Anda di halaman 1dari 10

1.

Fenomena Resonansi dan Anti-Resonansi


Fenomena yang sangat dikenal dari osilasi pegas-massa adalah fenomena resonansi,
dimana gangguan (gaya eksternal) dengan frekuensi yang dekat dengan frekuensi osilasi
sistem (mode normal) menyebabkan amflifikasi getaran. Pada sistem osilasi beberapa
benda, juga terdapat fenomena anti-resonansi (yang mungkin tidak begitu dikenal).
Fenomena anti-resonansi ini merupakan kebalikan dari fenomena resonansi, di mana gaya
eksternal menyebabkan de-amplifikasi getaran.

𝐹(𝑑)
𝐾 π‘˜ 𝐾
𝑀 𝑀

𝑓 π‘₯1 π‘₯2

Dua massa 𝑀 terhubung dengan pegas-pegas seperti pada gambar di atas, dimana π‘˜ <
𝐾. Terdapat gaya eksternal 𝐹(𝑑) = 𝐹0 cos πœ”π‘‘ pada massa pertama yang mengakibatkan

simpangan π‘₯1 dan π‘₯2 pada kedua massa tersebut. Terdapat juga gaya gesek dinamis 𝑓⃗ =
βˆ’π›Ύπ‘£βƒ—1 = βˆ’π›Ύπ‘₯Μ‡ 1 π‘₯Μ‚1 yang bekerja pada massa pertama dan tidak ada gaya pada masa kedua.
untuk soal ini, anggap koefisien gesek dinamis kecil (𝛾 β‰ͺ 𝑀𝐾).
a. Tuliskan persamaan diferensial gerak untuk kedua massa tersebut (dinyatakan dalam
siimpangan getaran π‘₯1 dan π‘₯2 (beserta turunannya: π‘₯Μ‡ 1, π‘₯Μ‡ 2 , π‘₯̈ 1 , dan π‘₯̈ 2 ), massa 𝑀,
konstanta pegas 𝐾 dan π‘˜, gaya eksternal 𝐹(𝑑) dan koefisien gesek dinamis 𝛾!
b. Tinjau fenomena resonansi. Gaya eksternal 𝐹 menyebabkan resonansi pada kedua
mode normal sistem: πœ”π‘Ž 2 = 𝐾/𝑀 dan πœ”π‘ 2 = (𝐾 + 2π‘˜)/𝑀 (anda tidak perlu
menurunkan ini). Carilah amplitudo getaran 𝐴1 dan 𝐴2 untuk kedua kasus mode
normal tersebut (dinyatakan dalam 𝐹0 , 𝛾, πœ”π‘Ž , dan πœ”π‘ )!
Tunjukkan juga bahwa amplitudo getaran ketika resonansi jauh lebih besar daripada
simpangan pegas untuk kasus gaya konstan 𝐴(πœ” = 0) = 𝐹0 π‘˜/𝐾(𝐾 + 2π‘˜)!
Petunjuk: Pada keadaan resonansi, getaran massa memiliki keterlambatan fase
sebesar 90o dari gaya eksternal 𝐹.
c. Tinjau fenomena antiresonansi. Pada sistem ini, frekuensi anti resonansi adalah:

2
πœ”π‘Ž 2 + πœ”π‘ 2
πœ”anti =
2
Carilah amplitudo getaran 𝐴1 dan 𝐴2 pada kasus ini! Apakah fenomena anti-resonansi
terjadi pada kedua massa tersebut?

Solusi :

a. Kita namakan massa sebelah kiri sebagai π‘š1 dan massa sebelah kanan sebagai π‘š2 .
Perhatikan diagram gaya pada π‘š1 dan π‘š2 berikut!

𝐹(𝑑)
π‘₯̈ 1 π‘₯̈ 2

𝐾π‘₯1 𝑀 π‘˜(π‘₯2 βˆ’ π‘₯1 ) 𝑀 𝐾π‘₯2

Dari diagram di atas, akan kita peroleh persamaan gerak sistem


Untuk π‘š1 :
βˆ’πΎπ‘₯1 + π‘˜(π‘₯2 βˆ’ π‘₯1 ) βˆ’ 𝛾π‘₯Μ‡ 1 + 𝐹(𝑑) = 𝑀π‘₯̈ 1
𝛾 𝐾+π‘˜ π‘˜ 𝐹0
π‘₯̈ 1 + π‘₯Μ‡ 1 + π‘₯1 βˆ’ π‘₯2 = cos πœ”π‘‘ … (1)
𝑀 𝑀 𝑀 𝑀
Untuk π‘š2 :
βˆ’π‘˜(π‘₯2 βˆ’ π‘₯1 ) βˆ’ 𝐾π‘₯2 = 𝑀π‘₯̈ 2
𝐾+π‘˜ π‘˜
π‘₯̈ 2 + π‘₯2 βˆ’ π‘₯1 = 0 … (2)
𝑀 𝑀
b. Kita ketahui bahwa
𝐾 𝐾 + 2π‘˜
πœ”π‘Ž 2 = dan πœ”π‘ 2 =
𝑀 𝑀
Sehingga kita punya hubungan berikut
𝐾+π‘˜ 1 π‘˜ 1
= (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 ) dan = (πœ” 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )
𝑀 2 𝑀 2 𝑏
Sekarang mari kita gunakan metode bilangan kompleks untuk menemukan amplitudo
getaran tiap massa. Dengan metode kompleks, penyelesaian akan lebih sederhana.
Perlu dicatat bahwa dengan menggunakan metode kompleks ini kita mengabaikan
suku transien dari persamaan geteran tiap massa karena suku transien ini untuk selang
waktu yang sangat lama nilainya akan menuju nol. Kita gunakan gaya eksternal 𝐹(𝑑)
dalam bentuk kompleks
𝐹̃ (𝑑) = 𝐹0 𝑒 π‘–πœ”π‘‘ dengan 𝐹(𝑑) = 𝑅𝑒[𝐹̃ (𝑑)]
Dengan pula mengingat persamaan euler yaitu
𝑒 π‘–πœƒ = cos πœƒ + 𝑖 sin πœƒ serta 𝑖 = βˆšβˆ’1 ⟹ 𝑖 2 = βˆ’1
Kita gunakan pula simpangan π‘š1 dan π‘š2 dalam bentuk kompleks yaitu π‘₯Μƒ1 dan π‘₯Μƒ2
dengan π‘₯1 = 𝑅𝑒[π‘₯Μƒ1 ] dan π‘₯2 = 𝑅𝑒[π‘₯Μƒ2 ] sehingga persamaan (1) dan (2) dapat kita
nyatakan ulang sebagai berikut
𝛾 1 1 𝐹0
π‘₯ΜƒΜˆ1 + π‘₯ΜƒΜ‡1 + (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 )π‘₯Μƒ1 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )π‘₯Μƒ2 = 𝑒 π‘–πœ”π‘‘ … (3)
𝑀 2 2 𝑀
1 1
π‘₯ΜƒΜˆ2 + (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 )π‘₯Μƒ2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )π‘₯Μƒ1 = 0 … (2)
2 2
Solusi untuk π‘₯Μƒ1 dan π‘₯Μƒ2 akan memenuhi bentuk berikut
π‘₯Μƒ1 = 𝐴1 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™1 ) dan π‘₯Μƒ2 = 𝐴2 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™2 )
Sesuai metode penyelesaian persamaan diferensial orde dua, dimana 𝐴1 dan 𝐴2
adalah amplitudo massa kiri dan kanan serta πœ™1 dan πœ™2 adalah beda fase getaran
dengan gaya eksternal. Kalian yang bingung mengapa hal ini bisa terjadi saya anjurkan
untuk membaca buku Kalkulus Jilid 2 tentang β€œPersamaan Diferensial Orde Dua”.
Untuk turunan pertama dan keduanya kita peroleh pula
π‘₯Μƒ1 = 𝐴1 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™1 ) , π‘₯ΜƒΜ‡1 = π‘–πœ”π΄1 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™1 ) , dan π‘₯ΜƒΜˆ1 = βˆ’πœ”2 𝐴1 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™1 )
π‘₯Μƒ2 = 𝐴2 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™2 ) , π‘₯ΜƒΜ‡2 = π‘–πœ”π΄2 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™2 ) , dan π‘₯ΜƒΜˆ2 = βˆ’πœ”2 𝐴2 𝑒 𝑖(πœ”π‘‘βˆ’πœ™2 )
Sehingga, setelah kita sederhankan persamaan gerak sistem akan menjadi
2π›Ύπœ” 2𝐹0 π‘–πœ™
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )𝐴1 + 𝑖 𝐴1 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )𝐴2 𝑒 𝑖(πœ™1 βˆ’πœ™2 ) = 𝑒 1 … (5)
𝑀 𝑀
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )𝐴2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )𝐴1 𝑒 βˆ’π‘–(πœ™1 βˆ’πœ™2 ) = 0 … (6)
Ada beberapa cara untuk mendapatkan masing-masing nilai 𝐴1 , 𝐴2 , πœ™1 , dan πœ™2 .
Sebenarnya, kita bisa langsung subtitusi πœ™1 = πœ™2 = πœ‹/2 untuk kondisi resonansi. Kita
mendapat petunjuk dari soal bahwa getaran massa terlambat 90o dari gaya eksternal
𝐹(𝑑). Akan tetapi, saya ingin menunjukan secara lebih jelas bahwa memang saat
resonansi beda fase antara getaran tiap massa dan gaya eksternalnya adalah 90o . Jadi
untuk saat ini kita tetap tinjau untuk kasus umum.
Metode Subtitusi-Eliminasi
Dari persamaan (6) kita bisa dapatkan
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
𝐴2 = 𝐴 𝑒 βˆ’π‘–(πœ™1 βˆ’πœ™2 ) … (7)
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 1
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2
𝐴1 = 𝐴2 𝑒 𝑖(πœ™1 βˆ’πœ™2 ) … (8)
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
Subtitusi persamaan (7) ke (5) akan kita dapatkan pula
2 2
2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 2𝐹0 π‘–πœ™
(πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ”2 )𝐴1 +𝑖 2 2
𝐴1 βˆ’ (πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž ) 2 𝐴1 = 𝑒 1
𝑀 πœ”π‘ + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 𝑀
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2π›Ύπœ” 2𝐹0 2𝐹0
[ 2 2 2
] 𝐴1 + 𝑖 𝐴1 = cos πœ™1 + 𝑖 sin πœ™1
πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” 𝑀 𝑀 𝑀
Dari kesamaan suku imaginer dan real pada kedua sisi akan kita peroleh
2𝐹0 2π›Ύπœ”
sin πœ™1 = 𝐴
𝑀 𝑀 1
2𝐹0 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
cos πœ™1 = [ ] 𝐴1
𝑀 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2
Menggunakan identitas trigonometri, kita bisa mengeliminasi suku yang mengandung
πœ™1 dan menemukan 𝐴1
4𝐹0 2 2 2
4𝐹0 2
(sin πœ™1 + cos πœ™1 ) = 2
𝑀2 𝑀
2
4𝛾 2 πœ”2 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
={ 2
+[ 2 2 2
] } 𝐴1 2
𝑀 πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ”
2𝐹0 /𝑀
𝐴1 = … (9)
4𝛾 2 πœ” 2 2 2
(πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” 2 )2 2
βˆ’ (πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2
√ +[ ]
𝑀2 πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” 2
2 2

Kemudian dengan perbandingan kita bisa mengeliminasi 𝐴1 dan kita bisa


mendapatkan suku πœ™1
2𝐹0 2π›Ύπœ”
𝑀 sin πœ™1 = 𝑀 𝐴1
2𝐹0 (πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
2 2
cos πœ™1 𝐴1
𝑀 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2
2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2
tan πœ™1 = ( ) … (10)
𝑀 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
Dengan proses yang mirip seperti sebelumnya, kita subtitusi persamaan (8) ke (5) dan
kedepan kita bisa dapatkan 𝐴2 serta πœ™2
2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 2𝐹0 π‘–πœ™
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖 ) 2 2
𝐴2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )𝐴2 = 𝑒 2
𝑀 πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž 𝑀
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2
[ ] 𝐴2 + 𝑖 ( ) 𝐴2
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 𝑀 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
2𝐹0 2𝐹0
= cos πœ™2 + 𝑖 sin πœ™2
𝑀 𝑀
Seperti sebelumnya, kesamaan suku imaginer dan real, kita peroleh
2𝐹0 2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2
sin πœ™2 = ( ) 𝐴2
𝑀 𝑀 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
2𝐹0 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
cos πœ™2 = [ ] 𝐴2
𝑀 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
Menggunakan identitas trigonometri seperti sebelumnya, kita peroleh 𝐴2
2
4𝐹0 2 4𝛾 2 πœ”2 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2
= { ( )
𝑀2 𝑀2 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
2
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
+[ 2 2
] } 𝐴2 2
πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž
2𝐹0 /𝑀
𝐴2 =
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 √4𝛾 2 πœ” 2 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2
+ [ ]
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 𝑀2 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2

Kemudian dengan perbandingan akan kita peroleh pula πœ™2

2𝐹0 2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2


𝑀 ( πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
sin πœ™2
) 𝐴2
𝑀 =
2𝐹0 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
cos πœ™ 2 [ ] 𝐴2
𝑀 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2
tan πœ™2 = ( ) … (10)
𝑀 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
Dari hasil di atas kita dapatkan hubungan berikut
tan πœ™1 = tan πœ™2 ⟹ πœ™1 = πœ™2
Ternyata beda fase kedua massa sama dan hal inilah yang memang ingin saya
tunjukkan pada kalian, bahwa pada suatu sistem terkopel (osilasi yang terdiri dari
beberapa benda) yang diberi gaya sinusoidal, khususnya sistem pegas massa, maka
setiap massa pada sistem ini akan memiliki beda fase yang sama dengan gaya
eksternal yang diberikan.
Saat resonansi, frekuensi gaya eksternal sama dengan frekuensi mode normal sistem,
πœ”2 = πœ”π‘Ž 2 atau πœ”2 = πœ”π‘ 2. Saat kita gunakan nilai tersebut, akan kita peroleh suku di
bawah bernilai nol dan hasilnya tidak terdefinisi. Maka kita gunakan limit πœ”2 β†’
πœ”π‘Ž 2 , πœ”π‘ 2 sehingga akan kita peroleh bahwa
2π›Ύπœ” πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
tan πœ™1 πœ” 2 β†’πœ”π‘Ž 2 ,πœ”π‘ 2 = lim2 ( )=∞
πœ” 2 β†’πœ”π‘Ž ,πœ”π‘ 2 𝑀 (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
πœ‹
πœ™1 = πœ™2 =
2
Sesuai dengan petunjuk pada soal bahwa Pada keadaan resonansi, getaran massa
memiliki keterlambatan fase sebesar 90o dari gaya eksternal 𝐹. Keterlambatan dapat
diartikan bahwa ada pengurangan πœ‹/2 pada sudut fase getaran. Fisisnya, saat 𝑑 = 0,
sudut fase gaya 𝐹(𝑑) adalah 0 sedangkan sudut fase getaran adalah βˆ’πœ‹/2 dimana
tanda minus menyatakan ketertinggalan.
Metode Matriks
Ini hanyalah metode alternatif lain yang bisa kita gunakan. Terlebih dahulu, untuk
memudahkan, kita gunakan petunjuk dari soal yaitu πœ™1 = πœ™2 = πœ‹/2 sehingga
persamaan (5) dan (6) dapat kita nyatakan dalam bentuk berikut
2π›Ύπœ” 2𝐹0 π‘–πœ‹
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖 ) 𝐴1 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )𝐴2 = 𝑒2
𝑀 𝑀
(πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )𝐴1 βˆ’ (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )𝐴2 = 0
Dalam bentuk matriks akan kita peroleh
2π›Ύπœ” 2𝐹0 π‘–πœ‹
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖 βˆ’(πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 ) 𝐴1
)( ) = ( 𝑀 𝑒 )
2
( 𝑀
2 2 𝐴2
πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 0
Dalam bentuk yang lebih sederhana kita bisa tuliskan sebagai berikut
2𝐹0 π‘–πœ‹
𝐴1
𝑀( ) = ( 𝑀 𝑒 )
2
𝐴2
0
Dimana 𝑀 adalah sebuah matriks
2π›Ύπœ”
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖 βˆ’(πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )
𝑀=( 𝑀 )
2 2 2 2 2
πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ”
Maka akan kita peroleh (menggunakan metode invers matriks)

1 2𝐹0 π‘–πœ‹
𝐴1
π‘Žπ‘‘π‘— 𝑀 ( 𝑀 𝑒 )
2
( )=
𝐴2 det 𝑀
0
Dimana
2π›Ύπœ”
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖 βˆ’(πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )
det 𝑀 = | 𝑀 |
2 2 2 2 2
πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ”
2π›Ύπœ”
det 𝑀 = (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖 ) (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 ) βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
𝑀
2π›Ύπœ”
det 𝑀 = (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 + 𝑖 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )
𝑀
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
π‘Žπ‘‘π‘— 𝑀 = ( 2π›Ύπœ”)
βˆ’(πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 ) πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖
𝑀
Sehingga kita peroleh

1 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 2𝐹0 π‘–πœ‹
𝐴1
2π›Ύπœ”) ( 𝑀 𝑒 )
2
( )= (
𝐴2 det 𝑀 βˆ’(πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 ) πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 + 𝑖
𝑀 0

2 2 2)
2𝐹0 π‘–πœ‹
1 (πœ” 𝑏 + πœ” π‘Ž βˆ’ 2πœ” 𝑒2
𝐴1 𝑀
( )= ( )
𝐴2 det 𝑀 2 2)
2𝐹0 π‘–πœ‹
βˆ’(πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž 𝑒 2
𝑀
Alhasil kita peroleh
2𝐹
𝑖 𝑀0
𝐴1 =
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2π›Ύπœ”
+𝑖 𝑀
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )
2𝐹
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 βˆ’π‘– 𝑀0
𝐴2 = 2
πœ”π‘ + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2π›Ύπœ”
+𝑖 𝑀
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )
Kalikan dengan suku sekawan akan kita peroleh
2𝐹0 /𝑀
𝐴1 =
4𝛾 2 πœ”π‘Ž 2 (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2
+ [ ]
𝑀2 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2π›Ύπœ”
[𝑖 + ]
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 ) 𝑀
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 2𝐹0 /𝑀
𝐴2 = βˆ’ 2 2 2
πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” 4𝛾 2 πœ”π‘Ž 2 (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2
+[ ]
𝑀2 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2π›Ύπœ”
[𝑖 + ]
(πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 ) 𝑀
Ambil nilai absolutnya, akan kita peroleh
2𝐹0 /𝑀
𝐴1 =
2 2
√4𝛾 πœ” (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2
+ [ ]
𝑀2 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2

2𝐹0 /𝑀
𝐴2 =
πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 √4𝛾 2 πœ” 2 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2
+ [ ]
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 𝑀2 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2
Sama seperti hasil dari metode sebelumnya.
Catatan : Nilai absolut adalah nilai sebenarnya dari suatu bilangan kompleks. Jika kita
mempunyai bilangan kompleks berbentuk 𝑧 = π‘Ž + 𝑏𝑖, maka nilai absolut 𝑧 adalah 𝑧 =

βˆšπ‘Ž2 + 𝑏 2 . Mungkin kalian berpikir, mengapa bentuknya seperti persamaan


phytagoras? Jawabannya adalah karena memang ini berdasarkan rumus phytagoras.
Bilangan kompleks dapat digambarkan dalam suatu sistem koordinat yang disebut
Diagram Argand. Pada diagram ini, terdapat dua sumbu seperti sistem koordinat
kartesius, sumbu π‘₯ sebagai sumbu dari bagian real (π‘Ž) dan sumbu 𝑦 sebagai bagian
sumbu dari bagian imaginer (𝑏), dan nilai absolut adalah panjang vektor dari titik asal
ke titik (π‘Ž,𝑏). Silahkan kalian pelajari lebih lanjut tentang bilangan kompleks ini yah
.
Untuk πœ”2 = πœ”π‘Ž 2 , amplitudo massa π‘š1 adalah
2𝐹0 2𝐹0
𝐴1 = 𝑀 = 𝑀
2π›Ύπœ”π‘Ž
4𝛾 2πœ” 2 (πœ” 2 βˆ’ πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ” 2 βˆ’ πœ” 2 )2 2
√ π‘Ž
+[ 𝑏 π‘Ž 𝑏 π‘Ž
] 𝑀
𝑀2 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2

𝐹0
𝐴1 =
π›Ύπœ”π‘Ž
dan amplitudo massa π‘š2 adalah
2𝐹0
2𝐹0 /𝑀
𝐴2 = = 𝑀
2π›Ύπœ”π‘Ž
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 √4𝛾 2 πœ”π‘Ž 2 (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2 𝑀
+[ ]
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 𝑀2 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2

𝐹0
𝐴2 =
π›Ύπœ”π‘Ž
Untuk πœ”2 = πœ”π‘ 2, amplitudo massa π‘š1 adalah
2𝐹0 2𝐹0
𝐴1 = 𝑀 = 𝑀
2π›Ύπœ”π‘Ž
4𝛾 2πœ” 2 (πœ” 2 βˆ’ πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ” 2 βˆ’ πœ” 2 )2 2
√ 𝑏
+[ π‘Ž 𝑏 𝑏 π‘Ž
] 𝑀
𝑀2 πœ”π‘Ž 2 βˆ’ πœ”π‘ 2

𝐹0
𝐴1 =
π›Ύπœ”π‘
dan amplitudo massa π‘š2 adalah
2𝐹0
2𝐹0 /𝑀 𝑀
𝐴2 = =
2π›Ύπœ” 𝑏
πœ”π‘Ž 2 βˆ’ πœ”π‘ 2 √4𝛾 2 πœ”π‘ 2 (πœ”π‘Ž 2 βˆ’ πœ”π‘ 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2 βˆ’ 𝑀
+[ ]
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 𝑀2 πœ”π‘Ž 2 βˆ’ πœ”π‘ 2

𝐹0
𝐴2 = βˆ’
π›Ύπœ”π‘
Hasil ini sesuai dengan mode normal osilasi masing-masing massa dimana saat πœ” =
πœ”π‘Ž kita dapat hubungan 𝐴1 = 𝐴2 dan saat πœ” = πœ”π‘ kita dapat hubungan 𝐴1 = βˆ’π΄2 .
Massa π‘š1 atau massa sebelah kiri adalah massa yang memberikan amplitudo atau
yang meresonansi massa lainnya, hal ini dikarenakan massa sebelah kiri inilah yang
dikenai gaya eksternal sehingga dia bergetar dan membuat massa sebelah kanan ikut
bergetar pula. Kemudian massa π‘š2 sendiri atau massa sebelah kanan adalah massa
yang diberikan amplitudo atau benda yang beresonansi. Sehingga amplitudo
resonansi adalah
2𝐹0 /𝑀
𝐴2 = 2 2 2
πœ”π‘ + πœ”π‘Ž (πœ”π‘ + πœ”π‘Ž 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
[ ]
πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2
2𝐹0 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
𝐴2 =
𝑀 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
𝐹0 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
𝐴2 =
𝑀 2πœ”π‘ 2 πœ”π‘Ž 2
π‘˜
𝐹0 2 𝑀 𝐹0 π‘˜
𝐴2 = ⟹ 𝐴2 = … (terbukti)
𝑀 𝐾 𝐾 + 2π‘˜ 𝐾(𝐾 + 2π‘˜)
𝑀 𝑀
Sekarang, mari kita bandingkan amplitudo saat gaya konstan (πœ” = 0) dengan saat
resonansi.
𝐹0 π‘˜
𝐴2 (πœ” = 0) 𝐾(𝐾 + 2π‘˜) π‘˜ 𝐾
= = π›Ύβˆš
𝐴2 (resonansi) 𝐹0 𝐾(𝐾 + 2π‘˜) 𝑀
π›ΎβˆšπΎ/𝑀
𝐴2 (πœ” = 0) π‘˜ 𝛾
=( )
𝐴2 (resonansi) 𝐾 + 2π‘˜ βˆšπΎπ‘€
Nilai 𝐾 tidak terlalu berbeda jauh dibanding π‘˜ sehingga perbandingan bisa kita abaikan
𝐴2 (πœ” = 0) 𝛾
β‰ˆ
𝐴2 (resonansi) βˆšπΎπ‘€
Mengingat bahwa 𝛾 β‰ͺ βˆšπΎπ‘€ maka 𝛾/βˆšπΎπ‘€ β‰ͺ 1 sehingga
𝐴2 (πœ” = 0)
β‰ͺ 1 ⟹ 𝐴2 (resonansi) ≫ 𝐴2 (πœ” = 0)
𝐴2 (resonansi)
Dapat kita buktikan bahwa amplitudo getaran ketika resonansi jauh lebih besar
daripada simpangan pegas untuk kasus gaya konstan.
c. Untuk kondisi anti-resonansi, dengan menggunakan
πœ”π‘Ž 2 + πœ”π‘ 2
πœ”2 = πœ”anti 2 =
2
Akan kita peroleh untuk amplitudo π‘š1
2𝐹0 /𝑀
𝐴1 =
2 2
√4𝛾 πœ” (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 )2 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 2
+[ ]
𝑀2 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2

2𝐹0 πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ”2
𝐴1 =
𝑀 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 ) βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
1
2 βˆ’
2 2 2 2 2 2
πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” 4𝛾 πœ”
(1 + [ 2 2 2 2 2 2
] )
(πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” ) βˆ’ (πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž ) 𝑀2

Subtitusi πœ”anti akan kita peroleh


1
2 βˆ’
2𝐹0 0 0 4𝛾 2 πœ”2 2
𝐴1 = (1 + [ ] )
𝑀 0 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 0 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 𝑀2
𝐴1 = 0
Untuk amplitudo π‘š2
2𝐹0 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2
𝐴2 =
𝑀 (πœ”π‘ 2 + πœ”π‘Ž 2 βˆ’ 2πœ” 2 ) βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2
1
2 βˆ’
2 2 2 2 2 2
πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” 4𝛾 πœ”
(1 + [ 2 2 2 2 2 2
] )
(πœ”π‘ + πœ”π‘Ž βˆ’ 2πœ” ) βˆ’ (πœ”π‘ βˆ’ πœ”π‘Ž ) 𝑀2

Subtitusi πœ”anti akan kita peroleh


1
2 βˆ’
2𝐹0 πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 0 4𝛾 2 πœ”2 2
𝐴2 = (1 + [ ] )
𝑀 0 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 0 βˆ’ (πœ”π‘ 2 βˆ’ πœ”π‘Ž 2 )2 𝑀2
2𝐹0
𝐴2 = βˆ’
𝑀
Kita dapatkan bahwa amplitudo massa π‘š1 akan menuju nol (𝐴1 = 0) dan amplitudo
massa π‘š2 tidak nol (𝐴2 = βˆ’2𝐹0 /𝑀) sehingga pada sistem ini tidak terjadi fenomena
anti-resonansi karena amplitudo massa yang beresonansi (π‘š2 ) tidak menuju nol.

Anda mungkin juga menyukai