Anda di halaman 1dari 12

No 1 Mudik -yang konon berasal dari kata “udik”- tidak hanya merupakan aktivitas bernuansa agama

dan budaya, namun juga memiliki nilai dan potensi ekonomi. Ritus tahunan masyarakat Indonesia yang
dilakukan di hari-hari terakhir bulan Ramadan atau menjelang hari raya Idul Fitri ini menjadi salah satu
stimulus meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah.

Pergerakan manusia secara serentak dari satu tempat ke tempat lain dalam jumlah besar tentu diikuti
juga dengan pergerakan uang. Dalam leksikon ilmu ekonomi, perputaran uang yang besar dan cepat atau
velocity of moneyakan mendorong produksi barang dan jasa terutama di sektor riil. Ini artinya, aliran
uang sebagai konsekuensi dari adanya pergerakan manusia (pemudik) ini akan menjadi stimulus
pertumbuhan ekonomi regional.

Seturut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemudik dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami
kenaikan signifikan. Pada tahun 2013, BPS mencatat jumlah pemudik mencapai 22, 1 juta orang. Jumlah
itu meningkat menjadi 23 juta orang pada tahun 2014. Di tahun 2015, jumlah pemudik melonjak menjadi
23, 4 juta orang. Di tahun 2018 lalu, jumlah pemudik tercatat mencapai 18, 9 juta orang.

Banyaknya jumlah pemudik tentu berbanding lurus dengan besarnya perputaran uang. Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) RI mencatat, pada tahun 2018 jumlah uang berputar selama musim mudik
mencapai 197 triliun rupiah. Jumlah itu terdiri atas 138 triliun pengeluaran selama mudik dan 59 triliun
remitansi (aliran uang dari pekerja di luar negeri ke dalam negeri). Jumlah ini setara dengan 9 persen
Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara atau 1,3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahun
2018.

Lebih mencengangkan lagi, perputaran uang sebanyak itu terjadi dalam rentang waktu yang sangat
singkat. Yakni, sekitar 14 hari saja.

Tahun ini, BPS memprediksikan jumlah pemudik mencapai tidak kurang dari 19 juta orang. Sementera
Kementerian Perhubungan RI melakukan prediksi atas sebaran pemudik ditinjau dari alat transportasi
serta jalur mudiknya.

Dari sisi alat transportasi, sebagian besar pemudik -yakni 4,46 juta orang atau setara 30 persen- akan
menggunakan bus. Sementara 4,3 juta atau 28,9 persen lainnya akan menggunakan mobil pribadi.
Sisanya menggunakan kapal laut dan pesawat terbang.
Sedangkan dari sisi jalur, sebanyak 40 persen pemudik akan melewati jalur tol Trans Jawa, 27 3 persen
jalur Pantai Utara, 8,5 persen jalur lintas selatan, 3,4 persen jalur lintas Selatan-Selatan, 12 persen jalur
alternatif dan 8,8 persen jalur Trans Sumatera.

Dari sisi ekonomi, jumlah uang berputar selama mudik diprediksi mencapai 217,1 triliun, atau mengalami
kenaikan sebesar 13,5 persen. Hal ini dipicu oleh kenaikan jumlah THR dan gaji ke-13 yang diterima oleh
Pegawai Negeri Sipil.

Selain itu, kenaikan jumlah perputaran uang pada musim mudik 2019 ini juga dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi kuartal II yang mencapai 5,27 persen. Angka tersebut merupakan angka
pertumbuhan tertinggi sepanjang tahun 2018.

Redistribusi kekayaan

Fenomena mudik lebaran dengan perputaran uang yang sedemikian besar ini menciptakan apa yang
dalam teori ekonomi disebut sebagai redistribusi kekayaan. Uang dalam jumlah besar mengalir dari
wilayah urban sebagai pusat-pusat ekonomi dan industri ke wilayah rural.

Redistribusi ini bisa dibedakan ke dalam dua kategori. Yakni, pemudik sektor informal dengan
penghasilan rendah dan pemudik sektor formal berpenghasilan tinggi. Dua kelompok ini punya
karakteristik membelanjakan uang yang berbeda pada saat mudik lebaran.

Kelompok pertama umumnya membelanjakan uangnya untuk kebutuhan-kebutuhan dasar seperti


membeli kebutuhan lebaran (makanan, minuman, pakaian baru dan sejenisnya), membeli barang
elektronik atau memperbaiki rumah. Sedangkan kelompok kedua lebih banyak membelanjakan uangnya
untuk hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan dan hiburan, seperti berwisata, menikmati kuliner
daerah sampai membeli oleh-oleh.

Dalam konteks inilah, daerah-daerah yang menjadi tujuan para pemudik idealnya memanfaatkan momen
mudik lebaran untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional. Pemerintah daerah, sebagai
otoritas yang berwenang di daerah seharusnya mengambil langkah-langkah strategis untuk menyambut
para pemudik berikut aliran uang yang mengalir ke daerahnya.
.Hal ini penting mengingat acapkali tingginya permintaan barang-jasa selama musim mudik tidak
sebanding dengan jumlah ketersediaannya. Konsekuensinya, terjadi lonjakan inflasi. Diperlukan sinergi
antara pemerintah daerah atau kota dengan pelaku usaha untuk meminimalkan kesenjangan antara
jumlah supplydan demandagar nantinya tidak terjadi inflasi.

Selain itu, pemerintah daerah juga perlu memperhatikan sejumlah hal agar momentum mudik ini dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan berpengaruh pada pertumbuhan
ekonominya.

Pertama, memastikan perjalanan pemudik berjalan lancar. Tahun ini diprediksikan para pemudik akan
lebih memilih jalur darat. Kondisi ini tentu merupakan imbas dari naiknya harga penerbangan domestik
sejak awal tahun lalu. Untuk itu, pemerintah daerah harus memastikan kelayakan jalan yang dilalui
pemudik, termasuk memastikan fasilitas lainnya seperti ketersediaan penerangan jalan dan sarana area
istirahat (rest area).

Kedua, memperkenalkan sekaligus mempersiapkan tujuan wisata daerah unggulan agar menarik para
pemudik. Sektor ini penting digarap lantaran sebagian besar pemudik yang bekerja di sektor formal
berpenghasilan besar umumnya menghabiskan waktu libur lebarannya untuk berwisata. Dalam hal ini,
pemerintah daerah harus mempersiapkan kawasan wisata unggulan hingga ke detail paling kecil seperti
ketersediaan lahan parkir atau toilet yang aman, bersih dan nyaman.

Acapkali, pemerintah daerah lalai mempersiapkan kawasan wisata unggulan sehingga membuat
pengunjung merasa tidak nyaman, misalnya dengan banyaknya preman di kawasan wisata atau
pedagang makanan-minuman yang memberi harga tidak masuk akal.

Ketiga, pemerintah daerah harus mendorong para pelaku industri kreatif baik kecil, menengah maupun
besar untuk gencar mempromosikan hasil produksinya kepada para pemudik. Aliran uang dari kota ke
daerah ini harus dimanfaatkan betul untuk menggenjot sektor ekonomi kreatif, terutama yang
berhubungan dengan makanan, pakaian dan juga kerajinan tangan.

Arkian, kita semua tentu berharap musim mudik kali ini berjalan lancar. Ingar-bingar politik pasca
Pemilihan Umum 2019 kiranya tidak terlalu berpengaruh signifikan pada animo masyarakat dalam
merayakan lebaran dan mudik ke kampung halaman. Lebih dari itu, musim mudik tahun ini semoga bisa
menjadi momentum terciptanya redistribusi kekayaan dan terwujudnya pemerataan pertumbuhan
ekonomi.

Ekonomi mudik, dari konsumtif ke produktif

Fenomena mudik tak terbantahkan sebagai peluang dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi regional,
apabila dapat dibarengi dengan perencanaan strategik oleh pemerintah daerah dan kalangan dunia
usaha, yang mengarah ke pengembangan investasi dan kegiatan ekonomi produktif.

Setidaknya ada 4 alasan utama yang melatarbelakanginya, Pertama, Mudik akan memacu tumbuhnya
sektor riil, yang meliputi mayoritas aktivitas ekonomi masyarakat, seperti makanan, minuman, pusat
oleh-oleh dan kerajinan.

Kedua, Mudik akan mempercepat redistribusi ekonomi dari kota besar ke daerah , dengan Cash Flow dari
tradisi mudik yang meningkat pesat dari tahun ke tahun, apabila dapat diterjemahkan sebagai peluang
pertumbuhan ekonomi regional, akan memiliki multiplier effect menstimulasi aktivitas produktif
masyarakat, ditandai dengan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru di daerah, seperti penjualan oleh-
oleh di rest area, lokasi wisata serta sektor riil dan jasa lainnya.

Ketiga, Mudik akan membawa pertumbuhan investasi di pedesaan, yang dapat menggerakkan semua
sektor ekonomi di bidang peternakan, usaha kecil, industri rumahan, perikanan, bahkan di dalam bidang
perdagangan.

Keempat , mudik juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yakni melalui peningkatan
konsumsi, mengingat sejak tahun 2016, pertumbuhan konsumsi rumah tangga belum menggembirakan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi hanya berkisar 5 persen sejak tahun itu.
Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang 56,13 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) di
tahun 2017.

Besarnya aliran dana mudik sudah seyogyanya tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi
konsumtif, yang hanya bersifat jangka pendek semata, diperlukan terobosan dan inovasi sehingga mudik
dapat menjadi momentum dalam menggerakkan perekonomian regional.
Pemerintah daerah harus melihat pemudik sebagai “investor domestik” sehingga perlu memfasilitasi
berbagai event atau forum, yang menawarkan beragam potensi daerah, seperti wisata, UMKM, ekonomi
kreatif dan lain-lain, yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.

Pemerintah daerah dan pelaku usaha di daerah harus mampu mentrasformasi peluang ekonomi mudik
dan pemudik sebagai “investor lokal” dalam pengembangan ekonomi daerah, dengan terus
meningkatkan penyelenggaraan berbagai event atau media promosi daerah yang menyebar di berbagai
pusat-pusat keramaian/tempat-tempat wisata yang menjadi tujuan para pemudik.

Forum Silaturahmi mudik seyogyanya dapat pula menjadi ajang untuk transfer knowlegde dan
enterpreneurship kepada masyarakat di daerah dalam mengembangkan aktivitas ekonomi produktif
masyarakat daerah, sehingga memberi manfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi regional.

Dengan demikian diharapkan aktivitas mudik menjadi moment dalam mendorong tumbuhnya pusat-
pusat ekonomi baru di daerah sehingga dapat berkonstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi regional
yang berkualitas. Semoga. Selamat Idul Fitri 1439 H, mohon maaf lahir batin.

No 2.Pembangunan infrastruktur akan membuka akses ekonomi dan mengakselerasi nilai tambah
perekonomian rakyat. Untuk itu, pembangunan infrastruktur harus dikembangkan menjadi koridor
ekonomi. Pengembangan koridor ekonomi di sepanjang koridor jalan tol diperlukan untuk menjaga
sekaligus mendorong roda ekonomi lokal, regional, nasional, hingga global agar tetap bergerak melalui
investasi di daerah.Pemerintah sebagai pemangku kebijakan dituntut harus semakin aktif dan kreatif
menggaet mitra strategis dalam mengembangkan koridor ekonomi yang berkelanjutan melalui
pendekatan multidimensi. Pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) harus segera berbenah
memanfaatkan kehadiran infrastruktur. Tujuannya agar mobilitas orang dan barang menjadi lebih
mudah, cepat, efisien, menghemat biaya logistik, dan memicu perkembangan ekonomi daerah.

Semakin baik konektivitas antarwilayah oleh infrastruktur jalan tol, bandar udara, dan pelabuhan, akan
memperkuat basis perekonomian lokal. Hal ini mendorong titik-titik ekonomi baru sehingga
pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah terus bergerak.

Pemerintah daerah didorong untuk mengintegrasikan pengembangan kawasan industri, pelabuhan,


bandar udara, properti hunian komersial, hingga destinasi wisata agar manfaat penyatuan jalan tol
maksimal. Semua kota/kabupaten yang dilintasi jalan tol diharapkan dapat memetik keuntungan
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Kehadiran infrastruktur jalan tol mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan peruntukan ruang di
sepanjang jalan tol. Pemerintah kota dan kabupaten harus siap dan sigap memaksimalkan potensi
daerah untuk memetik manfaat pertumbuhan ekonomi lokal, meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat, menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan melakukan restrukturisasi tata ruang wilayah.

Pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten harus segera mengevaluasi, menyelaraskan, dan jika perlu
merevisi rencana tata ruang dan wilayah serta menyiapkan (jika belum ada) rencana detail tata ruang
dan peraturan zonasi, rencana tata bangunan dan lingkungan, serta panduan rancang kota/kawasan
perkotaan.

Koordinasi dimulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kota/kabupaten dengan komunikasi yang
intensif dan efektif untuk berkolaborasi dan bersinergi mengintegrasikan dan mengoptimalkan kehadiran
infrastruktur terhadap keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

Optimalkan kehadiran infrastruktur jalan tol sebagai prasarana angkutan orang, barang, dan logistik
ekonomi, sehingga pergerakan barang dari sentra produksi ke pasar menjadi lancar. Biaya logistik bisa
ditekan, pemasaran produk lokal dapat ditingkatkan, dan investor luar ditarik untuk berinvestasi di
daerah, sehingga mendorong perekonomian lokal dan memunculkan pusat pertumbuhan ekonomi baru
secara merata.

Pemerintah daerah harus proaktif menyelaraskan strategi pembangunan dan inovasi daerah serta
melihat peluang baru untuk meningkatkan perekonomian daerah. Mereka dapat mengoptimalkan
tempat-tempat rehat sebagai motor penggerak ekonomi bagi masyarakat di sepanjang koridor jalan tol.
Tempat rehat menjadi etalase ajang promosi brand produk lokal, potensi destinasi wisata unggulan, serta
informasi investasi kegiatan pembangunan daerah.

Dari sisi pariwisata, jalan tol akan mendorong berkembangnya arus wisatawan domestik dan
mancanegara karena waktu tempuh menjadi cepat. Pemerintah daerah bertugas membenahi
infrastruktur jalan menuju kawasan destinasi wisata di setiap daerah. Konsepnya tematik dan beragam,
seperti destinasi wisata alam, seni-budaya, pusaka, ekonomi kreatif, kuliner, dan religi, sehingga industri
pariwisata lokal menjadi hidup dan berkelanjutan.
Pemerintah daerah didorong untuk mengendalikan tata guna lahan dan peruntukan lahan di sepanjang
koridor jalan tol. Kawasan hijau berupa sawah, perkebunan, atau hutan beserta kebudayaan masyarakat
adat setempat harus dijaga ketat, dikonservasi sebagai pusaka lanskap.

Jalan tol yang melintasi kawasan hijau akan tetap mempertahankan kawasan hijau di dalam dan luar
ruang milik jalan tol. Pemerintah pusat harus membangun kerja sama dengan pemerintah daerah,
pelaku usaha, dan organisasi/komunitas masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian alam.

Kehadiran infrastruktur jalan tol diharapkan dapat mewujudkan pemerataan hasil pembangunan,
menumbuhkan ekonomi lokal yang inklusif, mewujudkan keadilan sosial masyarakat, dan tetap menjaga
kelestarian lingkungan hidup. Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas akan membuka peluang bisnis
baru dan menciptakan aktivitas ekonomi baru. Aktivitas ekonomi dunia usaha akan berdampak pada
penciptaan lapangan kerja yang memberikan penghasilan berkelanjutan bagi masyarakat.

Infrastruktur yang berkelanjutan diyakini akan menciptakan perekonomian yang berkelanjutan.

Bagi suatu negara pembangunan ekonomi sejatinya merupakan proses peningkatan pendapatan
perkapita maupun pendapatan total suatu negara, secara sederhana pendapatan total suatu negara
dapat dicermati dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai, sebagai ukuran kuantitatif atau proses
peningkatan kapasitas produksi, yang diwujudkan dengan peningkatan pendapatan nasional dalam suatu
tahun tertentu.

Upaya peningkatan pendapat nasional menjadikan pertumbuhan ekonomi regional sebagai arus utama
yang perlu menjadi strategi prioritas pembangunan nasional, guna mengoptimalkan daya saing dan nilai
tambah sumber daya pada suatu wilayah, yang dapat dicapai melalui strategi pengembangan
infrastruktur konektivitas, sehingga dapat menekan biaya logistik, menggerakkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi sebagaimana fokus kajian ilmu ekonomi regional.

Perkembangan Ilmu ekonomi regional sejatinya merupakan kritik serta inovasi baru dalam hal
menganalisa ekonomi, dengan tujuan melengkapi serta membenahi pemikiran ekonomi tradisional,
sebagai jawaban terhadap penyelesaian masalah ekonomi regional khususnya dengan memacu
percepatan pembangunan infrastruktur konektivitas.
Pembangunan infrastruktur konektivitas yang masif di berbagai wilayah diyakini akan membuka dan
menghubungkan satu daerah dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan kawasan ekonomi
khusus yang terintegrasi, sehingga mampu meningkatkan daya saing dan nilai tambah dengan menekan
biaya logistik, yang pada akhirnya berkonstribusi positip bagi pertumbuhaan ekonomi regional dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat.

Pertumbuhan ekonomi regional menjadi faktor determinan dalam Ilmu ekonomi regional yang juga bisa
diartikan sebagai ilmu ekonomi wilayah, karena berkaitan dengan suatu wilayah, dan menitikberatkan
pada pembahasan tata ruang, space dan spatial serta infrastruktur yang dibutuhkan dalam
mengakselerasi bergeraknya ekonomi regional dan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru.

Memacu pertumbuhan ekonomi regional melalui pendekatan akselerasi pembangunan infrastruktur


bukanlah tanpa alasan, ahli ekonomi pembangunan, Rosentein-Rodan misalnya, sejak lama telah
mengampanyekan pentingnya pembangunan infrastruktur secara besar-besaran, sebagai pilar
pembangunan ekonomi yang dikenal kemudian dengan nama big-push theory.

Beberapa hasil studi juga menyebutkan hasil pembangunan infrastruktur memiliki peran sebagai
katalisator antara proses produksi, pasar, dan konsumsi akhir serta memiliki peranan sebagai social
overhead capital yang berkonstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal
productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan
infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif dan menyebar di berbagai wilayah merupakan
bentuk dari ‘Regional Growth Strategy’, utamanya dalam mengatasi masalah pembangunan, yaitu
kemiskinan dan kesenjangan, sekaligus bentuk investasi dalam meningkatkan produktivitas dan daya
saing.

Tol Trans Jawa tonggak sejarah baru Indonesia

Terhubungnya Jakarta sampai dengan Surabaya, melalui jalan Tol Trans Jawa merupakan tonggak sejarah
baru transportasi darat di Indonesia, karena sejak diresmikan 20 Desember 2018 oleh Presiden Jokowi,
telah tersambung jalan Tol jalan dari Merak sampai ke Grati di Pasuruan, dari Jakarta ke Surabaya, yang
sekaligus memberikan alternatif baru disamping jalan nasional yang telah ada.
Dengan tersambungnya Tol Trans Jawa juga menjadikan mobilitas barang, logistik, maupun orang
menjadi lebih cepat, lebih mudah, dan lebih murah, peresmian Tol Trans Jawa juga diharapkan akan
mengintegrasikan kawasan-kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, dan kawasan wisata sehingga
ekonomi regional semakin menggeliat.

Kita patut mengapresiasi langkah strategis yang telah ditempuh Presiden Jokowi dalam memacu
percepatan pembangunan infrastruktur pada masa bakti pemerintahannya, utamanya dalam melakukan
berbagai langkah terobosan, sebagai pilihan strategi dalam memacu pertumbuhaan ekonomi regional,
dengan memastikan bergeraknya ekonomi produktif melalui masifnya pembangunan infrastruktur
konektivitas di berbagai penjuru negeri termasuk yang monumental seperti Pembangunan Tol Trans
Jawa.

Dalam percepatan pembangunan Tol Trans Jawa, langkah terobosan telah ditempuh dalam mengatasi
masalah pembiayaan, yang terbukti mampu mempercepat penyelesaian Tol Trans Jawa ditengah
keterbatasan APBN, hal tersebut dapat dicermati dari mulai aktifnya keterlibatan berbagai pihak swasta
melalui membiayai proyek-proyek infrastruktur jalan Tol Trans Jawa, dengan model pendanaan kreatif
(creative financing).

Creative financing dalam penyelesaian Tol Trans Jawa direalisasikan dalam skema kerjasama pemerintah
dan badan usaha (KPBU) atau Public-Private Partnership (PPP). Sebagian atau seluruh pendanaan KPBU
dapat berasal dari badan usaha, dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. Jalan tol
Batang-Semarang adalah contoh proyek pertama dengan skema KPBU yang mendapat penjaminan oleh
pemerintah.

Pengembangan berbagai creative financing sangat diperlukan untuk mengurangi beban APBN dan
sekaligus mengurangi ketergantungan BUMN terhadap Penyertaan Modal Negara (PMN). Sekuritisasi
aset dapat dipertimbangkan, dengan melakukan sekuritisasi aset, seperti melepas sebagian haknya atau
menerbitkan surat utang atas asetnya yang produktif, BUMN akan mendapatkan dana lebih banyak
untuk merealisasikan proyek infrastruktur baru.

Tujuan dari berbagai inovasi pembiayaan dimaksud agar pembangunan infrastruktur yang sudah jalan
dapat dikembangkan lagi asetnya oleh swasta, dan uangnya bisa digunakan untuk membangun
infrastruktur yang lain, jadi berbagai komentar miring yang mengatakan bahwa pemerintah menjual aset
negara secara ugal-ugalan adalah tidak mendasar sama sekali, karena esensinya sekuritisasi aset itu
hanya menjual future income, bukan menjual aset.

Kita patut bersyukur dengan berbagai dukungan yang penuh dari para pemangku kepentingan,
keberlanjutan pembangunan telah ditorehkan, sebagaimana yang kita ketahui bersama, pada tanggal 20
Desember 2018 yang baru lalu, kita telah dapat menyaksikan peresmian empat ruas jalan tol sekaligus
menandakan sejarah baru transportasi indonesia, dengan resminya beroperasi Tol Trans Jawa.

nfrastruktur konektivitas.

Pembangunan infrastruktur konektivitas yang masif di berbagai wilayah diyakini akan membuka dan
menghubungkan satu daerah dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan kawasan ekonomi
khusus yang terintegrasi, sehingga mampu meningkatkan daya saing dan nilai tambah dengan menekan
biaya logistik, yang pada akhirnya berkonstribusi positip bagi pertumbuhaan ekonomi regional dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat.

Pertumbuhan ekonomi regional menjadi faktor determinan dalam Ilmu ekonomi regional yang juga bisa
diartikan sebagai ilmu ekonomi wilayah, karena berkaitan dengan suatu wilayah, dan menitikberatkan
pada pembahasan tata ruang, space dan spatial serta infrastruktur yang dibutuhkan dalam
mengakselerasi bergeraknya ekonomi regional dan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru.

Memacu pertumbuhan ekonomi regional melalui pendekatan akselerasi pembangunan infrastruktur


bukanlah tanpa alasan, ahli ekonomi pembangunan, Rosentein-Rodan misalnya, sejak lama telah
mengampanyekan pentingnya pembangunan infrastruktur secara besar-besaran, sebagai pilar
pembangunan ekonomi yang dikenal kemudian dengan nama big-push theory.

Beberapa hasil studi juga menyebutkan hasil pembangunan infrastruktur memiliki peran sebagai
katalisator antara proses produksi, pasar, dan konsumsi akhir serta memiliki peranan sebagai social
overhead capital yang berkonstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal
productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan
infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif dan menyebar di berbagai wilayah merupakan
bentuk dari ‘Regional Growth Strategy’, utamanya dalam mengatasi masalah pembangunan, yaitu
kemiskinan dan kesenjangan, sekaligus bentuk investasi dalam meningkatkan produktivitas dan daya
saing.

Pelajaran berharga setidaknya dapat dipetik dari tinjauan historis pertumbuhan ekonomi AS dan China,
peran vital infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi telah dibuktikan oleh kesuksesan
berbagai program ekonomi yang bertumpu pada infrastruktur, diantaranya Program New Deal oleh
Presiden Roosevelt, pada saat resesi di Amerika Serikat tahun 1933, telah memberikan dampak positif
meningkatkan ekonomi dan lebih 6 juta penduduk dapat bekerja kembali.

Sedangkan konstribusi pembangunan infrastruktur China terhadap kejayaan ekonominya, salah satu
faktor disebabkan oleh masifnya pembangunan infrastruktur, yang dapat mengenjot pertumbuhan
ekonomi China mencapai double digit di atas 10% per tahun selama hampir 20 tahun.

Melihat contoh China misalnya, negeri ini melakukan reformasi politik dan ekonomi pada 1978 di masa
Deng Xiao Ping, yang hingga saat ini telah membangun tol sepanjang 280 ribu km, angka yang sangat
fantastis bila kita bandingkan dengan pembangunan jalan tol di Indonesia, yang hanya berkisar 780 km.

Bagi Indonesia, pembangunan infrastruktur konektivitas menjadi semakin relevan bila melihat laporan
terbaru Global Competitiveness Index 2017, yang menunjukkan indeks daya saing infrastruktur Indonesia
pada 2017-2018 masih berada di urutan ke-52, atau dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand.

Dalam laporan Global Competitiveness Index 2017 tersebut juga menyebutkan masalah utama daya
saing Indonesia salah satunya disebabkan belum meratanya sarana infrastruktur, sehingga sangat
tepatlah pilihan strategis dengan menjadikan akselerasi pembangunan infrastruktur konektivitas sebagai
ujung tombak guna memacu pertumbuhan ekonomi regional.

Pilihan strategi ini perlu menjadi fokus perhatian dan berkelanjutan, dengan dukungan dari seluruh
pemangku kepentingan, mengingat terdapat korelasi antara pembangunan infrastruktur di daerah
dengan PDRB, yang menunjukan bahwa Infrastruktur panjang jalan memiliki tingkat elastisitas sebesar
0,13, artinya setiap kenaikan panjang jalan sebesar 1% akan meningkatkan output (PDRB) sebesar 0,13%,
cateris paribus.

No 3.Dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri di Indonesia, khususnya
khususnya dalam situasi darurat, Pemerintah Indonesia secar akonsisten memberikan pertimbangan
khusus berlandaskan prinsip kemanusiaan dan aspirasi HAM global, serta menghormati prinsip-prinsip
kebiasaan internasional dalam penanganan pengungsi seperti non-refoulement.

Anda mungkin juga menyukai