abduksi pada lengan
yang terkenaatau sakit. Hasil positif pada tes ini menunjukkan robekan cuff yang
tidak dapat diperbaiki. 7
Gambar 12. Tes Horn Blower (a) Pasien diminta untuk membawa tangannya
ke mulut.
2.6.3 (B) Tes Penunjang
Pemeriksaan dianggap positif ketika ia tidak dapat membuat gerakan ini
atau melakukan gerakan abduksi lengan yang terkena.7
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kasus lesi jaringan lunak pada region bahu atau rotator cuff
sangat jarang dilakukan karena sebagian besar untuk mendiagnosis
kelainan ini dengan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologi. Karena kebanyakan dari pasien yang mengalami
kelainan ini mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang
normal.11
HASIL NILAI
PARAMETER SATUAN
02/09/19 RUJUKAN
Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium11
19
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15 g/dL 13,2 – 17,3
Eritrosit 5,2 x106/µl 4,50 – 5,90
Leukosit 11 x103/µl 4,40 – 11,30
Trombosit 353 x103/µl 150 – 400
Hematokrit 44,1 % 40 – 52
MCV 85 fl 80 – 100
MCH 29 pg 26 – 34
MCHC 34 g/dl 32 – 36
RDW-CV 12,4 % 12,2 – 15,3
KIMIA
Glukosa Darah
96 mg/dl 70 – 110
Puasa
b. Rontgen Bahu
Radiologi konvesional memungkinkan pemeriksa untuk
mengevaluasi jaringan karakteristik jaringan lunak, termasuk adanya
kemungkinan kalsifikasi dan karakteristik tulang yang sedang
diperiksa, dan terutama aspek dari akromion, tuberositas dari caput
humerus, sclerosis tuberositas mayor dari humerus dan kelengkungan
(kelemahan supraspinatus yang memungkinkan caput untuk naik
kembali), identifikasi degenerasi kista vakuolar, kembalinya caput
humerus, dan bersamaan deformasi rematik acromioklavikular.
Radiologi konvensional tidak dapat mendefinisikan sejauh mana total
atau lesi parsial rotator cuff.7
Di antara faktor tulang penting yang dapat membantu penilaian
dari degenerasi tendon yang dapat menginduksi sebagian atau lesi total
untuk rotator cuff, tiga faktor ini dianggap bertanggung jawab terhadap
20
hal tersebut: akromion, caput humerus dan tuberositas, deformasi sendi
akromioklavikula pada bidang humeral.7
Menurut literatur internasional terbaru, menghitung nilai acromial
indeks (AI) dapat memprediksi lesi robekan parsial atau total pada
rotator cuff. Nilai absolut AI diperoleh dengan menghitung selisihnya
antara ujung lateral glenoid dan acromial. Selisih antara GA / GH
memberikan nilai AI jika> 0,7, meningkatkan risiko lesi rotator cuff. 7
Perhitungan lainnya dapat dengan meghitung sudut CSA, yang
diakui sebagai evaluasi dari kemungkinan lesi tendon rotator cuff,
terhadap posisi yang lebih eksternal dari akromion dan kemiringan
glenoid. Pengukuran diambil dengan menggambar garis tegak lurus
terhadap glenoid dan yang kedua mulai dari tepi bawah glenoid dan
berakhir di sela terjauh akromion, menciptakan sudut CSA sudut, di
mana nilai lebih tinggi dari 35° menunjukkan risiko insidensi rotator
cuff meningkat. Sedangkan nilai dibawah 30o lebih sering terjadi
osteoarthritis dari sendi glenohumeral.
Gambar 13. Kiri : Nilai indeks akromial (AI) adalah <0,7 yang berarti
kondisi negatif untuk robekan rotator cuff , kanan : Nilai> 30–35 °
mengindikasikan degenerasi rotator cuff / robekan. 7
21
Gambar 14. Penyempitan ruang
subacromial merupakan tanda Gambar 15. Tendonitis kalsifikasi dengan
spesidik tetapi tidak sensitive pada deposit kalsifikasi diatas tuberositas mayor.
(5)
robekan full thickness rotator cuff(5)
Gambar 16. Robekan Gambar 17. Massa jaringan lunak tidak spesifik (panah putih)
Rotator cuff kronik, aposisi terlihat pada superior dari sendi AC. Ada ketinggian yang ditandai
tulang pada akromion bagian dari humerus menuju akromion, yang merupakan indikasi robekan
bawah5 rotator cuff lama. (c) Ultrasonografi menunjukkan lesi kistik yang
besar berkomunikasi dengan sambungan AC (panah hitam). 3
22
Gambar 18. Radiografi anteroposterior dan (b) tampilan endorotasi menunjukkan beberapa nodul
besar yang keras dengan ukuran berbeda di dalam sendi glenohumeral dan pada alur bicipital (panah
hitam). Perhatikan penyakit sendi degeneratif dengan pembentukan osteofit besar di humerus
proksimal medial (panah hitam). 3
c. Ultrasonografi bahu
Ultrasonografi (USG) telah ditetapkan sebagai cara ysng efektif
dalam mengevaluasi rotator cuff. Pemeriksaan bahu lengkap secara
rutin melibatkan penilaian rotator cuff dan struktur di sekitarnya.
Tendon subscapularis muncul pada pemindaian sumbu panjang (long
axis scan) memiliki bentuk cembung (convex) dan struktur
ekostruktur fibrilla, terletak jauh di dalam otot deltoid dan superfisial
dari caput humerus. Untuk mengevaluasi otot dan integrit tendon,
penilaian dinamis selama gerak pasif internal dan rotasi eksternal, tetap
pada posisi adduksi. Pada pemindaian sumbu pendek (short axis),
multipennate struktur tendon subscapularis normal menciptakan
serangkaian celah hypoechoic. 7
Tendon supraspinatus dapat terlihat dengan menggunakan rotasi
internal lengkap dengan lengan pasien menjulur ke belakang, siku fleksi
dan menunjuk langsung ke posterior, dan dengan telapak tangan pasien
tangan ditempatkan di panggul. Pemindaian long axis dan short axis
23
harus diperoleh. Pada pemindaian long axis, tendon supraspinatus
divisualisasikan sebagai paruh burung cembung (convex beak shaped)
dengan struktur hyperechoic diatas pita hypoechoic halus dari tulang
rawan artikular dan korteks humerus hyperechoic, berakhir menjadi
tuberositas mayor. Tendon ini terletak di bawah lapisan bursa subdeltoid
subakromial dengan cairan hypoechoic di dalamnya dan di bawah otot
deltoid hypoechoic Pada pemindaian short axis, tendon supraspinatus
memiliki bentuk cembung, dan itu terdiri dari tekstur homogeny dari
level medium echo. Penilaian dinamis dilakukan dengan abduksi pasif
dan adduksi lengan pasien. 7
Tendon Infraspinatus dan teres minor tendon dievaluasi
menggunakan pendekatan posterior, dengan posisi transduser pada
sendi glenohumeral. Lengan pasien ditempatkan melintang dadanya dan
telapak tangan pasien diletakkan bahu sebelahnya. Transduser
kemudian ditempatkan di atas bagian posterior dari sendi glenohumeral,
dan tulang belikat skapula digunakan sebagai penanda yang
membedakan fossa supraspinous (transduser bergeser ke atas) dari fossa
infraspinous (Transduser bergeser ke bawah) pada bidang sagital.
Tendon Infraspinatus lebih besar dan lebih panjang daripada tendon
teres minor. Pada pemindaian long axis, keduanya memiliki pola
fibrillar. Tendon infraspinatus memiliki morfologi berbentuk paruh,
sementara tendon teres minor tampak seperti segitiga tipis. Pada
pemindaian short axis, mereka divisualisasikan sebagai lapisan
berbentuk cembung dengan echogenisitas tingkat menengah (level
medium) .Penilaian dinamis dilakukan dengan gerak pasif rotasi
internal-eksternal, dengan lengan pasien dalam keadaan adduksi. 7
24
Gambar 19 . Probe longitudinal ke otot subscapularis (melintang ke bahu
anterior). (a) Pemeriksaan dinamis menggunakan rotasi internal dan eksternal
sendi glenohumeral. (B) Coracoid (c); tendon subscapularis; ligamentum
korakohumeral (l); otot deltoid (d) 7
Gambar 20. Pemindaian short axis dari subscapularis pada tingkat musculotendinous.
Otot hypoechoic (panah) antara echogenic slip tendon normal dan tidak boleh
disalahartikan sebagai tendinosis atau robekan. (a) Teknik pemindaian sumbu pendek
tendon Subscapularis; (B) Gambaran ultrasonografi tendon subscapularis, caput
humerus (h); Tendon subscapularis; Jaringan otot terselip di antara selaput tendon
(panah)7
25
Gambar 21. Probe longitudinal ke tendon supraspinatus, dengan bahu dalam posisi
netral. Teknik pemindaian tendon sovraspinatus long axis ; (b) (SS) tendon
sovraspinatus; Akromion (A); otot deltoid (D) 7
26
Gambar 23 Pemeriksaan dinamis supraspinatus dapat bermanfaat pada
evaluasi lebih lanjut dari impingement dan robekan cuff. Pemindaian tendon
sovraspinatus teknik. (B) gambar ultrasonografi tendon sovraspinatus. Otot
deltoid (d); tendon sovraspinatus (ss); tubeberistas mayor humerus (gt);
subakromion deltoid bursa (panah). 7
28
Gambar 28. Gambaran US dari robekan parsial Gambar 29. Menunjukkan deposit kalsifikasi
dari tendon supraspinatus. Terdapat area reflektif dalam tendon suprasinatus sebagai area lengkung
rendah fokal pada permukaan artikular dari tendon yang sangat reflektif (panah putih). Terdapat
(panah elengkung). Robekan tidak meluas di bayangan akustik posterior yang sebagiannya
seluruh tuberositas, dan tidak tidak melibatkan menghalangi caput humerus didasarnya. D, otot
seluruh tendon.8 deltoid; GT, Tuberositas mayor.8
29
d. Magnetic Resonance Imaging Bahu
Efek multi-parametrik dari MRI memungkinkan karakterisasi jaringan
langsung, sedangkan efek beberapa bidang memungkinkan visualisasi
langsung dari segmen anatomi pada bidang yang berbeda. Aplikasi utama
MRI pada trauma bahu dan tungkai atas adalah penilaian lesi pada jaringan
lunak dan kerusakan sendi dan intraspongious. Ada banyak penyebab sakit
bahu, dan kebanyakan dari mereka mulai dari patologi rotator cuff atau
ketidakstabilan. 7
Robekan parsial rotator cuff telah diklasifikasikan dengan MRI sesuai
dengan kedalaman atau ketebalan vertical tendon yang terkena seperti: (a)
derajat I (kedalaman <3 mm), II derajat (antara 3 dan 6 mm), dan derajat III
(Kedalaman> 6 mm). Penting diperhatikan bahwa ketebalannya (diameter
craniocaudal) dari tendon supraspinous adalah sekitar 12 mm. Selanjutnya,
lesi parsial dapat dibagi menurut situs yang diminati dalam: (a) lesi superfisial
(28%) (yang hanya menarik bidang bursal) intralaminar (atau intratendinous)
(lebih dari 50% dari lesi parsial) ditandai dengan tidak adanya hubungan
dengan sendi atau bidang bursal 33% (c) saat menarik permukaan sendi dan
(d) kapan mereka menarik permukaan sendi dan bursal (39%). 7
30
Gambar 31. Gambaran MR Coronal oblique T1W (A) dan T2FS (B). Adanya High SI fluid di bursa
subakromial pada gambar T2W, menunjukkan bursitis (panah). Tendon supraspinatus menebal dengan
peningkatkan SI pada keduanya (T1W dan T2W) sebagai akibat dari tendinopati (panah).8
Gambar 32. Gambaran MRI dari Gambar 33. Robekan parsial dari tendon
robekan tendon supraspinatus 5 supraspinatus yang terisi cairan SI dan terdapat
cairan juga pada tendon bisep8
31
Gambar 34. MRI bahu kanan menunjukkan lesi intralaminar tendon
subscapularis (panah merah). (a) Pandangan koronal; (B) tampilan aksial.
7
32
Perawatan konservatif hanya untuk mengurangi rasa sakit dan menghindari
operasi, tetapi kehilangan fungsi lengan, khususnya kekuatannya akan menetap.
Seiring waktu, ukuran robekan rotator cuff meningkat dan akhirnya pasien terpaksa
mengurangi aktivitas fisik mereka.5
b. Operasi
Alasan paling umum dilakukan pembedahan adalah nyeri. Indikasi untuk
operasi adalah tendon robek pada pasien yang aktif dan profesi seorang atlet. Pada
kasus robekan akut diperlukan untuk melakukan operasi segera, maksimal 2 bulan
setelah cedera, karena retraksi tendon medial. Teknik tindakan bedah dapat dibagi
menjadi : open repair, mini-open repair dan artroskopi. 5
Robekan akut pada cuff dapat merupakan indikasi utama untuk operasi,
terutama pada pasien muda. Tetapi pada pasien diatas 65 tahun dan pada kasus yang
telah lama dan tanpa rasa sakit operasi merupakan kontraindikasi.11
Indikasi untuk terapi bedah adalah nyeri yang tidak berkurang setelah 3 terapi
konservatif 3 bulan, atau jika gejala kambuh secara menetap setelah periode terapi.
Hal ini ditujukan untuk mengurangi konsumsi obat-obatan dan imobilisasi lama
pada modalitas konservatif. Terutama jika memang ditemukan robekan rotator cuff
(parsial atau total) pada usia muda (Pavlou P & Cole A, 2010). Terapi pembedahan
yang dapat dilakukan antara lain : 1. Akromioplasti terbuka 2. Akromioplasti
arthroskopik 3. Repair rotator cuff terbuka 4. Repair rotator cuff arthroskopik.10
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Mercier, L.R."Rotator Cuff Syndrome." Ed. Fred Ferri. Philadelphia:
Mosby, Inc., 2009
2. Roy, Andre."Rotator Cuff Disease." eMedicine Eds. Robert E Windsor, et
al. Medscape.<htt:p//emedicine.com/pmr/topic l25.Html>. Accessed 28
Januari 2016, 10:15
3. Tanudjaja, George N.Jurnal Gangguan Manset Rotaor Cuff Sendi Bahu.
Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universita Sam Ratulangi
Manado.Vol6,No3;November2014,hlm S40-45
4. Anonymous. Applied Anatomy of Shoulder. In: Ludwig Ombregt: A
System of Orthopaedic Medicine. Churchill Livingstone. 2013. e39-50.
Diunduh dari URL :
http://www.orthopaedicmedicineonline.com/downloads/pdf/B97807
02031458000636_web.pdf
5. Čičak, Nikola, Hrvoje Klobučar, and Nenad Medančić. "Rotator cuff
injury." Medicina Fluminensis: Medicina Fluminensis 51.1 (2015): 7-17.
6. Pavlou P, Cole A. Chapter 13: The shoulder and pectoral girdle. In:
Solomon L, Warwick D, Nagayam S. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. 9th edition. Hodder Arnold. 2010. p. 345
7. Keener JD, Wei AS, Kim M, Steger-May K, Yamaguchi K. Proximal
Humeral Migration in Shoulders with Symptomatic and Asymptomatic
Rotator Cuff Tears. J Bone Joint Surg Am. 2009;91:1405-13.
8. Adam, Andy, et al. Grainger & Allison's Diagnostic Radiology E-Book.
Elsevier Health Sciences, 2014.
9. Lädermann, Alexandre, et al. "Classification of full-thickness rotator cuff
lesions: a review." EFORT open reviews 1.12 (2016): 420-430.
10. Pavlou P, Cole A. Chapter 13: The shoulder and pectoral girdle. In:
Solomon L, Warwick D, Nagayam S. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. 9th edition. Hodder Arnold. 2010. p. 345
11. Apley G, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi
Ketujuh. Widya Medika. 1995. Jakarta
12. Wright M, Cox J, Tidy C. Rotator cuff injury and inflammation. http://www.
Patient.co.uk/health/Rotator-Cuff-Injuryand Inflammation.htm.2012
13. Rotator cuff tendinitis-care guide. http://www.drugs.com/cg/rotator-
cufftendinitis.html. Truven Health Analytics Inc. 2014.
35