Anda di halaman 1dari 9

CRITICAL REVIEW

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009


TENTANG
PELAYANAN PUBLIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Pada Mata Kuliah
Teori dan Terapan Implementasi Kebijakan Pemerintahan

Dosen:
Dr. Kusworo, M.Si

Oleh :
Lu’luatu Zakiyah
NIM. 32.2975

JURUSAN STUDI TERAPAN ILMU PEMERINTAHAN


PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR

1
2019

2
CRITICAL REVIEW
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009
TENTANG
PELAYANAN PUBLIK

Pendahuluan
Dalam suatu Negara haruslah memiliki kewajiban melayani setiap warga
Negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka
pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dengan maksud untuk memberikan kepastian hukum dalam
hubungan antara sesama masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik,
yang bertujuan terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung
jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik.

Pelayanan publik sendiri merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam penulisan kali ini selanjutnya penulis akan mencoba me-riview dan
mengkritik sebuah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
yang mana Pelayanan Publik adalah suatu kegiatan yang sangat penting adanya dalam
suatu Negara untuk melayani masyarakat.

Ringkasan

Pelayanan Publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang


mana didalam undang-undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan
yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri.
Pemerintah melakukan pelayanan publik agar dapat memperkuat demokrasi dan hak
asasi manusia, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan,
bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, dan tujuan yang paling utama adalah
memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.

Di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


sendriri terdiri atas 8 BAB. BAB pertama membahas tentang ketentuan umum,

3
dimana definisi pelayanan publik itu sendiri dibahas. Selain itu, dibahas pula
mengenai penyelenggara pelayanan publik, organisasi pelayanan publik, pelaksana
pelayanan publik dan bagaimana standar pelayanan publik yang baik.

Pada BAB II membahas tentang maksud, tujuan, asas, dan ruang lingkup
pelayanan publik itu seperti apa. Kemudian di dalam BAB III membahas mengenai
pembina, organisasi penyelenggara, dan penataan pelayanan publik guna menjamin
kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik. Pada BAB IV membahas tentang hak
dan kewajiban bagi penyelenggara pelayanan publik itu seperti apa serta apa saja
larangan bagi pelaksana pelayanan publik.

Pada BAB V dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 membahas


tentang penyelenggaraan pelayanan publik dimana penyelenggara berkewajiban
menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Selanjutnya pada
BAB VI membahas tentang peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik itu dimulai sejak penyusunan standar pelayanan sampai dengan
evaluasi dan pemberian penghargaan. Pada BAB VII yaitu membahas tentang
penyelesaian Pengaduan dimana masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan
pelayanan publik kepada penyelenggara, ombudsman, dan Dewan Perwakilan
Rakyat.

Selanjutnya pada BAB VIII membahas seputar ketentuan sanksi. Pada BAB
IX membahas tentang ketentuan peralihan dimana pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, semua peraturan atau ketentuan mengenai penyelenggaraan pelayanan
publik wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini paling lambat
2 (dua) tahun. Dan yang terakhir adalah BAB X menjadi BAB ketentuan Penutup
yaitu peraturan pemerintah mengenai ruang lingkup pelayanan publik ditetapkan
sesuai dengan ketentuan yang ada.

Kritikan

Setelah melihat penjelasan isi tiap BAB dari Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2009 tentang pelayanan publik tersebut penulis selanjutnya akan memaparkan
melalui critical riview kebijakan publik dengan pendekatan dari beberapa aspek
proses pembuatan kebijakan yakni :

Yang pertama adalah Agenda Setting, yang mana proses ini bertujuan agar
suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Tidak akan ada kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah apabila tidak ada masalah dalam suatu Negara, seperti

4
yang dikatakan oleh Howlett and Ramesh (1995) “Agenda Setting adalah suatu tahap
sebelum perumusan kebijakan dilakukan, yaitu bagaimana issues muncul pada
agenda pemerintah yang perlu ditindak lanjuti dan diharapkan agar pemerintah segera
mengambil tindakan, ternyata pemerintah tidak bertindak sesuai dengan keinginan
masyarakat”.

Contoh kecil yang penulis ambil dari pelayanan publik misalnya adalah
proses pembuatan Izin Mendirikan Bangunan khususnya di Kecamatan Jatinangor.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang
bangunan gedung berisi setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan
gedung wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan atau yang biasa disebut IMB.

IMB ini adalah satu dari sekian banyak pelayanan publik yang ada di suatu
Negara yang mana jika kita mendirikan sebuah bangunan pastinya akan dibutuhkan
Izin Mendirikan Bangunan ini untuk melegalkan apakah kita mempunyai hak izin
pembangunan atau tidak. Artinya Pemerintah harus memprioritaskan kebijakan
tersebut harus ada, karena IMB sendiri bertujuan untuk menjamin kepastian dan
ketertiban dalam setiap penyelenggaraan bangunan gedung agar bangunan gedung
tersebut diperlakukan sesuai dengan pemanfaatannya.
Sebelum dirumuskan kebijakan tentang bangunan gedung ini pastinya
terdapat beberapa masalah yang dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Jatinangor
terkait Izin Mendirikan Bangunan tersebut. Salah satunya adalah mengapa Izin
medirikan Bangunan di Kecamatan Jatinangor terbilang cukup mudah? yang sehingga
mengakibatkan tata ruang di Kecamatan Jatinangor ini menjadi tidak terkendali,
terlihat dari adanya bukti fisik sering terjadinya kemacetan dan kadang kala banjir
saat adanya hujan deras karena rendahnya resapan air di sekitar Kecamatan
Jatinangor. Tidak menutup kemungkinan itu semua dikarenakan pembangunan
pemukiman penduduk dan pembangunan infrastruktur publik yang tidak terkendali.
Sejalan dengan laju pertumbuhan di Kecamatan Jatinangor yang menunjukan
adanya kemajuan yang sangat pesat di bidang pembangunan dan semakin bertambah
banyaknya pembangunan maka secara langsung akan berpengaruh pada ruang di
Kecamatan Jatinangor. Semakin meningkatnya pembangunan di Kecamatan
Jatinangor maka perlu adanya perencanaan kota.
Kecamatan Jatinangor sendiri ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi
(KSP) karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam aspek pendidikan yang
secara tidak langsung mempengaruhi aspek ekonomi, lingkungan, sosial budaya dan
pendayagunaan sumber daya alam. Hal inilah yang menjadi dasar dalam menetapkan

5
kawasan Jatinangor sebagai salah satu kawasan khusus. Pemerintah bersama
Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten
Sumedang) menetapkan Kawasan Jatinangor sebagai kawasan khusus yaitu Kawasan
Strategis Pendidikan Tinggi. Karena Kecamatan Jatinangor terdapat beberapa
perguruan tinggi yakni Universitas Padjajaran (UNPAD), Institut Tegnologi Bandung
(ITB), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan Institut Manajemen Koperasi
Indonesia (IKOPIN).
Dengan adanya perguruan tinggi tersebut mengakibatkan banyak perubahan
secara cepat di Jatinangor. Salah satu perubahannya adalah semakin padatnya
masyarakat di Jatinangor, masyarakat tersebut merupakan para pendatang yang terdiri
dari mahasiswa dan pekerja. Para pendatang tersebut berasal dari seluruh wilayah
Indonesia dan tercatat pada Tahun 2003, jumlah mahasiswa di Kota Jatinangor telah
mencapai sekitar 37.566 orang (RUTR KPT Jatinangor 2000-2012). Selain berasal
dari dalam negeri, para pendatang juga berasal dari luar negeri, misalnya dari
Singapura, Malaysia, India dan lain-lain. Dengan banyaknya jumlah pendatang ke
kawasan Jatinangor banyak dampak positif serta negatif yang muncul di kawasan ini.
Banyaknya para pendatang tersebut menjadi daya tarik bagi para pengusaha
untuk menginvestasikan usahanya di Jatinangor. Beberapa usaha yang dapat kita lihat
adalah tingginya tingkat pembangunan rumah kos, pusat perbelanjaan, rumah makan,
hotel, apartemen dan lain-lain. Akan tetapi, daya tarik tersebut ternyata tidak diiringi
dengan perbaikan dalam hal pelayanan publik, sehingga permasalahan yang ada pada
saat ini seperti sampah, kemacetan, dan banjir masih belum bisa teratasi.

Melihat masalah-masalah yang ada di atas tadi pemerintah bisa masuk tahap
ke dua yaitu tahap Policy Formulation, yang mana pada tahap ini pemerintah
melakukan proses perumusan pilihan-pilihan atau alternatif kebijakan untuk
memecahkan masalah dimana pemerintah sendiri membuat rumusan kebijakan atas
prioritas yang diperoleh pada tahap pertama.

Dengan merumuskan bagaimana cara-cara mengendalikan proses pembuatan


Izin Mendirikan Bangunan menjadi lebih bijak untuk kedepannya. Yang mana
perumusan kebijakan ini salah satunya bisa melalui cara menaikan jumlah retribusi
Izin Mendirikan Bangunan sehingga untuk mendirikan sebuah bangunan tidak bisa
sembarang orang, memberikan sanksi berupa denda yang sangat tinggi bagi pelanggar
IMB dan dari sinilah pemerintah bisa membuat perumusan kebijakan sebagai berikut
: (1) Kegiatan apa saja yang memerlukan Izin Mendirikan Bangunan (2) Persyaratan

6
administratif dan teknis Izin Mendirikan Bangunan (3) Siapakah yang bertanggung
jawab atas Pemberian Izin ini dan lain sebagainya.

Kegiatan yang memerlukan izin bangunan gedung sangatlah penting yakni


setiap perubahan bentuk atau fungsi bangunan, pemilik bangunan gedung wajib
mengajukan permohonan Izin mendirikan Bangunan karena kita tidak bisa seenaknya
mengubah atau memperbaiki suatu bangunan jika tidak memiliki Izin Mendirikan
Bangunan karena ditakutkan akan memiliki dampak negatif bagi kepentingan umum.

Untu ketetuan persyaratan administratif dan teknis izin mendirikan bangunan


sendiri biasanya bisa dilihat dati ketetapan yang telah dibuat oleh penyelenggara
pelayanan publik khususnyan di bagian Izin Mendirikan Bangunan. Akan tetapi
masih sering ditemui kurang pemahamannya masyarakat untuk membuat Izin
Mendirikan Bangunan tersebut. Ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pihak
penyelenggara pelayanan publik, dan harapan untuk kedepannya jika merumuskan
suatu kebijakan tentang Izin Mendirikan Bangunan ini ada suatu kebijakan yang bisa
membantu masyarakat agar paham dan mempermudah akan proses pembuatan Izin
mendirikan Bangunan ini.

Ketiga adalah tahap Policy Adoption, adalah proses pemerintah menetapkan


suatu kebijakan. Artinya pada tahap ini pemerintah memberikan kuasa atau legitimasi
pada otoritas pelaksana kebijakan. Perumusan kebijakan yang bertanggung jawab
khususnya dalam pelayanan publik adalah Menteri di bidang Pendayagunaan
Aparatur Negara lalu dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah dan
selain itu juga, Menteri Aparatur Pendayagunaan Negara memfasilitasi lembaga yang
terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan ini untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi antar penyelenggara yang tidak dapat diselesaikan dan setelah itu
melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik Izin
mendirikan Bangunan ini.

Dengan telah ditetapkannya suatu kebijakan ini melalui proses negosiasi,


kompromi dan sebagainya pemerintah mengharapkan masyarakat agar lebih
memahami ketentuan-ketentuan terkait proses pengajuan Izin Mendirikan Bangunan
ini. Masyarakat diharapkan juga mengerti akan hukum dan proses pembuatan Izin
Mendirikan Bangunan khususnya di Kecamatan Jatinangor. Namun kembali lagi
kepada penyelenggara pelayanan publiknya apakah keberhasilan suatu kebijakan
dapat dikatakan baik apabila penyelenggara pelayaan publik memiliki kemampuan
yang baik, manajemen yang baik serta sumber daya yang baik pula.

7
Dan yang terakhir yaitu keempat, Policy Implementation merupakan proses
untuk melaksanakan kebijakan agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan atau
hasil. Pada tahap ini kebijakan mulai diberlakukan, apakah kebijakan ini sudah sesuai
dengan harapan masyarakat. Masyarakat nantinya berhak mengetahui kebenaran isi
dari peraturan-peraturan Izin Mendirikan Bangunan ini agar kedepannya bisa
mempermudah pemahaman masyarakat itu sendiri. Masyarakat berkewajiban
mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana di persyaratkan dalam standar
pelayanan publik Izin Mendirikan Bangunan. Salah satunya mengenai ketentuan
biaya/tarif yang pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara maupun
masyarakat.

Kesimpulan

Diterapkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan


publik diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik
yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik. Selain pelayanan proses pembuatan
Izin Mendirikan Bangunan ini, pelayanan-pelayanan publik lainnya pun dapat
dilakukan dengan sebagaimana mestinya.

Proses Izin Mendirikan Bangunan ini juga merupakan salah satu kegiatan
yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan
penduduk tentang peningkatan pelayan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak
dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab
negara korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum
yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap
warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

Dengan sudah berjalannya kebijakan ini dapat dilihat dari segi aspek evaluasi,
bagaimana menilai hasil dan kinerja serta tingkat keberhasilan atau tidaknya suatu
kebijakan. Apakah kebijakan ini dapat diterima oleh masyarakat dan menguntungkan
bagi pemerintah sehingga untuk kedepannya tidak ada perubahan dalam kebijakan ini
mengingat betapa pentingnya kebijakan ini untuk semua pihak yang terkait.

Dalam penulisan ini, penulis belum berani mengkritik lebih jauh mengenai
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik ini, karena

8
menyadari akan masih rendahnya pengetahuan yang dimiliki penulis sehingga belum
bisa membuat kritikan secara lebih mendalam.

Referensi

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Bangunan


Gedung.

Anda mungkin juga menyukai