Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN TRIAGE

PUSKESMAS KECAMATAN CAKUNG


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


limpahan rahmat Nya kami telah menyelesaikan buku “Pedoman Triage” di
Puskesmas Kecamatan Cakung.

Buku ini disusun sebagai panduan transfer terhadap pasien Puskesmas


Kecamatan cakung khsusnya dan pimpinan serta pelaksana yang ada di semua
bagian/unit yang ada di Puskesmas dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu
Puskesmas yang disesuaikan dengan standar akreditasi Puskesmas.

Semoga dengantersusunnya buku Panduan Triage ini dapat memberikan


sumbangsih kami dalam memberikan Batasan-batasan untuk melaksanakan tugas di
Puskesmas.

Kami menyadari buku ini jauh dari sempurna, untuk itu kami berharap kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan buku ini
DAFTAR ISI

Daftar Isi……………………………………………………………………….i

Bab I Pendahuluan …………………………………………………………1

A. Latar Belakang…………………………………………………...
B. Tujuan …………………………………………………………….
C. Sasaran ………………………………………………………….
D. Ruang Lingkup …………………………………………………
E. Batasan Operasional …………………………………………..

Bab II Standar Ketenagaan ……………………………………………….

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ……………………………


B. Distribusi Ketenagaan …………………………………………
C. Jadwal Kegiatan ……………………………………………..

Bab III Standar Fasilitas ……………………………………………………

A. Denah Bangunan ……………………………………………….


B. Standar Fasilitas ……………………………………………….

Bab IV Tata Laksana Pelayanan ……………………………………………

A. Lingkup Kegiatan Triage ……………………………………….


B. Metode Triage ………………………………………………….
C. Langkah Kegiatan ………………………………………………

Bab V Logistik ………………………………………………………………

BabVI Keselamatan Pasien ……………………………………………….

Bab VII Keselamatan Kerja ……………………………………………….

Bab VIII Pengendalian Mutu ……………………………………………..

Bab IX Penutup ………………………………………………………………..


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotive dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakantugas
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun
2014, Puskesmas menyelenggarakan fungsi :
a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam kegiatan UKP Puskesmas melayani kegiatan gawat darurat terbatas,


hal ini dikarenakan keterbatasan sarana dan SDM Puskesmas.

Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan yang berfungsi untuk


menerima dan menstabilkan pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi
baik gawat atau tidak gawat.
Triage merupakan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan sera fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilah atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan
menetapkan prioritas penangnannya. Triage merupakan usaha pemilahan
korban sebelum ditangani berdasarkan tingkat kegawat daruratan trauma atau
penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya
yang ada.
Triage adalah suatu system pembagian / klasifikasi prioritas pasien untuk
menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatannya
dan masalah yang terjadi pada pasien. Triage di IGD adalah pemilahan
penderita berdasarkan pada keadaan ABC (Airway,Breathing dan Circulation).
Dua jenis keadaan triage dapat terjadi yaitu :
1. Jumlah penderita dan beratnya luka tidak melampaui kemampuan petugas.
Dalam keadaan ini pasien dengan masalah gawat darurat dan multi trauma
akan dilayani terlebih dahulu dn sesuai dengan prinsip ABC
2. Jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan petugas.
Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu pasien yang dengan
kemungkinan survival terbesar.

Dalam Pelaksanaan triase , dokter dan perawat di Puskesmas mempunyai


Batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan
intervensi yaitu < 5 menit

B. Tujuan
Triase memiliki tujuan sebagai pedoman bagi Dokter dan perawat
Puskesmas untuk mengkaji secara cepat dan focus dalam menangani pasien
berdasarkan tingkat kegawat daruratan trauma atau penyakit dengan
mempertimangkan penanganan dan sumber daya yang ada

C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua tenaga kesehatan di
Puskesmas Kecamatan Cakung baik Dokter, perawat maupun bidan.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelaksanaan Triage dalam penyelenggaraan UKP poin
pelayanan gawat darurat terbatas
Triase diberlakukan system prioritas, penentuan/penyeleksian mana
yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat
ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b. Dapat mati dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal

Pada umumnya penilaian pasien triase di Puskesmas Kecamatan cakung


dapat dilakukan dengan :

a. Menilai tanda vital dan kondisi umum pasien


b. Menilai kebutuhan medis
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan devinitive
f. Tag warna

E. Batasan Operasional
Triage adalah pemilahan penderita untuk menentukan prioritas
penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatannya dan masalah yang
terjadi pada pasien. Triage terutama dilakukan di ruang Poli 24 Jam.
Pelaksanaan triage didalam keadaaan sehari-hari dilakukan oleh dokter dan
atau perawat yang kompeten di ruang Poli 24 Jam. Sedangkan dalam keadaan
bencana dilakukan oleh perawat dan dilakukan diluar atau di depan Gedung
Puskesmas.
Triage dilakukan untuk mengidentifikasikan secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi segera dan mengidentifikasi korban yang hanya
dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (live saving surgery). Dalam
aktivitasnya, digunakan label pasien merah, hijau dan hitam sebagai kode
identifikasi pasien, seperti berikut :
1. Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan
korban yang mengalami :
 Syok oleh berbagai kausa
 Gangguan pernafasan
 Trauma kepala dengan pupil anisokor
 Perdarahan eksternal massif. Pemberian perawatan lapangan
intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai kemungkinan hidup
lebih besar, sehingga setelah perawatan di lapangan ini penderita
lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah Sakit, dan
lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasive. Pada
triage ini korban dapat di kategorisasikan kembali dari status ‘merah’
menjadi “kuning” (misalnya korban dengan tension pneumothorax
yang telah dipasang drains thoraks (WSD)
2. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat,
tetapi perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini :
 Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung,
trauma abdomen)
 Faktur multiple
 Fraktur femur/pelvis
 Luka bakar luas
 Gangguan kesadara,/trauma kepala
 Korban dengan status yang tidak jelas

Semua korban dengan gangguan ini harus diberikan infus, pengawasan


ketat terhadapa kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan
perawatan sesegera mungkin.

3. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan


pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban
yang mengalami :
 Fraktur minor
 Luka minor, luka bakar minor
 Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau
pemasangan bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
 Korban denga prognosis infaust,jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan
4. Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia

Ada beberapa macam system Triage :

1. Metode START (Simple Triage and Rapid Treatment )


a. Biasa dilakukan di luar Rumah Sakit (kasus musibah massal)
b. Dapat dilakukan oleh orang awam, atau orang yang kurang
berpengetahuan tentang medis
c. Korban dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu :
1) Meninggal, tak perlu diberi pertolongan
2) Kondisi cederanya berat tapi masih bisa ditolong dan harus segera
dikirim ke Rumah Sakit
3) Kondisi cederanya tidak begitu berat, dan pengiriman ke Rumah
Sakit masih bisa ditunda
4) Kondisi cederanya ringan, dan tidak perlu dikirim ke rumah sakit

2. Metode Advance Triage


a. Dilakukan oleh petugas medis atau petugas yang terlatih
b. Korban dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam prioritas atau dengan
menggunakan label warna :
1) Merah atau prioritas 1 (satu)
Digunakan pada korban atau penderita yang mempunyai ahrapan
hidup, tetapi dapat meninggal jiak tidak segera mendapat
pertolongan
2) Kuning atau prioritas 2 (dua)
Digunakan pada korban atau penderita yang cederanya cukup berat
atau sakitnya akut, tetapi kondisinya stabil atau tidak mengancam
nyawa jika sementara dilakukan penundaan pertolongan. Sementara
dapat diobservasi dan bila perlu dilakukan triage ulang, jika terdaapt
tanda-tanda perubahan status korban.
3) Hijau atau prioritas 3 (tiga)
Digunakan pada korban dengan cedera tidak berat atau sakit akut,
namun masih tetap memerlukan penanganan medis nantinya,
setelah cedeanya yang parah sudah teratasi
4) Hitam atau prioritas 0 (nol)
Digunakan pada korban atau penderita yang meninggal, atau
kondisinya sangat parah, sehingga walaupun mendapat pertolongan
segera, tetap meninggal
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Dokter dan paramedis di Puskesmas wajib dapat melakukan triase.


Penanggung jawab UKP merupakan coordinator dari pelaksanaan triase di
Pelayanan Kesehatan Perseorangan di Puskesmas Kecamatan Cakung.

Nama Jabatan Pendidikan Pelatihan Jumlah


Koordinator Poli 24 Jam S1 Kedokteran ACLS,GELS,EKG,Code 1
Blue
Staf Medis S1 Kedokteran ACLS,PONED,Code 4
Blue
Staf paramedis DIII Keperawatan BTCLS,Code Blue 4
Staf Farmasi DIII Farmasi 4
Staf Pendaftaran SMA Rekam medis 4
Staf Driver Ambulance SMA BHD,safety driving 4

B. Distribusi Ketenagaan

Pengaturan dan penjadwalan Penanggung jawab Triase dikoordinir oleh


Penanggung jawab Poli 24 jam sesuai dengan kesepakatan

C. Jadwal Kegiatan

Kegiatan triage dilakukan pada waktu jam pelayanan Puskesmas


karena Puskesmas Cakung bukan merupakan Puskesmas rawat inap.

Kegiatan triage dilakukan di unit Pelayanan poli 24 Jam, dibagi dalam 3 shift :

a. Shift pagi : jam 07.30 – 14.00


b. Shift sore : jam 14.00 – 20.30
c. Shift malam : jam 20.30 – 07.30
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Pelaksanaan triase dilakukan oleh dokter, perawat dan bidan. Pelaksanaan
triase dimulai sejak pasien masuk ke Puskesmas Cakung dan pasien dengan
atau tanpa ganguan kesadaran yang disertai penyulit di arahkan ke ruang
pelayanan Poli 24 Jam untuk dilaksanakan pemeriksaan lebih lanjut.

Denah Puskesmas Kecamatan Cakung

B. Standar Fasilitas
1. Fasilitas dan Sarana
Unit Pelayanan 24 Jam berlokasi di lantai 1 terdiri dari 1 ruangan.
Tempat pelaksanaan Triage,ruang tindakan bedah dan non
bedah,ruang klinik umum berada dalam 1 ruangan yang dipisahkan
dengan tirai, terdiri dari 2 tempat tidur.
2. Peralatan
Peralatan yang tersedia di Poli 24 Jam mengacu kepada Peraturan
Menteri Kesehatan N0.75 tahun 2014 untuk penunjang kegiatan
pelayanan terhadap pasien Gawat Darurat
Alat yang harus tersedia adalah yang bersifat life saving untuk kasus
kegawatan jantung seperti :
a. Emergency Kit
b. EKG
c. AED
d. Vital sign Monitor
e. Nebulizer
f. Suction
g. Infant warmer
3. Administrasi
a. Informed Consent persetujuan tindakan medis dan rujukan
b. Form penolakan tindakan medis dan rujukan
c. Form Rujukan
d. Computer untuk penginputan
e. Telepon 24 Jam
4. Ambulance
Untuk menunjang pelayanan terhadap pasien, Puskesmas Kecamatan
Cakung saat ini memiliki 3 (tiga) unit ambulance yang kegiatannya
berada dalam koordinasi Gadar Bencana/Poli 24 Jam dan bagian Umum
Perlengkapan ambulance :
a. AC
b. Sirine
c. Lampu rotator
d. Sabuk pengaman
e. Sumber listrik/stop kontak/inverter
f. Lemari untuk alat medis
g. Wastafel
h. Tabung Oksigen
i. Suction
j. Brangkar ambulance
k. Emergency kit
BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN TRIAGE


Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan
kepada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup
keadaaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut
Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun 1999, penentuan triage
didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada
factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien
lewat system pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan
mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat
keparahannya.
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage
adalah kondisi pasien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat.
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat Darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan
oleh gangguan ABC (airway / jalan nafas,Breathing / pernaffasan.
Circulation /sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat mengakibatkan
kematian/meninggal dunia atau kecacatan. (Wijaya,2010)

Alur pelaksanaan Triage sebagai berikut :


Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :

Table 1. Klasifikasi Triage

KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat Darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa/adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat.
Gawat tidak Darurat Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
(P2) memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi, maka ditindaklanjuti oleh
dokter spesialis, misalnya : pasien kanker
tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lannya
Darurat tidak gawat Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
(P3) memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar.
Tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi devinitive. Untuk tinak lanjut
dapt ke poliklinik, misalnya lacerasi, fraktur
minor/tertutup, sistitis,otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
darurat (P4) memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan/asimptomatis, misalnya penyakit
kulit, batuk, flu dan sebagainya.
Table 2. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Prioritas (Labelling)
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas 1 (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi atau tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothoraks, syok hemorrhagik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III >25%
Prioritas 2 (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital
bial tidak segera ditangani dalam jangka waktu
singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat. Contoh : patah tulang besar,
combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25%,
trauma thoraks/abdomen, lecarasi luas, trauma
bola mata.
Prioritas 3 (hijau) Perlu penanganan seperti penanganan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh : Luka
superfisial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh : henti jantung kritis, trauma kepala kritis.
Table 3. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keakutannya (Lyer, 2004)

KLASIFIKASI KETERANGAN
Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor) ;
dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas II Nonurgent / tidak mendesak (misalnya ruam,
gejala flu) ; dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis
media); dapat menunggu sampai 2 jam sebelum
pengobatan
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul,
lacerasi berat, asma); dapat menunggu selama 1
jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok);
tidak boleh ada keterlambatan pengobatan :
situasi yang mengancam hidup

B. METODE TRIAGE
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke Puskesmas Cakung.
Perawat triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan
riwayat singkat dan melakukan pengkajian, misalnya : melihat sekilas kearah
pasien sebe;um mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat,
tiak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat
utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area
pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus,
bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa
memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap
pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap
60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau
gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu. Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru
dapat merubah kategorisasi keakuratan dan lokasi pasien di area pengobatan.
Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area
pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau
mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaphoresis (Lyer, 2004)
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif
bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing dan circulation, maka
pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data
objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan
pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif
yang berasal langsung dari pasien (data primer)

C. LANGKAH KEGIATAN
1. Pasien datang ke Puskesmas Kecamatan Cakung
2. Untuk pasien dengan kesadaran penuh dan tanpa penyulit dikategorikan
hijau dan mengikuti alur pelayanan
3. Untuk pasien dengan atau tanpa gangguan kesadaran disertai penyulit
akan diarahkan ke ruang Pelayanan Poli 24 Jam untuk dilakukan anamnesa
dan pemeriksaaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan tingkat
kegawatannya dan penanganan lebih lanjut.
4. Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 10 orang, maka triage
dapat dilakukan di luar ruang triage (di depan Gedung Poli 24 Jam)
5. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna:
a. Segera – Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya
: Tension pneumothoraks, distress pernafasan (RR < 30x/mnt),
perdarahan internal,dsb.
b. Tunda – Delayed (kuning). Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi
tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya perdarahan lacerasi terkontrol,
fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan terkontrol, luka
bakar < 25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya lacerasi minor,
memar dan lecet, luka bakar superficial.
d. Expextant (hitam). Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat 3
hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Pasien mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah,
kuning, hijau, hitam.
f. Pasien lategori triage merah dapat langsung diberikan pengobatan di
ruang Poli 24 Jam. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita / korban dapat di rujuk ke Rumah Sakit setelah kondisinya
stabil dan transportable.
g. Penderita dengan kategori triage kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut tetap berada di ruang Poli 24 Jam di bed kuning dan
menunggugiliran setelah pasien dengan kategori triage merah selesai
ditangani
h. Penderita dengan kategori triage hijau dapat dipindahkan ke ruang
rawat jalan/poli umum, atau bila sudah memungkinkan untuk
dipulangkan, maka pasien dapat diperbolehkan untuk pulang
i. Penderita kategori triage hitam dapat langsung dibawa pulang oleh
keluarga.
6. Dokumentasi dalam rekam medis
Dalam kegiatan triage diperlukan data dokumentasi yaitu :
a. Waktu dan datangnya alat transportasi
b. Keluhan utama ( misal : “apa yang membuat anda datang kemari”?)
c. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
d. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
e. Penempatan di area pengobatan yang tepat (misal: kardiak versus
trauma, perawatan minor versus perawatan kritis)
f. Permulaan intervensi (misxal : balutan steril, pemakaiana bidai,
prosedur diagnostic)
BAB V

LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan triage direncanakan


dan diajukan sesuai kebutuhan kegiatan triage melalui perencanaan Puskesmas.

Logistik yang harus tersedia adalah :

a. Bahan Habis pakai


b. Material resusitasi
c. Lembar administrasi
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan triage diperhatikan


keselamatan pasien dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala
kemunkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan triage. Upaya pencegahan
resiko terhadap sasaran harus dilakukan pada setiap pelaksanaan kegiatan dengan
cara penggunaan bahan habis pakai dan Alat-alat yang steril bila diperlukan,
melakukan penanganan pasien sesuai dengan SOP

A. Pengertian
Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah suatu system dimana Rumah
sakit/Puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman.
System tersebut meliputi :
 Asessmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko

System ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :

 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan


 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
B. Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas
 meningkatnya akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan
masyarakat
 menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Puskesmas
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tiak Diharapkan (KTD)
STANDAR KESELAMATAN PASIEN

1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD)

ADVERSE EVENT :

Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis
karena tidak dapat dicegah.

KTD yang tidak dapat dicegah

Unpreventable Adverse Event :

Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan
pengetahuan mutakhir

KEJADIAN NYARIS CEDERA (KNC)

NEAR MISS :

Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau


tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedea serius tidak terjadi :

 Karena “keberuntungan”
 Karena “pencegahan”
 Karena “peringanan”

KESALAHAN MEDIS / MEDICAL ERRORS :

Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

KEJADIAN SENTINEL / SENTINEL EVENT :

Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius, biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tiak diharapkan atautidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah

C. TATA LAKSANA
a. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
pasien
b. Melaporkan pada dokter jaga Poli 24 Jam
c. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
d. Mengobservasi keadaan umum pasien
e. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan Insiden
Keselamatan”.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

I. Pendahuluan

HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi


lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Angka pengidap HIV di
Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang sangat bermakna.
Ledakan kasus HIV/AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke
masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan di masyarakat
cukup tinggi (misalnya perilaku seks bebas tanpa pelindung, pelayanan kesehatan
yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik,
penggunaaan Bersama peralatan menembus kulit : tato,tindik,jarum suntik, dll).

Penyakit Hepatitis B dan C , yang keduanya potensial untuk menular melalui


tindakan pada pelayanan kesehatan. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali
secara klinis karena tidak memberikan gejala.

Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat


keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi
semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal
melalui “Kewaspadaan Umum” atay “Universal Precaution” yang dimulai sejak
dikenalnya infeksi nosocomial yang terus menjadi ancman agi Petugas kesehatan.

Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan


konatk dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya
mempunayi resiko terpajan infeksi. Oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja
maksimal.

II. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat ari penyebaran infeksi
b. Petugas kesehatan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular di lingkungan tempat
kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus
menerapkan prinsip “Universal Precaution”
III. Tindakan Yang Beresiko Terpajan
a. Cuci tangan yang kurang benar
b. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat
c. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman
d. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
e. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat
f. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai

IV. Prinsip Keselamatan Kerja

Prinsip utama prosedur Universal precaution dalam kaitan keselamatan kerja


adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima ) kegiatan pokokyaitu :

a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang


b. Pemakaian alat pelidung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain
c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan triage dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan


indicator tilik SOP Pelayanan klinis dan audit internal secara periodic

Indicator mutu yang digunakan di Poli 24 Jam Puskesmas Kecamatan Cakung dalam
pelayanan Gawat Darurat adalah angka keterlambatan penanganan kegawat
daruratan dengan variable jumlah penderita yang dilayani < 5 menit dan jumlah
kematian dalam 24 Jam adalah 0 (nol)

Dalam pelaksanaan indicator mutumenggunakan kurva harian dalam format tersendiri


(buku monitoring) dan dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan pada tim mutu dan
Kepala Pelayanan.
BAB IX

PENUTUP

Triage merupakan langkah awal dalam skrining pasien yang mempunyai


kegawatdaruratan. Hasil akhir dari proses pelayanan pasien gawat darurat sangat
ditentukan oleh penanganan pertama pada pasien tersebut yang dimulai dari triage.
Oleh karena itu panduan ini sangat penting untuk dipahami dan dilaksanakan.

Pedoman ini sebagai acuan dalam melaksanakan triage di puskesmas


Kecamatan Cakung. Pelaksanaan triage diharapkan sesuai dengan pedoman
sehingga dapat mengutamakan keselamatan pasien dan petugas. Keberhasilan triage
tergantung kepada komitmen yang kuat dari semua pihak yang terkait termasuk
pemenuhan sumber daya sarana dan prasarana.

Anda mungkin juga menyukai