Anda di halaman 1dari 6

Sinopsis Bab 3 Dasar Dasar Logika

Secara umum, logika merupakan cabang dari ilmu filsafat dan ada pula yang

menempatkannya sebagai cabang dari ilmu matematika. Keduanya memiliki pengertian

yang hampir sama, misalnya dalam konteks ilmu filsafat, logika memiliki arti cabang ilmu

yang mengkaji prinsip, hukum, serta metode berpikir yang tepat dan benar sementara dalam

konteks ilmu matematika, logika memiliki arti cabang ilmu yang mengkaji seluk beluk

perumusan suatu pernyataan yang benar.

Secara etimologis logika berasal dari kata logos yang berarti aturan, prinsip, atau

kata-kata yang menjelaskan realitas. Logika dapat digunakan untuk memahami kejadian-

kejadian di alam beserta isinya. Logika dapat digunakan untuk memahami unsur-unsur

dalam alam melalui penalaran analogis, induktif, dan deduktif. Pada dasarnya logika yang

dibahas pada ilmu filsafat merupakan dasar filosofis dari logika matematika, dan logika

matematika banyak pula berkontribusi terhadap ilmu filsafat.

Penerapan konsep logika dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya

dalam pernyataan kompleks yang mengandung proposisi logika matematika yaitu negasi,

konjungsi, disjungsi, dan kondisional.

Negasi merupakan ingkaran dari suatu pernyataan. Suatu pernyataan dan negasinya

tidak mungkin bernilai benar keduanya atau salah keduanya. Nilai kebenaran suatu negasi

pernyataan bergantung pada nilai kebenaran komponen logika pernyataan tersebut. Perlu

diingat bahwa negasi dari suatu pernyataan belum tentu merupakan antonim(lawan kata)

dari pernyataan tersebut. Misalnya jika ada suatu pernyataan “Saya suka bermain sepak
bola”, negasinya adalah “Saya tidak suka bermain sepak bola”. Negasi dari pernyataan

tersebut tidak sama dengan “Saya benci bermain sepak bola”. Disini dapat disimpulkan

bahwa negasi dari suka adalah tidak suka dan tidak sama dengan lawan katanya yaitu benci.

Terdapat kemungkinan bahwa tidak menyukai tidak berarti membenci, sedangkan

membenci sudah dapat dipastikan tidak menyukai. Selain itu juga perlu diingat bahwa

negasi ganda dalam suatu pernyataan berakibat pernyataan tersebut menjadi positif.

Konjungsi secara sederhana dapat diartikan sebagai kata penghubung “dan”. Dua

buah pernyataan yang memiliki konjungsi sebagai kata penghubung hanya bernilai benar

jika kedua pernyataan tersebut bernilai benar. Kata tetapi, walaupun, dll. memiliki makna

yang lebih dari sekedar “dan”, tetapi secara logis dapat dikatakan nilai kebenarannya sama.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan konjungsi karena konjungsi

dapat bersifat ambigu. Misalnya adalah pada pernyataan “Saya dan dia memenangi lomba

itu” dapat bermakna “Saya memenangi lomba itu” dan “Dia memenangi lomba itu”.

Pernyataan tersebut dapat juga bermakna “Saya dan dia berada dalam satu tim dan

memenangi lomba itu” sehingga makna pernyataan harus diteliti lebih jauh melalui konteks

atau hal lain yang tersedia. Selain itu, umumnya urutan kalimat dalam pernyataan yang

mengandung konjungsi tidak mempengaruhi nilai kebenarannya sehingga dapat dibalik,

akan tetapi terdapat pula pernyataan yang urutan kalimatnya tidak dapat dibalik. Contohnya

adalah pernyataan “Dia mengalami kecelakaan dan tewas” tidak dapat dibalik menjadi “Dia

tewas dan mengalami kecelakaan”.

Disjungsi secara sederhana dapat diartikan sebagai kata penghubung “atau”. Dua

atau lebih kalimat yang digabung dengan kata penghubung disjungtif dikatakan memiliki
nilai kebenaran yang benar apabila salah satu atau lebih dari kalimat penyusun pernyataan

tersebut bernilai benar. Kata “atau” yang mewakili disjungsi memiliki dua jenis

penggunaan, yaitu atau inklusif dan atau eksklusif. Kata atau inklusif bernilai benar jika

seluruh kalimat penyusun pernyataan bernilai benar. Contohnya pada kalimat “Ibu atau

kakak menyiram tanaman tadi pagi” bernilai benar bahkan bila “ibu dan kakak sama-sama

menyiram tanaman tadi pagi”. Sebaliknya, pada penggunaan atau eksklusif, apabila ada dua

kalimat penyusun pernyataan maka keduanya tidak dapat bernilai benar sekaligus atau

salah sekaligus, melainkan harus salah satunya bernilai benar dan salah satunya lagi

bernilai salah. Contohnya adalah pada kalimat “Dia mengendarai mobil atau sepeda

motor”, tidak mungkin pernyataan “dia mengendarai mobil dan sepeda motor sekaligus”

adalah benar.

Penggunaan kondisional dalam suatu pernyataan mengandung unsur hipotetis

dimana umumnya terdapat kata-kata “jika” dan “maka” yang menunjukkan hubungan sebab

akibat. Secara umum kondisional terbagi atas implikasi, biimplikasi(ekuivalensi).

Pernyataan yang menunjukkan implikasi dinyatakan benar dalam tiga kondisi ketika sebab

dan akibat benar, sebab salah dan akibat benar, atau sebab dan akibat sama-sama bernilai

salah. Contohnya adalah pernyataan “Jika semua melati berwarna putih maka ada melati

yang berwarna putih” bernilai benar ketika “semua melati berwarna putih” dan “ada melati

berwarna putih” , “tidak semua melati berwana putih” dan “ada melati berwarna putih” ,

serta “tidak semua melati berwarna putih” dan “ada melati tidak berwarna putih” . Perlu

diingat bahwa jika sebab benar dan akibat salah maka pernyataan bernilai salah, misalnya

“semua melati berwarna putih” dan “ada melati tidak berwarna putih”. Pernyataan yang
menunjukkan biimplikasi bernilai benar dalam dua kondisi yaitu ketika sebab dan akibat

sama-sama benar atau ketika sebab dan akibat sama-sama salah. Contohnya adalah “Jika

saya lapar maka saya makan” bernilai benar ketika “saya lapar” dan “saya makan” serta

“saya tidak lapar” dan “saya tidak makan”. Kondisi lain di luar kondisi tersebut bernilai

salah misalnya “saya lapar” dan “saya tidak makan” serta “saya tidak lapar” dan “saya

makan”.

Penalaran merupakan proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan

serta dituangkan dalam bentuk argumentasi yang memakai dasar-dasar prinsip logika.

Penggunaan prinsip logika dalam penarikan kesimpulan dibagi menjadi dua yaitu penalaran

deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif adalah pembuatan suatu kesimpulan

berdasarkan suatu hukum atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan khusus yang

tercakup dalam prinsip atau hukum tersebut. Penalaran deduktif disebut juga dengan

silogisme. Sebaliknya, penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan kasus-

kasus khusus dan dihasilkan prinsip umum yang mencakup kasus-kasus khusus tersebut.

Argumen merupakan hasil dari penalaran yang berdasarkan sifat deduktif atau

induktif di atas. Argumen memiliki subjek dan predikat masing-masing pernyataan yang

disebut dengan premis mayor dan premis minor. Premis mayor adalah pernyataan yang

memiliki term yang mencakupi term dalam premis minornya. Argumen juga memiliki

sebuah middle term(term tengah) yang menghubungkan antara premis mayor dan premis

minor yang dibandingkan. Argumen yang bersifat deduktif menggunakan prinsip silogisme

yang merupakan turunan dari dua buah proposisi umum yang berbentuk proposisi khusus.

Argumen yang bersifat induktif menggunakan prinsip inferensi yang menyimpulkan suatu
proposisi umum yang diperluas berdasarkan proposisi khusus. Dalam penggunaan argumen

deduktif, nilai kebenaran dari suatu argumen sudah dapat dipastikan benar apabila proposisi

umum yang diberikan benar serta metode penarikan kesimpulannya juga benar. Sebaliknya,

dalam penggunaan argumen induktif, nilai kebenarannya tidak dapat dipastikan sebab

metode induktif itu sendiri dapat dengan mudah salah dalam menyimpulkan proposisi

umum tersebut.

Lebih lanjut mengenai prinsip utama dalam penalaran deduktif, sejatinya penalaran

deduktif(silogisme) mengandung beberapa hukum dimana pengambilan kesimpulan harus

mematuhi hukum-hukum ini. Hukum-hukum yang dimaksud adalah: silogisme hanya

mengandung tiga term; term mayor atau term minor tidak dapat menjadi universal dalam

kesimpulan jika dalam premis hanya bersifat partikular; term tengah tidak dapat muncul

dalam kesimpulan; term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-

premis setidaknya satu kali; jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif;

tidak boleh kedua premis pembentuk kesimpulan adalah negatif; jika salah satu premis

adalah negatif maka kesimpulan harus negatif, jika salah satu premis adalah partikular

maka kesimpulan harus partikular; serta tidak boleh kedua premis pembentuk kesimpulan

adalah partikular.

Dalam menggunakan prinsip-prinsip logika untuk menyimpulkan suatu pernyataan

atau argumentasi, harus diperhatikan bahwa metode yang dipakai baik deduktif maupun

induktif telah benar dan tidak mengandung sesat pikir(fallacy). Perlu diperhatikan bahwa

dalam penggunaan metode penalaran deduktif terdapat tata cara yang sudah pasti untuk

menghasilkan suatu kesimpulan yang benar. Sesat pikir yang mungkin terjadi dalam
pengambilan kesimpulan berdasarkan prinsip deduktif adalah sesat pikir yang melanggar

salah satu atau lebih dari delapan hukum yang telah dibahas dalam paragraf di atas.

Sedangkan sesat pikir yang mungkin terjadi dalam pengambilan kesimpulan berdasarkan

prinsip deduktif meliputi penilaian penalaran induktif dengan standar deduktif, kesalahan

dalam generalisasi, kesalahan dalam penggunaan bukti, kesalahan statistikal, kesalahan

kausal, serta kesalahan analogi.

Anda mungkin juga menyukai