Anda di halaman 1dari 39

ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

Pengarang: A. Sonny Keraf


BOOK REPORT
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Nilai dan Moral
Dosen Pengampu :
Dr. Iim Siti Masyitoh, M.Si.
Prof. Dr.H. Endang Sumantri, M.Ed.
Syaifullah, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :
Fadli Fauzan
1904975

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT., berkat rahmat dan
karunia nya saya dapat menyelesaikan Laporan buku ini. Buku yang dikupas ini
berjudul “Etika Lingkungan Hidup” yang ditulis oleh A. Sonny Keraf. Laporan Buku
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Nilai dan Moral.

Meskipun masih banyak kekurangan-kekurangan dari cara pengupasan materi-


materinya. Mudah-mudahan sedikit banyaknya dapat menambah wawasan mengenai
etika dalam lingkungan hidup, khususnya bagi penulis. Tidak lupa, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan buku ini, terutama kepada dosen mata kuliah Pendidikan Nilai
dan Moral yang telah bersedia memberikan berbagai arahan dan nasehat.

Terima kasih.

Bandung,
Penulis,

Fadli Fauzan

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Identitas Buku ........................................................................................................... 1
BAB 2 ....................................................................................................................................... 2
ISI BUKU................................................................................................................................. 2
2.1 Rangkuman Bab ........................................................................................................ 2
BAGIAN PERTAMA ..................................................................................................... 2
TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN HIDUP ....................................................... 2
1. Antroposentrisme .................................................................................................... 2
2. Biosentrisme ............................................................................................................ 8
3. Ekosentrisme ......................................................................................................... 12
4. Hak Asasi Alam ..................................................................................................... 13
5. Ekofeminisme ........................................................................................................ 14
6. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan Hidup........................................................... 15
BAGIAN KEDUA ......................................................................................................... 18
ETIKA LINGKUNGAN HIDUP DAN POLITIK LINGKUNGAN HIDUP .......... 18
7. Pembangunan Berkelanjutan atau Keberlanjutan Ekologi? ............................ 18
8. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.............................................................................................................................. 19
9. Undang-Undang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ............. 21
10. Ekonomi global dan Krisis Ekologi ................................................................. 24
BAGIAN KETIGA........................................................................................................ 27
DARI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEMBALI KE KEARIFAN
TRADISIONAL ............................................................................................................ 27
11. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Lingkungan Hidup ................................ 27
12. Kembali ke Alam : Belajar dari Etika Masyarakat Adat ............................. 28
BAB 3 ..................................................................................................................................... 31
PEMBAHASAN DAN ANALISIS BUKU .......................................................................... 31
3.1 Analisis dan Perbandingan dengan Buku Etika Individual ..................................... 31

iii
3.2 Analisis dan Perbandingan dengan Jurnal “Penanaman Etika Lingkungan Melalui
Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan” ..................................................................... 31
3.3 Analisis dan Perbandingan dengan Jurnal “Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingkungan
Ekofeminisme Sebagai Fondasi Pengelolaan Hutan Lestari” ............................................. 31
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 33
4.1 Kesimpulan Buku...................................................................................................... 33
4.2 Saran ......................................................................................................................... 34
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 35

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Identitas Buku

Judul Buku : Etika Lingkungan Hidup


Nama Pengarang : A. Sonny Keraf
Tahun Terbit : 2010
Penerbit :PT Kompas Media Nusantara
Jumlah Halaman : 408 halaman
Berat Buku : 500 gr

1
BAB 2

ISI BUKU
2.1 Rangkuman Bab

BAGIAN PERTAMA
TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

Dalam sejarah perkembangan pemikiran di bidang etika lingkungan hidup, kita bisa
membedakan beberapa teori etika lingkungan hidup. Yang sekaigus menentukan pola
perilaku manusia dalam kaitan dengan lingkungan hidup, pada tempat pertama kita bisa
membedakan tiga model teori etika lingkungan hidup, yaitu yang dikenal sebagai
shallow enviromental ethnics, Intermediate Enviromental Ethnics, dan Deep
Enviromental Ethnics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai antroposentrisme,
biosentrisme, dan ekosentrisme. Ketiga teori ini mempunyai cara pandang yang
berbeda tentang manusia,alam, dan hubungan manusia dengan alam.

Yang juga menarik untuk dibahas adalah ekofeminisme. Sebagai sebuah teori etika
lingkungan hidup, ekofeminisme mempunyai daya tarik tersendiri karena di satu pihak
mendobrak cara pandang lama yang diwarnai oleh konsep dominasi, dalam hal ini
dominasi manusia atas alam, dan di pihak lain menawarkan cara pandang dan perilaku
baru dalam hubungan dengan alam. Ekofeminisme mengingatkan kita bahwa ada cara
pandang lain sebagai alternatif dalam hubungan manusia dengan alam, dan sekaligus
ada etika lingkungan hidup lain dari yang kita kenal selama ini.

1. Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia


sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap
yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang
diambil dalam kaitan dengan alam, nilai tertinggi adalah manusia dan
kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian.

2
Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan
perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karena itu, alam
pun dilihat hanya sebagai objek, Alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak
mempunyai nilai pada dirinya sendiri.

Antroposentrisme juga dilihat sebagai sebuah teori filsafat yang mengatakan


bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan
dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting. Bagi
teori antroposentrisme etika hanya berlaku bagi manusia. Maka segala tuntutan
mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap
lingkungan hidup dianggap sebagai tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan
tidak pada tempatnya. Kalaupun tuntutan seperti itu masuk akal, itu hanya dalam
pengertian tidak langsung yaitu sebagai pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab
moral manusia terhadap sesama. Maksudnya kewajiban dan tanggung jawab moral
manusia terhadap lingkungan hidup. Walaupun itu ada itu semata-mata demi
memenuhi kepentingan sesama manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap
alam hanya merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap
sesama manusia, bukan merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab
moral manusia terhadap alam itu sendiri.

Selain bersifat antroposentris, etika ini sangat instrumentalistik dalam pengertian


pola hubungan manusia dan alam dilihat dalam relasi instrumental. Alam dinilai
sebagai alat bagi kepentingan manusia. Walaupun manusia mempunyai Sikap
peduli terhadap alam, itu semata-mata dilakukan demi menjamin kebutuhan hidup
manusia. Bukan karena pertimbangan bahwa alam mempunyai nilai pada diri
sendiri, sehingga pantas untuk dilindungi. Sebaiknya kalau alam itu sendiri tidak
berguna bagi kepentingan manusia, alam itu akan diabaikan begitu saja.
Antroposentrisme juga disebut sebagai etika teleologis karena mendasarkan
perkembangan moral pada akibat dari tindakan tersebut bagi kepentingan manusia.
Suatu kebijakan dan tindakan yang baik dalam kaitan dengan lingkungan hidup

3
akan dinilai baik kalau mempunyai dampak yang menguntungkan bagi kepentingan
manusia.

Konservasi misalnya, hanya dianggap serius sejauh itu bisa dibuktikan


mempunyai dampak menguntungkan bagi kepentingan manusia. Khususnya
kepentingan ekonomi. Teori ini juga bersifat egoistis karena hanya mengutamakan
kepentingan manusia, kepentingan makhluk hidup lain, dan juga alam semesta
seluruhnya. Tidak menjadi pertimbangan moral manusia mendapat pertimbangan
moral. Sekali lagi pertimbangan itu bersifat egoistis demi kepentingan manusia.
Karena berciri instrumentalistik dan egoistis, teori ini dianggap sebagai sebuah
etika lingkungan hidup yang dangkal dan sempit dibandingkan dengan 2 teori lain
dalam bab berikut. Etika itu terlalu sempit dan dangkal dalam memandang
keseluruhan ekosistem termasuk manusia dan tempatnya di dalam alam semesta.

a. Argumen Antroposentrisme
Pada umumnya, Agama Kristen dan filsafat barat dan seluruh tradisi
pemikiran liberal termasuk ilmu pengetahuan modern dianggap sebagai akar
dari etika antroposentrisme, selain teologi Kristen yang bersumber terutama
pada kisah penciptaan dunia sebagaimana dimuat dalam kitab kejadian.
Pemikir-pemikir besar mulai dari Aristoteles, Thomas aquinas, Rene
Descartes, dan Immanuel kant mempunyai pengaruh sangat besar dalam
membentuk cara pandang antroposentris ini. Kisah penciptaan dalam teologi
Kristen dan juga pemikiran besar dari filsuf-filsuf ini sangat mempengaruhi
cara pandang dan bila dan dalam kaitan dengan itu perilaku manusia modern
terhadap lingkungan hidup.
Sekadar untuk melihat kembali akar historis dari cara pandang
antroposentris ini, ada baiknya kita soroti secara singkat pemikiran dasar dari
teori Kristen dan filsuf-filsuf ini. Pertama Dalam kitab kejadian pasal 1 ayat
26-28 menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia secitra dengan Allah
pada hari ke-6 sebagai puncak dari seluruh karya ciptaannya, selanjutnya
Allah mengajarkan alam semesta beserta isinya (ikan di laut, burung-burung

4
di udara, ternak, seluruh bumi dan semua binatang yang menyerap di atas
tanah serta semua makhluk hidup) kepada manusia untuk dikuasai dan
ditaklukan.
Kisah ini memberi landasan bahwa Allah memberi kewenangan penuh
kepada manusia untuk mengeksploitasi alam demi kepentingannya. Manusia
diberi hak oleh Tuhan sendiri untuk menguasai dan mengeksploitasi alam
semesta serta segala isinya demi kehidupannya. Ajaran ini menyebabkan
manusia menjadi Arogan dan bertindak sebagai penguasa yang lalim atas
alam ini. Dengan segala konsekuensi dan dampaknya yang merugikan,
manusia yang diciptakan secitra dengan Allah, dan manusia memang diberi
Kuasa oleh Allah untuk itu, maka alam hanya diperlakukan sebagai objek
untuk dieksploitasi.
Kedua, argumen antroposentrisme yang lain kita temukan pada tradisi
aristotelian sebagaimana dikembangkan oleh Thomas aquinas dengan Fokus
utama pada rantai kehidupan (The Great chain of being). Menurut argumen
ini, semua kehidupan di Bumi membentuk dan berada dalam sebuah rantai
kesempurnaan kehidupan. Mulai dari yang paling sederhana sampai kepada
yang maha sempurna, yaitu Allah sendiri. Dalam rantai kesempurnaan
kehidupan tadi, manusia menempati posisi sebagai yang paling mendekati
Maha Sempurna. Itu berarti manusia menempati urutan teratas dari rantai
ciptaan, sehingga dianggap lebih Superior dari semua ciptaan lainnya
termasuk diantara semua makhluk hidup lainnya.
Argumen ini sesungguhnya menggarisbawahi yang dikemukakan oleh
Aristoteles dalam bukunya “The Politics” dalam buku ini pemikiran
antroposentrisme Aristoteles jelas terlihat dari kutipan ini “tumbuhan
disiapkan untuk kepentingan binatang dan binatang disediakan untuk
kepentingan manusia”. Jadi ada semacam teleologi Rangkaian urutan menuju
kesempurnaan dimana ujung dari kesempurnaan itu adalah yang maha
sempurna, Allah.

5
Ketiga, manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingkan dengan makhluk
ciptaan lain. Karena manusia adalah satu-satunya makhluk bebas dan
rasional. Sebagaimana dipahami oleh Thomas aquinas, Rene Descartes, dan
Immanuel kant termasuk dalam argumen ini adalah, Manusia merupakan
satu-satunya makhluk hidup yang mampu menggunakan dan memahami
bahasa. Khususnya bahasa simbol untuk berkomunikasi. Dalam argumen ini
manusia dilihat sebagai satu-satunya makhluk hidup yang mampu menguasai
dan menggerakkan aktivitasnya sendiri secara sadar dan bebas. Ia adalah
makhluk berakal budi yang mendekati keilahian Tuhan sekaligus mengambil
bagian dari keilahian Tuhan.
Manusia menentukan apa yang ingin dilakukan dan memahami mengapa ia
melakukan tindakan tertentu. Demikian pula ia mampu mengkomunikasikan
isi pikirannya dengan sesama manusia melalui bahasa. Kemampuan-
kemampuan ini tidak ditemukan pada binatang dan makhluk lainnya,
sehingga manusia dianggap lebih tinggi kedudukannya daripada ciptaan yang
lain. Sebagai makhluk yang lebih tinggi karena bebas dan rasional. Tuhan
menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di bumi ini demi kepentingan
manusia.
Dengan ini, terlihat jelas bahwa etika khususnya etika barat yang dikenal
dalam masyarakat modern hingga sekarang dibatasi hanya berlaku bagi
manusia. Seperti ini sangat antroposentris, etika ini tidak berlaku bagi
makhluk lain diluar manusia. Oleh karena itu tidak ada yang salah secara
moral pada perilaku manusia terhadap binatang dan tumbuhan serta makhluk
hidup lainnya. Apapun perilaku manusia itu, serta makhluk hidup sebagai
manusia hanya sekedar alat dan tidak mempunyai nilai dan status moral untuk
diperlakukan secara bermoral, oleh pemberlakukan etika dan moralitas bagi
makhluk hidup lain merupakan sebuah kesalahan kategoris.
Terlepas dari berbagai kritik terhadap teori antroposentrisme yang dituding
sebagai sumber kritis ekologi sekarang ini. Teori ini dibela dan dipahami
secara kritis dari perspektif yang agak lain antara lain oleh W.H Murdy dan

6
F.Frase Darling. Murdi, seorang Ahli botani mengajukan sebuah argumen
antroposentris yang agak lunak. Menurut murdy, Sesungguhnya setiap
spesies ada dan hidup sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Jadi, berbeda
dengan Kant yang hanya menganggap manusia sebagai tujuan pada dirinya
sendiri. Murdy justru berpendapat bahwa semua makhluk di dunia ini ada dan
hidup sebagai tujuan pada dirinya sendiri, atas dasar itu adalah hal yang
alamiah dan wajar kalau manusia menilai dirinya lebih tinggi dari spesies atau
makhluk lainnya. Begitu pula dengan makhluk lain akan menilai dirinya dan
spesiesnya lebih tinggi dan lebih berharga daripada manusia. tetapi yang
menarik menurut murdy lebih demi mencapai tujuan itu manusia mau tidak
mau akan menilai tinggi alam semesta beserta seluruh isinya, karena
kelangsungan hidup manusia dan kesejahteraannya sangat tergantung dari
kualitas keutuhan dan stabilitas ekosistem seluruhnya.
Jadi, pendekatan antroposentrisme itu sendiri tidak salah karena dengan
menempatkan manusia pada posisi lebih terhormat yang dituntut untuk
mempunyai tanggung jawab khusus terhadap seluruh isi alam semesta ini, itu
berarti yang salah adalah penerapan antroposentrisme secara keliru dengan
hanya melihat superioritas posisi manusia. seakan dengan itu ia boleh
berkuasa menggunakan alam semesta dan segala isinya secara sewenang-
wenang. Sementara itu, dilupakan bahwa posisi yang lebih tinggi justru pada
dirinya mengandung tanggung jawab untuk melindungi dan menjaga semua
yang lebih rendah posisinya.
b. Etika Instumentalistik
Argumen instrumental tidak jauh berbeda dari Prudential argument tadi.
Terutama nilai tertentu pada alam dan segala isinya. Tetapi nilai alam disini
hanya sebatas nilai instrumental ,dengan argumen ini manusia terdorong
untuk melestarikan alam. Tetapi hanya sebatas sebagai alat bagi pemenuhan
kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan argumen ini, manusia
Mengembangkan sikap hormat terhadap alam. Tetapi bukan karena alam

7
mempunyai nilai pada dirinya sendiri melainkan karena nilai instrumental
alam yaitu demi kepentingan manusia.
Dengan ini, bisa dikatakan bahwa etika antroposentrisme bisa mendorong
manusia untuk peduli pada lingkungan hidup demi kepentingannya. Akan
tetapi seringkali argumentasi antroposentrisme tidak jalan karena persoalan
tadi kepentingan jangka pendek lebih penting, kepentingan sempit individu
dan kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan manusia sesaat.
Akibatnya sikap dan perilaku “Masa bodoh” terhadap lingkungan hidup
menjadi jauh lebih menonjol daripada harusnya menurut perhitungan dan
tuntutan etika antroposentrisme.
2. Biosentrisme
Bagi biosentrisme, tidak benar bahwa hanya manusia yang mempunyai nilai.
Alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia.
Ciri utama etika ini adalah biosentrik, karena Teori ini menganggap setiap
kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri.
Teori ini menganggap serius setiap kehidupan dan makhluk hidup di alam semesta,
semua makhluk hidup bernilai pada dirinya sendiri sehingga pantas mendapat
pertimbangan dan kepedulian moral. Alam perlu diperlakukan secara moral
terlepas dari apakah yang bernilai bagi manusia atau tidak.
Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral dimana setiap
kehidupan dalam alam semesta ini baik manusia maupun yang bukan manusia
sama-sama mempunyai nilai moral. Seluruh kehidupan di alam semesta
sesungguhnya membentuk sebuah komunitas moral. Oleh karena itu kehidupan
makhluk apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan
tindakan moral bahkan lepas dari perhitungan untung rugi bagi kepentingan
manusia.
a. Teori Lingkungan Hidup yang Berpusat pada Kehidupan
Secara harfiah, biosentrisme juga dikenal sebagai teori lingkungan hidup
yang berpusat pada kehidupan. Inti teori ini adalah manusia mempunyai
kewajiban moral terhadap alam. Kewajiban ini tidak bersumber dari

8
kewajiban manusia terhadap sesama, sebagaimana dipahami
antroposentrisme, kewajiban ini bersumber dan berdasarkan pada
pertimbangan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang bernilai,entah
kehidupan manusia atau kehidupan spesies lain. Menurut teori ini etika
lingkungan hidup bukanlah salah sartu cabang dari etika manusia. Etika
lingkungan hidup justru memperluas etika manusia agar berlaku bagi semua
makhluk hidup.
Etika biosentrisme didasarkan pada hubungan yang erat antara manusia
dan alam, dan nilai yang ada pada alam itu sendiri. Alam dan seluruh isinya
mempunyai harkat dan nilai di tengah dan dalam komunitas kehidupan di
Bumi. Alam mempunyai nilai Justru karena ada kehidupan di dalamnya.
Oleh karena itu sebagaimana dikatakan oleh Paul Taylor terlepas dari
apapun kewajiban dan tanggung jawab moral yang kita miliki terhadap
sesama manusia kita mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral
terhadap semua makhluk hidup di bumi ini. Demi kepentingan mereka
begitu saja, kewajiban dan tanggung jawab ini semata-mata didasarkan
pada pertimbangan moral bahwa makhluk-makhluk di alam semesta
memang mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka mempunyai kehidupan
sendiri yang bermartabat. Karena itu manusia harus melindungi dan
melestarikannya.
Maka, argumen bahwa karena makhluk hidup lain saling memangsa
Tidak ada salahnya kita membunuh dan memusnahkan makhluk hidup lain
merupakan argumen yang tidak masuk akal. Pertama, perbuatan memangsa
makhluk hidup lain yang dilakukan oleh makhluk hidup bukan manusia
tidak masuk dalam kategori moral, karena itu dilakukan oleh makhluk yang
bukan pelaku moral. Hanya perbuatan pelaku moral yang bisa dinilai secara
moral. Kedua, argumen itu cenderung merendahkan martabat manusia,
karena menyamakan perbuatan manusia dengan perbuatan makhluk hidup
lain yang tidak mempunyai kemampuan moral untuk bertindak secara
moral.

9
b. Etika Bumi
Inti dari land ethic atau etika Bumi terdiri dari dua prinsip, prinsip pertama
berbunyi “ A thing is right when it tends to preserve the integrity, stability,
and beauty of the biotic community. It is wrong when it tends other wise”.
dengan prinsip ini ingin mengubah cara pandang manusia yang hanya
melihat bumi dan segala isinya seperti budak di zaman dulu kala. yaitu
hanya sebagai alat, ia ingin menolak cara pandang yang hanya melihat bumi
dan segala isinya sekadar alat dan objek dalam relasi ekonomis dan hanya
mempunyai nilai dan fungsi ekonomis bagi kepentingan manusia. Bumi
seperti budak perempuan odisseus masih dianggap sebagai harta milik relasi
dengan bumi masih sebatas relasi ekonomis. Menuntut penguasaan dan
bukan kewajiban sebagai seorang ahli kehutanan. Dia merasakan betul dan
sangat prihatin, Bagaimana bumi atau tanah diperlakukan hanya
berdasarkan “keyakinan bahwa ekonomi menentukan semua pemanfaatan
lahan ini sangat keliru”.
Prinsip kedua, berkaitan dengan gagasannya untuk memperluas
pemberlakuan etika. Agar mencakup pula bumi ini, dengan perluasan ini
komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas manusia. Komunitas
moral mencakup pula komunitas biotik seluruhnya, dengan kata lain
komunitas moral yang dikenal dalam kehidupan manusia diperluas
mencakup pula alam semesta seluruhnya. Bagi Leopold, komunitas biotik
juga komunitas etis. Dalam rumusan Leopold, “etika bumi sekadar
memperluas batas komunitas agar mencakup gula tanah air tumbuhan dan
binatang atau secara kolektif bumi ini”.
Ini tidak berarti bahwa dengan etika bumi, manusia akan mencegah dan
menghentikan secara total segala upaya untuk mengambil, mengeksploitasi,
dan mengubah bumi dan segala isinya. Ketika bumi dengan cara pandang
dan sikap yang baru terutama ingin menegaskan dan mengukuhkan hak
bumi untuk tetap berada dan berkembang dalam keadaannya. etika bumi
terutama ingin membangkitkan sikap hormat manusia terhadap makhluk

10
lainnya sebagai sesama anggota komunitas biotis dan juga sikap hormat
terhadap komunitas biotis tersebut sebagai komunitas moral.
c. Anti Spesiesisme
Inti teori ini adalah penolakan terhadap antroposentrisme yang dianggap
sebagai spesiesisme, seperti halnya rasisme yang menganggap ras tertentu
lebih unggul dari ras yang lain, dan selalu bersikap diskriminatif terhadap ras
yang dianggap lebih rendah. Spesiesisme menganggap spesies tertentu lebih
unggul dari spesies lain. Konsekuensinya, spesiesisme bersikap diskriminatif
terhadap spesies yang dianggap lebih rendah atau spesies yang dianggap lebih
rendah tidak dihargai secara moral. Antroposentrisme dianggap sebagai
spesiesisme karena menilai spesies manusia lebih tinggi kedudukannya dari
spesies lain dan karena itu selalu bersikap diskriminatif terhadap spesies atau
makhluk hidup lain.
Dengan kata lain, anti spesiesisme adalah sikap yang membela kepentingan
dan kelangsungan hidup semua spesies di bumi ini. Karena mempunyai hak
hidup yang sama dan pantas mendapatkan perhatian dan perlindungan yang
sama seperti spesies manusia, bagi para pendukung anti spesiesisme semua
makhluk hidup mempunyai kepentingan untuk menuntut kepedulian,
tanggung jawab, dan kewajiban moral dari manusia sebagai pelaku moral.
Prinsipnya, kepentingan dari setiap makhluk hidup harus diperhitungkan dan
diberi bobot yang sama, seperti halnya kepentingan dari makhluk hidup lain.
Karena bisa merasa sakit sehingga mempunyai kepentingan yang sama
seperti manusia untuk tidak disakiti. Binatang mempunyai kepentingan yang
sama dengan manusia untuk tidak disakiti hal ini merupakan suatu kewajiban
moral yang harus dipenuhi.
Dengan ini, mau dikatakan inti teori biosentrisme pada umumnya adalah
komunitas biotis dan seluruh kehidupan di dalamnya perlu diberi bobot dan
pertimbangan moral yang sama, bahwa dalam kenyataannya kita harus
memilih dan terpaksa mengorbankan kepentingan yang satu dan
mengutamakan kepentingan lain. Ini adalah konsekuensi dari pilihan moral

11
yang penting. Alam semesta dan kehidupan di dalamnya masuk Dalam
pertimbangan dan kepedulian moral manusia, dan tidak dikorbankan begitu
saja karena alasan bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai.
3. Ekosentrisme
Jadi, berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada komunitas
biotik pada kehidupan seluruhnya. Ekosentrisme justru memusatkan etika pada
seluruh komunitas ekologis baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologi
makhluk hidup dan benda benda abiotik lainnya saling terkait satu sama lain, oleh
karena itu kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk
hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap
semua realitas ekologis. Teori ekosentrisme ini adalah teori etika lingkungan hidup
yang sekarang ini populer dikenal sebagai Deep ecology sebagai sebuah istilah
ekologi. Pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess orang Norwegia tahun 1973.
Kemudian dikenal sebagai salah seorang tokoh utama gerakan Deep ecology
hingga sekarang.
a. Platform Aksi
Pola hidup yang arif mengurus dan menjaga alam sebagai sebuah rumah
tangga ini bersumber dari pemahaman dan kearifan bahwa segala sesuatu
di alam semesta mempunyai nilai pada dirinya sendiri, dan nilai ini jauh
melampaui nilai yang dimiliki oleh dan untuk manusia. Jadi, tidak hanya
manusia yang mempunyai nilai dan kepentingan yang harus dihargai
sebagaimana diklaim oleh etika antroposentrisme. Semua isi alam semesta
ini mempunyai nilai untuk dihargai kearifan ini terungkap dalam perilaku
dan tindakan konkret sebagai sebuah aksi dan gerakan nyata ini menjelma
menjadi sebuah pola hidup, sebuah gaya hidup seperti halnya aksi nyata
sebagai pola hidup setiap rumah tangga untuk merawat rumah tangganya
setiap hari.
b. Prinsip-prinsip Gerakan Lingkungan Hidup
Ada beberapa prinsip yang dianut oleh DE, antara lain pertama,
biospheric egalitarianism-in principle, yaitu pengakuan bahwa semua

12
organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu
keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama.
Pengakuan ini menunjukkan adanya sikap hormat terhadap semua cara dan
bentuk kehidupan dialam semesta.ini menyangkut suatu pengakuan dan
penghargaan terhadap “hak yang sama untuk hidup dan berkembang”. Yang
berlaku untuk semua mahluk hidup. Oleh karena itu, bentuk-bentuk
kehidupan hanya perwujudan dari keragaman dan kekayaan kehidupan itu
sendiri, dan bukan suatu tingkatan yang hierarkis. Dengan prinsip ini
sekaligus mau dikatakan bahwa nilai sebuah benda di alam semesta ini tidak
hanya berkaitan dengan kebutuhan atau kepentingan manusia. Prinsip ini
mengacu pada pengakuan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini harus
dihargai karena mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
c. Sikap DE Tehadap Beberapa Isu Lingkungan Hidup
Dalam hal ini, prioritas utama DE adalah mengatasi sebab utama yang
paling dalam dari pencemaran, dan bukan sekadar dampak superfisial dan
jangka pendek. Sehubungan dengan itu, ada kesadaran bahwa dunia ketiga
dan keempat tidak mampu menanggung seluruh biaya yang diperlukan
untuk mengatasi pencemaran di wilayahnya masing-masing. Perlu ada
beberapa kerja sama dengan negara-negara dunia pertama dan kedua untuk
membantu mereka. Ekspor limbah tidak hanya merupakan suatu kejahatan
terhadap umat manusia. Tetapi juga kejahatan terhadap kehidupan
seluruhnya.
4. Hak Asasi Alam
Salah satu persoalan yang muncul dalam teori-teori etika lingkungan hidup yang
dibahas sampai sekarang adalah persoalan mengenai apakah alam mempunyai hak
asasi. Ini menarik untuk untuk dibicarakan karena dua hal berikut ini, pertama,
ketika kita melalui komunitas biologis dan ekologi sebagai sebuah komunitas
moral seperti diklaim oleh biosentrisme dan ekosentrisme. Apakah dengan
demikian Alam juga mempunyai hak yang dimiliki oleh manusia. Kalau tidak
mengapa kedua jawaban atas pertanyaan ini tidak saja mebentuk cara pandang

13
tertentu tentang alam dan relasi manusia terhadap alam. Sebagaimana menjadi
Fokus utama buku ini tetapi juga untuk perilaku tertentu terhadap alam.
Menerima adanya hak asasi alam adalah kekhawatiran bahwa dengan hak asasi
alam itu, manusia tidak digunakan untuk mengambil dan memanfaatkan alam ini
demi kebutuhan hidupnya. Sesungguhnya kekhawatiran ini tidak pada tempatnya,
setiap hak asasi termasuk hak asasi manusia bersifat prima facie, artinya hak asasi
tersebut hanya dipertahankan sejauh tidak bertentangan atau melanggar hak asasi
lainnya. Maka rasanya secara moral bahwa manusia boleh memanfaatkan isi alam
ini demi mempertahankan hidupnya sendiri, sebagaimana juga halnya dengan
spesies lain memanfaatkan spesies tertentu untuk mempertahankan hidupnya.
a. Macam-macam Hak Alam
Pertama, alam mempunyai hak untuk tidak diganggu gugat dan dirugikan.
Alam mempunyai hak untuk tidak dirusak dan dicemari, terkait dengan itu
Alam mempunyai hak untuk membatasi dan dihambat perkembangan,
pertumbuhan, dan kehidupannya.bersamaan dengan itu, makhluk makhluk
hidup di luar manusia berhak untuk dibiarkan tumbuh berkembang dan
hidup sesuai dengan kodratnya.
5. Ekofeminisme
Ekofeminisme merupakan lingkungan hidup yang ingin menggugat dan
mendobrak cara pandang dominan yang berlaku dalam masyarakat modern.
Sekaligus menawarkan sebuah cara pandang dan perilaku baru untuk mengatasi
krisis lingkungan hidup sekarang ini.
a. Feminisme : Revolusi Cara Pandang
Feminisme merupakan sebuah aliran filsafat yang mempersoalkan,
mempertanyakan, dan mengubah cara pandang dominan dan umum berlaku
dalam era modern, yang pertama-tama diwarnai oleh patriarkis dan
hierarkis.Dalam perspektif itu feminisme mempertanyakan dan menggugat
keabsahan semua cara pandang modernisme dengan kecenderungan
dasarnya untuk hanya menerima cerita-cerita besar dari prinsip prinsip
abstrak, umum, yang mendominasi modernisme.

14
b. Logika Dominasi
Ekofeminisme dikategorikan sebagai ekologi sosial, menurut desjardins,
Kendati ada banyak perbedaan antara ekosistem dan ekologi sosial. Keduanya
mempunyai beberapa persamaan. Persamaan utama antara kedua Teori ini
adalah keduanya beranggapan bahwa kehancuran dan krisis ekologi pada
dasarnya disebabkan oleh logika dominasi, yang menjadi ciri utama dari cara
pandang atau kerangka konseptual masyarakat modern. Khususnya masyarakat
barat dengan segala kemajuan yang telah dicapai termasuk bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Cara pandang ini perilaku eksploitatif dan
destruktif terhadap lingkungan hidup.
c. Etika Kepedulian
Etika kepedulian ini jelas menolak kekerasan dominasi dan konflik, yang
diutamakan adalah memberi bukan menuntut. Memperhatikan dan bukan
diperhatikan, maka, tanpa mempersoalkan apakah alam berguna atau tidak.
Apakah Alam membalas kebaikan atau tidak. Ketika ingin mendorong kita
untuk peduli pada alam begitu saja karena alam memang bernilai, dan kita
bersama alam berada dalam relasi penuh makna, dan memberi makna
kepada kehidupan kita bersama dalam komunitas ekologis.
6. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan Hidup
a. Sikap Hormat Terhadap Alam
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia
sebagai bagian dari Alam semesta seluruhnya, seperti halnya setiap anggota
komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan
bersama. Demikian pula setiap anggota komunitas ekologis harus
menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam
komunitas ekologis itu, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga
kohesivitas dan integritas komunitas ekologis alam tempat hidup manusia
ini.
b. Prinsip Tanggung Jawab

15
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual, melainkan juga
kolektif. Prinsip tanggung jawab moral ini menuntut manusia untuk
mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata
untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dan
kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.
c. Solidaritas Kosmis
Prinsip solidaritas kosmis itu lalu mendorong manusia untuk
menyelamatkan lingkungan hidup, untuk menyelamatkan semua kehidupan
di alam ini. Karena alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai
yang sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah
manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan kehidupan di
dalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta
merusak rumah tangganya sendiri. Solidaritas kosmis berfungsi sebagai
pengendali moral.
d. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian Terhadap Alam
Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip moral satu arah menuju
yang lain tanpa mengharapkan balasan. Ia tidak didasarkan pada
pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata demi kepentingan
alam.
e. Prinsip “No Harm”
Prinsip no harm, artinya karena manusia mempunyai kewajiban moral dan
tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau
merugikan alam secara tidak perlu, dengan mendasarkan diri pada
biosentrisme dan ekosentrisme. Manusia berkewajiban moral untuk
melindungi kehidupan di alam semesta ini.
f. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Pada prinsip ini dibutuhkan sebuah gerakan bersama untuk secara komunal
mengubah gaya hidup bersama yang jelas selama kita menerima bahwa
kerusakan lingkungan hidup disebabkan oleh perilaku manusia yang

16
materialistis, konsumtif, dan eksploitatif. Prinsip moral hidup sederhana
diterima sebagai sebuah pola hidup baru.
g. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan lebih berbicara tentang bagaimana manusia harus
berperilaku satu terhadap yang lain, dalam kaitan dengan alam semesta dan
bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada kelestarian
lingkungan hidup.
h. Prinsip Demokrasi
Dalam kaitan dengan lingkungan hidup, demokrasi menjamin bahwa
setiap orang dan kelompok masyarakat mempunyai hak untuk
memperjuangkan kepentingannya di bidang lingkungan hidup, berpartisipasi
dalam menentukan kebijakan di bidang lingkungan hidup, mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi yang akurat di bidang lingkungan hidup.
i. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini terutama dimaksudkan untuk pejabat publik. Pejabat publik
agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat, serta memegang
teguh prinsip-prinsip moral yang menggambarkan kepentingan publik. Ia
dituntut untuk berperilaku sedemikian rupa sebagai orang yang bersih dan
disegani oleh publik karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap
kepentingan masyarakat.

17
BAGIAN KEDUA
ETIKA LINGKUNGAN HIDUP DAN POLITIK LINGKUNGAN
HIDUP

7. Pembangunan Berkelanjutan atau Keberlanjutan Ekologi?


Paradigma pembangunan berkelanjutan harus dipahami sebagai etika politik
pembangunan, yaitu sebuah komitmen moral tentang bagaimana seharusnya
pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dalam
kaitan dengan itu paradigma pembangunan berkelanjutan bukan sebuah konsep
tentang pentingnya lingkungan hidup. Paradigma pembangunan berkelanjutan
juga bukan tentang pembangunan ekonomi, ini sebuah etika politik pembangunan
mengenai pembangunan secara keseluruhan dan bagaimana pembangunan itu
harus dijalankan.
a. Tiga Aspek Pembangunan
Cita-cita dan agenda utama pembangunan berkelanjutan tidak lain adalah
upaya untuk mengsinkronkan, mengintegrasikan, dan memberi bobot yang
sama bagi 3 aspek utama pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial
budaya, dan aspek lingkungan hidup. Gagasan di balik itu adalah
pembangunan ekonomi sosial budaya dan lingkungan hidup harus
dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, sehingga unsur-unsur dari
kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan
satu dengan lainnya. Yang mau dicapai dengan pembangunan berkelanjutan
adalah menggeser titik berat pembangunan dari hanya pembangunan
ekonomi menjadi juga mendukung pembangunan sosial budaya dan
lingkungan hidup.
b. Tiga Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Ada tiga prinsip utama pembangunan berkelanjutan, tiga prinsip kerja
tersebut menjamin agar ketiga aspek pembangunan terpenuhi dan dalam arti
itu ketika pembangunan hanya mungkin dicapai kalau ketiga prinsip dasar

18
ini dioperasionalkan sebagai sebuah politik pembangunan. Pertama, prinsip
demokrasi, kedua, prinsip keadilan ,dan ketiga, prinsip berkelanjutan.
Dengan ini mau dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan berkelanjutan
merupakan suatu sinergi positif antara tiga kekuatan utama, yaitu negara
dengan kekuatan politik, sektor swasta dengan kekuatan ekonomi, dan
masyarakat warga dengan kekuatan moral. Ketika kekuatan ini harus saling
bekerja sama secara positif dan produktif dalam semangat saling
mengontrol untuk memungkinkan proses dan tujuan pembangunan dapat
diwujudkan.
c. Keberlanjutan Ekologi
Berabad-abad masyarakat tradisional hidup dalam kekayaannya bersama
alam tanpa merusak alam di satu pihak. Alam memberikan kehidupan yang
sedemikian kaya tetapi di pihak lain ada kearifan untuk menjaga alam.
karena ada hubungan simbiosis yang tak terelakkan antara semua bentuk
kehidupan dengan ekosistem alam seluruhnya. Filsafat kehidupan ini yang
ingin diangkat menjadi sebuah strategi kehidupan modern bagi masyarakat
di masing-masing wilayah, untuk mengembangkan pola kehidupan
ekonomi dan sosial yang memungkinkan mereka menikmati suatu
kehidupan yang layak sebagai manusia. Tetapi dengan mempertahankan
keutuhan ekosistem yang menjadi tempat sandaran seluruh kehidupan
mereka itulah yang disebut sebagai keberlanjutan ekologi.
8. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan aspek yang niscaya
demi mengatasi krisis ekologi sekarang. Alasannya, krisis ekologi sekarang ini
selain karena kesalahan cara pandang dan perilaku manusia, disebabkan oleh
kegagalan pemerintah.Kegagalan pemerintah tersebut terjadi pada beberapa
tataran. Pertama, kegagalan pemerintah dalam memilih modal pembangunan.
Kedua, negara dan pemerintah dalam memainkan peran sebagai penjaga
kepentingan bersama. Ketiga, kegagalan pemerintah dalam membangun suatu

19
penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang menyebabkan penyimpangan
terhadap berbagai ketentuan formal di bidang lingkungan hidup.
a. Konsep Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik
Pemerintah yang efektif tidak harus berarti pemerintah yang kuat. Tentu
saja konsep pemerintahan yang kuat bisa saja diterima sejak pemerintahan
yang kuat itu tidak dipahami dalam pengertian negatif, menindas dan
mematikan kekuatan-kekuatan sah yang demokratis, dengan akibat
kekuasaan pemerintah diselewengkan tanpa terkendali demi kepentingan
kelompok. Dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.
Pemerintahan yang kuat bisa diterima sejauh yang dimaksudkan disini
adalah suatu pemerintahan yang tegar dan tahan terhadap berbagai tarik-
menarik kepentingan sedemikian rupa, sehingga kekuasaan pemerintah
tidak bisa dipermainkan dan diselewengkan dari tujuannya yang benar. Jadi,
kuat dalam arti mampu melawan berbagai politik kepentingan sempit yang
bermaksud menyelewengkan kekuasaan pemerintahan itu sendiri.
b. Desentralisasi
Desentralisasi harus dipahami sebagai upaya untuk membangun kekuatan
masyarakat. Kekuatan politik dalam masyarakat baik itu di dalam tubuh
birokrasi pemerintah sendiri maupun di luar birokrasi pemerintah. Dalam
hal ini desentralisasi sebenarnya adalah salah satu wujud implementasi
prinsip subsidiaritas. Yaitu prinsip etika politik yang menghendaki agar apa
saja yang bisa diurus oleh kekuatan politik yang lebih rendah tidak harus
diurus, dan ditangani sendiri oleh kekuatan politik atau lembaga pemerintah
yang lebih tinggi.
c. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik dan Lingkungan Hidup
Ada hubungan erat antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik
dengan pengelolaan lingkungan hidup yang baik, bahkan ada korelasi
sangat positif antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik. penyelenggaraan pemerintahan
yang baik akan mempengaruhi dan menentukan pengelolaan lingkungan

20
hidup yang baik, oleh karena itu pengelolaan lingkungan hidup yang baik
dan mencerminkan tingkat penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Tanpa penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sulit mengharapkan
adanya pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
9. Undang-Undang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Paradigma pembangunan berkelanjutan atau keberlanjutan ekologi maupun
penyelenggaraan pemerintahan yang baik di bidang lingkungan telah terwadahi
dan telah teruji dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Harapan banyak orang akan pentingnya sebuah
undang-undang yang benar-benar pro lingkungan hidup yang sejalan dengan
paradigma pembangunan berkelanjutan telah terjawab dengan undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009.
a. Mengapa Perlu Undang-undang Baru?
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 merupakan undang-undang
inisiatif DPR, sejarahnya bermula dari desakan DPR dalam hal ini komisi 7
DPR RI periode 2004-2009 pada pemerintah melalui menteri negara
lingkungan hidup sebagai mitra kerja komisi 7 untuk merevisi undang-
undang nomor 23 tahun 1997. Ada kesadaran bahwa sia-sia DPR
mengawasi, mendorong, dan menuntut penuntasan berbagai kasus
lingkungan hidup kalau saja Menteri Lingkungan Hidup tidak mempunyai
kewenangan legal formal yang memadai untuk melakukan penuntutan
hukum atas berbagai kasus lingkungan hidup sampai tuntas, dan
memuaskan sejalan dengan kepedulian dan keberpihakan bersama terhadap
pentingnya lingkungan hidup.
b. Isi Pokok UU No.32 Tahun 2009
Ini adalah taruhan kita bersama, baik dalam undang-undang ini maupun
untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Daya dukung dan
daya tampung ini sekaligus juga menjadi jembatan antara kepentingan
ekonomi dan kesejahteraan rakyat di satu pihak dan kepentingan
perlindungan lingkungan hidup lainnya. Bagaimana menjadi inti paradigma

21
pembangunan berkelanjutan, ini berarti kegiatan ekonomi tidak dihalangi
justru sebaiknya harus didorong selama daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup di sebuah wilayah ekoregion masih dimungkinkan.
c. Beberapa Instrumen Penting
1) Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
Pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan hidup dilakukan
dengan didasarkan pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang mencakup inventarisasi lingkungan hidup,
penetapan wilayah ekoregion, dan RPPPLH yang perlu diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah dan peraturan daerah untuk
menjamin implementasinya dalam masyarakat.
2) Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Kajian lingkungan hidup strategis adalah sebuah instrumen
pencegahan terhadap dampak lingkungan hidup yang baru
diperkenalkan dalam undang-undang ini, dengan demikian
pemerintah dan semua pihak terkait wajib melaksanakan KLHS
sebagai bagian integral dari proses pemberian izin lingkungan dan
kemudian izin usaha.
3) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
AMDAL dilakukan untuk mencegah dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan di bidang lingkungan hidup yang
kontraproduktif dan malah merugikan Kepentingan lingkungan hidup.
4) Izin Lingkungan Hidup
Izin lingkungan adalah instrumen hukum dan kebijakan baru untuk
semakin benar-benar menjadikan lingkungan hidup sebagai arus
utama pembangunan dan melalui jalan itu visi pembangunan
berkelanjutan bisa diwujudkan secara konsisten.
5) Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Untuk lebih menjamin kepastian hukum, pengimplementasiannya
dibutuhkan pengaturan lebih lanjut dalam hal-hal yang lebih teknis

22
operasional sebagaimana diamanatkan pada Pasal 43 ayat 4.
Perangkat pengaturan teknisnya sekaligus serta menjadi pedoman
bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengembangkan
maupun menggunakan instrumen ekonomi lingkungan hidup ini.
Bahkan perangkat pengaturan teknik ini bisa mencegah terjadi konflik
manipulasi dan penyalahgunaan instrumen ekonomi lingkungan
hidup ini untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan kepentingan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
6) Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Analisis ini berfungsi sebagai katup pengaman untuk melindungi
pihak-pihak yang kemungkinan dapat terkena dampak lingkungan
hidup yang merugikan.
7) Audit Lingkungan Hidup
Audit lingkungan hidup yang dapat dilakukan oleh auditor
lingkungan hidup yang memiliki sertifikat kompetensi auditor
lingkungan hidup, yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi
kompetensi auditor lingkungan hidup. Sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan ini dimaksudkan untuk menjamin
mutu audit, sehingga apa yang menjadi tujuan dari audit benar-benar
diwujudkan.
8) Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan
Pengawasan dan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup
merupakan faktor penting dari perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yang akan sangat menentukan keberhasilan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sekaligus menjawab
harapan publik tentang pentingnya perlindungan lingkungan hidup.
Pentingnya pengaturan tentang pengawasan dan penegakan hukum di
bidang lingkungan hidup yang tegas dan ketat akan menjadi semacam
jaminan formal akan terwujudnya suatu penyelenggaraan
pemerintahan yang baik di bidang lingkungan hidup.

23
9) Implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 bisa dikatakan sebagai salah
satu produk yang terbaik yang sampai sekarang kita miliki.
Alasannya, isi undang-undang ini benar-benar mencerminkan
semangat dan mimpi besar kita semua untuk benar-benar menjadikan
lingkungan hidup sebagai arus utama pembangunan nasional.
Persoalannya sekarang, semuanya tergantung implementasi undang-
undang ini dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
khususnya KNLH.
10. Ekonomi global dan Krisis Ekologi
Ada 3 aspek ekonomi global yang perlu dicermati dalam kaitan dengan krisis
ekologi. Pertama, persoalan utang luar negeri dalam arus utama globalisasi
keuangan, dewasa ini mempunyai dampak negatif yang serius bagi kondisi
lingkungan hidup di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Kedua, kecenderungan belakangan ini malah semakin kuat mengarah pada
digunakannya isu lingkungan hidup sebagai salah satu alat politik dalam interaksi
ekonomi dan bisnis global. Ketiga, sepak terjang perusahaan multinasional yang
banyak kali menerapkan standar ganda sekaligus menggunakan superioritas
ekonomi dan politik untuk melindungi kepentingan ekonomi dan bisnisnya di
negara-negara yang sedang berkembang.
a. Utang Luar negeri dan Kerusakan Lingkungan Hidup
krisis ekologi yang dialami negara-negara sedang berkembang, termasuk
Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari peran hutang luar negeri dalam
keseluruhan pembangunan nasional negara-negara tersebut. Salah satu hal
menarik dari fenomena utang luar negeri tersebut adalah, bahwa semakin
besar utang luar negeri sebuah negara, semakin negara tersebut dilanda
krisis ekonomi. Dengan kata lain semakin dibantu oleh lembaga-lembaga
keuangan internasional semacam semakin parah krisis ekonomi negara
tersebut.

24
Dengan melihat dampak utang luar negeri baik di bidang ekonomi, sosial,
politik, maupun lingkungan hidup tersebut tidak ada pilihan politik yang
lebih terhormat. Kendati pahit daripada secara radikal atau bertahap dengan
komitmen yang jelas dan tegas untuk menghentikan utang luar negeri
tersebut. Dari segi kepentingan lingkungan hidup semakin cepat utang luar
negeri dihentikan semakin cepat lingkungan hidup kita terselamatkan.
b. Globalisasi Perdagangan
Yang menjadi persoalan serius sekarang ini adalah kecenderungan
negara-negara maju di utara untuk menunggangi sistem ekonomi pasar, atau
yang sekarang lebih dikenal sebagai globalisasi. Dengan berbagai manuver
untuk mengeruk keuntungan dan mengamankan kepentingannya dengan
secara tidak fair. Merugikan kepentingan negara-negara sedang
berkembang ini sebuah kecenderungan yang justru bertentangan dengan
doktrin ekonomi pasar bebas itu sendiri.
Hal yang paling ironis, kontradiktif, dan tidak masuk akal adalah
globalisasi itu sendiri dikerangkeng dengan berbagai aturan yang justru
tidak membebaskan pasar global dan tidak menguntungkan semua pihak.
Berbagai peraturan perdagangan global sekarang ini dimaksudkan untuk
memenuhi kepentingan pihak negara-negara maju, dengan mengorbankan
kepentingan negara sedang berkembang di selatan. Maka, globalisasi
perdagangan malah membuat pasar semakin terkendali dan dibatasi dengan
merugikan kepentingan negara-negara yang sedang berkembang.
c. Standar Ganda Perusahaan Multinasional di Bidang Lingkungan Hidup
Dibalik persoalan utang luar negeri dan globalisasi perdagangan, tersirat
kepentingan perusahaan perusahaan multinasional dari negara-negara maju.
Baik lembaga-lembaga kreditor maupun lembaga-lembaga internasional
seperti WTO. Sebenarnya, bekerja untuk mengamankan kepentingan
ekonomi dan bisnis negara-negara maju khususnya kepentingan ekonomi
dan bisnis perusahaan perusahaan multinasional.

25
di bidang lingkungan hidup misalnya, perusahaan-perusahaan
multinasional memainkan standar ganda yang sangat merugikan
kepentingan lingkungan hidup. Di negara asalnya sendiri mereka sangat
serius dalam menerapkan standar standar pengelolaan lingkungan hidup
yang ketat. Akan tetapi, ketika beroperasi di negara-negara sedang
berkembang, dengan mudah mereka mengabaikan semua standar
pengelolaan lingkungan hidup dengan berbagai cara. Bahkan, termasuk
tekanan politik terhadap pemerintah negara tuan rumah. Mereka berusaha
untuk bisa menghindar dari desakan untuk meningkatkan dan memperbaiki
standar dan kinerja lingkungan hidup.

26
BAGIAN KETIGA
DARI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEMBALI KE
KEARIFAN TRADISIONAL

11. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Lingkungan Hidup


a. Pendekatan Mekanistis-Reduksionistis
Cara pandang ilmu pengetahuan dan teknologi modern sekarang ini
sebenarnya adalah cara pandang barat yang berkembang dari revolusi
ilmu pengetahuan pada abad ke 17 dan 18. Filsuf-filsuf yang sangat
berpengaruh membentuk cara pandang ini adalah Galileo galilei, Francis
Bacon, dan Isaac Newton. Cara pandang ilmu pengetahuan dan teknologi
modern ini pada dasarnya sekular, mekanistis, dan reduksionistis. Sekular
karena ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada prinsip-prinsip
apriori yang diterima benar dengan sendirinya. Tetapi, didasarkan pada
pengamatan panca indra dan metode induksi sebagaimana dikembangkan
oleh Francis bacon. Karena, seluruh alam semesta dan juga manusia
terutama dilihat secara mekanistis sebagai semacam mesin yang berfungsi
sebagai secara mekanis dan bisa dianalisis dan diprediksikan secara
terpisah, lepas dari keseluruhan yang membentuknya. Reduksionistis
karena realitas alam semesta termasuk manusia dilihat dari 1 aspek
semata-mata tanpa melihat keterkaitan yang lebih komprehensif dan
holistik di antara berbagai aspek.
b. Pendekatan Holistik
Dalam pendekatan holistik ini, dunia tidak dilihat sebagai suatu dunia
yang mekanistis. Melainkan suatu dunia yang dicirikan oleh relasi yang
organis, dinamis, dan kompleks. Semua fenomena alam tidak dilihat
dalam relasi sebab dan akibat yang linear. Tetapi dilihat sebagai sebuah
jaringan yang kompak. Ada keterkaitan yang kompleks di antara
pernyataan yang ada. Lintas waktu dan tempat ini mempengaruhi
perkembangan fisika, biologi, matematika, dan kimia modern yang

27
semakin menggunakan pendekatan holistik atas dasar pemikiran bahwa
segala sesuatu yang ada saling terkait satu sama lain. Jadi, dualisme
cartesian mulai diganti oleh cara pandang sistemik dan holistik tentang
realitas.
c. Kontradiksi Ilmu Pengetahuan Modern
Salah satu fenomena menarik sehubungan dengan pengembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan modern sekarang ini adalah kontradiksi-
kontradiksi yang diperlihatkan ilmu pengetahuan. Salah satunya tentang
otonomi dan klaim bebas nilai ilmu pengetahuan pada paradigma
mekanistis reduksionistis harus kita akui bahwa selain bebas, nilai
sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi otonomi ilmu pengetahuan.
Otonomi pengetahuan adalah alat pengaman untuk menjamin objektivitas
ilmu pengetahuan agar kebenaran yang dikejar oleh ilmu pengetahuan
benar-benar objektif. Kendati tidak pernah mutlak tuntutan moral ini lahir
dari pengalaman sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di mana
kebenaran ilmiah dikorbankan demi kebenaran agama dan moral.
d. Amdal dalam perspektif Holistik
Kita perlu mencermati secara khusus apakah studi AMDAL yang
dilakukan sampai sekarang khususnya seluruh kerangka studi yang ada
lebih menggunakan paradigma holistik ekologis atau paradigma
mekanistis reduksionistis. Ini penting karena studi Amdal adalah studi
ilmiah. Sebagai studi ilmiah, seluruh kerangka studi itu dipengaruhi oleh
paradigma dan pendekatan ilmiah tertentu. Kerangka studi itu
dikembangkan dalam paradigma tertentu. Ini sangat menentukan hasil
akhir dari studi AMDAL tersebut yang pada gilirannya sangat
menentukan keefektifan pengendalian kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup dari kegiatan dan atau usaha yang dikaji.
12. Kembali ke Alam : Belajar dari Etika Masyarakat Adat
Pada bab ini, kita akan melihat bahwa apa yang bisa digerakkan oleh
biosentrisme dan ekosentrisme itu sesungguhnya sudah sejak awal mula

28
diperhatikan oleh masyarakat masyarakat adat atau masyarakat masyarakat
tradisional di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Cara pandang
mengenai manusia sebagai bagian integral dari alam, serta perilaku penuh
tanggung jawab, sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan
di alam semesta telah menjadi cara pandang dan perilaku berbagai masyarakat adat
di seluruh dunia.
a. Manusia dalam Alam
Hal yang paling fundamental dari perspektif etika lingkungan hidup
adalah persamaan pemahaman dari semua masyarakat adat di seluruh dunia
yang memandang dirinya, alam, dan relasi di antara keduanya dalam
perspektif religius. Perspektif spiritual, maka, alam dipahami oleh semua
masyarakat tradisional sebagai sakral sebagai Kudus. Spiritualitas
merupakan kesadaran yang paling tinggi sekaligus menjiwai, dan mewarnai
seluruh relasi dari semua ciptaan alam semesta termasuk relasi manusia
dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan yang gaib atau
yang kudus. Demikian pula spiritualitas akan selalu menjiwai, mewarnai,
dan menandai setiap aktivitas manusia yang tidak lain adalah aktivitas
dalam alam. Dalam alam yang sakral.
b. Kearifan Tradisional
Yang dimaksudkan dengan kearifan tradisional di sini adalah semua
bentuk pengetahuan keyakinan pemahaman atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di
dalam komunitas ekologis. Kearifan tradisional ini bukan hanya
menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan
bagaimana relasi yang baik diantara manusia, melainkan juga menyangkut
pengetahuan, pemahaman, dan adat kebiasaan tentang manusia, alam, dan
bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologis ini harus
dibangun. Kearifan tradisional ini dihayati, dipraktikan, diajarkan, dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi lain yang sekaligus membentuk

29
pola perilaku manusia sehari-hari baik terhadap sesama manusia maupun
terhadap alam dan yang gaib.
c. Hak-hak Masyarakat Adat
Untuk menyelamatkan kearifan tradisional dan kembali ke etika
masyarakat adat. Hak-hak masyarakat adat harus diakui dan dijamin oleh
semua masyarakat dunia. Harus ada komitmen politik di tingkat global dan
nasional untuk melindungi hak-hak masyarakat adat beserta seluruh
kearifan tradisional. Melalui jalan ini, kita bukan saja menyelamatkan
keberadaan masyarakat adat beserta seluruh kekayaan dan kearifan
tradisionalnya, melainkan juga menyelamatkan ekologi yang terutama
disebabkan oleh kesalahan cara pandang dan perilaku masyarakat modern.

30
BAB 3
PEMBAHASAN DAN ANALISIS BUKU

3.1 Analisis dan Perbandingan dengan Buku Etika Individual


Dalam buku Etika Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa etika bukan hanya
sekedar berbicara benar salah namun juga masalah moral, lingkup etika bukan
hitam atau putih melainkan abu-abu. Dengan demikian ada cara pandang baru
yang disajikan dalam buku Etika Lingkungan Hidup dalam memandang alam
dengan tetap mengutamakan keserasian hubungan antara manusia dengan alam.
Alam sebagai tempat tinggal manusia, tanpanya manusia tidak akan hidup tapi
alam tanpa manusia akan tetap ada.
Sedangkan, dalam buku Etika Individual lebih menekankan pada bagaimana
manusia harus mempunyai ahlak-ahlak baik serta menjauhi ahlak-ahlak buruk dan
dijelaskan juga di dalam buku, tolak ukur baik dan buruk itu seperti apa menurut
aliran-aliran etika. Serta di dalam buku Etika Individual lebih dijelaskan secara
terperinci bagaimana seseorang berinteraksi dengan sesama manusia yang ada di
lingkungan nya seperti tetangga, keluarga (orang tua, istri, suami dan anak),
pengajar dan alam.
3.2 Analisis dan Perbandingan dengan Jurnal “Penanaman Etika Lingkungan Melalui
Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan”
Buku dan jurnal ini sama-sama membahas tentang Etika Lingkungan,
perbedaannya adalah didalam jurnal ini, lebih mengkaji tentang Pendidikan
Lingkungan Hidup di sekolah merupakan modal dasar bagi pembentukan etika
lingkungan pada lintas generasi. Sekolah peduli dan berbudaya lingkungan
merupakan pintu gerbang bagi siswa dalam membentuk perilaku yang beretika
terhadap lingkungan. Penanaman etika lingkungan di lingkungan sekolah secara
berkelanjutan diharapkan akan dapat tertanam kuat didalam hati para siswa
sehingga akan berbuah perilaku-perilaku yang mencintai alam beserta isinya.
3.3 Analisis dan Perbandingan dengan Jurnal “Rekonstruksi Pemikiran Etika
Lingkungan Ekofeminisme Sebagai Fondasi Pengelolaan Hutan Lestari”

31
Dalam Buku Etika Lingkungan Hidup, dikatakan bahwa ekofeminisme
merupakan lingkungan hidup yang ingin menggugat dan mendobrak cara pandang
dominan yang berlaku dalam masyarakat modern. Sekaligus menawarkan sebuah
cara pandang dan perilaku baru untuk mengatasi krisis lingkungan hidup sekarang
ini.
Sedangkan, dalam jurnal tercantum ekofeminisme lahir dalam konteks
perjuangan masyarakat Barat yang berlatar belakang ideologi liberal yang
rasionalistis, dikembangkan lebih lanjut pada masyarakat budaya Timur dalam
tradisi India yang banyak dipengaruhi oleh sistem nilai spiritualistis Hindu. Tradisi
pemikiran ekofeminisme yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia hingga saat
ini belum dikembangkan secara maksimal. Perlu dilakukan penelitian tentang
konsep ekofeminisme dengan mengangkat kearifan lokal masyarakat di wilayah
Indonesia.

32
BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan Buku


Permasalahan lingkungan yang kerap kali melanda kehidupan seringkali
terabaikan oleh kita dengan anggapan alam merupakan hak untuk kita kuasai
sebagai manusia. Dalam hal ini kecenderungan orang untuk mengeksploitasi alam
demi kepentingan ekonomi tidak melihat dampak dari perbuatannya. Dengan
alasan kesejahteraan, kita leluasa mengambil kekayaan alam yang terbatas ini.
Dengan buku Etika Lingkungan Hidup, penulis yang bersangkutan ingin
mendobrak cara pandang manusia yang masih relatif untuk menguasai alam atau
antroposentrisme.
Dengan ulasan yang singkat namun padat, penulis membawa alur bagi pembaca
untuk memahami alam hidup dengan teori-teori yang disampaikan secara
berurutan dan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Menggunakan analisa yang
filosofis, pembaca akan diuraikan beragam permasalahan yang menyangkut "apa
dasar dari masalah-masalah lingkungan" dan "apa yang menyebabkan manusia
mengeksploitasi lingkungan" dengan berakar dari kesalahan cara pandang yaitu
paham antroposentrisme yang memandang manusia sebagai pusat dari alam.
Dengan demikian manusia mengira alam ini layak untuk dikuasai, mungkin hal
tersebut benar tapi dengan argumen-argumen yang penulis sajikan dapat dijadikan
bahan kajian dan renungan untuk memulai memperhatikan alam. Dimulai dari
paham mengenai etika itu sendiri, jenis-jenis etika yang ada hingga masuk ke
dalam permasalahan lingkungan.
Etika bukan hanya sekedar berbicara benar salah namun juga masalah moral,
lingkup etika bukan hitam atau putih melainkan abu-abu. Dengan demikian ada
cara pandang baru yang disajikan dalam buku Etika Lingkungan Hidup dalam
memandang alam dengan tetap mengutamakan keserasian hubungan antara

33
manusia dengan alam. Alam sebagai tempat tinggal manusia, tanpanya manusia
tidak akan hidup tapi alam tanpa manusia akan tetap ada.
4.2 Saran
Pembagian pembahasan dalam buku ini terbilang sederhana untuk dibaca, mulai
dari teori-teori etika, lanjut ke cara pandang manusia terhadap alam, hingga masuk
ke dalam pembahasan pembangunan yang berkelanjutan. Buku ini layak untuk
dibaca terutama untuk mahasiswa atau umum yang memiliki ketertarikan terhadap
lingkungan hidup. Para aktivis pecinta lingkungan juga diharapkan membaca buku
ini sebagai dasar pengetahuan untuk membela hak-hak lingkungan.
Mungkin hal yang masih terasa kurang dalam buku ini hanyalah tokoh-tokoh
lingkungan yang kurang banyak dan kurang dibahas. Namun hal tersebut tetap
tidak mengurangi bobot dari isi buku ini. Pentingnya alam bagi keberlangsungan
makhluk hidup bukan hanya manusia melainkan juga hewan dan tumbuhan pantas
untuk kita jaga. Dari buku ini kita akan memiliki rasa hormat kepada alam.

34
Daftar Pustaka

Keraf. A. S. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta : Kompas


Salam, B. (2012). Etika Individual. Jakarta : PT Rineka Cipta
Mulyana, R. (2009). Penanaman Etika Lingkungan Melalui Sekolah Peduli dan
Berbudaya Lingkungan. Jurnal Tabula Rasa PPS Unimed. 6. 175-180.
doi : http://digilib.unimed.ac.id/id/eprint/712
Suliantoro, B,W. (2011). Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingkungan
Ekofeminisme Sebagai Fondasi Pengelolaan Hutan Lestari. Jurnal
Bumi Lestari. 11. 111-119. doi :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/91

35

Anda mungkin juga menyukai