Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA MEMERANGI BUDAYA


KORUPSI DI INDONESIA

Dibuat Oleh :

Abdul Ghofur Siti Khotimah


Indah Nurlailah Rita Saptaeni
Eva Agustin Saputri Chairiza Annisa Delia
Fitri Aulia Merikrismen Walui
Dila Fadilatul Hujroh Fitri Istianisa
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA
DAN KOMPUTER (STMIK) PRANATA INDONESIA
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA
MEMERANGI BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA” dengan harapan semoga makalah
ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehinga lebih mengenal tentang
apa itu KORUPSI dan lebih peduli untuk mencegah,mengawasi KORUPSI baik
dilingkungan Masyarakat maupun Instansi pemerintahan. Akhir kata semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi Para Mahasiswa, Pelajar, Umum dan semua yang membaca
makalah ini semoga bisa di pergunakan dengan semestinya.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………..
i
Dafta Isi……………………………………………………………………….
ii

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………......................
1
- Latar Belakang……………………………………………………….............................
1
- Maksud dan Tujuan………………………………………………….............................
2

BAB II : LANDASAN TEORI…………………………………………..........................


3
A. Pengertian Korupsi secara Teoritis……………………………………………..............
3
B. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang………………………….................
4
I. Korupsi Aktif…………………………………………………………………..... 4
II. Korupsi Pasif………………………………………………………………....... 7
C. Teori Budaya Korupsi……………………………………………………………..............
8
D. Faktor Penyebab Korupsi………………………………………………………...............
10
E. Gerakan Anti Korupsi……………………………………………………………..............
12

BAB III : PEMBAHASAN………………………………………………………………....


14
A. Peran Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi ………………………................
14
B. Keterlibatan Mahasiswa…………………………………………………………...............
16
C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini di Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah
Terjadinya Tindak
Korupsi………………………………………………………................................. 17
D. Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsui di Lingkungan
Kampus……………………………………………………………………………...................
18

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………..........


19
Kesimpulan………………………………………………………………………………..........
19
Saran-Saran………………………………………………………………………………........
20

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….......
21
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh
masyarakat nasional maupun internasional. Korupsi sering dikaitkan dengan politik,
juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional,
kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Korupsi di tanah air kita ibarat
“warisan haram” tanpa surat wasiat.
Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor
penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri aspek
moral, aspek sikap atau perilaku dan aspek sosial. Faktor eksternal dilacak dari aspek
ekonomi, aspek politis, aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum dan lemahnya
penegakkan hukum, serta aspek social yaitu lingkungan atau masyarakat kurang
mendukung perilaku anti korupsi. Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek
kehidupan saja. Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi
bangsa dan negara. Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat,
khususnya dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat.
Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih
banyak kebijakan namum disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya
memberikan nilai positif yang semakin tertata, namun memberikan efek negative bagi
perekonomian secara umum. Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik mengatasi
korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan
generasi muda sekarang khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena
mahasiswa adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para
penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan
lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi
muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu
dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi pendahulunya.
II. Maksud dan Tujuan
A. Maksud
Maksud dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
perilaku korupsi di Indonesia yang sangat meprihatinkan, dan sebagai mahasiswa tentu
kami ingin memberikan kontribusi untuk mencegah terjadinya korupsi, karena
mahasiswa adalah lapisan masyarakat yang memepunyai ideologi tinggi dan mampu
memberikan pengawasan terhadap kinerja instansi pemerintahan.

B. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui pengertian dari korupsi.
b) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
c) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
d) Mengetahui peran serta Mahasiswa mencegah korupsi
e) Mengetahui dampak dari korupsi
f) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
g) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
h) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Korupsi secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono,
korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan
dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi
merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan
berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai
makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala
salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970)
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima
atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/
kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga
dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang
paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.
B. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif
dan Korupsi Pasif.
I. Korupsi Aktif
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan
Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana
Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara
Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20
Tagun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat
(1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan
negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf
a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional
Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1)
huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1)
huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal
8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan
sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di
muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan
orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang Dengan maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran
dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-
undang Nomor 20 tahun 2001) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau
memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain
atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan hutang (huruf f) Pada waktu menjalankan tugas meminta
atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang
pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya
terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah
merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan
yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya (huruf i)
- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999).

II. Korupsi Pasif


- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi
nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun
2001)
- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia,
atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun
2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang
nomor 20 tahun 2001)
- Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
C. Teori Budaya Korupsi
Di Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman lampau. Korupsi menjadi budaya
dalam sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi harga mati bagi kalangan ningrat
dan golongannya.
Korupsi merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya,
kemasyarakatan, dan kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi dimana-mana. Antara
pengusaha dan pejabat birokrat yang mempunyai kekuasaan atau antara warga
bertaraf ekonomi menengah ke bawah. Sepertinya dalam berbagai perbincangan, kata
korupsi merupakan kata yang sudah tidak aneh lagi. Seolah telah menjadi bahasa
lumrah dalam perbincangan.
Korupsi sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran etika individual melainkan
dianggap sebagai pelanggaran etika sosial sebagai kesepakatan umum. Para anggota
dewan, birokrasi, dan penegak hukum masih menganggap bahwa korupsi merupakan
tindakan pelanggaran etika individual yang harus dihindari. Berkembangnya
sikapsemacam ini justru membahayakan. Jika terjadi di kalangan anggota dewan dan
berkaitan erat dengan penegak hukum. Hal ini disebabkan karena korupsi di DPR
dilakukan dalam peraturan perundang-undangan yang sah sebagai kebijakan negara
(corruption by policy).Hal ini tentu akan merusak cita-cita dan tujuan bangsa.
Terungkapnya berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR, telah membuktikan bahwa
korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah lembaga yang memegang
kedaulatan rakyat. Dimana rakyat menaruh harapan banyak kepada para DPR. Namun
tidak semua DPR melakukan korupsi, tetapi dengan adanya DPR yng melakukan
korupsi akan mengubah persepsi masyarakat sehingga menjadi tidak percaya lagi
terhadap kinerja DPR.
Masalah lain yaitu korupsi di tingkat pegawai negeri. Dalam hal ini salah satu
pemicunya adalah gaji pegawai yang rendah. Dengan gaji pegawai yang rendah
danbanyaknya kepentingan partai politik maka semua ini akan mendorong pada
tindakan korupsi dalam birokrasi dan dalam masyarakat.
Selain itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar juga sering melakukan
tindakan korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala desa, para calon memberikan
uang kepada para warga dengan maksud agar warga memilih calon kepala desa
tersebut. hal ini juga termasuk dalam tidakan suap. Perilaku korupsi juga tak hanya
berlaku pada siapa yang menerima uang pelicin, tetapi juga pada siapa yang
memberikan uang pelicin tersebut. (Semma, 2008:36). Jadi, terhadap pemberi suap
maupun penerima suap sama-sama telah melakukan perilaku korupsi.
Di lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang membocorkan kuncijawaban
UNAS kepada murid-muridnya agar bisa lulus semua dengan nilai yang memuaskan.
Tentu hal ini juga terbilang korupsi dalam tingkat yang kecil. Murid sudah diajarkan
terlebih dahulu untuk berbuat kecurangan yaitu seperti tidak jujur dalam mengerjakan
soal UNAS. Semestinya dalam lingkup pendidikan anak sudah mulai diajarkan sejak
dini untuk selalu berperilaku jujur.
Melihat hal di atas memang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua orang di negeri ini
sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang rendah hingga sampai
taraf tinggi. Korupsi memang sudah menjadi budaya di negeri ini. suatu upaya untuk
menghilangkan korupsi tersebut dari masyarakat sama saja memusnahkan kebudayaan
masyarakat yang merupakan warisan. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu
dengan cara mengubah budaya pada masyarakat yang masih mengagungkan
kebudayaan lama yang dianut. Seberapa kuat kebudayaan lama, jika kita lama-lama
mampu mengikis secara terus menerus akan terlihat dampak dengan mulai
berkurangnya perilaku korupsi.

D. Faktor Penyebab Korupsi


Menurut Yamamah, ketika perilaku konsumtif dan materialistic masyarakat serta sistem
politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan
uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009).
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan
korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak
mampu ditahannya. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan
cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Secara umum faktor penyebab korupsi
dapat terjadi karena faktor politik, hukum, ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul
Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan
empat factor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan
birokrasi serta faktor transnasional.

1. Faktor Politik
Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika terjadi instabilitas
politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan bahkan ketika meraih dan
mempertahankan kekuasaan. Menurut Susanto (2002) korupsi level pemerintahan
adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan,
pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi, disebabkan suatu hal yang
disebut konstelasi politik. Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya perilaku
curang (politik uang) pada pemilihan anggota legislatif atau pejabat-pejabat eksekutif,
dana illegal untuk pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-
cara illegal dan teknik lobi yang menyimpang (De Asis: 2000). Dapat dikatakan bahwa
korupsi adalah hasil dari adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan
yang begitu besar tanpa keterbukaan dan pertanggungjawaban.

2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan
sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah
ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak
jelas-tegas sehingga menjadi multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan
lain, sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yang dilarang, sehingga tidak tepat
sasaran, dan sebagainya, memungkinkan peraturan tidak kompatibel dengan realitas di
masa mendatang akan mengalami resistensi. Banyak produk hukum menjadi ajang
perebutan legitimasi bagi berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan
mempertahankan dan mengakumulasi kekuasaan. Bibit Samad Riyanto (2009)
mengatakan lima hal yang dianggap berpotensi menjadi penyebab timbulnya korupsi.
Pertama, sistem politik; kedua, intensitas moral seseorang atau kelompok; ketiga,
remunerasi (pendapatan) yang minim; keempat, pengawasan baik bersifat internal-
eksternal; kelima, budaya taat aturan. Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk
(Basyaib: 2002) yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang-
undangan memberikan peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di samping itu,
praktik penegakan hukum juga masih dililiy berbagai permasalahan yang menjauhkan
hukum dari tujuannya.

3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat
dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini
tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya
dilakukan orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan hanya
dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun di
saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro:
2004). Pendapat lain menyatakan kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri
merupakan faktor paling menonjol menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia. Dari
keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil, ketidakpercayaan sistem peradilan,
banyak faktor motivasi orang kekuasaan, anggota parlemen termasuk warga biasa,
terlibat dalam perilaku korup.

4. Faktor Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang
organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur
organisasi yang benar, (c) system akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai,
(d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Melalui tujuan
organisasi para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang segala kegiatan dan
tentang apa saja yang tidak, serta apa yang dikerjakan dalam kerangka organisasi.
Tujuan organisasi dapat berfungsi menyediakan pedoman-pedoman praktis bagi
anggotanya. Tujuan organisasi menghubungkan anggota dengan berbagai tata cara
dalam kelompok. Standar tindakan anggota organisasi akan menjadi tolok ukur dalam
menilai bobot tindakan. Sebuah organisasi berfungsi baik, bila anggotanya bersedia
mengintegrasikan diri di bawah sebuah pola tingkah laku (yang normatif), sehingga
dapat dikatakan kehidupan bersama mungkin apabila anggota-anggota bersedia
memenuhi aturan yang telah ditentukan.
E. Gerakan Anti Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum dapat menunjukkan
hasil maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya angka Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia. Berdasarkan UU No.30 Tahun 2002, Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dirumuskan sebagai rangkaian tindakan untuk mencegah dan
memberanas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta
masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga) unsur utama,
yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat. Salah satu upaya
pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan suatu Gerakan Anti-Korupsi di
masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya anti-korupsi di masyarakat diharapkan dapat
mencegah munculnya perilaku koruptip. Gerakan anti-korupsi adalah suatu gerakan
jangka panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait,
yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pada dasarnya korupsi yang terjadi jika ada
pertemuan antara tiga factor utama, yaitu: niat, kesempatan, dan kewenangan.
Sehingga upaya memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan
atau setidaknya meminimalkan ketiga faktor tersebut. Karena, gerakan anti korupsi
adalah suatu gerakan yang memperbaiki perilaku individu dan sistem untuk mencegah
terjadinya perilaku koruptif, sehingga dapat memperkecil peluang berkembang luasnya
korupsi di negeri ini. Upaya perbaikan perilaku manusia antara lain dapat dimulai
dengan menanamkan nilai-nilai yang mendukung terciptanya perilaku anti-koruptif.
Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah kejujuran, kepedulian, kerja keras,
kemandirian, kedisiplinan, tanggungjawab, kesederhanaan, keberanian dan keadilan.
Penanaman nilai-nilai ini kepada masyarakat dilakukan dengan berbagai cara yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Penanaman nilai-nilai ini juga penting dilakukan
kepada mahasiswa.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Peran Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi


Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan
publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[1].

Dari sudut pandang hukum, tindak pidaana orupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:

 perbuatan melawan hukum,


 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
 memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
 merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

 memberi atau menerima hadiah atau janji (),


 penggelapan dalam jabatan,
 pemerasan dalam jabatan,
 ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
 menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)

Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling menentukan kondisi zaman


tersebut dimasa depan. Mahasiswa salah satu bagian dari gerakan pemuda. Belajar
dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari
peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Tokoh-tokoh Sumpah
Pemuda 1928 telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air
yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda memberikan inspirasi tanpa
batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Peranan
tokoh-tokoh pemuda lainnya adalag Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya
Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di depan sebagai motor
penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang mereka miliki dan
jalankan. Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan dating yang
menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Peran penting
mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki, yaitu:
intelektualitas, jiwa muda dan idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi,
jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa
mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini.
Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa
berperan penting sebagai agen perubahan (agent of change). Mahasiswa didukung
oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, ide-ide kreatif,
kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan
kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen
perubahan, mereka mampu menyuarakan kepentingan`rakyat, mampu mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga
negara dan penegak hukum.
B. Keterlibatan Mahasiswa

1. Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari lingkungan
keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat
ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang berlaku. Substansi dari
dilanggarnya aturan/tata tertib adalah dirugikannya orang lain karena haknya terampas.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa yang diawali
dari lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan. Justru karena anggota keluarga
adalah orang-orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul, maka
pengamatan terhadap adanya perilaku korupsi yang dilakukan di dalam keluarga
seringkali menjadi bias.

2. Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus dapat dibagi
ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas
mahasiswa. Untuk konteks individu, seseorang mahasiswa diharapkan dapat
mencegah agar dirinya sendiri tidak akan berperilaku koruptif dan tidak korupsi.
Sedangkan untuk konteks komunitas seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah
rekan-rekannya sesame mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan kampus untuk
tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi.

3. Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk
mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.

4. Di Tingkat Lokal dan Nasional


Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader)
dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional. Kegiatan-
kegiatan anti korupsi yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan
berkesinambungan oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi akan mampu
membangunkan kesadaran masyarakat akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu
Negara.

C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini di Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah


Terjadinya Tindak Korupsi
Pendidikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk bekal hidup setiap
orang. Disini ‘murid’ belajar memahami nilai-nilai yang diterima dan harus ditaati dalam
masyarakat tempat dia tinggal dan dalam masyarakat dunia. Dalam mempelajari nilai-
nilai ini akan ditemui manfaat jika kita mematuhi pagar aturan tersebut dan apa
akibatnya jika kita melanggarnya. Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah
bagaimana penanaman kembali nilai-nilai universal yang baik yang harus dimiliki oleh
setiap orang agar dapat diterima dan bermanfaat bagi dirinya sendiri serta
lingkungannya. Di antara sifat-sifat itu ada jujur, bertanggung jawab, berani, sopan,
mandiri, empati, kerja keras, dan masih banyak lagi. Pendidikan adalah salah satu
penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat
memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti
korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor
sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor
atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi
yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi.
Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan
anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi
mahasiswa. Karena pada dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam
perjalanan sejarah bangsa. Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna
mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya
menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah
adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral. Pelajaran akhlak
penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi
memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi.
Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Seperti yang
dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan
antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai
tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di
pendidikan tinggi. Jika hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat
Indonesia bisa optimis di masa depan kasus korupsi bisa diminimalisir.

D. Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsui di Lingkungan Kampus


1. Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan kurangnya
political-will dari pemerintah untuk mengurangi korupsi.
2. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
3. Karena beberapa perilaku sosial yang terlalu toleran terhadap korupsi.
4. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasiyang
cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi strukturdan kultur.
5. Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak pernah
memiliki roh sama sekali.
6. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas ataupengontrol, sehingga
tidak ada check and balance.
7. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsipada sistem
politik dan sistem administrasi Indonesia.
8. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga daricontoh-contoh
kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang
diajukan oleh jaksa.
9. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat yang
semakin canggih.
10. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan
amanah yang diemban.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi
yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan berimplikasi terhadap kehidupan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-
Undang Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap
generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme).
4. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang
madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah
satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti
korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi
mahasiswa. Karena pada dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam
perjalanan sejarah bangsa.
5. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan
idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting
dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan
bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent
of change).
Saran-Saran
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini
sebagai figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling awal
didapatkan generasi muda berasal dari keluarga.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan pendidikan anti
korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan Tinggi
sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai salah satu
bagian dari generasi penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide inovatif,
kebijakan, dan pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen perubahan
pembelajaran kehidupan kebangsaan.
4. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan pembelajaran
lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas sosial, masalah-
masalah yang berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dll. Sehingga termotivasi
untuk kreatif dan mandiri mengajak dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk
proaktif memberantas korupsi.
5. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari
tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
6. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk
dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala
aspek kehidupan.
7. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khusus menangani korupsi.

DAFTAR PUSTAKA
Indah wahyu utami : http://library.stmikdb.ac.id/files/disk1/1/--indahwahyu-46-1--
indahw-i.pdf
http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html (24/11/2014)
http://nurulayuislam.blogspot.com/2014/01/budaya-korupsi-di-indonesia.html
Razib, Rizal : 2013. Peran Pemuda dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia;
Internalisasi Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara.
http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-dalampemberantasan.html

Khoiri, Mishad : 2013. Pendidikan Anti Korupsi.


http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-antikorupsi.html

http://ridwanmuslim.wordpress.com/2013/04/03/makalah-korupsi-indonesia/

Rizani, Ahmad. 2013. Peran serta Pemuda sebagai Agen Pemberantasan


Korupsi.http://kompasiana.com/post/hukum/2011/01/29/peran-sertapemuda-sebagai-
agen-pemberantasan-korupsi/

http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
(diakses tanggal 24 November 2014 )

Anda mungkin juga menyukai