Anda di halaman 1dari 114

110/FT.TL.

01/SKRIP/1/2013

UNIVERSITAS INDONESIA

CAMPURAN KOMPOS UPS (UNIT PENGOLAHAN SAMPAH)


CILANGKAP DENGAN TANAH TPA (TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR) CIPAYUNG SEBAGAI DAILY
COVER SOIL BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL DAN
PERMEABILITAS

SKRIPSI

AISHA SEAN J
0806338512

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPOK
JULI 2012

Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012


ii

UNIVERSITY OF INDONESIA

MIX COMPOST OF UPS (WASTE TREATMENT UNIT)


CILANGKAP WITH SOIL OF TPA (FINAL WASTE
DISPOSAL) CIPAYUNG AS DAILY COVER SOIL BASED ON
PARTICLE SIZE AND PERMEABILITY

FINAL REPORT

AISHA SEAN J
0806338512

FACULTY OF ENGINEERING
ENVIRONMENTAL ENGINEERING PROGRAM
DEPOK
JULY 2012

Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012


iii

UNIVERSITAS INDONESIA

CAMPURAN KOMPOS UPS (UNIT PENGOLAHAN SAMPAH)


CILANGKAP DENGAN TANAH TPA (TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR) CIPAYUNG SEBAGAI DAILY
COVER SOIL BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL DAN
PERMEABILITAS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

AISHA SEAN J
0806338512

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPOK
JULI 2012

Universitas Indonesia

Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012


iv

UNIVERSITY OF INDONESIA

MIX COMPOST OF UPS (WASTE TREATMENT UNIT)


CILANGKAP WITH SOIL OF TPA (FINAL WASTE
DISPOSAL) CIPAYUNG AS DAILY COVER SOIL BASED ON
PARTICLE SIZE AND PERMEABILITY

FINAL REPORT

Proposed as one of the requirements for obtaining a bachelor's degree

AISHA SEAN J
0806338512

FACULTY OF ENGINEERING
ENVIRONMENTAL ENGINEERING PROGRAM
DEPOK
JULY 2012

Universitas Indonesia

Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012


v

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Nama : Aisha Sean J


NPM : 0806338512

Tanda Tangan :
Tanggal : 9 Juli 2012

Universitas Indonesia

Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012


vi

ORIGINALITY STATEMENT PAGE

This final report is my own work and all of the sources, both quoted
and referred to had stated are true.

Name : Aisha Sean J


NPM : 0806338512

Signature :
Date : 9th of July 2012

Universitas Indonesia

Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012


vii

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 9 Juli 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
viii

Enacted in : Depok
Date : 9th of July 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
ix

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas berkah
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Penulis tidak lupa juga untuk mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada yang terhormat :
1. Bapak Ir. El Khobar Muhaemin Nazech, M.Eng, selaku dosen pembimbing
I yang telah bersedia memberikan arahan, bantuan, dan dorongan dalam
menyelesaikan penelitian ini;
2. Ibu Ir. Irma Gusniani D, MSc, selaku dosen pembimbing II yang telah
bersedia memberikan ide, saran dan bimbingan dalam merampungkan
penelitian ini;
3. Bapak Dr. Ir. Djoko M Hartono, SE, M.Eng dan Bapak Dr. Ir. Setyo
Sarwanto Moersidik DEA., selaku dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran dalam pengerjaan skripsi ini;
4. Ibu Evy Novita ST., MSi., selaku dosen penguji terdahulu yang telah
memberikan banyak kritik, saran dan koreksi terhadap penulis demi
kebaikan skripsi ini;
5. Orang tua dan saudara-saudara tersayang yang selalu memberikan doa,
dukungan semangat dan materi;
6. Pak Wardoyo, Pak Narto, dan Mas Anto, yang banyak membantu penulis
dalam pengujian yang berlangsung di Laboratorium Mekanika Tanah;
7. Para laboran di Laboratorium Struktur dan Material;
8. Teman-teman Program Studi Teknik Lingkungan dan Teknik Sipil 2008
yang telah memberikan dukungan semangat;
Penulis menyadari bahwa pengerjaan skripsi ini masih memerlukan banyak
saran untuk perbaikan ke depannya. Untuk segala kesalahan dalam pengerjaan
skripsi ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
kesejahteraan manusia.
Depok,
Penulis

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS


AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:
Nama : Aisha Sean J
NPM : 0806338512
Program Studi : Teknik Lingkungan
Departemen : Teknik Sipil
Fakultas : Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Campuran Kompos UPS (Unit Pengolahan Sampah) Cilangkap dengan
Tanah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Cipayung sebagai
Daily Cover Soil berdasarkan Ukuran Partikel dan
Permeabilitas”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta sebagai pemilik
Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 9 Juli 2012

Yang menyatakan

(Aisha Sean J)

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xi

STATEMENT OF FINAL REPORT PUBLICATION AGREEMENT FOR


ACADEMIC PURPOSES

I am the undersigned as a civitas academic in University of Indonesia :


Name : Aisha Sean J
NPM : 0806338512
Study Program : Environmental Engineering
Department : Civil Engineering
Faculty : Engineering, University of Indonesia
Types of Work : Final Report

Agreed to grant to University of Indonesia the Nonexclusive Royalty-Free Right


on my scientific work, entitled :
“ Mix Compost of UPS (Waste Treatment Unit) Cilangkap with soil of TPA
(Final Waste Disposal) Cipayung as Daily Cover Soil based on Particle Size
and Permeability”
along with the existing devices, (if needed). Under this Nonexclusive Royalty-
Free Right, University of Indonesia had right to keep, media divert/formating,
managing as database, tend, and publicating writter’s final report without
permission from the writter as long as the name of the writter listed as the creator
who had the Copy Right.

Thus this claim made by the truth.


Created on : Depok
Date : 9th of July 2012

The Claimer

(Aisha Sean J)

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xii

ABSTRAK

Nama : Aisha Sean J


Program Studi : Teknik Lingkungan
Judul : Campuran Kompos UPS (Unit Pengolahan Sampah) Cilangkap
dengan Tanah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Cipayung
sebagai Daily Cover Soil berdasarkan Ukuran Partikel dan
Permeabilitas

Pada tahun 2010, timbulan sampah di kota Depok telah diperkirakan


sebesar 4250 m3 perhari. Salah satu penanganan sampah yang ada adalah
pengomposan oleh UPS. Kompos yang diproduksi oleh UPS Cilangkap tidak
memiliki kualitas kompos yang tinggi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
dengan tujuan memberikan fungsi alternatif dari kompos, yaitu sebagai bahan
daily cover soil pada landfill. Kompos dicampur dengan tanah yang diambil di
sekitar TPA Cipayung. Percobaan dilakukan dengan komposisi campuran kompos
dengan tanah menghasilkan campuran 1 (80%:20%), campuran 2 (70%:30%),
campuran 3 (60%:40%), campuran 4 (50%:50%), campuran 5 (60%:40%),
campuran 6 (70%:30%). Karakteristik yang dinilai adalah ukuran partikel yang
akan memengaruhi jenis campuran dan permeabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos UPS Cilangkap dan tanah
di sekitar TPA Cipayung beserta hampir seluruh campurannya layak untuk
dijadikan bahan daily cover soil sesuai dengan Standard for Compost Product
yang dikembangkan oleh The Maine Department of Agriculture, Food and Rural
Resources jika dilihat ukuran partikel pembentuknya dan sesuai dengan
perbandingan nilai koefisien permeabilitas dengan ketebalan tanah pada standar
US EPA 40 CFR Part 258.21(a) dan 258.40.

Kata kunci :
Kompos, daily cover soil, landfill, ukuran partikel, permeabilitas.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xiii

ABSTRACT

Name : Aisha Sean J


Study Program: Environmental Engineering
Title : Mix compost of UPS (Waste Treatment Unit) Cilangkap with soil
of TPA (Final Waste Disposal) Cipayung as Daily Cover Soil
based on Particle Size and Permeability

In 2010, waste generation in Depok has been estimated at 4250 m³ per


day. One of the existing waste treatment is composting doing by UPS. Compost
product from UPS Cilangkap does not have a high quality compost. Therefore, the
one of the research’s aim is providing an alternative function of compost as a
daily cover soil at landfill. Compost will mixed with soil taken around TPA
Cipayung. The expertiment were performed with a mixture of compost and soil
that produce mixture 1 (80%: 20%), mixture 2 (70%: 30%), mixture 3 (60%:
40%), mixture 4 (50%: 50%), mixture 5 (40%: 60%), and mixture 6 (30%: 70%).
The characteristics that being considered are particle size, which will affect the
type of mixture, and permeability.
The result shown that compost of UPS Cilangkap and soil around TPA
Cipayung along almost the entire mixture are suitable as daily cover soil material
in accordance with the Standard for Compost Product developed by the Maine
Department of Agriculture, Food and Rural Resources based on the particles size
and also to the coefficient of permeability and the thickness of soil comparison on
USEPA 40 CRF Part 258.21(a) and Part 258.40 standard.

Key words:
Compost, daily cover soil, landfill, particle size, permeability.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xiv

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................v
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................vii
KATA PENGANTAR............................................................................................ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..............................x
ABSTRAK............................................................................................................xii
ABSTRACT.........................................................................................................xiii
DAFTAR ISI........................................................................................................xiv
DAFTAR BAGAN...............................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xvii
DAFTAR PERSAMAAN.....................................................................................xix
DAFTAR TABEL..................................................................................................xx

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 5
1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ............................................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6
2.1 Standar untuk Produk Kompos............................................................... 6
2.2 Landfilling ............................................................................................. 8
2.2.1 Klasifikasi landfill ........................................................................ 11
2.2.2 Metode-metode landfilling untuk MSW ........................................ 12
2.2.3 Proses penutupan pada landfill untuk MSW .................................. 14
2.3 Proses Pengomposan dengan Sistem Windrow..................................... 16
2.3.1 Klasifikasi kompos ....................................................................... 17
2.4 Gambaran Umum Lokasi Penelitian..................................................... 18
2.4.1 Kegiatan pengomposan ................................................................. 18
2.4.2 Metode pengomposan ................................................................... 18
2.4.3 Peralatan untuk pengomposan ....................................................... 19
2.4.4 Tahapan proses pengomposan ....................................................... 20
2.4.5 Kualitas kompos ........................................................................... 20
2.4.6 Penanganan hasil pengomposan .................................................... 21
2.4.7 Peran serta masyarakat dalam kegiatan pengomposan ................... 21
2.5 Porositas Tanah ................................................................................... 21
2.5.1 Jenis – jenis tanah ......................................................................... 24
2.6 Metode Analisis Saringan Agregat ....................................................... 26
2.7 Metode Compaction............................................................................. 26

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xv

2.7.1 Penentuan kadar air....................................................................... 28


2.7.2 Penentuan penambahan volume air ............................................... 28
2.7.3 Perhitungan nilai wet dan dry ........................................................ 28
2.8 Metode Permeabilitas........................................................................... 29
2.8.2 Metode constant head test............................................................. 30
2.8.3 Metode falling head test................................................................ 31
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 35
3.1 Alur Penelitian ..................................................................................... 35
3.2 Pengambilan Sampel Tanah dan Kompos............................................. 36
3.3 Pengukuran Ukuran Partikel Sampel .................................................... 36
3.3.1 Peralatan dan bahan ...................................................................... 36
3.3.2 Prosedur pengujian ....................................................................... 37
3.3.3 Pengolahan data ............................................................................ 37
3.4 Pencampuran Kompos dengan Tanah................................................... 37
3.4.1 Peralatan dan bahan ...................................................................... 38
3.4.2 Prosedur ....................................................................................... 39
3.4.2.1 Prosedur persiapan................................................................. 39
3.4.2.2 Prosedur pelaksanaan............................................................. 39
3.4.3 Pengolahan data ............................................................................ 40
3.5 Pengujian Specific Gravity................................................................... 40
3.5.1 Peralatan dan Bahan ..................................................................... 40
3.5.2 Prosedur ....................................................................................... 41
3.5.2.1 Prosedur Persiapan ................................................................ 41
3.5.2.2 Prosedur Pelaksanaan ............................................................ 41
3.5.3 Pengolahan Data ........................................................................... 41
3.6 Pengujian Permeabilitas Sampel .......................................................... 42
3.6.1 Peralatan dan bahan ...................................................................... 42
3.6.2 Prosedur ....................................................................................... 43
3.6.2.1 Prosedur persiapan................................................................. 43
3.6.2.2 Prosedur pelaksanaan............................................................. 43
3.6.3 Pengolahan data ............................................................................ 44
BAB 4 HASIL PENELITIAN .......................................................................... 45
4.1 Analisa Saringan Agregat .................................................................... 45
4.2 Pemadatan (Compaction) ..................................................................... 54
4.3 Specific Gravity ................................................................................... 67
4.4 Permeabilitas ....................................................................................... 72
BAB 5 HASIL PENELITIAN .......................................................................... 75
5.1 Analisa Saringan Agregat .................................................................... 75
5.2 Pemadatan (Compaction) ..................................................................... 77
5.3 Permeabilitas ....................................................................................... 83

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xvi

BAB 6 PENUTUP ............................................................................................ 86


6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 86
6.2 Saran ................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 88
LAMPIRAN ..................................................................................................... 90

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Alur Penelitian .................................................................................. 35

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambaran landfill setelah 2 lift selesai .............................................. 9


Gambar 2.2 Gambaran landfill setelah diberi batasan geomembran .................... 10
Gambar 2.3 Gambaran landfill yang telah selesai lengkap dengan final cover .... 10
Gambar 2.4 Excavated cell/trench ...................................................................... 12
Gambar 2.5 Area ................................................................................................ 13
Gambar 2.6 Canyon ........................................................................................... 13
Gambar 2.7 Landfill bioreactor dengan resirkulasi leachate dan pembaruan gas
landfill ............................................................................................................... 14
Gambar 2.8 Landfill compactor.......................................................................... 15
Gambar 2.9 Mesin pencacah di UPS Cilangkap.................................................. 20
Gambar 2.10 Segitiga tekstural untuk jenis tanah yang telah ditetapkan ............. 23
Gambar 2.11 Variasi ukuran partikel pembentuk tanah ...................................... 25
Gambar 2.12 Susunan alat constant head permeability test................................. 30
Gambar 2.13 Susunan alat falling head permeability test.................................... 31
Gambar 2.14 Grafik ηT / η20 (data International Critical Tables, Vol.V) terhadap
temperatur C..................................................................................................... 33
Gambar 4.1 Susunan saringan sampel kompos ................................................... 45
Gambar 4.2 Susunan saringan sampel tanah ....................................................... 46
Gambar 4.3 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 1....................................... 48
Gambar 4.4 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 2....................................... 48
Gambar 4.5 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 3....................................... 49
Gambar 4.6 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 4....................................... 49
Gambar 4.7 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 5....................................... 50
Gambar 4.8 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 1 .......................................... 52
Gambar 4.9 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 2 .......................................... 52
Gambar 4.10 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 3 ........................................ 53
Gambar 4.11 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 4 ........................................ 53
Gambar 4.12 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 5 ........................................ 54
Gambar 4.13 Pencampuran antara tanah dan kompos dalam wadah.................... 54
Gambar 4.14 Pengeluaran sampel yang telah dipadatkan.................................... 55
Gambar 4.15 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Tanah Acuan . 57
Gambar 4.16 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Kompos Acuan
.......................................................................................................................... 58
Gambar 4.17 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Campuran 1... 60
Gambar 4.18 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Campuran 2... 61
Gambar 4.19 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Campuran 3... 63
Gambar 4.20 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Campuran 4... 64
Gambar 4.21 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Campuran 5... 66
Gambar 4.22 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Campuran 6... 67

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xix

Gambar 4.23 Pendidihan sampel untuk percobaan specific gravity ..................... 68


Gambar 4.24 Ring consolidemeter, silinder penahan, dan dial gauge ................. 73
Gambar 4.25 Percobaan Permeabilitas ............................................................... 74
Gambar 5.1 Rerata Persentase Kumulatif Tertahan Sampel Kompos .................. 75
Gambar 5.2 Rerata Persentase Kumulatif Tertahan Sampel Kompos .................. 76
Gambar 5.3 Kadar air optimum masing-masing sampel...................................... 78
Gambar 5.4 Specific gravity masing-masing sampel ........................................... 81
Gambar 5.5 Dry density masing-masing sampel ................................................. 82
Gambar 5.6 Koefisien permeabilitas masing-masing sampel .............................. 84

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xx

DAFTAR PERSAMAAN

2.1 Porositas Tanah........................................................................... ........... 25


2.2 Pemadatan................................................................................... ........... 27
2.3 Penentuan kadar air..................................................................... ........... 28
2.4 Penentuan kadar air basah....................................................................... 28
2.5 Penentuan kadar air kering...................................................................... 28
2.6 Penambahan volume air.......................................................................... 28
2.7 Perhitungan nilai densitas basah............................................................. 28
2.8 Perhitungan nilai densitas kering............................................................ 28
2.9 Rumus Darcy........................................................................................... 29
2.10 Perhitungan koefisien permeabilitas air (constant head test) ............... 31
2.11 Perhitungan jumlah air dalam waktu tertentu....................................... 32
2.12 Perhitungan koefisien permeabilitas air (falling head test)................... 32
2.13 Koefisien permeabilitas pada suhu kamar............................................. 32
4.1 Persentase tertahan.................................................................................. 46
4.2 Persentase kumulatif................................................................................ 46

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar kualitas kompos menurut SNI 19-7030-2004 ........................... 7


Tabel 2.2 Klasifikasi landfill berdasarkan tipe sampah ....................................... 11
Tabel 2.3 Batasan ukuran partikel pembentuk tanah oleh International Society of
Soil Science........................................................................................................ 22
Tabel 2.4 Batasan ukuran partikel pembentuk tanah oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat ................................................................................................. 23
Tabel 2.5 Tabel perbandingan metode Standard Proctor-AASHTO T 99 (ASTM D
698) dengan Modified Proctor- AASHTO T 180 (ASTM D 1557) ..................... 27
Tabel 2.6 Koefisien Permeabilitas (m/s) (BS 8004: 1986) .................................. 33
Tabel 2.7 Koefisien Permeabilitas menurut Cassagrande .................................... 33
Tabel 2.8 Koefisien Permeabilitas menurut Wesley............................................ 34
Tabel 3.1 Persentase antara kompos dan tanah untuk sampel campuran kompos
dan tanah ........................................................................................................... 38
Tabel 4.1 Hasil Analisis Saringan Agregat Kompos ........................................... 47
Tabel 4.2 Hasil Analisis Saringan Agregat Tanah............................................... 51
Tabel 4.3 Data Dasar Hasil Pemadatan Tanah Acuan ......................................... 56
Tabel 4.4 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Tanah Acuan ................ 56
Tabel 4.5 Data Dasar Hasil Pemadatan Kompos Acuan...................................... 57
Tabel 4.6 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Kompos Acuan ............. 58
Tabel 4.7 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 1 ........................................... 59
Tabel 4.8 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 1 .................. 59
Tabel 4.9 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 2 ........................................... 60
Tabel 4.10 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 2 ................ 61
Tabel 4.11 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 3 ......................................... 62
Tabel 4.12 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 3 ................ 62
Tabel 4.13 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 4 ......................................... 63
Tabel 4.14 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 4 ................ 64
Tabel 4.15 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 5 ......................................... 65
Tabel 4.16 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 5 ................ 65
Tabel 4.17 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 6 ......................................... 66
Tabel 4.18 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 6 ................ 67
Tabel 4.19 Nilai Gs untuk sampel tanah acuan.................................................... 68
Tabel 4.20 Nilai Gs untuk sampel tanah acuan.................................................... 69
Tabel 4.21 Nilai Gs untuk sampel campuran 1 .................................................... 69
Tabel 4.22 Nilai Gs untuk sampel campuran 2 .................................................... 70
Tabel 4.23 Nilai Gs untuk sampel campuran 3 .................................................... 70
Tabel 4.24 Nilai Gs untuk sampel campuran 4 .................................................... 71
Tabel 4.25 Nilai Gs untuk sampel tanah acuan.................................................... 71
Tabel 4.26 Nilai Gs untuk sampel campuran 6 .................................................... 72
Tabel 4.27 Pengolahan Data Percobaan Permeabilitas ........................................ 74

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
xxii

Tabel 5.1 Kadar air optimum dan dry density masing-masing sampel ................. 77
Tabel 5.2 Specific Gravity masing-masing sampel.............................................. 80
Tabel 5.3 Koefisien permeabilitas masing-masing sampel .................................. 83
Tabel 5.4 Perbandingan antara tebal tanah dengan koefisien permeabilitas masing-
masing sampel ................................................................................................... 85

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelesaian masalah sampah merupakan hal penting dalam
mewujudkan kota yang sehat. Sampah selalu menjadi permasalahan yang cukup
serius seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk kota tersebut. Berdasarkan
data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok, pada tahun 2010
perkiraan timbulan sampah di Kota Depok berjumlah sebesar 4250 m3 per hari.
Namun, Kota Depok hanya dapat menangani sampah sebanyak 1590 m3 (37,4%)
per hari yang dengan demikian masih tersisa 2660 m3 atau sekitar 62,6% sampah
yang tidak tertangani. Kota Depok sampai dengan tahun 2011 ini telah
mengoperasionalkan sebanyak 20 UPS yang tersebar di 11 kecamatan se-Kota
Depok (suaramandiri.com,04/09/11). Selain itu, perangkat pengelolaan sampah
dari mulai pengangkutan sampai pemrosesan juga masih belum mampu
menangani timbulan sampah sebesar 4250 m3 per hari tersebut yaitu hanya
dengan 1 unit Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), 162 unit Tempat Pembuangan
Sementara (TPS), 41 unit kontainer dan 48 unit truk sampah (tahun 2009).
Berdasarkan kondisi tersebut, sejak tahun 2009 DKP kota Depok sudah
merumuskan strategi peningkatan kebersihan untuk menangani masalah ini. Salah
satu dari strategi tersebut adalah menerapkan paradigma baru untuk pengelolaan
sampah, yaitu dengan metode 3R. Metode 3 R ini terdiri dari tiga proses, yaitu
mengurangi (Reduce), menggunakan kembali (Reuse), mendaur ulang (Recycle),
dan melibatkan masyarakat (Participation) juga menjadi poin utama. Secara
teknis, strategi tersebut dilaksanakan dengan mengoptimalkan pengelolaan
sampah di setiap kelurahan dengan membangun Unit Pengolah Sampah (UPS)
serta mengurangi timbunan sampah di TPA dengan mengolahnya di TPS.
Pemerintah Kota Depok sendiri telah memiliki program unggulan dalam
melakukan pengelolaan sampah, yaitu penerapan Sistem Pengolahan dan
Pengelolaan Sampah Terpadu (Sipesat)/Unit Pengolah Sampah (UPS) yang

1
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
2

dicanangkan pada tahun 2006. UPS merupakan implementasi dari sebuah cara
pandang bahwa masalah dapat diubah menjadi potensi. Dengan masuknya unsur
teknologi, sumber daya manusia, sistem, hukum, sosial dan dana dalam UPS,
maka sampah tidak lagi ditempatkan sebagai sumber masalah tetapi sebaliknya
dipandang sebagai sumberdaya yang dapat diolah dan dikelola untuk memberikan
manfaat yang besar bagi masyarakat, yaitu menciptakan lapangan kerja dan
menghasilkan produk yang berpotensi menghasilkan uang.
Pengolahan dan pengelolaan sampah di Kota Depok tesebut merupakan
implementasi dari prinsip-prinsip 4R-P yaitu reduce (mengurangi), reuse
(menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), replace (mengganti),
participation (pelibatan masyarakat) dan mengolah untuk dijadikan bahan yang
lebih bermanfaat seperti kompos, briket dan energi listrik. Pengolahan sampah,
saat ini menjadi salah satu program utama sebagaimana tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006-2011 Kota Depok.
Dalam melaksanakan program utama tersebut, pengelolaan sampah di
Kota Depok dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan yang dilakukan secara
bersamaan, yaitu pendekatan skala rumah tangga, pendekatan skala kawasan, dan
pendekatan skala TPA. Pendekatan skala TPA ini dilakukan dengan memberikan
perlakuan khusus terhadap pengurangan sampah dan terhadap penanganan
sampah. Perlakuan khusus terhadap pengurangan sampah tersebut dilakukan
dengan cara melakukan pemrosesan terlebih dahulu terhadap sampah atau residu
sampah secara terbatas, sebelum dikembalikan ke media lingkungan atau tanah.
Hal ini dilakukan dengan melakukan pengolahan sampah organik menjadi
kompos di TPA.
Namun, tidak semua kompos yang dihasilkan oleh UPS di kota Depok
dapat terjual. Oleh karena itu, beberapa UPS sudah menghentikan produksi
komposnya. Namun, beberapa UPS seperti UPS Cilangkap, Depok, masih
menghasilkan kompos walaupun yang dapat terjual hanya sedikit. Kompos yang
telah dibuat oleh UPS Cilangkap tidak semua dapat terjual sebagai kompos
organik penyubur tanaman sehingga didapatkan solusi alternatif agar kompos
UPS tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi UPS terkait. Salah satu solusi

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
3

alternatif yang didapat adalah menjadikan kompos sebagai material pengganti


tanah dalam daily cover soil untuk landfilling.
Seiring dengan bertambahnya populasi, kebutuhan hidup seperti tempat
tinggal pun mengalami peningkatan, dimana dalam pembangunan tempat tinggal
tersebut dibutuhkan lahan kosong ataupun tanah untuk menambah elevasi
bangunan. Tanah yang dibutuhkan untuk menambahkan daerah yang mengalami
reklamasi dan keperluan landfilling, baik daily cover maupun final cover dapat
digantikan oleh kompos sebagai salah satu material dasar soil cover material.
Dalam fungsinya sebagai material pengganti tanah dalam daily cover
soil, beberapa sifat fisik tanah yang dimiliki oleh kompos harus dijadikan bahan
pertimbangan. Salah satu dari sifat fisik tanah yang juga dimiliki oleh kompos
adalah ukuran partikel atau coarseness.
Menurut Standard for Compost Product yang dikembangkan oleh The
Maine Department of Agriculture, Food and Rural Resources, kompos yang dapat
digunakan sebagai daily cover soil untuk keperluan landfilling adalah kompos
dengan partikel yang dapat melewati sieve berukuran 12 inci secara keseluruhan
dan 80% dapat melewati sieve dengan ukuran 1 inci. Hal tersebut mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur ukuran partikel
menggunakan metode analisa saringan agregat kasar. Setelah didapatkan kompos
dengan ukuran partikel maksimal 1 inci, kompos selanjutnya akan dipadatkan
dengan metode compaction (standard proctor) dan kemudian akan diuji daya
serap airnya dengan uji permeabilitas.

1.2 Rumusan Masalah


Karakteristik kompos sebagai soil cover material untuk daily cover soil
dalam proses landfilling harus disesuaikan dengan karakteristik tanah agar dapat
memenuhi fungsi tanah, dimana salah satu fungsi tanah adalah menjadi media
tanaman untuk tumbuh. Oleh karena itu, pengujian akan daya serap air kompos
diperlukan dalam upaya mengetahui seberapa besar daya serap air yang dapat
diberikan oleh kompos. Untuk memenuhi nilai daya serap air yang sesuai dengan
nilai daya serap air tanah, kompos akan dicampur dengan tanah liat dengan

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
4

beberapa macam komposisi. Setelah dicampur, kompos tersebut akan diberikan


perlakuan pemadatan atau compaction sebelum dilakukan pengujian daya serap
air dengan uji permeabilitas.
Komposisi sampah untuk menjadi bahan dasar kompos dalam penelitian
ini memang tidak akan menjadi perhatian utama karena hal yang akan menjadi
perhatian utama adalah komposisi pencampuran tanah liat dengan kompos.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui kelayakan kompos UPS Cilangkap sebagai bahan dasar daily
cover soil dalam proses landfilling dilihat dari kekuatan daya serap airnya.
b. Mengetahui komposisi campuran tanah dan kompos yang paling sesuai
dengan standar daily cover soil dinilai dari kekuatan daya serap airnya.
c. Memberikan solusi dalam pencampuran bahan kompos dengan tanah
sebagai soil cover material untuk daily cover soil dalam proses landfilling
bagi TPA Cipayung.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan dapat dirasakan secara khusus dan
umum. Secara khusus, manfaat dari penelitian ini adalah :
 Memberikan solusi terhadap pihak UPS Cilangkap maupun pihak UPS
lainnya yang menjalankan pengolahan kompos sebagai soil cover material
untuk kategori daily cover soil dalam proses landfilling di TPA.
Sedangkan secara umum, manfaat penelitian ini adalah :
 Memberikan kemudahan dalam mencari bahan pengganti tanah untuk
keperluan landfilling dalam kategori daily cover soil.
 Memberikan keringanan dalam pembiayaan material dasar untuk keperluan
landfilling dalam kategori daily cover soil.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
a. Pengambilan sampel tanah secara sembarang dan kompos di UPS
Cilangkap.
b. Pengukuran diameter partikel tanah dan kompos menggunakan metode
analisis saringan agregat kasar.
c. Pencampuran kompos dengan tanah.
d. Pemadatan sampel tanah acuan dan sampel campuran kompos dengan tanah
menggunakan metode compaction (standard proctor).
e. Pengujian daya serap air sampel tanah dan campuran kompos dengan tanah
liat menggunakan metode uji permeabilitas.

1.6 Sistematika Penulisan Penelitian


Penulisan penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab, dengan penjabaran tiap
bab sebagai berikut :
 BAB I – PENDAHULUAN meliputi pembahasan tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup
penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
 BAB II – TINJAUAN PUSTAKA meliputi standar untuk produk kompos,
landfilling, gambaran umum lokasi penelitian, proses pengomposan dengan
sistem windrow, porositas tanah, metode analisis saringan agregat kasar,
metode compaction, metode specific gravity, dan metode permeabilitas.
 BAB III – METODOLOGI PENELITIAN meliputi alur penelitian,
pengambilan sampel tanah dan kompos, pengukuran ukuran partikel sampel,
pencampuran kompos dan tanah, pengujian specific gravity dan pengujian
permeabilitas sampel.
 BAB IV – HASIL PENELITIAN meliputi hasil penelitian analisa saringan
agregat, pemadatan, specific gravity, dan permeabilitas.
 BAB V – ANALISIS meliputi analisa saringan agregat, pemadatan, dan
permeabilitas.
 BAB VI – PENUTUP meliputi kesimpulan dan saran.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standar untuk Produk Kompos


Kompos organik memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk
mencapai kualitas yang dianjurkan. Salah satu standar kompos nasional adalah
SNI 19-7030-2004 yang menjabarkan kualitas kompos dari sampah organik
domestik berdasarkan parameter fisik, kimia, dan bakteri.
Menurut SNI 19-7030-2004, kompos adalah bentuk akhir dari bahan-
bahan organik sampah domestik setelah mengalami dekomposisi. Sampah organik
domestik tersebut adalah sampah yang berasal dari aktivitas pemukiman antara
lain sisa makanan, daun, buah-buahan, dan sisa sayuran. Kematangan kompos
ditunjukkan oleh beberapa hal seperti :
 C/N – rasio mempunyai nilai 10-20
 Suhu sesuai dengan suhu air tanah
 Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
 Berbau tanah
Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan salah satunya berdasarkan
konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman,
khususnya Cu, Mo, dan Zn. Selain itu, logam berat yang dapat membahayakan
manusia dan lingkungan tergantung pada konsentrasi maksimum yang
diperbolehkan dalam tanah juga menjadi salah satu nilai-nilai pada Tabel 2.1
dibawah ini.

6
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
7

Tabel 2.1 Standar kualitas kompos menurut SNI 19-7030-2004

Sumber : Balitbang PU, 2001


Kompos yang dibuat juga harus tidak mengandung bahan aktif pestisida
yang dilarang sesuai dengan KEPMEN PERTANIAN No
434.1/KPTS/TP.27017/2001 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida
pada Pasal 6 mengenai Jenis – Jenis Pestisida yang mengandung bahan aktif yang
telah dilarang.
Kompos juga bisa dijadikan sebagai bahan untuk cover soil pada proses
landfilling dengan memperhatikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh
kompos. Menurut Standard for Compost Product yang diterbitkan oleh
Departemen Sumber Daya Pertanian, Pangan dan Pedesaan Provinsi Maine,
Amerika Serikat, kompos dapat dijadikan cover soil dalam beberapa kelas,
dimana penggunaan kompos yang dapat digunakan sebagai daily landfill cover
soil ada pada kategori Topsoil Class C. Standar ukuran partikel untuk kategori
Topsoil Class C ini adalah seluruh butiran harus lolos saringan 12 inci dan 80%
harus dapat melewati 1 inci.
Standar sebagai bahan untuk daily cover soil juga dijelaskan oleh
USEPA (US Environmental Protect Agency) sesuai dengan 40 CFR Part
258.21(a) bahwa pemilik atau operator dari semua unit landfill untuk sampah
perkotaan harus menutupi pembuangan sampah di landfill tersebut dengan bahan
tanah atau alternatif lainnya setebal 6 inci pada akhir operasi per hari atau lebih
sering jika perlu dalam upaya pengontrolan kontrol vektor penyakit, kebakaran,
bau, sampah yang terbang terkena angin dan pemulungan. Penutupan harian atau

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
8

daily cover tersebut dilakukan sebanyak 2 kali dalam upaya memenuhi


pengontrolan-pengontrolan tersebut. Selain itu, bahan yang akan dijadikan daily
cover perlu memenuhi standar permeabilitas yang tidak lebih besar dari 1 x 10-7
cm/sec sesuai dengan 40 CFR Part 258.40.

2.2 Landfilling
Menurut George Tchnobaglous dan Frank Kreith yang dimuat dalam
buku Handbook of Solid Waste Management, 2nd edition, landfilling adalah kata
yang digunakan untuk mendeskripsikan proses-proses dimana limbah padat dan
residu limbah padat diletakkan di landfill. Landfill sendiri dibagi menjadi dua,
yaitu monofill landfill dan secure landfills. Monofill landfill berfungsi untuk
konstituen sampah individu seperti debu pembakaran, asbestos, dan sampah-
sampah lainnya yang serupa. Sedangkan secure landfill difungsikan untuk
pembuangan sampah yang berbahaya.
Landfill sendiri pada umumnya digambarkan seperti pada Gambar 2.1,
dimana ada cell yang digunakan untuk menyimpan sampah dan ada daily cover
yang menutupi sampah tersebut. Penutupan dilakukan pada akhir masa
pengoperasian dengan banyaknya lapisan antara 6-12 lapisan tanah asli atau bahan
alternatif seperti kompos, foundry sand atau auto shredder fluff. Tujuan dari daily
cover antara lain :
 Mencegah tikus, lalat, dan vektor penyakit lainnya masuk atau keluar dari
landfill.
 Mengontrol agar sampah tidak tertiup angin
 Mengurangi bau.
 Mengontrol agar air tidak masuk ke dalam landfill selama pengoperasian.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
9

Gambar 2.1 Gambaran landfill setelah 2 lift selesai


Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002
Pada landfill, bagian yang aktif digunakan dalam cell disebut dengan lift.
Oleh karena itu, landfill pada umumnya terdiri dari beberapa rangkaian lift. Salah
satunya final lift yang meliputi lapisan penutup landfill dan bench yang digunakan
saat tinggi landfill akan melewati 50 ft sampai 75 ft (15,24 m – 22,86 m). Bench
tersebut berfungsi untuk menjaga stabilitas kemiringan landfill, sebagai pengganti
saluran air permukaan, dan lokasi untuk perpipaan gas landfill. Gas landfill
sendiri adalah gas utama yang dihasilkan dari proses dekomposisi biologis secara
anaerob dari sampah organik perkotaan yang bersifat biodegradable. Gas tersebut
terdiri dari metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
Adapulan bagian landfill yang disebut landfill liners, yaitu bahan yang
digunakan untuk menggarisi atau membatasi bidang bawah dan sisi below-grade
dari landfill seperti pada Gambar 2.2. Bahan tersebut dapat berupa bahan alami
atau buatan dan terdiri dari lapisan-lapisan berurutan dari tanah liat atau bahan
geosintetik yang dipadatkan dan didesain untuk mencegah perpindahan dari gas
serta leachate landfill masuk ke cell.
Leachate sendiri adalah cairan yang terbentuk di dasar landfill. Pada
umumnya, leachate adalah hasil dari perembesan air hujan, limpasan (runoff)
yang tidak terkendali, dan air irigasi yang masuk ke dalam landfill. Air yang
terbawa bersama sampah juga termasuk bagian dari leachate.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
10

Gambar 2.2 Gambaran landfill setelah diberi batasan geomembran


Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002
Selanjutnya adalah lapisan final cover yang digunakan di atas seluruh
permukaan landfill setelah semua rangkaian pengoperasian landfill selesai, seperti
pada Gambar 2.3. Lapisan tersebut berfungsi untuk mencegah perpindahan gas
landfill dan membatasi masuknya air permukaan ke dalam landfill.

Gambar 2.3 Gambaran landfill yang telah selesai lengkap dengan final
cover
Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002
Bagian akhir dari pengoperasian landfill adalah landfill closure, yaitu
menutup dan mengamankan lokasi landfill saat seluruh pengoperasian selesai.
Dalam landfill closure ini ada bagian yang disebut sebagai postclosure care, yaitu
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan jangka panjang untuk sebuah
landfill yang masa pengoperasiannya telah selesai, kurang lebih selama 30 - 50
tahun.
Setelah mengalami landfill closure, langkah selanjutnya adalah
remediation yang merupakan rangkaian dari kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
11

untuk membersihkan dan menghentikan kontaminan-kontaminan yang terlepas ke


lingkungan dari landfill (Tchnobaglous & Kreith, 2002).

2.2.1 Klasifikasi landfill


Klasifikasi landfill dibedakan berdasarkan jenis sampah seperti pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Klasifikasi landfill berdasarkan tipe sampah
Class Type of Waste
I Hazardous waste
II Designated waste
III Municipal solid waste (MSW)
Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002
Walaupun kelas III diperuntukkan untuk MSW, namun sampah industri
yang tidak berbahaya dan lumpur dari unit pengolahan air juga unit pengolahan
air limbah masih dapat diterima dalam jumlah tertentu. Lumpur dari unit
pengolahan tersebut dapat diterima jika kadar air telah dikurangi sampai 51% atau
lebih dan tidak mengandung cairan yang bebas bergerak. Saat ini, landfill kelas III
sudah dilarang untuk menerima cairan limbah oleh kebijakan yang ada.
Beberapa metode alternatif landfilling lainnya yang telah diaplikasikan di
beberapa landfill di USA adalah metode menghancurkan (shredding) sampah
terlebih dahulu sebelum dibuang ke landfill. Penghancuran atau pencacahan
sampah tersebut dapat meningkatkan densitas sampah sampai 35% atau lebih
dibandingkan daripada sampah yang tidak dicacah.
Metode pendekatan lainnya adalah dengan membungkus sampah MSW
sebelum dibuang ke landfill. Metode ini memiliki banyak kelebihan karena lebih
mudah dikendalikan dan menghilangkan kebutuhan akan peralatan pemadatan.
Bungkusan disiapkan di pabrik produksi yang berlokasi baik di tempat
pemindahan maupun di tempat unloading pada landfill. Bungkusan-bungkusan
tersebut kemudian dipindahkan ke atas kendaraan dengan alas yang rata dan
ditumpuk dengan forklift atau mesin pengangkat barang atau dengan alat yang
serupa. Penutup akan digunakan jika lift telah selesai, namun daily cover tidak
selalu dibutuhkan.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
12

Untuk tipe sampah designated waste, sampah yang dibuang ke


landfillnya adalah sampah tidak berbahaya yang dapat melepaskan beberapa
konstituen dalam konsentrasi yang melebihi terhadap kualitas air yang ada yang
ditetapkan oleh berbagai lembaga negara dan daerah (Tchnobaglous, 2002).

2.2.2 Metode-metode landfilling untuk MSW


Prinsip dari metode-metode landfilling untuk MSW ini dapat
diklasifikasikan berdasarkan sel yang digali (excavated cell/trench), lahan (area),
dan tebing (canyon).
a. Tipe landfill dengan metode excavated cell/trench
Tipe landfill dengan metode ini ideal untuk lahan yang dapat menyediakan
ketinggian yang memadai untuk penutupan dan daerah dimana muka air
tanah tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah. Sampah biasa diletakkan
di sel atau parit yang telah digali (excavated cell/trench) pada tanah. Tanah
yang tergali akan digunakan untuk daily cover dan akhir final cover.
Excavated cell/trench dibatasi oleh membran sintetis pembatas, tanah liat
dengan daya permeabilitas yang rendah atau kombinasi dari pembatasan
gerakan gas landfill dan leachate. Selain itu, pembangunannya dilakukan
dibawah permukaan muka air tanah alami sehingga harus ada sistem
drainase yang mengontrol masuknya air tanah ke dalam cell landfill.

Gambar 2.4 Excavated cell/trench


Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002
b. Tipe landfill dengan metode area
Metode area ini digunakan saat lahan yang ada tidak cocok jika memakai
metode excavated cell/trench dan muka air tanah sangat tinggi atau hampir
mendekati permukaan tanah. Persiapan yang dilakukan dalam metode ini
adalah penginstalasian sistem manajemen pembatas (liner) dan leachate.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
13

Untuk bahan penutup, dilakukan pengangkutan oleh truk dari lahan yang
berdekatan. Namun, bahan penutup bisa juga digantikan dengan kompos,
foundry sand atau auto shredder fluff sebagai bahan penutup intermediate.
Ada juga metode penutupan dengan bahan tanah dan geosintetis yang
diletakkan untuk sementara yang selanjutnya akan diangkat sebelum lift
berikutnya dimulai.

Gambar 2.5 Area


Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002
c. Tipe landfill dengan metode canyon
Metode canyon atau tebing ini digunakan untuk menempatkan dan
memadatkan sampah pada landfill tebing dengan mempertimbangkan
karakter geometri, hidrologi, dan geologi lahan serta bahan material yang
ada juga jenis fasilitas pengontrol leachate dan gas. Adapula faktor kritis
yang mempengaruhi pengembangannya, yaitu pengontrolan saluran
permukaan. Pengisian sampah pada landfill tebing ini dimulai dari ujung
dasar tebing sampai ke ujung bibir tebing. Hal ini dilakukan untuk
menghindari akumulasi air dari belakang landfill. Bentuk landfill tebing ini
terdiri dari banyak lift dan metode pengoperasiannya sama dengan metode-
metode sebelumnya.

Gambar 2.6 Canyon


Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
14

d. Tipe landfill dengan metode lain


Metode-metode lainnya akan muncul sesuai jenis konfigurasi landfill yang
terkait. Contohnya landfill bioreactor yang dibangun dan dioperasikan
dengan tujuan akan meninggikan tingkat dekomposisi bahan organik yang
ada pada sampah perkotaan yang terkait. Pengoperasiannya menyesuaikan
dengan metode landfill sebelumnya dengan tambahan pertimbangan proses
dekomposisi dari sampah. Untuk mempercepat proses dekomposisi tersebut,
leachate didaur ulang dan ditambahkan dengan sumber kelembaban lainnya
seperti lumpur limbah. Landfill bioreactor ini diharapkan dapat mengurangi
masa pemeliharaan landfill yang lama setelah penutupan dilakukan. Namun,
desain metode pembatasan (liner) dan penutupan untuk landfill bioreactor
ini masih dibawah banyak pertimbangan (Tchnobaglous & Kreith, 2002).

Gambar 2.7 Landfill bioreactor dengan resirkulasi leachate dan


pembaruan gas landfill
Sumber : Tchnobaglous & Kreith, 2002

2.2.3 Proses penutupan pada landfill untuk MSW


Menurut R.D. Brunner dan D.J. Keller dalam Sanitary Landfill Design
and Operation untuk USEPA, proses-proses teknis umum yang harus dilakukan
dalam proses penutupan setidaknya adalah sebagai berikut :
a. Penggalian tanah untuk bahan penutup, baik dari landfill maupun dari lahan
lain di sekitar landfill, dengan menggunakan excavator dengan bucket 0.5-
1.5 m3. Excavator juga dapat digunakan sebagai alat untuk meletakkan
tanah penutup dan sampah.
b. Jika tanah penutup harus didatangkan dari tempat lain yang cukup jauh,
maka pengangkutan tanah penutup dilakukan dengan dump truck dengan

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
15

volume 8-12 m3 dan kemudian tanah penutup langsung dituangkan ke


landfill yang akan ditutup.
c. Selanjutnya, perataan dan pemadatan tanah penutup dilakukan dengan
bulldozer yang berkekuatan maksimum 8 mph atau landfill compactor
(Gambar 2.8) dengan kekuatan maksimum 23 mph. Alat-alat tersebut juga
dapat digunakan untuk meratakan dan memadatkan sampah.

Gambar 2.8 Landfill compactor


Sumber : cat.com, 2012
Selain itu, menurut USEPA sesuai dengan 40 CFR part 258.60(c)-(d),
proses penutupan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
a. Memberitahu pada pihak pemerintah yang terkait tentang akan adanya
penutupan.
b. Menentukan area yang akan mendapatkan final cover
c. Mengembangkan jadwal penutupan
d. Menyiapkan dokumen kontrak konstruksi dan melobi satu kontraktor.
e. Mempekerjakan ahli insinyur profesional yang independen untuk
mengamati aktifitas penutupan dan menyediakan sertifikasi.
f. Melobi peminjaman material.
g. Membangun sistem penutup.
h. Mendapatkan sertifikat yang telah ditandatangani dan meletakkannya pada
catatan pengoperasian.
i. Memberitahu pihak pemerintah terkait tentang sertifikat tersebut

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
16

j. Mencatat semua notasi dalam kegiatan pada tanah landfill tersebut atau
bahan serupa lainnya.
k. Kegiatan penutupan akhir landfill harus dilakukan dalam waktu 30 hari
setelah penerimaan sampah dan selesai dalam waktu 180 hari.
l. Penggunaan landfill pasca pengoperasian
Menurut R.D. Brunner dan D.J. Keller dalam Sanitary Landfill Design
and Operation untuk USEPA, penggunaan landfill pasca pengoperasian dapat
berupa green area, kegiatan agrikultural, bangunan, dan taman rekreasi.
Penggunaan yang paling banyak adalah sebagai green area dengan vegetasi paling
umumnya adalah rumput, sedangkan untuk kegiatan agrikultural diperlukan
lapisan final cover yang tebal agar pemanenan tidak sampai mengganggu dasar
akar. Lain halnya untuk bangunan, banyak hal yang harus dipertimbangkan seperti
pergerakan gas sampah yang ada, korosi, bearing capacity dan settlement.
Penggunaan landfill pasca operasi sebagai taman rekreasi juga banyak dilakukan
seperti golf course, taman kota ataupun playgrounds.

2.3 Proses Pengomposan dengan Sistem Windrow


Pengomposan adalah proses dekomposisi biologis yang terkontrol dari
bahan organik dengan adanya udara untuk membentuk bahan seperti humus (EEA
2003a). Feedstock atau bahan baku dari kompos adalah bagian-bagian limbah
organik yang dikumpulkan secara terpisah dari rumah tangga. Teknologi paling
umum yang diaplikasikan dalam pengomposan adalah static pile (windrow),
aerated static pile (aerated windrow), agitated bed, rotating drum dan composting
box. Teknologi pengomposan yang dipilih untuk pemodelan dalam perangkat
LCA-IWM (Life Cycle Assessment-Integrated Waste Management) adalah kotak
kompos dengan pematangan berikutnya berada di closed windrows. Keuntungan
dari sistem yang sepenuhnya terenkapsulasi adalah pengurangan bau yang
menjadi gangguan utama yang disebabkan oleh proses pengomposan. Pilihan
sistem modular, seperti teknologi kotak kompos memungkinkan unit pengolahan
kompos untuk menyesuaikan kapasitas masukan limbah yang ada.
Proses pengomposan dapat dibagi menjadi dua langkah teknologi, yaitu:
 Pengomposan intensif di dalam kotak kompos

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
17

 Proses pematangan (maturing) pada windrows di aula pengomposan.


Sebelum pengomposan, sampah organik yang telah dikumpulkan secara
terpisah akan mendapatkan pengolahan pra-mekanis, dimana kontaminan-
kontaminan disortir untuk dibuang. Dalam kotak kompos, produk kompos segar
pun dihasilkan. Selanjutnya kompos segar akan diolah dalam proses pematangan
yang memerlukan waktu selama 8 minggu. Langkah-langkah kedua proses
pengomposan tersebut akan menyebabkan emisi udara dan air. Dalam unit
pengolahan kompos emisi, udara dapat dikumpulkan dan dimurnikan sebelum
dilepaskan ke atmosfer. Pada model yang lebih berkembang, pengguna bahkan
memiliki pilihan untuk memilih pemurnian gas buang di biofilter. Air limbah juga
dapat dikumpulkan dan dapat memilih pengolahan air limbah yang diinginkan di
Waste Water Treatment Plant (WWTP). Pembuangan emisi secara langsung tidak
disarankan, namun telah disediakan pembuangan emisi secara langsung jika unit
sebelumnya sudah ada pengolahan emisi. Kompos dan lumpur dari WWTP telah
diterapkan penggunaannya pada tanah pertanian oleh landspreading karena dapat
menggantikan penggunaan pupuk buatan dengan mempertimbangkan nutrien
yang ada di kompos (Jagger, 2005).
Sistem pengomposan yang digunakan oleh hampir seluruh UPS di
Indonesia dalam pelaksanaan pengomposa adalah sistem windrow, dimana
pengomposan ini berjenis non reaktor dan dilakukan dengan agitated solid bed
system atau sistem pencampuran kompos diakibatkan oleh gangguan dengan
perlakuan tertentu selama siklus pengomposan terjadi. Gangguan yang terjadi
dapat disebabkan karena pemutaran atau pembalikan secara periodik, bahkan
dengan metode agitasi lainnya (Haug, 1993).

2.3.1 Klasifikasi kompos


Menurut US A1 Organics, kompos dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Kelas I
Kompos pada kelas ini adalah kompos yang terproses dengan sempurna dan
sangat stabil dengan tingkat kematangan <12 dilihat dari C/N rasionya.
Selain itu, pH kompos pada kelas ini berada pada kisaran 6 – 8,4.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
18

b. Kelas II
Kompos kelas II juga termasuk kompos yang terproses dengan sempurna
dan stabil dengan tingkat kematangan <18 dilihat dari C/N rasionya.
Sementara kisaran pH-nya sama dengan kompos kelas I.
c. Kelas III
Kompos pada kelas ini termasuk semi-kompos dan tidak terlalu stabil
dengan tingkat kematangan <25 dilihat dari C/N rasionya. Sementara nilai
pH maksimumnya naik menjadi 9.
d. Kelas IV
Yang termasuk pada kelas ini adalah bahan dasar dari proses pengomposan.

2.4 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Pengambilan sampel kompos dilakukan di Unit Pengolahan Sampah
kelurahan Cilangkap atau UPS Cilangkap yang terletak ±30 meter dari
pemukiman. Jarak UPS ini dengan TPA Cipayung sejauh 9 km. Sampah-sampah
yang masuk ke UPS ini setiap harinya berkisar 10 m3.

2.4.1 Kegiatan pengomposan


Menurut penuturan koordinator pengelola UPS serta hasil pengamatan
penulis, kegiatan pengomposan yang dilakukan secara sederhana sesuai dengan
penyuluhan yang telah disampaikan oleh Dinas Kebersihan dalam pelatihan
pembuatan kompos. Sampah yang digunakan untuk proses pengomposan adalah
sampah organik yang berasal dari rumah tangga (sampah dapur) kemudian
sampah tersebut dikeringkan selama beberapa hari. Sampah yang telah kering
dipilah-pilah dengan menggunakan mesin ayak untuk didiamkan kembali menjadi
kompos. Dalam teori pengomposan, tahapan pengomposan terdiri atas pemilahan
sampah, pengecilan ukuran, penyusunan tumpukan, pembalikan, penyiraman,
pematangan, penyaringan serta pengemasan.

2.4.2 Metode pengomposan


Metode pengomposan yang dilakukan di UPS Cilangkap menggunakan
metode yang umum dilakukan di Indonesia yaitu metode windrow, dengan cara

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
19

sampah ditumpuk-tumpuk. Tahapan pengomposan yang dilakukan yaitu


pemilahan sampah organik yang akan dibuat kompos kemudian diberikan obat
kompos, pengeringan sampah, pengecilan ukuran dan penumpukan sampah
sampai 15 hari kemudian proses pengemasan kompos. Target yang diinginkan
oleh pengelola UPS dalam produksi kompos perbulan adalah sebanyak 100
karung dengan berat 1 karung adalah 50 kg. Namun, target ini tidak selalu
tercapai untuk tiap bulannya dikarenakan volume sampah yang dapat dijadikan
kompos tidak memenuhi serta adanya kompos mutu buruk. Hasil kompos
sebagian dijual dan sebagian lagi diangkut ke rumah kompos Cilodong untuk
dijual oleh pihak rumah kompos. Pada kenyataannya kompos yang diangkut ke
rumah kompos dan laku dijual dengan harga Rp.10.000 perkarung, tidak ada hasil
penjualan kompos yang diterima pihak UPS. Hal ini dikarenakan rumah kompos
di bawah Dinas Kebersihan telah membiayai dalam proses pengomposan di UPS
Cilangkap.
Permasalahan kompos mutu rendah yang tidak dapat dijual di rumah
kompos, digunakan oleh pengelola UPS serta para pekerja sebagai pupuk untuk
menanam tanaman di sekitar UPS seperti kangkung, bayam, papaya, dan pisang
dengan hasil tanaman yang baik.

2.4.3 Peralatan untuk pengomposan


UPS Cilangkap memiliki 1 buah mesin pencacah dan 1 buah mesin
pengompos yang keduanya berbahan bakar solar. Peralatan yang tesedia dalam
UPS tersebut ini sudah temasuk lengkap meskipun terbilang sederhana. Namun,
untuk perawatan alat-alat tersebut masih kurang baik. Pada mesin pencacah dan
mesin pengompos terdapat karat dimana-mana. Selain itu, pada mesin pengompos
terdapat jarring dan banyak ditemukan lubang-lubang akibat jarring yang telah
rusak.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
20

Gambar 2.9 Mesin pencacah di UPS Cilangkap


Sumber : Olahan Penulis, 2011

2.4.4 Tahapan proses pengomposan


Proses pengomposan yang dilakukan di UPS Cilangkap diawali dengan
proses pemilahan sampah, sampah dipilah menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah yang digunakan adalah sampah organik seperti sampah sayur,
buah dan sampah dapur lainnya. Kemudian sampah organik yang telah dipilih,
ditumpuk pada zona pengomposan dalam UPS. Penumpukan dilakukan hingga
sampah tersebut kering, waktu yang dibutuhkan untuk sekali pembuatan kompos
di UPS Cilangkap adalah 15 hari. Tahapan pengomposan yang dilakukan adalah
pengumpulan, pemilahan, pengecilan ukuran, penumpukan, pembalikan,
pematangan, dan pegemasan.

2.4.5 Kualitas kompos


Sebenarnya untuk UPS Cilangkap, komposnya tidak dilakukan pengujian
kualitas kompos. Namun karena kompos dari UPS Cilangkap dan kompos dari
UPS lainnya dijual dengan harga yang sama di rumah kompos maka penulis
berasumsi bahwa kualitas kompos UPS Cilangkap ada pada kisaran rata-rata. Jika
dilihat teori pengomposan, mutu kompos yang bermutu adalah kompos yang telah
terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan
bagi pertumbuhan tanaman. Parameter yang mempengaruhi proses pengomposan

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
21

antara lain ukuran partikel, kandungan air, skrening, formasi timbunan, aerasi dan
sebagainya.

2.4.6 Penanganan hasil pengomposan


Setelah proses pengomposan ini selesai. Kompos yang siap digunakan
dimasukkan ke dalam karung. Setiap karungnya berisi 50 kg kompos. Setiap
bulannya UPS ini dapat menghasilkan 100 karung kompos yang siap untuk
digunakan. Setelah dikemas, sebagian akan dijual dengan harga Rp.
10.000,00/karung, satu karung berisi 50 kg kompos dan sebagian lagi dibawa ke
Cilodong untuk dikumpulkan bersama kompos – kompos dari UPS lain. Kompos
yang dibawa ke Cilodong tidak memiliki nilai ekonomis.

2.4.7 Peran serta masyarakat dalam kegiatan pengomposan


Peran serta masyarakat dalam mendukung proses pengomposan masih
sangat kurang. Dalam hal ini, masyarakat belum berupaya memilah sampah
organik dan non organik di sumber sehingga untuk proses pengomposan baru
dilakukan di UPS saja. Hal ini mungkin dikarenakan masyarakat tidak tahu
tentang pengomposan dan tidak adanya penyuluhan yang dilakukan berkaitan
dengan pengomposan.

2.5 Porositas Tanah


Menurut James N. Luthin yang dimuat dalam buku Drainage
Engineering pada tahun 1966, porositas tanah adalah total volume dari pori-pori
tanah yang ditunjukkan dalam persentase. Pori-pori tanah sendiri adalah ruang
antara partikel-partikel tanah yang dapat berbentuk sebagai butiran atau agregat
dari beberapa partikel. Jika n disebut sebagai porositas, maka :

= × 100 (2.1)

Hal lain yang sangat mempengaruhi penentuan porositas adalah struktur


dari tanah tersebut. Tanah yang berpasir dapat memiliki porositas antara 35%-
50%, sedangkan tanah liat dapat memiliki porositas antara 40%-60%. Dengan

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
22

kata lain, semakin halus pemisahan antara masing-masing partikel individu, maka
akan semakin besar porositasnya.
Porositas juga dipengaruhi oleh void ratio, yaitu rasio antara volume
pori-pori dengan volume padatan atau tanah dan ditunjukkan dalam desimal serta
dapat bernilai lebih dari 1. Rasio paling rendah bernilai 0,3 dan dimiliki oleh
material granular yang sangat padat. Sedangkan rasio paling tinggi bisa bernilai 2
atau lebih yang dimiliki oleh beberapa jenis tanah liat. Void ratio dan porositas ini
digunakan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan pemadatan dasar dan
subgrade. Porositas sendiri tidak memiliki hubungan langsung dengan
permeabilitas.
Selain itu, porositas juga dipengaruhi oleh jenis tanah yang merupakan
klasifikasi tekstural akan tanah. Pengklasifikasian tekstural tanah tersebut sangat
dipengaruhi oleh ukuran partikel sehingga jika ingin mengklasifikan jenis tanah,
maka harus dilakukan survei tanah terhadap penentuan ukuran partikel. Survei
tersebut dapat dilakukan dengan metode analisa saringan agregat kasar dan halus
atau metode sieve analysis. Dari survei tersebut didapatkan batasan-batasan
ukuran partikel pembentuk tanah. Penentuan jenis tanah yang dilihat dari batasan-
batasan ukuran partikel pembentuk tanah tersebut memiliki beberapa standar
seperti yang dikeluarkan oleh International Society of Soil Science yang
ditunjukkan pada Tabel 2.3 dibawah ini.
Tabel 2.3 Batasan ukuran partikel pembentuk tanah oleh International
Society of Soil Science
Separate Diameter Limits (mm)
Coarse sand 2.00 – 0.20
Fine sand 0.20 – 0.02
Silt 0.02 – 0.002
Clay < 0.002
Sumber : Luthin, 1966
Selain itu, standar batasan ukuran partikel pembentuk tanah juga
diajukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2.4 dibawah ini.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
23

Tabel 2.4 Batasan ukuran partikel pembentuk tanah oleh Departemen


Pertanian Amerika Serikat
Separate Diameter Limits (mm)
Very coarse sand 2.00 – 1.00
Coarse sand 1.00 – 0.50
Medium sand 0.50 – 0.25
Fine sand 0.25 – 0.10
Very fine sand 0.10 – 0.05
Silt 0.05 – 0.002
Clay < 0.002
Sumber : Luthin, 1966
Batasan-batasan ukuran tersebut dikelompokkan lebih mudah lagi dalam
segitiga tekstural oleh para ahli tanah seperti pada Gambar 2.10 dibawah ini.

Gambar 2.10 Segitiga tekstural untuk jenis tanah yang telah ditetapkan
Sumber : Luthin, 1966
Jenis-jenis tanah tersebut muncul karena distribusi ukuran partikel
pembentuk tanah yang disebut juga dengan gradasi. Tanah yang tergradasi dengan
baik (well-graded soil) adalah tanah yang memiliki jenjang yang cukup besar
antara partikel terbesar dengan partikel terkecil. Sebaliknya, tanah yang memilki
jenjang yang terlalu kecil antara partikel terbesar dengan partikel terkecilnya
disebut sebagai tanah yang tergradasi dengan buruk (poor-graded soil) (Luthin,
1966).

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
24

2.5.1 Jenis – jenis tanah


Menurut Sistem Klasifikasi Tanah Unified yang diterbitkan oleh U.S
Army Corps of Engineers dan U.S Bureau of Reclamation pada tahun 1952,
bahwa jenis-jenis tanah primer yang ada adalah gravel (G), sand (S), silt (M), clay
(C), organic (O), dan peat (Pt). Pembagian jenis-jenis tanah primer tersebut
sangat berdasarkan pada ukuran partikel pembentuk seperti yang telah dijabarkan
pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 antara lain :
a. Gravel
Jenis tanah yang pembentuk utamanya adalah kerikil dan termasuk tanah
dengan agregat kasar sebagai pembentuk utama. Jenis tanah ini dapat dilihat
tanpa bantuan penglihatan karena ukuran partikelnya yang berkisar antara 2
mm – 0,5 mm. Selain ukuran partikel pembentuk, sifat fisik lainnya yang
sangat dipengaruhi oleh kadar air adalah nilai kerapatan kering. Untuk jenis
tanah gravel, nilai kerapatan keringnya berkisar antara 15 – 17 kN/m3
(Budhu, 2007).
b. Sand
Biasa disebut juga sebagai pasir adalah jenis tanah dengan ukuran partikel
pembentuk yang lebih kecil dari ukuran partikel pembentuk gravel, yakni
antara 0,5 mm – 0,05 mm. Oleh karena itu, sand dibagi menjadi tiga jenis
menjadi medium, fine, dan very fine seperti pada Tabel 2.4. Ukuran partikel
tersebut juga memengaruhi nilai specific gravity (Gs) yang dimiliki antara
2,65 – 2,67 (ASTM D 854-92) dengan nilai kerapatan kering yang berkisar
antara 13 – 16 kN/m3.
c. Silt atau Clay
Jenis tanah silt atau lanau adalah tanah dengan ukuran partikel pembentuk
lebih antara 0,05 mm – 0,002 mm dan sangat sulit untuk dilihat tanpa alat
bantuan penglihatan. Demikian dengan clay atau lempung yang ukurannya
lebih kecil lagi daripada silt, partikel pembentuknya memiliki ukuran <
0,002 mm atau hampir keseluruhannya lolos dari saringan no.200 (0,074
mm). Nilai Gs untuk jenis tanah silt berkisar antara 2,67 – 2,7, sedangkan
untuk jenis tanah clay berkisar antara 2,7 – 2,8 (Brachman, 2008). Nilai
kerapatan kering untuk jenis tanah ini berkisar antara 14 – 21 kN/m3.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
25

Gambar 2.11 Variasi ukuran partikel pembentuk tanah


Sumber : plantsgalore.com, 2012
d. Organic dan Peat
Tanah organic dan peat tidak jauh berbeda satu sama lain dari aspek
pembentuk utamanya, keduanya sama-sama dibentuk oleh bahan-bahan
organik. Namun, peat atau tanah gambut biasanya terdiri dari 65% bahan
organik dan 35% mineral (Muhammad et al., 2010) (Huat, 2011). Tanah
gambut ini menjadi bahan dasar atau jenis tanah pembentuk wetland pada
umumnya dan karakteristik fisiknya sangat dipengaruhi oleh tingkat
dekomposisinya yang akan mempengaruhi distribusi ukuran partikelnya.
Tingkat dekomposisi tersebut dapat diukur melalui specific gravity tanah
gambut. Untuk tanah gambut yang mengandung 75% bahan organik, nilai
Gs berkisar antara 1,3 – 1,8 dengan rata-rata 1,5 (Davis, 1997; Ajlouni,
2000; Huat, 2011). Nilai tersebut sangat dipengaruhi oleh persentase
komposisi bahan-bahan anorganik pada tanah.
Tingkat dekomposisi juga dapat memengaruhi angka hydraulic conductivity
(k) atau koefisien permeabilitasnya, yakni antara 10-5 – 10-8 m/s (Colley
1950; Miyakawa, 1960; Huat; 2011). Nilai tersebut berhubungan langsung
dengan variasi ukuran partikel pembentuk tanah gambut karena ukuran
partikelnya yang termasuk kasar atau lebih besar daripada clay, membuat
tanah gambut memiliki void ratio yang cukup besar sehingga
mempengaruhi jalur air masuk ke partikel tanah. Oleh karena itu, ukuran
partikel tanah gambut diasumsikan berkisar sama dengan gravel dan sand,

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
26

yakni antara 2 mm – 0,05 mm. Nilai kerapatan kering tanah ini berkisar
antara 8,3 – 11,5 kN/m3 (Huat, 2011).

2.6 Metode Analisis Saringan Agregat


Menurut SNI 03-1968-1990, metode ini dimaksudkan sebagai pegangan
dalam pemeriksaan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar
dan agregat halus dengan menggunakan saringan. Analisis saringan agregat
adalah penentuan persentase berat butiran agregat yang lolos dari satu set saringan
yang hasilnya kemudian digambarkan pada grafik pembagian butir. Peralatan
yang digunakan adalah timbangan, satu set saringan, oven, alat pemisah, mesin
pengguncang, talam dan lainnya.
Berat minimum benda uji untuk agregat kasar harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
 Ukuran maksimum 3.5”; berat minimum 35 kg.
 Ukuran maksimum 2.5”; berat minimum 25 kg.
 Ukuran maksimum 1”; berat minimum 10 kg.
Sedangkan untuk agregat halus adalah :
 Ukuran maksimum 4,76 mm; berat minimum 500 gram.
 Ukuran maksimum 2,38 mm; berat minimum 100 gram.
Benda uji dikeringkan didalam oven dengan suhu (110±5)°C, sampai
berat tetap (satu hari di oven). Kemudian benda uji disaringkan lewat susunan
saringan dengan ukuran paling besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang
dengan mesin pengguncang selama 15 menit untuk kemudian ditimbang berat
benda uji di setiap saringan hingga ke pan. Hasil pengujian ini dapat digunakan
untuk penyelidikan quarry agregat, perencanaan campuran dan pengendalian
mutu beton.

2.7 Metode Compaction


Compaction (pemadatan tanah) adalah proses di mana pori-pori tanah
diperkecil dan kandungan udara dikeluarkan secara mekanis. Suatu pemadatan
tanah adalah juga merupakan usaha (energi) yang dilakukan pada massa tanah.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
27

Suatu pemadatan (Compactive Effort = CE) yang dilakukan tersebut adalah fungsi
dari variabel-variabel berikut:
= (2.2)

dengan: CE = Compactive Effort (lb/ft2)


W = berat hammer (lb)
H = tinggi jatuh (inch)
L = jumlah lapisan
B = jumlah pukulan per lapisan
V = volume tanah (ft3)
Pemadatan tanah yang dilakukan di laboratorium pada umumnya terdiri
dari dua macam, yaitu:
1. Standard Proctor – AASHTO T 99 (ASTM D 698)
2. Modified Proctor – AASHTO 180 (ASTM D 1557)
Perbedaan mengenai dua metode tersebut dirangkum pada Tabel 2.5 di
bawah ini:
Tabel 2.5 Tabel perbandingan metode Standard Proctor-AASHTO T 99
(ASTM D 698) dengan Modified Proctor- AASHTO T 180 (ASTM D 1557)
AASHTO T 99 AASHTO T 180
Test Identification
ASTM D 698 ASTM D 1557
Diameter mould (inch) 4” 6” 4” 6”
Berat hammer (lb) 5.5 5.5 10 10
Tinggi jatuh hammer (inch) 12 12 18 18
Jumlah lapisan 3 3 5 5
Jumlah pukulan per lapisan 25 56 25 56
C.E (lb/ft2) 12.375 12.375 56.25 56.25
Ukuran butiran maksimum No.4 No.4 No.4 No.4
yang lolos (3/4”) (3/4”) (3/4”) (3/4”)
Sumber : astm.org, 2011
Kepadatan tanah bergantung pada kadar airnya. Untuk membuat suatu
hubungan tersebut dibuat beberapa contoh tanah minimal empat contoh dengan
kadar air berbeda-beda, dengan perbedaan kurang lebih 4 % di antara setiap
sampel. Dari percobaan tersebut kemudian dibuat grafik yang menggambarkan

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
28

hubungan antara kepadatan dengan kadar air, sehingga dari grafik tersebut
diperoleh γdry maksimum pada kadar air optimumnya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa suatu tanah yang dipadatkan dengan kadar air tanah lebih dari
Wopt akan diperoleh nilai kepadatan yang lebih kecil dari γdry maksimum.

2.7.1 Penentuan kadar air


Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

= 100% (2.3)

= (1 + ) (2.4)

=( (2.5)
)

dengan: W = kadar air


= berat air (gram)
= berat tanah kering (gram)
= berat tanah basah (gram)
2.7.2 Penentuan penambahan volume air
Penentuan penambahan volume air dilakukan jika bahan uji terlalu keras.
Volume air tambahan tersebut dicari dengan menggunakan rumus :

= (2.6)

dengan: = volume air yang akan ditambahkan


= kadar air yang akan dibuat
= kadar air awal
w = berat sampel tanah (gram)

2.7.3 Perhitungan nilai wet dan dry


Salah satu dari tujuan pemadatan adalah mencari nilai dengan
menggunakan rumus :
= (2.7)

= = = (2.8)
( ) ( )

dengan = berat isi tanah dalam keadaan basah (gr/cm3)


= berat tanah basah (gr)

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
29

V = volume sampel tanah yang akan dipadatkan (cm3)


= berat isi tanah dalam keadaan kering (gr/cm3)
= berat tanah kering (gr)
W = kadar air (%)

2.8 Metode Permeabilitas


Permeabilitas adalah sifat fisik tanah yang paling penting karena dapat
mengontrol pengaruh terhadap sifat kekuatan efektif tanah dan respon tanah
dibawah tekanan karena kondisi stabilitas tanah tersebut (Luthin, 1966).
Uji permeabilitas digunakan untuk mencari nilai permeabilitas k bahan
uji. Dalam mencari nilai k tersebut, digunakan rumus dasar dengan memakai debit
air yang mengalir q melalui tanah pada suatu cross-section area A adalah
proposional terhadap gradien I yaitu :
~ q=k.i.A (2.9)

Koefisien k disebut sebagai “koefisien permeabilitas” Darcy atau


“koefisien permeabilitas” atau “permeabilitas tanah”. Sehingga dengan begitu,
permeabilitas adalah properti tanah yang menunjukkan kemampuan tanah untuk
meloloskan air melalui partikel – partikelnya.
Permeabilitas dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah – masalah
yang berhubungan dengan seepage (rembesan) dibawah bendungan, disipasi air
akibat pembebanan tanah, dan drainase dari lapisan subgrade, bendungan, atau
timbunan. Selain itu tegangan efektif yang diperlukan dalam perhitungan masalah
– masalah di atas juga secara tidak langsung berkaitan dengan permeabilitas.
Permeabilitas tergantung oleh beberapa faktor. Yang utama adalah
sebagai berikut :
 Ukuran butiran. Secara proposional, ukuran pori berhubungan dengan
ukuran partikel tanah.
 Properti aliran pori. Untuk air adalah viskositasnya, yang akan berubah
akibat dipengaruhi perubahan temperatur.
 Void ratio
 Bentuk dan susunan pori – pori tanah

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
30

 Derajat saturasi. Kenaikan derajat saturasi pada tanah akan menyebabkan


kenaikan nilai permeabilitas.
Di laboratorium, metode uji permeabilitas yang biasa digunakan adalah
metode constant head dan falling head.

2.8.2 Metode constant head test


Metode ini hanya digunakan pada tanah dengan permeabilitas tinggi.
Oleh karena itu, pada percobaan yang akan dilakukan perlu ditambahkan pasir
untuk memodifikasi permeabilitas tanah lempung yang sangat kecil. Prinsip pada
percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Susunan alat constant head permeability test


Sumber : Craig, 1994
Penenetuan nilai k dilakukan dengan cara mengukur penurunan tinggi
muka air selama periode waktu tertentu dan pada saat ini tegangan air menjadi
tidak tetap sehingga rumus Darcy dapat digunakan. Misalnya pada ketinggian air
(h), penurunan (dh) akan membutuhkan waktu (dt), maka koefisien permeabilitas
dapat diturunkan dari rumus Darcy sehingga menjadi :
q=k.i.A

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
31

.
= (2.10)
.

dengan : k = koefisien permeability


A = luas sampel tanah
L = tinggi sampel tanah
Apabila air yang melalui sampel tanah sedikit seperti pada sampel tanah
lempung murni dimana nilai k sangat kecil, maka metode ini tidak efektif lagi
digunakan untuk mengatur nilai k. Sehingga akan lebih baik menggunakan cara
yang kedua, yaitu metode falling head.

2.8.3 Metode falling head test


Metode ini digunakan ketika air yang akan melalui sampel terlalu sedikit
atau ukuran partikel sampel diperikirakan sangat kecil.. Susunan alat untuk
metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Susunan alat falling head permeability test


Sumber : Craig, 1994
Jumlah air yang mengalir pada standpipe dalam waktu tertentu adalah :

= . = (2.11)

dengan : a = luas cross-section standpipe

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
32

dh / dt = penurunan muka air


Sedangkan jumlah air yang merembes melalui tanah dalam waktu
tertentu pada permeameter adalah :

= . .

dengan menyamakan jumlah air yang masuk = jumlah air yang keluar
qin = qout

= . .
. .
∫ =∫ .
. .
= .
.
= 2.3 log (2.12)
.

dengan : a = luas cross-section standpipe


L = panjang sampel di dalam permeameter
A = luas cross-section permeameter
t = jumlah waktu pada waktu pengukuran
h0,h1 = tinggi head
Koefisien permeabilitas pada suhu kamar (TºC) adalah KT sedangkan
untuk suhu standar (20ºC) perlu dikonversi menjadi :
K20 = KT ( ηT / η20 ) (2.13)
dimana: ηT = viskositas cairan pada temperatur T°C.
η20 = viskositas cairan pada temperatur 20°C.
Perbandingan viskositas dapat dilihat pada Gambar 2.14 di bawah ini
(tabel koreksi viskositas cairan).

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
33

Gambar 2.14 Grafik ηT / η20 (data International Critical Tables, Vol.V)


terhadap temperatur C
Sumber : Data International Critical Tables, Vol.V, 2010
Menurut Tabel Koefisien Permeabilitas BS 8004: 1986, nilai-nilai
permeabilitas untuk berbagai jenis tanah pada suhu standar (20ºC) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.6 Koefisien Permeabilitas (m/s) (BS 8004: 1986)

Sumber : Craig, 1994


Menurut Cassagrande pada tahun 1938, nilai-nilai permeabilitas untuk
berbagai jenis tanah pada suhu standar (20ºC) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.7 Koefisien Permeabilitas menurut Cassagrande

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
34

Sumber : Budhu, 2000


Menurut Wesley pada suhu standar (20ºC) :
Tabel 2.8 Koefisien Permeabilitas menurut Wesley

Sumber : Wesley, 2010

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian


Dalam penelitian ini, alur penelitian yang akan dilakukan adalah seperti
yang ada pada bagan dibawah ini.

Bagan 3.1 Alur Penelitian


Sumber : Olahan Penulis, 2012

35
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
36

3.2 Pengambilan Sampel Tanah dan Kompos


Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan pembelian ataupun
pengambilan tanah yang menggunakan karung goni atau karung beras yang
berjumlah sebanyak 5 buah dengan masing-masing diharapkan memiliki berat
sebesar ±10 kg dari sembarang tempat di sekitar TPA Cipayung. Sedangkan
pengambilan sampel kompos dilakukan dengan pembelian kompos dengan berat
sebesar ±50 kg dari UPS Cilangkap.

3.3 Pengukuran Ukuran Partikel Sampel


Pengukuran ukuran partikel sampel ini dilakukan bertujuan untuk
menentukan ukuran partikel masing-masing sampel yang lolos saringan 1 inci
atau 25 mm, dimana partikel-partikel dengan ukuran tersebut yang akan diambil
untuk pengujian berikutnya. Ukuran lolos saringan tersebut berdasarkan standar
kualitas kompos yang tertulis di SNI 19-7030-2004 untuk sampel kompos dan
berdasarkan Standard for Compost Product yang diterbitkan oleh Departemen
Sumber Daya Pertanian, Pangan dan Pedesaan Provinsi Maine, Amerika Serikat,
untuk standar ukuran partikel kompos sebagai material untuk daily cover soil.
Dari pengukuran partikel dengan metode analisa saringan agregat ini juga dapat
diketahui pembagian butir (gradasi) agregat kasar dari masing-masing sampel.

3.3.1 Peralatan dan bahan


Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk pengujian pengukuran
partikel dengan metode analisa saringan agregat ini adalah :
 Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0.2% dari berat benda uji.
 Satu set saringan yang dimulai dari saringan 3/4 inci (19 mm); 1/2 inci (12,5
mm); 3/8 inci (9,51 mm); no.4 (4,75 mm); no.8 (2,38 mm); no.16 (1,19
mm); no.30 (0,595 mm); no.50 (0,297 mm); no.100 (0,149); no.200 (0,074
mm) dan pan.
 Oven yang dilengkapi dengan pengukur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C.
 Alat pemisah contoh (Sample Splitter).
 Mesin penggetar saringan.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
37

 Talam atau wadah.


 Kuas, sikat kuningan, sendok, dan alat-alat lainnya.
 Bahan yang digunakan untuk ukuran maksimum 1 inci memiliki berat
minimum
 Sampel tanah seberat ±2 kg
 Sampel kompos seberat ±2 kg

3.3.2 Prosedur pengujian


Benda uji seberat ±2 kg dikeringkan didalam oven dengan suhu
(110±5)°C, sampai berat tetap (satu hari di oven). Kemudian benda uji
disaringkan lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan mesin pengguncang selama
15 menit untuk kemudian ditimbang berat benda uji di setiap saringan hingga ke
pan.
Untuk sampel kompos, susunan saringan dimulai dari saringan ¾ inci 
½ inci  3/8 inci  no.4  no.8  no.16  no.30. Sedangkan untuk sampel
tanah, susunan saringan dimulai dari saringan ½ inci  3/8 inci  no.4  no.8
 no.16  no.30  no.50  no.100  no.200.

3.3.3 Pengolahan data


Data yang dihasilkan dari pengukuran partikel ini adalah berat sampel uji
dari masing-masing saringan. Hasil yang dilihat adalah persentase kumulatif berat
tertahan yang dimiliki masing – masing sampel. Dari keseluruhan sampel uji yang
tersaring, sampel yang akan dipakai adalah sampel uji yang lolos saringan no.4
(4,75 mm).

3.4 Pencampuran Kompos dengan Tanah


Pencampuran sampel kompos dengan sebagian sampel tanah ini
dilakukan secara manual, yaitu dengan mengadukkan kedua sampel tersebut di
dalam wadah sebelum uji pemadatan. Sampel kompos dan tanah yang dicampur
memiliki komposisi seperti pada tabel di bawah ini.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
38

Tabel 3.1 Persentase antara kompos dan tanah untuk sampel campuran
kompos dan tanah
Tipe Campuran Persentase Persentase
Kompos Tanah
Campuran 1 80 20
Campuran 2 70 30
Campuran 3 60 40
Campuran 4 50 50
Campuran 5 40 60
Campuran 6 30 70
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Masing - masing campuran tersebut akan memiliki berat sebesar ±2 kg
agar dapat memenuhi syarat pemadatan. Dari pemadatan ini juga dapat diketahui
nilai kerapatan kering (γdry) maksimum pada kadar air optimum (Wopt) pada
masing-masing sampel campuran. Pemadatan ini dilakukan sesuai Standard
Proctor – AASHTO T 99 (ASTM D 698) dengan modifikasi pada berat bahan uji.

3.4.1 Peralatan dan bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemadatan ini adalah :
 Mould, lengkap dengan collar dan base plate
 Hammer seberat 5,5 lbs, dengan tinggi jatuh 12 inci (30,5 cm)
 Hydraulic extruder
 Pelat baja pemotong
 Gelas ukur
 Wadah untuk mencampur tanah dan kompos dengan air
 Pelat besi/penggaris untuk mengukur tinggi campuran tanah dan kompos
 Timbangan
 Oven
 Sampel tanah lolos saringan ukuran 25 mm (1 inci) sebanyak 2 kantong
dengan berat masing-masing ±2 kg
 Sampel campuran kompos dan tanah lolos saringan ukuran 25 mm (1 inci)
sebanyak 2 kantong dengan berat masing-masing ±2 kg
 Jangka sorong

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
39

3.4.2 Prosedur
Prosedur pemadatan ini dibagi menjadi prosedur persiapan dan prosedur
pelaksanaan.
3.4.2.1 Prosedur persiapan
a. Menyiapkan 5 kantong sampel campuran 1 dengan berat sebesar ±2 kg yang
lolos saringan no.4 (4,75 mm).
b. Mencampur rata seluruh sampel pada satu wadah, nilai kadar air awal dalam
hal ini dianggap sama.
c. Mengambil sebagian sampel campuran 1 secara acak yang dianggap
mewakili kadar air seluruhnya.
d. Mencari nilai kadar air dari masing-masing sampel campuran 1 tersebut
dengan rumus penentuan kadar air, dimana berat tanah kering diperoleh
setelah sampel campuran 1 tersebut dimasukkan ke dalam oven selama ±18
jam.
e. Sehari kemudian, kadar air sampel campuran 1 dapat diketahui.
f. Lakukan hal yang sama untuk sampel kompos acuan dan tanah acuan serta
seluruh sampel campuran lainnya.
3.4.2.2 Prosedur pelaksanaan
a. Menyiapkan Mould, collar, dan base plate.
b. Menimbang Mould dan mengukur dimensinya untuk mengetahui volume
sampel campuran 1 hasil pemadatan.
c. Memasukkan sampel campuran 1 ke dalam mould dengan memperkirakan
jumlahnya sedemikian rupa sehingga setelah dipadatkan tingginya mencapai
1/3 tinggi mould (karena total lapisan pemadatan sebanyak 3 lapis pada
Standard Proctor).
d. Menumbuk setiap lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali dan merata dengan
hammer seberat 5.5 lb dan tinggi jatuh 12 inci (30,5 cm) dengan 2 kali
koreksi pada tiap lapisan yang ditumbuk agar tepat 1/3 tinggi mould.
(standard AASHTO).
e. Membuka Collar setelah pemadatan lapisan ketiga selesai dan meratakan
kelebihan sampel campuran 1 pada mould dengan pelat pemotong.
f. Menimbang sampel campuran 1 beserta mould.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
40

g. Mengeluarkan contoh sampel campuran 1 yang dikeluarkan dari mould


dengan bantuan hydraulic extruder.
h. Mengambil bagian tengah atas, tengah, dan tengah bawah dari contoh
sampel campuran 1 tersebut untuk mewakili kadar airnya.
i. Lakukan hal yang sama untuk sampel kompos acuan dan tanah acuan serta
seluruh sampel campuran lainnya.

3.4.3 Pengolahan data


Pengolahan data pada pemadatan ini hanya dilakukan untuk menentukan
kadar air optimum dan nilai kerapatan kering dari sampel campuran. Rumus yang
digunakan untuk menentukan kadar air dapat melihat persamaan 2.3, 2.4, dan 2.5.
Setelah mendapatkan nilai kadar air, dilanjutkan dengan perhitungan nilai
wet dan dry menggunakan persamaan 2.7 dan 2.8.

3.5 Pengujian Specific Gravity


Pengujian Specific Gravity (Gs) ini dilakukan untuk melengkapi
pengolahan data hasil uji pemadatan, dimana nilai Gs tersebut berfungsi dalam
menggambarkan ZAV (Zero Air Void) line dalam kurva. ZAV line sendiri
berfungsi untuk menunjukkan keadaan kadar air optimum yang dimiliki oleh
sampel.

3.5.1 Peralatan dan Bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam uji specific gravity ini adalah
sebagai berikut :
 Pycnometer dengan volume 500ml
 Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
 Oven
 Kompor listrik
 Termometer
 Sampe tanah lolos saringan No.40 sebanyak 200 gram, kering oven

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
41

3.5.2 Prosedur
Prosedur pengujian specific gravity ini dibagi menjadi prosedur persiapan
dan prosedur pelaksanaan.
3.5.2.1 Prosedur Persiapan
a. Mempersiapkan dua buah pycnnometer yang telah dibersihkan dan
dikeringkan
b. Untuk bahan uji digunakan sampel tanah sebanyak 200 gram lolos saring
No.40 ASTM dan sudah dikeringkan dalam oven selama ±24jam.
3.5.2.2 Prosedur Pelaksanaan
a. Pycnometer diisi dengan air suling sampai dengan tanda tera dan ditimbang
beratnya (Wbw)
b. Mencatat suhu air dalam pycnometer
c. Air dalam pycnometer dikembalikan ke dalam wadah awalnya sampai air
yang tersisa di pcynometer mencapai 3/4 kondisi air semula.
d. Sampel masing-masing sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam dua
pycnometer menggunakan corong secara hati-hati dan diusahakan tidak ada
butiran tanah yang menempel pada dinding leher pycnometer karena akan
mengurangi volum tanah.
e. Udara yang terperangkap dalam tanah pada pycnometer dihilangkan dengan
cara didihkan ±15menit dengan menggunakan kompor listrik.
f. Pycnometer disimpan ±15jam agar suhu air akhir diharapkan sama dengan
suhu air awal, kemudian pycnometer berisi air dan tanah tersebut ditimbang
kembali (Wbws)

3.5.3 Pengolahan Data


Pengolahan data untuk pengujian specific gravity ini menggunakan
rumus berikut :
.
= (3.1)

Dimana  = pengkoreksian suhu (C)


Wbws = berat pycnometer + sampel + air pada suhu C
Wbw = berat pycnometer + air pada suhu C

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
42

3.6 Pengujian Permeabilitas Sampel


Pengujian permeabilitas yang dilakukan adalah dengan metode falling
head yang dikombinasikan dengan alat konsolidasi. Pengujian ini bertujuan untuk
mencari nilai permeabilitas k dari masing – masing sampel dan dilakukan masing-
masing sebanyak 1 kali.

3.6.1 Peralatan dan bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan pada pengujian permeabilitas ini
adalah :
 Gelas ukur
 Penggaris
 Jangka sorong
 Stop watch
 Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
 Sampel tanah acuan dan kompos acuan serta seluruh sampel campuran yang
telah mengalami pemadatan.
 Consolidometer
 Ring of consolidometer
 Batu pourous
 Extruder
 Beban (0.3; 0.6; 0.9; 1.2; 2.4; 4.8; 9.6 N)
 Grease (Gemuk)
 Kertas pori atau tissue
 Pipa ukur
 Selang
 Silinder penahan tembaga
 Dial Gauge
 Penahan dengan 3 mur

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
43

3.6.2 Prosedur
Prosedur uji permeabilitas ini dilihat dibagi menjadi dua, yaitu prosedur
persiapan dan prosedur pelaksanaan.
3.6.2.1 Prosedur persiapan
a. Menyiapkan sampel campuran 1 yang lolos saringan no.4 (4,75 mm)
sebanyak ±1,5 kg yang telah diperam selama sehari dengan asumsi kadar air
optimum yang didapat dari uji pemadatan sebelumnya.
b. Menyiapkan peralatan untuk uji pemadatan.
c. Kemudian sampel campuran melalui proses pemadatan terlebih dahulu
dengan hanya 2 lapisan atau 2/3 dari ketinggian mould.
d. Sampel dimasukkan ke dalam ring of consolidemeter dengan meletakkan
ring di atas sampel dan dikeluarkan menggunakan hydraulic extruder.
e. Sampel yang telah berada dalam ring kemudian diletakkan pada silinder
penahan tembaga yang sisi silinder telah terlebih dahulu diolesi oleh grease,
dimana sebelumnya pada bawah sampel ditempelkan kertas pori atau tissue.
f. Kertas pori atau tissue juga diletakkan diatas sampel sebelum ditutup oleh
batu porous dengan penekannya.
g. Pasang penahan dengan 3 mur pada silinder penahan tembaga.
h. Pasang dial gauge pada tonggak silinder penahan tembaga.
i. Letakkan silinder penahan tembaga tersebut pada wadah kosong diatas alat
consolidemeter sampai terkunci. Catat tekanan pada dial gauge.
j. Sambungkan selang yang menghubungkan pipa ukur dengan silinder
penahan tembaga.
k. Isi air pada pipa ukur sampai terlihat air keluar merembes dari batu pourous.
Catat tekanan pada dial gauge.
l. Isi air pada wadah sampai batu pourous terendam, biarkan selama sehari.
m. Langkah-langkah tersebut dilakukan juga untuk sampel tanah acuan dan
kompos acuan serta seluruh sampel campuran lainnya.
3.6.2.2 Prosedur pelaksanaan
a. Udara yang berada pada alat silinder penahan tembaga dikeluarkan hingga
benar-benar tidak ada lagi udara yang tersisa di dalam dengan cara
membuka sedikit bolt untuk mengeluarkan gelembung udara.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
44

b. Isi air pada pipa ukur hingga sebatas mata penguji, catat ketinggian air
tersebut.
c. Atur sedikit bolt dan tunggu selama 15 menit.
d. Catat tekanan pada dial gauge dan ketinggian air pada pipa ukur setelah 15
menit.
e. Langkah-langkah tersebut dilakukan juga untuk sampel tanah acuan dan
kompos acuan serta seluruh sampel campuran lainnya.

3.6.3 Pengolahan data


Pengolahan data uji permeabilitas ini bertujuan untuk mencari nilai
permeabilitas k dengan metode falling head. Metode tersebut menggunakan
persamaan 2.14.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Analisa Saringan Agregat


Untuk memeriksa ukuran partikel dari sampel kompos acuan dan tanah
acuan, dilakukan percobaan analisa saringan agregat gabungan antara halus dan
kasar. Untuk kategori agregat kasar sampel kompos, saringan yang dipakai
dimulai dari ukuran 3/4 inci dan berakhir pada ukuran 3/8 inci. Sementara
kategori agregat halus dimulai dari saringan no. 4 dan berakhir pada saringan
no.30.

Gambar 4.1 Susunan saringan sampel kompos


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Sedangkan untuk kategori agregat kasar sampel tanah dimulai dari
saringan ukuran ½ inci sampai dengan 3/8 inci saja dan untuk kategori agregat
halus, dimulai dari saringan no.4 sampai dengan saringan no.200.

45
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
46

Gambar 4.2 Susunan saringan sampel tanah


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Persamaan yang digunakan adalah :

% Tertahan = × 100 (4.1)

% Kumulatif = % Berat Sebelumnya + % Berat Tertahan (4.2)


Berikut ini adalah data sampel kompos dengan berat tertahan, persentase
berat tertahan dan persentase kumulatif tertahan.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
Tabel 4.1 Hasil Analisis Saringan Agregat Kompos

Sumber : Hasil Olahan, 2012

47
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
48

Kompos 1
120

Kumulatif (%) 100

80

60

40

20

0
3/4" 1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 Pan
Saringan

Gambar 4.3 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 1


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Kompos 2
120

100
Kumulatif (%)

80

60

40

20

0
3/4" 1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 Pan
Saringan

Gambar 4.4 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 2


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
49

Kompos 3
120,000
100,000

Kumulatif (%)
80,000
60,000
40,000
20,000
0,000
3/4" 1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 Pan
Saringan

Gambar 4.5 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 3


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Kompos 4
120,000
100,000
Kumulatif (%)

80,000
60,000
40,000
20,000
0,000
3/4" 1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 Pan
Saringan

Gambar 4.6 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 4


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
50

Kompos 5
120

100

Kumulatif (%)
80

60

40

20

0
3/4" 1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 Pan
Saringan

Gambar 4.7 Persentase Kumulatif Tertahan Kompos 5


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Sedangkan hasil dari percobaan analisa saringan agregat untuk sampel
tanah adalah sebagai berikut.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
Tabel 4.2 Hasil Analisis Saringan Agregat Tanah

Sumber : Hasil Olahan, 2012

51
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
52

Tanah 1
120

Kumulatif (%) 100


80
60
40
20
0
1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No. No. Pan
100 200
Saringan

Gambar 4.8 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 1


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Tanah 2
120
100
Kumulatif (%)

80
60
40
20
0
1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No. No. Pan
100 200
Saringan

Gambar 4.9 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 2


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
53

Tanah 3
120

Kumulatif (%) 100


80
60
40
20
0
1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No. No. Pan
100 200
Saringan

Gambar 4.10 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 3


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Tanah 4
120
100
Kumulatif (%)

80
60
40
20
0
1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No. No. Pan
100 200
Saringan

Gambar 4.11 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 4


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
54

Tanah 5
120

Kumulatif (%) 100


80
60
40
20
0
1/2" 3/8" No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No. No. Pan
100 200
Saringan

Gambar 4.12 Persentase Kumulatif Tertahan Tanah 5


Sumber : Hasil Olahan, 2012

4.2 Pemadatan (Compaction)


Pada percobaan pemadatan atau compaction didapatkan kadar air
maksimum yang selanjutnya akan digunakan untuk keperluan pelaksanaan uji
permeabilitas. Langkah awal dalam percobaan pemadatan atau compaction ini
adalah melakukan pengecekan kadar air eksisting masing-masing sampel yang
baru dapat diketahui hasilnya setelah 18-24 jam berikutnya. Sampel diaduk
sampai kadar air terasa homogen pada sampel. Saat pengadukan, diambil sedikit
bagian dari sampel untuk pengecekan kadar air eksisting tersebut, yaitu sebanyak
± 100-200 gr sampel.

Gambar 4.13 Pencampuran antara tanah dan kompos dalam wadah


Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
55

Dalam satu percobaan, dibuat lima kantong untuk masing-masing jenis


sampel dengan kadar air asumsi. Setelah melalui pemadatan di dalam mold,
sampel yang terbentuk dibagi tiga. Dari ketiga bagian tersebut, masing-masing
diambil bagian tengah sampel dan dimasukkan ke dalam wadah yang kemudian
ditimbang. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven untuk dicek
kadar air sesungguhnya dengan suhu oven dipastikan dalam keadaan 100 C.

Gambar 4.14 Pengeluaran sampel yang telah dipadatkan


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Setelah ±18-24 jam, sampel dikeluarkan dan didiamkan selama ±3-5
menit. Kemudian sampel ditimbang dan berat yang didapat digunakan untuk
mendapatkan kadar air sesungguhnya. Kadar air tersebut pun digunakan dalam
pengolahan data yang menggunakan persamaan 2.3, 2.4 dan 2.5 sebagai berikut :

= 100% (2.3)

= (1 + ) (2.4)

=( (2.5)
)

dengan: W = kadar air


= berat air (gram)
= berat tanah kering (gram)
= berat tanah basah (gram)
Nilai kerapatan kering dan basah pun dihitung menggunakan persamaan :

= (2.7)

=( (4.2)
)

dengan = berat isi tanah dalam keadaan basah (gr/cm3)


= berat tanah basah (gr)

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
56

= berat tanah kering (gr)


V = 940,7826 cm3 (volume mold)
= berat isi sampel uji dalam keadaan kering (gr/cm3)

a. Tanah Acuan
Tabel 4.3 Data Dasar Hasil Pemadatan Tanah Acuan
Can no. K 8 4 23 P
Berat can + tanah basah (gr) 274,99 480,46 478,85 492,19 447,12
Berat can + tanah kering (gr) 208,86 355,17 351,62 353,56 313,43
Berat air (gr) 66,13 125,29 127,23 138,63 133,69
Berat can (gr) 20,84 16,79 26,54 26,03 18,06
Berat tanah kering (gr) 188,02 338,38 325,08 327,53 295,37
Kadar Air Asumsi 35% 37,50% 40% 42,50% 45%
Kadar Air(%) 35,172 37,026 39,138 42,326 45,262
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Tabel 4.4 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Tanah Acuan
1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 35,172 37,026 39,138 42,326 45,262
Berat Tanah + Mold (gram) 2774 2852 2912 3024 3002
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1382 1460 1520 1632 1610
3
KERAPATAN BASAH (gr/cm ) 1,469 1,552 1,616 1,735 1,711
3
KERAPATAN KERING (gr/cm ) 1,087 1,133 1,161 1,219 1,178
3
(kN/m ) 10,868 11,326 11,612 12,188 11,781
ZAV 35,172 37,026 39,138 42,326 45,262
3
(kN/m ) 14,023 13,667 13,284 12,744 12,285
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
57

Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:


TANAH ACUAN
14,5
ZAV Line

13,5
Dry Density (kN/m3)

12,5
42,326
45,262
11,5 39,138
37,026

35,172
10,5
30 33 36 39 42 45 48
Water Content (%)

Gambar 4.15 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel Tanah
Acuan
Sumber : Hasil Olahan, 2012

b. Kompos Acuan
Tabel 4.5 Data Dasar Hasil Pemadatan Kompos Acuan
Can no. B 3 18 12 20
Berat can + tanah basah (gr) 353,12 281,79 486,44 497,67 376,87
Berat can + tanah kering (gr) 266,31 206,79 323,67 322,67 230,5
Berat air (gr) 86,81 75 162,77 175 146,37
Berat can (gr) 19,06 22,03 16,74 40,29 19,55
Berat tanah kering (gr) 247,25 184,76 306,93 282,38 210,95
Kadar Air Asumsi 35% 40,80% 55% 60,00% 71,9%
Kadar Air(%) 35,110 40,593 53,032 61,973 69,386
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
58

Tabel 4.6 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Kompos Acuan
1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 35,110 40,593 53,032 61,973 69,386
Berat Tanah + Mold (gram) 2478 2448 2662 2720 2706
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1086 1056 1270 1328 1314
KERAPATAN BASAH (gr/cm3) 1,154 1,122 1,350 1,412 1,397
3
KERAPATAN KERING (gr/cm ) 0,854 0,798 0,882 0,871 0,825
(kN/m3) 8,544 7,984 8,821 8,715 8,246
ZAV 35,110 40,593 53,032 61,973 69,386
(kN/m3) 11,610 10,915 9,611 8,850 8,305
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:
KOMPOS ACUAN
ZAV Line
11,5

10,5
Dry Density (kN/m3)

9,5

53,032 61,973
8,5 35,110
69,386
40,593
7,5
30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Water Content (%)

Gambar 4.16 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel


Kompos Acuan
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
59

c. Campuran 1
Tabel 4.7 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 1
Can no. 5 2 B P 12
Berat can + tanah basah (gr) 351,12 354,84 346,95 331,74 370,08
Berat can + tanah kering (gr) 272,19 272,97 257,81 245,02 245,04
Berat air (gr) 78,93 81,87 89,14 86,72 125,04
Berat can (gr) 19,41 21,99 20,51 22,5 40,51
Berat tanah kering (gr) 252,78 250,98 237,3 222,52 204,53
Kadar Air Asumsi 36% 39,00% 42% 45,00% 48%
Kadar Air(%) 31,225 32,620 37,564 38,972 61,135
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Tabel 4.8 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 1
1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 31,225 32,620 37,564 38,972 48,768
Berat Tanah + Mold (gram) 2580 2642 2732 2672 2754
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1188 1250 1340 1280 1362
3
KERAPATAN BASAH (gr/cm ) 1,263 1,329 1,424 1,361 1,448
KERAPATAN KERING (gr/cm3) 0,962 1,002 1,035 0,979 0,973
3
(kN/m ) 9,623 10,019 10,354 9,790 9,731
ZAV 31,225 32,620 37,564 38,972 48,768
3
(kN/m ) 14,432 14,147 13,222 12,981 11,516
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
60

Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:


CAMPURAN 1
15
ZAV Line
14

13
Dry Density (kN/m3)

12

11

37,564
10 32,620
31,225 38,972 48,768

9
30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 55,000 60,000 65,000
Water Content (%)

Gambar 4.17 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel


Campuran 1
Sumber : Hasil Olahan, 2012

d. Campuran 2
Tabel 4.9 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 2
Can no. 2 E 5 P B
Berat can + tanah basah (gr) 486,15 355,43 417,43 523,12 441,9
Berat can + tanah kering (gr) 398,55 266,55 305,83 383,29 313,21
Berat air (gr) 87,6 88,88 111,6 139,83 128,69
Berat can (gr) 106,12 18,75 25,74 22,49 20,53
Berat tanah kering (gr) 292,43 247,8 280,09 360,8 292,68
Kadar Air Asumsi 36% 40,00% 44% 48,00% 52%
Kadar Air(%) 29,956 35,868 39,844 38,756 43,970
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
61

Tabel 4.10 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 2


1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 29,956 35,868 39,844 43,000 48,213
Berat Tanah + Mold (gram) 2540 2642 2746 2814 2828
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1148 1250 1354 1422 1436
KERAPATAN BASAH (gr/cm3) 1,220 1,329 1,439 1,512 1,526
3
KERAPATAN KERING (gr/cm ) 0,939 0,978 1,029 1,057 1,030
(kN/m3) 9,390 9,779 10,292 10,570 10,299
ZAV 29,956 35,868 39,844 43,000 48,213
(kN/m3) 14,757 13,573 12,878 12,375 11,625
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:
CAMPURAN 2
15 ZAV Line

14

13
Dry Density (kN/m3)

12

11
43,000
39,844 48,213
10
35,868
29,956
9
25,000 28,000 31,000 34,000 37,000 40,000 43,000 46,000 49,000
Water Content (%)

Gambar 4.18 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel


Campuran 2
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
62

e. Campuran 3
Tabel 4.11 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 3
Can no. 10 k K 3 6
Berat can + tanah basah (gr) 327,33 378,02 356,91 503,64 311,01
Berat can + tanah kering (gr) 251,44 283,5 267,1 372,14 229,93
Berat air (gr) 75,89 94,52 89,81 131,5 81,08
Berat can (gr) 19,28 19,54 19,73 22,04 19,46
Berat tanah kering (gr) 232,16 263,96 247,37 350,1 210,47
Kadar Air Asumsi 32,5% 35,5% 40% 44% 38,5%
Kadar Air(%) 32,689 35,808 36,306 37,561 38,523
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Tabel 4.12 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 3
1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 32,689 35,808 36,306 37,561 38,523
Berat Tanah + Mold (gram) 2540 2616 2770 2868 2666
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1148 1224 1378 1476 1274
3
KERAPATAN BASAH (gr/cm ) 1,220 1,301 1,465 1,569 1,354
KERAPATAN KERING (gr/cm3) 0,920 0,958 1,075 1,141 0,978
3
(kN/m ) 9,196 9,580 10,746 11,405 9,776
ZAV 32,689 35,808 36,306 37,561 38,523
3
(kN/m ) 13,653 13,095 13,010 12,801 12,645
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
63

Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:


CAMPURAN 3
12

11,5
37,561

11
Dry Density (kN/m3)

36,306
10,5

10
38,523
9,5 35,808
32,689
9

8,5
30,000 33,000 36,000 39,000
Water Content (%)

Gambar 4.19 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel


Campuran 3
Sumber : Hasil Olahan, 2012

f. Campuran 4
Tabel 4.13 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 4
Can no. 20 8 C K N
Berat can + tanah basah (gr) 367,04 382,35 431,77 407,77 370,35
Berat can + tanah kering (gr) 281,24 296,62 320,89 295,65 260,67
Berat air (gr) 85,8 85,73 110,88 112,12 109,68
Berat can (gr) 19,57 16,74 19,91 19,55 19,57
Berat tanah kering (gr) 261,67 279,88 300,98 276,1 241,1
Kadar Air Asumsi 35% 38,00% 41% 44,00% 48%
Kadar Air(%) 32,789 30,631 36,840 40,608 45,491
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
64

Tabel 4.14 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 4


1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 27,394 30,631 36,840 40,608 45,491
Berat Tanah + Mold (gram) 2620 2696 2810 2868 2866
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1228 1304 1418 1476 1474
KERAPATAN BASAH (gr/cm3) 1,305 1,386 1,507 1,569 1,567
3
KERAPATAN KERING (gr/cm ) 1,025 1,061 1,101 1,116 1,077
(kN/m3) 10,246 10,611 11,015 11,158 10,769
ZAV 27,394 30,631 36,840 40,608 45,491
(kN/m3) 13,696 13,114 12,127 11,597 10,975
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:
CAMPURAN 4
14,5

ZAV Line
13,5
Dry Density (kN/m3)

12,5

11,5
40,608
36,840
45,491
10,5 30,631
27,394

9,5
25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000
Water Content (%)

Gambar 4.20 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel


Campuran 4
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
65

g. Campuran 5
Tabel 4.15 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 5
Can no. 5 B 9 2 E
Berat can + tanah basah (gr) 379,84 377,32 408,79 325,9 432,52
Berat can + tanah kering (gr) 284,55 280,57 292,97 230,19 392,25
Berat air (gr) 95,29 96,75 115,82 95,71 40,27
Berat can (gr) 19,34 20,54 19,51 15,35 106,48
Berat tanah kering (gr) 265,21 260,03 273,46 214,84 285,77
Kadar Air Asumsi 35% 38,00% 41% 44,00% 47%
Kadar Air(%) 35,930 37,207 42,354 44,549 14,092
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Tabel 4.16 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 5
1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 35,930 37,207 42,354 44,549 48,473
Berat Tanah + Mold (gram) 2626 2648 2906 2896 2876
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1234 1256 1514 1504 1484
3
KERAPATAN BASAH (gr/cm ) 1,312 1,335 1,609 1,599 1,577
KERAPATAN KERING (gr/cm3) 0,965 0,973 1,130 1,106 1,062
3
(kN/m ) 9,650 9,730 11,305 11,060 10,624
ZAV 35,930 37,207 42,354 44,549 48,473
3
(kN/m ) 12,864 12,656 11,882 11,580 11,076
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
66

Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:


CAMPURAN 5
13

12,5

12
Dry Density (kN/m3)

11,5
42,354
11 44,549
48,473
10,5

10
37,207
35,930
9,5

9
33,000 36,000 39,000 42,000 45,000 48,000 51,000
Water Content (%)

Gambar 4.21 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel


Campuran 5
Sumber : Hasil Olahan, 2012

h. Campuran 6
Tabel 4.17 Data Dasar Hasil Pemadatan Campuran 6
Can no. c K N 20 8
Berat can + tanah basah (gr) 372,51 464,55 406,16 394,85 432,52
Berat can + tanah kering (gr) 281,97 341,97 292,34 278,82 297,29
Berat air (gr) 90,54 122,58 113,82 116,03 135,23
Berat can (gr) 19,94 19,54 19,63 19,58 16,75
Berat tanah kering (gr) 262,03 322,43 272,71 259,24 280,54
Kadar Air Asumsi 32% 36,00% 40% 44,00% 48%
Kadar Air(%) 34,553 38,018 41,737 44,758 48,203
Sumber : Hasil Olahan, 201

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
67

Tabel 4.18 Penentuan Densitas dan Kadar Air Optimum Campuran 6


1 2 3 4 5
KADAR AIR (%) 34,553 38,018 41,737 44,758 48,203
Berat Tanah + Mold (gram) 2668 2798 2890 2908 2902
Berat Mold (gram) 1392 1392 1392 1392 1392
Berat Tanah dalam Mold (gram) 1276 1406 1498 1516 1510
KERAPATAN BASAH (gr/cm3) 1,356 1,495 1,592 1,611 1,605
KERAPATAN KERING (gr/cm3) 1,008 1,083 1,123 1,113 1,083
(kN/m3) 10,080 10,828 11,234 11,132 10,830
ZAV 34,553 38,018 41,737 44,758 48,203
(kN/m3) 13,593 12,981 12,383 11,937 11,465
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Dari tabel diatas didapatkan gambar kurva seperti dibawah ini:
CAMPURAN 6
ZAV Line
13,5

12,5
Dry Density (kN/m3)

11,5
41,737 44,758
38,018 48,203
10,5
34,553

9,5
30,000 33,000 36,000 39,000 42,000 45,000 48,000
Water Content (%)

Gambar 4.22 Kurva Kerapatan Kering dengan ZAV line Sampel


Campuran 6
Sumber : Hasil Olahan, 2012

4.3 Specific Gravity


Pada percobaan specific gravity ini, pycnometer yang digunakan ada dua
jenis, yaitu jenis yang digunakan untuk coarse-grained dan yang digunakan untuk

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
68

fine-grained. Untuk coarse-grained, sampel yang diisi hanya sebesar 100gr.


Sedangkan untuk fine-grained, sampel yang diisi hanya sebesar 50gr. Penggunaan
dua jenis ini hanya bertujuan untuk mempercepat waktu penelitian dan
penghematan bahan dasar.

Gambar 4.23 Pendidihan sampel untuk percobaan specific gravity


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Pengolahan data untuk pengujian specific gravity ini menggunakan
persamaan 3.1.

a. Tanah acuan
Tabel 4.19 Nilai Gs untuk sampel tanah acuan
Tanah Acuan 1 2 3
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 636,56 729,46 729,72
Suhu (C) 31,5 30 31,5
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 570,2 667,05 666,56
Pycnometer 1 A A
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 461,78 455,44 618,44
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 361,66 355,44 518,43
Berat tanah kering = Ws (gr) 100,12 100 100,01
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 33,76 37,59 36,85
0,9952 0,9957 0,9952
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 2,951435 2,648788 2,700977
Average 2,767067
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
69

b. Kompos Acuan
Tabel 4.20 Nilai Gs untuk sampel tanah acuan
Kompos Acuan 1 2
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 703,54 628,41
Suhu (C) 29 30,5
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 666,77 570,71
Pycnometer A 1
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 626,36 508,53
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 525,58 408,51
Berat tanah kering = Ws (gr) 100,78 100,02
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 64,01 42,32
0,996 0,9955
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 1,568112 2,352847
Average 1,96048
Sumber : Hasil Olahan, 2012
c. Campuran 1
Tabel 4.21 Nilai Gs untuk sampel campuran 1
Campuran 1 1 2
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 329,06 641,87
Suhu (C) 29,5 31,5
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 297,2 579,53
Pycnometer 2 3
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 266,18 473,58
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 215,21 373,24
Berat tanah kering = Ws (gr) 50,97 100,34
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 19,11 38
0,9958 0,9952
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 2,65607 2,627879
Average 2,641975
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
70

d. Campuran 2
Tabel 4.22 Nilai Gs untuk sampel campuran 2
Campuran 2 1 2
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 633,77 327,92
Suhu (C) 29 31,5
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 570,53 296,66
Pycnometer 1 2
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 503,48 254,73
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 402,18 204,62
Berat tanah kering = Ws (gr) 101,3 50,11
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 38,06 18,85
0,996 0,9952
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 2,650887 2,645623
Average 2,648255
Sumber : Hasil Olahan, 2012

e. Campuran 3
Tabel 4.23 Nilai Gs untuk sampel campuran 3
Campuran 3 1
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 328,74
Suhu (C) 29
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 298,93
Pycnometer 2
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 267,75
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 217,68
Berat tanah kering = Ws (gr) 50,07
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 20,26
0,996
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 2,461436
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
71

f. Campuran 4
Tabel 4.24 Nilai Gs untuk sampel campuran 4
Campuran 4 1 2 3
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 633,25 714,37 714,23
Suhu (C) 29 30 29
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 568,97 666,91 666,7
Pycnometer 1 3 3
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 495,56 541,95 584,95
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 395,46 441,91 484,94
Berat tanah kering = Ws (gr) 100,1 100,04 100,01
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 35,82 52,58 52,48
0,996 0,9957 0,996
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 2,783293 1,894404 1,898017
Average 2,191905
Sumber : Hasil Olahan, 2012

g. Campuran 5
Tabel 4.25 Nilai Gs untuk sampel tanah acuan
Campuran 5 1 2
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 706,78 328,99
Suhu (C) 30 29
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 656,14 296,9
Pycnometer 1 2
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 555,5 256,26
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 455,45 206,13
Berat tanah kering = Ws (gr) 100,05 50,13
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 49,41 18,04
0,9957 0,996
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 2,016145 2,767653
Average 2,391899
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
72

h. Campuran 6
Tabel 4.26 Nilai Gs untuk sampel campuran 6
Campuran 6 1 2 3
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu.s (gr) 718,46 717,88 644,38
Suhu (C) 30 29 30
Berat pycnometer+ air+tanah = Wbu (gr) 666,93 666,53 571,8
Pycnometer A A 1
Berat pycnometer + tanah kering (gr) 562,87 582,31 480,58
Berat pycnometer + 3/4 air (gr) 460,85 482,28 380,57
Berat tanah kering = Ws (gr) 102,02 100,03 100,01
Wu = Ws + Wbu - Wbu.s (gr) 50,49 48,68 27,43
0,9957 0,996 0,9957
Gs = alpha.Ws/Wu (gr) 2,011868 2,046587 3,630255
Average 2,562903
Sumber : Hasil Olahan, 2012

4.4 Permeabilitas
Uji permeabilitas yang dipakai adalah metode falling head. Metode
tersebut digunakan karena air yang akan melalui sampel diasumsikan akan sangat
sedikit dilihat dari jenis tanah dan kompos serta campuran. Sampel yang
digunakan pun adalah sampel dengan kadar air optimum yang didapatkan dari
percobaan pemadatan (compaction). Sampel tersebut diperam sampai minimal 2
hari. Selanjutnya, sampel dipadatkan menggunakan mould dan hammer yang
digunakan untuk percobaan pemadatan sebanyak 2 lapisan atau 2/3 dari tinggi
mould saja. Setelah pemadatan selesai, sampel dikeluarkan menggunakan
hydraulic extruder dengan cetakan ring diatasnya. Selain penggunaan alat uji
pemadatan, dalam percobaan ini pun ada penggunaan alat untuk uji konsolidasi.
Salah satunya adalah cetakan ring tersebut atau ring consolidemeter.
Ring consolidemeter yang telah berisikan sampel tersebut kemudian
diletakkan pada tempat penahan silinder dengan tonggak yang berfungsi sebagai
tempat peletak dial gauge. Sebelum diletakkan, sisi silinder tersebut diberi grease
atau gemuk yang berfungsi agar air yang telah diserap oleh sampel tidak keluar
saat ring dicabut. Selain itu, diletakkan juga kertas pori tepat dibawah dan diatas
ring dengan tujuan yang sama. Selanjutnya, diletakkan batu pourous lengkap

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
73

dengan penekannya diatas ring tersebut. Kemudian ditahan dengan penahan 3


mur.

Gambar 4.24 Ring consolidemeter, silinder penahan, dan dial gauge


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Setelah siap, keseluruhan alat tersebut dimasukkan ke dalam wadah.
Wadah tersebut diletakkan dibawah alat consolidemeter dan selang yang
menyambungkan pipa air dengan sampel pun dipasang. Pembacaan dial gauge
dilakukan sebelum pipa diisikan air dan setelah pipa berisi air sehingga dapat
diketahui apakah ada perpindahan ketinggian sampel. Dalam pengisian air melalui
pipa, diusahakan agar tinggi air dalam pipa sebelum dibiarkan untuk direndam
adalah setinggi muka penguji agar mudah untuk dibaca. Wadah juga diisikan air
sampai batu pourous terlihat terendam dan kemudian dibiarkan selama 1 hari.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
74

Gambar 4.25 Percobaan Permeabilitas


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Adapun persamaan yang digunakan dalam metode falling head adalah
persamaan 2.14.
Tabel 4.27 Pengolahan Data Percobaan Permeabilitas
A Perpindahan L t h0 h1 K
Sampel 2
(cm ) (mm) (cm) (sekon) (cm) (cm) (cm/sekon)
Tanah Acuan 1,5 0,02 1,998 900 48,6 47,7 2,199E-06
Kompos Acuan 1,5 0,1 1,99 900 63 58,4 8,884E-06
Campuran 1 1,5 0 2 900 47,7 46,5 3,000E-06
Campuran 2 1,5 -0,04 2,004 900 48,3 48 7,352E-07
Campuran 3 1,5 0 2 900 50,1 49 2,614E-06
Campuran 4 1,5 -0,002 2,0002 900 50,3 49,4 2,126E-06
Campuran 5 1,5 -0,01 2,001 900 52,4 51,2 2,730E-06
Campuran 6 1,5 0 2 900 51,2 50,4 1,855E-06
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Analisa Saringan Agregat


Pada pengujian analisa saringan agregat, susunan saringan yang dipakai
untuk sampel kompos adalah ¾ inci  ½ inci  3/8 inci  no.4  no.8 
no.16  no.30. Saringan paling atas berukuran bukaan ¾ inci karena sudah
dipastikan seluruh partikel kompos lolos saringan dengan bukaan 1 inci dengan
meletakkan sampel kompos diatas saringan 1 inci tersebut. Sedangkan saringan
paling bawah dipilih no.30 atau saringan dengan bukaan 0,595 mm karena
diasumsikan lebih kasar dari jenis tanah clay atau mendekati karakteristik tanah
gambut (peat soil), dimana karakteristiknya tidak berbeda jauh dengan jenis tanah
gravel dan sand .

Kompos
Pan 100,00
No.30 55,32
No.16 25,64
Saringan

No.8 10,33
No.4 4,32
3/8" 1,04
1/2" 0,32
3/4" 0,06

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00


Kumulatif (%)

Gambar 5.1 Rerata Persentase Kumulatif Tertahan Sampel Kompos


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Namun, hasil yang didapat setelah melakukan percobaan menunjukkan
dengan menggunakan lima sampel adalah bahwa berat tertahan sampel paling
banyak pertama ada pada pan dan kedua ada pada saringan no.30. Hal ini
menandakan bahwa ukuran partikel kompos dari UPS Cilangkap mungkin
mendekati karekteristik ukuran partikel tanah gambut atau bahkan lebih

75

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
76

mendekati dengan karakteristik ukuran partikel pasir atau lanau yang berkisar
antara 0,5 mm – 0,002 mm.
Jika melihat segitiga tekstural penentu jenis tanah seperti pada Gambar
2.9, maka kompos UPS Cilangkap yang tertahan di saringan no.30 menandakan
bahwa partikel pembentuk tanah gravel yang ada sebanyak 55, 32% dan yang
tertahan di pan menandakan bahwa partikel pembentuk tanah pasir yang ada
sebanyak 100%. Oleh karena itu kompos UPS Cilangkap tersebut termasuk dalam
jenis tanah pasir atau sand.

Tanah
Pan 100
No. 200 97,438
No. 100 95,237
No.50 90,511
Saringan

No.30 85,384
No.16 75,076
No.8 62,510
No.4 49,541
3/8" 27,490
1/2" 10,477

0 20 40 60 80 100 120
Kumulatif (%)

Gambar 5.2 Rerata Persentase Kumulatif Tertahan Sampel Kompos


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Sedangkan untuk pengujian analisa agregat tanah, susunan saringan yang
digunakan adalah saringan 1/2 inci  3/8 inci  no.4  no.8  no.16  no.30
 no.50  no.100  no.200. Saringan paling atas berukuran bukaan 1/2 inci
karena sudah dipastikan seluruh partikel tanah lolos saringan dengan bukaan 3/4
inci dengan meletakkan sampel kompos diatas saringan 3/4 inci tersebut.
Sedangkan saringan paling bawah dipilih no.20 atau saringan dengan bukaan
0,595 mm karena saringan tersebut adalah saringan paling kecil yang ada di
laboratorium.
Hasil pengujian untuk sampel tanah memberikan variasi yang lebih
banyak daripada hasil pengujian sampel kompos. Namun, persentase kumulatif

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
77

berat tertahan paling banyak tetap ada pada pan yang diikuti oleh saringan no.200.
Hal tersebut menandakan bahwa jenis tanah di sekitar TPA Cipayung tersebut
mendekati karakteristik tanah lanau atau tanah lempung.
Jika melihat segitiga tekstural penentu jenis tanah seperti pada Gambar
2.9, maka jenis tanah di sekitar TPA Cipayung yang tertahan di saringan no.200
(0,074 mm) menandakan bahwa partikel pembentuk tanah pasir yang ada
sebanyak 97,438% dan yang tertahan di pan menandakan bahwa partikel
pembentuk tanah pasir yang ada sebanyak 100%. Sebanyak 97,438%
menunjukkan partikel pembentuk tanah pasir karena masih belum melewati batas
minimal partikel pembentuk tanah pasir yaitu, 0,05 mm. Sedangkan 100% pada
pan menandakan bahwa partikel-partikel tanah sampel lolos saringan no.200 yang
berarti ukurannya lebih kecil daripada 0,074 mm dan dapat diasumsikan
ukurannya memiliki variasi ukuran dari 0,05 mm sampai dengan <0,002 mm
sehingga dapat diasumsikan bahwa jenis tanah sampel yang diambil di sekitar
Cipayung termasuk tanah silt atau clay sesuai dengan Sistem Klasifikasi Tanah
Unified.

5.2 Pemadatan (Compaction)


Pada pengujian pemadatan atau compaction ini, digunakan metode
standard proctor dan hasil yang dicari adalah kadar air optimum dengan nilai
kerapatan kering (dry density) maksimumnya.
Tabel 5.1 Kadar air optimum dan dry density masing-masing sampel
Nilai
Kadar Air
Kerapatan
Optimum (%) Kering (kN/m3)
Kompos Acuan 56 8,87
Tanah Acuan 42,37 12,18
Campuran 1 37,61 10,36
Campuran 2 43 10,56
Campuran 3 37,43 11,42
Campuran 4 40 11,15
Campuran 5 42,9 11,34
Campuran 6 42,41 11,25
Sumber : Hasil Olahan, 2012

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
78

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa kadar air optimum dari masing-
masing sampel berbeda-beda. Kadar air optimum kompos acuan adalah sebesar
56%, sedangkan tanah acuan sebesar 42,37 %. Nilai kadar air optimum kompos
acuan yang lebih besar daripada tanah acuan tersebut dipengaruhi dari ukuran
partikel pembentuknya. Kompos acuan yang pada hasil uji analisa saringan
agregat dianggap sebagai jenis tanah pasir atau sand, dimana jenis tanah tersebut
diketahui memiliki ukuran partikel pembentuk yang kasar dan besar. Oleh karena
itu, void ratio atau rongga-rongga yang diciptakan oleh partikel pembentuk
kompos menjadi lebih besar sehingga air mudah masuk. Selain itu, kompos acuan
yang terdiri dari bahan – bahan organik dan mineral dapat dengan mudah
menyerap air dibandingkan partikel tanah acuan. Tanah acuan sendiri telah
dianggap sebagai jenis tanah lanau atau lempung (silt or clay), dimana ukuran
partikel-partikel pembentuknya lebih kecil daripada jenis tanah pasir sehingga
rongga – rongga yang diciptakan oleh partikel-partikel tersebut menjadi lebih
kecil atau sangat rapat.

Kadar Air Optimum


60
55 56
50
(%)

45
43 42,9 42,41 42,37
40 40
37,61 37,43
35
30

Gambar 5.3 Kadar air optimum masing-masing sampel


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Oleh karena itu, kadar air optimum sampel campuran yang paling
mendekati tanah acuan adalah campuran 6. Hal ini disebabkan karena komposisi
tanah yang paling banyak terjadi ada pada campuran 6, yaitu sebesar 70% dari
berat sampel campuran yang diuji. Selain itu, campuran 6 ini dapat disebut

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
79

sebagai sandy silt atau sandy clay karena mengandung lebih banyak tanah
daripada kompos.
Begitupula dengan campuran 4 dan 5 yang memiliki komposisi tanah
lebih banyak daripada kompos. Namun pada campuran 5, kadar air optimum yang
dimiliki sebesar 42,9%, dimana nilai tersebut memiliki kadar air optimum lebih
tinggi daripada campuran 6. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi tanah yang
sebesar 60% dari berat sampel campuran yang diuji, masih belum bisa
menandingi kadar air optimum yang dibawa oleh 40% komposisi kompos dari
campuran tersebut.
Sedangkan campuran 4 yang memiliki kadar air optimum sebesar 40%,
komposisi campuran antara tanah dan kompos adalah seimbang, yaitu sebesar
50%:50% dari berat sampel yang diuji. Walaupun komposisi yang diberikan
seimbang, akan tetapi nilai kadar air optimumnya tidak melebihi nilai kadar air
optimum campuran 5. Hal tersebut dapat terjadi karena hal yang sama seperti pada
campuran 5, bahwa komposisi tanah yang ada tidak dapat memberi pengaruh yang
besar terhadap nilai kadar air optimumnya.
Oleh karena itu, kehadiran kompos pada campuran memang tidak dapat
disangkal dalam perannya yang memberikan pengaruh besar terhadap nilai kadar
air optimum. Hal ini terjadi pada campuran 2 dengan komposisi kompos sebesar
70% dari berat sampel yang diuji sehingga memberikan kadar air optimum
sebesar 43%. Campuran 2 tersebut dapat disebut juga sebagai jenis tanah sandy
silt atau sandy clay karena komposisi kompos yang lebih besar pada campuran.
Campuran 1 dan 3 juga termasuk jenis tanah tersebut, tetapi kadar air optimum
yang dimiliki oleh kedua campuran tidak jauh berbeda. Jika ditinjau dari
komposisinya, campuran 1 yang memiliki komposisi kompos lebih banyak
seharusnya memiliki nilai persentase kadar air optimum yang lebih besar
dibandingkan campuran 2 dan 3. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini
mungkin disebabkan banyaknya air yang menguap saat melakukan pemadatan
dalam mould atau plastik yang digunakan untuk memeram campuran 1 memiliki
lubang halus sehingga air dapat menguap walaupun dalam jumlah sedikit.
Walaupun campuran 3 memiliki nilai kadar air optimum lebih kecil
daripada campuran 2, akan tetapi nilai tersebut tidak lebih besar daripada nilai

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
80

kadar air optimum yang dimiliki campuran 4. Campuran 3 yang berkomposisi


kompos sebesar 60% ini memiliki kemungkinan kesalahan yang sama dengan
campuran 1.
Pada pemadatan juga didapat nilai dry density atau kerapatan kering dari
sampel. Nilai tersebut juga didapatkan maksimumnya bersamaan dengan kadar air
optimum yang dihasilkan. Nilai kerapatan kering maksimum ini berfungsi untuk
menunjukkan ruang pori yang ada pada sampel saat kadar air sampel mencapai
nilai optimum. Semakin besar nilai kerapatan kering maksimumnya, maka akan
semakin kecil nilai kadar air optimumnya.
Nilai kerapatan kering ini dipengaruhi pula dengan specific gravity yang
dimiliki oleh sampel.
Tabel 5.2 Specific Gravity masing-masing sampel
Specific
Gravity
Kompos Acuan 1,96
Campuran 1 2,627
Campuran 2 2,645
Campuran 3 2,466
Campuran 4 2,192
Campuran 5 2,392
Campuran 6 2,563
Tanah Acuan 2,767
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Jika dilihat dari Tabel 5.2 diatas, nilai specific gravity (Gs) kompos acuan
lebih kecil daripada nilai Gs jenis tanah pasir yang bernilai antara 2,65 – 2,67.
Namun, nilai tersebut tidak jauh dari nilai kerapatan kering maksimum yang
dimiliki tanah gambut, yaitu 1,8. Nilai Gs kompos acuan tersebut dapat mencapai
1,96 kemungkinan disebabkan oleh banyaknya bahan anorganik yang ada pada
kompos acuan yang masuk saat didiamkan setelah dididihkan. Sedangkan nilai Gs
tanah acuan, masih berkisar pada nilai Gs jenis tanah silt atau clay, yaitu antara
2,67 – 2,8.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
81

Specific Gravity
2,9
2,7 2,767
2,627 2,645
2,5 2,563
2,466
2,392
2,3
2,192
2,1
1,9 1,96
1,7
1,5

Gambar 5.4 Specific gravity masing-masing sampel


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Pada sampel campuran 1, nilai Gs lebih besar daripada nilai Gs kompos
acuan. Dilihat dari komposisi kompos pada campuran 1 sebesar 80%, seharusnya
nilai Gs mendekati nilai Gs kompos acuan. Penyimpangan ini dapat terjadi karena
alasan yang sama seperti pada percobaan specific gravity pada kompos acuan atau
campuran kurang merata atau campuran tidak mengalami pemanasan dengan suhu
±110C selama ±15 jam sebelum percobaan. Begitupula dengan sampel campuran
2 dan 3, walaupun nilai Gs campuran 2 hampir mendekati nilai Gs tanah acuan.
Sedangkan untuk campuran 4, 5, dan 6, memiliki penurunan nilai Gs yang
signifikan jika dilihat dari komposisi tanah pada masing-masing campuran.
Nilai Gs tersebut tentu akan memengaruhi nilai kerapatan yang
dihasilkan, seperti pada Gambar 5.5 dibawah ini.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
82

Dry Density
13
12 12,18
11,42 11,15 11,34 11,25
11
(kN/m3)
10,36 10,56
10
9 8,87
8
7

Gambar 5.5 Dry density masing-masing sampel


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Nilai kerapatan kering kompos acuan yang didapat kurang dari nilai jenis
tanah pasir, yaitu 13 – 16 (kN/m3). Namun, nilai kerapatan tersebut masih
termasuk dalam nilai kerapatan kering jenis tanah gambut yang berkisar antara 8,3
– 11,5 (kN/m3). Jika dilihat dari nilai kerapatan kering dan nilai Gs, kompos acuan
lebih mendekati jenis tanah gambut daripada jenis tanah pasir seperti jika dilihat
dari ukuran partikel.
Sedangkan nilai kerapatan kering yang dimiliki oleh tanah acuan tidak
berada dalam kisaran nilai kerapatan kering jenis tanah manapun. Namun, nilai
kerapatan kering untuk campuran dengan komposisi tanah lebih besar seperti
campuran 4, 5, dan 6, mengalami kenaikan dalam mendekati nilai tanah acuan.
Begitupula dengan campuran yang memiliki komposisi kompos lebih
besar seperti pada campuran 1, 2, dan 3 yang mengalami penurunan dalam
mendekati nilai tanah acuan. Namun, nilai kerapatan kering untuk campuran 3
jika dilihat dari komposisi kompos yang dimiliki seharusnya tidak lebih besar
daripada nilai kerapatan campuran 4. Demikian dengan campuran 5, nilai
kerapatan yang dimiliki seharusnya lebih sedikit dari nilai kerapatan campuran 6.
Bagi campuran 3, penyimpangan yang terjadi terutama disebabkan oleh
nilai Gs yang dihasilkan. Sedangkan untuk campuran 5, penyimpangan mungkin
terjadi pada penimbangan berat sampel setelah mengalami pemadatan dan
dikeringkan atau campuran yang kurang merata.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
83

5.3 Permeabilitas
Pada pengujian permeabilitas, metode yang digunakan adalah falling
head dengan menggunakan pengkombinasian alat antara alat uji konsolidasi dan
alat uji permeabilitas. Pengkombinasian ini dilakukan agar percobaan
permeabilitas menjadi lebih singkat, yaitu menjadi selama sehari.
Pengkombinasian tersebut tidak memberikan pengaruh yang besar dalam
mendapatkan hasil, yaitu nilai koefisien permeabilitas (k). Nilai k yang dihasilkan
dalam percobaan ini dengan satuan cm/sekon.
Tabel 5.3 Koefisien permeabilitas masing-masing sampel
K BS 8004:
Cassagrande Wesley
(m/s) 1986
Kompos Acuan 2,20E-08 Pasir halus,
Campuran 1 8,88E-08 lanau
organik,
Lempung campuran
Campuran 2 3,00E-08 tak pasir, lanau,

Lempung
bercelah clay
Campuran 3 7,35E-09 dan Clay padat
Campuran 4 2,61E-08 lempung Pasir halus,
lanau (silty lanau
Campuran 5 2,13E-08
clay) organik,
Campuran 6 2,73E-08
campuran
Tanah Acuan 1,85E-08 pasir, lanau,
clay
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Dari Tabel 5.3 diatas, nilai k telah dikonversikan ke dalam satuan
m/sekon sehingga dapat dengan mudah ditinjau dengan nilai k yang ada pada
tinjauan pustaka. Keseluruhan nilai berada pada range 10-8 – 10-9 m/sekon.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
84

Permeabilitas
1,05E-07
9,00E-08 8,88E-08
7,50E-08
6,00E-08
m/s
4,50E-08
3,00E-08 3,00E-08 2,61E-082,13E-082,73E-08
2,20E-08 1,85E-08
1,50E-08
7,35E-09
0,00E+00

Gambar 5.6 Koefisien permeabilitas masing-masing sampel


Sumber : Hasil Olahan, 2012
Menurut Tabel 2.6, koefisien permeabilitas yang didapat masih termasuk
ke dalam kategori tanah lempung tak bercelah dan lempung lanau atau silt dan
clay, kecuali pada sampel campuran 2. Sedangkan menurut Cassagrande pada
tahun 1938, koefisien permeabilitas seluruh sampel dapat dikategorikan sebagai
jenis tanah pasir halus, lanau organik, campuran pasir, lanau dan clay. Bahkan
untuk campuran 2, dapat dimasukkan ke dalam jenis tanah clay padat. Selain itu,
menurut Wesley, koefisien permeabilitas keseluruhan sampel dapat dimasukkan
ke dalam jenis tanah lempung atau clay.
Namun, nilai koefisien permeabilitas campuran 2 tetap terhitung sebagai
penyimpangan dilihat dari nilai koefisien permeabilitas keseluruhan sampel yang
tidak melebihi 10-8 m/sekon. Penyimpangan tersebut dimungkinkan terjadi karena
campuran yang kurang merata antara tanah dan kompos. Walaupun menyimpang,
nilai koefisien permeabilitas campuran 2 memenuhi standar nilai koefisien
permeabilitas bahan daily cover sesuai dengan 40 CFR Part 258.40 menurut
USEPA, yaitu tidak lebih besar dari 1 x 10-7 cm/sekon atau 10-9 m/sekon.
Sementara untuk kompos acuan, tanah acuan, dan campuran lainnya tidak
memenuhi standar tersebut.
Walaupun begitu, perbandingan antara tebal tanah dengan koefisien
permeabilitas pada standar tersebut memberikan hasil lain terhadap ketentuan
kelayakan kompos, tanah dan campuran yang diuji. Pada standar 40 CFR Part

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
85

258.40 tersebut, nilai koefisien permeabilitas bahan daily cover tidak lebih besar
dari 1 x 10-7 cm/sekon atau 10-9 m/sekon dan tebal tanah (L) yang dipadatkan
senilai 6 inci sehingga jika dibandingkan menjadi seperti yang ada pada tabel 5.4
dibawah ini.
Tabel 5.4 Perbandingan antara tebal tanah dengan koefisien permeabilitas
masing-masing sampel
Kompos Tanah L K Perbandingan Perbandingan
(%) (%) (inci) (m/sekon) Lapangan Standar
Kompos Acuan 100 0 0,786614173 2,2E-08 3,6E+07 6,00E+07
Campuran 1 80 20 0,783464567 8,9E-08 8,8E+06 6,00E+07
Campuran 2 70 30 0,787401575 3,0E-08 2,6E+07 6,00E+07
Campuran 3 60 40 0,788976378 7,4E-09 1,1E+08 6,00E+07
Campuran 4 50 50 0,787401575 2,6E-08 3,0E+07 6,00E+07
Campuran 5 40 60 0,787480315 2,1E-08 3,7E+07 6,00E+07
Campuran 6 30 70 0,787795276 2,7E-08 2,9E+07 6,00E+07
Tanah Acuan 0 100 0,787401575 1,9E-08 4,2E+07 6,00E+07
Sumber : Hasil Olahan, 2012
Menurut perbandingan yang ada pada Tabel 5.4 diatas, kompos UPS
Cilangkap dan tanah disekitar TPA Cipayung layak untuk dijadikan bahan daily
cover untuk keperluan landfilling. Begitupula dengan hampir seluruh campuran,
kecuali campuran 1 dan campuran 3. Untuk campuran 3, terjadi penyimpangan
dalam campuran yang tidak merata. Sedangkan untuk campuran 1, terjadi dalam
pembulatan perhitungan.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
a. Kompos UPS Cilangkap layak sebagai bahan dasar daily cover soil untuk
proses landfilling beserta tanah TPA Cipayung dan hampir seluruh
campuran dilihat dari perbandingan koefisien permeabilitas dengan
ketebalan tanah yang dimiliki oleh standar USEPA, 40 CFR Part 258.21(a)
dan part 258.40.
b. Hampir seluruh komposisi kompos UPS Cilangkap dengan tanah TPA
Cipayung dapat dijadikan bahan dasar daily cover soil jika dilihat dari
perbandingan koefisien permeabilitas dengan ketebalan tanah, kecuali
campuran 1 dan 3.
c. Komposisi campuran yang paling baik jika dilihat dari kadar air optimum
adalah campuran 6 dengan nilai 42, 41%, dimana kadar air optimum tanah
di sekitar TPA Cipayung memiliki nilai 42,37%. Namun, jika campuran 5
tidak memiliki penyimpangan dalam percobaan, maka kemungkinan
komposisi campuran 5 yang paling baik karena nilai kadar air optimumnya
tidak akan melebihi kadar air optimum campuran 6.

6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :
a. Pengambilan sampel tanah sebaiknya mewakili jenis tanah TPA Cipayung
secara keseluruhan.
b. Untuk di TPA, perlu menjaga kadar air campuran tanah dan kompos yang
ingin digunakan dengan menutup campuran tersebut dengan terpal secara
rapat.
c. Untuk mengetahui lebih jelas jenis tanah silt atau clay berdasarkan ukuran
partikel , lakukan juga percobaan hydrometer & sieve analysis.
d. Penyimpangan yang terjadi pada percobaan specific gravity dapat diatasi
dengan :

86
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
87

- Menutup pcynometer dengan kertas pori atau tissue agar bahan


anorganik yang tidak diinginkan tidak masuk
- Memeriksa suhu oven saat memanaskan sampel agar benar-benar berada
pada ±110C
- Mencampur campuran di wadah yang lebih lebar agar campuran merata.
e. Penyimpangan yang terjadi pada percobaan permeabilitas dapat diatasi
dengan mencampur campuran di wadah yang lebih lebar agar campuran
merata.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA

A1 Organics. Compost Classification, Specification and Resource


Manual. Diakses pada tanggal 8 Juli 2012. Colorado: Author.
http://www.a1organics.com/CLSP.
Balitbang PU. (1990). SNI 03-1968-1990: Metode Pengujian tentang
Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar. Jakarta: PU.
Balitbang PU. (2004). SNI 19-7030-2004: Spesifikasi Kompos dari
Sampah Organik Domestik. Jakarta: PU.
Brunner, R.D., & Keller, D.J. (1972). Sanitary Landfill Design and
Operation. Washington DC: US Government Printing Office. http://nepis.epa.gov
Budhu, Muni. (2000). FE Review Notes for Geotechnical Engineering.
Diakses pada tanggal 8 Juli 2012. Arizona: Author.
http://www.ic.arizona.edu/ic/CE343/fereview.pdf.
Budhu, Muni. (2007). Soil Mechanics and Foundations. USA: John
Wiley & Sons, Inc.
CAT. Landfill Compactors. Diakses pada tanggal 11 Desember 2011.
Canada: Author. http://www.cat.com/equipment/compactors/landfill-compactors.
Craig, R. F. (1994). Mekanika Tanah, Edisi Keempat, (Budi Susilo S,
Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia. (2010).
Modul Praktikum Laboratorium Properti Material. Depok: Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia. (2010).
Modul Praktikum Pemadatan (Compaction) Laboratorium Mekanika Tanah.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia. (2010).
Modul Praktikum Permeabilitas Laboratorium Mekanika Tanah. Depok: Fakultas
Teknik Universitas Indonesia.
den Boer, E., den Boer, J., & Jagger, J. (2005). Waste management
planning and optimisation. Germany: Ibidem.

88
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
89

Geswein, A.J. (1997). Daily Cover Requirements for MSWLFs. July 24,
1997. United States Environmental Protection Agency.
http://www.epa.gov/wastes/nonhaz/municipal/landfill/rev-rule/dailycov.txt
Haug, R.T. (1993). The Practical Handbook of Compost Engineering.
California: Lewis Publishers.
Huat, et. al. (2011). State of an art review of peat : General perspective.
Diakses pada tanggal 7 Juli 2012. http://academicjournals.org/IJPS.
Luthin, J.N. (1966). Drainage Engineering. India: Wiley Eastern Private
Limited.
Plantsgalore. (2012). Fixing Poor Soil Condition in Landscape. Diakses
pada tanggal 7 Juli 2012. USA:
Author.http://www.plantsgalore.com/care/soil/soil-fixing.htm.
Soviany. (1997). Studi Karakteristik Sifat Fisik dan Teknik Tanah
Lempung Depok di Daerah Sawangan dan Sekitarnya Untuk Perencanaan
Pondasi Dangkal. Depok: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Tchnobaglous, G., & Kreith, F. (2002). Handbook of Solid Waste
Management (2nd ed.). USA: McGraw-Hill.
The Maine Department of Agriculture, Food & Rural Resources. (1991).
Standard for Compost Product. Maine: Author.
United States Environmental Protection Agency. (1993). Design Criteria
for Municipal Solid Waste Landfills, Subpart D.
http://www.epa.gov/wastes/nonhaz/municipal/landfill/techman/subpartd.pdf
United States Environmental Protection Agency. (1993). Closure and
Post Closure Plan for Municipal Solid Waste Landfills, Subpart F.
http://www.epa.gov/wastes/nonhaz/municipal/landfill/techman/subpartf.pdf.
Wesley, Laurence D. (2010). Fundamentals of Soil Mechanics for
Sedimentary and Residual Soils. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
LAMPIRAN

STANDARDS COMPOST PRODUCTS

90
Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
91

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012
92

Universitas Indonesia
Campuran kompos..., Aisha Sean J, FT UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai