KTI, Bahasa Indonesia
KTI, Bahasa Indonesia
DISUSUN OLEH :
J500180041
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu yang dimaksud pejabat umum di atas adalah Notaris. Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
kewenangan lainnya. Dalam menjalankan tugasnya Notaris harus bersikap
profesional hal ini tertera dalam Pasal 16 huruf a Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa Notaris diharapkan untuk
dapat bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak lain. Lebih jauh, dikarenakan Notaris merupakan profesi yang
menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan
2
mempunyai peran penting dalam membuat akta autentik yang mempunyai
kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan
jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang
baiki. Untuk itulah Notaris di tuntut dapat bertindak sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kode Etik Notaris dan peraturan hukum
lainnya.
Akta yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris disebut Akta Notaris. Ada
pun menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
yang dimaksud Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di
hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini. Akta Notaris dalam Pasal 1866 dan Pasal 1867 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa Akta Notaris merupakan bukti
tertulis. Notaris sebagai tangan negara di mana akta yang dibuat oleh atau di
hadapannya merupakan akta autentik yang dapat dijadikan bukti tertulis oleh
karenanya dalam membuat akta Notaris harus memenuhi syarat-syarat agar
tercapai sifat autentik dari akta yang dibuat misalnya adalah pembacaan akta
yang bertujuan agar para pihak mengetahui isi akta yang dibuat dan diinginkan
oleh para pihak.
Dalam praktek pembuatan akta notaris pada umumnya di bagian akhir akta
Notaris dicantumkan kalimat yang menyatakan bahwa para penghadap
membebaskan Notaris dari segala tuntutan hukum. Namun sudah bukan menjadi
3
rahasia bahwa seringkali Notaris di panggil ke Pengadilan untuk memberikan
keterangan terhadap akta ataupun surat-surat yang mengalami sengketa. Hal ini
menjadikan pertanyaan apakah Notaris telah bertindak tidak sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan dan Kode Etik Notaris ataukah ada kekeliruan
baik disengaja ataupun tidak disengaja oleh para pihak atau salah satu pihak
untuk berusaha melakukan kecurangan sehingga menimbulkan kerugian bagi
pihak lain dengan memberikan keterangan dan dokumen-dokumen yang tidak
benar. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diatur bahwa
ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya telah melakukan
pelanggaran yang menyebabkan penyimpangan dari hukum maka Notaris dapat
dijatuhi sanksi yaitu berupa sanksi perdata, administratif atau Kode Etik Jabatan
Notaris. Akan tetapi seringkali Notaris membuat surat-surat berdasarkan
keterangan yang dihadapkan oleh penghadap atau pihak yang menghendaki
adanya surat atau akta autentik tersebut tanpa mengetahui kebenaran yang ada
dilapangan atau bahkan Notaris keliru dalam mencantumkan keterangan yang
diinginkan oleh penghadap.
4
perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian
hukum.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
2. Untuk memperoleh data dan informasi secara lebih jelas dan
lengkap sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum guna
melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di
bidang Ilmu Hukum.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Notaris
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris menjelaskan bahwa yang dimaksud Notaris adalah “Pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Yang kemudian Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diperbarui ke dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menerangkan
bahwa “Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya”.
Pengertian Notaris terdapat beberapa perbedaan dalam setiap perubahan
dan pembaruan peraturan yang mengatur tentang Jabatan Notaris. Dalam buku
Peraturan Jabatan Notaris oleh G.H.S Lumban Tobing S.H menjelaskan yang
dimaksud dengan jabatan Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya
berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, pejanjian
dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse,
salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu
peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain.
Ada beberapa jenis Notaris di dunia tergantung dari sistem hukum yang
dipakai oleh suatu negara sesuai dengan kedudukan Notaris. Ada dua sistem
hukum yaitu common law dan civil law. Dari kedua sistem hukum tersebut
berbeda pula ciri-ciri Notaris, diantaranya yaitu
Notaris Civil Law Notaris Common Law
Diangkat oleh penguasa yang Tidak diangkat oleh penguasa
berwenang
7
Bertujuan untuk melayani Akta tidak dalam bentuk tertentu
kepentingan masyarakat umum
Mendapatkan honorarium dari
masyarakat umum
B. Dasar Hukum
Dasar hukum mengenai jabatan Notaris diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang di undangkan tanggal 6
Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
117 yang kemudian diperbarui kedalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris yang diundangkan tanggal 15 Januari 2014. Dasar
dikeluarkannya Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
1.) Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum bagi setiap warga negara
2.) Bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai
perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat
dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang;
3.) Bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi
dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu
mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian
hukum;
4.) Bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu
dilakukan perubahan;
5.) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris.
8
Selain itu Notaris juga memiliki Kode Etik yang sebagai dasar Notaris
yaitu Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang ditetapkan di
Bandung pada 28 Januari 2005. Selain Undang-Undang dan Kode Etik terdapat
peraturan menteri yang terdiri dari :
1.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.01.Ht.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan
Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Dan Pemberhentian Notaris.
2.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.03.Ht.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan
Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris.
3.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.01.Ht.03.01 Tahun 2007 tentang Bentuk Dan
Ukuran Cap / Stempel Notaris.
4.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor : M.Mh.01.Ah.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan
Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata;
5.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.Mh.02.Ah.02.10 Tahun 2011 Tentang Formasi
Jabatan Notaris;
6.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.02.Pr.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris;
7.) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.Mh-06.Ah.02.010 Tahun 2009 tentang
Sekretariat Majelis Pengawas Notaris.
Ada beberapa syarat yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris diantaranya yaitu :
a. Warga Negara Indonesia.
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun.
9
d. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan
dari dokter dan psikiater.
e. Berijazah Sarjana Hukum dan lulus jenjang strata dua kenotariatan.
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas
rekomendasi organisasi notaris setelah lulus strata dua kenotariatan.
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau
tidak sedang memangku jabatan lain oleh undang-undang larang
untuk dirangkap dengan jabatan notaris.
h. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.
Kewenangan Notaris diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan
Notaris nomor 2 Tahun 2014 diantaranya yaitu :
1.) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2.) Notaris berwenang pula :
a.) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b.) Membubuhkan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus.
c.) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang membuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
10
d.) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e.) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta.
f.) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
g.) Membuat akta risalah lelang.
R. Tresna menyatakan, “pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang
ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang
merupakan dasar dari suatu hak atau suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa
akta itu ialah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum.iii
11
Pengertian umum dari akta autentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan secara autentik sesuatu
tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh
pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris,
hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan
sebagainya.
Akta mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formil (formalitas causa) dan
fungsi alat bukti (probationis causa). Formalitas Causa artinya akta berfungsi
untuk lengkapnya atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, jadi bukan sahnya
perbuatan hukum. Dalam konteks ini akta merupakan syarat formil untuk adanya
suatu perbuatan hukum. Probationis causa berarti akta mempunyai fungsi
sebagai alat bukti, karena sejak awal akta tersebut dibuat dengan sengaja untuk
pembuktian dikemudian hari. Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk
akta ini tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan
sebagai alat bukti dikemudian hari.
12
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.
Dengan demikian apabila akta notaris tidak dibuat dalam bentuk yang
sudah ditetapkan oleh undang-undang (ada yang tidak lengkap atau kurang),
dan/atau tidak dibuat oleh pejabat (notaris) yang berwenang, dan/atau tidak
dibuat maupun ditandatangani pada wilayah kerja yang bersangkutan, maka
menimbulkan konsekuensi akta tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna seperti akta autentik. Akta tersebut hanya akan berlaku sebagai
tulisan di bawah tangan, sepanjang ditandatangani oleh para pihak dalam akta
tersebut. (Pasal 1869 Burgerlijk Wetboek).
13
1.) Awal akta atau kepala akta.
14
(3) buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya
dilakukan di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang
didaftar.
Nomor akta adalah bagian yang harus dimuat pada bagian awal
akta atau kepala akta dan sudah menjadi sebuah kebiasaan di dalam
dunia kenotariatan. Judul akta dan nomor akta sebenarnya bukanlah
syarat mutlak yang harus dipenuhi agar suatu akta menjadi sebuah
akta autentik. Fungsi nomor akta adalah lebih kepada urutan
pembuatan akta serta memberikan manfaat akan kemudahan
mencari akta dalam repertorium. Nomor akta juga dicantumkan di
dalam klapper bersamaan dengan judul akta.
15
suatu akta menjadi sebuah akta autentik. Syarat ini juga tercantum
dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris.
c.) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan
16
d.) Nama lengkap, tempat, dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
17
formal dan materil telah sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta
Notaris, maka akta Notaris tersebut harus diangggap sah. Segala sesuatu yang
ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen
yang kuat dalam suatu proses hukum.
Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat Publik, maka penilaian terhadap
akta Notaris harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah. Asas ini dapat
dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu akta Notaris harus dianggap sah
sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan
atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum.
Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan
18
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akta Notaris tetap sah
dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta
tersebut. Asas ini telah diakui dalam Undang-Undang Jabatan Notaris yang
tersebut dalam Penjelasan bagian Umum ditegaskan bahwa, sebagai alat bukti
tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris
harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang
sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.
Akta Notaris berisi keterangan, pernyataan para pihak dan dibuat atas
kehendak atau permintaan para pihak, dan Notaris membuatnya dalam bentuk
yang sudah ditentukan menurut undang-undang, dan juga Notaris bukan pihak
dalam akta tersebut, pencantuman nama Notaris dalam akta karena perintah
undang-undang. Kalaupun ada pernyataan atau keterangan diduga palsu
dicantumkan dimasukkan ke dalam akta autentik, tidak menyebabkan akta
tersebut palsu.
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta
autentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan
19
ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang
dimuat dalam akta tersebut. Akta Autentik merupakan bukti yang mengikat yang
berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh
hakim, yatiu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak
ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
Pengertian dikenal bukan dalam arti kenal akrab, misalnya sebagai teman
atau sudah kenal lama, kalaupun para penghadap sudah dikenal sebelumnya oleh
Notaris, hal ini merupakan nilai tambah untuk Notaris saja, tapi kenal yang
dimaksud dalam arti yuridis, artinya ada kesesuaian antara nama dan alamat
yang disebutkan oleh yang bersangkutan di hadapan Notaris dan juga dengan
bukti-bukti atau identitas atas dirinya yang diperlihatkan kepada Notaris. Jika
ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris adalah bukan orang
sebenarnya atau tidak sesuai dengan identitas yang diperlihatkan kepada Notaris,
sehingga menimbulkan kerugian kepada orang yang sebenarnya, maka
pertanggungjawaban pidana dalam kejadian seperti ini, tidak dapat dibebankan
kepada Notaris, karena unsur kesalahannya tidak ada, dan Notaris telah
melaksanakan tugas jabatan sesuai aturan hukum yang berlaku, sesuai asas tiada
hukum tanpa kesalahan, dan tiada kesalahan yang dilakukan oleh Notaris yang
bersangkutan, maka Notaris tersebut harus dilepas dari tuntutan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Notaris bertanggung jawab atas kebenaran bagian – bagian dalam akta baik
secara formil maupun secara materiil. Contoh tanggung jawab Notaris secara
formil yaitu Notaris harus menjamin kebenaran bahwa para pihak telah
menghadap di hadapan Notaris pada jam, hari, tanggal, bulan dan tahun yang
tersebut dalam akta. Sedangkan contoh tanggung jawab Notaris secara materiil
yaitu Notaris harus menjamin para pihak telah benar berkata sesuai dengan isi
akta tersebut. Dalam akta partij, tanggung jawab Notaris hanya pada awal dan
akhir akta saja. Sedangkan isi akta merupakan keinginan dan tanggung jawab
para pihak itu sendiri.
2. Seorang Notaris dapat berlindung pada redaksi pasal yang terdapat dalam
akta partij yang menyatakan bahwa “para penghadap membebaskan Notaris
dari segala tuntutan hukum” jika dalam pembuatan akta Notaris tersebut : 1)
berwenang untuk membuat akta sesuai dengan keinginan para pihak; 2) secara
lahiriah, formal dan materil telah sesuai dengan aturan hukum tentang
pembuatan akta Notaris. Notaris fungsinya hanya mencatatkan atau
menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang
menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk
menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh
penghadap di hadapan Notaris tersebut.
B. Implikasi
21
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Habib, (2010), Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Surabaya: PT.
Refika Aditama).
Adjie, Habib, (2009) Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama).
Budiono, Herlien, (2013) Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti).
Hadjon, Philipus M., “Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik.” Surabaya
Post, 31 Januari 2001, halaman III.
Hasyim, Farida, (2009), Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika).
22
23