Anda di halaman 1dari 10

ABDI NEGARA DI PERBATASAN NEGERI

Inilah saya yang sekarang,… seorang abdi negara di perbatasan negeri.

Nama saya Ramla, lahir di sebuah desa di kaki gunung Latimojong, tepatnya

di Dusun Kalimbua Desa Bontongan Kec. Baraka, Kab. Enrekang, tanggal 12

Februari 1991. Terlahir dari ibu seorang ibu rumah tangga biasa bernama Hawasia

dan Ayah seorang petani sederhana bernama Runa. Saya adalah anak ke-5 dari 6

bersaudara. Meskipun terlahir dari keluarga sederhana dengan orang tua yang hanya

mengenyam pendidikan sekolah dasar, namun kesadaran akan pentingnya pendidikan

terpatri kuat dalam tekad kedua orang tua saya, hal ini bisa dibuktikan dengan semua

anaknya bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Kakak pertama saya

bernama Ruhama adalah sarjana Pendidikan Agama Islam dari UIN Alauddin

Makassar saat ini bekerja sebagai guru, kakak ke-2 saya bernama Amri adalah

Sarjana Pendidikan Biologi dari UIN Alauddin Makassar, melanjutkan Pendidikan

Magister di Universitas Negeri Makassar dan saat ini bekerja sebagai Dosen pengajar

di Universitas Muhammadiyah Pare-Pare merangkap, kakak ke-3 bernama Arkam,

saat ini tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah

Makassar dan bekerja sebagai wiraswasta, kakak ke-4 saya bernama Rahmaniah,

sarjanan Pendidikan Bagasa Inggris UIN Alauddin Makassar berprofesi sebagai guru,

dan adik saya, saat ini tengah menempuh pendidikan tinggi di Universitas

Muhammadiyah Makassar jurusan Teknik Sipil.

Saya sendiri adalah lulusan pendidikan sekolah dasar di SDN 134 Kalimbua

tahun 2013, sekolah menengah pertama di MTsN Baraka lulus tahun 2006, serta
sekolah menengah atas di SMAN 1 Baraka lulus tahun 2009. Setelah menempuh

pendidikan sekolah menengah atas, saya kemudian melanjutkan pendidkikan ke

jenjang perguruan tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

mengambil jurusan keperawatan, lulus S1 tahun 2013 dengan predikat Lulusan

Terbaik 1 Jurusan. Setelah itu, melanjutkan kembali ke jenjang profesi Ners di

universitas yang sama dan lulus tahun 2015. Selama menjadi mahasiswa, saya aktif

dalam organisasi jurusan SCLERA (Study Club of Nursing UIN Alauddin) sebagai

ketua devisi penelitian dan pengembangan. Saya juga mengikuti organisasi kampus

yakni UKM bela diri Tae Kwon Do. Selain aktif di kampus, saya juga terlibat dalam

kegiatan kemanusiaan dengan tergabung dalam Relawan RZ (Rumah Zakat).

DAN, saat ini saya adalah seorang perawat berstatus CPNS dengan jabatan

Perawat Ahli Pertama di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan

Utara.

Tidak mudah bagi saya bisa menjadi salah satu dari orang-orang beruntung

dan terpilih dari sekian ribu pesaing untuk dapat menjadi seorang abdi Negara disini,

provinsi termuda di Indonesia, sebuah provinsi yang berada di ujung utara perbatasan

Indonesia.

Bukan tidak sengaja saya memilih mengabdikan diri Kalimantan Utara,

karena sebetulnya saya sebelumnya sudah mengantongi KTP sebagai warga

Kalimantan Utara dengan berdomisili di Kab. Nunukan.

Awal saya menginjakkan kaki di Kalimantan Utara yakni bermula pada

pertengahan tahun 2015, tepatnya pada tannggal 25 Juli 2015. Saat itu, saya
mendampingi suami yang terlebih dahulu lulus terangkat sebagai PNS di SMKN 1

Sei Menggaris. Sedikit saya ceritakan tentang Sei Menggaris, yakni salah satu

kecamatan terluar dari Kab. Nunukan Kalimantan Utara yang berbatasan langsung

dengan daerah Sabah Malaysia. Kecamatan Sei Menggaris, adalah sebuah

perkampungan warga transmigrasi dari berbagai daerah di Indonesia, terdapat banyak

suku yang bermukim di sini seperti: Bugis, Jawa, Tator, Lombok dan lain-lain. Awal

kami datang ke daerah ini, saat itu masih menggunakan sumber listrik tenaga surya

yang hanya berfungsi mengalirkan listrik untuk penerangan di malam hari dari jam

18.00 sampai dengan 00.00. Bisa di bayangkan tidak ada TV, rumah seadanya dengan

ukuran yang sama dengan jarak antara rumah yang sama dan yang lebih parah lagi

sudah banyak rumah yang tidak berpenghuni karena kebanyakan dari mereka menjual

lahannya dan memilih kembali ke daerah asal. Di Sei Menggaris yang sebagian besar

warganya hidup sebagai petani sawit, perkara mandi di sumur-sumur buatan di tengah

kebun sawit adalah hal yang sangat lumrah, yang airnya bisa setara dengan warna

khas milo, yang harus di endapkan untuk dapat di jadikan sumber air minum, dan

lebih parahnya lagi susmur-sumur ini adalah sumur tadah hujan, jadi bila hujan dalam

satu atau dua minggu tidak kunjung turun maka air untuk mandi dan air minum harus

di beli karena sumur akan kering. Dan yang paling saya ingat sebagai pendatang baru

di sana adalah kebanyakan kebutuhan sandang dan pangan itu adalah produk atau

buatan Malaysia. Gula pasir, terigu, susu, kopi, garam, bahkan minyak yang nyata-

nyata kita dikelilingi kelapa sawit tapi minyak goreng yang kita pakai adalah buatan

Malaysia, sungguh miris memang. Tapi dari sanalah kami belajar dan memahami
bagaimana sebuah nilai cinta tanah air terpatri kuat di masyarakat Sei Menggaris.

Kalau iklan mengatakan “Cintailah produk-produk Indonesia” tapi di sini kami hanya

bisa mengatakan “Meskipun hujan emas di negeri seberang, hujan batu di negeri

sendiri, tetap lebih baik di negeri sendiri”. Satu lagi yang sangat saya rasakan saat

pindah pertama kali ke Sei Menggaris adalah semua biaya hidup mahal, bisa 2 sampai

3 kali lipat dari harga-harga yang ada di Sulawesi. Meskipun demikian saya

bersyukur bisa merasakan pengabdian mendapingi suami menjalankan tugas sebagai

abdi Negara di perbatasan negeri.

Selama ± 2 tahun di Sei Menggaris, saya belum berfikir untuk bekerja

meskipun sangat besar kesempatan bekerja di unit-unit pelayanan kesehatan yang

ada, hal itu karena keterbatasan tenaga kesehatan yang mau mengabdi di perbatasan.

Hal itu, karena saya harus berfokus mengurus 2 orang putra saya yang hanya berjarak

1 tahun, tanpa orang tua, tanpa pengasuh, tanpa saudara, hanya saya, suami, anak-

anak kami dan keluarga baru diperantauan. Meskipun demikian, keinginan untuk

mengaplikasikan ilmu dan pengalaman sangat besar adanya, jadi suami saya

berinisiatif membelikan beberapa alat kesehatan yang bisa saya gunakan setidaknya

untuk membantu tetangga-tetangga dekat rumah saya yang membutuhkan dan juga

membantu saya melatih kembali ilmu keperawatan yang saya pelajari selama di

bangku perkuliahan.

Belum genap 2 bulan setelah saya melahirkan anak ke-2 saya, tiba-tiba

terdengar kabar tentang penerimaan CPNS formasi umum terbuka, dan satu-satunya
daerah yang mengikuti seleksi CPNS waktu itu diantara Kementrian dan Lembaga

hanya Provinsi Kalimantan Utara.

Waktu itu saya dan suami hanya mengabari keluarga-keluarga di kampung

menanyakan siapa tau ada keluarga yang berminat mendaftar di Kalimantan Utara,

tanpa berfikir untuk juga akan ikut mendaftar, selain karena baru melahirkan saya dan

suami awalnya memang berkomitmen untuk saya mengabdi di rumah saja menjaga

dan membesarkan anak-anak kami.

Namun berita tentang penerimaan CPNS itu ternyata terdengar di telinga

orang tua saya, mama saya langsung menelfon dan dengan semangat yang menggebu-

gebu menyuruh saya ikut tes tersebut, beliau mengatakan mumpung ada kesempatan

nak, kapan lagi kan….?. yang namanya orang tua apalagi sudah menyekolahkan

tinggi-tinggi pasti berharap anaknya sukses dan dapat bekerja. Hal itu sangat saya

sadari karena sering diceritakan mama saya tentang teman-teman saya yang sudah

bekerja, pakai baju pegawai, sering katanya beliau merasa iri kenapa anaknya yang

dulu lebih pintar hehee… (tidak mengurangi tapi melebihkan sedikit) tapi di rumah

saja sedangkan teman-teman saya sudah bekerja, padahal saya tahu kebanyakan dari

teman-teman saya itu adalah tenaga sukarela, yang di Sulawesi biasanya lebih banyak

pengeluaran ke tempat kerja dan beli baju daripada gaji yang didapat, tapi bagi orang

tua saya yang punya keterbatasan pendidikan memakai seragam pegawai itu adalah

keren.

Mengetahui hal tersebut, suami saya memberikan kebebesan sepenuhnya

kepada saya dan beliau mengatakan akan mendukung apapun itu selama saya rasa
bisa dan mampu. Meihat keseriusan saya, suami kemudian mengurus semua berkas-

berkas pendaftaran saya, mengumpulkan soal-soal dan materi-materi untuk saya

pelajari persiapan mengikuti tes CPNS. Dukungan yang tiada henti, kerjasama yang

apik saya dan suami, saat pagi buta beliau ke sekolah, dengan saya di rumah menjaga

kedua anak kami, memanfaatkan waktu tidur anak-anak untuk membaca materi dan

soal-soal yang sudah di printkan suami, dan yang paling tidak pernah saya tinggalkan

saat itu adalah sholat sunnah Dhuha. Setelah suami pulang sekitar jam 6 sore karena

saat itu sekolah suami menerapkan sistem Full Day, suami langsung mengurus anak-

anak sambil mengajar mengaji santri-santriwatinya yang dahulunya mengaji di

Mesjid kemudian untuk sementara waktu berpindah ke rumah supaya suami bisa

menjaga anak saat istrinya memasak, mencuci, melipat pakaian dll, sehingga saya

bisa belajar di malam hari ketika anak-anak kami sudah tidur.

Terkadang karena kelelahan saya ikut tertidur saat menemani anak tidur

malam, suami kadang membangunkan sholat malam dan menemani saya belajar,

beliau selalu memberikan trik dan tips serta berbagi pengalaman saat mengikuti tes

CPNS PemKab Nunukan tahun 2014 yang juga sudah menggunakan sistem CAT.

Kami juga sering berlomba mengerjakan contoh-contoh soal yang sudah kami

kumpulkan dari beberapa teman, beliau selalu membantu memecahkan soal-soal sulit

terutama yang berhubungan dengan hitungan dan logika, kebetulan suami adalah

seorang guru Kimia.


Tidak berakhir sampai disitu, justru perjuangan kami baru dimulai saat

pemberkasan awal, yang mana setiap pendaftar diwajibkan mengantarkan langsung

berkas pendaftarannya ke BKD provinsi, tidak bisa dititipkan ataupun diwakili.

Yang menjadi masalah, suami tidak dapat meninggalkan tugas dan saya yang

tidak pernah bepergian jauh tanpa ditemani suami harus berangkat dengan 2 anak usia

16 bulan dan 2 bulan. Maka lagi-lagi dengan teamwork suami istri, kami memutuskan

anak pertama tinggal dengan suami dan anak kedua ikut saya, meski sedih untuk

pertama kalinya berpisah lebih dari sehari dengan si Abang anak pertama kami

namun berbekal Doa’ suami dan orang tua serta tekad, saya berangkat dari Sei

Menggaris ke Nunukan, Nunukan ke Tarakan, Tarakan-Tanjung Selor, tidak sendiri

karena ditemani teman-teman guru honorer sekolah suami saya yang juga ikut

mengadu nasib mendaftar CPNS. Pertama kali menginjakkan kaki di Tanjung Selor

ibu kota provinsi Kalimantan Utara, tinggal di penginapan kemudian ikut antrian

panjang, menenteng berkas sambil menggendong si Adek yang belum genap 2 bulan

dan masih menyusui, Masya Allah perjuangannya begitu syahdu dah penuh suka

duka. Alhamdulillah setelah hari pertama berhasil mendapatkan nomor antrian dan

hari kedua berada di barisan teristimewa karena membawa bayi jadi tidak perlu antri,

berkas terverifikasi dan menunggu pengumuman kelulusan berkas.

Mengupdate informasi situs resmi panselnas dan dari Facebook pak Gubernur

Provinsi Kalimantan Utara Bapak Irianto Lambrie, saya mengikuti setiap proses yang

ada dengan peserta yang dinyatakan lulus untuk melanjutkan tahapan tes seleksi

kompetensi dasar (SKD) sebanyak 12.301 orang, bisa dibayangkanlah ya...


Karena jumlah peserta yang begitu banyak maka waktu tesnya dilaksanakan

secara berganti-gantian setiap harinya, hampir selama sebulan. Jadi kami yang saat

pemberkasan awal pergi bersama untuk pemberkasan tidak ada yang mendapatkan tes

di hari yang sama, maka waktu itu saya ditemani suami bersama kedua anak kami

pergi ke Tanjung Selor, kali ini kami menginap di rumah salah satu kerabat suami

saya, kami meminjam ruang tamu sebagai tempat untuk beristirahat dan tidur. Pada

hari tes berlangsung, saya begitu was-was bukan karena akan mengahadapi tes

pertama namun lebih kepada akan meninggalkan si kecil Adek yang masih menyusui,

belum pernah terpapar dot, dan harus ditinggalkan kurang lebih 4 jam karena sebelum

ujian berlangsung kita terlebih dahulu melalui proses karantina sebelum di panggil

masuk kedalam ruangan. Namun suami meyakinkan akan mampu menjaga si Adek

dan si Abang yang juga sedang aktif-aktifnya dan harus di awasi ektra ketat agar tidak

rewel dan menghabur perabotan rumah orang.

Bermodal Bismillah saya menuju ke tempat tes berlangsung, meminta restu

suami serta Doa kedua orang tua dan mertua saya, saya mengikuti tes pertama dengan

tenang dan Alhamdulilah berjalan lancar, dengan hasil yang bisa kita lihat langsung

saat kita mengakhiri dan menutup aplikasi CAT, saya dinyatakan memenuhi nilai

passing grade.

Setelah dinyatakan lulus tahapan tes seleksi kompetensi dasar (SKD), saya

kembali belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti tahapan tes seleksi kompetensi

bidang (SKB), kali ini karena belum penah dilaksanakan SKB CAT sebelumnya jadi

sama sekali belum ada gambara soal yang akan masuk.


Sama seperti saat tes pertama, saat tes tahap kedua saya tetap ditemani suami

bersama kedua jagoan kami, kali ini kami menumpang di kontrakan salah satu sepupu

suami saya yang juga sudah terangkat PNS tahun 2014 penerimaan Pemprov Kaltara,

kali ini saya ditemani keluarga sepupu suami saya yang juga sama-sama lulus ke

tahapan SKB, saat tes SKB terasa tak ada beban karena suami ditemani banyak

keluarga untuk menjaga Adek dan Abang selama Umminya berjuang. Yang tak

pernah saya lewatkan, sebelum menuju ke tempat tes, saya selalu terlebih dahulu

meminta doa dan restu suami, kedua orang tua saya dan juga ibu bapak mertua saya.

Selama tes berlangsung saya selalu menyertakan Allah di dalamnya, bahkan dalam

menjawab setiap soal saya selalu awali dengan kata “Bismillah”.

Saat waktu menjawab soal selesai saya begitu legah dan deg-degan untuk

melihat hasilnya, karena tes SKB bukan berdasarkan lulus tidaknya passing grade tapi

berdasarkan jawaban benar terbanyak, saat keluar dari koridor ruangan dan kemudian

melihat hasil tes keseluruhan peserta di layar depan, Air mata saya langsung menetes,

dan masih menenangkan hati dari yuforia berlebihan, hanya rasa syukur yang terucap,

sembari menunggu hasil print out di papan informasi untuk urutan hasil SKB per

formasi dan tidak lama menunggu hasilnya di rilis, dan Alhamdulillah nama saya

menempati urutan pertama nilai SKB formasi yang saya daftarkan, MasyaAllah.

Meski belum merupakan pengumuman akhir namun karena SKB menyumbang 60%

dari akumulasi keseluruhan hasil jadi serasa ada harapan untuk bisa lulus.
Dan benar saja, saat pengumuman akhir dirilis oleh Panselnas, saya

dinyatakan lulus CPNS dan akumulasi nilai saya berada di posisi pertama untuk

formasi Perawat Ahli Pertama.

Ini adalah rejeki anak-anak saya, ini adalah hadiah untuk orang tua saya, ini

adalah rasa hormat saya buat suami dan ini adalah pembuktian untuk keluarga dan

teman-teman saya, semoga senantiasa berberkah dan bisa memberi banyak manfaat

untuk orang banyak. Amin ya Allah!

Dan sekarang demi pengabdian, saya harus rela berpisah untuk sementara

waktu dengan anak-anak saya untuk tinggal bersama kedua orang tua saya di

Enrekang (Sul-Sel) dan juga berpisah dengan suami saya yang sedang menempuh

Tugas Belajar (PPG) di kota Makassar. Sedang saya disini, di Kalimantan Utara,

sedang berproses dari CPNS menjadi seorang PNS, Abdi Negara yang sesungguhnya.

Wassalam....

#Alhamdulillah

#Ucapan terima kasih untuk suami saya Sudirman Nur, S.Pd, Si “Abang” Ahmad

Zafran Ibrahim Nur dan Si “Adek” Ahmad Arfan Athaillah, juga untuk kedua orang

tua, ibu bapak mertua, nenek, semua saudara dan juga teman-teman saya.

#Barokallahu fiikum

Tarakan, 17 Oktober 2018

RAMLA, S.Kep., Ns.


(Peserta Latsar Angk. IX)

Anda mungkin juga menyukai