Anda di halaman 1dari 2

Korupsi dan Gratifikasi dalam Pandangan Islam

Oleh: Dr. M. Yusuf Siddik, MA

Dalam Islam, korupsi diistilahkan dengan beberapa istilah, antara lain: risywah (suap),
sariqah (pencurian), al gisysy (penipuan), ghulul (mendapatkan harta tanpa hak), suht
(harta haram) dan khianat (penghianatan). Dalam undang-undang modern, lebih sering
diistilahkan dengan: “al-fasad atau risywah”. Tetapi yang lebih spesifik adalah “ikhtilas atau
“nahb al-amwal al-ammah”.

Definisi korupsi dalam Islam adalah: Seorang pejabat atau pekerja mendapatkan uang dari
profesinya di luar dari upah resmi yang ditetapkan untuknya.

Maka masuk kategori korupsi:

1. Risywah: sogokan yang diberikan si penerima manfaat kepada petugas untuk


kelancaran prosedur manfaat yang ia dapatkan di luar prosedur yang resmi.
2. Ghulul: hadiah yang didapat pekerja dari penerima manfaat secara tidak resmi. Dan
diistilahkan juga dengan “Hadayal Ummal” (hadiah untuk pekerja)
3. Sariqoh: mencuri harta negara atau diistilahkan juga dengan: nahb al amwaal al
ammah

Ulama sepakat, mendapatkan harta dengan cara yang tidak sah adalah haram, dan termasuk
yang tidak sah adalah korupsi dan gratifikasi. Berdasarkan QS. Al-Baqarah 188:

َ ُ‫ل ت َأ ُكل‬
‫وأموالَ ُكم َو َلا‬ ‫لي بِ َها َوتُدلُوا بِالبَاطِ ِا‬ ‫اس أَموا َ ِا‬
‫ل مِ ن فَ ِريقًا ِلت َأ ُكلُوا ال ُح َّك ِا‬
‫ام إِ َا‬ ‫ت َعلَ ُمونَا َوأَنتُم با ِا‬
‫ِلِثم النَّ ِ ا‬

Artinya: “dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui”.

Sementara dalil larangan korupsi dari hadits, sangat banyak antara lain hadits yang
diriwayatkan dari Abu Humaid As-Sa’idi, ia mengatakan: pernah Nabi SAW mempekerjakan
seseorang dari bani Asad yang namanya Ibnul Lutbiyyah untuk mengurus zakat. Orang itu
datang sambil mengatakan, “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Secara spontan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar -sedang Sufyan mengatakan dengan
redaksi ‘naik minbar’-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda, “Ada apa
dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, “Ini
untukmu dan ini hadiah untukku!” Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah
ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja
tadi melainkan ia akan datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah
tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika
hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya
adalah kambing, maka akan keluar suara kambing. “Kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan, ”Ketahuilah,
bukankah telah kusampaikan?” (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). (HR. Bukhari no.
7174 dan Muslim no. 1832)
Hadits yang lain, juga diriwayatkan dari Abu Humaid As Sa’idiy. Rasulullah SAW bersabda:
“Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat/korupsi).” (HR. Ahmad)

Berkata Imam Nawawi: Dalam hadits Abu Humaid terdapat penjelasan bahwa hadayal
‘ummal (hadiah untuk pekerja) adalah haram dan ghulul (khianat). Karena uang seperti ini
termasuk pengkhianatan dalam pekerjaan dan amanah. Oleh karena itu, dalam hadits di
atas disebutkan mengenai hukuman yaitu pekerja seperti ini akan memikul hadiah yang dia
peroleh pada hari kiamat nanti, sebagaimana hal ini juga disebutkan pada masalah khianat.

Dalam kitab Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah disebutkan, “Para ulama tidak


berselisih pendapat mengenai terlarangnya hadiah bagi pejabat.”

Dari kesepakatan ulama’ di atas, hukuman yang ditetapkan bagi para pejabat atau pekerja
yang menerima hadiah di luar yang resmi adalah:

1. Mengembalikan harta yang ia korupsi di luar gaji resmi yang didapat dalam
kapasitasnya sebagai pekerja, pegawai atau pejabat.
2. Dihukum dengan hukuman mencuri atau ghosob, yaitu : dipotong tangan, atau
dihukum mati, atau di potong tangan dan kaki, dan diasingkan (dipenjara)
3. Diberhentikan dari tugas dan jabatannya, karena syarat pekerja adalah amanah, dan
amanah bertentangan dengan perilaku korupsi atau khianat.

Namun, tidak selamanya hadiah buat pekerja itu dilarang, ada sejumlah hadiah yang
dibolehkan, yaitu:

1. Hadiah dari atasan ke bawahan


2. Hadiah kepada pejabat karena ada hubungan kekerabatan, dalam rangka
mempererat kekerabatan atau silaturahim, bukan karena jabatannya.
3. Hadiah seseorang kepada pejabat yang sudah sering dilakukan sebelum ia menjabat.

Di akhir tulisan ini, saya mencoba mengemukakan sebuah qoidah yang bisa dijadikan acuan
dalam menentukan definisi korupsi yang disarikan dari hadits Rasulullah SAW: Semua
hadiah terkait jabatan atau tugas di luar dari ketentuan resmi maka itu adalah
korupsi atau gratifikasi. (HR. Abu Daud).

http://mandiriamalinsani.or.id/korupsi-dan-gratifikasi-dalam-pandangan-
islam/?doing_wp_cron=1539668309.7618370056152343750000

Anda mungkin juga menyukai