Nama saya Ramla, lahir di sebuah desa di kaki gunung Latimojong, tepatnya
Februari 1991. Terlahir dari ibu seorang ibu rumah tangga biasa bernama Hawasia
dan Ayah seorang petani sederhana bernama Runa. Saya adalah anak ke-5 dari 6
bersaudara. Meskipun terlahir dari keluarga sederhana dengan orang tua yang hanya
terpatri kuat dalam tekad kedua orang tua saya, hal ini bisa dibuktikan dengan semua
anaknya bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Kakak pertama saya
bernama Ruhama adalah sarjana Pendidikan Agama Islam dari UIN Alauddin
Makassar saat ini bekerja sebagai guru, kakak ke-2 saya bernama Amri adalah
Magister di Universitas Negeri Makassar dan saat ini bekerja sebagai Dosen pengajar
Makassar dan bekerja sebagai wiraswasta, kakak ke-4 saya bernama Rahmaniah,
sarjanan Pendidikan Bagasa Inggris UIN Alauddin Makassar berprofesi sebagai guru,
dan adik saya, saat ini tengah menempuh pendidikan tinggi di Universitas
Saya sendiri adalah lulusan pendidikan sekolah dasar di SDN 134 Kalimbua
tahun 2013, sekolah menengah pertama di MTsN Baraka lulus tahun 2006, serta
sekolah menengah atas di SMAN 1 Baraka lulus tahun 2009. Setelah menempuh
universitas yang sama dan lulus tahun 2015. Selama menjadi mahasiswa, saya aktif
dalam organisasi jurusan SCLERA (Study Club of Nursing UIN Alauddin) sebagai
ketua devisi penelitian dan pengembangan. Saya juga mengikuti organisasi kampus
yakni UKM bela diri Tae Kwon Do. Selain aktif di kampus, saya juga terlibat dalam
DAN, saat ini saya adalah seorang perawat berstatus CPNS dengan jabatan
Perawat Ahli Pertama di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan
Utara.
Tidak mudah bagi saya bisa menjadi salah satu dari orang-orang beruntung
dan terpilih dari sekian ribu pesaing untuk dapat menjadi seorang abdi Negara disini,
provinsi termuda di Indonesia, sebuah provinsi yang berada di ujung utara perbatasan
Indonesia.
pertengahan tahun 2015, tepatnya pada tannggal 25 Juli 2015. Saat itu, saya
mendampingi suami yang terlebih dahulu lulus terangkat sebagai PNS di SMKN 1
Sei Menggaris. Sedikit saya ceritakan tentang Sei Menggaris, yakni salah satu
kecamatan terluar dari Kab. Nunukan Kalimantan Utara yang berbatasan langsung
suku yang bermukim di sini seperti: Bugis, Jawa, Tator, Lombok dan lain-lain. Awal
kami datang ke daerah ini, saat itu masih menggunakan sumber listrik tenaga surya
yang hanya berfungsi mengalirkan listrik untuk penerangan di malam hari dari jam
18.00 sampai dengan 00.00. Bisa di bayangkan tidak ada TV, rumah seadanya dengan
ukuran yang sama dengan jarak antara rumah yang sama dan yang lebih parah lagi
sudah banyak rumah yang tidak berpenghuni karena kebanyakan dari mereka menjual
lahannya dan memilih kembali ke daerah asal. Di Sei Menggaris yang sebagian besar
warganya hidup sebagai petani sawit, perkara mandi di sumur-sumur buatan di tengah
kebun sawit adalah hal yang sangat lumrah, yang airnya bisa setara dengan warna
khas milo, yang harus di endapkan untuk dapat di jadikan sumber air minum, dan
lebih parahnya lagi susmur-sumur ini adalah sumur tadah hujan, jadi bila hujan dalam
satu atau dua minggu tidak kunjung turun maka air untuk mandi dan air minum harus
di beli karena sumur akan kering. Dan yang paling saya ingat sebagai pendatang baru
di sana adalah kebanyakan kebutuhan sandang dan pangan itu adalah produk atau
buatan Malaysia. Gula pasir, terigu, susu, kopi, garam, bahkan minyak yang nyata-
nyata kita dikelilingi kelapa sawit tapi minyak goreng yang kita pakai adalah buatan
Malaysia, sungguh miris memang. Tapi dari sanalah kami belajar dan memahami
bagaimana sebuah nilai cinta tanah air terpatri kuat di masyarakat Sei Menggaris.
Kalau iklan mengatakan “Cintailah produk-produk Indonesia” tapi di sini kami hanya
bisa mengatakan “Meskipun hujan emas di negeri seberang, hujan batu di negeri
sendiri, tetap lebih baik di negeri sendiri”. Satu lagi yang sangat saya rasakan saat
pindah pertama kali ke Sei Menggaris adalah semua biaya hidup mahal, bisa 2 sampai
3 kali lipat dari harga-harga yang ada di Sulawesi. Meskipun demikian saya
ada, hal itu karena keterbatasan tenaga kesehatan yang mau mengabdi di perbatasan.
Hal itu, karena saya harus berfokus mengurus 2 orang putra saya yang hanya berjarak
1 tahun, tanpa orang tua, tanpa pengasuh, tanpa saudara, hanya saya, suami, anak-
anak kami dan keluarga baru diperantauan. Meskipun demikian, keinginan untuk
mengaplikasikan ilmu dan pengalaman sangat besar adanya, jadi suami saya
berinisiatif membelikan beberapa alat kesehatan yang bisa saya gunakan setidaknya
untuk membantu tetangga-tetangga dekat rumah saya yang membutuhkan dan juga
membantu saya melatih kembali ilmu keperawatan yang saya pelajari selama di
bangku perkuliahan.
Belum genap 2 bulan setelah saya melahirkan anak ke-2 saya, tiba-tiba
terdengar kabar tentang penerimaan CPNS formasi umum terbuka, dan satu-satunya
daerah yang mengikuti seleksi CPNS waktu itu diantara Kementrian dan Lembaga
menanyakan siapa tau ada keluarga yang berminat mendaftar di Kalimantan Utara,
tanpa berfikir untuk juga akan ikut mendaftar, selain karena baru melahirkan saya dan
suami awalnya memang berkomitmen untuk saya mengabdi di rumah saja menjaga
orang tua saya, mama saya langsung menelfon dan dengan semangat yang menggebu-
gebu menyuruh saya ikut tes tersebut, beliau mengatakan mumpung ada kesempatan
nak, kapan lagi kan….?. yang namanya orang tua apalagi sudah menyekolahkan
tinggi-tinggi pasti berharap anaknya sukses dan dapat bekerja. Hal itu sangat saya
sadari karena sering diceritakan mama saya tentang teman-teman saya yang sudah
bekerja, pakai baju pegawai, sering katanya beliau merasa iri kenapa anaknya yang
dulu lebih pintar hehee… (tidak mengurangi tapi melebihkan sedikit) tapi di rumah
saja sedangkan teman-teman saya sudah bekerja, padahal saya tahu kebanyakan dari
teman-teman saya itu adalah tenaga sukarela, yang di Sulawesi biasanya lebih banyak
pengeluaran ke tempat kerja dan beli baju daripada gaji yang didapat, tapi bagi orang
tua saya yang punya keterbatasan pendidikan memakai seragam pegawai itu adalah
keren.
kepada saya dan beliau mengatakan akan mendukung apapun itu selama saya rasa
bisa dan mampu. Meihat keseriusan saya, suami kemudian mengurus semua berkas-
pelajari persiapan mengikuti tes CPNS. Dukungan yang tiada henti, kerjasama yang
apik saya dan suami, saat pagi buta beliau ke sekolah, dengan saya di rumah menjaga
kedua anak kami, memanfaatkan waktu tidur anak-anak untuk membaca materi dan
soal-soal yang sudah di printkan suami, dan yang paling tidak pernah saya tinggalkan
saat itu adalah sholat sunnah Dhuha. Setelah suami pulang sekitar jam 6 sore karena
saat itu sekolah suami menerapkan sistem Full Day, suami langsung mengurus anak-
Mesjid kemudian untuk sementara waktu berpindah ke rumah supaya suami bisa
menjaga anak saat istrinya memasak, mencuci, melipat pakaian dll, sehingga saya
Terkadang karena kelelahan saya ikut tertidur saat menemani anak tidur
malam, suami kadang membangunkan sholat malam dan menemani saya belajar,
beliau selalu memberikan trik dan tips serta berbagi pengalaman saat mengikuti tes
CPNS PemKab Nunukan tahun 2014 yang juga sudah menggunakan sistem CAT.
Kami juga sering berlomba mengerjakan contoh-contoh soal yang sudah kami
kumpulkan dari beberapa teman, beliau selalu membantu memecahkan soal-soal sulit
terutama yang berhubungan dengan hitungan dan logika, kebetulan suami adalah
Yang menjadi masalah, suami tidak dapat meninggalkan tugas dan saya yang
tidak pernah bepergian jauh tanpa ditemani suami harus berangkat dengan 2 anak usia
16 bulan dan 2 bulan. Maka lagi-lagi dengan teamwork suami istri, kami memutuskan
anak pertama tinggal dengan suami dan anak kedua ikut saya, meski sedih untuk
pertama kalinya berpisah lebih dari sehari dengan si Abang anak pertama kami
namun berbekal Doa’ suami dan orang tua serta tekad, saya berangkat dari Sei
karena ditemani teman-teman guru honorer sekolah suami saya yang juga ikut
mengadu nasib mendaftar CPNS. Pertama kali menginjakkan kaki di Tanjung Selor
ibu kota provinsi Kalimantan Utara, tinggal di penginapan kemudian ikut antrian
panjang, menenteng berkas sambil menggendong si Adek yang belum genap 2 bulan
dan masih menyusui, Masya Allah perjuangannya begitu syahdu dah penuh suka
duka. Alhamdulillah setelah hari pertama berhasil mendapatkan nomor antrian dan
hari kedua berada di barisan teristimewa karena membawa bayi jadi tidak perlu antri,
Mengupdate informasi situs resmi panselnas dan dari Facebook pak Gubernur
Provinsi Kalimantan Utara Bapak Irianto Lambrie, saya mengikuti setiap proses yang
ada dengan peserta yang dinyatakan lulus untuk melanjutkan tahapan tes seleksi
secara berganti-gantian setiap harinya, hampir selama sebulan. Jadi kami yang saat
pemberkasan awal pergi bersama untuk pemberkasan tidak ada yang mendapatkan tes
di hari yang sama, maka waktu itu saya ditemani suami bersama kedua anak kami
pergi ke Tanjung Selor, kali ini kami menginap di rumah salah satu kerabat suami
saya, kami meminjam ruang tamu sebagai tempat untuk beristirahat dan tidur. Pada
hari tes berlangsung, saya begitu was-was bukan karena akan mengahadapi tes
pertama namun lebih kepada akan meninggalkan si kecil Adek yang masih menyusui,
belum pernah terpapar dot, dan harus ditinggalkan kurang lebih 4 jam karena sebelum
ujian berlangsung kita terlebih dahulu melalui proses karantina sebelum di panggil
masuk kedalam ruangan. Namun suami meyakinkan akan mampu menjaga si Adek
dan si Abang yang juga sedang aktif-aktifnya dan harus di awasi ektra ketat agar tidak
suami serta Doa kedua orang tua dan mertua saya, saya mengikuti tes pertama dengan
tenang dan Alhamdulilah berjalan lancar, dengan hasil yang bisa kita lihat langsung
saat kita mengakhiri dan menutup aplikasi CAT, saya dinyatakan memenuhi nilai
passing grade.
Setelah dinyatakan lulus tahapan tes seleksi kompetensi dasar (SKD), saya
kembali belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti tahapan tes seleksi kompetensi
bidang (SKB), kali ini karena belum penah dilaksanakan SKB CAT sebelumnya jadi
bersama kedua jagoan kami, kali ini kami menumpang di kontrakan salah satu sepupu
suami saya yang juga sudah terangkat PNS tahun 2014 penerimaan Pemprov Kaltara,
kali ini saya ditemani keluarga sepupu suami saya yang juga sama-sama lulus ke
tahapan SKB, saat tes SKB terasa tak ada beban karena suami ditemani banyak
keluarga untuk menjaga Adek dan Abang selama Umminya berjuang. Yang tak
pernah saya lewatkan, sebelum menuju ke tempat tes, saya selalu terlebih dahulu
meminta doa dan restu suami, kedua orang tua saya dan juga ibu bapak mertua saya.
Selama tes berlangsung saya selalu menyertakan Allah di dalamnya, bahkan dalam
Saat waktu menjawab soal selesai saya begitu legah dan deg-degan untuk
melihat hasilnya, karena tes SKB bukan berdasarkan lulus tidaknya passing grade tapi
berdasarkan jawaban benar terbanyak, saat keluar dari koridor ruangan dan kemudian
melihat hasil tes keseluruhan peserta di layar depan, Air mata saya langsung menetes,
dan masih menenangkan hati dari yuforia berlebihan, hanya rasa syukur yang terucap,
sembari menunggu hasil print out di papan informasi untuk urutan hasil SKB per
formasi dan tidak lama menunggu hasilnya di rilis, dan Alhamdulillah nama saya
menempati urutan pertama nilai SKB formasi yang saya daftarkan, MasyaAllah.
Meski belum merupakan pengumuman akhir namun karena SKB menyumbang 60%
dari akumulasi keseluruhan hasil jadi serasa ada harapan untuk bisa lulus.
Dan benar saja, saat pengumuman akhir dirilis oleh Panselnas, saya
dinyatakan lulus CPNS dan akumulasi nilai saya berada di posisi pertama untuk
Ini adalah rejeki anak-anak saya, ini adalah hadiah untuk orang tua saya, ini
adalah rasa hormat saya buat suami dan ini adalah pembuktian untuk keluarga dan
teman-teman saya, semoga senantiasa berberkah dan bisa memberi banyak manfaat
Dan sekarang demi pengabdian, saya harus rela berpisah untuk sementara
waktu dengan anak-anak saya untuk tinggal bersama kedua orang tua saya di
Enrekang (Sul-Sel) dan juga berpisah dengan suami saya yang sedang menempuh
Tugas Belajar (PPG) di kota Makassar. Sedang saya disini, di Kalimantan Utara,
sedang berproses dari CPNS menjadi seorang PNS, Abdi Negara yang sesungguhnya.
Wassalam....
#Alhamdulillah
#Ucapan terima kasih untuk suami saya Sudirman Nur, S.Pd, Si “Abang” Ahmad
Zafran Ibrahim Nur dan Si “Adek” Ahmad Arfan Athaillah, juga untuk kedua orang
tua, ibu bapak mertua, nenek, semua saudara dan juga teman-teman saya.
#Barokallahu fiikum