Anda di halaman 1dari 23

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA AUTENTIK

YANG DIBUAT DI HADAPANNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR


2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Ditujukan kepada :

Bapak M. Rizqi Romadlon, S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH :

ILHAM BUNAYA BAIQUNI

J500180041

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari sudah pasti kita sering bertransaksi dengan


pihak-pihak tertentu. Misalnya saja kita melakukan transaksi sewa-menyewa
rumah. Setelah sepakat meraka yang meingkatkan diri terhadap transaksi sewa-
menyewa rumah tersebut, maka sepakat mereka telah melahirkan sebuah
perjanjian, walaupun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan saja.
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Bentuk perjanjian ada dua macam yaitu
perjanjian lisan dan perjanjian tertulis. Bentuk perjanjian tertulis ada dua macam
yaitu akta dibawah tangan dan akta autentik.

Akta autentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


adalah “ akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat
oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat
dimana akta itu dibuat”. Syarat akta autentik menurut Philipus M. Hadjon adalah

1. Didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;


2. Dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum.

Salah satu yang dimaksud pejabat umum di atas adalah Notaris. Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
kewenangan lainnya. Dalam menjalankan tugasnya Notaris harus bersikap
profesional hal ini tertera dalam Pasal 16 huruf a Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa Notaris diharapkan untuk
dapat bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak lain. Lebih jauh, dikarenakan Notaris merupakan profesi yang
menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan

2
mempunyai peran penting dalam membuat akta autentik yang mempunyai
kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan
jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang
baiki. Untuk itulah Notaris di tuntut dapat bertindak sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kode Etik Notaris dan peraturan hukum
lainnya.

Akta yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris disebut Akta Notaris. Ada
pun menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
yang dimaksud Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di
hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini. Akta Notaris dalam Pasal 1866 dan Pasal 1867 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa Akta Notaris merupakan bukti
tertulis. Notaris sebagai tangan negara di mana akta yang dibuat oleh atau di
hadapannya merupakan akta autentik yang dapat dijadikan bukti tertulis oleh
karenanya dalam membuat akta Notaris harus memenuhi syarat-syarat agar
tercapai sifat autentik dari akta yang dibuat misalnya adalah pembacaan akta
yang bertujuan agar para pihak mengetahui isi akta yang dibuat dan diinginkan
oleh para pihak.

Akta autentik sendiri memiliki tiga kekuatan pembuktian yaitu kekuatan


pembuktian formal yang membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Kekuatan pembuktian
materiil yang membuktikan bahwa antara para pihak benar-benar peristiwa yang
tersebut dalam akta itu telah terjadi. Kekuatan pembuktian mengikat yang
membuktikan bahwa antara para pihak dan pihak ketiga bahwa pada tanggal
yang tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai
umum dan menerangkan apa yang ditulis tersebut.

Dalam praktek pembuatan akta notaris pada umumnya di bagian akhir akta
Notaris dicantumkan kalimat yang menyatakan bahwa para penghadap
membebaskan Notaris dari segala tuntutan hukum. Namun sudah bukan menjadi

3
rahasia bahwa seringkali Notaris di panggil ke Pengadilan untuk memberikan
keterangan terhadap akta ataupun surat-surat yang mengalami sengketa. Hal ini
menjadikan pertanyaan apakah Notaris telah bertindak tidak sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan dan Kode Etik Notaris ataukah ada kekeliruan
baik disengaja ataupun tidak disengaja oleh para pihak atau salah satu pihak
untuk berusaha melakukan kecurangan sehingga menimbulkan kerugian bagi
pihak lain dengan memberikan keterangan dan dokumen-dokumen yang tidak
benar. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diatur bahwa
ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya telah melakukan
pelanggaran yang menyebabkan penyimpangan dari hukum maka Notaris dapat
dijatuhi sanksi yaitu berupa sanksi perdata, administratif atau Kode Etik Jabatan
Notaris. Akan tetapi seringkali Notaris membuat surat-surat berdasarkan
keterangan yang dihadapkan oleh penghadap atau pihak yang menghendaki
adanya surat atau akta autentik tersebut tanpa mengetahui kebenaran yang ada
dilapangan atau bahkan Notaris keliru dalam mencantumkan keterangan yang
diinginkan oleh penghadap.

Meskipun di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tidak menyebutkan


adanya penerapan sanksi pemidanaan tetapi suatu tindakan hukum terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris tersebut mengandung unsur-unsur
pemalsuan atas kesengajaan atau kelalaian dalam pembuatan surat atau akta
autentik yang keterangan isinya palsu maka setelah dijatuhi sanksi
administratif/kode etik profesi jabatan Notaris dan sanksi keperdataan kemudian
dapat ditarik dan dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan
oleh Notaris yang menerangkan adanya bukti keterlibatan secara sengaja
melakukan kejahatan pemalsuan akta autentik. Dalam bentuk apapun kesalahan
tersebut apabila terbukti maka sudah menjadi kewajiban Notaris untuk
mempertanggungjawabkan akta yang dibuat oleh atau dihadapannya yang
menuai kesalahan tersebut. Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris hanya ada
sanksi perdata dan administrasi saja dimana sanksi ini dirasa kurang efektif bagi
pihak-pihak yang merasa dirugikan. Akan tetapi Notaris sebagai pejabat umum
yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat

4
perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian
hukum.

B. Rumusan Masalah

Masalah merupakan suatu halangan untuk mencapai suatu tujuan. Hal


inilah yang menjadi tujuan suatu penelitian. Hal ini disebabkan oleh karena
penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis
metedologis, dan konsisten.ii Sebelum mencapai tahap penelitian ini, maka
penulis harus menentukan permasalahan-permasalahan apa saja yang menjadi
dasar terhadap objek penelitian kali ini. Adapun permasalahan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta autentik yang


dibuat di hadapannya?
2. Apakah Notaris dapat berlindung pada redaksi pasal yang terdapat
dalam akta partij yang intinya menyatakan bahwa “Para penghadap
membebaskan Notaris dari segala tuntutan hukum” jika para
penghadap memberi keterangan tidak benar?

C. Tujuan

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat


memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan yang
ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
A. Tujuan Obyektif
1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban Notaris terhadap akta
autentik yang dibuat di hadapannya.
2. Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris
terhadap akta autentik yang dibuat di hadapannya jika para
penghadap memberikan keterangan tidak benar.
B. Tujuan Subyektif
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis
mengenai pertanggungjawaban Notaris terhadap akta autentik
yang dibuat di hadapannya.

5
2. Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih jelas dan
lengkap sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum guna
melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di
bidang Ilmu Hukum.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Notaris
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris menjelaskan bahwa yang dimaksud Notaris adalah “Pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Yang kemudian Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diperbarui ke dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menerangkan
bahwa “Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya”.
Pengertian Notaris terdapat beberapa perbedaan dalam setiap perubahan
dan pembaruan peraturan yang mengatur tentang Jabatan Notaris. Dalam buku
Peraturan Jabatan Notaris oleh G.H.S Lumban Tobing S.H menjelaskan yang
dimaksud dengan jabatan Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya
berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, pejanjian
dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse,
salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu
peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain.
Ada beberapa jenis Notaris di dunia tergantung dari sistem hukum yang
dipakai oleh suatu negara sesuai dengan kedudukan Notaris. Ada dua sistem
hukum yaitu common law dan civil law. Dari kedua sistem hukum tersebut
berbeda pula ciri-ciri Notaris, diantaranya yaitu
Notaris Civil Law Notaris Common Law
Diangkat oleh penguasa yang Tidak diangkat oleh penguasa
berwenang

7
Bertujuan untuk melayani Akta tidak dalam bentuk tertentu
kepentingan masyarakat umum
Mendapatkan honorarium dari
masyarakat umum

B. Dasar Hukum
Dasar hukum mengenai jabatan Notaris diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang di undangkan tanggal 6
Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
117 yang kemudian diperbarui kedalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris yang diundangkan tanggal 15 Januari 2014. Dasar
dikeluarkannya Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
1.) Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum bagi setiap warga negara
2.) Bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai
perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat
dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang;
3.) Bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi
dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu
mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian
hukum;
4.) Bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu
dilakukan perubahan;
5.) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris.

8
Selain itu Notaris juga memiliki Kode Etik yang sebagai dasar Notaris
yaitu Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang ditetapkan di
Bandung pada 28 Januari 2005. Selain Undang-Undang dan Kode Etik terdapat
peraturan menteri yang terdiri dari :
1.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.01.Ht.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan
Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Dan Pemberhentian Notaris.
2.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.03.Ht.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan
Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris.
3.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.01.Ht.03.01 Tahun 2007 tentang Bentuk Dan
Ukuran Cap / Stempel Notaris.
4.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor : M.Mh.01.Ah.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan
Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata;
5.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.Mh.02.Ah.02.10 Tahun 2011 Tentang Formasi
Jabatan Notaris;
6.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.02.Pr.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris;
7.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.Mh-06.Ah.02.010 Tahun 2009 tentang
Sekretariat Majelis Pengawas Notaris.
Ada beberapa syarat yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris diantaranya yaitu :
a. Warga Negara Indonesia.
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun.

9
d. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan
dari dokter dan psikiater.
e. Berijazah Sarjana Hukum dan lulus jenjang strata dua kenotariatan.
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas
rekomendasi organisasi notaris setelah lulus strata dua kenotariatan.
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau
tidak sedang memangku jabatan lain oleh undang-undang larang
untuk dirangkap dengan jabatan notaris.
h. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.
Kewenangan Notaris diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan
Notaris nomor 2 Tahun 2014 diantaranya yaitu :
1.) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2.) Notaris berwenang pula :
a.) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b.) Membubuhkan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus.
c.) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang membuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

10
d.) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e.) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta.
f.) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
g.) Membuat akta risalah lelang.

Dari kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh Notaris inilah yang


menjadikan masyarakat ingin melindungi hak-hak yang dimiliki dengan
membuat akta di hadapan Notaris baik dari masyarakat menengah ke bawah
sampai pengusaha.
Demikian berat tugas yang harus dilaksanakan seorang Notaris hal ini pula
yang membuat Notaris rentan terhadap jeratan hukum. Kesalahan yang terdapat
dalam akta yang dibuat di hadapan Notaris menjadi tanggung jawab Notaris
dalam keabsahan dan kebenarannya. Kepastian, ketertiban dan perlindungan
hukum dalam lalu lintas hukum dikehidupan masyarakat memerlukan adanya
alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai
subjek hukum dalam masyarakat. Pemerintah melalui Notaris dengan akta
autentik yang dibuat di hadapannya menjadi bukti surat yang sah.

A. Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Autentik Yang Dibuat Di


Hadapannya

R. Tresna menyatakan, “pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang
ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang
merupakan dasar dari suatu hak atau suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa
akta itu ialah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum.iii

Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat keterangan tentang


kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian. Pasal
1867 KUH Perdata menyatakan Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan
tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Dari
pasal yang tersebut diatas maka jenis akta terdiri dari dua jenis yaitu akta di
bawah tangan dan akta autentik.

11
Pengertian umum dari akta autentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan secara autentik sesuatu
tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh
pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris,
hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan
sebagainya.

Akta autentik wajib memenuhi unsur-unsur yang dipersyaratkan dalam


Pasal 1868 KUHPerdata, sifatnya kumulatif atau harus meliputi semuanya.
Akta-akta yang dibuat, walaupun sudah ditandatangani oleh para pihak, namun
tidak memenuhi persyaratan Pasal 1868 KUHPerdata, akta tersebut tidak dapat
diperlakukan sebagai akta autentik, melainkan hanya mempunyai kekuatan
sebagai tulisan di bawah tangan (Pasal 1869 KUHPerdata).

Akta mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formil (formalitas causa) dan
fungsi alat bukti (probationis causa). Formalitas Causa artinya akta berfungsi
untuk lengkapnya atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, jadi bukan sahnya
perbuatan hukum. Dalam konteks ini akta merupakan syarat formil untuk adanya
suatu perbuatan hukum. Probationis causa berarti akta mempunyai fungsi
sebagai alat bukti, karena sejak awal akta tersebut dibuat dengan sengaja untuk
pembuktian dikemudian hari. Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk
akta ini tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan
sebagai alat bukti dikemudian hari.

a. Akta Notaris Sebagai Akta Autentik

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa menurut Pasal


1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akta Notaris tergolong
sebagai akta autentik. Ada pula ketentuan mengenai kewenangan
Notaris untuk membuat akta autentik diatur dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam Pasal 1 angka
1 UUJN, disebutkan bahwa Notaris merupakan pejabat umum, yang
berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

12
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.

Untuk memahami makna Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata, kita harus membedah bagian per bagian dari pasal tersebut. Pertama,
mengenai bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang. Bentuk atau sistematika
dari akta notaris tidak diatur dalam Burgerlijk Wetboek, melainkan pada Pasal
38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Kedua, akta tersebut harus dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai


(pejabat-pejabat) umum. Pejabat umum merupakan pejabat yang berwenang
membuat segala macam akta yang tidak menjadi bagian atau domain dari pejabat
khusus lainnya, seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah, catatan sipil, imigrasi, dan
lain sebagainya.

Ketiga, akta tersebut harus dibuat di tempat di mana akta dibuatnya.


Seorang pejabat umum memiliki wilayah kerja yang sudah ditentukan
berdasarkan surat keputusan pengangkatannya. Wilayah kerja notaris meliputi
satu provinsi dari kota/kabupaten tempat kedudukan (kantor) notaris tersebut.

Dengan demikian apabila akta notaris tidak dibuat dalam bentuk yang
sudah ditetapkan oleh undang-undang (ada yang tidak lengkap atau kurang),
dan/atau tidak dibuat oleh pejabat (notaris) yang berwenang, dan/atau tidak
dibuat maupun ditandatangani pada wilayah kerja yang bersangkutan, maka
menimbulkan konsekuensi akta tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna seperti akta autentik. Akta tersebut hanya akan berlaku sebagai
tulisan di bawah tangan, sepanjang ditandatangani oleh para pihak dalam akta
tersebut. (Pasal 1869 Burgerlijk Wetboek).

b. Bagian-Bagian Akta Notaris

Berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris (yang


diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014), sistematika
akta notaris secara garis besar terdiri atas :

13
1.) Awal akta atau kepala akta.

2.) Badan akta.

3.) Akhir atau penutup akta.

Awal akta atau kepala akta memuat:

a.) Judul akta.

b.) Nomor akta.

c.) Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun serta.

d.) Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

a.) Judul akta.

Contoh judul akta seperti Jual Beli Bangunan, Risalah Rapat,


Kuasa Menjual dan Pendirian Komanditer tidak diwajibkan dalam
Peraturan Jabatan Notaris (PJN-Stbl. 1860-4), tetapi menurut
Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan bagian yang ada pada
awal akta atau kepala akta. Di dalam penyelenggaraan protokol
notaris, judul akta dimuat di dalam repertorium dan klapper.

Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan


arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris [Pasal
1 angka (13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris). Menurut penjelasan Pasal 62 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris protokol Notaris
terdiri atas:

(1) minuta akta.

(2) buku daftar akta atau repertorium.

14
(3) buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya
dilakukan di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang
didaftar.

(4) buku daftar nama penghadap atau klapper.

(5)buku daftar protes.

(6)buku daftar wasiat dan

(7)buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan


ketentuan peraturan perundang-undangan.

Judul akta pada perjanjian bernama seyogyanya sesuai dengan


perjanjian bernama yang dimaksud dan judul akta dalam perjanjian
tidak bernama, usahakan agar isi aktanya mengandung muatan
sesuai dengan judul akta. Contohnya judul akta Perjanjian Kerja
sama, maka isi dari akta itu seyogianya mengandung unsur-unsur
kerjas ama, seperti pembagian untung-rugi, hak dan kewajiban,
pengaturan pemasukan, dan sebagainya.

b.) Nomor akta.

Nomor akta adalah bagian yang harus dimuat pada bagian awal
akta atau kepala akta dan sudah menjadi sebuah kebiasaan di dalam
dunia kenotariatan. Judul akta dan nomor akta sebenarnya bukanlah
syarat mutlak yang harus dipenuhi agar suatu akta menjadi sebuah
akta autentik. Fungsi nomor akta adalah lebih kepada urutan
pembuatan akta serta memberikan manfaat akan kemudahan
mencari akta dalam repertorium. Nomor akta juga dicantumkan di
dalam klapper bersamaan dengan judul akta.

c.) Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditandatanganinya akta


tersebut.

Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun harus dimuat di bagian


awal akta atau kepala akta dan merupakan salah satu syarat agar

15
suatu akta menjadi sebuah akta autentik. Syarat ini juga tercantum
dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris.

d.) Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. [Akta notaris


pengganti dan pejabat sementara notaris juga wajib memuat
nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat
yang mengangkatnya.]

Dalam akta pihak (partij) maupun akta berita acara (relaas),


awal akta atau kepala akta memuat nama lengkap dan tempat
kedudukan Notaris,

Pada bagial awal akta atau kepala akta, sifat kalimat


seyogianya adalah konstatif karena bertujuann menyatakan
faktanya, seperti jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun.

Awal akta atau kepala akta merupakan bagian akta yang


mengandung keterangan dari Notaris tentang fakta hukum, demikian
pula halnya dengan akhir akta atau penutup akta. Serta di bagian
inilah Notaris menjamin kebenaran tersebut, meliputi kepastian
tanggal, waktu serta tempat dilaksanakan pembacaan akta dan
penandatanganan akta di tempat kedudukan Notaris. Jika keterangan
yang temuat di dalam akta tidak sesuai dengan kenyatan tersebut
berarti pula bahwa Notaris telah memberikan keterangan palsu.

Badan akta memuat:

a.) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,


pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap
dan/atau orang yang mereka wakili.

b.) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap.

c.) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan

16
d.) Nama lengkap, tempat, dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

Yang disebut dengan “para penghadap” adalah mereka yang datang


dan hadir pada pembacaan dan penandatanganan akta notaris dan bukan
mereka yang diwakili dalam akta, baik diwakili secara tertulis maupun
secara lisan. Demikian pula digolongkan pada penghadap adalah ahli waris
yang melakukan penaksiran inventaris pada pembuatan surat pencatatan
harta peninggalan, mereka yang memberikan keterangan pada pembuatan
protes wesel/ nonakseptasi, juga mereka yang hadir dalam rapat.

Syarat sahnya penghadap menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor


2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris:

(1) Usia minimal 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah.

(2) Cakap melakukan perbuatan hukum.

(3) Dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2


(dua) orang saksi pengenal yang berumur palig rendah 18
(delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2
(dua) penghadap lainnya dan dinyatakan secara tegas dalam
akta.

B. Kekuatan Redaksi Pasal “Para penghadap membebaskan Notaris dari


segala tuntutan hukum” Dalam Akta Autentik Yang Dibuat Di Hadapan
Notaris Jika Memuat Keterangan Tidak Benar

Notaris sebagai Pejabat Publik mempunyai kewenangan tertentu


sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris. Dengan
kewenangan yang ada pada Notaris, maka akta Notaris mengikat para pihak atau
penghadap yang tersebut di dalamnya atau siapa saja yang berkepentingan
dengan akta tersebut. Jika dalam pembuatan akta Notaris tersebut : 1) berwenang
untuk membuat akta sesuai dengan keinginan para pihak; 2) secara lahiriah,

17
formal dan materil telah sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta
Notaris, maka akta Notaris tersebut harus diangggap sah. Segala sesuatu yang
ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen
yang kuat dalam suatu proses hukum.

Notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa yang


dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris
tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materil
apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris
tersebut” (Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/Sip/1973, 5 September
1973). Berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung tersebut dapat disimpulkan
bahwa:

1. Akta Notaris tidak dapat dibatalkan.

2. Fungsi Notaris hanya mencatatkan (menuliskan) apa-apa yang


dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap
Notaris tersebut.

3. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materil


apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap tersebut.

Berdasarkan substansi atau makna Putusan Mahkamah Agung tersebut,


jika akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris bermasalah oleh para pihak
sendiri, maka hal tersebut menjadi urusan para pihak sendiri, Notaris tidak perlu
dilibatkan, dan Notaris bukan pihak dalam akta. Jika dalam posisi kasus seperti
ini, yaitu akta dipermasalahkan oleh para pihak sendiri dan akta tidak bermasalah
dari aspek lahir, formal dan materil – maka sangat bertentangan dengan kaidah
hukum tersebut diatas, dalam praktik pengadilan Indonesia.

Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat Publik, maka penilaian terhadap
akta Notaris harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah. Asas ini dapat
dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu akta Notaris harus dianggap sah
sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan
atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum.
Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan

18
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akta Notaris tetap sah
dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta
tersebut. Asas ini telah diakui dalam Undang-Undang Jabatan Notaris yang
tersebut dalam Penjelasan bagian Umum ditegaskan bahwa, sebagai alat bukti
tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris
harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang
sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.

Akta Notaris berisi keterangan, pernyataan para pihak dan dibuat atas
kehendak atau permintaan para pihak, dan Notaris membuatnya dalam bentuk
yang sudah ditentukan menurut undang-undang, dan juga Notaris bukan pihak
dalam akta tersebut, pencantuman nama Notaris dalam akta karena perintah
undang-undang. Kalaupun ada pernyataan atau keterangan diduga palsu
dicantumkan dimasukkan ke dalam akta autentik, tidak menyebabkan akta
tersebut palsu.

Konstruksi hukum kedudukan Notaris, yaitu, pertama, Notaris bukan


sebagai pihak dalam akta. Kedua, Notaris hanya memformulasikan keinginan
para pihak agar dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. Ketiga, keinginan atau
niat untuk membuat akta tertentu tidak pernah berasal dari Notaris, melainkan
sudah pasti berasal dari para pihak sendiri.

Menurut hukum acara perdata, nilai kekuatan pembuktian yang melekat


pada akta autentik adalah sempurna dan mengikat. Artinya apabila akta autentik
yang diajukan memenuhi syarat formil dan materiil serta bukti lawan yang
dikemukakan tergugat tidak bertentangan, maka pada akta autentik langsung
melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Kesempurnaan
akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak
perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut.
Dengan nilai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang melekat pada
akta autentik, pada dasarnya dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan alat
bukti lain dan dengan sendirinya mencapai batas minimal pembuktian.

Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta
autentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan

19
ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang
dimuat dalam akta tersebut. Akta Autentik merupakan bukti yang mengikat yang
berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh
hakim, yatiu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak
ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.

Pengertian dikenal bukan dalam arti kenal akrab, misalnya sebagai teman
atau sudah kenal lama, kalaupun para penghadap sudah dikenal sebelumnya oleh
Notaris, hal ini merupakan nilai tambah untuk Notaris saja, tapi kenal yang
dimaksud dalam arti yuridis, artinya ada kesesuaian antara nama dan alamat
yang disebutkan oleh yang bersangkutan di hadapan Notaris dan juga dengan
bukti-bukti atau identitas atas dirinya yang diperlihatkan kepada Notaris. Jika
ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris adalah bukan orang
sebenarnya atau tidak sesuai dengan identitas yang diperlihatkan kepada Notaris,
sehingga menimbulkan kerugian kepada orang yang sebenarnya, maka
pertanggungjawaban pidana dalam kejadian seperti ini, tidak dapat dibebankan
kepada Notaris, karena unsur kesalahannya tidak ada, dan Notaris telah
melaksanakan tugas jabatan sesuai aturan hukum yang berlaku, sesuai asas tiada
hukum tanpa kesalahan, dan tiada kesalahan yang dilakukan oleh Notaris yang
bersangkutan, maka Notaris tersebut harus dilepas dari tuntutan.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Notaris bertanggung jawab atas kebenaran bagian – bagian dalam akta baik
secara formil maupun secara materiil. Contoh tanggung jawab Notaris secara
formil yaitu Notaris harus menjamin kebenaran bahwa para pihak telah
menghadap di hadapan Notaris pada jam, hari, tanggal, bulan dan tahun yang
tersebut dalam akta. Sedangkan contoh tanggung jawab Notaris secara materiil
yaitu Notaris harus menjamin para pihak telah benar berkata sesuai dengan isi
akta tersebut. Dalam akta partij, tanggung jawab Notaris hanya pada awal dan
akhir akta saja. Sedangkan isi akta merupakan keinginan dan tanggung jawab
para pihak itu sendiri.

2. Seorang Notaris dapat berlindung pada redaksi pasal yang terdapat dalam
akta partij yang menyatakan bahwa “para penghadap membebaskan Notaris
dari segala tuntutan hukum” jika dalam pembuatan akta Notaris tersebut : 1)
berwenang untuk membuat akta sesuai dengan keinginan para pihak; 2) secara
lahiriah, formal dan materil telah sesuai dengan aturan hukum tentang
pembuatan akta Notaris. Notaris fungsinya hanya mencatatkan atau
menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang
menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk
menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh
penghadap di hadapan Notaris tersebut.

B. Implikasi

Implikasi asas perlindungan hukum terhadap akta notaris yang dibuat


dihadapannya menurut undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan
atas undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Habib, (2010), Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Surabaya: PT.
Refika Aditama).
Adjie, Habib, (2009) Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama).
Budiono, Herlien, (2013) Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti).
Hadjon, Philipus M., “Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik.” Surabaya
Post, 31 Januari 2001, halaman III.
Hasyim, Farida, (2009), Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika).

22
23

Anda mungkin juga menyukai