Anda di halaman 1dari 6

Kasus Kelompok 1 (Sistem Kardiovaskuler)

Tuan Edo adalah seorang pria berusia 50 tahun mengalami kardiomiopati dilatasi dan gagal jantung.
Dia menemui dokter dan perawatnya, mengeluhkantidak dapat tidur pada malam hari. Setiap kali ia
berbaring, ia harus segara duduk tegak karena tidak dapat bernapas. Biasanya ia dapat tidur dengan
2 bantal, tapi 2 minggu terakhir ini ia tidur dengan 4 bantal, dan ia bangun secara tiba-tiba 2 atau 3x
per malamhanya untuk duduk tegak dan bernapas. Semalam ia harus duduk tegak dengan sandaran
untuk bernapas. Dua minggu yang lalu ia dapat berjalan sekitar jarak 30 meter tanpa beristirahat
untuk bernafas, akan tetapi sekarang ia menjadi sesak napas hanya karena berjalan dari kursi ke
kamar mandi. Dengan mempertimbangkan perburukan gejala ini, dokter dan perawat memutuskan
Tn. Edo harus MRS.

Selain memiliki riwayat gagala jantung dan kardiomiopati, ia memiliki hipertensi dan DM tipe 2. Dulu
pernah bekerja menjadi tukang kebun di sekolah SD, sejak 2 tahun yang lalu berhenti karena sudah
tidak mampu bekerja berhubungan dengan kesehatannya. Ia memiliki riwayat merokok selama 37
tahun (1 hari 2-3 pack) dan minum kopi sekitar 1 gelas (350 ml) setiap hari.

Gagal jantung Tn. Edo jelas memburuk. Ia mengalami orthopnea berat dan mengalami dispnea
noktural paroksismal, yang meningkat dalam 24 jam terakhir hingga harus tidur dengan duduk tegak.
Toleransi aktivitas fisik menurun drastais, dan gejalanya menunjukkan bahwa dia berada pada NYHA
kelas IV.

Saat ini ia mengkonsumsi obat digoksin (0,25 mg/hari PO), simvastatin (10 mg/hari PO), furosemid
(80 mg/hari PO) dan spironolakton (25 mg/hari PO).

Pada saat masuk rumah sakit, tanda-tanda vitalnya adalah suhu 37,2 C; RR 38x per menit; FJ
116x/menit dan tD 95/45 mmHg. BB 60 kg dan tinggi 168 cm. Isi sekuncupnya jantungnya menurun,
menyebabkan upaya jantung untuk mengkompensasia debgan meningkatkan frekuensi jantung.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan klien terlihat cemas, duduk membungkuk, kurus, kepala
tempat tidur ditinggikan 450 , terlihat peningkatan tekanan vena jugularis. Klien menggunakan otot
tambahan untuk bernafas, dengan retraksi klavikula dan interkostal. Tidak terdengar krekels dan
ronkhi di area lapang thorak. Aktivitas atau berbicara menyebabkan pernapasan cheyne-stokes.
SpO2 96% dengan penggunaan nasal kanul 2 lpm. Terdengan summation gallop. Murmur regurgitasi
mitral II/IV terdengar paling baik pada bagian apeks, dan murmur regurgitasi trikuspid II/IV
meningkat dengan inspirasi. Abdomen mengalami distensi, keras, tidak ada nyeri tekan. Abdomen
pekak saat perkusi, dan batas hati tidak terpalpasi. Semua aspek pemeriksaan mengindikasikan
kelebihan volume cairan tubuh total .

Hasil Lab

Jenis pemeriksaan Hasil


Natrium 120 mEq/l
Kalium 3,6 mEq/l
Klorida 102 mEq/l
Bun 65 mg/dl
Kreatinin 2,4 mg/dl
Glukosa darah 450 mg/dl
Hb 8,4 g/dl
Albumin 2,9 g/dl
Fraksi ejeksi 30%

Berpikir kritis:

1. Apakah pasien ini perlu diintubasi?


2. Apakah pasien ini memerlukan kateter arteri pulmonal?
3. Obat-obatan apa yang anda perkirakan untuk diberikan pada klien?
4. Apakah transport oksigennya adekuat? Adakah intervensi yang bisa dilakukan untuk
mendukung oksigenasinya?
5. Dari kasus di atas, buatlah asuhan keperawatannya mulai dari pengkajian hingga evaluasi di
setting ICU!
Kasus 2 (SISTEM NEUROLOGI)

Nn. Bibin berusia 21 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas dengan kronologi klien sedang
menyebrang di perempatan lampu lalu lintas dengan mengendarai sepeda motor dengan kecepatan
sekitar 45 km/jam, kemudian ditabrak oleh truk tanki dari arah kiri klien yang melaju dengan
kecepatan sekitar 40 km/jam. Klien jatuh terlempar ke tepi jalan, dengan benturan pada sebah
pohon yang cukup besar. Klien dibawa oleh ambulan ke UGD dengan kondisi tidak sadar, nafas
gasping, 10 menit awal masih sadar , namun mengalami penurunan kesadaran saat transportasi di
dalam ambulan, klien terpasang servical colar. Ada luka terbuka di daerah pelipis, dan keluar cairan
bening dari telinga dan hidung. Klien meronta-ronta seperti orang marah saat di ambulan sehingga
perawat memasang reintrain fisik. Perawat pre hospital (di ambulan) memberikan bantuan oksigen
masker untuk menunjang pernapasan klien.

Pada saat sampai di UGD, kondisi klien masih sama seperti pada saat di ambulan. Klien meronta-
ronta seperti marah sehingga reinstrain fisik tetap diberikan pada klien. Hasil pemeriksaan
didapatkan TD 120/70 mmHg, Suhu 370C, RR 32 kali per menit, dan nadi 118 kali per menit. Saat
beberapa menit di UGD tiba-tiba klien muntah dan kesadarannya mulai menurun. Hasil pemeriksaan
diagnostik CT scan menggambarkan adanya memar di otak dan pendarahan intrakranial dan fraktur
di torakal 3-5. GCS klien 344.

Dengan persetujuan keluarga, klien direncanakan tindakan operasi cito untuk evakuasi hematoma
intrakranial dan pemasangan traksi medula spinalis. Setelah dilakukan operasi, klien dirawat di ruang
ICU.

Kondisi klien saat ini di ICU belum sadar, TD 10/50 mmHg, Suhu 36,50C, RR 27 kali per menit, dan
nadi 98 kali per menit. Klien dipasang traksi dan harus immobiliasi. Cervical colar telah dilepas.
Bantuan nafas diberikan ventilator. Hasil GDA 8 jam post operasi didapatkan pH 7,45; PO2 89, Pco2
57, HCO3 24. Terdengar suara ronki pada bronkus.

Berpikir kritis.

1. Apa mode ventilator yang tepat untuk kien? Jelaskan


2. Apa medikasi yang biasanya direncanakan untuk klien?
3. Sistem tubuh apa saja yang harus diperhatikan sebagai proses perjalanan sekunder
penyakit/trauma yang diderita klien?
4. Edukasi apa yang penting untuk keluarga?
Kasus 3 (SISTEM RESPIRASI)

Tn. Rio, seorang pria berusia 24 tahun datang ke UGD setelah mengalami batuk dan gejala
pernapasan selama 3 minggu. Lima hari sebelum mendatangi UGD, klien pergi ke Puskesmas dan
menggunakan antibiotik oral untuk mengobati pneumonia yang didapat dari komunitas (CAP).
Saudaranya membawanya ke IGD 2 hari yang lalu karena kondisinya tidak membaik dengan obat
orang yang sudah diminum. Saturasi oksigen tanpa bantuan pada saat di UGD ketika itu adalah 95%,
hasil pemeriksaan rontgen thoraks terlihat gambaran pneumonia di lobus kanan bawah. Keputusan
saat itu adalah klien bisa melanjutkan perawatan di rumah untuk menyelesaikan pengobatan
antibiotiknya, dengan instruksi menghubungi Puskesmas kembali jika tidak ada perbaikan.

Hari ini klien kembali ke iGD. Pada saat masuk, saturasi Oksigen 88% dengan bantuan 100% masker
oksigen. TTVnya adalah suhu 400C; RR 37x per menit; nadi 120x per menit, dan TD 100/50 mmHg.
Pasien dilakukan intubasi per oral dan dipasang ventilasi mekanis dengan menggunakan strategi
protektif paru. Setelah dilakukan intubasi, TD menurun menjadi 70/40 mmHg dan klien dipasang
infus dopamin setelah resusitasi cairan dengan normal salin. Hasil gas darah arteri saat masuk UGD:
pH 7,16; PaO2 73 mmHg; PaCO2 47 mmHg; bikarbonat 16 mEq/l; dan SaO2 90% pada FiO2 80%
dengan menggunakan ventilasi assist-control dengan volume tidal awal 8 ml/kg dan kemudian
menurun sampai 6ml/kg.

Sedasi dimulai dengan infus morphin dan midazolam. Pemberian makanan enteral secara dini
dimulai dalam 12 jam intubasi; akan tetapi penurunan motilitas lambung sekunder akibat sepsis
membatasi tercapaianya kecepatan tujuan sampai 5 hari. Pada saat masuk UGD, sinar-X dada klien
menunjukkan infiltrat bercak bilateral difus. Tekanan baji arteri pulmonalis (PAWP) adalah 14
mmHG. Klien masuk ke iCU dengan Dx Sepsis/ARDS akibat pneumonia.

Spesimen sputum dikirim setelah bronkoskopi dan pemberian antibiotik spektrum luas dimulai.
Diagnosis dari hasil konsultasi dokter spesialis paru dan laboratorium menunjukkan diagnosa
pneumonia Streptococcus pneumoniae resisten penisilin.

Kien tetap terpasang ventilasi mekanis assist-control dan infus dopamin. Ia dilumpuhkan secara
kimia dengan infus morfin dan benzodiazepin. Selama 48 jam berikutnya perawat memeriksa curuh
jantung dan AGD setiap 6 jam; melakukan pengkajian tiap jam tentang parameter pernapasan, TTV,
suara napas, status mental, dan haluaran urin, dan melakukan perubahan posisi miring secara sering
diikuti fisioterapi dada setiap 4 jam.

Berpikir kritis:

1. Diskusikan faktor resiko ARDS yang terdapat dalam kasus


2. Jelaskan rasional setting ventilator yang digunakan
3. Jelaskan permainan peran perawat yang menggambarkan interaksi antara perawat dan
keluarga pasien selama proses penyakitnya.
4. Buatlah asuhan keperawatannya dari pengkajian hingga evaluasi di setting ICU

Anda mungkin juga menyukai