Anda di halaman 1dari 4

Gambaran tiga dimensi pada manajemen intraoperatif trauma orbital

Abstrak
Latar belakang: gambaran tiga-dimensi (3D) intraoperatif dapat digunakan untuk mendeteksi
malposisi tulang selama proses perbaikan fraktur wajah. Tujuan: artikel ini menampilkan
kasus dari fraktur maksila kompleks pada zygoma kiri yang diperbaiki dengan bantuan
teknologi gambaran intraoperatif 3D. Metode: fraktur pada dasar tulang orbital terlihat jelas
dalam gambaran 3D, membutuhkan perbaikan segera untuk menghindari operasi revisi yang
kedua. Hasil dan kesimpulan: Penggunaan gambaran 3D telah secara historis jarang dilakukan
karena faktor keuangan dan waktu. Namun, bila membandingkan dengan biaya dan waktu
yang digunakan untuk menjalani operasi kedua, Penggunaan gambar 3D secara harfiah sangat
menguntungkan untuk pasien, tim, dan institusi.
Kata kunci: fraktur dasar tulang orbita, gambaran tiga dimensi, trauma wajah

Pendahuluan
Manajemen dan rekonstruksi kerangka wajah dalam trauma craniomaksilofasial akan tetap
menjadi tantangan dan membutuhkan perbaikan yang akurat pada hubungan anatomik
secara tiga dimensi (3D) selama operasi.[1-3] Penilaian visual selama operasi sangat sulit dan
tidak akurat karena adanya pembengkakan jaringan lunak, kerusakan avulsiv, dan struktur
yang berpindah. Intraoperatif computed tomografi (CT) telah memperoleh popularitas untuk
melakukan operasi trauma craniomaksilofasial selama dekade terakhir sampai sekarang
dimanfaatkan oleh banyak pusat pengobatan. Computed tomografi (CT) awalnya dirancang
untuk neurosurgery, kemudian digunakan dalam operasi oral dan maksilofasial karena tingkat
akurasi.[4] Pada tahap preoperatif, hasil CT pasien dan magnetic resonance imaging (MRI)
dapat diambil dan dibaca untuk melihat bagian yang akan di bedah dan terkait struktur
anatominya. Computer‑assisted surgery bisa membantu tim bedah pre-operatif atau navigasi
selama operasi. Secara preoperatif, model 3D dan gambar digunakan untuk membantu
dokter bedah untuk menentukan penempatan implan atau posisi tulang selama operasi
orthognathic. Navigasi dikembangkan dalam tahap terbaru pada computer‑assisted surgery.
Sistem navigasi memungkinkan ahli bedah untuk menggunakan alat operasi dikombinasikan
dengan data yang diterima dari CT 3D atau MRI. Ahli bedah bisa dapat mengarahkan menuju
ke anatomi yang rentan dengan pendekatan minimal invasif, memanfaatkan pandangan
sectional dari pencitraan.[4] Proses navigasi biasanya dilakukan dalam tiga langkah. Langkah
pertama adalah pengumpulan data diagnostik yang termasuk pemeriksaan fisik dan
gambaran 3D. Setelah ini dievaluasi, rencana bedah bisa dikembangkan. Langkah kedua
adalah latihan operasi. Menggunakan model gambar 3D, perangkat lunak, splints, dan
rencana bedah preoperatif dirancang pada bagian ini. Langkah ketiga adalah untuk membuat
" perencanaan operasi virtual " dan menggunakannya untuk melakukan operasi, setelah hasil
bedah tersebut dinilai.[5] Kami melaporkan beberapa indikasi dan penggunaan intraoperatif
O‑arm [Gambar 1] sistem pencitraan untuk mengakuisisi gambar 3D dalam pasien trauma
wajah. Penggunaan ini terutama untuk operasi ortopedi dan vaskular. Ini menggunakan dosis
radiasi yang rendah dan eksposur yang rendah pada teknisi dan ahli bedah yang hadir untuk
kasus ini. Lengan berbentuk O mengelilingi meja operasi yang memungkinkan ruang untuk
tim bedah.

Metode
Dalam laporan ini, kami mempresentasikan kasus seorang pria berusia 47 tahun yang terkena
pukulan pada bagian maksilofasial‑nya. Dia ditangani oleh Departemen Bedah Universitas
Oral Mississippi dan Maxillofacial dan mengalami fraktur zygomaticomaxillary kompleks
(ZMC) melibatkan bagian kiri arkus zygoma, lateral kiri dinding orbita, dan bagian anterior
juga posterior lateral sinus maksila kiri [Gambar 2]. Perkiraan visual pasien sangat tepat. Dia
mengalami pendarahan subkonjungtiva kiri ringan, meninggalkan edema periorbital kiri dan
ekimosis, dan no diplopia, dan lengkung orbital nya stabil hanya dengan step‑off dicatat.
Karena banyaknya tulang yang fraktur dan posisi patahan tulang yang tidak stabil, intervensi
operatif dianggap perlu. Pasien dibawa ke ruang operasi 1 minggu setelah cedera awal untuk
intervensi operasi.
Beberapa pendekatan bedah digunakan untuk mengurangi fraktur tulang maxillofacial
kompleks ini. Awalnya, pendekatan alis bagian lateral digunakan untuk mencapai visualisasi
dari daerah zygomaticontal kiri. Setelah paparan penuh dari daerah ini, dasar orbital dan
lengkungnya terpapar melalui pendekatan transconjunctival retroseptal sampai lengkung dan
dasar orbita sepenuhnya ter-visualisasi. Akhirnya, insisi maxillary vestibular dibuat dan akses
ke wilayah ZMC telah tercapai. Semua fraktur telah termobilisasi. Setelah memverifikasi
reduksi yang tepat dari zygoma di bagian fraktur, plat pertama yang dipasang adalah pada
lengkung infrasorbital. Selanjutnya, bagian sutura zygoma frontal disusun,diikuti dengan
lingkar ZMC dan piriform. Semua segmen fraktur kemudian diperiksa, dikurangi dan
diperbaiki. Secara tradisional, inspeksi visual adalah seluruh penilaian yang dilakukan secara
intraoperatif untuk mengkonfirmasi reduksi yang memuaskan.
Selanjutnya, sistem O‑arm intraoperatif dibawa ke ruang operasi untuk mendapatkan
gambaran 3D setelah reduksi dan fiksasi. Setelah mendapatkan gambar 3D, defek pada dasar
tulang orbita signifikan terlihat, yang sebelumnya tidak terlihat[gambar 3]. Keputusannya
adalah membuat sepenuhnya lantai tulang orbita, mengurangi fraktur, dan merekonstruksi
kecacatan dengan berbentuk titanium orbit. Pembedahan kemudian selesai, dan pasien
terbangun dari anestesi umum.

Hasil
Postoperatif, pasien dilanjutkan dengan perawatan panduan standar di Departemen Bedah
Maxillofasial dan sampai menunjukkan penyembuhan yang normal.
Pemeriksaan visual-nya baik, dan pasien dipastikan tidak adanya bagian yang tidak berfungsi
atau cacat kosmetik. Sebuah scan pasca operasi diperoleh untuk sepenuhnya
memvisualisasikan bagian yang retak dan hasilnya dianggap memuaskan [Gambar 4].

Diskusi
Zygoma merupakan tulang yang berbentuk quadrangular yang menyediakan proyeksi lateral
dan anterior bagian tengah wajah. Ini diartikulasikan dengan tulang frontal, temporal,
maxillary, dan tulang sphenoid pada zygomaticofrontal, zygomaticotemporal, ZMC, dan
sutura zygomaticosphenoid . Sutura Zygomaticosphenoid dan arkus Zygomatic adalah kunci
landmark untuk verifikasi reduksi bagian anatomi. Para dokter akan memahami bahwa
bentuk zygoma sebagian besar porsinya adalah tulang dasar orbita dan dinding sisi samping,
dan oleh karena itu, semua fraktur dari ZMC melibatkan tulang orbita. Tujuan pengobatan
dari fraktur ZMC adalah perbaikan proyeksi wajah dan wajah yang simetri serta pemulihan
volume orbital, posisi global, dan Bentuk Dari fissure palpebral. Secara intraoperatif, sulit
untuk sepenuhnya memvisualisasikan semua area reduksi pada fraktur ZMC yang kompleks.
Intraoperatif O-arm menyediakan rasa keamanan dalam mengelola kasus trauma
craniomaxillofacial; dalam hal ini dapat mencegah kebutuhan untuk melakukan operasi revisi.
Secara historis, menggunakan CT scanner intraoperatif sangat mahal, memakan waktu,
ukuran yang terlalu besar untuk penggunaan dalam ruang operasi, dan menghasilkan dosis
radiasi yang besar. Modalitas pemindai intraoperatif yang lebih baru, seperti halnya O-arm,
dapat bergerak, efisien, dan dapat disesuaikan dengan lokasi pembedahan, dosis radiasi yang
rendah, dan mengurangi kebutuhan untuk mengirim pasien ke radiologi. Tambahan waktu
untuk operatif di bawah 20 menit yang melibatkan drap steril pasien, memperoleh gambar,
dan melihat hasilnya. The O-arm sangat mudah digerakan dan membutuhkan perubahan
posisi yang minimal dengan meja ruang operasi. Memanfaatkan teknologi 3D untuk operasi
kraniofasial, memungkinkan presisi yang lebih untuk digunakan pada tahap perencanaan
dalam pengobatan.[6]
Dalam operasi oral dan maksilofasial, sistem navigasi utama di wilayah zygomatic atau median
fasial wajah. Hal ini biasanya merupakan daerah yg tak bisa bergerak, tak seperti mandibula
yang akan lebih sulit di cocokkan dengan hasil gambar sebelum operasi.[4]

Kesimpulan
Hasil penelitian kami konsisten dengan laporan lainnya, bahwa CT intraoperatif dapat
mendeteksi malposisi implan atau tulang yang memungkinkan untuk koreksi pada saat
perbaikan awal dan mencegah prosedur sekunder.[7] mengingat biaya operasi tulang dan
kompleksitas sebuah operasi revisi, sangat sedikit prosedur revisi dilakukan bila
menggunakan gambaran 3D intraoperatif. Manfaat lainnya termasuk waktu yang lebih sedikit
di ruang operasi di bawah anestesi umum karena operasi yang belum dipersiapkan
sebelumnya, invasi yang minimal, penyembuhan yang lebih baik, dan memungkinkan pasien
untuk kembali ke gaya hidup normal mereka dalam waktu yang wajar.[8] untuk meringkas,
pemindaian CT intraoperatif adalah sebuah peralatan untuk ahli bedah yang melakukan
operasi di wilayah maksilofasial. Mereka memberikan informasi yang tak ternilai yang
menurunkan kemungkinan besar operasi revisi sekunder dan meningkatkan hasil klinis yang
lebih baik.
Persetujuan pasien
Penulis menyatakan bahwa mereka telah mendapatkan semua bentuk persetujuan pasien
dengan lengkap. Dalam bentuk pasien telah memberikan izin mereka untuk menggunakan
gambarnya dan informasi klinis lainnya yang akan dilaporkan dalam jurnal. Pasien memahami
bahwa nama dan inisial mereka tidak akan diterbitkan untuk menyembunyikan identitas
mereka, tapi anonimitas tidak dapat dijamin.
Dukungan keuangan dan sponsor
Nihil.
Konflik kepentingan
tidak ada konflik untuk kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai