Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL

KEPERAWATAN MATERNITAS
KASUS 6 : KASUS IUFD
Disusun oleh:
Tutor F
David Firmansyah 220110160082
Isti Yuni Sriwulan 220110160083
Kharisma Gita Rinjani 220110160084
Asti Oktovianti Sunmaya 220110160085
Rifa Nur Afifah 220110160086
Khairun Nisa Rahmawati 220110160087
Alvira Putri Gitsyana 220110160088
Farida Aribah 220110160089
Olivia Rizki Khaerani 220110160090
Ricky Simbolon 220110160091
Jihan Salimah Aribah 220110160092
Annisa Rahmafillah 220110160093
Aulia Nurhanifa 220110160094
Dylla Iztiazahra 220110160095
Via Fauziati 220110160096

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
KASUS IUFD

Seorang perempuan umur 27 tahun G1P0A0 dirawat diruang kebidanan dengan diagnosa
Intrauterine Fetal Demise (IUFD) pada usia kehamilan 36 mgg. Riwayat kesehatan saat ini,
Ibu datang ke RS jam 03.00 WIB, dini hari dengan keluhan kontraksi, awalnya ibu dan suami
merasa baik-baik saja, karena selama hamil, kondisi ibu dan janin baik, sehat, control
kehamilan secara rutin. Ibu dan suami baru tahu bayinya IUFD setelah di RS dan diperiksa
kehamilannya dengan dilakukan USG, berita ini sangat mendadak bagi Ibu dan Suami saat ini
merasa sangat sedih. Pemeriksaan fisik tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 84 x/menit, s 36,5
0
C, RR 20 x/menit perut tampak tegang TFU setengah antara PX dan pusat, DJJ (-),
pemeriksaan dalam pembukaan 7 cm, kontraksi teratur, ketuban (+), presentasi kepala, hasil
USG bayi single, mati, DJJ (-) , gerak janin(-). Pembukaan terus maju, ibu kesakitan dan terus
menangis, tidak ada keluarga lain hanya suami, yang nampak diam dan tertunduk. 3 jam
kemudian bayi dilahirkan, IUFD, berat 2.5 kg, APGAR (-), kulit pucat, vernic caseosa (+),
ketuban hijau tercampur meconium, plasenta lengkap, tidak ada robekan jalan lahir. Kondisi
ibu terus menangis, selalu bilang mengapa ini terjadi pada dirinya, dan ibu juga binggung
dengan payudaranya yang sudah keluar ASI sejak usia 9 bln, sekarang harus bagaimana, dan
kapan dia boleh hamil lagi.

Learning Objective :
1. Konsep IUFD
 Pengertian
Kematian janin dalam rahim adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda
kehidupan janin dalam kandungan. Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR) atau Intra
Uterine Fethal Death (IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah dua puluh
minggu maupun sesudah kehamilan dua puluh minggu. (Rosfanty. 2009)
Menurut Whord Helth Organitation (WHO) dan The American College Of
Obstetricians and Gynecologists yang disebut kematian janin adalah yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin dalam kandungan merupakan hasil
akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi. (Sarwono, 2009).
Sedangkan menurut (Agustina.2011) yang dimaksud kematian janin adalah kematian
yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai
ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya kematian janin terjadi menjelang persalinan saat
usia kehamilan sudah memasuki delapan bulan.
 Penyebab
IUFD terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(uncomplicated pregnancy). Namun ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kejadian IUFD yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor kelainan tali pusat (termasuk
plasenta) (Winkjosastro, 2005).

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya IUFD, diantaranya :


1. Faktor plasenta :
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa
2. Faktor Ibu
a. Diabetes mellitus
b. Preeklamsi dan eklamsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i. Inkompatability rhesus
j. AIDS
3. Faktor Intrapartum
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Partus macet
d. Persalinan presiptatus
e. Persalinan sungsang
f. Obat-obatan
4. Faktor Janin
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan bawaan
d. Perdarahan otak
5. Faktor Tali Pusat
a. Prolapsus tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek

Adapun menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :

1) 50 % kematian janin bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).


2) Kondisi medis ibu (hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus)berhubungan
dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi dini dan tata laksana yang
yang sesuai akan mengurangai risiko IUFD.
3) Komplikasi plasenta (plasenta previa, abruption plasenta) dapat menyebabkan
kematian janin. Peristiwa yang tidak diinginkan akibat tali pusat sulit diramalkan,
tetapi sebagian besar sering ditemukan pada kehamilan kembar
monokorionik/monoamniotik sebelum usia gestasi 32 minggu.
4) Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus kematian
janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom, khususnya dalam kasus
ditemukannya abnormalitas struktural janin. Keberhasilan analisis sitogenetik
menurun pada saat periode laten meningkat. Kadang-kadang, amniosentesis
dilakukan untuk mengambil amniosit hidup untuk keperluan analisis sitogenetik.
5) Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin menuju ibu)
dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi pada semua kehamilan,
tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1 mL). Pada kondisi yang jarang,
perdarahan janin-ibu mungkin bersifat masif. Uji Kleuhauer-Betke (elusi asam)
memungkinkan perhitungan estimasi volume darah janin dalam sirkulasi ibu.
6) Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan pengaturan klinis
yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama >1) kehilangan kehamilan
trimester kedua dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan, peristiwa
tromboembolik vena yang tidak dapat dijelaskan.
7) Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya jelas terlihat
pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology terhadap janin,
plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.
 Tanda gejala
1. Ibu tidak merasakan gerakan janin
Diagnosis :
a. Nilai denyut jantung janin
b. Bila ibu mendapatkan sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat, kemudian nilai
ulang
c. Bila denyut jantung janin abnormal, lihat penatalaksanaan denyut jantung
janin abnormal.
d. Bila denyut jantung janin tidak terdengar, pastikan adanya kematian janin
dengan stetoskop (Doppler)
e. Bila denyut jantung janin baik, berarti bayi tidur
f. Rangsang janin dengan rangsangan suara (bel) atau dengan menggoyangkan
perut ibu sehingga ibu merasakan gerakan janin. Bila denyut jantung janin
meningkat frekuensinya sesuai dengan gerakan janin, maka janin dapat
dikatakan normal.
g. Bila denyut jantung janin cenderung turun saat janin bergerak, maka dapat
disimpulkan adanya gawat janin.
2. Gerakan janin tidak dirasakan lagi
Diagnosis :
a. Gejala dan tanda selalu ada kadang-kadang ada diagnosis kemungkinan
b. Gerakan janin berkurang atau hilang
c. Nyeri perut hilang timbul atau menetap
d. Perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu
e. Uterus tegang/kaku
f. Gawat janin atau denyut jantung janin tidak terdengar
g. Solusio plasenta
h. Gerakan janin dan denyut jantung janin tidak ada
i. Perdarahan
j. Nyeri perut hebat/syok
k. Perut kembung/cairan bebas intra abdominal
l. Kontraksi uterus abnormal
m. Abdomen nyeri
n. Denyut nadi ibu cepat
o. Rupture uteri
p. Gerakan janin berkurang atau hilang
q. Denyut jantung janin abnormal (<100 x/menit/>160 x/menit)
r. Gerakan janin/ denyut jantung janin hilang. Tanda-tanda kehamilan berhenti
s. Tinggi fundus uteri berkurang
t. Kematian janin
3. Perubahan payudara ibu
4. Tekanan darah turun drastis
5. Ukuran rahim mengecil
6. Payudara mengeluarkan kolostrum
7. Kantung janin ada gas dan janin tumpang tindih
8. Berat badan ibu menurun.
9. Tulang kepal kolaps.
10. USG : merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan.
11. Catatan : pemeriksaan radiologi dapat menimbulkan masalah dan tidak perlu. Bila
dilakukan 5 hari setelah kematian janin, akan tampak gambaran sebagai berikut : -
Tulang kepala janin tumpang tindih satu sama lain - Tulang belakang mengalami
hiperfleksi - Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah - Edema di
sekitar tulang kepala.
12. Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif. Hasil ini terjadi beberapa hari setelah
kematian janin.

 Faktor resiko

Etiologi Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat
disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik plasenta (Prawirohardjo,
2014:733)

Kematian janin dalam rahim dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. faktor ibu ,meliputi : umur, kehamilan post term (> 42 minggu) dan penyakit
yang diderita oleh ibu seperti anemia, preeklampsia,eklampsia, diabetes
mellitus, rhesus isoimunisasi, infeksi dalam kehamilan, Ketuban Pecah Dini
(KPD),ruptura uteri, hipotensi akut ibu.
b. Faktor plasental antara lain kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban.
pecah dini, vasa previa.
c. Faktor fetal antara lain adalah hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan
kongenital, kelainan genetik, infeksi
d. Sedangkan faktor resiko terjadinya kematian janin intrauteri meningkat pada
usia ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat ibu
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum)
e. Usia diatas 35 tahun beresiko 40-50 % terjadi IUFD
f. Meroko selama kehamilan
g. Kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) memiliki resiko 2x lipat akan terjadinya
IUFD dibandingkan wanita dengan IMT < 19,9
h. Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi rendah
 Jenis-jenis
Kematian janin dapat di bagi menjadi empat golongan :
a. Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai dua puluh minggu
penuh.
b. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil dua puluh minggu hingga dua puluh
delapan minggu.
c. Golongan III : Kematian sesudah kehamilan lebih dari dua puluh delapan minggu
(Late Fetal Death).
d. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
diatas.
 Patofisiologi
Kematian janin dalam kandungan Intra Uterine Fetal Death (IUFD) juga bisa
terjadi karena beberapa faktor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan,
hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang dikonsumsi ibu tidak
mencukupi kebutuhan janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat
mengakibatkan kematian. Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah kejadian
kekurangan Fe maka jika ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalaah irefersibel.
Kerja organ-organ maupun aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan
IUGR.
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada Kehamilan yang telah
lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :
1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas
kembali.
2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh inimula-mula terisi
cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi
merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin
sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di bawah
kulit.

2. Adaptasi fisik dan psikologis ibu dengan IUFD


 Hormonal
- Hormone plasenta
Keluarnya plasenta menyebabkan penurunan hormone yang diproduksi oleh
plasenta. Hormone ini menurun dengan cepat sehingga menyebabkan kadar gula
darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun
dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke – 7 post
partum dan sebagai onset pemenuhan mammae pada hari ke – 3 post partum.
- Hormone pituitary
Hormone prolactin, FSH, LH. Hormone prolactin darah meningkat dengan cepat,
pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormone prolactin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan
LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke – 3, dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
- Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada
wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan
berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada
wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi beriksar 40% setelah
6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu
- Hormone oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan
jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormone oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Selain itu, lancarnya pengeluaran ASI juga dipengaruhi oleh hormon
oksitosin
- Hormone prolaktin
Hormone prolaktin berfungsi sebagai perangsang produksi ASI
- Hormone progesterone dan estrogen
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormone estrogen
yang tinggi memperbesar hormone anti diuretic yang dapat meningkatkan volume
darah. Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum, dan vulva serta vagina
 Sistem Reproduksi
Adapun sistem reproduksi yang mengalami perubahan yakni :
- Involusi Uterus
- Involusi tempat Plasenta
- Perubahan Ligamen, serviks, lokia, vulva, vagina, dan perineum
 Adaptasi Psikologis
Berduka yang paling besar adalah disebabkan karena kematian bayi meskipun
kematian terjadi saat kehamilan. Berduka adalah respon psikologis terhadap
kehilangan. Proses berduka adalah normal, dan tugas berduka penting agar berduka
tetap normal. Kegagalan pada tugas berduka, biasanya disebabkan keinginan untuk
menghindari nyeri yang sangat berat dan stress serta ekspresi yang penuh emosi.
Seringkali menyebabkan reaksi berduka abnormal atau patologis.
Seorang ibu hamil yang kehilangan anaknya pasti mengalami proses berduka, secara
fisik dan psikologis terganggu. Secara psikologis, ibu yang pada awalnya sudah
menyiapkan diri untuk bertemu dengan bayi yang telah dikandungnya selama 9 bulan,
tiba tiba harus berduka dan menerima kenyataan bahwa bayi nya sudah tidak hidup
lagi. Sehingga, kondisi psikologis ibu terganggu. Ada 3 tahap pada proses berduka ini
:
- Syok
Ini merupakan respon awal individu terhadap kehilangan. Ibu, ayah dan keluarga
lain pasti mengalami syok. Manifestasi perilaku dan perasaan meliputi :
penyangkalan, ketidakpercayaan, putus asa, ketakutan, ansietas, rasa bersalah,
kekosongan, kesendirian, kesepian, isolasi, mati rasa, introversi (memikirkan
dirinya sendiri) tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan
akut, kurang inisiatif, tindakan mekanis, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi,
memberontak, dan kurang konsentrasi.
- Berduka
Ada penderitaan, fase realitas. Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya
terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Nyeri karena
kehilangan dirasakan secara menyeluruh dan memanjang dalam ingatan setiap
hari, setiap saat dan peristiwa yang mengingatkan. Dalam hal ini, ibu pasti
merasakan kesedihan yang teramat dalam, sehingga penting untuk
mengekspresikan emosi yang penuh untuk resolusi yang sehat.
- Resolusi
Fase menentukan hubungan baru yang bermakna. Selama periode ini, seseorang
yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit dan individu
kembali pada fungsinya secara penuh. Tanggung jawab utama petugas kesehatan
adalah membagi informasi pada orangtua. Selain itu, harus mendorong dan
menciptakan lingkungan yang aman untuk pengungkapan emosi berduka. Jika
kehilangan terjadi pada awal kehamilan. Bidan dapat dipanggil untuk
berpartisipasi dalam perawatan.

3. Manajemen laktasi pada ibu dengan IUFD


Salah satu cara mengatasinya adalah dengan melilitkan kain atau stagen selama 72 jam.
Lalu observasi keluaran ASI yang terjadi.

4. Respon kehilangan
Brier (2004) menambahkan bahwa pregnancy loss termasuk didalamnya peristiwa
IUFD, selain menimbulkan respon berduka juga merupakan sebuah stressor psikososial
bagi ibu yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan perasaan sedih yang mendalam
hingga mengganggu pandangan ibu terhadap kehamilan selanjutnya.
Schneider pada tahun 1984 mengklasifikasikan dimensi proses berduka menjadi
lima bagian, yaitu
1. Respon Kognitif terhadap Dukacita
Penderitaan saat berduka dalam beberapa hal merupakan akibat gangguan
keyakinan. Asumsi dan keyakian dasar tentang makna dan tujuan hidup terganggu, bahkan
mungkin hancur. Perubahan lain dalam pemikiran nilai – nilai yang dimiliki, menjadi lebih
bijaksana, menghilangkan ilusi tentang keabadian diri, memandang dunia secara lebih
realistis, dan mengevaluasi kembali keyakinan agama atau keyakinan spiritual.
Percaya pada kehidupan akhirat dan percaya bahwa orang yang meninggal menjadi
pembimbing pribadi merupakan respon kognitif yang berfungsi mempertahankan
keberadaan orang yang meniggal. Metode mempertahankan keberadaan orang yang
meninggal membantu mengurangi dampak kehilangan ketika individu terus memahami
realistis kehilangan.
2. Respon Emosional
Respon emosional terlihat pada semua fase proses dukacita menurut Bowlby.
Selama fase mati rasa, respon awal yang umum terhadap kabar kehilangan ialah perasaan
syok, seolah-olah tidak dapat menyadari realitas kehilangan. Pada fase kedua, kerinduan
dan pencarian, realitas mulai muncul dan individu yang berduka memperlihatkan
kemarahan, penderitaa yang besar dan menangis. Dalam keadaan putus asa, tetapi
memiliki keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu yang meninggal,
mendorong individu yang berduka untuk memeriksa dan memulihkan dirinya. Suara,
pengelihatan, dan aroma yang terkait dengan individu yang meninggal diinterpretasikan
sebagai tanda-tanda keberadaan orang yang meninggal dan terkadang menghibur klien dan
menimbulkan harapan untuk bertemu kembali. Selama fase disorganisasi dan
keputusasaan, individu yang berduka mulai memahami bahwa kehilangan tetap ada. Pola
pemikiran, perasaan dan tindakan yang terkait kehidupan dengan orang yang telah
meninggal perlu diubah. Saat semua harapan kembalinya orang yang meninggal telah
hilang, individu pasti mengalami waktu depresi, apatis atau putus asa. Pada fase
reorganisasi akhir, individu yang berduka mulai membangun kembali rasa identitas
personal, arah dan tujuan hidup, rasa mandiri dan percaya diri dirasakan. Dengan mencoba
dan menjalankan peran dan fungsi yang baru ditetapkan, individu yang berduka menjadi
kuat pribadinya. Pada fase ini, orang yang meninggal masih dirindukan, tetapi
memikirkannya tidak lagi menimbulkan perasaan sedih.
3. Respon Spiritual
Memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka merupakan aspek asuhan
keperawatan yang sangat penting. Respon emosional dan spiritual klien saling terikat
ketika klien mengalami penderitaaan.
4. Respon Perilaku
Perawat mengenali perilaku yang umum saat berduka, hal tersebut akan memberikan
bimbingan pendukung untuk mengkaji keadaan emosional dan kognitif klien secara garis
besar. Dengan mengamati individu yang berduka saat melakukan fungsi secara otomatis
atau rutin tanpa banyak pemikiran dapat menunjukan bahwa individu tersebut berada
dalam fase mati rasa proses berdua – realistis kehilangan belum terjadi. Menangis terisak,
menangis tidak terkontrol, sangat gelisah, dan perilaku mencari adalah tanda kerinduan
dan pencarian figur yang hilang.
5. Respon Fisiologis
Klien dapat mengeluh insomnia, sakit kepala, gangguan nafsu makan, berat badan
turun, tidak bertenaga, palpitasi dan gangguan pencernaan, serta perubahan sistem imun
dan endokrin.

Isolasi sosial juga merupakan tindakan yang dilakukan oleh ibu yang berduka karena
kematian janinnya. Ibu menjauhi orang lain di sekitarnya sebagai bentuk melindungi diri
sendiri dari interaksi sosial yang dapat mencetuskan stres emosional. Ibu tidak
menjalankan fungsi sosialnya karena khawatir akan situasi yang tidak nyaman, tidak
memperdulikan kehilangan yang didalamnya. Ibu juga menghindari lingkungan sosialnya
dikarenakan ibu takut akan kesedihan yang bertambah jika melihat perempuan yang
sedang hamil atau sedang bersama dengan anak-anak mereka (Patterson, 2000).

Ibu melakukan berbagai upaya dalam bentuk koping yang adaptif yaitu berfikir
positif, berusaha melupakan, bicara dengan orang terdekat, mengalihkan kesedihan,
menerima kenyataan dan peningkatkan spiritual. Namun, ibu juga melakukan koping yang
bersifat maladaptif yaitu menyalahkan diri sendiri, menolak melihat bayi dan menghindari
hal-hal yang berkaitan dengan kesedihan.

5. Masalah social-budaya akibat kehilangan


Respon tiap individu berbeda dari segi sosial dan budaya, namun beberapa hal
yang mungkin terjadi ialah :
1. Perasaan malu Ibu kepada masyarakat sekitar, karena sudah menantikan berbulan-
bulan kelahiran anaknya. Sehingga ada kemungkinan bahwa Ibu akan mengurung
diri dan menghindari kontak sosial dengan orang lain dan lingkungannya.
2. Perasaan bersalah ibu terhadap kejadian yang menimpanya/kematian anaknya.,
karena tidak mampu dalam merawat bayi yang dikandungnya.
3. Tidak menutup kemungkinan akan ada beberapa Ibu yang merasa iri terhadap
orang lain yang memiliki anak yang lahir dengan normal.

6. Efek kehilangan bayi pada keluarga


Efek yang terjadi pada ibu yang kehilangan bayi adalah stress emosional yang
cukup besar. Ibu tanpa bayi tetap meiliki kebutuhan yang sama akan perawatan fisik dan
observasi. Ibu juga sangat memerlukan kesempatan untuk berbicara mengenai
perasaannya ketika sudah siap. Komunikasi antara suami istri harus lebih diperkuat.
Pemberian waktu dan privasi kepada pasangan suami istri tersebut akan sangat
membantu untuk memperingan efek kehilangan bayi pada keluarga.

7. Perawatan untuk keluarga yang kehilangan


 Support dan komuniti group
a. Membantu penerimaan akan kehilangan
Perawat perlu memastikan bahwa orangtua telah mengatakan dengan sejujurnya
tentang keadaannya sekarang. Perawat sebaiknya bisa menemani orangtua agar
yang sedang berduka dapat menerima kenyataan kehilangan. Hal-hal yang dapat
dilakukan agar orangtua menerima kehilangannya adalah dengan
memberitahukan jenis kelamin bayi dan biarkan mereka memberi nama sang bayi
sebelum dimakamkan. Biarkan orangtua melihat wajah bayi agar dapat
mengurangi rasa sakit dan sebagai kesempatan untuk melakukan perpisahan.
Namun, yang harus diperhatikan oleh perawat adalah penting merawat bayi
selayaknya bayi hidup sebelum dibawa kepada orangtuanya, perawat harus
membuat bayi terlihat senormal mungkin agar orangtua memiliki ingatan yang
menyenangkan mengenai bayinya. Berikan keluarga waktu bersama bayinya
untuk mencium, menggendong, dan memperhatikan bayinya. Jika perlu, berikan
ruangan yang privat untuk keluarga. Orang tua akan menyampaikan secara verbal
maupun nonverbal jika sudah siap untuk berpisah.
b. Membantu orang tua dalam mengambil keputusan
Orang tua yang mengalami kehilangan akan memiliki banyak keputusan yang
harus dibuat dalam tekanan yang sangat besar karena kehilangan bayi. Orangtua
akan mencari tenaga kesehatan untuk bertanya mengenai keputusan yang mereka
ambil. Perawat harus dapat memfasilitasi kebutuhan tersebut.
c. Membantu orang berkabung untuk mengakui dan mengungkapkan perasaannya
Perawat perlu mendorong orang tua untuk menceritakan bagaimana perasaannya
dan mengdengarkannya dengan baik. Perawat harus sabar dan mengendalikan
emosi selama mendengarkan pasien bercerita karena pekerjaan tersebut sangan
berat dan dapat menyakitkan bagi seorang perawat. Berikan dukungan tanpa
menasehati atau menggunakan kata klise pada orang yang berkabung.
d. Menormalkan proses ksesedihan dan memfasilitasi koping positif
Perawat dapat membantu orang tua untuk siap menghadapi kehampaan,
kesendiran, dan kerinduan agar tidak menjadi respon kemaharahan, rasa bersalah,
dan cemas. Perawat perlu meningkatkan koping positif dengan cara
mengingatkan bahwa penting menghadapinya dengan sabar. Dapat disarankan
juga untuk melakukan kembali aktivitas normal dan berperilaku positif demi
kebaikan dirinya sendiri.
e. Membantu orang berkabung dalam berkomunikasi, mendukung, dan mendapatkan
dukungan dari keluarga
Peran keluarga sangat penting bagi seseorang yang sedang kehilangan, namun hal
ini dikembalikan lagi apakah pasien menginginkannya atau tidak. Jika orang tua
membiarkan keluarga untuk melihat sang bayi, ini akan membantu keluarga
untuk mengenal si bayi dan mengerti bagaimana perasaan orang tua. Sehingga
keluarga akan memberikan dukungan yang baik kepada yang sedang berduka.
f. Kenangan bagi orang tua untuk dibawa pulang
Orangtua membutuhkan bukti nyata yang dapat membuat mereka mengakui
kehilangan. Perawat dapat memberikan barang kenangan seperti foto, gelang, dan
baju yang sempat dikenakan oleh sang bayi.
g. Memberikan perawatan sesitif di saat dan setelah pulang
Orang tua yang mengalami kehilangan perlu diperlakukan dengan kepekaan yang
sangat besar terhadap perasaannya, memberikan bunga saat pulang akan menjadi
pilihan yang baik. Saat sudah pulang, ada beberapa cara yang dapat digunakan
perawat untuk mengetahui keadaan orang tua, seperti melakukan panggilan
telepon ada waktu sulit seperti 1 minggu pertama di rumah, 1 bulan sampai 6
bulan setelahnya, atau pada saat hari peringatan kehilangan. Tapi perlu diketahui
orang tua mana yang tidak menginginkannya. Pertemuan dengan orangtua dapat
direncanakan saat mereka memiliki janji dengan dokter untuk melakukan
pengkajian lebih jauh mengenai perasaan ibumenghadapi kehilangan.
h. Menyediakan layanan dan pengurusan jenazah
Prosedur pemakanan bergantung pada prosedur dan protokol yang dikembangkan
oleh rumah sakit. Perawat dapat menawarkan kepada keluarga untuk layanan
pengurusan jenazah. Apakah akan dilakukan oleh rumah sakit atau keluarga
sendiri yang akan melakukannya.

 Perawatan dan support untuk caregivers


Dalam penelitiannya tentang wanita dan keluarga yang mengalami kematian atau
kehilangan pada masa perinatal, Swanson-Kauffmasn (1990) mengidentifikasi suatu
kerangka kerja teoritis tentang memberi perhatian (caring) kepada orang yang
berkabung. Kerangka kerja ini dibagi menjadi 5 komponen konsep dalam memberi
perhatian, yaitu :
a. Mengetahui (knowing)
Caregiver menggunakan waktu untuk mengajukan pertanyaan kepada individu
yang berduka untuk memahami apa yang dimaksud dengan kehilangan dan arti
kehilangan tersebut bagi wanita dan keluarganya.
b. Bersama dengan (being with)
Merupakan cara caregiver menerima wanita dan keluarganya serta memahami
berbagai perasaan dan persepsi yang dialami setiap anggota keluarga.
c. Melakukan untuk (doing for)
Berfokus pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan caregiver yang meliputi
kenyamanan dan kemanan wanita dan keluarganya, seperti perawatan fisik
pemijatan punggung, dll.
d. Memampukan (enabling)
Upaya caregiver dalam menawarkan pilihan pelayanan perawatan kepada wanita
dan keluarganya . Pada awalnya caregiver harus memahami cara setiap anggota
keluarga memandang kehilangan yang dialami dan arti kehilangan tersebut bagi
anggota keluarga. Pemberin informasi, bimbingan antisipasi, pilihan dalam
mengambil keputusan, dan dukungan selama perawatan akan membantu keluarga
untuk dapat lebih mengendalikan situasi saat mereka merasa tidak memiliki atau
kehilangan kendali. Konsep ini akan meningkatkan harga diri mereka, membuat
mereka merasa lebih nyaman untuk bertanya tentang pilihan yang didasarkan
pada kebutuhan mereka untuk melupakan kenangan mereka.
e. Mempertahankan keyakinan (maintaining belief)
Upaya caregiver mendorong wanita dan keluarganya untuk mempercayai
kemampuan mereka sendiri dalam mengumpulkan kekuatan mereka dan berusaha
untuk pulih.

 Respon perawat
Tujuan perawat adalah memberi asuhan, dukungan, informasi dan bimbingan
antisipasi untuk membantu klien mengambil keputusan.
Keluarga biasanya tidak megharapkan kehilangan terjadi pada mereka, sifat alami
yang mendadak dan tidak diharapkan akibat suatu kehilangan membuat mereka
tidak siap, yang mereka perlukan adalah supaya mendapatkan kenangan yang
positif selama waktu tragis ini dalam kehidupan mereka. Merupakan tanggung
jawab perawat untuk melakukan hal-hal berikut :
- Memiliki pengetahuan tentang berduka
- Mengantisipasi hal-hal yang mungkin diperlukan keluarga atau menghargai
kenangan tsb
- Menciptakan lingkungan yang tidak menghakimi, dimana keluarga dapat
mengungkapkan perasaan dan emosi mereka, mengambil keputusan
berdasarkan kebutuhan dan merasa mendapat dukungan atas keputusannya.
 Teamwork dalam perawatan ibu dengan kehilangan janin (IUFD)
a. Teknik komunikasi dan Teknik memberikan perhatian
- Mengaktualisasikan kehilangan
- Membantu orang bertahan hidup dengan mengidentifikasi dan
menghidupkan perasaan
- Menyediakan waktu untuk berduka
- Menginterpretasi perasaan normal
- Menerima perbedaan individual
b. Kenyaman fisik
c. Pilihan untuk memori
- Memandang dan memeluk
- Mengetahui jenis kelamin atau memberikan bayi nama
- Otopsi/Donasi organ
- Memandikan bayi
- Kunjungan bersama anggota keluarga lain atau teman
- Kenangan khusus

8. Asuhan Keperawatan pada IUFD


 Pengkajian
1. Nama : Ny
2. Usia : 27 tahun
3. G..P..A.. : G1P0A0
4. Usia Kehamilan: 36 Minggu
5. Riwayat kesehatan selama kehamilan
- Kondisi ibu & janin baik
- Control kehamilan secara rutin
6. Riwayat kesehatan saat ini:
- Datang ke RS jam 03.00 WIB (dini hari)
- Keluhan kontraksi
- Hasil pemeriksaan fisik:
1) TD 120/80 mmHg
2) RR 84x/menit
3) RR 20x/menit
4) Suhu 36,5oC
5) Perut tampak tegang
6) TFU setengah antara PX dan pusat
7) DJJ (-)
8) Pembukaan 7 cm
9) Kontraksi teratur
10) Ketuban (+)
11) Presentasi kepala
12) Hasil USG: bayi single, mati, gerak janin (-)
- Bayi lahir 3 jam kemudian dalam keadaan:
1) IUFD
2) BB 2,5kg
3) APGAR (-)
4) Kulit pucat
5) Vernic caseosa (+)
6) Ketuban hijau tercampur meconium
7) Plasenta lengkap
8) Tidak ada robekan jalan lahir

7. Riwayat Psikologis (saat ini)


- Ibu terus menangis, selalu bilang mengapa ini terjadi pada dirinya
- Ibu juga bingung dengan payudaranya yang sudah keluar ASI sejak usia 9 bln,
sekarang harus bagaimana, dan kapan dia boleh hamil lagi.
- tidak ada keluarga lain hanya suami, yang nampak diam dan tertunduk.

 Diagnosa dan Intervensi


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jalan lahir.
Kriteria hasil :
- Klien menyatakan tidak nyeri
- Klien menyatakan nyaman
- Skala nyeri berkurang
- Klien dapat beraktivitas tanya merasa nyeri
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Intervensi : manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi, durasi, kualitas,
keparahan nyeri dan faktor pencetus nyeri.
b. Observasi ketidaknyamanan non-verbal
c. Ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal : relaksasi, guide imajiner, terapi
musik, distraksi.
d. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya, kegaduhan.
e. Kolaborasi : pemberian analgetik sesuai indikasi.

2. Berduka berhubungan dengan kehilangan bayi klien


Kriteria hasil :
- Klien mampu mengekspresikan tahap - tahap berduka secara normal
- Klien mampu merencanakan kehamilan selanjutnya
- Klien mampu menjalani aktivitas hidup secara mandiri tanpa menunjukkan
disfungsi berduka
Tujuan : pasien dapat melalui proses berduka secara normal dan sehat
Intervensi :
- Tahap penyangkalan (memberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan)
a. Dorong pasien mengungkapkan perasaan duka
b. Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap, siap mental
c. Dengarkan pasien dengan penuh pengertian, jangan menghukum atau
menghakimi
d. Jelaskan bahwa sikap pasien wajar terjadi
e. Beri dukungan nonverbal : memegang tangan, menepuk bahu
f. Jawab pertanyaan pasien dengan bahasa sederhana, jelas dan singkat
g. Amati respon pasien selama berbicara
h. Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap
DAFTAR PUSTAKA

riana, A. (2012). Pengaruh Kadar Hb dan Paritas dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death
(IUFD) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru . Associated Hb and Parity with the
Incidence of Intra Uterine Fetal Death (IUFD) General Hospital Arifin Achmad
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(05), 20–25.

Maryunani,anikdanyulianingsih. 2012. AsuhanKegawat DaruratandalamKebidanan. Jakarta


:CV.Trans Info Media.

Prawirohardjo,sarwono.2009.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Bina


Pustaka.

Rukiyah,Ai Yeyeh,Lia Yulianti.2010.Asuhan Kebidanan IV (Patologi


Kebidanan).Jakarta:TIM 4 Saifuddin,Abdul Bari,dkk.2009.Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Saifuddin,Abdul Bari,dkk.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rahayu, E. B. (2008). RESPON DAN KOPING IBU DENGAN KEMATIAN JANIN :


STUDI GROUNDED THEORY. Retrieved from
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-10/126756-Esti Budi Rahayu.pdf

Sari, R. A. (2015). PENGALAMAN KEHILANGAN (LOSS) PADA IBU PREEKLAMPSI


YANG KEHILANGAN BAYINYA. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/47270/1/bagian_awal-bab_3.pdf

Farrer, Helen. 2001. Keperawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC

Bobak, Lowdermilk, Jense. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC

Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., & Cashion, K. (2013). Maternity Nursing 8th Edition.
Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai