Laporan Tutorial Kasus 6 Keperawatan Mat
Laporan Tutorial Kasus 6 Keperawatan Mat
KEPERAWATAN MATERNITAS
KASUS 6 : KASUS IUFD
Disusun oleh:
Tutor F
David Firmansyah 220110160082
Isti Yuni Sriwulan 220110160083
Kharisma Gita Rinjani 220110160084
Asti Oktovianti Sunmaya 220110160085
Rifa Nur Afifah 220110160086
Khairun Nisa Rahmawati 220110160087
Alvira Putri Gitsyana 220110160088
Farida Aribah 220110160089
Olivia Rizki Khaerani 220110160090
Ricky Simbolon 220110160091
Jihan Salimah Aribah 220110160092
Annisa Rahmafillah 220110160093
Aulia Nurhanifa 220110160094
Dylla Iztiazahra 220110160095
Via Fauziati 220110160096
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
KASUS IUFD
Seorang perempuan umur 27 tahun G1P0A0 dirawat diruang kebidanan dengan diagnosa
Intrauterine Fetal Demise (IUFD) pada usia kehamilan 36 mgg. Riwayat kesehatan saat ini,
Ibu datang ke RS jam 03.00 WIB, dini hari dengan keluhan kontraksi, awalnya ibu dan suami
merasa baik-baik saja, karena selama hamil, kondisi ibu dan janin baik, sehat, control
kehamilan secara rutin. Ibu dan suami baru tahu bayinya IUFD setelah di RS dan diperiksa
kehamilannya dengan dilakukan USG, berita ini sangat mendadak bagi Ibu dan Suami saat ini
merasa sangat sedih. Pemeriksaan fisik tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 84 x/menit, s 36,5
0
C, RR 20 x/menit perut tampak tegang TFU setengah antara PX dan pusat, DJJ (-),
pemeriksaan dalam pembukaan 7 cm, kontraksi teratur, ketuban (+), presentasi kepala, hasil
USG bayi single, mati, DJJ (-) , gerak janin(-). Pembukaan terus maju, ibu kesakitan dan terus
menangis, tidak ada keluarga lain hanya suami, yang nampak diam dan tertunduk. 3 jam
kemudian bayi dilahirkan, IUFD, berat 2.5 kg, APGAR (-), kulit pucat, vernic caseosa (+),
ketuban hijau tercampur meconium, plasenta lengkap, tidak ada robekan jalan lahir. Kondisi
ibu terus menangis, selalu bilang mengapa ini terjadi pada dirinya, dan ibu juga binggung
dengan payudaranya yang sudah keluar ASI sejak usia 9 bln, sekarang harus bagaimana, dan
kapan dia boleh hamil lagi.
Learning Objective :
1. Konsep IUFD
Pengertian
Kematian janin dalam rahim adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda
kehidupan janin dalam kandungan. Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR) atau Intra
Uterine Fethal Death (IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah dua puluh
minggu maupun sesudah kehamilan dua puluh minggu. (Rosfanty. 2009)
Menurut Whord Helth Organitation (WHO) dan The American College Of
Obstetricians and Gynecologists yang disebut kematian janin adalah yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin dalam kandungan merupakan hasil
akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi. (Sarwono, 2009).
Sedangkan menurut (Agustina.2011) yang dimaksud kematian janin adalah kematian
yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai
ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya kematian janin terjadi menjelang persalinan saat
usia kehamilan sudah memasuki delapan bulan.
Penyebab
IUFD terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(uncomplicated pregnancy). Namun ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kejadian IUFD yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor kelainan tali pusat (termasuk
plasenta) (Winkjosastro, 2005).
Adapun menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :
Faktor resiko
Etiologi Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat
disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik plasenta (Prawirohardjo,
2014:733)
Kematian janin dalam rahim dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. faktor ibu ,meliputi : umur, kehamilan post term (> 42 minggu) dan penyakit
yang diderita oleh ibu seperti anemia, preeklampsia,eklampsia, diabetes
mellitus, rhesus isoimunisasi, infeksi dalam kehamilan, Ketuban Pecah Dini
(KPD),ruptura uteri, hipotensi akut ibu.
b. Faktor plasental antara lain kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban.
pecah dini, vasa previa.
c. Faktor fetal antara lain adalah hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan
kongenital, kelainan genetik, infeksi
d. Sedangkan faktor resiko terjadinya kematian janin intrauteri meningkat pada
usia ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat ibu
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum)
e. Usia diatas 35 tahun beresiko 40-50 % terjadi IUFD
f. Meroko selama kehamilan
g. Kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) memiliki resiko 2x lipat akan terjadinya
IUFD dibandingkan wanita dengan IMT < 19,9
h. Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi rendah
Jenis-jenis
Kematian janin dapat di bagi menjadi empat golongan :
a. Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai dua puluh minggu
penuh.
b. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil dua puluh minggu hingga dua puluh
delapan minggu.
c. Golongan III : Kematian sesudah kehamilan lebih dari dua puluh delapan minggu
(Late Fetal Death).
d. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
diatas.
Patofisiologi
Kematian janin dalam kandungan Intra Uterine Fetal Death (IUFD) juga bisa
terjadi karena beberapa faktor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan,
hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang dikonsumsi ibu tidak
mencukupi kebutuhan janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat
mengakibatkan kematian. Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah kejadian
kekurangan Fe maka jika ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalaah irefersibel.
Kerja organ-organ maupun aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan
IUGR.
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada Kehamilan yang telah
lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :
1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas
kembali.
2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh inimula-mula terisi
cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi
merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin
sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di bawah
kulit.
4. Respon kehilangan
Brier (2004) menambahkan bahwa pregnancy loss termasuk didalamnya peristiwa
IUFD, selain menimbulkan respon berduka juga merupakan sebuah stressor psikososial
bagi ibu yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan perasaan sedih yang mendalam
hingga mengganggu pandangan ibu terhadap kehamilan selanjutnya.
Schneider pada tahun 1984 mengklasifikasikan dimensi proses berduka menjadi
lima bagian, yaitu
1. Respon Kognitif terhadap Dukacita
Penderitaan saat berduka dalam beberapa hal merupakan akibat gangguan
keyakinan. Asumsi dan keyakian dasar tentang makna dan tujuan hidup terganggu, bahkan
mungkin hancur. Perubahan lain dalam pemikiran nilai – nilai yang dimiliki, menjadi lebih
bijaksana, menghilangkan ilusi tentang keabadian diri, memandang dunia secara lebih
realistis, dan mengevaluasi kembali keyakinan agama atau keyakinan spiritual.
Percaya pada kehidupan akhirat dan percaya bahwa orang yang meninggal menjadi
pembimbing pribadi merupakan respon kognitif yang berfungsi mempertahankan
keberadaan orang yang meniggal. Metode mempertahankan keberadaan orang yang
meninggal membantu mengurangi dampak kehilangan ketika individu terus memahami
realistis kehilangan.
2. Respon Emosional
Respon emosional terlihat pada semua fase proses dukacita menurut Bowlby.
Selama fase mati rasa, respon awal yang umum terhadap kabar kehilangan ialah perasaan
syok, seolah-olah tidak dapat menyadari realitas kehilangan. Pada fase kedua, kerinduan
dan pencarian, realitas mulai muncul dan individu yang berduka memperlihatkan
kemarahan, penderitaa yang besar dan menangis. Dalam keadaan putus asa, tetapi
memiliki keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu yang meninggal,
mendorong individu yang berduka untuk memeriksa dan memulihkan dirinya. Suara,
pengelihatan, dan aroma yang terkait dengan individu yang meninggal diinterpretasikan
sebagai tanda-tanda keberadaan orang yang meninggal dan terkadang menghibur klien dan
menimbulkan harapan untuk bertemu kembali. Selama fase disorganisasi dan
keputusasaan, individu yang berduka mulai memahami bahwa kehilangan tetap ada. Pola
pemikiran, perasaan dan tindakan yang terkait kehidupan dengan orang yang telah
meninggal perlu diubah. Saat semua harapan kembalinya orang yang meninggal telah
hilang, individu pasti mengalami waktu depresi, apatis atau putus asa. Pada fase
reorganisasi akhir, individu yang berduka mulai membangun kembali rasa identitas
personal, arah dan tujuan hidup, rasa mandiri dan percaya diri dirasakan. Dengan mencoba
dan menjalankan peran dan fungsi yang baru ditetapkan, individu yang berduka menjadi
kuat pribadinya. Pada fase ini, orang yang meninggal masih dirindukan, tetapi
memikirkannya tidak lagi menimbulkan perasaan sedih.
3. Respon Spiritual
Memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka merupakan aspek asuhan
keperawatan yang sangat penting. Respon emosional dan spiritual klien saling terikat
ketika klien mengalami penderitaaan.
4. Respon Perilaku
Perawat mengenali perilaku yang umum saat berduka, hal tersebut akan memberikan
bimbingan pendukung untuk mengkaji keadaan emosional dan kognitif klien secara garis
besar. Dengan mengamati individu yang berduka saat melakukan fungsi secara otomatis
atau rutin tanpa banyak pemikiran dapat menunjukan bahwa individu tersebut berada
dalam fase mati rasa proses berdua – realistis kehilangan belum terjadi. Menangis terisak,
menangis tidak terkontrol, sangat gelisah, dan perilaku mencari adalah tanda kerinduan
dan pencarian figur yang hilang.
5. Respon Fisiologis
Klien dapat mengeluh insomnia, sakit kepala, gangguan nafsu makan, berat badan
turun, tidak bertenaga, palpitasi dan gangguan pencernaan, serta perubahan sistem imun
dan endokrin.
Isolasi sosial juga merupakan tindakan yang dilakukan oleh ibu yang berduka karena
kematian janinnya. Ibu menjauhi orang lain di sekitarnya sebagai bentuk melindungi diri
sendiri dari interaksi sosial yang dapat mencetuskan stres emosional. Ibu tidak
menjalankan fungsi sosialnya karena khawatir akan situasi yang tidak nyaman, tidak
memperdulikan kehilangan yang didalamnya. Ibu juga menghindari lingkungan sosialnya
dikarenakan ibu takut akan kesedihan yang bertambah jika melihat perempuan yang
sedang hamil atau sedang bersama dengan anak-anak mereka (Patterson, 2000).
Ibu melakukan berbagai upaya dalam bentuk koping yang adaptif yaitu berfikir
positif, berusaha melupakan, bicara dengan orang terdekat, mengalihkan kesedihan,
menerima kenyataan dan peningkatkan spiritual. Namun, ibu juga melakukan koping yang
bersifat maladaptif yaitu menyalahkan diri sendiri, menolak melihat bayi dan menghindari
hal-hal yang berkaitan dengan kesedihan.
Respon perawat
Tujuan perawat adalah memberi asuhan, dukungan, informasi dan bimbingan
antisipasi untuk membantu klien mengambil keputusan.
Keluarga biasanya tidak megharapkan kehilangan terjadi pada mereka, sifat alami
yang mendadak dan tidak diharapkan akibat suatu kehilangan membuat mereka
tidak siap, yang mereka perlukan adalah supaya mendapatkan kenangan yang
positif selama waktu tragis ini dalam kehidupan mereka. Merupakan tanggung
jawab perawat untuk melakukan hal-hal berikut :
- Memiliki pengetahuan tentang berduka
- Mengantisipasi hal-hal yang mungkin diperlukan keluarga atau menghargai
kenangan tsb
- Menciptakan lingkungan yang tidak menghakimi, dimana keluarga dapat
mengungkapkan perasaan dan emosi mereka, mengambil keputusan
berdasarkan kebutuhan dan merasa mendapat dukungan atas keputusannya.
Teamwork dalam perawatan ibu dengan kehilangan janin (IUFD)
a. Teknik komunikasi dan Teknik memberikan perhatian
- Mengaktualisasikan kehilangan
- Membantu orang bertahan hidup dengan mengidentifikasi dan
menghidupkan perasaan
- Menyediakan waktu untuk berduka
- Menginterpretasi perasaan normal
- Menerima perbedaan individual
b. Kenyaman fisik
c. Pilihan untuk memori
- Memandang dan memeluk
- Mengetahui jenis kelamin atau memberikan bayi nama
- Otopsi/Donasi organ
- Memandikan bayi
- Kunjungan bersama anggota keluarga lain atau teman
- Kenangan khusus
riana, A. (2012). Pengaruh Kadar Hb dan Paritas dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death
(IUFD) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru . Associated Hb and Parity with the
Incidence of Intra Uterine Fetal Death (IUFD) General Hospital Arifin Achmad
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(05), 20–25.
Bobak, Lowdermilk, Jense. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC
Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., & Cashion, K. (2013). Maternity Nursing 8th Edition.
Singapore: Elsevier.