Anda di halaman 1dari 88

SUSUNAN PENGURUS

Penasehat MSc., Akp., SpGK


Universitas Udayana
Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E,
MS, SpParK dr. I Nyoman Sutarsa, MPH
Universitas Udayana

Penanggung Jawab
Andi Qautsar Syahrezo Penyunting Pelaksana
Universitas Hasannudin
Euginia Christa
Universitas Indonesia

Pimpinan Umum Vera Amalia Lestari


Muhammad Faisal Putro Utomo Universitas Padjajaran
Universitas Udayana
Aninditya Verinda Putrinadia
Universitas Negeri Semarang
Pimpinan Redaksi
Ayu Novita Kartikaningtyas
Pande Mirah Dwi Anggreni Universitas Brawijaya
Universitas Udayana

Humas dan Promosi


Sekretaris
Anindia Reina Yolanda
Ni Made Erika Suciari Universitas Udayana
Universitas Udayana
I Gusti Ayu Put Putri Ulandari
Universitas Warmadewa
Bendahara
Kevin Ezekia Ahmad Fahrisal
Universitas Udayana Universitas Lampung

Ahmad Fahrisal
Penyunting Ahli Universitas Lampung

Prof. Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, Dea Athaya Budiman


Sp.JP(K) Universitas Jendral Achmad Yani
Universitas Indonesia

Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG(K)


Universitas Indonesia
Tata Letak
Dr. dr. Fathiyah Isbaniah, Sp.P, M.Pd. Dewa Ayu Sri Agung Suandewi
Ked Universitas Udayana
Universitas Indonesia
Dito Setiadarma
Dr. dr Sugiarto, Sp.PD, KEMD Universitas Udayana
Universitas Negeri Sebelas Maret
Nyoman Tarita Dewi
Prof. Dr. dr. Edi Widjajanto, MS, Universitas Warmadewa

SpPK(K) D.A Viennita


Universitas Brawijaya Universitas Warmada

dr. Frilya Rachma Putri, SpKJ(K)


Universitas Brawijaya

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih,

i
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
ISSN : 2302-6391
DAFTAR ISI
Susunan Pengurus ................................................................................................................ i
Daftar Isi ...................................................................................................................................ii
Petunjuk Penulisan ........................................................................................................... iv
Sambutan Pimpinan Umum ........................................................................................ xiii

Editorial
Pandemi Mers Seoul Dan Global Health Security: Refleksi Bagi Mahasiswa
Kedokteran
Pande Mirah Dwi Anggreni
......................................................................................................................................................1

Penelitian
Korelasi Antara Kadar Feritin Serum Ibu Melahirkan Dengan Kadar Feritin Serum
Bayi Baru Lahir di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Zulfikar Ihyauddin, Tri Ratnaningsih, dan Budi Mulyono
............................................................................................................................................................................................ 4
Masalah Kesehatan Respirasi di Masyarakat Perumahan Jakarta 2012: Tinjauan
terhadap pengetahuan, sikap, kepuasan, dan asuransi kesehatan
Fauzan H. Firman, Saras S. Sesari, Randi R. Mulyadi, Elisna Syahruddin
......................................................................................................................................................................................... 11

Tinjauan Pustaka
Adipose Mesenchymal Stem Cells (ASC) Termodifikasi HIF-1α SiRNA Dengan Koadministrasi
Atorvastatin Sebagai Terapi Regeneratif Retinopati Diabetes
Jimmy O. Santoso, Ferry Liwang
......................................................................................................................................................................................... 19
Protein SRC/FAK Sebagai Target Terapi Antimetastatik Pada Kanker Payudara Melalui
Reaktivasi Anoikis dan Inhibisi Transisi Epitel-Ke-Mesenkim
Gabriele Jessica Kembuan, Kevin Julio Wijanarko
......................................................................................................................................................................................... 28
Sebuah Inovasi Booster BCG, Vaksin L-TB: Kombinasi Multistage Recombinant Protein,
ID93/GLA-SE Dengan Liposom AVE3/CPG MOTIF
Matthew Billy, Harrison Paltak Bernard Panjaitan, Thong Felicia Melida
......................................................................................................................................................................................... 42

Artikel Penyegar
Pengukuran Kadar Serotonin, N-Asetil Serotonin, dan Melatonin di Dalam Darah Sebagai
Upaya Deteksi Dini Gangguan Spektrum Autistik
Dina Sofiana
......................................................................................................................................................................................... 49

ii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Laporan Kasus
Penatalaksanaan Nefritis Lupus Pada Kehamilan
Christopher Christian Halimkesuma
......................................................................................................................................................................................... 53

Advetorial
Potensi OCIMUM SANCTUM Dalam Inhibisi Fosforilasi Serine, AKTIVASI PPAR-Γ Dan
Produksi HISS Untuk Perbaikan Resistensi Insulin Pada Kondisi Diabetes
Makhyan Jibril Al-Farabi
......................................................................................................................................................................................... 63

iii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
PETUNJUK PENULISAN
Pedoman Penulisan Artikel
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI)
Indonesia Medical Students Journal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) merupakan publikasi ilmiah
yang terbit setiap 6 bulan sekali setiap bulan Mei dan Desember berada dibawah
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dalam mempublikasikan naskah ilmiah
dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai dengan
aturan penulisan JIMKI.
A. JENIS-JENIS ARTIKEL
1. Penelitian Asli
Definisi : hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kedokteran gigi,
kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi.
Format penulisan :
 Judul penelitian
 Nama dan lembaga pengarang
 Abstrak
 Pendahuluan
 Metode penelitian
 Hasil penelitian
 Pembahasan atau diskusi
 Kesimpulan dan saran
 Daftar pustaka

2. Advertorial
Definisi : Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.
Format penulisan :
 Judul
 Nama penulis & lembaga
 Pengarang
 Abstrak
 Pendahuluan
 Pembahasan
 Kesimpulan
 Daftar rujukan

3. Artikel Penyegar
Definisi : Artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang
sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan, memberikan
human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel
bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang
perlu diketahui oleh pembaca.
Format Penulisan :
 Pendahuluan

iv
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
 Isi
 Kesimpulan
4. Tinjauan Pustaka
Definisi : Tulisan artikel review atau sebuah tinjauan terhadap suatu
fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan
masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi, ditulis dengan
memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.
Format penulisan :
 Judul
 Nama penulis & lembaga
 Pengarang
 Abstrak
 Pendahuluan
 Pembahasan
 Kesimpulan
 Daftar rujukan

5. Laporan Kasus
Definisi : artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.
Format Penulisan :
 Judul
 Abstrak
 Background
 Kasus
 Pemeriksaan penunjang
 Differential diagnosis
 Tatalaksana
 Outcome and follow up
 Discussion
 Take home message
 Reference
 Note : laporan kasus butuh pengesahan dari supervisor atau dosen
pembimbing penulis

6. Artikel Editorial
Definisi : Artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran,
kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan
farmasi. Memuat mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru,
organisasi, penelitian, penulisan di bidang keahlian tersebut di atas,
lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan. Artikel ditulis sesuai
kompetensi mahasiswa.
Format Penulisan :
 Pendahuluan
 Isi
 Penutup

B. KETENTUAN PENULISAN SECARA UMUM


1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, lugas, dan
ringkas.
2. Naskah diketik dalam microsoft word 2003
3. Menggunakan ukuran kertas A4 dengan margin kanan = 3cm, kiri = 4cm,
atas = 3cm, bawah = 3cm.

v
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
4. Naskah menggunakan 1 spasi dengan spacing after before 0 cm, jarak
antar bab atau antar subbab yaitu 1 spasi (1x enter)
5. Menggunakan Font arial reguler, size 10, sentence case, justify.
6. Naskah maksimal terdiri dari 15 halaman terhitung mulai dari judul
hingga daftar pustaka.

C. KETENTUAN PENULISAN JUDUL & SUB-JUDUL


Judul ditulis secara singkat, jelas, dan padat yang akan
menggambarkan isi naskah. Ditulis tidak terlalu panjang, maksimal 20 kata
dalam bahasa Indonesia. Ditulis dengan font arial 14 pt dicetak tebal di
bagian tengah atas dengan uppercase (semua huruf ditulis kapital), tidak
digarisbawahi, tidak ditulis di antara tanda kutip, tidak diakhiri tanda titik(.),
tanpa singkatan, kecuali singkatan yang lazim. Penulisan judul
diperbolehkan menggunakan titik dua tetapi tidak diperbolehkan
menggunakan titik koma. Penggunaan sub-judul diperbolehkan dengan
ketentuan ditulis dengan titlecase, font arial 12, center, dan dicetak tebal.

D. KETENTUAN PENULISAN NAMA PENULIS


Dibuat taat azas tanpa penggunaan gelar dan dilengkapi dengan
penjelasan asal instansi atau universitas. Penulisan nama pengarang diketik
titlecase, font arial 10, center, dan bold yang dimulai dari pengarang yang
memiliki peran terbesar dalam pembuatan artikel. Penulisan asal instansi
dimulai dari terkecil .
contoh:
Nurul M. Rahmayanti,1 Desri Astuti,2

1 Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,


Universitas Indonesia, Depok
2 Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Muhammadiyah Jakarta, Jakarta

E. PENULISAN ABSTRAK
Abstrak merupakan miniatur dari artikel sebagai gambaran utama
pembaca terhadap artikel Anda. Abstrak berisi seluruh komponen artikel
secara ringkas (pendahuluan, metode, hasil, diskusi dan kesimpulan).
Abstrak dibuat terstruktur dengan sub bagian dengan ketentuan sub bagian
dicetak tebal dan dibubuhi tanda titik dua sebelum kata selanjutnya. Abstrak
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan panjang abstrak
tidak lebih dari 250 kata (dan tidak menuliskan kutipan pustaka. Dilengkapi
dengan kata kunci sebanyak maksimal 8 kata benda yang ditulis dari umum
ke khusus. Abstrak Bahasa Inggris dan keyword ditulis italic (dimiringkan).
Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak. Kalimat pertama
menyampaikan kontribusi penulis terhadap literatur dan menjelaskan
perbedaan penelitian/telaah yang dilakukan dibanding dengan artikel lain
yang sudah ada. Jelaskan mengapa penelitian dilakukan, bagaimana cara
melakukannya, seberapa signifikan kontribusi dari penelitian tersebut, dan
hal apa saja yang bisa dikembangkan setelah penelitian berakhir.

F. KETENTUAN PENULISAN PENDAHULUAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD,


FONT ARIAL 10)

vi
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Format utama penulisan berkala ini terdiri dari 2 kolom, yang ditulis
dengan MS Word, page size A4, 1 spasi, sentence case, justify, regular, font
arial 10.
Pada bagian pendahuluan tuliskan latar belakang, penjelasan mengenai
penelitian terkait yang telah lebih dulu dipublikasikan (jika ada). Selain itu
dijelaskan pula hal-hal spesifik dalam penelitian. Kutipan dari referensi atau
daftar pustaka dibuat dengan tanda superscrift 1, dengan 1 menunjukkan
nomor dalam daftar pustaka. Istilah dalam bahasa asing dan simbol
matematika ditulis dengan huruf miring.
 Kalimat pertama dari pendahuluan menyampaikan tujuan dari
penelitian ini untuk memberikan kontribusi pada bidang tertentu
dengan melakukan atau menemukan sesuatu.
 Kutip beberapa hasil penelitian terbaru mengenai topic yang dibahas
beseta relevansinya.
 Jelaskan mengapa menulis artikel ini dan kontribusi apa yang diberikan
pada pengembangan keilmuan
 Jelaskan kebijakan yang mungkin timbul atau implikasi yang mungkin
diterapkan sebagai hasil dari penemuan tersebut (hanya jika hal
tersebut relevan)
 Jelaskan apakah penelitian mendukung atau memperluas hasil penelitian
yang sudah ada atau justru menyanggah hasil penelitian sebelumnya.

G. KETENTUAN PENULISAN METODE PENELITIAN (UPPERCASE, LEFT,


BOLD, ARIAL 10)
Penulisan metodologi penelitian berisikan desain penelitian, tempat,
dan waktu, populasi dan sampel, teknik pengukuran data, dan analisis data.
Sebaiknya menggunakan kalimat pasif dan kalimat narasi, bukan kalimat
perintah. Petunjuk:
 Merupakan bagian penting dalam artikel
 Ketahui metode penelitian terkini yang paling sesuai untuk bidang
keilmuan yang dibahas
Ketahui apakah jenis metode lain ternyata lebih memberikan signifikansi
terhadap hasil penelitian dibanding dengan metode penelitian lama yang
digunakan.

H. KETENTUAN PENULISAN HASIL (UPPERCASE, LEFT, BOLD, FONT ARIAL


10)
Penulisan hasil
 Setengah bagian dari keseluruhan artikel membahas tentang bagian ini
 Tiap tabel atau grafik harus diikuti satu paragraph yang
mendeskripsikan hasil yang tercantum dalam tabel atau grafik tersebut.
 Edit bagian ini berulang kali sampai kita benar-benar yakin bahwa
pembaca memahami apa yang disampaikan di bagian ini.

3.1 Judul Isi Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)
Judul dan subjudul yang muncul dalam bab ini dituliskan dengan
nomor bertingkat seperti contoh ini.

3.2 Subjudul Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)


Rumus kimia atau matematika dituliskan seperti contoh berikut :

√A + B3 + CO2 = ∫ X2 (1)

vii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Tabel dan gambar dapat disisipkan di tengah-tengah artikel
seperti contoh ini, atau di bagian akhir artikel.

Judul terletak diatas tabel, hanya menggunakan garis horizontal


dengan 2 atau 3 garis, tanpa menggunakan garis vertikal.
Tulisan Tabel 1 ditebalkan (bold), dengan menggunakan
ketentuan penomoran dari angka Arab. 1, 2, 3 dst (angka arab),
I, II, III (angka Romawi).

Tabel 1. Judul Tabel ( Titlecase,Center,Regular, Arial 10)


No Judul Artikel Penulis

Penulisan gambar:
Terletak dibawah gambar, dengan Bold pada tulisan gambar.
Penomoran gambar menggunakan angka Arab,

Gambar 1. Judul Gambar (titlecase,center,regular, arial 10)

I. KETENTUAN PENULISAN PEBAHASAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, ARIAL


10)
Pembahasan merupakan bagian terpenting dari keseluruhan isi
artikel ilmiah, sehingga pada umumnya memiliki proporsi paling banyak.
Fungsi pembahasan adalah menjawab masalah penelitian atau menunjukkan
pencapaian tujuan penelitian, dengan cara menafsirkan/menganalisis hasil
penelitian, juga membandingkan hasil penelitian dengan hasil dari
penelitian-penelitian yang dipakai sebagai referensi. Pada bagian ini
dilakukan juga kajian kesesuaian hasil dengan teori-teori yang dipakai.
Bahas apa yang ditulis dalam hasil, tetapi tidak mengulang hasil. Jelaskan
arti kemaknaan statistik (misal p<0.001, apa artinya?), juga kemaknaan
biologis (ukuran asosiasi penyakit—OR, RR), jika ada. Tekankan aspek baru
dan penting. Sertakan juga bahasan dampak penelitian dan
keterbatasannya.

J. KETENTUAN PENULISAN KESIMPULAN


Kesimpulan berisikan jawaban atas pertanyaan penelitian.
Kesimpulan harus menjawab tujuan khusus. Bagian ini dituliskan dalam
bentuk esai dan tidak mengandung data angka hasil penelitian. Terdiri atas
maksimal tiga paragraf yang merangkum inti hasil penelitian dan

viii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
keterbatasan penelitian, serta kemungkinan pengembangan penelitian yang
bisa dilakukan oleh pihak lain untuk mengembangkan hasil yang sudah
diperoleh.

K. KETENTUAN PENULISAN SARAN


Saran berisi rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan oleh satu atau
beberapa pihak, berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh dari
penelitian. Saran berorientasi pada perbaikan situasi kesehatan masyarakat,
sehingga dibuat untuk dilaksanakan melalui advokasi, perbaikan perilaku,
pembuatan kebijakan, atau penelitian berikutnya. Saran dibuat dalam
bentuk esai (dalam paragraf-paragraf) atau dalam poin-poin.

Contoh penulisan Pembahasan, Kesimpulan, Saran


2. PEMBAHASAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, ARIAL 10)
2.1 Judul Isi Bahasan (titlecase, left, bold, Arial 10)
2.1.1 Subjudul Isi Bahasan (titlecase, left, bold, Arial 10)
3. KESIMPULAN
4. SARAN

L. KETENTUAN PENULISAN UCAPAN TERIMAKSIH


Ucapan terimakasih bersifat opsional. Jika ditulis, maka ditujukan
kepada pihak lain yang telah membantu atau terlibat baik langsung maupun
tidak langsung dalam penelitian.

M. KETENTUAN PENULISAN SITASI


Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang
runtut. Ditulis dengan nomor sesuai urutan. Untuk penulisan sitasi yang
berasal dari 2 sumber atau lebih, penomoran dipisahkan menggunakan
koma. Nomor kutipan ditulis superskrip dan dibuat dalam tanda kurung siku
[…]
Contoh penulisan sitasi :
Cacing tanah termasuk hewan tanah sangatlah tinggi, yakni
tingkat rendah karena tidak mencapai 58-78 % dari bobot
mempunyai tulang belakang kering. Selain protein, cacing
(invertebrata). Cacing tanah tanah juga mengandung abu,
termasuk kelas Oligochaeta. serat dan lemak tidak jenuh.
Famili terpenting dari kelas ini Selain itu, cacing tanah
adalah Megascilicidae dan mengandung auxin yang
Lumbricidae.[1] merupakan hormon
Bagi sebagian orang, cacing perangsang tumbuh untuk
tanah masih dianggap sebagai tanaman.[2]Manfaat dari cacing
makhluk yang menjijikkan adalah sebagai Bahan Baku
dikarenakan bentuknya, Obat dan bahan ramuan untuk
sehingga tidak jarang cacing penyembuhan penyakit.
masih dipandang sebelah Secara tradisional cacing
mata. Namun terlepas dari hal tanah dipercaya dapat
tersebut, cacing ternyata meredakan demam,
masih dicari oleh sebagian menurunkan tekanan darah,
orang untuk dimanfaatkan. menyembuhkan bronkitis,
Menurut sumber, kandungan reumatik sendi, sakit gigi dan
protein yang dimiliki cacing tipus.[1,2]

ix
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
N. KETENTUAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Penulis Tunggal
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit.
Contoh:
Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton
UP, 1957.

Dengan dua atau tiga orang penulis


Nama penulis 1 (dibalik), Nama penulis 2, dan nama penulis selanjutnya.
Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Howe, Russell Warren, dan Sarah Hays Trott. The Power Peddlers.
Garden City: Doubleday, 1977.
Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, dan Jonathan R. Sorensen. The
Rope, the Chair, and the Needle: Capital Punishment in Texas, 1923-1990.
Austin: Univ. of Texas, 1994.

Lebih dari tiga penulis


Nama penulis 1 (dibalik), et al. judul buku (italic). Tempat terbit:
Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Edens, Walter, et al., Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP,
1977.

Editor sebagai penulis


Nama editor (dibalik), editor. Judul Buku (italic). Tempat terbit: Penerbit,
Tahun terbit.
Contoh:
Harari, Josue, editor. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979.

Penulis dan editor


Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor. Nama editor. Tempat
terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Editor. Eugene Vinaver.
London: Oxford UP, 1956.

Penulis berupa tim atau lembaga


Nama tim atau lembaga. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit,
Tahun terbit.
Contoh:
National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution Resource
Directory. Washington, D.C.: Natl. Inst. for Dispute Res., 1984.

Karya multi jilid/buku berseri


Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Jilid ke- / edisi ke-. Tempat
terbit: Penerbit, Tahun terbit.

x
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Contoh:
Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. Jilid kedua. Cambridge: Harvard UP,
1963.

Terjemahan
Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (italic). Penerjemah
Nama penerjemah. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Terjemahan
dari Judul buku yang diterjemah (italic), Tahun terbit buku yang
diterjemah.
Contoh:
Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A. M.
Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972. Terjemahan
dari L'Archéologie du savoir, 1969.

Artikel atau bab dalam buku


Nama penulis (dibalik). “judul buku”. Judul bab atau artikel (italic). Editor
Nama editor. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Halaman bab atau
artikel dalam buku.
Contoh:
Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion." Faulkner: A
Collection of Critical Essays. Editor Robert Penn Warren. Englewood Cliffs:
Prentice-Hall, 1966. 66-78.

Brosur, pamflet dan sejenisnya


Nama brosur/pamflet/sejenisnya. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa Timur, 1999.

2. SERIAL
Artikel jurnal dengan volume dan edisi
Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). Volume:Edisi
(tahun terbit): halaman
Contoh:
Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of
Romantic Silences.” Christiantity and Literature 43:1(1995): 21-35.

3. PUBLIKASI ELEKTRONIK
Buku Online
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor Nama editor. Tahun
terbit buku. Tanggal dan tahun akses <link online buku>
Contoh:
Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10
September 1998 <http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>.

Artikel jurnal online


Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). (tahun terbit
artikel). Tanggal dan tahun akses jurnal <link online jurnal>
Contoh:
Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco Polo’s
Life of the Buddha.” Exemplaria 9.1 (1997). 22 June 1998
<http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/calax.htm>

xi
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Artikel di website
“judul artikel.” Nama website (italic). Tahun terbit artikel. Tanggal dan
tahun akses. <link online artikel>
Contoh:
“Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online
Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Februari 2003.
<http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/r_mla.html>.

Publikasi lembaga
Nama lembaga. Judul artikel (italic). Oleh nama pemulis 1, nama penulis
2, dan seterusnya. Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun akses <link
online artikel>
Contoh:
United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A
National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster, dan Edward
Connors. Feb 1996. 29 June 1998
<http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt>.

xii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM
,

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) volume 3 nomor 2. JIMKI bukan hanya
sekadar wadah publikasi ilmiah, namun JIMKI juga merupakan representatif
perkembangan keilmiahan mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia. Pada tahun ini,
JIMKI yang memasuki tahun ke 8 terus berusaha untuk mempertahankan eksistensi dan
juga kualitas artikel – artikel yang diterbitkan sehingga dapat memberikan manfaat bagi
seluruh pembaca.

Dalam edisi ini, antusiasme mahasiswa kedokteran untuk bisa mempublikasikan


karyanya di JIMKI sangat tinggi.. Penyeleksian dilakukan dengan bantuan mitra bebestari
(MitBes) yang berasal dari tiga Universitas, yaitu UI, UB, UNS dan UNUD. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kualitas dan objektifitas dari artikel yang dimuat di JIMKI.

Mempublikasikan suatu karya bertujuan untuk menyebarluaskan ide dan gagasan yang
kita miliki sehingga karya kita berhak mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Di
samping itu, publikasi ilmiah juga merupakan salah satu syarat kelulusan bagi S1, maka
dari itu sudah seharusnya budaya menulis ilmiah semakin meningkat di kalangan
mahasiswa kedokteran. Dan perlu diingat bahwa hal paling penting dari suatu tulisan
adalah kebermanfaatannya bagi masyarakat. Maka dari itu, marilah berkarya demi
kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran sehingga dapat menghasilkan suatu
tulisan yang berkualitas dan memiliki manfaat yang berharga bagi umat manusia.

Pada kesempatan ini saya mewakili JIMKI ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung JIMKI dari awal hingga akhir yang
namanya tidak bisa saya tuliskan satu per satu.

Mari kita tingkatkan iklim menulis ilmiah di kalangan mahasiswa kedokteran Indonesia.

Cogito Ergo Sum!

Muhammad Faisal Putro Utomo


Pimpinan Umum Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

xiii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Editorial PANDEMI MERS SEOUL DAN GLOBAL
HEALTH SECURITY: REFLEKSI BAGI
MAHASISWA KEDOKTERAN
1
Pande Mirah Dwi Anggreni
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Ada beberapa penyakit lintas dalam beberapa bulan ini Korea Selatan
negara yang pernah mengancam global menjadi sorotan dunia.
health security, yaitu SARS, flu burung MERS pertama kali muncul di
(H5N1), flu babi (H1N1), ebola, dan Korea Selatan pada tanggal 20 Mei
MERS. Pada tahun 2003, dunia 2015, yaitu berawal dari seorang pria
menghadapi wabah SARS. Berdasarkan berumur 68 tahun terdiagnosis MERS
data WHO, wabah ini telah menginfeksi setelah melakukan perjalanan ke Timur
8.908 orang di dunia dan menyebabkan Tengah. Penyakit MERS dari pria
[1]
774 orang meninggal dunia. Pada tersebut kemudian berkembang
tahun yang sama, dunia juga menjangkit beberapa pasien dan
menghadapi wabah H5N1. WHO keluarga pasien di rumah sakit pria
mencatat dari tahun 2003 hingga 3 tersebut dirawat. Berawal dari kasus
Maret 2015 di 16 negara, terdapat tersebut, kasus MERS di Korea Selatan
sekitar 784 kasus H5N1 dan 429 semakin hari semakin bertambah.
[2]
diantaranya meninggal dunia. Hingga tanggal 28 Juni 2015, MERS
Kemudian pada tahun 2009, dunia telah menginfeksi 182 orang dan
kembali harus menghadapi wabah merenggut 32 nyawa warga Korea
H1N1. Flu babi ini merebak di 214 Selatan. Sekitar 2.562 warga Korea
negara dan menjadi pandemi global Selatan juga harus dikarantina, baik di
[3]
hingga Agustus 2010. Pada Maret fasilitas negara maupun di rumah.
2014, wabah ebola muncul di Guinea, Sebagian pasien MERS adalah orang
Afrika Barat. Wabah ebola menjadi yang pernah dirawat atau menjenguk
perhatian dunia ketika 27.443 orang kerabat dan para medis di rumah sakit.
terinfeksi di 10 negara dan hingga 24 Sebagian besar korban meninggal
Juni 2015 sebanyak 11.207 orang adalah orang lanjut usia atau orang
meninggal akibat keganasan virus yang memiliki penyakit berat. Epidemi
[4]
ebola. Terakhir, dunia menghadapi MERS di Korsel terjadi hanya di rumah
wabah MERS yang pertama kali muncul sakit dan tidak berkembang ke
[7]
di Arab Saudi dan kini telah menyebar komunitas.
ke Korea Selatan. Penyebaran MERS dari Arab
MERS merupakan sindroma Saudi hingga ke Korea Selatan, Cina,
respiratori akut berat yang disebabkan dan hingga Asia Tenggara (Thailand)
[5]
oleh suatu virus korona (MERS-CoV). dapat menjadi suatu ancaman terhadap
Kasus MERS pertama kali muncul di global health security jika tidak terkontrol
Arab Saudi pada tahun 2012. Wabah dengan baik. Kemungkinan adanya
MERS-CoV di Arab Saudi dianggap mutasi virus dan penularan virus MERS
masalah kesehatan masyarakat yang yang melalui binatang, air, hingga udara
serius, karena jutaan peziarah dari 184 dapat menambah ancaman global
negara berkumpul di Arab Saudi setiap health security. Global health security
tahun untuk melaksanakan ibadah Haji sangat penting diperhatikan mengingat
dan Umroh. Pada tanggal 26 Juni 2015, makin tingginya hubungan lintas batas
WHO mencatat 1356 orang di dunia negara. Hubungan lintas batas negara
telah terinfeksi MERS dan 484 yang tidak bisa dihindari menambah
[6]
diantaranya meninggal dunia. MERS- pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk
CoV kini telah mewabah di Korea berperan aktif dalam mencegah dan
Selatan. Hal tersebut menyebabkan mengontrol penyebaran penyakit-

1
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
penyakit menular yang dibawa oleh kepada masyarakat serta melakukan
[8]
warga negara asing. pengetatan izin masuk warga negara
Terjadinya wabah beberapa asing khususnya dari negara-negara
penyakit tersebut menyebabkan isu yang menjadi kantong penyebaran
global health security memiliki tingkat MERS. Kedua, pihak bandara
urgensi yang sama pentingnya dengan diharapkan memperketat pintu-pintu
isu pertahanan dan keamanan (state masuk kedatangan luar negeri bandara
security). Pendekatan keamanan pada internasional dan memaksimalkan
bidang kesehatan menekankan bahwa penggunaan alat deteksi suhu badan.
kesehatan merupakan kebutuhan publik Para petugas bandara juga diharapkan
yang dapat diakses secara merata, yang untuk tidak menganggap remeh jika ada
terdiri dari dua komponen mendasar, penumpang yang terdeteksi suhu
yakni empowerment and protection. badannya tidak wajar. Pihak bandara
Empowerment lebih ditujukan kepada juga harus melakukan tindakan
kemampuan dalam meningkatkan karantina jika ada penumpang yang
kapasitas individu dan komunitas dalam terindikasi mengidap MERS. Terakhir,
responsibilitas kesehatan pribadinya. masyarakat yang ingin melakukan
Sedangkan protection lebih ditujukan perjalanan ke negara-negara yang
kepada tiga pilar institusi masyarakat menjadi kantong penyebaran MERS
yakni: mencegah, memeriksa, dan seperti Arab Saudi dan Korea Selatan
mengantisipasi ancaman-ancaman diharapkan memeriksakan diri jika
[9]
terhadap kesehatan. memiliki penyakit kronis seperti penyakit
Pandemi MERS di Korea Selatan, paru-paru dan ginjal.
menunjukkan pentingnya menjaga Kasus MERS di Korea Selatan
pengendalian infeksi di rumah sakit dapat menjadi suatu refleksi bagi
untuk mencegah kemungkinan mahasiswa kedokteran khususnya bagi
penyebaran MERS-CoV di fasilitas mahasiswa kedokteran yang sedang
kesehatan. Efektivitas kontrol infeksi di berada pada masa pendidikan di rumah
rumah sakit dan sistem isolasi, dapat sakit. Mahasiswa kedokteran
dilakukan dengan menjaga kontrol diharapkan tidak menyepelekan infeksi
administratif, kontrol lingkungan, dan yang terjadi di rumah sakit karena
penggunaan peralatan perlindungan infeksi tersebut dapat berkembang
pribadi yang berstandar. Semua fasilitas menjadi suatu wabah bila tidak
kesehatan diharapkan menyediakan terdeteksi dengan baik seperti kasus
kebijakan dan prosedur untuk skrining MERS yang terjadi di Korea Selatan.
cepat dan penilaian potensi kasus Hal ini menjadi indikasi bahwa
MERS-CoV untuk memastikan pentingnya untuk melakukan kontrol
perawatan yang cepat kepada pasien yang baik pada penularan penyakit
dan untuk meminimalkan jumlah kontak infeksi di rumah sakit dengan cara
antara pasien lainnya, pengunjung, dan mengenali cara penularan dan
petugas kesehatan. Petugas kesehatan pencegahan penyakit-penyakit infeksi di
dan fasilitas kesehatan di semua negara rumah sakit. Hal ini bisa menjadi
juga harus selalu memiliki tingkat langkah-langkah kecil yang memberi
kewaspadaan tinggi untuk kemungkinan dampak besar bagi health global
MERS-CoV terutama di kalangan security terutama dalam menghadapi
wisatawan atau pekerja migran yang suatu pandemi penyakit menular
[3]
kembali dari Timur Tengah. sehingga wabah seperti yang terjadi di
Selain itu, terdapat beberapa Korea Selatan tidak terulang kembali di
langkah-langkah yang dapat dilakukan negara lain khususnya di Indonesia.
untuk memperkuat global health security
dengan melibatkan seluruh komponen DAFTAR PUSTAKA
masyarakat. Pertama, pihak pemerintah 1. Centers for Disease Control and
diharapkan lebih sigap dalam Prevention. Revised U.S.
melakukan langkah pencegahan Surveillance Case Definition for
penyebaran virus MERS dan Severe Acute Respiratory Syndrome
memberikan sosialisasi terkait MERS (SARS) and Update on SARS

2
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Cases –United States and 6. World Health Organization. Middle
Worldwide, December 2003. JAMA East Respiratory Syndrome
291(2004): 173–174. Coronavirus (MERS-CoV) –
2. European Centre for Disease Republic of Korea. (2015). 27 Juni
Prevention and Control (ECDC). 2015.
Rapid Risk Assessment Human <http://www.who.int/csr/don/26-june-
Infection with Avian Influenza A 2015-mers-korea/en/>
(H5N1) Virus, Egypt. (2015). 24 Juni 7. World Health Organization. Middle
2015.<http://ecdc.europa.eu/en/publ East respiratory Syndrome
ications/Publications/Rapid-Risk Coronavirus (MERS-CoV)—
Assessment-Influenza-A-H5N1- Republic of Korea. Disease
Egypt-March-2015.pdf> outbreak news May 30. Geneva:
3. World Health Organization. World Health Organization. (2015).
Guidelines on Natural Ventilation for 11 Juni 2015.
Infection Control in Health-care <http://www.who.int/csr/don/01-june-
Settings. Geneva: World Health 2015-mers-korea/en/>
Organization. (2009). 25 Juni 2015. 8. Chen LC. Health as a Human
<http://whqlibdoc.who.Int/publication Security Priority for the 21st
s/2009/9789241547857_eng.pdf> Century. Paper for human security
4. World Health Organization. Ebola III. Helsinki, Helsinki Process, 2004.
Sitution Report. Geneva: World 9. Von Tigerstrom, Barbara. Human
Health Organization. (2015). 25 Juni Security and International Law:
2015.<http://apps.who.int/ebola/curr Prospects and Problems. Portland:
ent-situation/ebola-situation-report- Hart Publishing Limited, 2007. ISBN:
24-june-2015> 9781841136103.
5. Zumla A, Hui DS. Middle East
Respiratory Syndrome. Lancet.
(2015). 11 Juni 2015.
<http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(15)60454-8>

3
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
KORELASI ANTARA KADAR FERITIN
Penelitian SERUM IBU MELAHIRKAN DENGAN
KADAR FERITIN SERUM BAYI BARU
LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH
BANTUL
1 2 2
Zulfikar Ihyauddin , Tri Ratnaningsih , dan Budi Mulyono
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
2
Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Pendahuluan: Ibu hamil rentan mengalami anemia defisiensi besi, hal ini diakibatkan
karena perubahan fisiologis yang terjadi dan mungkin pula akibat keadaan patologis.
Kadar besi dalam sirkulasi ibu berpengaruh dalam fisiologi transfer besi yang terjadi
melalui transfer plasenta. Penelitian ini berguna sebagai dasar pengetahuan dalam
memprediksi terjadinya anemia pada bayi baru lahir melalui pemeriksaan kadar feritin
serum (FS).
Metode: Penelitian berjenis analitik cross sectional dengan menggunakan sampel
data feritin serum yang didapatkan dari ibu melahirkan dan bayi baru lahir di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul. Pemeriksaan sampel dilaksanakan di Laboratorium Patologi
Klinik RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Jika data parametrik maka diolah menggunakan
uji korelasi Pearson, sedangkan uji korelasi Spearman digunakan pada data
nonparametrik. Data signifikan jika p<0,05.
Hasil: Subjek yang dianalisis berjumlah 242. Rata-rata kadar FS ibu sebesar 17,6
µg/L dengan 53,72% mengalami deplesi besi (FS<15µg/L) sedangkan rata-rata kadar
FS bayi baru lahir sebesar 169,6 µg/L dengan 2% mengalami deplesi
besi(FS<30µg/L). Melalui uji korelasi Spearman, didapatkan korelasi positif yang
signifikan antara kadar FS ibu melahirkan dengan kadar FS bayi baru lahir dengan
kekuatan yang sangat lemah (nilai r = 0,128, p<0,05).
Kesimpulan: Terdapat korelasi antara kadar FS ibu melahirkan dengan kadar FS bayi
baru lahir dengan korelasi positif yang sangat lemah. Hal ini memberikan kesan bahwa
FS ibu kurang berpotensi untuk menjadi prediktor terjadinya anemia pada bayi baru
lahir.

Kata Kunci: ibu melahirkan, bayi baru lahir, deplesi besi, feritin serum.

ABSTRACT

Background: Pregnant woman is vulnerable population for having iron


deficiencyanemia because of either physiologic or pathologic condition that may be
happened. Iron level circulating in maternal has influence on iron transfer process
through placenta. This research is conducted to bring knowledge on predicting anemia
on newborn through maternal feritin serum (FS).
Methods: Experiment is done as cross sectional analytic experiment by analyzing
sampleFS level of labor woman and FS level of newborn baby. Sample examination is
held in clinical pathology laboratory of RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Parametric data
will be analyzed by Pearson correlation test, whereas nonparameteric data will be
analyzed by Spearman correlation test. Significant result marked by p<0,05.
Results:The total subject participate in this research is 242. Mother’s FS mean is 17,6
µg/L with 53,72% on depletion condition (FS<15 µg/L) whether newborn’s FS mean is
169,6 µg/L with 2% on depletion condition (FS<30 µg/L).Through Spearman
correlation analysis, we get positive significant correlation between FS level of labor
woman and FS level of newborn baby (r =0,128, p <0,05).

4
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Conclusion: There is very weak correlation between FS level of labor woman and FS
level of newborn baby. So it could be implied that ferritin serum of labor woman is less
likely useful as predictor of newborn anemia.

Keywords: labor woman, newborn baby, iron depletion, ferritin serum.

1. PENDAHULUAN status besi ibu terhadap status besi tali


Mineral besi hingga kini masih pusat bayi dan kadar hemoglobin serta
[6]
menjadi nutrisi yang paling sering status besi serum bayi. Penelitian lain
[1]
ditemui dalam kondisi defisiensi. dari Rios et al. menemukan bahwa bayi
Defisiensi besi didefinisikan sebagai dari ibu anemia maupun non-anemia
kondisi feritin serum (FS) dan besi yang mendapat zat besi dalam jumlah yang
rendah atau tidak adanya besi yang sama selama kehamilan dan cadangan
dapat dicat di sumsum tulang. Kondisi besi ibu hamil tidak berpengaruh
ini mempunyai prevalensi yang jauh terhadap jumlah besi yang diperoleh
[7]
lebih besar dibandingkan dengan janin selama kehidupan intrauterin.
prevalensi anemia, khususnya pada Penelitian yang mencari korelasi
[2]
populasi ibu hamil. Pada tahun 2002, antara kadar FS antara ibu melahirkan
dikemukakan bahwa prevalensi dengan FS bayi baru lahir masih jarang
terjadinya anemia defisiensi besi (ADB) dilakukan. Penelitian ini berguna
pada ibu hamil di Bali mencapai sebagai dasar pengetahuan dalam
[3]
46,2%. Sedangkan untuk studi memprediksi terjadinya anemia pada
prevalensi anemia di Indonesia maupun bayi baru lahir yang dapat berkomplikasi
di Bantul, sampai saat ini belum pada pertumbuhan dan perkembangan
ditemukan oleh penulis. bayi. Hasil korelasi yang positif dan kuat
Anemia defisiensi besi terjadi nantinya dapat dijadikan sebagai dasar
ketika simpanan besi tubuh habis dan pembuatan kebijakan pemerintah dalam
pemenuhan besi ke jaringan menjadi melakukan suplementasi zat besi yang
tidak tercukupi. Anemia defisiensi besi lebih ketat pada ibu hamil. Penelitian ini
didefinisikan oleh International nantinya akan menguatkan penelitian-
Nutritional Anemia Consultative Group penelitian yang telah ada sebelumnya.
sebagai tahap berat dari defisiensi besi
dimana hemoglobin ataupun hematokrit 2. METODE
[4]
turun hingga dibawah cut-off. Standar Penelitian berjenis analitik cross
emas untuk mengidentifikasi defisiensi sectional dengan membandingkan kadar
besi adalah tes langsung dengan biopsi FS ibu melahirkan dengan kadar FS
sumsum tulang dan pengecatan bayi baru lahir. Penelitian dilakukan
Prussian blue, tetapi pemeriksaan ini dalam dua tahap, yaitu penelitian
masih terlalu invasif untuk penggunaan lapangan di RSU PKU Muhammadiyah
rutin, sehingga pemeriksaan tidak Bantul yang bertujuan untuk
langsung lebih sering digunakan. mengumpulkan sampel darah dan
Pemeriksaan tidak langsung terdiri atas penelitian laboratorium di Laboratorium
tes hematologi dan tes biokimiawi. Tes Patologi Klinik RSUP Dr. Sardjito yang
hematologi secara umum lebih bertujuan untuk menghitung kadar FS
sederhana untuk digunakan dan lebih sampel.
murah daripada tes biokimia, tetapi tes Definisi operasional dalam
biokimia seperti tes FS dapat penelitian ini antara lain: feritin serum
mendeteksi defisiensi besi sebelum adalah protein penyimpan utama untuk
onset dari anemia. Oleh karena itu, besi dan berada di semua sel dalam
harga tes yang lebih tinggi dapat bentuk besi terlarut dan dinyatakan
diimbangi oleh informasi yang dalam satuan µg/L; ibu melahirkan
didapatkan untuk mencegah terjadinya adalah ibu yang sedang dalam
[5]
anemia. persalinan kala I di RSU PKU
Pengukuran kadar FS memiliki Muhammadiyah Bantul; bayi baru lahir
potensi yang besar dalam mengetahui adalah bayi berusia nol bulan yang baru
status besi suatu individu. Penelitian saja dilahirkan pada kala II persalinan di
dari Singla et al. menunjukkan bahwa RSU PKU Muhammadiyah Bantul;
terdapat hubungan langsung antara deplesi besi pada ibu adalah keadaan

5
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
dimana feritin serum <15 µg/L; deplesi 0,79), lemah (r=0,4-0,59), dan sangat
[9]
besi pada bayi baru lahir adalah lemah (r<0,4).
keadaan dimana feritin serum <30 µg/L.
Populasi penelitian adalah ibu 3. HASIL PENELITIAN
melahirkan dan bayi baru lahir di Kota 3.1 Karakteristik Data Penelitian
Bantul. Sampel penelitian ditentukan Peserta yang berpartisipasi
melalui rumus berikut dengan mengacu selama penelitian dari Mei 2013 hingga
pada penelitian MacPhail et al dengan September 2013 berjumlah 314
one sided α = 0,05, β = 0,2, dan r = partisipan. Dari 314 subyek tersebut
0,21, terdapat 42 subyek yang tidak memiliki
kelengkapan data, sehingga total jumlah
subyek yang berpartisipasi dalam
penelitian ini sejumlah 272 pasangan
ibu hamil dan bayi.
Melalui analisis profil FS ibu
melahirkan, ditemukan bahwa rata-rata
sehingga ditemukan bahwa jumlah kadar FS ibu sebesar 17,6 µg/Ldengan
sampel minimal yang dibutuhkan rentang data 1,5-52,45 µg/L dan
[8]
sebanyak 136 sampel. Sampel diambil normalitas data <0,05. Pada penelitian
dari populasi dengan kriteria inklusi ini, terdapat 130 sampel (53,72%) yang
untuk ibu melahirkan adalah melahirkan berada di bawah cut-off World Health
bayi baik pervaginam maupun Organization (WHO) yaitu FS <15 µg/L,
perabdominam (sectio caesaria), sehingga dikatakan mengalami deplesi
bersedia ikut dalam penelitian, dan besi dengan rata-rata sebesar 8,43
menandatangani formulir persetujuan µg/L. Sisa data, sebanyak 112 sample
mengikuti penelitian. Kriteria inklusi (46,28%) memiliki kadar FS yang
untuk bayi baru lahir adalah bayi yang normal sehingga dikatakan tidak
dilahirkan di RSU PKU Muhammadiyah mengalami deplesi besi. Rata-rata FS
Bantul. Kriteria eksklusi diterapkan dari ibu melahirkan yang tidak
untuk menghindari kadar FS yang bias mengalami deplesi besi ialah sebesar
akibat keadaan patologis. Kriteria 28,21 µg/L. Outlier ditemukan pada 16
tersebut sebagai berikut ibu dengan data dan dicurigai mengalami infeksi,
perdarahan antepartum, hipertensi sehingga dieksklusi sebelum dilakukan
dalam kehamilan (preeklampsi, analisis bivariat.
eklampsi, superimposed Untuk profil FS bayi baru lahir,
preeklampsi/eklampsi, hipertensi ditemukan bahwa rata-rata kadar FS
kronis), diabetes melitus, infeksi bayi baru lahir sebesar 169,6 µg/L
intrapartum dan sampel darah lisis atau dengan rentang data 14,12-401,98 µg/L
ada bekuan. Kriteria eksklusi untuk bayi dan normalitas data <0,05. Adapun rata-
antara lain memiliki kelainan kongenital, rata yang ditemukan dari bayi yang
mengalami asfiksi berat, sampel darah dilahirkan dari ibu yang mengalami
lisis atau ada bekuan. Kriteria inklusi deplesi besi adalah 163,3 µg/L,
dan eksklusi diterapkan melalui analisis sedangkan rata-rata kadar FS dari bayi
rekam medis dan anamnesis. yang dilahirkan dari ibu tanpa deplesi
Sampel diolah dengan uji besi adalah 177 µg/L. Outlier ditemukan
normalitas Saphiro-wilk, jika hasil yang pada 14 data dan dicurigai mengalami
didapat merupakan data parametrik infeksi, sehingga dieksklusi sebelum
maka sampel diolah dengan dilakukan analisis bivariat.
menggunakan uji korelasi Pearson.
Apabila hasil uji normalitas 3.2 Analisis Bivariat
menghasilkan data yang nonparametrik, Melalui uji normalitas Shapiro-
maka sampel diolah dengan uji korelasi Wilk, ditemukan bahwa distribusi data
Spearman. Data diangap signifikan jika baik FS ibu melahirkan maupun FS bayi
p<0,05. Nantinya, hasil uji korelasi FS baru lahir tidak normal (<0,05) dan
ibu melahirkan dengan FS bayi baru mengindikasikan penggunaan uji
lahir diklasifikasikan berdasarkan nonparametrik yaitu Spearman Test.
Sastroasmoro & Ismael yaitu sebagai Hasil uji korelasi diperlihatkan melalui
berikut, baik (r>0,8), sedang (r=0,6- gambar 1, 2, dan 3.

6
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Gambar 1. Uji Korelasi FS Ibu Gambar 3. Uji Korelasi FS Ibu
Melahirkan dengan FS Bayi Baru Lahir Melahirkan tanpa Deplesi Besi dengan
Menggunakan Spearman Test FS Bayi Baru Lahir dari Ibu Tanpa
Deplesi Besi menggunakan Spearman
Test
Melalui uji korelasi Spearman,
didapatkan nilai korelasi (r) yang
signifikan sebesar 0,128 (p=0,046). Oleh Melalui uji korelasi Spearman,
karena itu, dapat dikatakan bahwa didapatkan nilai r yang tidak signifikan
terdapat korelasi positif antara kadar FS sebesar 0,081 (p=0,395). Oleh karena
ibu melahirkan dengan FS bayi baru itu, dapat dikatakan bahwa terdapat
lahir. korelasi positif antara kadar FS ibu
melahirkan tanpa deplesi besi terhadap
FS bayi baru lahir dari ibu melahirkan
tanpa deplesi besi.

4. PEMBAHASAN
Feritin serum yang rendah dapat
diinterpretasikan sebagai adanya
deplesi simpanan besi di dalam tubuh.
Menurut WHO, kadar FS wanita dewasa
yang kurang dari 15 µg/L dikategorikan
sebagai kondisi tubuh yang mengalami
[10]
deplesi besi. Rata-rata FS dari ibu
melahirkan cukup rendah yaitu 17,6
µg/L sehingga cukup dekat dengan nilai
ambang untuk dikatakan mengalami
Gambar 2. Uji Korelasi FS Ibu deplesi besi. Kaneshige menyebutkan
Melahirkan dengan Deplesi Besi, FS bahwa rendahnya kadar FS pada ibu
Bayi Baru Lahir dari Ibu, dan Deplesi hamil trimester tiga mungkin dipengaruhi
Besi menggunakan SpearmanTest oleh terkurasnya cadangan besi dalam
[11]
sumsum tulang. Sebaliknya, penelitian
Nilai r yang didapat sebesar Warouw mendapatkan rata-rata kadar
0,019 (p=0,828). Oleh karena itu, dapat FS ibu hamil trimester tiga yang cukup
dikatakan bahwa terdapat korelasi tinggi yaitu 61,63 µg/L. Hal ini mungkin
positif tidak signifikan antara kadar FS diakibatkan karena semua ibu hamil
ibu melahirkan dengan deplesi besi yang diteliti pernah mendapat
terhadap kadar FS bayi baru lahir dari suplementasi besi dan sebagian besar
[12]
ibu dengan deplesi besi. merupakan primigravida. Kadar FS
yang rendah menunjukkan bahwa
banyak ibu melahirkan berada dalam
kondisi yang rentan mengalami
defisiensi besi.

7
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Pada keadaan normal, tubuh maupun tanpa deplesi besi dapat
membutuhkan kurang lebih 1000 mg dikatakan tidak jauh berbeda dari rata-
simpanan besi, dimana 8-10 mg rata data keseluruhan FS bayi. Sebagai
simpanan besi berkorelasi dengan 1 tambahan, lima bayi yang mengalami
[13]
µg/L kadar FS. Menurut WHO, deplesi besi tidak kesemuanya berasal
cadangan besi tubuh sebesar 120–150 dari ibu yang mengalami deplesi besi
mg dikatakan sebagai batas deplesi besi pula, hanya dua bayi yang berasal dari
dan sangat rentan untuk mengalami ibu yang mengalami deplesi besi.
keadaan defisiensi besi. Ketika Rata-rata kadar FS baik dari ibu
simpanan besi tubuh telah habis, kadar melahirkan yang mengalami deplesi
FS akan jatuh di bawah 12 µg/L dan besi ataupun tidak mengalami deplesi
sudah tidak dapat merefleksikan besi memiliki selisih yang cukup dekat
keadaan nyata defisiensi besi dalam dengan penelitian Obladen et al. yaitu
[14]
tubuh. kadar FS 140 µg/L dan memiliki selisih
World Health Organization yang cukup besar jika dibandingkan
mengemukakan bahwa kadar FS ibu dengan penelitian Warouw dengan
[12,18]
hamil memiliki nilai yang berada dekat kadar FS mencapai 338 µg/L.
dengan cut-off deplesi besi tetapi tidak Peningkatan kadar FS dari penelitian
selalu menunjukkan defisiensi besi tersebut dimungkinkan karena adanya
[15]
secara fungsional. Pada kehamilan infeksi sehingga meningkatkan
trimester tiga, FS berada pada kondisi simpanan besi dalam sel
yang rendah meskipun cadangan besi retikuloendotelial dan menurunkan
[12]
pada sumsum tulang masih bisa kadar besi yang bersirkulasi.
ditemukan. Beberapa keadaan patologis Kadar FS bayi baru lahir 9,6 kali
dapat meningkatkan kadar FS seperti lebih tinggi dibandingkan kadar FS ibu
pada penyakit inflamasi akut maupun melahirkan dan hal ini sejalan dengan
kronis, penyakit hati seperti hepatitis, penelitian-penelitian lain seperti Warouw
keganasan darah dan neuroblastoma, dan Kaneshige dimana kadar FS bayi
pemberian preparat besi parenteral atau baru lahir masing-masing mencapai lima
[16]
peroral dalam jangka panjang. kali dan sepuluh kali lebih tinggi
Jaime-Perez et al. menetapkan dibandingkan dengan kadar FS ibu
[12,13]
cut-off kadar deplesi besi untuk sampel melahirkan. Hasil ini mendukung
darah tali pusar sebesar 30 µg/L, teori bahwa serum feritin ibu hamil
sehingga pada penelitian ini didapatkan biasanya mulai turun pada minggu ke-
lima sampel (2%) yang berada di bawah 12 sampai minggu ke-25 kehamilan
[17]
cut-off atau mengalami deplesi besi. dengan transfer besi terbesar terjadi
[2]
Bayi baru lahir yang mengalami deplesi pada minggu ke-30 kehamilan.
besi memiliki rata-rata kadar FS di Penelitian ini memberikan hasil
bawah ambang normal yaitu 21,6 µg/L, korelasi signifikan positif yang sangat
sedangkan bayi baru lahir yang tidak lemah (r=0,128; p<0,05). Sampai saat
mengalami deplesi besi memiliki rata- ini, korelasi antara kadar FS ibu
rata kadar FS yang tinggi yaitu sebesar melahirkan dengan kadar FS bayi baru
172,75 µg/L. lahir masih menunjukkan hasil yang
Sebagian besar bayi baru lahir berbeda-beda. Beberapa penelitian
memiliki simpanan besi yang cukup atau memiliki hasil dengan korelasi yang
tidak mengalami deplesi besi. Rata-rata sangat lemah (r<0,4) seperti penelitian
kadar FS bayi baru lahir menunjukkan MacPhail, penelitian Lao et al.,
hasil yang tinggi yaitu sebesar 169,6 penelitian Vasquez-Molina ME et al.
µg/L, dengan rentang data dari data dengan hasil masing-masing yaitu
terkecil 14,12 µg/L hingga data terbesar r=0,21, r=0,10 dan r=0,15. Hasil ini
401,98 µg/L. Adapun rata-rata yang memberikan kesan bahwa janin mampu
ditemukan dari bayi yang dilahirkan dari mengambil besi dari ibu tanpa
[8,20,21]
ibu yang deplesi besi adalah 163,3 µg/L, tergantung dari cadangan besi ibu.
sedangkan rata-rata kadar FS dari bayi Janin memiliki mekanisme kompensasi
yang dilahirkan dari ibu tanpa deplesi yang dapat digunakan dalam kondisi
besi adalah 177 µg/L. Hal ini status besi ibu yang rendah, sehingga
menunjukkan bahwa rata-rata FS bayi status besi janin dapat tercukupi dengan
baik dari ibu dengan deplesi besi baik.

8
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Mekanisme ini dijelaskan oleh balik pada situasi kadar FS bayi yang
Allen dengan adanya mekanisme makin buruk dengan ibu yang
peningkatan reseptor transferin plasenta mengalami defisiensi besi yang semakin
yang akan meningkatkan besi yang berat. Hal ini akan memberikan
[2]
akan disalurkan melalui plasenta. dukungan pada penelitian ini, bahwa
Secara umum masih pada penelitian korelasi sangat lemah yang muncul
yang sama, diasumsikan bahwa status merupakan bentuk keberhasilan dari
besi janin tidak tergantung pada status mekanisme kompensasi dari bayi, dan
besi maternal selama kehamilan, kecuali pada titik dimana defisiensi besi, bentuk
jika janin tersebut dilahirkan dari ibu parah dari deplesi besi terjadi pada ibu,
dengan kondisi anemia yang berat. mekanisme kompensasi ini akan gagal
Mekanisme kompensasi ini sejalan dan kondisi deplesi besi pada bayi dapat
dengan penelitian yang dilakukan Rusia diprediksi.
et al. dimana konsentrasi reseptor
serum transferin ditemukan meningkat 5. KESIMPULAN
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu Dari penelitian ini dapat
[21]
dengan anemia. disimpulkan bahwa terdapat korelasi
Penelitian lain menunjukkan hasil antara kadar FS ibu melahirkan dengan
korelasi yang positif lemah seperti pada kadar FS bayi baru lahir dengan korelasi
penelitian Kaneshige, Singla, dan positif yang sangat lemah dan signifikan.
Warouw et al. yang mengindikasikan Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua
bahwa status besi bayi sangat ibu hamil yang mengalami deplesi besi
[6,8,9]
bergantung pada status besi ibu. akan melahirkan bayi yang mengalami
Penelitian Rusia menghasilkan korelasi deplesi besi pula, sehingga dapat
yang positif yaitu r=0,40 pada ibu hamil dikatakan bahwa feritin serum ibu
dengan prevalensi anemia defisiensi kurang berpotensi untuk menjadi
[21]
besi sebesar 34%. Sedangkan prediktor terjadinya anemia pada bayi
penelitian Warouw et al. memberikan baru lahir.
hasil korelasi sebesar r=0,538 dengan
[9]
nilai kemaknaan 0,002 (p<0,01). DAFTAR PUSTAKA
Korelasi positif lemah dijelaskan sebagai 1. Umbreit,J. “Iron Deficiency:
indikasi bahwa cadangan besi ibu AConcise Review.” American
merefleksikan cadangan besi bayi. Hal Journal of Hematology,
ini memberikan kesan bahwa pada 2005.78(1):225-231.
suatu cut-off tertentu dimana cadangan 2. Allen, LH. “Anemia and Iron
besi ibu telah sangat terkuras, Deficiency: Effects on Pregnancy
mekanisme kompensasi yang dilakukan Outcome”,American Journal Clinical
oleh janin untuk memenuhi kebutuhan Nutrition, 71:(2007):1280S-1284S.
besi intrauterin tidak dapat dilakukan. 3. Suega. K, et al. ”Iron-deficiency
Sehingga sebagai konsekuensinya, Anemia in Pregnant Women in Bali,
janin akan mengalami penurunan Indonesia: A Profile of Risk Factors
cadangan besi seperti yang terjadi pada and Epidemiology”,Southeast Asian
kondisi ibu yang mengandungnya. Journal Tropical Medical Public
Hasil penelitian yang Health, 33:3(2002):604-607.
menunjukkan bahwa terdapat korelasi 4. Stoltzfus,RJ dan Dreyfuss, ML.
positif yang sangat lemah, memberikan ”Guidelines for The Use of Iron
kesan bahwa feritin serum ibu kurang Supplements to Prevent and Treat
berpotensi untuk menjadi prediktor Iron Deficiency Anemia”, INACG,
terjadinya anemia pada bayi baru lahir. (2011).
Penelitian ini dapat dikembangkan lebih 5. Wu AC, Lesperance L, dan
lanjut dengan dilakukan penelitian pada Bernstein, H. “Screening for Iron
sampel yang diikuti kehamilannya sejak Deficiency”,Pediatrics in Review,
trimester satu kehamilan, sehingga 23:5(2002):171-178.
diharapkan didapatkan data kadar FS 6. SinglaPN, et al. ”Fetal Iron Status in
sejak awal kehamilan. Variabel bebas Maternal Anemia”,Acta Paediatr,
penelitian juga dapat dikembangkan ke 85:(1996):1327-1330.
status besi lain seperti hemoglobin, 7. Rios E, Lipschitz DA, Cook JD, dan
sehingga nantinya dapat ditemukan titik Smith NJ. “Relationship of Maternal

9
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
and Infant Iron Stores as Assessed Deficiency in Populations”,Vitamin
by Determination of Plasma and Mineral Nutrition Information
Feritin”,Pediatric, 55:(1975):694-7. System (2011). 11 September
8. MacPhail AP, et al. ”The 2014<http://www.who.int/vmnis/indic
Relationship between Maternal and ators/serum_ferritin.pdf.>
Infant Iron Status”, Scand J 16. Suega K, et al. “Perbandingan
Haematol, 25:2 (1980):141-150. Beberapa Metode Diagnosis
9. Sastroasmoro, S dan Ismael, S, Anemia Defisiensi Besi: Usaha
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Mencari Cara Diagnosis yang Tepat
Klinis, 4th ed. Jakarta: Sagung Seto, untuk Penggunaan Klinik”, Jurnal
2011. Penyakit Dalam, 8:1(2007):1-12.
10. World Health Organization. 17. Jaime-Perez JC, Herrera-Garza JL,
“Worldwide Prevalence of dan Gomez-Almaguer D. ”Sub-
Anaemia 1993–2005”, WHO Global Optimal Fetal Iron Acquisition Under
Database, (2008). a Maternal Environment”,Archives of
11. Kaneshige E. “Serum Ferritin as an Medical Research, 36(2005):598-
Assessment of Iron Stores: Other 602.
Hematologic Parameters during 18. Obladen M, Diepold K, dan Maier
Pregnancy”, Obstet Gynecol, RF. “Venous and Arterial
57:(1981):238-241. Hematologic Profiles of Very Low
12. Warouw NN dan Wiriadinata S. Birth Weight Infants”,European
“Hubungan Feritin Serum Ibu Hamil Multicenter rhEPO Study
Trimester ke Tiga dengan Bayi Group,Pediatrics, 106:4(2000):707–
Berat Badan Lahir Rendah”,Cermin 711.
Dunia Kedokteran,146:(2005):5-15. 19. Lao TT, et al. “Relationship Between
13. Tandara L dan Salamunic I. ”Iron Newborn and Maternal Iron Status
Metabolism: Current Facts and and Haematological Indices”,Biol
Future Directions”,Biochemica Neonate, 60:(1991):303–307.
Medica, 22:(2012):311-328. 20. Vasquez-Molina ME, et al.
14. Cook JD dan Finch CA. “Assessing “Relationship Between Maternal and
Iron Status of a Population”, Neonatal Iron Stores”,Salud Publica
American Journal of Clinical Mex, 43:(2001):402-407.
Nutrition, 32:(1979):2115-2119. 21. Rusia U, et al. “Effect of Maternal
15. World Health Organization.“Serum Iron Deficiency Anaemia on Foetal
Ferritin Concentrations for The Outcome”, Indian J Pathol Microbiol,
Assessment of Iron Status and Iron 38:(1995):273-279.

10
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
MASALAH KESEHATAN RESPIRASI DI
Penelitian MASYARAKAT PERUMAHAN JAKARTA 2012:
Tinjauan terhadap pengetahuan, sikap,
kepuasan, dan asuransi kesehatan
1 1 1
Fauzan H. Firman, Saras S. Sesari, Randi R. Mulyadi, Elisna
2
Syahruddin
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
2
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
3
Staff PengajarABSTRAK
Departemen Biologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Email: suryawijaya_102@yahoo.com
Pendahuluan: Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu masalah kesehatan
di Indonesia. Masalah kesehatan tersebut terdiri dari tuberkulosis paru, asma, penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK), dan pneumonia. Untuk menurunkan prevalensi masalah
kesehatan respirasi tersebut, perlu interaksi yang baik antara faktor internal berupa
pengetahuan dan sikap serta faktor eksternal berupa kepuasan terhadap fasilitas
kesehatan dan asuransi kesehatan. Interaksi tersebut dapat terlihat dalam bentuk
hubungan antara variabel – variabel tersebut dengan variabel masalah kesehatan
respirasi.
Metode: Desain penelitian adalah cross-sectional. Pengambilan sampel menggunakan
cluster sampling dan simple random sampling. Sampel sebanyak 107 subjek berasal dari
Bintaro, Jakarta Selatan. Data primer didapat melalui pengisian kuesioner dengan
metode wawancara. Variabel bebas adalah pengetahuan, sikap, kepuasan terhadap
fasilitas kesehatan, dan kepemilikan asuransi kesehatan. Variabel terikat adalah masalah
kesehatan respirasi meliputi tuberkulosis paru, asma, bronkitis kronik, dan emfisema.
Hasil: Prevalensi masalah kesehatan respirasi sebesar 27,88%. Hubungan antar variabel
menggunakan uji Chi-Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara masalah
kesehatan respirasi dengan pengetahuan kesehatan respirasi (p<0,001), sikap preventif
(p=0,032), kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan (p<0,001), dan kepemilikan
asuransi kesehatan (p=0,022). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masalah
kesehatan respirasi dengan pengetahuan penyakit respirasi (p=0,380) dan sikap
healthcare-seeking (p=0,376).
Diskusi: Prevalensi yang didapatkan dalam penelitian over estimasted dengan data yang
ada. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang sama antara variabel yang diteliti
dalam penelitian ini.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan kesehatan respirasi, sikap
preventif, kepuasan terhadap fasilitas kesehatan, asuransi kesehatan dengan masalah
kesehatan respirasi.

Kata kunci: masalah kesehatan respirasi, pengetahuan, sikap, kepuasan, asuransi


kesehatan, perumahan, Jakarta

ABSTRACT

Introduction: Respiratory health problems are one among million health problems in
Indonesia.These problems are including lung tuberculosis, asthma, chronic obstructive
pulmonary disease (COPD), pneumonia, and lung cancer. For lowering down the
prevalence of respiratory health problems, a good interaction between internal factors like
knowledge and attitude; and external factors like satisfactory towards health facillities and
insurance is crucial. Those interaction can be seen in the relations betweenthose
variableswith the respiratoryhealth problems variable.
Methods: Design of this study is cross-sectional. Samples are chosen by simple random
sampling. Total samples are 107 subjects from Bintaro, South Jakarta. Primary data were
collected by filling out questionnaires using interview methods. The independent variables

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 11


are knowledge, attitude, satisfaction of health facillities, and ownership of health
insurance. The dependent variable is the respiratory health problems.
Results: Prevalence of respiratory health problems is 27,88%. The relationshipamong
variablesare analized using Chi-Square, which showsthat there is relationship between
respiratory health problems with knowledge of respiratory health (p<0,001), preventive
attitude (p=0,032), satisfactory towards health carefacilities (p<0,001), and ownership of
health insurance (p=0,022). There is noassociation between respiratory health problems
with the knowledge of respiratory disease (p=0,380) and healthcare-seeking attitude
(p=0,376).
Discussion: There is difference of prevalence with other studies because of region areas
and samples included in the research. Some studies show same relationship among
variables included in this study.
Conclusion: There is relationship among knowledge of respiratory health, preventive
attitude, satisfactory towards health care facilities, health insurances, and respiratory
health problems.

Key words: respiratory health problems, knowledge, attitude, satisfactory, health


insurance, Jakarta

1. PENDAHULUAN kesehatan respirasi. Mengenai fasilitas


Masalah kesehatan respirasi kesehatan, kepuasan terhadap fasilitas
merupakan salah satu masalah kesehatan dan kepemilikan asuransi
kesehatan yang memiliki urgensi cukup kesehatan merupakan hal yang penting
penting. di Indonesia. Menurut data juga untuk dikaji.
National Health Survey tahun 2001, Berdasarkan penjelasan di atas,
masalah kesehatan respirasi menjadi masalah kesehatan respirasi masih
penyebab kematian ketiga di Indonesia sangat perlu diangkat menjadi sebuah
setelah penyakit infeksi dan penyakit topik penelitian. Penelitian ini dilakukan
kardiovaskular. Masalah kesehatan untuk mengetahui prevalensi masalah
respirasi yang sering ditemukan di kesehatan respirasi di Jakarta pada
Indonesia antara lain tuberkulosis paru, tahun 2012 serta mengetahui hubungan
asma, penyakit paru obstruktif kronik antara faktor-faktor tersebut dengan
(PPOK), dan pneumonia. Prevalensi masalah kesehatan respirasi. Penelitian
keempat masalah kesehatan tersebut di ini dilakukan di masyarakat perumahan
Indonesia masih cukup tinggi. karena penelitian-penelitian sebelumnya
Prevalensi tuberkulosis paru di Jakarta belum ada yang dilakukan di populasi
pada tahun 2012 adalah 256 per masyarakat perumahan di Jakarta.
100.000 penduduk dan prevalensi
pneumonia di Jakarta pada tahun 2012 2. METODE
[1]
adalah 960 per 100.000 penduduk. Penelitian ini adalah studi analitik
Prevalensi asma di Jakarta pada tahun yang menggunakan desain potong
2013 adalah 5,2% dan prevalensi PPOK lintang.. Cara pemilihan sampel pada
di Jakarta pada tahun 2013 adalah penelitian ini terbagi dua. Tahap
[2]
5,6%. pertama dilakukan pengacakan untuk
Prevalensi masalah kesehatan memilih kelurahan tempat penelitian dan
respirasi tersebut perlu diturunkan. tahap kedua dilakukan pengacakan
Interaksi dari berbagai komponen untuk memilih subjek penelitian.
seperti yang terdapat dalam konsep Populasi target yaitu masyarakat
Bloom merupakan gagasan yang perumahan di Jakarta dari kelurahan
diperlukan untuk menurunkan prevalensi terpilih. Berdasarkan randomisasi yang
masalah kesehatan respirasi. Menurut dilakukan, kelurahan terpilih adalah
teori tersebut, kesehatan individu kelurahan Bintaro (populasi terjangkau).
dipengaruhi oleh faktor internal Selanjutnya dilakukan simple random
(indvidu), gaya hidup, lingkungan, dan sampling untuk menentukan 107 subjek
[3]
fasilitas kesehatan. Pengetahuan dan di lingkungan perumahan yang akan
sikap merupakan faktor internal dan menjadi sampel penelitian. Sampel
gaya hidup yang dapat mencerminkan penelitian adalah bapak atau ibu dari
perilaku sehari-sehari terhadap masalah sebuah keluarga terpilih. Bapak atau ibu

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 12


dipilih karena mempertimbangkan Klasifikasi penghasilan adalah: miskin
kemudahan untuk mengambil data dan jika penghasilan <Rp 600.000 per bulan,
dapat mewakili dari sebuah keluarga. tidak miskin jika penghasilan berada
Sumber data berupa data primer. antara Rp 600.000 dan Rp 1.200.000,
Data diperoleh dari kuesioner yang diisi dan sejahtera jika penghasilan >Rp
[5]
oleh peneliti berdasarkan informasi yang 1.200.000. Sebagian besar subjek
didapat dari subjek melalui metode terdiri dari wanita (82 orang, 78,85%),
wawancara. Variabel–variabel bebas lulus SMA (41 orang, 39,42%), tidak
adalah tingkat pengetahuan, sikap, bekerja (60 orang, 57,69%), dan
kepuasan terhadap pelayanan fasilitas sejahtera (66 orang, 63,47%).
kesehatan, dan kepemilikan asuransi
kesehatan. Variabel pengetahuan, 3.1 Prevalensi Masalah Kesehatan
dikatakan baik jika nilai >75%, cukup Respirasi
jika nilai 60% - 75%, dan kurang jika Gambar 1 menunjukkan
[6]
nilai <60%. Variabel sikap, sikap baik sebanyak 75 orang (72,12%) tidak
jika nilai >70% dan sikap kurang jika mengalami masalah kesehatan
nilai <70%. Kategori kepuasan terhadap respirasi, sedangkan 29 orang (27,88%)
fasilitas kesehatan, puas jika nilai >42,6 mengalami masalah kesehatan
[4]
dan tidak puas jika nilai <42,6. respirasi. Tuberkulosis paru merupakan
Variabel–variabel tersebut penyakit yang paling banyak diderita
dihubungkan dengan variabel terikat yaitu sebanyak 15 orang (52%). Asma
yaitu masalah kesehatan respirasi. menempati urutan ke-dua yaitu
Analisa hubungan antara variabel- sebanyak 9 orang (31%), kemudian
variabel bebas dengan variabel terikat bronkitis kronik sebanyak 3 orang
menggunakan uji Chi-Square. Analisa (10%), dan emfisema sebanyak 2 orang
hubungan antara variabel terikat dengan (7%).
beberapa variabel bebas menunjukkan
hubungan bermakna secara statistik
(p<0,05). 80 75 (72,12%)

3. HASIL 60
Seratus tujuh subjek yang
diwawancarai dalam mengisi kuesioner,
104 subjek yang memiliki data lengkap 40 29 (27,88%)
terkait karakteristik demografi subjek.
Tiga subjek lainnya tidak diikutkan
dalam analisis data selanjutnya. 20

Tabel 1. Karakteristik Demografi Subjek


Karakteristik Jumlah (%) 0
Usia (Mean) 40,8 (SB 10,1) Tidak Memiliki Memiliki
Jenis Kelamin Gambar 1. Prevalensi Masalah
Pria 22 21,15 Kesehatan Respirasi
Wanita 82 78,85
Pendidikan
Tidak lulus SD
Tuberkulosis Paru
4 3,85
Lulus SD 20 19,23 7% Asma
Lulus SMP 29 27,88 10% Bronkitis Kronik
Lulus SMA 41 39,42 Emfisema
Lulus PT 10 9,62
Pekerjaan
31% 52%
Tidak bekerja 60 57,69
Bekerja 44 42,31
Penghasilan
Miskin 3 2,88
Tidak miskin 35 33,65
Sejahtera Gambar 2. Distribusi Masalah
66 63,47
Kesehatan Respirasi Per Penyakit

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 13


Tabel 2. Distribusi Subjek Berdasarkan
3.2 Distribusi Subjek Berdasarkan Pengetahuan, Sikap, Kepuasan, dan
Pengetahuan, Sikap, Kepuasan, Kepemilikan Asuransi Kesehatan
dan Kepemilikan Asuransi Variabel Jumlah %
Kesehatan Pengetahuan
Pada variabel pengetahuan, a.Kesehatan
subjek ditanya mengenai sumber Respirasi
informasi dan frekuensi mendapat Kurang 23 22,5
informasi. Sumber informasi; sebagian Sedang 20 19,6
besar mendapatkan dari media Baik 59 57,8
elektronik (85 orang), tenaga kesehatan b.Penyakit
(82 orang), media cetak (65 orang), Respirasi
internet (47 orang), dan tidak Kurang 40 39,2
mendapatkan informasi (3 orang). Sedang 44 43,1
Frekuensi mendapatkan informasi; Baik 18 17,6
sebagian besar mengaku jarang (70 Sikap
orang, 68,6%), sering (27 orang, a.Healtcare-
26,5%), tidak pernah (3 orang, 2,9%), seeking
dan selalu (2 orang, 2%). Kurang 37 38,1
Pada kategori fasilitas kesehatan, Baik 60 61,9
subjek ditanya mengenai fasilitas b.Preventif
kesehatan yang paling sering dikunjungi Kurang 23 23,7
dan fasilitas kesehatan yang paling Baik 74 76,3
dekat. Fasilitas kesehatan yang paling Kepuasan
sering dikunjungi; sebagian besar ke terhadap fasilitas
puskesmas (47 orang, 45,2%), klinik kesehatan
(44 orang, 42,3%), dan rumah sakit Tidak puas 54 51,9
pemerintah (4 orang, 3,8%). Fasilitas Puas 50 48,1
kesehatan yang paling dekat; ke klinik Asuransi
(56 orang, 53,9%), puskesmas (39 Kesehatan
orang, 37,5%), dan rumah sakit a.Tidak memiliki 53 51
pemerintah (9 orang, 8,6%). b.Memiliki 51 49
Pada asuransi kesehatan, subjek
ditanya mengenai penggunaan asuransi 3.3 Hubungan Antar Variabel
kesehatan dan jenis kepemilikan Tabel 3. Hubungan Antar Variabel
asuransi kesehatan. Penggunaan Masalah
asuransi kesehatan; sebagian besar Kesehatan
Variabel Kategori Respirasi P
menggunakan kadang-kadang (18
Ya Tid
orang, 17,3%), selalu (13 orang, 12,5%), ak
jarang (12 orang, 11,5%), dan tidak Pengetahua Kurang 13 10 <0,001
pernah (8 orang, 7,7%). Kepuasan n kesehatan Cukup 10 10
terhadap asuransi kesehatan; sebagian respirasi Baik 6 53
Pengetahua Kurang 11 29 0,380
besar agak puas (17 orang, 17,3%), n penyakit Cukup 15 29
kurang puas (15 orang, 11,5%), sangat respirasi Baik 3 15
puas (13 orang, 12,5%), dan tidak puas Sikap Kurang 13 24 0,376
(6 orang, 7,7%). Jenis kepemilikan healthcare- Baik 16 44
seeking
asuransi kesehatan; sebagian besar Sikap Kurang 11 12 0,032
adalah asuransi kesehatan swasta preventif Baik 18 56
(20 orang, 19,2%), askes (16 orang, Kepuasaan Tidak 25 29 <0,001
15,4%), jamsostek (10 orang, 9,6%), puas
Puas 4 46
dan jamkesmas (5 orang, 4,8%). Asuransi Tidak 20 33 0,022
punya
Punya 9 42
*Uji Chi-Square

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 14


Berdasarkan tabel di atas, faktor- rendah. Prevalensi tuberkulosis di
faktor yang berhubungan dengan Malaysia pada tahun 2013 dilaporkan
[7]
masalah kesehatan respirasi yaitu 131/100.000.
pengetahuan kesehatan respirasi, sikap Prevalensi asma di penelitian ini
preventif, kepuasan, dan asuransi. adalah 8,66%. Angka ini overestimasi
Pengetahuan kesehatan respirasi dan jika dibandingkan dengan data
sikap preventif yang baik diharapkan Riskesdas 2007 yang menunjukkan
akan mencegah seseorang terkena bahwa prevalensi asma di Jakarta
masalah kesehatan respirasi. Hal yang sebesar 2,9%. Karakteristik umum yang
sama juga berlalu yaitu kepuasan yang berkaitan dengan asma adalah
baik dan kepemilikan asuransi pendidikan rendah, tidak bekerja,
kesehatan diharapakan dapat pendapatan rendah dan lingkungan
mencegah seseorang dari masalah perkotaan. Jakarta merupakan kota
kesehatan respirasi. dengan prevalensi asma tertinggi di
[8]
Indonesia yaitu sebesar 16,4%.
4. PEMBAHASAN Pengetahuan dalam penelitian ini
Masalah kesehatan respirasi adalah hal-hal yang berhubungan
dapat dipengaruhi oleh faktor – faktor dengan kesehatan respirasi. Hal
lainnya yang tidak diteliti (faktor tersebut adalah jenis penyakit respirasi,
perancu) seperti: genetik, lingkungan faktor resiko, manifestasi klinis,
tempat tinggal, dan lingkungan kerja. kebiasaan merokok, lingkungan
Faktor-faktor tersebut tidak diteliti pekerjaan, lingkungan tempat tinggal,
karena keterbatasan biaya dan tenaga dan media penularan penyakit.
sehingga tidak dilakukan kajian Sebagian besar subjek memiliki tingkat
terhadap faktor-faktor tersebut. Silent pengetahuan yang baik. Penelitian lain
sign dapat menyebabkan angka dilakukan juga menyatakan hal yang
prevalensi masalah kesehatan respirasi sama bahwa pengetahuan masyarakat
lebih tinggi daripada angka yang umum terhadap bahaya merokok dan
didapatkan di penelitian ini karena kanker paru mayoritas berada pada
[9]
status masalah kesehatan respirasi kategori baik. Hasil yang berbeda
didapatkan berdasarkan diagnosis ditunjukkan pada penelitian lain bahwa
dokter. Hal tersebut berarti bahwa lebih dari 50% subjek pada penelitian
subjek dikatakan mempunyai masalah tersebut memiliki tingkat pengetahuan
[10]
kesehatan respirasi jika subjek telah yang rendah terhadap rokok. Kembali
pergi ke fasilitas kesehatan (ke dokter) ke tingkat pengetahuan subjek di
sehingga mengetahui masalah penelitian ini sebagian besar berada di
kesehatan respirasi apa yang sedang kategori baik, hal ini juga didukung oleh
diderita. Berbeda dengan silent sign hanya 2,9% subjek yang tidak memiliki
sebuah masalah kesehatan respirasi sumber informasi.
dimana masalahnya tersebut sudah ada Pengetahuan lebih spesifik terkait
tetapi subjek belum pergi ke fasilitas dengan definisi, etiologi, manifestasi
kesehatan sehingga belum mengetahui klinis, pencegahan, pengobatan, dan
masalah apa yang sedang ia derita. komplikasi dari tuberkulosis, asma,
Prevalensi masalah kesehatan penyakit paru obstruktif kronis, infeksi
respirasi di penelitian ini adalah 27,88%. paru, dan kanker paru. Sebagian besar
Prevalensi tuberkulosis di penelitian ini subjek berada pada kategori cukup.
adalah 14,42%. Angka ini diperkirakan Tingkat pengetahuan yang sebagian
lebih tinggi lagi karena bisa saja individu besar cukup ini didukung oleh 97,1%
dengan tuberkulosis tidak tercakup subjek memiliki setidaknya 1 sumber
dalam penelitian ini. Penelitian lain informasi. Hasil yang sama juga
mendapatkan prevalensi tuberkulosis di menunjukkan dimana tingkat
Indonesia berada di sekitar angka pengetahuan ibu terhadap pneumonia
[6]
5,8%. Berdasarkan data Riskesdas sebagian besar memiliki pengetahuan
[11]
2007 prevalensi tuberkulosis di Jakarta yang cukup. Hal yang berbeda
adalah 1,26%. Prevalensi tuberkulosis dikemukakan dimana pengetahuan
lebih tinggi di pedesaan daripada di masyarakat tentang asma masih berada
[12]
perkotaan dan banyak ditemukan pada di kategori rendah. Perbedaan hasil
masyarakat dengan tingkat pendidikan penelitian tersebut kemungkinan dari

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 15


sisi jumlah sampel. Jumlah sampel yang sikap healthcare-seeking ini
digunakan sekitar 3 kali lipat lebih berhubungan dengan tingkat mortalitas
[16]
banyak daripada penelitian pembanding tuberkulosis.
yang telah disebutkan. Permasalahan lain terhadap sikap
Pada analisis hubungan antara healthcare-seeking ini adalah sikap
pengetahuan tentang kesehatan masyarakat untuk mencoba mengatasi
respirasi dengan masalah kesehatan manifestasi klinis awal dari masalah
respirasi, didapatkan hubungan yang kesehatan respirasi. Manifestasi
bermakna secara statistik (p<0,05). tersebut bisa berupa batuk, pilek, dan
Pengetahuan yang baik inilah yang demam. Akibat dari sikap tersebut,
menjadi titik awal dimana prevalensi perkembangan penyakit menjadi
masalah kesehatan respirasi dapat semakin parah dan barulah dibawa ke
menurun. Pengetahuan yang baik fasilitas kesehatan sehingga bisa
berkorelasi positif dengan perilaku disebut juga dengan keterlambatan
terutama perilaku hidup bersih dan dalam mencari pengobatan ke fasilitas
[10,13]
sehat. kesehatan. Hal yang serupa juga
Berbeda dengan pengetahuan ditemukan di Sudan dimana sebanyak
umum tentang kesehatan respirasi, 91,1% subjek baru membawa
pengetahuan spesifik terhadap penyakit anak/anggota keluarga ke fasilitas
respirasi tidak berhubungan bermakna kesehatan setelah manifestasi klinis
dengan masalah kesehatan respirasi itu suatu penyakit tidak dapat ditanggulangi
[17]
sendiri. Hal tersebut berarti peningkatan secara mandiri. Dapat dikatakan
pengetahuan mengenai kesehatan sikap healthcare-seeking lebih bersifat
respirasi berkorelasi positif terhadap kuratif dibandingkan pencegahan. Oleh
penurunan prevalensi masalah karena itu, sikap ini tidak memiliki
kesehatan respirasi. hubungan bermakna dengan prevalensi
Pengetahuan yang dimiliki oleh masalah kesehatan respirasi.
seseorang, pandangan terhadap bahaya Berbeda dengan sikap
sebuah penyakit dapat menghasilkan healthcare-seeking, sikap preventif
sebuah sikap agar dapat melakukan hal- menunjukkan hubungan yang bermakna
hal yang dapat menjauhkannnya dari dengan masalah kesehatan respirasi.
penyakit tersebut. Menurut teori health Sikap ini menjadikan barrier terhadap
belief model, pengetahuan dan sikap ini terjangkitnya seseorang dengan
dipengaruhi oleh latar belakang masalah kesehatan respirasi. Selain
seseorang seperti: kebudayaan, tingkat peran dari pengetahuan dan sikap
[14]
pendidikan,pengalaman,dan motivasi. terhadap masalah kesehatan respirasi,
Merujuk kepada hasil penelitian bahwa peran fasilitas kesehatan juga penting
sebagian besar subjek memiliki tingkat untuk dikaji.
pendidikan tamat SMA, maka hal ini Fasilitas kesehatan mempunyai
dapat menjelaskan kenapa pada kedua peranan pada tingkat primer berupa
kategori sikap juga memiliki hasil yang preventif, tingkat sekunder berupa
sebagian besar adalah sikap yang baik. kuratif, dan tingkat tersier berupa
Tidak adanya hubungan yang rehabilitasi. Fasilitas kesehatan dapat
bermakna antara sikap healthcare- dianggap sebagai sebuah perusahaan
seeking dengan masalah kesehatan jasa dan pasien dianggap sebagai
respirasi, memiliki perbedaan dengan sebuah konsumen sehingga kepuasan
beberapan pernyataan dari WHO dan pasien terhadap pelayanan fasilitas
penelitian lainnya. Menurut WHO, salah kesehatan dapat menggambarkan
satu permasalahan tingginya angka kinerja sebuah fasilitas kesehatan.
morbiditas dan mortalitas dari Hubungan yang bermakna antara
tuberkulosis adalah keterlambatan kepuasan dan masalah kesehatan
dalam mencari pengobatan ke fasilitas respirasi memberikan masukan ke pihak
[15]
kesehatan. Hal ini disebabkan karena terkait mengenai penambahan jumlah
manifestasi klinis awal tuberkulosis fasilitas kesehatan dan memperbaiki
adalah berupa gejala konstitusi yang kinerja fasilitas kesehatan di masyarakat
biasa ditemukan pada penyakit infeksi dengan kepadatan tinggi
[17]
lainnya. Hasil penelitian lain (overcrowding). Peran fasilitas
menunjukkan hal yang berbeda yaitu kesehatan (terutama fasilitas kesehatan

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 16


primer) memegang peranan penting antara kebijakan fasilitas kesehatan
dalam pelaporan kasus baru dengan umpan balik (kepuasan) dari
tuberkulosis dan pemberian obat anti masyarakat (target). Selain itu, asuransi
tuberkulosis (OAT). kesehatan dapat dipertimbangkan
Pemerataan jumlah fasilitas sebagai sistem pendanaan agar akses
kesehatan dan akses yang terjangkau fasilitas kesehatan dapat dicapai oleh
merupakan faktor pencegah atau seluruh lapisan masyarakat.
penurunan angka prevalensi dari
[18]
tuberkulosis. Terkait dengan asma,
peran penting dari fasilitas kesehatan DAFTAR PUSTAKA
berupa penyebaran informasi mengenai 1. Kementerian kesehatan RI.Profil
pertolongan pertama jika serangan Kesehatan Propinsi DKI Jakarta
[19]
asma terjadi. Jadi, merupakan tahun 2012.2012. 5 May 2015.
sebuah kombinasi yang tepat antara <http://www.depkes.go.id/resources/
program dari fasilitas kesehatan yang download/profil/PROFIL_KES_PRO
baik dan kepuasan masyarakat yang VINSI_2012/11%20Profil_Kes.Prov.
tinggi untuk menurunkan angka DKIJakarta_2012.pdf>
prevalensi masalah kesehatan respirasi. 2. Kementerian Kesehatan Republik
Selanjutnya, asuransi kesehatan dapat Indonesia.Riset Kesehatan Dasar
menjadi solusi sistem pendanaan agar Tahun 2013.2013.5 May 2015
akses fasilitas kesehatan dapat <www.depkes.go.id/resources/down
dijangkau oleh seluruh lapisan load/general/Hasil%20Riskesdas%2
[20]
masyarakat. 02013.pdf>
3. “Trade,foreign policy,diplomacy and
health. World Health Organization.
5. KESIMPULAN 2011. 4 May 2015.
Prevalensi masalah kesehatan <http://www.who.int/trade/glossary/s
respirasi di masyarakat perumahan tory046/en/>
Jakarta pada tahun 2012 yaitu 27,88%. 4. “Beban dan Tantangan
Rincian masalah kesehatan respirasi Tuberkulosis.” Staff Universitas
yang ditemui antara lain: tuberkulosis Indonesia (UI). 2012. 4 May 2015.
paru (52%), asma (31%), bronkitis <staff.ui.ac.id>
kronik (10%), dan emfisema (7%). 5. “Kategori Penghasilan Menurut
Faktor-faktor yang terkait dengan Tingkat Pendapatan.”Digilib
masalah kesehatan respirasi yaitu: Universitas Sebelas Maret Solo
pengetahuan mengenai kesehatan (UNS). 4 May 2015. <
respirasi, sikap preventif, kepuasan http://digilib.uns.ac.id/upload/dokum
terhadap pelayanan kesehatan en/173382312201007365.pdf>.
respirasi, dan kepemilikan asuransi 6. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi
kesehatan. Kesehatan Teori dan Aplikasi.
Walaupun subjek penelitian Jakarta: PT. Rineka Cipta,2005.
memiliki pengetahuan yang baik, upaya 7. World Health Organization.
promosi kesehatan perlu dilakukan baik Tuberculosis country profile 2013.11
melalui fasilitas kesehatan maupun June
media informasi untuk menyebarkan 2015.<http://www.who.int/tb/country/
informasi terkait masalah kesehatan data/profiles/en/>
respirasi supaya prevalensi masalah 8. Udani, Prisha Jagadish. “Tingkat
kesehatan respirasi dapat dikurangi. Pengetahuan Masyarakat Umum
Pada promosi kesehatan (salah satu dan Mahasiswa terhadap Bahaya
contohnya penyuluhan), intervensi Merokok dan Kanker Paru di Kota
dilakukan untuk menghasilkan Medan.” Repository Universitas
pengetahuan yang baik terhadap Sumatera Utara (USU). (2010).
masalah kesehatan respirasi dan 4 May 2015
bagaimana mencegah dan <http://repository.usu.ac.id/bitstream
mengobatinya. Peran yang baik dari /123456789/23385/7/Cover.pdf>
fasilitas kesehatan harus ditunjang 9. Iqbal, Muhammad Fariz. “Perilaku
dengan kepuasan yang baik juga Merokok Remaja di Lingkungan
sehingga tidak terjadi ketimpangan RW. 22 Kelurahan Sukatani

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 17


Kecamatan Cimanggis Promotion:Effectiveness, Efficiency
Depok.”Library Universitas and Equity. London: Chapman and
Indonesia (UI). (2008). 4 May 2015 Hall,2001.
<http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123 18. World Health Organization.
594-S-5354-Perilaku%20merokok- Tuberculosis. February 2013.
HA.pdf> 4 May 2015
10. Rahmawanti, Dyah. “Tingkat <http://www.who.int/mediacentre/fac
Pengetahuan Ibu Mengenai tsheets/fs104/en/>.
Pneumonia Pada Balita di Desa 19. Werf, Van Der., et al. “Healthcare
Jatimukti dan Desa Jatiroke Seeking Behaviour for Tuberculosis
KecamatanJatinangor.” Symptoms in Kiev, Ukraine.”The
Perpustakaan Ilmiah international journal of tuberculosis
Universitas Padjadjaran (Unpad). and lung disease. 10:4(2006):390-
(2011). 4 May 2015 396.
<http://pustaka.unpad.ac.id/archives 20. Littiek, Serlie. “Hubungan antara
/117336/> kepemilikan asuransi kesehatan dan
11. Wardani, Vani Kusuma. “Hubungan akses pelayanan fasilitas kesehatan
antara Tingkat Pengetahuan Umum di nusa tenggara timur.”MKM. 3
Asma Pasien dengan Tingkat
Kontrol Asma di RSUD Dr.
MoewardiSurakarta”. E-prints
Universitas Muhammadiyah
Surakarta. (2012). 4 May 2015
<eprints.ums.ac.id/18621/>
12. Kusumawati, Yuli., dan
AmbarwatiAstutiDwi. “Hubungan
antara Pendidikan dan
Pengetahuan Kepala Keluarga
tentang Kesehatan Lingkungan
dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat.”Kes. 1:4(2008).
13. Djannah, Siti Nur., et al.“Hubungan
Tingkat Pengetahuan dan Sikap
dengan Perilaku Pencegahan
Penularan TBC pada Mahasiswa di
Asrama Manokwari Sleman
Yogyakarta.”Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 3:3(2009):214-221.
14. T.S, Imam., OyeyiT.I,. “A
retrospective study of pulmonary
tuberculosis (PTB) prevalence
amongst patients attending
infectious diseases hospital (IDH) in
Kano, Nigeria.”Bayero journal of
pure and applied sciences.
1:1(2008):10-15.
15. Oren, Eyal., et al. “Epidemiology of
urban tuberculosis in the United
States, 2000-2007”. American
journal of public health.
101:7(2011):1256-1263.
16. Indrarto, FX Wikan., Sutaryo. Ismail,
Djauhar. ”Efektifitas Dukungan
Sosial Dokter kepada Orangtua
dalam Tatalaksana Anak Asma.”
Sari Pediatri. 11:4(2009):305-310.
17. Tones, Keith, dan Sylvia
Tifford.Health

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 18


Tinjauan ADIPOSE MESENCHYMAL STEM CELLS
(ASC) TERMODIFIKASI HIF-1α siRNA
Pustaka DENGAN KOADMINISTRASI
ATORVASTATIN SEBAGAI TERAPI
REGENERATIF RETINOPATI DIABETES
1 1
Jimmy O. Santoso , Ferry Liwang
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

ABSTRAK

Pendahuluan: Retinopati diabetes (RD) merupakan komplikasi tersering dari diabetes


mellitus (DM) dan penyebab tersering dari kebutaan orang berusia 20-74 tahun. Data
Riskesdas menunjukkan prevalensi RD di Indonesia meningkat dari 1.1% pada tahun
2007 menjadi 2.4% pada tahun 2013. RD ditandai dengan hilangnya perisit dan retina
yang rusak. Dengan demikian, penting untuk memperbaiki perisit dan sel retina yang
rusak, salah satunya dengan menggunakan adipose mesenchymal stem cells (ASC).
Pembahasan: Penggunaan ASC dalam pengobatan RD memiliki keuntungan untuk
regenerasi perisit dan sel retina yang rusak, antiapoptosis, serta antiinflamasi. Akan
tetapi, ASC akan menghasilkan VEGF pada keadaan hipoksia yang tidak diinginkan
dalam RD. Hal ini dapat diatasi dengan koadministrasi atorvastatin secara oral yang
mencegah sekresi VEGF oleh ASC melalui penghambatan promoter VEGF pada
Hypoxia Responsive Element (HRE) serta meningkatkan homing dari ASC terhadap sel
perisit dan retina melalui jalur AMPK-NO-CXCR4. Di samping itu, transfeksi gen HIF-1α
siRNA pada ASC terbukti dapat menurunkan kadar VEGF sehingga kerja ASC
meningkat.
Kesimpulan: Transfeksi gen HIF-1α siRNA dalam ASC secara intravitreal dengan
koadministrasi atorvastatin akan menimbulkan efikasi sehingga diharapkan dapat
menjadi solusi terapi kuratif dan preventif sekunder RD.

Kata Kunci: adipose mesenchymal stem cells (ASC), atorvastatin, HIF-1α siRNA,
retinopati diabetes

ABSTRACT

Introduction: Diabetic retinopathy (RD) is the most common complication of diabetes


mellitus (DM) and the most common cause of blindness in people aged 20-74. Accroding
to Riskesdas, prevalence of RD in Indonesia increased from 1.1% in 2007 to 2.4% in
2013. RD characterized by loss of pericyte and retinal damage. Thus, it is important to
improve pericyte and damaged retinal cells, one of which is through the use of adipose
mesenchymal stem cells (ASC).
Discussion: Application of ASC as treatment of RD has the advantage for pericyte and
regeneration of damaged retinal cells, anti-apoptotic, and anti-inflammatory. However, the
ASC will produce VEGF in hypoxia which is not desirable in RD. This can be overcome
by coadministration of oral atorvastatin to prevent the secretion of VEGF by the ASC
through inhibition of the VEGF promoter Hypoxia Responsive Element (HRE) and to
improve the homing of ASC to pericyte and retinal cells through AMPK-NO-CXCR4. In
addition, HIF-1α gene transfection of siRNA in the ASC is proven to reduce levels of
VEGF thus increasing employment ASC.
Conclusion: Intravitreal HIF-1α gene transfection of siRNA in the ASC with
coadministration of atorvastatin will cause efficacy which is expected to be a curative
therapy solutions and secondary prevention of RD.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 19


Keywords: adipose mesenchymal stem cells (ASC), atorvastatin, HIF-1α siRNA, diabetic
retinopathy

1. PENDAHULUAN menyebabkan tumor sehingga ASC


Retinopati diabetes (RD) adalah memiliki potensi sebagai pengobatan
[5]
gangguan mikrovaskularisasi retina RD.
yang disebabkan oleh kerusakan perisit Permasalahan penggunaan ASC
akibat kondisi hiperglikemia. Sebagai untuk pengobatan RD adalah diketahui
komplikasi tersering dari diabetes bahwa ASC memiliki kecenderungan
mellitus (DM), penyakit ini juga menjadi untuk menghasilkan VEGF melalui jalur
[6]
penyebab tersering dari kebutaan pada Angiopoietin-1. Padahal, VEGF tidak
[4]
orang dewasa berusia 20-74 tahun. RD diinginkan dalam penyakit RD.
terjadi pada hampir seluruh penderita Penelitian yang dilakukan oleh Loboda
diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan >60% et al menunjukkan bahwa atorvastatin,
DM tipe 2 pada 20 tahun setelah sebuah sebuah inhibitor 3-hidroksi-3-
[1]
diagnosis. Padahal prevalensi DM saat metil-glutaril koenzim A reduktase,
[2]
ini diperkirakan adalah 382 juta jiwa. memiliki kemampuan untuk mencegah
Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi ekspresi VEGF oleh ASC pada keadaan
[7]
RD di masa mendatang akan meningkat hipoksia dan normoksia. Akan tetapi,
seiring meningkatnya prevalensi DM. pemberian ASC dan koadministrasi
Gejala klinis yang dapat dilihat atorvastatin pada RD saja tidak cukup
dari RD adalah gangguan penglihatan untuk menyembuhkan RD. Diperlukan
edema makular, serta kebutaan. Saat ini sebuah terapi untuk mengatasi VEGF
pengobatan standar untuk RD adalah yang diekspresikan pada hipoksia pada
fotokoagulasi serta vitrektomi. Akan RD dan menyebabkan banyak
tetapi, pengobatan-pengobatan tersebut manifestasi klinis seperti edema makular
hanya ditujukan untuk mencegah serta kebutaan. Penelitian yang
terbentuknya pembuluh darah baru dan dilakukan Hanze et al mendapatkan
mengobati perdarahan yang terjadi pada bahwa HIF-1α siRNA memiliki
[1]
retina. Masalahnya, pengobatan kemampuan untuk menurunkan
tersebut hanya untuk memperbaiki ekspresi dari VEGF pada keadaan
penglihatan dan mencegah terjadinya hipoksia yang ditimbulkan RD melalui
[8]
kebutaan, tetapi tidak untuk penghambatan HIF-1α.
menyembuhkan RD sehingga pasien Permasalahan lain pada RD
yang menjalani pengobatan tersebut adalah terciptanya lingkungan hipoksia
cenderung mengalami rekurensi dari yang penuh dengan reactive oxygen
[3]
penyakit. Oleh karena itu, diperlukan species (ROS) yang dapat
[9]
sebuah terapi baru yang berfokus untuk menyebabkan apoptosis dari ASC.
menyembuhkan RD sehingga rekurensi Untuk itu, penggunaan hidrogel chitosan
dapat dihindari. Metode terapi yang dapat meningkatkan ketahanan hidup
diperlukan adalah yang dapat dari ACS sehingga dapat berfungsi
memperbaiki atau menggantikan perisit untuk menggantikan perisit yang rusak
yang rusak akibat tingginya kadar gula serta mengurangi VEGF yang
[4] [9]
darah. Akhir-akhir ini penelitian diekspresikan. Diketahui juga,
penggunaan sel punca untuk atorvastatin memiliki kemampuan untuk
pengobatan penyakit okular telah meningkatkan homing dari ASC menuju
[5-7]
banyak berkembang. pembuluh darah yang tidak ada perisit
Banyak jenis sel punca seperti sel serta daerah retina yang mengalami
punca embrionik, sel punca iskemik sehingga dapat menggantikan
hematopoetik, sel punca dari sumsum sel retina yang telah mati akibat
[7]
tulang, sel punca umbilikus, dan sel hipoksia.
punca adiposa. Sel punca adiposa Dari berbagai penelitian di atas,
(adipose mesenchymal stem cells; ASC) tinjauan pustaka ini bertujuan
diketahui memiliki potensi paling tinggi menganalisis efikasi penggunaan ASC
mengobati penyakit RD. Selain bebas dengan transfeksi gen untuk
dari masalah etik, ASC juga mudah overekspresi HIF-1α siRNA dengan
didapatkan dan cenderung tidak koadministrasi atorvastatin. Dengan

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 20


terapi ini, kebocoran pembuluh darah darah ke makular dan bermanifestasi
retina dapat diatasi, sel-sel retina yang sebagai edema makular (non
[8]
telah mati akibat apoptosis dapat proliferative diabetic retinopathy).
digantikan sehingga RD dapat Kebocoran pembuluh darah retina
disembuhkan. ini membuat suplai darah retina menjadi
berkurang. Hal ini kemudian akan
2. PEMBAHASAN memicu diekspresikannya VEGF. VEGF
2.1 Adipose-Mesencymal Stem Cell kemudian akan membentuk aliran darah
(ASC) pada Penyakit Retinopati baru yang menandai fase proliferatif
[8]
Diabetes RD. Pentingnya peran perisit membuat
ASC untuk RD dapat bekerja penggantian perisit sangat penting
melalui beberapa mekanisme yaitu dalam mengobati RD. Peran inilah yang
regenerasi, antiinflamasi, dan ditunjukkan oleh ASC seperti yang
[8]
antiapoptosis. Peran regenerasi ditunjukkan pada Gambar 1. Bukti
dilakukan dengan memperbaiki perisit regenerasi perisit oleh ASC
[9]
yang hilang pada RD. Peran regenerasi diperlihatkan oleh Mendel et al.
dari ASC untuk menjadi perisit ini Penelitian ini dilakukan dengan cara
[8]
divisualisasikan oleh Gangaraju et al. menyuntikkan ASC secara intravitreal
seperti yang ditunjukkan pada Gambar dan ASC yang disuntikkan sudah diberi
1. Pada retina yang normal, perisit dan marker (pada penelitian ini marker yang
sel endotel berada dalam keadaan yang digunakan adalah Dil). Selama 8 minggu
menempel sehingga berfungsi untuk setelah penyuntikan, terlihat bahwa ASC
menjaga stabilitas retina. Pada RD, memiliki kontak fisik dengan pembuluh
terjadi kehilangan perisit sehingga darah retina seperti halnya perisit
menyebabkan meningkatnya (Gambar 2).
permeabilitas blood retina barrier yang
menyebabkan bocornya pembuluh

[8]
Gambar 1. Peran ASC dalam Regenerasi Perisit

[9]
Gambar 2. Penempelan ASC Vaskular Menunjukkan Penggantian Perisit oleh ASC

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 21


Regenerasi perisit perlu retina yang berfungsi untuk membantu
dibuktikan dengan adanya penurunan perbaikan dari sel retina. Terlihat pada
permeabiltias pembuluh darah. Hal bagian A pada Gambar 4 terdapat
inilah yang ditunjukkan oleh penelitian gambaran MSC/ASC yang belum
[10]
Gangaraju et al. Didapat bahwa berdiferensiasi. Setelah 24 jam, ASC
terjadi penurunan permeabilitas telah berubah menjadi RPC dan setelah
(penurunan tingkat kebocoran sel) yang 72 jam, ASC akan berubah menjadi sel
[11]
bermakna dari retina penderita RD glial Muller dan sel ganglion retina.
setelah diberikan ASC dibandingkan Perubahan dari ASC menjadi
dengan kontrol. Kuantitas numerik dari RPC ini memiliki banyak signifikansi
permeabilitas retina pada kontrol dan klinik. RPC yang terbentuk dapat
pemberian ASC dapat dilihat pada berubah menjadi berbagai macam sel
Gambar 3. retina seperti sel fotoreseptor dan sel
Peran regeneratif dari ASC juga glia Muller yang memiliki peran penting
ditunjukkan oleh penelitian yang dalam regenerasi dari retina pasca
[11] [12]
dilakukan oleh Moviglia et al. dan kerusakan karena RD. Swaroop et
[12] [12]
Swaroop et al. . Hasil penelitian dari al. menunjukkan tahapan-tahapan
[11]
Moviglia et al. menunjukkan bahwa perubahan RPC menjadi sel
ASC secara invitro pada kultur 24 jam fotoreseptor seperti ditunjukkan pada
akan berubah menjadi retinal progenitor Gambar 5.
cell (RPC) dan pada 72 jam berubah
menjadi sel glial Muller dan sel ganglion

Gambar 3. Fluorosensi Retina untuk Gambar 4. Perubahan ASC Menjadi


[10] [11]
Menilai Kebocoran Retina Retinal Progenitor Cells (RPC)

[12]
Gambar 5. Perubahan RPC Menjadi Sel Fotoreseptor Retina

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 22


Sitokin inflamasi berperan (tikus non diabetes) dari biomarker-
merusak perisit sehingga terjadi RD. biomarker tersebut. Berbeda pada retina
ASC juga memiliki peran anti inflamasi. tikus diabetes yang diberikan ASC,
[10]
Penelitian Gangaraju et al. terjadi penurunan signifikan (p<0,05)
menunjukkan terjadi downregulation dari kadar sitokin proinflamasi tersebut
sitokin-sitokin proinflamasi yang setelah 7 hari pemberian ASC. Hasil
berperan dalam patogenesis diabetes dari kadar sitokin inflamasi setelah
retinopati seperti ccl2, ICAM-1, Edn2, pemberian ASC dan tanpa pemberian
Timp1, Crybb2, Gat3, Lama5, dan ASC pada tikus yang mengalami
GBP2. Pada retina tikus yang diabetes ditunjukkan pada (Gambar 6).
mengalami diabetes, terjadi peningkatan
2x lipat (p<0,01) dibandingkan kontrol

Gambar 6. Perbandingan Kadar Sitokin Inflamasi pada Retina antara Pasien


[10]
dengan Diabetes dan Tidak Diabetes
Apoptosis sel perisit memegang Selain itu, penelitian dengan
peranan penting dalam RD. Penelitian terminal deoxynucleotidyl transferase
[10] dUTP nick end labeling (TUNEL) alat
Gangaraju et al. menunjukkan
terjadinya reduksi apoptosis sel-sel untuk menilai fragementasi DNA yang
retina tikus yang mengalami diabetes merepresentasikan apoptosis sel–
setelah pemberian ASC menunjukkan menunjukkan adanya faktor von
penurunan jumlah sel yang mengalami Willebrand. Hal ini mengindikasikan sel
apoptosis dibandingkan tikus diabetes endotel merupakan salah satu sel yang
yang tidak diberikan ASC seperti yang ikut mengalami apoptosis. Penurunan
dapat dilihat di Gambar 7.(62±8%, tikus apoptosis setelah pemberian ASC ini
diabetes tanpa ASC vs. 1±0%, kontrol menunjukkan efek anti apoptosis yang
tidak diabetes vs. 84%, tikus diabetes dimiliki oleh ASC sehingga pemberian
dengan ASC) dengan nilai P<0,024 ASC dapat digunakan untuk mencegah
pada kedua percobaan (tikus diabetes apoptosis dari sel-sel perisit dan endotel
tanpa ASC-kontrol dan tikus diabetes retina yang merupakan patogenesis
[10]
dengan ASC-kontrol).
[10] utama RD.

[10]
Gambar 7. Tunnel Assay untuk Apoptosis pada Sel Retina.
A. Gambaran TUNEL Tikus dengan Diabetes, terlihat von-Willebrand − menunjukkan
apoptosis endotel. B. Gambaran TUNEL Tikus dengan Diabetes yang diberi ASC.
Tidak terlihat tanda TUNEL − menunjukkan penurunan aktivitas apoptosis.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 23


2.2 Terapi ASC dengan Atorvastatin atorvastatin dalam meningkatkan
Telah dijelaskan bahwa ASC ekspresi NO oleh ASC melalui jalur
memiliki kemampuan untuk mengobati adenosine monophosphate-activated
RD. Akan tetapi, ASC ternyata juga protein kinase-endothelial nitric oxide
memiliki efek untuk memperparah synthase memiliki peranan penting
terjadinya RD. ASC diketahui memiliki dalam meningkatkan ekspresi CXCR4
efek untuk menghasilkan VEGF melalui yang membuat transport ASC terhadap
[6]
jalur Angiopoietin-1. VEGF yang perisit yang mengalami kerusakan dapat
[7]
dihasilkan oleh ASC ini tentu tidak berjalan dengan baik.
diinginkan dalam terapi RD karena
dapat memicu terjadinya peningkatan 2.3 Terapi Gen HIF-1α siRNA untuk
permeabilitas pembuluh darah retina Retinopati Diabetes
serta pembentukkan pembuluh darah Salah satu faktor yang berperan
baru yang tidak kompeten bagi retina. penting dalam pembentukan RD adalah
Efek dari VEGF ini dapat diatasi dengan VEGF. VEGF memiliki peranan dalam
penambahan atorvastatin pada meningkatkan permeabilitas dari
[6]
pemberian ASC secara oral. pembuluh darah retina. Peningkatan
Atorvastatin, sebuah inhibitor 3- permeabilitas dari pembuluh darah
hidroksi-3-metil-glutaril koenzim A retina berefek pada terbentuknya edema
[1]
reduktase, baru-baru ini dilaporkan makular pada RD non proliferatif. Efek
memiliki efek lain selain menghambat VEGF pada RD proliferatif adalah
[7] [7]
sintesis dari kolesterol. Loboda et al. angiogenesis sehingga terbentuk
melaporkan bahwa atorvastatin memiliki pembuluh-pembuluh darah yang baru.
efek untuk mengurangi produksi VEGF Efek-efek dari VEGF ini dimediasi oleh
oleh ASC pada keadaan hipoksia. HIF-1α melalui pengikatan dengan HIF-
Mekanisme yang berperan dalam 1β membentuk HIF-1 lalu berikatan
mengurangi produksi VEGF oleh ASC dengan hypoxia responsive element
adalah mengurangi aktivitas promoter (HRE) untuk menimbulkan
VEGF pada HRE dalam keadaan menghasilkan VEGF sehingga timbul
hipoksia. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai efek seperti edema makular
atorvastatin dapat mencegah dan pembentukan pembuluh darah
dihasilkannya VEGF oleh ASC yang patogenik. Efek ini merupakan respon
[7]
dapat memperburuk RD. fisiologis sel terhadap adanya hipoksia
Atorvastatin, selain berfungsi sehingga tidak akan timbul pada saat
[7,8]
untuk mencegah dihasilkannya VEGF normoksia.
oleh ASC, juga dapat berfungsi untuk Untuk mengatasi efek dari VEGF
melindungi ASC dari keadaan hipoksia tersebut, penggunaan HIF-1α siRNA
yang dapat merusak ASC melalui jalur dapat menghambat ekspresi VEGF
adenosine monophosphate-activated tersebut. HIF-1α siRNA merupakan
protein kinase-endothelial nitric oxide sebuah inhibitor terhadap HIF-1α.
synthase seperti yang ditunjukkan pada Secara tidak langsung, pemberian HIF-
penelitian Nakanishi et al. SDF- 1α siRNA terhadap sel yang mengalami
1α/CXCR4 memiliki peranan penting hipoksia akan menghambat efek yang
dalam jalur yang diaktivasi oleh ditimbulkan oleh HIF-1α terutama
atorvastatin ini. CXCR4 merupakan penghambatan VEGF. Hal ini dibuktikan
sebuah reseptor untuk ligan SDF-1α. oleh penelitian yang dilakukan Hanze et
SDF-1α/CXCR4 memiliki peranan al.
[8]
yang melakukan penelitian efek
penting dalam penempatan ASC pemberian HIF-1α siRNA terhadap
terhadap lokasi kerusakan vaskular kadar VEGF pada keadaan hipoksia.
retina serta memiliki kemampuan Penelitian tersebut mendapatkan bahwa
kemotaksis serta mengekspresikan terjadi penurunan kadar VEGF pada
molekul adhesi terhadap sel yang pasien yang mendapat HIF-1α siRNA
mengalami kerusakan. CXCR4 seperti yang ditunjukkan pada Gambar
[8]
merupakan gen yang diregulasi oleh 8.
nitric oxide (NO) sehingga peran

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 24


[8]
Gambar 8. Efek Pemberian HIF-1α siRNA terhadap Kadar VEGF

2.4 Kombinasi Terapi Gen HIF-1α 0.1%. Teknik isolasi jaringan adiposa
siRNA pada ASC untuk Retinopati dimulai dengan lipoaspirat yang
Diabetes kemudian secara ekstensif dicuci dan
Penggabungan pengobatan RD sel darah merah akan lisis. Jarigan
dengan ASC dan HIF-1α siRNA adiposa yang mengapung kemudian
memberikan mekanisme tambahan dan dicampur dengan kolagenase untuk
potensial bagi pengobatan RD. Mottaghi menghancurkan matriks ekstraselular
[7] kemudian difilter dan disentrifugasi.
et al. menunjukkan mekanisme ASC
dalam pengobatan RD. ASC berperan Pelet yang dihasilkan dikenal sebagai
menurunkan inflamasi dan apoptosis fraksi stromal vaskular (FSV). Proses
pada sel-sel retina. Selain itu, ASC juga lipoaspirat dilakukan selama 2-3 jam
4
memiliki efek regenerasi fotoreseptor dengan perkiraan terdapat 2.4 x 10 sel
[7] [15]
dan sel glia. Regenerasi dari sel-sel ini per mL lemak yang diproses.
akan mencegah rusaknya blood retina Gene silencing oleh small
barrier yang dapat menyebabkan RD interfering RNA (siRNA) dibawa oleh
proliferatif dan nonproliferatif. transfeksi menggunakan HIF-1α
Penambahan HIF-1α siRNA akan langsung atau kontrol (Luciferase) rantai
menimbulkan efek anti VEGF secara ganda RNA oligonukleotida. Target HIF-
[16]
tidak langsung yang tidak dimiliki oleh 1α dapat dilihat pada Gambar 11.
[7] Isolasi siRNA memiliki banyak
ASC.
teknik, salah satunya dengan cocktail
2.5 Prosedur Pembuatan ASC kit, yaitu sintesis enzimatik dari dsRNA
dengan HIF-1α siRNA panjang yang diikuti reaksi dengan
Mesenchymal stem cell RNase III. Pertama dsRNA panjang
merupakan sel imatur dalam sumsum yang dihasilkan dari transkripsi vitro
tulang, darah perifer, darah menstruasi, template DNA dengan berlawanan T7
jaringan dewasa (seperti jaringan fag polimerase promotor primer.
adiposa, sinovium, dermis, periosteum, Sebagai alternatif, dsRNA dapat dibuat
desidua gigi), dan organ solid (hati, dari 2 template terpisah dengan
[13]
jantung, paru). Fungsi utama jaringan promotor di ujung yang akan disalin.
adiposa dalam penyimpanan energi, Setelah pemurnian menggunakan kolom
saat ini banyak digunakan sebagai yang disediakan, dsRNA akan dicerna
sumber sel punca mesenkimal (adipose oleh RNase III untuk membuat sejumlah
mesenchymal stem cell - ASC). siRNA. Setiap sisa panjang dsRNA akan
Lemak subkutan pada manusia dihapus dengan sistem pemurnian
dan mudah diambil dalam jumlah besar tersebut sehingga siRNA siap untuk
17
melalui liposuction aspiration sebagai transfeksi. Transfeksi HIF-1α siRNA
salah satu prosedur yang aman. dapat dilakukan dengan menggunakan
Aspirasi lipid merupakan sumber yang metode BA-PEI (Bile acid-conjugated
baik untuk isolasi ASC.
[14]
Laju polyethyleneimeine) yang meningkatkan
komplikasi dari sedot lemak adalah permeabilitas membran ASC terhadap
HIF-1α siRNA sehingga HIF-1α siRNA
[17]
dapat masuk ke dalam ASC.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 25


[15]
Gambar 9. Cara Pembuatan ASC
seperti

[16] [17]
Gambar 10. Target Sekuens HIF-1α Gambar 11. Bagan isolasi siRNA

2.6 Administrasi Atorvastatin kalsium karbonat, lilin candelilla, natrium


Atorvastatin dengan dosis 10-80 kroskarmelosa, hidroksipropil selulosa,
mg/hari secara per oral terbukti secara laktosa monohidrat, magnesium stearat,
signifikan memperbaiki profil lipid pasien mikrokristalin selulosa, hidroksipropil
dengan berbagai kondisi hiperlipidemia metilselulosa, polietilen glikol, bedak,
dan dislipidemia. Umumnya, pasien titanium dioksida, polisorbat 80 dan
[18]
memulai dengan dosis 10-20 mg/hari. simetikon emulsi.
Dalam sebuah penelitian terhadap profil Hipersensitivitas terhadap
lipid pada pasien hiperlipidemia sedang campuran dan penyakit hati/
hingga berat (Fredrickson tipe II a dan II peningkatan persisten serum
b) menggunakan atorvastatin, transaminase melebihi 3 kali batas
[18]
didapatkan penurunan kolesterol total normal adalah kontraindikasi.
(29 - 45%), LDL-C (39 - 60%), apo B (32
- 50%), trigliserida (19 - 37%), dan 3. KESIMPULAN
peningkatan kadar HDL-C (5 - 9%). 1. Pemberian ASC dapat berfungsi
Studi tata laksana untuk pediatrik hanya meregenerasi perisit dan sel retina
terbatas hingga dosis 80 mg/hari selama sehingga mencegah progresivitas
1 tahun. Sedangkan, untuk geriatri usia dan mengobati RD karena
70 tahun ke atas dengan dosis 80 memperbaiki pembuluh darah
mg/hari menunjukkan keamanan dan retina. Transfeksi gen HIF-1α
efektivitas atorvastatin yang serupa siRNA memberikan efek anti VEGF
dengan populasi < 70 tahun. Namun, sehingga permeabilitas serta
evaluasi farmakokinetik atorvastatin angiogenesis yang berperan dalam
pada populasi berusia > 65 tahun patogenesis RD dapat dicegah.
[18]
meningkatkan area di bawah kurva. 2. Pemberian atorvastatin sebagai
Sediaan atorvastatin yang koadministrasi ASC berperan
terdapat saat ini adalah berupa tablet 10 mencegah dihasilkannya VEGF
mg, 20 mg, dan 40 mg. Penyimpanan dengan menghambat promoter
dari atorvastatin sebaiknya pada suhu VEGF pada HRE serta
o o
15 – 25 C untuk menjaga keamanan meningkatkan homing dari ASC
obat. Umumnya, sediaan obat tersebut terhadap sel retina serta perisit
dicampur dengan bahan nonmedikal, melalui jalur AMPK-NO-CXCR4
sehingga meningkatkan efektivitas
dari ASC.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 26


DAFTAR PUSTAKA Retina”. Nat Rev Neurosci.
1. AW, Sudoyo., et al. Retinopati 2010;11:563-76.
Diabetik.Jakarta: Interna Publishing 13. Zou. Z., et al. “More insight into
,2009. mesenchymal stem cells and their
2. International Diabetes Federation. effects inside the body”. Expert Opin
th
IDF diabetes atlas. 6 ed. USA: Biol Ther.2010; 10: 215-30.
International Diabetes Federation; 14. Baer, PC. “Adipose-derived
2013. mesenchymal stromal/stem cells: an
3. Tarr JM., et al. “Pathophysiology of update on their phenotype in viv
diabetic retinopathy.” ISRN oand in vitro”. World J Stem Cells.
Ophtalmol. 2013 Jan;201:343560. 6:3(2014): 256-65.
4. Yang , Z., et al “Amelioration of 15. Locke ,M., Windsort J dan Dunbart
Diabetic Retinopathy by Engrafted PR. “Human adipose-derived stem
Human Adipose-Derived cells: isolation, characterization and
Mesenchymal Stem Cells in applications in surgery.” ANZ J
Streptozotocin Diabetic Rats”. Surg. 2009;79:235–44.
Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 16. Kessler, J., et al. “HIF-1α inhibition
2010. 248:1415-22. by siRNA or chetomin in human
5. Rajashekar ,G., et al. “Regenerative malignant glioma cells: effects on
Therapeutic Potential of Adipose hypoxic radioresistance and
Stromal Cell in Early Stages monitoring via CA9 expression”.
Diabetic Retinopathy”. Plos Med. BMC Cancer. 2010;10:605.
2014;9(1):1-12. 17. Busilacchi ,A., et al. “Chitosan
6. Mottaghi ,S., B. Larijani., Sharifi AM. stabilizes platelet growth factors and
“Atorvastatin: an efficient step modulates stem cell differentiation
forward in mesenchymal stem cell of toward tissue regeneration”.
diabetic retinopathy”. Cytotherapy. Carbohydr Polym. 2013 Oct
2013;15:263-6. 15;98(1):665-76.
7. Loboda A., et al. “Angiogenic 18. Ma ,X., et al. “A novel chitosan-
Transcriptome of Human collagen-based hydrogel for use as
Microvascular Endothelial Cells : a dermal filler: initial in vitro and in
Effect of Hypoxia, Modulation by vivo investigations”. J Mater Chem
Artovastatin.” Vasc Pharmacol. B. 2014;2:2749-63.
2006;44:206-14.
8. Rajashekhar , G. “Mesenchymal
Stem Cells: New Players in
Retinopathy Therapy”. Front
Endocrinol. 2014;5:59.
9. Mendel , TA., et al. “Pericytes
Derived from Adipose-Derived Stem
Cells Protect Againts Retinal
Vasculopath y”. PloSOne. 2013;
8(5):e65691.
10. Rajashekar ,G., et al. “Regenerative
Therapeutic Potential of Adipose
Stromal Cell in Early Stages
Diabetic Retinopathy”. Plos Med.
2014;9(1):1-12.
11. Moviglia, GA., et al. “In vitro
differentiation of adult adipose
mesenchymal stem cells into retinal
progenitor cells”. Ophthalmic Res.
2012;48(suppl 1):1-5.
12. Swaroop ,A., Kim D dan Forrest D.
“Transcriptional Regulation of
Photoreceptor Development and
Homeostasis in the Mammalian

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 27


Tinjauan PROTEIN SRC/FAK SEBAGAI TARGET
TERAPI ANTIMETASTATIK PADA KANKER
Pustaka PAYUDARA MELALUI REAKTIVASI
ANOIKIS DAN INHIBISI TRANSISI EPITEL-
KE-MESENKIM
1 1
Gabriele Jessica Kembuan , Kevin Julio Wijanarko
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga

ABSTRAK

Pendahuluan: Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian utama


wanita di Indonesia dan di dunia. Penatalaksanaan kanker payudara pada stadium awal
memberi hasil yang memuaskan, namun di stadium lanjut survival menurun drastis akibat
adanya metastasis, yang merupakan penyebab dari sebagian besar kematian akibat
kanker. Sebagian besar pasien di Indonesia datang dengan stadium yang sudah lanjut.
Transisi epitel-ke-mesenkim (EMT) adalah suatu mekanisme kunci dalam metastasis
yang menyebabkan sel epitelial dari tumor primer dapat mengasumsikan fenotip
mesenkimal dan lepas dan beredar di seluruh tubuh, menyebabkan kolonisasi organ
jauh. Pada metastasis, anoikis, sebuah tahap awal EMT dimana sel mengalami
detachment-induced apoptosis, juga tidak terjadi. Pencegahan dan pengobatan
metastasis perlu dikembangkan untuk meningkatkan survival bagi pasien stadium lanjut,
dan modifikasi pada jalur EMT/anoikis merupakan target yang potensial.
Pembahasan: Kami menyimpulkan teori bahwa inhibisi EMT dan stimulasi anoikis dapat
dilakukan melalui inhibisi pada protein Src/FAK, protein downstream pada jalur integrin.
Silencing dari Src/FAK juga akan mematikan jalur PI3K/Akt dan MAPK dan berpotensi
mereaktivasi anoikis. Kami mengajukan terapi dengan model targeted dan berbasis
nanopartikel, dan dapat pula dikombinasikan dengan inhibitor HGF dan TGF-β yang telah
ada untuk mematikan sebanyak mungkin jalur anti-anoikis pada sel tumor.
Kesimpulan: Terapi ini bersifat lebih spesifik dan memiliki efek samping yang minimal.
Src/FAK adalah protein yang jalurnya dipakai oleh sangat banyak pathway pro-
metastasis dan inhibisinya dapat memberikan efek yang lebih baik dalam aktivasi ulang
anoikis. Terapi ini dapat menjadi solusi meningkatkan survival pada pasien kanker
payudara tahap lanjut.

Kata kunci: kanker payudara metastatik, anoikis, Src/FAK, integrin mediated cell death,
transisi epitel-ke-mesenkim

ABSTRACT

Introduction: Breast cancer is one of the main causes of female deaths in both
Indonesia and the whole world. Treatment protocols yield satisfying results in early
stages, but in the later stages patient survival decrease significantly because of distant
metastasis. It is calculated that the majority of patients in Indonesia present with an
already advanced disease. Epithelial-to-mesenchymal transition (EMT) plays a pivotal
role in metastasis, where epithelial cells detach and circulate throughout the body. In
metastasis, anoikis, an early step in EMT where cells are supposed to undergo
detachment-induced apoptosis, does not happen. A treatment for metastasis reversal and
progression must be developed to increase late-stage survival, and a modification in the
EMT/anoikis pathways is a potential therapeutic target.
Discussion: We conclude that inhibition at EMT and stimulation of anoikis can be
performed through inhibition of proteins Src/FAK, the downstream protein of the integrin
pathway. Silencing of Src/FAK also turns off the PI3K/Akt and MAPK pathways and has
the potential to reactivate anoikis in tumor cells. We propose a targeted therapy with

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 28


nanoparticle delivery, and the therapy can also be combined with the newly developed
HGF and TGF-β inhibitors to ensure through silencing of anti-anoikis pathways.
Conclusion: This therapy has minimal side effects, are specific, and the broad influence
of Src/FAK that can cause many pathways to get turned off simultaneously once it is
inactivated. This might be the solution to increase survival in late-stage cancer patients.

Keywords: metastatic breast cancer, anoikis, Src/FAK, integrin mediated cell death,
epithelial-to-mesenchymal transition

1. PENDAHULUAN lebih setengah (46.2%) dari semua


Kanker payudara adalah kanker kasus yang terdiagnosis telah berada
yang paling sering ditemukan pada pada stadium III. Hal ini disebabkan oleh
populasi wanita, dan merupakan salah penundaan pasien dalam mencari
satu penyebab kematian terbanyak pengobatan. Studi yang sama
pada wanita. Menurut WHO menyimpulkan bahwa hal ini
GLOBOCAN Breast Cancer Factsheet menunjukkan pengetahuan dan niat
[1]
2012, pada tahun 2012 kanker pasien yang terbatas dalam mencari
payudara merupakan kanker kedua pengobatan saat gejala yang ada masih
paling umum di dunia, dengan lebih dari minimal. Sebagian besar pasien tidak
1.67 juta kasus baru yang terdiagnosis mengetahui gejala-gejala kanker dan
(25% dari semua kanker). Dalam hal bahkan mengira kanker payudara
jumlah kematian, kanker payudara sebagai sebuah “penyakit keturunan
menempati peringkat kelima. Di tahun yang normal”.
2012 di area Asia Tenggara (SEARO), Seperti sebagian besar kanker
data yang sama menjelaskan bahwa lainnya, patogenesis kanker payudara
terdapat 240.000 kasus baru yang ditentukan secara multifaktorial oleh
terdiagnosis, dengan 110.000 gabungan antara predisposisi genetik
diantaranya berakhir atau diprediksikan dengan faktor lingkungan. Pada
berakhir dengan kematian. Tjindarbumi prinsipnya, sel menjadi ganas apabila
menyatakan bahwa di Indonesia, kanker sel tersebut kehilangan kemampuan
payudara merupakan kanker kedua untuk: (1) berhenti membelah, (2)
[2]
terumum setelah kanker serviks. menempel pada sel lainnya, (3) tetap
Sebagian besar kanker payudara tinggal di tempat yang seharusnya, dan
merupakan karsinoma yang berasal dari (4) untuk apoptosis pada waktu yang
[4]
epitel, yang menyusun kurang lebih 90% tepat. Sel yang normal akan apoptosis
[3]
dari semua keganasan manusia. saat ia rusak atau sudah tidak
Kanker payudara adalah sejenis dibutuhkan lagi. Hingga saat itu tiba, sel
keganasan yang berasal dari jaringan dilindungi oleh beberapa pathway dan
payudara dan paling sering terjadi pada jalur signalling protein, antara lain jalur
lapisan sel yang melapisi saluran PI3K/Akt dan RAS/MEK/ERK. Jika ada
susu/duktus atau lobulus yang mengisi gen dalam pathway ini yang termutasi
[4]
saluran itu dengan susu. Pasien dan menjadi aktif secara permanen, sel
kanker payudara mencakup laki-laki dan akan tidak mampu melakukan
perempuan, meski pasien laki-laki jauh apoptosis. Contoh dari kasus ini adalah
lebih jarang. Kanker yang berasal dari mutasi pada gen protein PTEN yang
duktus dikenal sebagai karsinoma pada keadaan normal dapat
duktal, sedangkan kanker yang berasal menonaktifkan jalur PI3K/AKT dalam
[3],[4]
dari lobulus dikenal sebagai karsinoma proses apoptosis.
[4]
lobular. Pada tahap yang lebih lanjut
Di Indonesia, berdasarkan 2000 risiko metastasis nodal maupun
Age Standardized Ratio (ASR) kanker metastasis ke organ jauh meningkat
payudara memiliki insidensi sebesar secara signifikan, hingga kanker
20.6/100.000 penduduk dengan tren tersebut sudah tidak lagi bisa diobati
[5]
mortalitas yang terus meningkat. dengan operasi. Metastasis adalah
Selain itu, dalam sebuah studi case- tumbuhnya sel tumor yang berasal dari
control oleh Indrati, Setyawan dan tumor primer di organ yang distant
[6] [4]
Handojo di RSUD Dr. Kariadi, (jauh). Pada tahap ini, five-year
Semarang ditemukan bahwa kurang survival rate yang mencapai 90% pada

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 29


stadium II menurun secara signifikan gangguan regulasi integrin dan
[7] [12]
hingga tinggal 25% pada stadium IV. resistensi terhadap apoptosis.
Tiga organ yang menjadi preference Sementara itu, anoikis merupakan
metastasis adalah paru, hepar, dan suatu tahap yang kritis dalam EMT/MET
tulang. Metastasis ke otak atau dan didefinisikan sebagai kematian sel
beberapa metastasis pada saat yang yang terprogram setelah dan jika terjadi
[7]
sama juga tidak jarang. Rute pelepasan sel dari matriks ekstraselular,
metastasis yang paling umum adalah yang bertujuan untuk mencegah
lewat sirkulasi darah, namun metastasis pertumbuhan sel secara mandiri di
melalui sirkulasi limfatik juga cukup tempat yang tidak seharusnya dan
umum. Metastasis kanker adalah dengan demikian, mencegah kolonisasi
[12]
penyebab sebagian besar kematian pada organ yang jauh. Sel kanker
[8]
karena kanker. yang menjadi metastatik tidak
Metastasis merupakan hasil dari mengalami anoikis, yang dapat
beberapa kejadian yang bertahap, dan disebabkan karena beberapa hal,
akhir-akhir ini telah ditemukan bahwa termasuk perubahan pada repertoire
transisi epitel-ke-mesenkim (epithelial to integrin, aktivasi dari beberapa sinyal
mesenchymal transision, EMT) dan pro-survival yang terjadi karena
transisi mesenkim-ke-epitel kelebihan aktivasi reseptor akibat
(mesenchymal to epithelial transition, rangsangan autokrin berulang, aktivasi
MET) adalah langkah-langkah yang onkogen, ekspresi growth factor
[9]
penting dalam progresinya. Metastasis berlebih, atau mutasi/peningkatan
[12][13]
terdiri dari beberapa tahap spesifik yang regulasi pada enzim sinyal kunci.
diawali dengan pelepasan dan migrasi Selain itu, lingkungan mikro tumor juga
sel tumor dari lokasi tumor primer, yang berkontribusi pada resistensi anoikis
kemudian akan menginvasi jaringan melalui perubahan komposisi matriks,
yang dekat dan penetrasi membrana peningkatan stres oksidatif dan disrupsi
basalis, memasuki sirkulasi darah atau metabolik sel kanker. Pada tumor,
limfatik, selamat dari anoikis (kematian hilangnya anoikis menyebabkan sel
sel yang disebabkan karena dapat tetap selamat setelah lepas dari
[13]
detachment), keluar dari sirkulasi pada matriks ekstraselular. Tanpa anoikis,
organ jauh, membentuk nodula EMT/MET tidak akan berlanjut dan
micrometastatic dan akhirnya akhir-akhir ini, anoikis telah menjadi
beradaptasi dan memprogram ulang target yang atraktif untuk
[11][12]
stroma yang berkaitan, membentu pengembangan obat antikanker.
[10]
makrometastasis. Perubahan integrin merupakan salah
Epithelial-to-mesenchymal satu mekanisme terpenting dalam
transition sendiri merupakan langkah anoikis dan saat ini tengah
kunci dalam beberapa aktivitas dikembangkan sistem stimulasi anoikis
fisiologis, seperti embriogenesis; melalui akt integrin mediated cell
[12]
penyembuhan luka, dan sifat stem cell; death.
namun dapat menjadi patologis dalam Modalitas utama untuk terapi
[11]
kejadian kanker dan fibrosis. kanker payudara hingga saat ini
Perubahan patologis ini dimediasikan mencakup operasi, kemoterapi, radiasi,
[4,14]
oleh beberapa faktor transkripsi kunci, dan hormone therapy. Namun,
seperti SNAIL, zinc-finger-E-box-binding dengan semua kombinasi pengobatan
(ZEB), dan basic helix-loop-helix ini, prognosis kanker payudara masih
transcription factor, yang diregulasi baik sangat buruk jika kanker telah
pada level transkripsional, translational bermetastasis. Apalagi, banyak pasien
[7][11]
maupun post-translational. yang datang dengan stadium yang
[6]
Perubahan ini juga dimediasi oleh sudah lanjut. Terapi-terapi mutakhir
beberapa jalur signaling, termasuk famili seperti trastuzumab, inhibitor HGF dan
transforming growth-factor β (TGF-β) inhibitor TGF-β saat ini telah
dan dapat dirangsang secara abnormal dikembangkan; namun hasil terapi
[15]
oleh human hepatocyte growth factor tersebut in vivo masih kurang optimal.
(HGF). Berbagai perubahan ini Oleh karena itu, penulis meyakini bahwa
menyebabkan munculnya fenotip dibutuhkan pengembangan terapi
abnormal pada sel tumor, termasuk mutakhir yang dapat mengobati atau

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 30


mencegah perkembangan kanker terlibat dalam EMT, seperti jalur ZEB,
payudara, antara lain melalui inhibisi Snail, Twist dan Slug, berkaitan dengan
[7]
resistensi anoikis dan penghambatan perubahan fenotip dari sel. Beberapa
EMT. studi juga menunjukkan bahwa EMT
Penulis memproposisikan ide dapat menyebabkan munculnya suatu
terapi mutakhir untuk meningkatkan generasi sel kanker yang memiliki
anoikis yang normal melalui terapi gen karakteristik mirip stem cell, termasuk
berupa silencing pada protein Src dan kemampuan menghindari serangan
FAK yang terletak downstream pada sistem imunitas, meningkatnya
jalur integrin dan mengaktifkan resistensi terhadap apoptosis, dan
beberapa jalur antiapoptotic, seperti hilangnya senescence, serta
[16]
jalur PI3K/Akt dan MAPK. Silencing kemampuan untuk terus membelah,
dari Src/FAK akan mengaktifkan meremajakan diri dan menimbulkan sel
[20]
kembali integrin mediated cell death baru; karakteristik-karakteristik ini
pada sel tumor melalui aktivasi pro- menimbulkan resistensi terhadap terapi
caspase 8 dan hilangnya jalur konvensional.
antiapoptotic, menyebabkan sel segera
mengalami apoptosis yang terprogram
begitu lepas dari matriks
[16]
ekstraselular. Penulis mengusulkan
terapi ini diadministrasikan sebagai
targeted therapy melalui vesikulum
nanopartikel dan dapat dikombinasikan
dengan terapi yang telah ada, untuk
memastikan bahwa terjadi silencing
secara menyeluruh dan anoikis dapat
mengalami aktivasi kembali.

2. PEMBAHASAN
2.1 Transisi Epitel-ke-Mesenkim dan
Metastasis
Epithelial-to-mesenchymal Gambar 1. Epithelial-to-mesenchymal
transition (EMT) merupakan suatu transition berperan penting dalam
proses dimana sel epitel kehilangan intravasasi dan diseminasi tumor dalam
[17]
polaritasnya dan kemampuannya proses metastasis
menempel dengan sel-sel lain, dan
mengalami remodelling cytoskeleton 2.2 Mekanisme Transisi Epitel-ke-
[17]
secara ekstensif. Lama kelamaan, sel Mesenkim
yang mengalami EMT akan memperoleh Proses epithelial–mesenchymal
ekspresi mesenkimal dan menunjukkan transition (EMT) merupakan bagian
fenotip migratory; proses-proses ini penting dari metastasis suatu tumor.
sesungguhnya juga terjadi pada saat Pada proses ini terjadi beberapa
[18]
pembentukan embrio. EMT juga perubahan ekspresi gen yang
terlibat dalam penyembuhan jaringan memediasi dediferensiasi sel epitel
dalam organisme dewasa dan menjadi sel yang bersifat
[11]
merupakan sebuah feature permanen mesenkimal. Sel epitel melakukan
pada kanker yang memiliki karakteristik downregulation pada gen yang
[13]
gabungan sarkoma dan karsinoma. menimbulkan fenotip epitelial, dan
Transisi dari epitel ke mesenkim ini peningkatan regulasi pada gen yang
merupakan tahap pertama dalam memediasi fenotip mesenkimal. Hal ini
metastasis, dan setelah tahap ini terutama menyebabkan hilangnya
berlangsung, sel yang telah berubah interaksi sel tersebut dengan sel lain
[19]
menjadi mesenkimal dapat lepas dari dan dengan matriks ekstraselulernya.
tumor dan memulai proses seeding dan Selain itu, sel juga akan kehilangan
[19] [11,19]
kolonisasi di organ jauh. Proses EMT polaritas apiko-basalnya. Proses
ini sangat penting untuk diteliti sebab EMT terdiri dari 3 tipe, dimana EMT tipe
tanpa adanya EMT, metastasis tidak 3 adalah yang penting dalam metastasis
[17,18]
akan dapat terjadi. Jalur-jalur yang tumor. EMT tipe 3 ini lebih tidak teratur

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 31


dibandingkan dua tipe lainnya, dan hasil tipe triple-negative yang agresif,
[16, 23, 24]
akhirnya dapat berupa fenotip hybrid miR200c mengalami disregulasi;
[20,21]
epitel-mesenkim. miRNA ini menarget sebuah kinase
Faktor transkripsi yang berperan reseptor tirosin neurotropic yang
dalam EMT antara lain adalah ZEB1 dependen terhadap nF-κB, yang juga
[7]
dan ZEB2, dimana kedua protein ini berperan dalam menekan resistensi
memiliki zinc-finger domain yang dapat terhadap anoikis. Selain itu, miR200
langsung mengikat daerah promoter secara langsung meregulasi fibronektin,
gen, dan dalam hal EMT, berfungsi moesin, dan protein-protein lain yang
untuk merepresi transkripsi E-cadherin, normalnya menghambat migrasi sel dan
[19]
dan meningkatkan transkripsi vimentin resistensi sel terhadap anoikis.
(mesenchymal marker). Sitokin Lebih jauh ke akhir jalur signaling,
proinflamatorik, hipoksia, dan miRNA ini juga dapat menginhibisi
transforming growth factor β (TGFβ) TGFβ2 dan B-catenin CTNNB1.
memicu EMT melalui induksi ZEB 1 dan Disregulasi terhadap miR200
[16]
ZEB2. Faktor transkripsi lain yang disebabkan oleh faktor transkripsi ZEB,
berperan adalah Snail dan Slug, dimana yang juga ditarget oleh miR200 sendiri
Snail dapat langsung mengikat daerah dalam sebuah double-negative feedback
[7][23]
promoter dan merepresi E-cadherin, loop. Selain itu, miR10B
[7]
desmoplakin, dan claudin. Snail juga diasosiasikan dengan pertumbuhan,
meningkatkan ekspresi vimentin, migrasi dan metastasis dari kanker
fibronektin, dan MMP, yang merupakan payudara, dan ternyata mengalami
[20]
protein proinvasif dan mempromosikan regulasi oleh faktor transkripsi Twist.
migrasi sel. Kedua faktor transkripsi ini Sebaliknya, ZEB dan Snail menurunkan
[20]
juga diinduksi oleh TGFβ. Snail tidak ekspresi miR10B pada kanker
terdapat dalam sel epitel normal, namun payudara, namun meningkatkan
[24],[25]
dapat ditemukan pada tumor-tumor ekspresinya pada kanker kolon.
invasif dan dianggap sebagai faktor Beberapa miRNA diasosiasikan dengan
prognostik yang buruk pada beberapa jalur signaling TGF-B, dimana, pada sel
jenis kanker. Faktor transkripsi terakhir epitel payudara, ekspresi miR29A dan
[7][11] [26]
adalah Twist, yang memiliki miR21 ditemukan meningkat. miR21
kemampuan membuat dimer dan menginduksi metastasis melalui EMT
berfungsi meningkatkan ekspresi dari N- dan dapat pula diregulasi oleh ZEB.
cadherin dan menurunkan ekspresi E- Sementara itu, ekspresi dari miR29a
[16]
cadherin. Regulasi gen oleh Twist mensupresi ekspresi dari tristetraprolin
lebih tergantung pada ikatannya dengan dan bersama dengan jalur Ras,
[27]
faktor transkripsi lain, perubahan post- mempromosikan terhadinya EMT.
translasional, dan pilihan pasangan miR9 meregulasi mRNA yang
untuk membentuk dimer; Twist mengkode E-cadherin, dan ekspresinya
meningkat dalam sel-sel kanker dan menginduksi EMT pada sel epitel
[20]
peningkatannya memiliki korelasi positif payudara manusia. Menariknya, level
dengan grade, metastasis, dan miRNA pada plasma pasien kanker
[16]
keganasan tumor. payudara dapat mengindikasikan status
Beberapa faktor transkripsi ini CTC, dan diduga merupakan marker
tidak bekerja sendiri, namun saling prognostik potensial yang lebih baik dan
bertindihan dalam sifat regulasinya. mudah digunakan dibandingkan dengan
[28]
Ekspresi dari ZEB diregulasi oleh Snail, CTC. Selain itu, long non-coding RNA
yang juga meningkatkan stabilitas dari (lncRNA), yang lebih panjang dari 200
Twist. Interaksi ini memainkan peran basepair, juga menunjukkan keterlibatan
dalam regulasi spasial maupun temporal dalam regulasi ekspresi gen,
[16]
dari EMT. Selain itu, pada sel kanker remodelling kromatin, transkripsi,
payudara, ditemukan juga beberapa pemrosesan RNA dan progresi
[29]
non-coding RNA yang memediasi EMT kanker.
melalui regulasi mRNA. Hal yang Ciri khas dari EMT adalah
menarik dari metode regulasi mRNA- hilangnya ekspresi dari E-cadherin,
miRNA adalah metode ini lebih fleksibel yang sentral dalam penyusunan cell-cell
dan regulasi dapat terjadi dengan jauh adhesion juction dan dibutuhkan dalam
[20][22] [30]
lebih cepat. Pada kanker payudara formasi dan hemostasis epitel.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 32


Hilangnya E-cadherin dapat diamati dan cukup tipikal terdapat pada kanker
[29-31]
dalam EMT, dan akan meningkatkan dalam tahap metastasis lanjut.
kamampuan invasi tumor in vitro dan Telah dijelaskan bahwa EMT juga
berkontribusi pada transisi adenoma dapat menyebabkan sel
menjadi karsinoma pada model hewan. mengekspresikan fenotip mirip sel
Ekspresi dari E-cadherin ini berkorelasi punca; fenomena ini dapat
terbalik dengan stadium dan grading menyebabkan terjadinya resistensi
dari tumor, dan inaktivasi dari E- terhadap terapi. Proses ini juga sangat
cadherin dapat ditemukan pada kurang prominent dalam konteks kanker
lebih 50% dari karsinoma lobular payudara. EMT yang diinduksi oleh
[16,20]
payudara. Hipermetilasi promoter sinyal EGFR dapat menyebabkan
dan inhibisi melalui represi terjadinya resistensi terhadap
[32]
transkripsional berkontribusi pada tamoksifen. Karena proses EMT dan
represi E-cadherin pada sel tumor. MET juga menyebabkan dediferensiasi
Dengan perubahan ekspresi gen, sel, resistensi terhadap kemoterapi, dan
sel epitel akan berubah sifat menjadi sel hormone therapy dapat terjadi, sebab
mesenkimal, dan dapat lepas dari kedua jenis terapi tersebut menarget sel
membran basal, matriks ekstrasel, yang lebih terdiferensiasi dengan
[33]
maupun ikatan dengan sel-sel tumor baik. Kemoterapi dan hormone
[30]
yang lain. Hal ini meningkatkan therapy malah dapat meningkatkan
kemungkinan sel tersebut untuk jumlah sel berfenotip mirip-punca
bertahan hidup didalam aliran darah karena sifat selektif tadi.
atau limfa dan menempel pada organ
lain karena sel ini dapat menghindari 2.3 Anoikis dan Mekanismenya
[11]
mekanisme anoikis. Perubahan Anoikis adalah mekanisme
molekul adhesi seluler (cellular adhesion perlindungan tubuh terhadap sel epitel
molecule, CAM) memiliki peranan yang telah terlepas dari matriks
[18,34]
penting dalam memungkinkan adhesi ekstraseluler asalnya. Hal ini terjadi
sel tumor dengan endotel dan sel-sel dengan apoptosis sel yang telah
[20,25]
pada organ target metastasis. terlepas tersebut, dimana hal ini akan
Beberapa CAM yang penting dalam mencegah sel-sel tersebut untuk
proses pengenalan heterolog dengan berkembang secara displastik pada
sel lain antara lain adalah ligan selektin organ atau jaringan diluar jaringan
glikokonjugat, beberapa jenis integrin, asalnya. Mekanisme anoikis ini pada
[30]
ALCAM, dan ICAM. konteks kanker bersifat menghambat
Salah satu faktor prognostik yang metastasis dari sebuah tumor karsinoma
berkaitan dengan kanker payudara primer, dimana sel-sel yang terlepas
adalah circulating tumor cells (CTC), dari tumor primer akan mengalami
dimana CTC yang memiliki karakteristik apoptosis saat sel tersebut tidak lagi
mesenkimal dalam jumlah yang lebih mengalami kontak dengan matriks
[34]
besar menunjukkan prognosis yang ekstraselulernya. Tumor mengalami
[30,31]
lebih buruk. CTC adalah sel-sel proses pelepasan sel yang disebut
yang sudah lepas dari tumor primer dan shedding, namun tidak seluruh sel yang
memasuki peredaran darah. Namun, terlepas dari proses ini akan menjadi sel
CTC bersifat heterogen: tidak semuanya yang akan bermetastasis pada jaringan
telah memiliki fenotip mesenkimal lain. Metastasis hanya dapat terjadi
secara utuh. Telah ditemukan juga karena adanya sel yang mampu
bahwa pada kanker yang sudah lanjut, menghindari anoikis dan telah berubah
CTC yang terdiri dari sel mesenkimal menjadi tidak tergantung (anchorage-
lebih berupa kumpulan sel dan independent) pada perlekatan terhadap
bukannya berupa sel-sel individual; hal matriks ekstrasel. Menghindari anoikis
ini mungkin dapat dijelaskan dengan juga merupakan tahap penting dalam
EMT yang bersamaan dari beberapa perubahan tumor berubah menjadi
[34,35]
gerombol CTC yang dimediasi oleh malignant atau infiltratif.
[30]
pelepasan TGF-B oleh platelet. CTC Sel epitel normal memiliki
merupakan marker yang baik untuk ketergantungan terhadap ikatan dengan
prediksi recurrence kanker payudara, membrana basalis, sel yang
bersebelahan dan matriks ekstrasel.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 33


Ikatan tersebut dimediasi oleh integrin perubahan ekspresi gen dan aktivitas
yang menghubungkan matriks ekstrasel protein, seperti penghambatan protein
[30,34]
dengan sitoskeleton. Perlekatan Bad, caspase-9, glycogen synthase
protein integrin dengan matriks ekstrasel kinase 3β (GSK3β) yang memiliki sifat
akan menyebabkan aktifnya mediator proapoptotic, dimana gen ini dihambat
downstream seperti integrin-linked oleh beberapa jalur sinyal, seperti jalur
kinase (ILK), dan dua protein yang Wnt dan jalur reseptor tirosin kinase
sangat penting, non-receptor tyrosine yang dipicu oleh beberapa faktor
[36]
kinase Src, dan focal adhesion kinase pertumbuhan. Beberapa faktor
[13]
(FAK), yang menghambat apoptosis. transkripsi yang meningkatkan resistensi
Jika sel terlepas dari matriks terhadap anoikis adalah NF-βB melalui
ekstraselnya, sehingga integrin menjadi jalur PI3K – Akt, Snail yang menurunkan
bentuk tidak terligasi (unligated), transkripsi E-cadherin dan menginhibisi
mekanisme penghambatan apoptosis ini caspase-3, dan Twist yang
akan berhenti dan akan memicu meningkatkan transkripsi N-cadherin
[11]
integrin-mediated cell death (IMD) yang dan protein antiapoptotic Bcl-2. Hasil
dipicu oleh recruitment caspase-8 pada dari perubahan ekspresi gen ini adalah
subunit-β domain sitoplasmik integrin peningkatan protein antiapoptotic,
bebas (unligated integrin) pada sel turunnya ekspresi E-cadherin, dan
epitel. Pada sel fibroblas, interaksi meningkatnya resistensi sel tersebut
[35,36]
antara unligated integrin dan caspase-3 terhadap IMD.
[35]
akan memicu apoptosis. Modifikasi integrin memiliki
Sel tumor memiliki beberapa peranan penting dalam meredam
[30]
mekanisme untuk menghindari IMD dan IMD. Modifikasi terpenting adalah
menghasilkan kemampuan anchorage- perubahan integrin βvβ5 menjadi
independent growth (AIG), yaitu integrin βvβ6, dimana unligated βvβ5
mengalami dediferensiasi melalui akan memicu IMD, sementara unligated
epithelial-mesenchymal transition βvβ6 justru terhadap. akan menghambat
(EMT), mengubah integrin yang terdapat apoptosis melalui aktivasi jalur PI3K–
pada membran sel, dan hiperaktivasi Akt. Integrin βvβ3 juga merupakan
[35]
dari sinyal antiapoptotic. Melalui integrin yang dapat menghambat IMD,
dediferensiasi dengan EMT, sel epitel dan dapat merekrut Src yang bersifat
[32,35]
akan secara parsial mengalami antiapoptotic.

Gambar 1. Mekanisme Resistensi Integrin Mediated Cell Death Termediasi


Src/FAK. Pada sel normal, Protein Src/FAK menghambat apoptosis, dan
penghambatan ini akan berhenti jika sel terlepas dari matriks ekstraselular dan
integrin memasuki bentuk tidak terligasi, menyebabkan sel mengalami
[37]
apoptosis.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 34


Gambar 2. Jalur Integrin-Src-FAK dalam Pengaturan Fungsi Apoptotik. Protein PI3-K dan
AKT memainkan peran penting dalam mencegak apoptosis. Integrin yang utuh
menyebabkan Src/FAK mengaktifkan jalur ini dan mencegah apoptosis. Jalur ini mati saat
[18]
matriks ekstraselular rusak dan integrin tidak lagi utuh.

Strategi terakhir dalam dalam hal ini protein PI3K yang jalur
menghindari anoikis adalah dengan transduksi sinyalnya bersifat sangat
meningkatkan sinyal antiapoptotic, yaitu antiapoptotic. Selain itu, Src dan FAK
antara lain dengan sekresi autokrin juga akan menghambat aktivasi
[16,36]
faktor pertumbuhan seperti fibroblast procaspase-8.
growth factor (FGF), hepatocyte growth Dari berbagai perubahan yang
[18]
factor (HGF) dan interleukin-8 (IL-8). terjadi pada sel tumor untuk
Sel juga dapat meningkatkan aktivitas menghindari apoptosis, seperti telah
reseptor ErbB2 yang dapat dijelaskan diatas, terdapat disosiasi
menghambat protein Bim yang pro- antara integrin dengan jalur transduksi
apoptotik dan menghambat degradasi downstream terutama Src/FAK.
dari epidermal growth factor receptor Disosiasi ini dapat terjadi dengan
(EGFR) yang bersifat anti-apoptotik. perubahan jenis integrin menjadi βvβ6
[19,33]
yang bentuk tidak terligasinya tidak akan
memicu IMD dan tidak akan
2.4 Jalur Integrin – Src / FAK dan menurunkan aktivitas Src/FAK. Hal ini
Potensinya sebagai Target Terapi menyebabkan efek anti-apoptotik
Protein Src dan FAK merupakan dua Src/FAK tetap tidak terinhibisi, sehingga
protein tirosin kinase non-reseptor yang sel tumor tersebut dapat terhindar dari
[18,36]
berperan sebagai jalur downstream dari IMD.
integrin, dimana integrin yang berikatan Inhibisi dari Src/FAK dapat
dengan ECM (ligated), akan menurunkan sinyal anti-apoptotik dan
mengaktifkan jalur Src/FAK, yang dapat memicu apoptosis meskipun pada
merupakan jalur antiapoptotic yang sel tersebut telah terjadi modifikasi
[30]
sangat penting dalam mempertahankan integrin. Obat inhibitor Src/FAK telah
[4],20]
kelangsungan hidup sel. Src dan diteliti dan dipakai sebagai obat anti-
FAK dapat menjadi activator protein angiogenic, dan diduga memiliki
dengan cara memfosforilasi protein lain aktivitas anti-tumor, namun belum diteliti
[36]
yang memiliki gugus SH2, termasuk sebagai obat anti-metastatik. Efek

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 35


samping yang diketahui dari karena itu, sebagian besar molekul-
penggunaan antagonis FAK adalah molekul obat potensial bekerja dengan
inhibisi vaskulogenesis dan cara menarget kinase. Inhibitor
angiogenesis normal, dan bersifat letal kompetitif EGFR gefitinib dan erlotinib
pada embrio karena menyebabkan menunjukkan aktivitas protektif terhadap
kelainan kardiovaskuler. Pada tikus fibrosis paru dan sirosis, dan mungkin
dewasa, delesi dari FAK pada epitel juga dapat berperan pada EMT di dalam
[38,40]
tidak bersifat letal, yang diperkirakan konteks karsinoma. Inhibitor
terjadi karena efek kompensasi oleh VEGFR dan PDGFR yang serupa,
protein lain, yaitu PYK2. Beberapa sorafenib dan sunitinib, juga
penelitian lain mengaitkan hubungan menunjukkan aktivitas anti-EMT secara
[38]
antara inhibisi FAK dengan in-vitro.
[38]
meningkatnya p53, yang bersifat pro- Studi oleh Reka et al.
[17,18,36]
apoptotik. menemukan inhibitor gen potensial
Kedua protein FAK dan Src melalui profilling ekspresi gen dan
ditemukan meningkat pada banyak jenis menyimpulkan bahwa Rapamisin dan
kanker yang berbeda, termasuk kanker bahan 17-AAG merupakan inhibitor
payudara, prostat, hati dan tiroid. Kedua potensial untuk EMT melalui inhibisinya
protein ini ditemukan membentuk terhadap TGF-B; kedua bahan ini dapat
kompleks dan diketahui berperan selain menghambat EMT dan juga fenotip
[18]
dalam jalur integrin, juga dalam migratori/invasif yang terasosiasi
beberapa jalur lain yang berhubungan dengannya. Obat BI 5700 secara
dengan beberapa reseptor tirosin kinase langsung menginhibisi kinase IKK2,
yang diaktifkan oleh sitokin dan growth yang merupakan bagian dari pathway
factors. Karena perannya yang luas NFkB dan dapat menyebabkan reversal
[39,40]
dalam memediasi efek anti-apoptotik dari EMT pada model tikus.
dari berbagai macam faktor Beberapa obat dan targetnya dalam
pertumbuhan dan dalam proses IMD, menghambat EMT antara lain EW-7195
inhibisi kompleks protein Src/FAK juga dan EW-7203 yang menarget reseptor
diperkirakan dapat mengurangi risiko kinase TGF-B tipe 1 dan aktivin
[17,18,36]
terjadinya metastasis. receptor like kinase-5; SL0101 yang
menarget ribosomal protein S6 kinase
2.5 Desain Terapi dalam jalur TGF-B dan RON, dan
2.5.1 Terapi Anti-Transisi-Epitel-ke- kombinasi ROCK dan SB431542 yang
[41]
Mesenkim Masa Kini menurunkan regulasi level ZEB.
Penatalaksanaan kanker Selain itu, terdapat pula 4Ei-1 yang
payudara di Indonesia mencakup merupakan analog nukleotida non-toksik
rangkaian pengobatan yaitu dan dapat mencegah asosiasi dari
pembedahan, kemoterapi dan radiasi, eIF4E dan mRNA; pada model zebrafish
terapi hormonal/endokrin dan terapi EMT dalam konteks tumor dapat
[6]
imunologis. Pengobatan ini bertujuan dicegah namun perkembangan
untuk memusnahkan kanker atau organisme tetap berjalan normal,
membatasi perkembangan penyakit melalui inhibisi cap dependent
[42]
serta menghilangkan gejalanya. Namun, translation.
kombinasi pengobatan ini sangat tidak
efektif bagi kanker stadium lanjut dan 2.5.2 Terapi Kombinasi Penghambat
[4]
kanker yang sudah bermetastasis. EMT dan Optimalisasi Anoikis
EMT akhir-akhir ini telah menjadi target Inhibisi dari jalur Src/FAK
terapi untuk mengurangi maupun diharapkan akan menurunkan sinyal
mecegah metastasis, dan beberapa anti-apoptotik dengan melangkahi
kinase yang menarget TGF-β, Wnt, integrin sebagai reseptor yang dapat
[21,34,35]
Hedgehog dan pathway signalling lain dimodifikasi oleh sel tumor.
[18]
tengah dikembangkan. Terapi ideal Kelemahan dari mentarget Src/FAK
yang juga bersifat spesifik tumor adalah kemungkinan aktivasi protein
seharusnya berukuran kecil dan dapat downstream pada jalur ini, seperti PI3K-
berikatan langsung dengan ATP- Akt oleh jalur transduksi sinyal lain yang
binding-site dari kinase yang mengalami memiliki cross-talk dengan jalur ini. Hal
[28,40]
gangguan regulasi tersebut. Oleh ini harus dicegah untuk menghasilkan

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 36


efek yang optimal dalam memicu
[12,16,35]
anoikis.
Jalur transduksi sinyal lain yang
memiliki cross-talk dengan jalur PI3K
antara lain adalah jalur induksi yang
dimulai dari hepatocyte growth factor
(HGF) dan transforming growth factor β
[41]
(TGFβ). Meskipun diperkirakan
kompleks Src/FAK juga memiliki peran
dalam transduksi sinyal kedua faktor
pertumbuhan tersebut, sehingga dengan
inhibisi Src/FAK diperkirakan jalur
aktivasi PI3K oleh kedua reseptor faktor
pertumbuhan tersebut juga akan
berkurang, namun diketahui pula bahwa
peran Src/FAK pada kedua jalur
tersebut tidak mutlak, sehingga untuk
mencapai hasil maksimal dari
penghambatan jalur pro-apoptotik PI3K,
perlu dilakukan terapi kombinasi untuk
mencakup sebesar mungkin inhibisi dari
[34]
jalur-jalur anti-apoptotik. Dengan
menggunakan terapi kombinasi dengan
menghambat faktor pertumbuhan lain,
yaitu inhibisi TGF-β dengan LY2157299
dan inhibisi HGF melalui antibodi seperti Gambar 3. Mekanisme Post-
rilotumumab, MetMab, atau fragmen Transcriptional Gene Silencing dengan
[44]
NK4, diharapkan proses anoikis dapat small interfering RNA (siRNA).
[38,43]
berjalan dengan efektif.
Untuk membuat terapi siRNA
2.5.3 Model Terapi dan Penghantaran transgenik ini, mula-mula dilakukan
Desain terapi yang kami usulkan identifikasi sekuens gen dari Src/FAK
adalah terapi gen dengan menggunakan melalui akses GenBank®. Setelah
siRNA (small interfering RNA) yang mendapatkan sekuens tersebut, maka
dikonjugasikan ke dalam plasmid yang plasmid yang mengkode siRNA
kemudian dihantarkan ke dalam sel transgenik dapat dikonstruksi dengan
menggunakan nanopartikel. Molekul penambahan promoter dan ujung 3’ H1
siRNA ini bekerja dengan cara untuk menjamin transkripsinya di sel
[45]
bergabung dengan kompleks pre-RISC target. PCR atau kultur bakteri dapat
yang mengandung protein argonaute.
[44] digunakan untuk memperbanyak
Protein ini memainkan peranan kunci plasmid transgenik dalam jumlah masal.
dalam jalur RNA silencing karena Kemudian, plasmid ini akan
memiliki aktivitas ribonuklease terhadap dikonjugasikan dengan nanopartikel
RNA target. Salah satu untai RNA PLGA yang biokompatibel,
dupleks akan dibuang sehingga biodegradabel, tidak beracun, dan
tebentuklah kompleks RISC dengan imunogenik. Administrasi terapi
satu untai RNA. RNA ini kemudian akan menggunakan prinsip targeted therapy
berikatan dengan mRNA komplemennya untuk membuat terapi yang spesifik ke
[42]
sehingga menyebabkan inhibisi translasi sel tumor payudara. Akhirnya
atau degradasi mRNA target yang monitoring yang berkelanjutan
dikatalisis oleh kompleks RIS (Gambar diperlukan untuk melakukan evaluasi
3). Dengan demikian, ekspresi dari hasil terapi ini.
protein Src/FAK dapat direpresi.
[44,45] Molekul targeting yang dapat
digunakan untuk melakukan homing
terhadap sel kanker payudara
bermacam-macam karena sel kanker
payudara memiliki pola ekspresi gen
pada permukaan sel yang berbeda-

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 37


[46]
beda. Salah satu molekul yang mendalam dan mencapai tahap animal
pernah digunakan untuk terapi adalah study.
Fab untuk Her2, yang hanya dapat Di masa depan penulis meyakini
digunakan untuk sel kanker dengan sifat bahwa terapi yang telah diusulkan dapat
[47]
Her2 positif. Selain itu, molekul lain dikembangkan dan menjadi modalitas
yang pernah digunakan adalah peptida terapi yang penting. Perlu dilakukan
rekombinan yang mengandung fragmen penelitian lebih lanjut yang berfokus
N-terminal urokinase-type plasminogen untuk mencegah metastasis pada
activator (uPA), yang selama ini telah kanker jenis epitelial, dan eksplorasi
berhasil digunakan sebagai molekul lebih lanjut pada jalur-jalur metastasis
targeting untuk imaging kanker yang terlibat. Hal ini penting untuk
[48]
payudara. mencegah progresi kanker dan
meningkatkan prognosis pasien secara
3. KESIMPULAN signifikan. Terapi kanker di masa depan
Terapi anti-metastasis sangat dapat terus dikembangkan dengan
dibutuhkan untuk meningkatkan survival berfokus pada efisiensi dan target yang
pasien kanker payudara stadium lanjut spesifik, sehingga menghindari
dan hambatan pada jalur transisi epitel- kerusakan pada sel sehat dan
ke-mesenkim (EMT) dapat menjadi memaksimalkan kerja terapi, serta
target terapi di masa depan. Telah meningkatkan kenyamanan pasien.
ditunjukkan bahwa EMT merupakan
proses yang sangat esensial dalam 4. SARAN
metasasis pada tumor jenis epitelial. a. Perlu dilakukan penelitian lebih
Anoikis ternyata memainkan peranan lanjut mengenai terapi kanker
penting dalam proses EMT dan payudara yang berfokus pada
reaktivasinya perlu diteliti sebagai inhibisi metastasis.
metode potensial untuk menghambat b. Src/FAK dan target-target lain
EMT, salah satunya dengan silencing dalam jalur transisi epitel-ke-
pada mRNA protein Src/FAK yang mesenkim dan anoikis perlu
memainkan peranan yang luas dalam dieksplorasi lebih lanjut dalam
berbagai jalur anti-anoikis, antiapoptotic konteks pengembangan obat
dan pro-metastasis, secara bersamaan. antikanker.
Kombinasi terapi gen dengan target c. Pengembangan terapi kanker
Src/FAK dengan terapi mutakhir seperti berbasis-gen dan terapi
inhibitor HGF dan inhibitor TGF-β dapat bertarget, antara lain dengan
menjadi perkembangan baru bagi terapi nanopartikel, perlu
kanker metastatik, dan sistem dikembangkan sebagai
penghantaran berbasis nanopartikel modalitas terapi masa depan.
membuatnya sangat spesifik, efisien,
dan juga minim efek samping, seiring DAFTAR PUSTAKA
dengan perkembangan targeted therapy 1. World Health Organization. WHO
dalam pengobatan kanker. GLOBOCAN Breast Cancer
Hingga saat ini, jalur-jalur Factsheet. New York: 2012.
molekuler dan protein-protein penting 2. Tjindarbumi. Diagnosis dan
yang dibahas (termasuk integrin, Pencegahan Kanker Payudara,
Src/FAK, jalur apoptosis, jalur anoikis Kursus Singkat Deteksi Dini dan
dan EMT) telah diteliti dengan cukup Pencegahan Dini Kanker. Jakarta:
mendalam dan segala jalur tersebut FKC, 1996.
telah diketahui cukup jelas 3. Cairns, John. “Mutation Selection
mekanismenya. Namun, pengembangan and the Natural History of Cancer”.
terapi untuk menghambat jalur tersebut Nature 255: (1975): 197-200.
belum pernah dilakukan secara in vivo. 4. Sariego, Jack. “Breast Cancer in the
Potensi terapi yang mungkin ada Young Patient”. Annals of Surgery
disimpulkan melalui percobaan in vitro 76: (2010): 1397-1400.
pada cell line. Sementara itu, usulan 5. Miranti, IP. “Insidens Berbagai Jenis
penulis mengenai metode penghantaran Kanker Penduduk Kodya Semarang
berbasis nanopartikel dan penggunaan Tahun 1990–1993”. Media Medika
siRNA sendiri sudah diteliti dengan Indonesiana 32: (1997): 67-73.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 38


6. Universitas Diponegoro. Faktor-
Faktor Risiko yang Berpengaruh 17. Thiery, Jean Paul dan Jonathan P.
terhadap Kejadian Kanker Payudara Sleeman. “Complex Networks
Wanita. Indrati R, Setyawan H, Orchestrate Epithelial-Mesenchymal
Handojo D. 2005. 4 Juli 2014 Transitions.” National Review
<http://www.eprints.undip.ac.id/5248 Molecular Cell Biology 7: (2006):
/Rini_Indarti.pdf> 131-142.
7. Weigelt, Brita., Johannes L Peterse 18. Thiery, Jean Paul. “Epithelial-
dan Laura J van’t Veer. “Breast Mesenchymal Transitions in Tumour
Cancer Metastasis: Markers and Progression.” National Review of
Models”. Nature Reviews Cancer 5: Molecular Cancer Biology 2: (2002):
(2005): 591-602. 442-445.
8. Fidler, Isaiah J. “Critical 19. Hugo H, et al. “Epithelial-
Determinants of Metastasis”. Mesenchymal and Mesenchymal-
Seminars of Cancer Biology 12: Epithelial Transitions in Carcinoma
(2002): 89-96. Progression”. Journal of Cell
9. Yao, Dao., C dan SL Peng. Physiology 213: (2007): 374-378.
“Mechanisms of the Mesenchymal- 20. Barallo-Gimeno, Alejandro, Angela
Epithelial Transition and Its Nieto. “The Genes as Inducers of
Relationship with Metastatic Tumor Cell Movement and Survival:
Formation”. Molecular Cancer Implications in Development and
Research 9: (2011): 1608. Cancer”. Development 132: (2005):
10. Steeg, Patricia S. “Tumor 3151-3161.
Metastasis: Mechanistic Insights 21. Guadamillas, Marta C, Ana Cerezo,
and Clinical Challlenges”. National Miguel A del Pozo. “Overcoming
Journal of Medicine 12: (2006): 895- Anoikis–Pathways to Achorage-
904. Independent Growth in Cancer”.
11. Lamouille, Sammy., Jian Xu dan Journal of Cell Science 124: (2011):
Rik Derynck. “Molecular 3189-3197.
Mechanisms of Epithelial- 22. Howe, Erin N, Dawn R Cochrane,
Mesenchymal Transition.” Nature Jennifer K Richer. “Targets of miR-
15: (2014): 178-196. 200c Mediate Supression of Cell
12. Paoli, Paolo., Elisa Gianoni dan Motility and Anoikis Resistance”.
Paola Ciaruggi. “Anoikis Molecular Breast Cancer Research 13: (2011):
Pathways and Its Role in Cancer R45.
Progression.” Biochimica et 23. Mongroo, Perry S., dan Anil K
Biopysica Acta, 1833: 12 (2013): Rutsgi. “The Role of miR-200 Family
3481-3489. in Epithelial-Mesenchymal
13. Vachon, Pierre H. “Integrin Transition”. Cancer Biological
Signaling, Cell Survival and Anoikis: Therapy 10 : (2010) : 219-222.
Distinctions, Differences, and 24. Burk Ulrike, et al. “A Reciprocal
Repression between ZEB1 and
Differentiation.” Journal of Signal
Members of the miR-200 Family
Transduction (2011): 738137. Promotes EMT and Invasion in
Cancer Cells”. EMBO Rep 9: (2008):
14. Gammon, K. “Breast Cancer”. 582–589.
American Cancer Society Official 25. Ma, Li., Julie Teruya-Fieldstein dan
Guidebook. Boston: ACS, 2003 Robert A Weinberg. “Tumour
Invasion and Metastasis Initiated by
15. Nahta R. et al. “Trastuzumab: microRNA-10b in Breast Cancer”.
triumphs and tribulations.” Nature 449: (2007): 682-688.
Oncogene, 26 (2005), 3637-3643. 26. Kong W, et al. “MicroRNA 155 is
Regulated by the Transforming
16. Bolos V, et al. “The Dual Kinase Growth Factor Beta/Smad Pathway
Complex FAK-Src as a Promising and Contributes to Epithelial Cell
Therapeutic Targeting Cancer”. Plasticity by Targeting RhoA”.
Oncology Targets Therapy; 3: Molecular Cell Biology 28: (2008):
(2010): 83-97. 6773-6784.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 39


27. Gebeschuber, Cristoph A., Kurt 36. Mitra, Satyajit K, David D
Zatloukal dan Javier Martinez. “miR- Schlaepfer. “Integrin-Regulated
29a Supresses Tristetraprolin, which FAK-Src Signaling in Normal and
is a Regulator of Epithelial Polarity Cancer Cells.” Current Opinion in
and Metastasis”. EMBO Rep; 10: Cell Biology; 18: 5 (2006): 516- 523.
(2009): 400–405. 37. Young, Shanique, Ryon Graf, dan
28. Madhavan, Deepak, et al. Dwayne Stupack. “Neuroblastoma.”
“Circulating miRNAs as Surrogate La Jolla: CC BY, 2013
Markers for Circulating Tumors Cells 38. Ishii, Yoshiki., Sakae Fujimoto, dan
and Prognostic Markers in Takashi Fukuda. “Gefitinib Prevents
Metastatic Breast Cancer”. Clinical Bleomycin-Induced Lung Fibrosis in
Cancer Research; 18: (2012): 5972- Mice.” American Journal of
5892. Respiratory Critical Care Medicine;
29. Ying L, et al. “Upregulated MALAT-1 174 : (2006): 550-556.
Contributes to Bladder Cancer Cell 39. Reka AK, et al. “Identifying Inhibitors
Migration by Inducing Epithelial-to- of Epithelial-Mesenchymal
Mesenchymal Transition”.Molecular Transition by Connectivity Map-
Biosystematics; 8: (2012): 2289- Based Systems Approach.” Journal
2294. of Thoracic Oncology 6: 11 (2011):
30. Gradilone, Angela, et al. “Circulating 1782-1792.
Tumour Cells Lacking Cytokeratin in 40. Huber, Margit A, et al. “BI5700 a
Breast Cancer: The Importance of selective Chemical Inhibitor of IkB
Being Mesenchymal”. Journal of Kinase 2, Specifically Supresses
Cellular Molecular Medicine; 15: Epithelial Mesenchymal Transition
(2011): 1066-1070. and Metastasis in Mouse Models of
31. Kallergi, Galatea, et. al. “Epithelial to Tumor Progression.” Genes Cancer;
Mesenchymal Transition Markers 1: (2010): 101-2014.
Expressed in Circulating Tumour 41. Ma Q, et al. “Ribosomal Protein S6
Cells of Early and Metastatic Breast Kinase (RSK2) as a Central Effector
Cancer Patients”. Breast Cancer Molecule in RON Receptor Tyrosine
Res; 13: (2011): R59. Kinase Mediated Epithelial to
32. Hiscox, Stephen, et al. “Tamoxifen Mesenchymal Transition Induced by
Resistance in MCF7 Cells Promotes Macrophage-Stimulating Protein.”
EMT-like Behavior and Involves Molecular Cancer 10: (2011): 66.
Modulation of Beta-Catenin 42. Ghosh, Brahma, et al. “Nontoxic
Phosphorylation”. International Chemical Interdiction of the
Journal of Cancer; 118 : (2006) : Epithelial-to-Mesenchymal
290-301. Transition by Targeting Cap-
33. Chreighton CJ, et al. “Residual Dependent Translation.” ACS
Breast Cancers after Conventional Chemical Biology 4: (2009): 367-
Therapy Display Mesenchymal as 377.
Well as Tumor-Initiating Features”. 43. Mizuno, Shinya dan Toshikazu
Proceeding of the National Nakamura. “HGF-Met Cascade, a
Academy of Sciences USA; 106: Key Target in Inhibiting Cancer
(2009): 13820-13825. Metastasis: The Impact of NK4
34. Ward, Kristy K, et al. “Inhibition of Discovery on Cancer Biology and
focal adhesion kinase (FAK) activity Therapeutics.” International Journal
prevents anchorage-independent of Molecular Science; 14: (2013):
ovarian carcinoma cell growth and 888–919.
tumor progression.” Clinical and 44. Chapman, Elizabeth J., dan James
Experimental Metastasis (2012) C Carrington. “Specialization and
Dec. doi 10.1007/s10585-102-9562- Evolution of Endogenous Small
5 RNA Pathways.” Nature Reviews
35. Tancioni, Isabelle, et al. “FAK Genetics; 8: (2007): 884-896
Activity Protects Nucleostemin in 45. Gewirtz AM. “On future’s doorstep:
Facilitating Breast Cancer Spheroid RNA interference and the
and Tumor Growth.” Breast Cancer pharmacopoeia of tomorrow.” The
Research; 17: (2015): 47.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 40


Journal of Clinical Investigation; 177
(2007): 12
46. Duncan R. “Polymer Conjugates as
Anticancer Nanomedicines.”
National Reviews of Cancer 6:
(2006): 688-701.
47. Mazzucchelli, Serena, et al.
“Targeted Approaches for HER2
Breast Cancer Therapy: News from
Nanomedicine?” World Journal of
Pharmacology; 3: 4 (2014): 72-84.
48. Yang L, et al. “Receptor Targeted
Nanoparticles for in Vivo Imaging of
Breast Cancer.” Clinical Cancer
Research; 15: 14(2006): 4722-4732.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 41


SEBUAH INOVASI BOOSTER BCG, VAKSIN
Tinjauan L-TB: KOMBINASI MULTISTAGE
Pustaka RECOMBINANT PROTEIN, ID93/GLA-SE
DENGAN LIPOSOM AVE3/CPG MOTIF
1 1
Matthew Billy , Harrison Paltak Bernard Panjaitan , Thong
1
Felicia Melida
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

ABSTRAK

Pendahuluan: Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit nomor dua penyebab kematian


terbanyak di dunia. Pada tahun 2012, WHO menggolongkan Indonesia sebagai negara
dengan masalah tuberkulosis paru besar (high burden countries). Salah satu
pencegahan TB adalah dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Namun, efikasi
dari vaksin BCG bervariasi dan kemampuan proteksi vaksin BCG semakin menurun.
Dengan demikian, diperlukan vaksin baru yang lebih efektif untuk mencegah
berkembangnya penyakit TB lebih lanjut.
Pembahasan: Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari vaksin pengganti
maupun booster untuk vaksin BCG. Salah satu booster tersebut adalah ID93/GLA-SE
yang dibentuk dalam virosom. Kombinasi ini dapat meningkatkan proteksi dengan cara
meningkatkan respon imun dari sel T. Penelitian menunjukan penurunan jumlah bakteri
secara cepat dan laju mortalitas yang lebih rendah pada hewan coba yang divaksinasi
BCG-GLA/SE dibandingkan dengan yang hanya BCG saja. Booster ini diberikan dalam
tiga dosis dengan rentang antardosis tiga minggu. Untuk meningkatkan efisiensi, penulis
mengajukan vaksin tersebut dimasukkan ke dalam liposom AVE/CpG motif. Liposom
akan mengeluarkan ID93 dalam waktu yang lebih lama sehingga sel dendritik dapat
mempresentasikan antigen ke sel T lebih lama. CpG motif juga akan meningkatkan
kemampuan presentasi sel dendritik ketika berikatan dengan TLR9.
Kesimpulan: Kombinasi ini akan mengubah dosis pemberian vaksin menjadi dua kali
dengan rentang satu minggu. Inovasi vaksin booster baru ini dinamakan vaksin L-TB.

Kata Kunci: tuberkulosis, BCG, booster, ID93/GLA-SE, liposom AVE/CpG

ABSTRACT

Introduction: Tuberculosis (TB) is the second leading cause of death by disease around
the world. In 2012, WHO classified Indonesia as a high burden country for tuberculosis.
One of the preventive measurements for tubeculosis is BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
vaccine. Nonetheless, the efficacy of BCG vaccine varies and the protective ability is
decreasing. As a result, there is an urgency to have more effective vaccine to prevent
further development of TB.
Disscusions: Numerous researches have been conducted in order to search for
complement vaccine or booster for BCG vaccine. One of the booster is ID93/GLA-SE
formed into virosome. This combination can increase the protective ability by means of
increasing T cell immune respone. Research has shown decrease of total bacteria as
well as mortality rate in BCG- GLA/SE-vaccinized experimental model when compared to
merely BCG-vaccinized. This booster is given with three weeks interval. To increase its
efficiency, the author proposes that this vaccine is encapsulated into AVE/CpG motif
liposome.
Liposome will release ID93 in a slower motion so that dendritic cell is able to present
antigen to T cell in longer duration. In addition, CpG motif cam increases its presentation
ability when binding to TLR9.
Conclusion: This combination can change the medication dose into twice with one-week
interval. This innovative vaccine is called as the L-TB vaccine.

42
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Keywords: tuberculosis, BCG, booster, ID93/GLA-SE, AVE/CpG liposome

1. PENDAHULUAN dari antigen ID93 dengan adjuvan GLA-


Tuberkulosis (TB) merupakan SE. Untuk dapat memberikan efek
penyakit yang disebabkan oleh bakteri proteksi yang optimal, booster ini
Mycobacterium tuberculosis (M.Tb) diperlukan tiga dosis yang diberikan
yang menyerang terutama organ paru- dalam rentang waktu tiga minggu.
[11]
paru. Berdasarkan data World Health Penelitian lain oleh Konur et al,
Organization (WHO), TB merupakan menguji coba suatu antigen ke dalam
penyakit nomor dua penyebab kematian liposom AVE3 (Artificial Virus-like
terbanyak di dunia. Pada tahun 2013, envelope 3) dengan adjuvan CpG
insidensi mencapai 9.000.000 kasus. oligonucleotide motif dan adjuvan dari
Selain itu, 150.000.000 individu antigen, yaitu Monophosphoril Lipid A
[1]
meninggal akibat penyakit TB tersebut. (MPLA), dan hasilnya ternyata dapat
WHO menggolongkan Indonesia meningkatkan jumlah sel limfosit T yang
menjadi negara dengan masalah spesifik antigen tersebut. Tambahan
tuberkulosis paru besar (high burden lagi, antigen terenkapsulasi liposom ini
countries). Berdasarkan data dari WHO, dapat diberikan dengan dua dosis dalam
pada tahun 2013, prevalensi TB di rentang waktu satu minggu.
Indonesia mencapai 680.000 kasus, dan Dari berbagai penelitian di atas,
insidensinya diperkirakan 460.000 kasus penulis mengajukan gagasan untuk
baru. Sedangkan kematian yang meningkatkan efikasi dari vaksin BCG
diakibatkan oleh TB di Indonesia sekitar dengan menggunakan booster
[2]
64.000 kasus. Dengan demikian, ID93/GLA-SE yang terenkapsulasi ke
penyakit ini telah menjadi masalah dalam liposom AVE/CpG motif, yang
global dan Indonesia, pada khususnya. diberi nama vaksin L-TB. Kombinasi ini
Salah satu pencegahan untuk dapat bekerja secara sinergis karena
penyakit TB ini adalah dengan adjuvan GLA memiliki struktur analog
menggunakan vaksin BCG (Bacillus dengan MPLA, yaitu adjuvan antigen
[11,12]
Calmette-Guerin). Vaksin ini diberikan pada penelitian Konur et al. Dengan
pada saat anak-anak dan termasuk kombinasi ini, efek proteksi menjadi
[3]
dalam program imunisasi anak. Efikasi semakin tinggi dan dosis yang
dari vaksin BCG bervariasi dari 0-80% diperlukan untuk memberikan
yang berarti sangat variatif, bergantung perlindungan optimal dapat berkurang
[4]
pada genetik dan daerah geografis. menjadi dua dosis dan rentang waktu
Selain itu, kemampuan proteksi vaksin antardosis akan menjadi lebih sedikit.
BCG akan semakin menurun secara
signifikan seiring bertambahnya usia 2. PEMBAHASAN
[5]
setelah 10-15 tahun divaksinasi. 2.1 Vaksin BCG dan Efektifitasnya
Vaksin BCG yang tidak protektif ini Vaksin Bacillus Calmette-Guerin
menyebabkan rentetan penyakit TB (BCG) adalah vaksin yang digunakan
semakin parah. untuk penyakit TB. BCG merupakan
Permasalahan selanjutnya adalah vaksin hidup dari strain bakteri
ketidakpatuhan pasien dalam meminum Mycobacterium bovis yang telah
Obat Anti Tuberkolusis (OAT) yang dilemahkan atau diatenuasi. Vaksin
dapat menyebabkan penyakit TB BCG tersebar di seluruh dunia dan
berkembang menjadi MDR-TB. Kurang menggunakan 14 jenis substrain yang
[13-15]
protektifnya vaksin BCG dan semakin berbeda.
meningkatnya penyakit MDR-TB Vaksin ini merupakan vaksin yang
menunjukan diperlukannya suatu sangat umum diberikan di dunia serta
booster vaksin baru untuk mencegah termasuk dalam program imunisasi
[6-10]
penyakit ini berkembang lebih lanjut. anak. Faktanya, lebih dari 80% bayi
Sudah banyak penelitian yang berusaha akan segera diberi vaksin BCG setelah
untuk mencari booster untuk BCG lahir. Efek proteksi dari vaksin BCG
ataupun vaksin untuk menggantikan bervariasi dari 0-80% yang berarti
BCG. Salah satu booster yang sudah sangat variatif, bergantung pada genetik
diujicobakan pada hewan adalah dan daerah geografis. Selain itu,
ID93/GLA-SE, merupakan gabungan kemampuan proteksi vaksin BCG akan

43
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
semakin menurun secara signifikan memproteksi penyakit TB. Hal ini
seiring bertambahnya usia setelah 10- dijelaskan dengan efek proteksinya
[5]
15 tahun divaksinasi. Ditambah lagi, yang sangat variatif mulai 0-80%,
setelah efek proteksi sudah sangat penurunan proteksi secara signifikan
lemah, tidak bisa dilakukan vaksinasi setelah 10-15 tahun divaksinasi akibat
BCG ulang atau booster. Hal ini terjadi pergeseran produksi sel imun CD4+ ke
[5,19]
karena vaksinasi ulang tidak akan CD8+ hingga tidak bisanya BCG
meningkatkan proteksi terhadap TB tapi untuk di-booster ulang. Hal ini menuntun
malah menambah risiko terkenanya efek pada berkembangnya kandidat vaksin
samping. Efek samping yang dapat baru untuk menggantikan BCG dan
timbul adalah pembengkakan kelenjar booster baru untuk mem-booster respon
limfe, demam, muntah, nyeri perut, nyeri imun yang telah dibentuk oleh BCG.
ketika buang air kecil dan terdapat Untuk saat ini, yang lebih potensial dan
[16-18]
darah pada urin. efisien adalah yang kedua karena BCG
[19]
Berdasarkan Zufferey et al, telah digunakan secara luas di seluruh
semakin bertambahnya umur setelah dunia dan sudah diimunisasikan pada
[8]
divaksinasi, maka terjadi pergeseran penduduk di seluruh dunia sejak kecil.
peningkatan produksi sel limfosit T. Saat
umur-umur awal setelah divaksinasi, sel 2.3 ID93 dan GLA-SE
limfosit yang banyak adalah sel CD4+. Protein ID93 merupakan fusi atau
Namun, seiring berjalannya waktu, rekombinansi dari empat protein
konsentrasi sel CD4+ menurun dan gabungan yaitu Rv1813, Rv3620, dan
produksi CD8+ meningkat. Hal ini justru Rv2608, yang merupakan komponen
menurunkan efek proteksi dari BCG dari protein ID83, serta Rv3619. Total
karena sel CD8+ tidak begitu kuat berat molekul protein tersebut adalah 93
respon imunnya terhadap antigen M.Tb kD, yang menjadi nama untuk protein
dibanding CD4+. Ditambah lagi, saat ini. Keempat protein ini ditemukan pada
terjangkit HIV, sel limfosit yang berbagai fase dari infeksi M.Tb dan
terserang adalah sel T CD4+ dan dibedakan menjadi beberapa kategori
menyebabkan respon imun yang sangat antigen. Protein Rv2608 atau H37Rv
menurun terhadap penyakit TB berperan sebagi faktor virulensi yang
sehingga dapat disimpulkan bahwa sel dapat menginduksi respon imun oleh sel
CD4+ merupakan komponen penting T. Rv3619 dan Rv3620 merupakan
[19]
dalam proteksi terhadap TB. protein yang termasuk ke dalam EsX,
yang juga berperan sebagai faktor
virulensi dan Rv1813 merupakan protein
yang berkaitan dengan infeksi laten M.
tuberculosis. Dapat disimpulkan bahwa
keempat protein ini mencakup berbagai
fase dalam infeksi M.Tb yaitu virulensi,
[9]
replikasi, dan latensi.

[11]
Gambar 2. Struktur Protein ID93.
Gambar 1. Pergeseran Produksi Sel
CD4+ dan CD8+ Seiring Bertambahnya
Usia pada Individu yang Menerima Seperti layaknya sebuah vaksin,
BCG.
[19] protein ini membutuhkan adjuvan untuk
memperkuat respon imun terhadap
antigen ini dan memfasilitasi masuknya
2.2 Kandidat Vaksin Baru untuk vaksin ke tempat target. Berbagai
Mencegah terjadinya TB penelitian mencari adjuvan yang tepat
Telah dipaparkan sebelumnya untuk kombinasi ini. Ada beberapa
bahwa BCG kurang efektif dalam adjuvan yang dapat dijadikan kandidat

44
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
yaitu alumunium dan emulsi lemak. Dari 2.4 D93/GLA-SE sebagai Booster
kedua golongan tersebut, dicari sebuah Vaksin BCG
adjuvan yang dapat memperkuat respon Secara struktural, kombinasi
terhadap limfosit T, terutama sel CD4+. antigen yaitu keempat antigen pada
Akhirnya, dibuat sintetik molekul GLA. ID93 ditemukan juga pada protein
[11,12]
vaksin BCG. Keempat antigen yang
GLA merupakan agonis sintetik dipilih ini adalah antigen yang sangat
dari Toll- like Receptor 4 (TLR 4). GLA imunogenik pada berbagai fase
[9]
dikemas dalam bentuk emulsi minyak infeksi. Hal ini menyebabkan respon
dalam air/oil-in water yang disebut imun terdahulu dirangsang kembali.
Glucopyranosyl Lipid Adjuvant–Stable ID93 merangsang sel CD4+ dan CD8+
Emulsion (GLA-SE). Minyak yang spesifik antigen BCG yang sudah
digunakan adalah minyak squalene. terbentuk lebih dahulu akibat
Kedua campuran ini digabungkan pemaparan antigen BCG di masa lalu.
dengan emulsifier yaitu Hal ini menyebabkan kedua sel tersebut
phosphatidylcholine dari telur dan mengeluarkan kembali sitokin yaitu IFN-
kosurfaktan yaitu pluronic F68. γ, TNF-α, dan interleukin. Kemampuan
Phosphatidylcholine membuat droplet- inilah yang membuat kesimpulan bahwa
droplet minyak tersebut terenkapsulasi ID93 dapat digunakan menjadi booster
menjadi ukuran nano yang disebut dari vaksin BCG.
[20-22]
nanoemulsi. Selain itu, Berdasarkan penelitian
[9]
phosphatidylcholine juga meningkatkan Bertholet, pemberian protein ID93
polidispersitas dari nanoemulsi tersebut dengan adjuvan GLA/SE dalam 3 dosis
sehingga tidak terjadi koagulasi dan yang berselang 3 minggu antardosis,
tetap stabil. Dengan demikian, emulsi terbukti dapat merangsang respon imun
ini dinamakan dengan emulsi pada tikus, kera, dan tikus belanda.
[23-27]
stabil/stable emulsion. Dengan kata lain, protein ini bersifat
Hasil dari kombinasi ID93 imunogenik. Respon imun yang
dengan GLA/SE dibentuk dalam bentuk dirangsang yaitu dari sel T CD4+ dan
virosom dengan antigen neuraminidase CD8+. Dari kedua sel imun ini, sel imun
dan hemagglutinin yang terdapat pada yang terutama diinduksi adalah sel
virus influenza. Antigen-antigen ini CD4+ dengan tipe T H1 yang
menambah sifat imunogenisitas dari menghasilkan IFN- γ, TNF- α, dan
kombinasi protein ini. Protein ID93 interleukin-2. Dengan statistik,
diikatkan dengan fosfolipid penyusun peningkatan sitokin-sitokin tersebut
membran tersebut dengan ikatan terjadi secara signifikan pada individu
kovalen. Sementara itu, GLA yang di-booster ID93/GLA-SE dengan
diintegrasikan di sela antara fosfolipid yang hanya diberi BCG.
Penelitian ini juga melihat secara
langsung efek proteksi vaksin
ID93/GLA-SE pada invidu yang sudah
divaksinasi BCG dibandingkan dengan
yang hanya divaksinasi BCG. Pertama-
tama, hewan coba diinfeksikan dengan
M.Tb. Kemudian, dilihat hasilnya. Hasil
menunjukan bahwa penurunan jumlah
bakteri M.Tb terjadi secara cepat untuk
pasien yang di-booster oleh protein
ID93/GLA-SE dengan yang tidak.
Ditambah lagi, kerusakan pada organ
paru juga berkurang secara signifikan.
Kerusakan jaringan paru dapat dilihat
dari fibrosis setelah inflamasi
Gambar 3. Struktur molekul ID93/GLA- granulomatosa terjadi. Pada gambar di
[27]
SE dalam virosom membran bawah ini, fibrosis terwarnai dengan
tersebut. Berikut struktur molekular dari warna biru dan dapat dilihat bahwa
[27]
kombinasi vaksin tersebut. fibrosis yang terjadi pada tikus belanda
yang di BCG-ID93/GLA-SE lebih rendah

45
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
[35]
dari pada tikus belanda yang hanya minnesota. Dengan demikian, GLA
[9]
menerima BCG saja. dapat bekerja secara sinergis dengan
CpG motif karena strukturnya analog
dengan MPLA.
Hampir semua peptida yang ada
dalam tubuh akan dipresentasikan oleh
non-professional APC, yang kurang
dapat memicu aktivitas dari sel T. Oleh
karena itu, diperlukan peran sel dendritik
yang merupakan professional APC
untuk memicu aktivitas sel T tersebut.
Dengan penggunaan liposom ini,
liposom akan menjadi sebuah depot
yang akan mengeluarkan ID93 dalam
waktu yang lebih lama sehingga
kesempatan untuk sel dendritik untuk
mempresentasikan antigen ke sel T
[11]
semakin lebih besar. Selain itu,
seperti yang telah dijelaskan di atas,
CpG motif ini juga dapat meningkatkan
kemampuan presentasi sel dendritik
[31]
ketika berikatan dengan TLR9.
Dengan bantuan liposom
AVE3/CpG motif, vaksin ID93/GLA-SE
yang pada awalnya harus menggunakan
tiga dosis dengan rentang antar dosis
yaitu tiga minggu dapat diubah menjadi
dua dosis dengan rentang waktu satu
minggu. Hal ini dapat dilihat dari
kemampuan liposom ini dalam
membantu vaksin ID93/GLA-SE dalam
memicu respon imun sehingga menjadi
Gambar 4. Fibrosis pada Jaringan Paru lebih efisien dan efektif.
[11]
pada Tikus Belanda dan Jumlah Tikus
yang Hidup dengan BCG-ID93/GLA-SE 3. KESIMPULAN
[9]
dan BCG Saja. Kesimpulan yang dapat ditarik
yaitu vaksin BCG kurang efektif dalam
2.5 Vaksin L-TB: Kombinasi memberikan efek proteksi terhadap
ID93/GLA-SE dengan Liposom penyakit tuberkulosis karena efek
AVE3/CpG motif proteksinya bervariasi dari 0-80%,
ID93/GLA-SE dapat efisiensi protein ID93/GLA-SE dapat
meningkatkan proteksi dengan cara ditingkatkan dengan penggunaan
meningkatkan respon imun dari sel T, liposom AVE3 dengan adjuvan CpG
khususnya sel TH1. Penelitian yang motif. Dengan demikian, vaksin L-TB
[11]
dilakukan oleh Konur et al. berpotensi untuk menjadi booster vaksin
mendapatkan bahwa penggunaan BCG.
liposom yang dicampur dengan CpG
motif dapat meningkatkan produksi sel 4. SARAN
T. Agar lebih optimal, diperlukan Saran untuk penelitian berikutnya
adjuvan yang dapat bekerja sinergis adalah dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan CpG. Adjuvan yang digunakan mengenai efek proteksi vaksin, dosis
pada penelitian itu adalah MPLA dan dan efek samping vaksin L-TB pada
Pam3Cys yang keduanya merupakan manusia. Ditambah lagi, dapat dilakukan
agonis dari TLR. Sama seperti MPLA, penelitian lebih lanjut pemanfaatan
GLA juga merupakan agonis TLR4 yang liposom dalam berbagai terapi
dihasilkan dengan cara sintesis. Namun, pengobatan.
berbeda dengan MPLA yang didapat
secara natural dari bakteri Salmonella

46
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
TLR4 agonist, promotes potent
DAFTAR PUSTAKA systemic and mucosal respones to
1. World Health Organization. Global intranasal immunization with HIV
tuberculosis report 2013. gp140”. PLoS One. 2012; 7(7).
Switzerland :WHO press; 2013.p doi:10.1371/journal.pone.0041144.
1,8,16-17. 13. Raviglione,MC., O’Brien ,RJ.
2. Annex 2: country profile [monograph Tuberculosis. In: Fauci AS,
on internet]. 11 November 2013 Braunwald E, Kasper DL, Hauser
<http://www.who.int/tb/publications/g SL, Longo DL, Jameson JL,
lobal_report/gtbr13_annex_2_countr Loscalzo J, editors. Harrison’s
th
y_profiles.pdf> principle of internal medicine. 17
3. BCG vaccine [monograph on ed. New York: McGraw-Hill
internet]. 5 November 2013. Inc.;2008. p 1006-20.
<Available from: 14. Knechel, NA. “Tuberculosis:
http://www.who.int/biologicals/areas/ pathophysiology, clinical features,
vaccines/bcg/en/> and diagnosis”. Crit Care Nurse.
4. Gophal,R. , Khader SA. “Vaccine 2009; 29(2):34–43.
against tuberculosis”. Expert Rev 15. Rook ,GAW., Dheda K, Zumla A.
Vaccines. 2013; 12(8): 829-31. “Immune responses to tuberculosis
5. Luo,Y., et al. “Subunit vaccine in developing countries: implications
candidate AMM down-regulated the for new vaccines”. Nat Rev
regulatory T-cell and enhanced the Immunol. 2005; 5(8): 661–7.
protective immunity of BCG on a 16. Recommendations to assure the
suitable schedule”. Scand J quality, safety and efficacy of BCG
Immunol. 2012; 75(3): 293-300. vaccines. Geneva: WHO press;
6. Ormerod,LP. “Multidrug resistant 2012.
tuberculosis (MDR-TB): 17. Fishman , A., et al. Fishman's
epidemiology, prevention, and pulmonary disease and disorders.
th
treatment”. British Medical Bulletin. 4 ed. New York: McGraw-Hill;
2005; 73 and 74: 17–24. 2008.p 2069-70.
7. XDR-TB [monograph on internet]. 5 18. Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
November 2013. Vaccine [monograph on internet].
<http://www.who.int/tb/challenges/m 2013. 8 November 2013.
dr/xdr/en/> <http://www.nlm.nih.gov/medlineplu
8. Skeiky,YAW., Sadoff JC. “Advances s/druginfo/meds/a682809.html>
in tuberculosis vaccine strategies”. 19. Zufferey,C. “The contribution of non-
Nat Rev Microbiol. 2006; 4(6): 469- conventional T cells and NK cells in
76. the mycobacterial-specific IFNγ
9. Bertholet ,S. , et al. “A defined respone in bacille calmette-guerin
tuberculosis vaccine candidate (BCG)-immunized infants”.
boosts BCG and protect against PLOSOne. 2013; 8(10). doi:
multidrug resistant Mycobacterium 10.1371/journal.pone.0077334
tuberculosis”. Sci Transl Med. 2010; 20. Cavalcanti, YVN., et al. “Role of
2(53): 53ra74. doi: TNF-Alpha, IFN-Gamma, and IL-10
10.1126/scitranslmed.3001094 in the development of pulmonary
10. Xin ,Q., et al. “Subunit vaccine tuberculosis
consisting of multi-stage antigen has “. Pulmonary Medicine. 2012; 2012.
high protective efficacy against doi: 2.10.1155/2012/745483
Myobacterium tuberculosis infection 21. World Health Organization.
in mice”. PLoS One. 2013; 8(8). doi: Tuberculosis vaccines. [monograph
10.1371/journal.pone.0072745. on internet]. 2013. 9 November
11. Konur, A., et al. “Liposome- 2013.
encapsulated adjuvants are potent <http://www.who.int/vaccine_resear
inducers of antigen-spesific T-cells ch/development/tuberculosis/en/inde
in vivo”. The Open Cancer Journal. x.html>
2008; 2: 15-24. 22. Beveridge, NER., et al.
12. Arias ,MA., et al. “Glucopyranosyl “Immunization with BCG and
Lipid Adjuvant (GLA), a synthetic recombinant MVA85A induces long-

47
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
lasting, polyfunctional cytokine balance during HIV-1
Mycobacterium tuberculosis-specific infection are indicative of an allergic
CD4+ memory T lymphocyte respone to viral proteins that may be
pupulations”. European Journal of reversed by Th2 cytokine inhibitors
Immunology. 2007; 37(11): 3089- and immune response modifiers--a
100. review and hypothesis”. Virus
23. Abel , B.,et al. “The novel Genes. 2004 Jan;28(1):5–18.
tuberculosis vaccine, AERAS-402, 31. Mady, MM., et al. “Efficient gene
induces robust and polyfunctional delivery with serum into human
CD41 and CD81 T cells in adults”. cancer cells using targeted anionic
Am J Respir Crit Care Med. 2010; liposomes”. Journal of Drug
181: 1407-17. Targeting. 2004;12 (1): 11–8
24. Harini, AP., et al. “An overview of 32. Suzuki, Y., et al. “Liposome-
immunologic adjuvants - A Review”. encapsulated CpG
J Vaccines Vaccin 4. 2013; 4(1). oligodeoxynucleotides as a potent
doi:10.4172/2157-7560.1000167 adjuvant for inducing type 1 innate
25. Bergstrand ,N. “Liposome for drug immunity”. Cancer Res December 1,
delivery [PhD thesis]”. Uppsala 2004; 64: 8754. doi: 10.1158/0008-
University; 2003. 5472.CAN-04-1691.
26. Lee, RJ. “Liposomal delivery as a 33. Jiao ,X,. “Enhanced hepatitis C virus
mechanism to enhance synergism NS3 spesific TH1 immune respones
between anticancer drugs”. Mol induced by co-delivery of protein
Cancer Ther 2006;5(7):1639–40. antigen and CpG with cationic
27. ID93/GLA-SE TB vaccine candidate. liposomes”. Journal of General
TB vaccines global forum; 2013 Mar Virology.2004; 85:1545–53.
26; Cape Town, Amerika Selatan 34. Jaafari ,MR., et al. “The role of CpG
28. Arias, MA., et al. “Glucopyranocyl ODN in enhancement of immune
Lipid Adjuvant (GLA), a synthetic respone and protection in BALB/c
TLR4 agonist, promotes potent mice immunized with recombinant
systemic and mucosal responses to major surface glycoprotein
intranasal immunization with ofLeishmania(rgp63) encapsulated
HIVgp140”. Le Grand R, editor. in cationic liposome”. Vaccine. 2007;
PLoS ONE. 2012;7(7):e41144. 25: 6107–17.
29. Baldwin, S., et al. “The importance 35. Coler, RN., et al. “Development and
of adjuvant formulation in the chracterization of synthetic
development of a tuberculosis Gluocpyranosyl Lipid Adjuvant
vaccine”. J Immunol. 2012; 188: system as a vaccine adjuvant”.
2189-97. PLoS ONE. 6(1) : e16333. Doi
30. Becker , Y. “The changes in the T :10.1371 /journal.pone.0016333
helper 1 (Th1) and T helper 2 (Th2)

48
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
PENGUKURAN KADAR SEROTONIN, N-
Artikel ASETIL SEROTONIN, DAN MELATONIN DI
Penyegar DALAM DARAH SEBAGAI UPAYA DETEKSI
DINI GANGGUAN SPEKTRUM AUTISTIK
1
Dina Sofiana
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran

Gangguan spektrum autistik Dilihat dari tingginya angka


(GSA) merupakan suatu gangguan kejadian GSA, sudah jelas bahwa GSA
perkembangan. Istilah GSA ini meliputi harus mendapatkan perhatian lebih dari
kondisi-kondisi seperti autisme, seluruh penduduk dunia, terutama di
gangguan disintegrasi masa kanak- Indonesia, mengingat kondisi tersebut
[1]
kanak, dan sindrom Asperger. merupakan suatu gangguan
Gangguan perkembangan saraf dalam perkembangan yang menetap seumur
hal komunikasi, interaksi sosial, dan hidup pada individu yang
cara penerimaan serta pemrosesan mengalaminya. Di samping itu, GSA
informasi yang tidak biasa pada individu sering disertai oleh gangguan
dengan GSA, dapat menyebabkan komorbiditas lain, salah satunya adalah
[5]
gangguan dalam aktivitas sehari-hari, gangguan tidur. Terdapat beberapa
proses pendidikan, serta kemampuan penelitian yang mendukung mengenai
[1]
sosialnya. gangguan tidur pada individu dengan
Berdasarkan data WHO, GSA. Di antaranya, menurut penelitian
prevalensi GSA di seluruh dunia Cohen et al, hasilnya menunjukkan
mencapai 62 per 10.000, atau satu di bahwa gangguan tidur yang terjadi pada
antara 160 orang. Terhitung lebih dari individu dengan GSA dapat
7,6 juta orang hidup dengan disabilitas mempengaruhi tingkah laku individu
[5]
ini, sehingga GSA menjadi beban tersebut di siang hari. Dibandingkan
[1]
penyakit global sebesar 0,3%. Saat ini, dengan anak-anak pada umumnya,
jumlah kasus autisme semakin anak-anak dan remaja yang mengalami
meningkat. Berdasarkan data Pusat GSA lebih sering mengalami gangguan
Pencegahan dan Pengendalian tidur, terutama insomnia, yaitu sebesar
[5,6]
Penyakit di Amerika Serikat atau 40 sampai 80%. Masalah tidur yang
Centers for Disease Control and paling umum pada individu dengan GSA
Prevention (CDC), prevalensi kasus antara lain latensi tidur yang
autisme pada tahun 2008 adalah satu di berkepanjangan, penurunan efisiensi
antara 88 anak, dan menjadi satu di tidur, pengurangan waktu tidur total,
[2,3]
antara 68 anak pada tahun 2010. seringnya terbangun setelah mulai tidur,
Di Indonesia sendiri, belum ada ketidakmampuan untuk tidur pada
[5,7]
data yang pasti mengenai prevalensi waktunya, dan kantuk di siang hari.
kasus autisme karena sampai saat ini, Walaupun prevalensinya cukup
belum ada penelitian khusus yang tinggi, etiologi dari gangguan tidur pada
menyajikan data mengenai autisme. individu dengan GSA belum dapat
Namun, apabila diasumsikan dengan diketahui secara pasti. Salah satu faktor
prevalensi autisme pada anak-anak di yang dapat menyebabkan gangguan
Hongkong, yaitu sebesar 1,68 per 1000 tidur pada individu dengan GSA adalah
pada anak dengan usia di bawah 15 rendahnya produksi homon melatonin,
[8]
tahun, maka dapat diperkirakan di baik di siang hari maupun malam hari.
Indonesia terdapat lebih dari 112 ribu Melatonin, suatu neurohormon yang
kasus autisme pada rentang usia 5 merupakan turunan dari serotonin,
sampai 19 tahun, karena berdasarkan disekresikan oleh kelenjar pineal. Fungsi
data Badan Pusat Statistik tahun 2010, melatonin yaitu sebagai sinyal biologis
jumlah anak-anak yang berusia 5 untuk mengatur siklus gelap terang dan
sampai 19 tahun di Indonesia sebanyak irama sirkadian. Terganggunya sekresi
[4]
66 juta jiwa. melatonin dapat menyebabkan

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 49


gangguan pada pengaturan siklus tidur terganggunya neurosirkuit serotonin
bangun, kesulitan untuk memulai tidur, yang terlibat dalam respon emosional
[11,14]
dan kesulitan untuk mempertahankan dan memunculkan gejala GSA.
[9]
tidur. Pada cingulate cortex anterior dan
Di dalam darah, proses posterior, terganggunya neurosirkuit
perubahan serotonin menjadi melatonin serotonin dapat berpengaruh pada
melibatkan dua tahap enzimatik yang kemampuan kognisi sosial individu
berurutan. Serotonin akan diubah autistik, sedangkan pada thalamus, hal
menjadi N-asetil serotonin (NAS) oleh ini dapat berpengaruh pada perilaku dan
enzim AANAT (arylalkylamine N- minat yang obsesif dan berulang-ulang
[14]
acetyltransferase), kemudian NAS akan pada individu autistik.
diubah oleh enzim ASMT Selain peningkatan kadar
(acetylserotonin N-methyltransferase) serotonin, terdapat pula peningkatan
[10]
menjadi melatonin, seperti yang kadar platelet NAS dan defisit melatonin
terlihat dalam gambar berikut ini. di dalam plasma darah pada individu
dengan GSA. Defisit melatonin, yang
terdapat pada 51% individu dengan
[10]
GSA, dapat menyebabkan terjadinya
gangguan komorbiditas pada GSA, yaitu
gangguan tidur, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Peningkatan
kadar platelet NAS, yang terjadi pada
[10]
47% individu dengan GSA,
Gambar 1. Proses perubahan serotonin berkorelasi secara kuat dengan plasma
menjadi melatonin dan kadarnya di melatonin. Hal ini menunjukkan adanya
dalam darah pada individu dengan faktor deregulasi pada tahap perubahan
[10]
GSA. NAS menjadi melatonin.
Selama ini, diagnosis GSA sulit
Pada individu dengan GSA dilakukan akibat ketiadaan pemeriksaan
ditemukan adanya peningkatan kadar medis, seperti pemeriksaan darah,
serotonin di dalam plasma darahnya, untuk mendiagnosis gangguan ini.
[10-12]
yaitu sebanyak 40% individu. Salah Identifikasi GSA sulit dilakukan pada
satu penyebab meningkatnya kadar anak yang berusia kurang dari dua
serotonin ini adalah adanya duplikasi belas bulan. Seringnya, diagnosis
pada kromosom 15q11.2-q13 maternal dilakukan pada saat anak telah berusia
yang mengandung gen UBE3A, yang dua tahun, karena kriteria diagnosis
akan terekspresi pada fenotip GSA. didasarkan pada kondisi klinis dari
Protein yang diregulasi oleh UBE3A pasien, meliputi keterlambatan
merupakan regulator untuk sintesis perkembangan atau kemunduran pada
monoamin, salah satunya adalah kemampuan bahasa dan kemampuan
[13]
serotonin. Sehingga, ketika terjadi sosial, serta pola tingkah laku yang klise
[16]
perubahan pada protein yang dan berulang. Hal ini sering
meregulasi sintesis serotonin tersebut, menyebabkan terjadinya keterlambatan
produksi serotonin menjadi berlebihan. diagnosis, sehingga anak-anak yang
Pada tahap awal perkembangan, mengalami GSA tidak mendapatkan
ketika sawar darah otak (blood brain pertolongan awal yang mereka
barrier) belum terbentuk dengan perlukan.
sempurna, tingginya kadar serotonin di Adanya peningkatan kadar
dalam darah dapat masuk ke otak fetus serotonin di dalam darah, peningkatan
yang sedang berkembang. Hal ini dapat kadar platelet NAS, dan penurunan
memberikan dampak negatif pada kadar melatonin di dalam plasma darah
proses perkembangan neuron serotonin pada individu dengan GSA, memberikan
di dalam otak, karena adanya indikasi bahwa diagnosis GSA dapat
mekanisme umpan balik negatif dilakukan dengan pemeriksaan
[10,15]
(negative feedback), sehingga darah. Metode yang digunakan
menyebabkan hilangnya terminal untuk mengukur sampel darah yang
[11]
serotonin. Hilangnya terminal telah dikoleksi sebelumnya antara lain
serotonin ini dapat menyebabkan high-performanceliquid chromatography

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 50


untuk serotonin, radioimmunoassay serotonin di dalam otak anak-anak yang
untuk plasma melatonin, dan berusia kurang dari dua tahun, karena
radioenzymology serta ELISA untuk sawar darah otak belum berkembang
[10]
platelet NAS. sempurna sebelum seorang anak
[12]
Pada individu dengan satu mencapai usia dua tahun. Hal
parameter yang abnormal, didapatkan tersebut menunjukkan bahwa GSA
sensitivitas pemeriksaan ini sebesar dapat didiagnosis lebih dini pada anak-
80% dan spesifisitasnya sebesar 85%, anak dengan adanya pemeriksaan
sedangkan pada individu dengan dua darah ini.
parameter yang abnormal, Dengan demikian, deteksi dini
spesifisitasnya sebesar 98,7% dan gangguan spektrum autistik yang
[10]
sensitivitasnya 50%. Hal ini dilakukan dengan pengukuran kadar
menunjukkan bahwa kombinasi dari serotonin, platelet N-asetil serotonin,
ketiga parameter tersebut dapat dan plasma melatonin di dalam darah
membedakan individu dengan GSA dan merupakan sebuah hal yang cukup
individu yang normal dengan baik. penting untuk dijadikan sebagai salah
satu upaya untuk meminimalisasi
Tabel 1. Spesifisitas dan sensitivitas gangguan perkembangan dan disabilitas
pengukuran kadar serotonin, NAS, dan pada individu dengan GSA. Dengan
melatonin di dalam darah untuk adanya upaya ini, anak-anak yang telah
[10]
diagnosis GSA. terdeteksi secara dini mengalami GSA
Spesifisit Sensitivit diharapkan bisa mendapatkan intervensi
as as sedini mungkin agar di masa yang akan
Seluru 0,85 0,80 datang, mereka bisa menjalani aktivitas
h sehari-hari secara mandiri, seperti orang
popul normal pada umumnya. Oleh karena itu,
asi diperlukan adanya penelitian lebih lanjut
Parame <16 0,89 0,84 di bidang psikiatri untuk dapat
ter tahun mengembangkan metode pengukuran
abnorm >16 0,82 0,77 kadar serotonin, platelet N-asetil
al ≥ 1 t serotonin, dan plasma melatonin di
a dalam darah untuk mencapai tujuan
h yang diharapkan.
u
n DAFTAR PUSTAKA
Seluru 0,987 0,50 1. Switzterland. World Health
h Organization. Meeting report:
popul Autism spectrum disorders & other
asi developmental disorders. By Marry
Parame <16 0,99 0,56 Barua, Myron Belfer, et al.
ter tahun September 2013. 28 Januari 2015.
abnorm >16 0,985 0,45 <who.int%2Firis%2Fbitstream%2F1
al ≥ 2 t 0665%2F103312%2F1%2F9789241
a 506618_eng.pdf>
h 2. United States. Centers for Disease
u Control and Prevention. Prevalence
n of Autism Spectrum Disorder Among
Children Aged 8 Years — Autism
Pada tabel tersebut, spesifisitas and Developmental Disabilities
dan sensitivitas diagnosis terlihat lebih Monitoring Network, 11 Sites, United
baik pada individu yang berusia kurang State, 2010. By Jon Baio. 28 Maret
dari 16 tahun, yang dapat dikategorikan 2014. 24 Januari 2015.
sebagai anak-anak. Di samping itu, <http://www.cdc.gov/mmwr/preview/
karena pada orang dewasa secara mmwrhtml/ss6302a1.htm>
normal serotonin tidak dapat berpindah 3. United States. Centers for Disease
dari dalam darah untuk masuk ke dalam Control and Prevention. Autism
otak, tingginya kadar serotonin di dalam Spectrum Disorder (ASD) - Data &
darah dapat mengindikasikan kadar Statistics. 2014. 28 Januari 2015.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 51


<http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/ disorders”. Transl Psychiatry. 2014.
data.html> 31 Januari 2015.
4. Indonesia. Kementrian Kesehatan <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
Republik Indonesia. Mari Kenali dan d/25386956>
Peduli terhadap anak Autisme. 11. Whitaker, et al. “Behavioral and
2013. 28 Januari 2015. cellular consequences of increasing
<http://buk.depkes.go.id/index.php? serotonergic activity during brain
option=com_content&view=frontpag development: a role in autism?”.
e&Itemid=1&limitstart=132> International Journal of
5. Cohen, Simonne, et al. “The Developmental Neuroscience. 2005.
relationship between sleep and 28 Januari 2015.
behavior in autism spectrum <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
disorder (ASD) : a review”. Journal d/15730889>
of Neurodevelopmental Disorders. 12. Brogaard, Berit. “Serotonergic
2014. 26 Januari 2015. hyperactivity as a potential factor in
<http://www.jneurodevdisorders.com developmental, acquired, and drug-
/content/6/1/4> induced synesthesia”. Human
6. Cortesi F, et al. “Sleep in children Neuroscience. 2013. 28 Januari
with autistic spectrum disorder”. 2015.<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
Sleep medicine journal. 2010. 26 ubmed/24155703>
Januari 2015. 13. Ferdousy, Faiza, et al. “Drosophila
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme Ube3a regulates monoamine
d/20605110> synthesis by increasing GTP
7. Hollway JA, et al. “Sleep correlates cyclohydrolase I activity via a non-
of pervasive developmental ubiquitin ligase mechanism”.
disorders: a review of the literature”. Neurobiology of Disease. 2011. 28
Research in Developmental Januari 2015.
Disabilities. 2011. 26 Januari 2015. <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme d/21147225>
d/21570809> 14. Nakamura K, et al. “Brain serotonin
8. Tordjman S, et al. “Day and and dopamine transporter bindings
nighttime excretion of 6- in adults with high-functioning
sulphatoxymelatonin in adolescents autism”. Archives of General
and young adults with autistic Psychiatry. 2010. 28 Januari 2015.
disorder”. The official journal of <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
international society of d/20048223>
Psychoneuroendocrinology. 2012. 15. Gabriele S, et al. “Blood serotonin
26 Januari 2015. levels in autism spectrum disorder: a
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme systematic review and meta-
d/22613035> analysis”. European
9. Kawabe, Kentaro, et al. “The Neuropsychopharmacology. 2014.
Melatonin Receptor Agonist 31 Januari 2015.
Ramelteon Effectively Treats <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
Insomnia and Behavioral Symptoms d/24613076>
in Autistic Disorder”. Case reports in 16. Switzterland. World Health
Psychiatry. 2014. 28 Januari 2015. Organization. Questions and
<http://www.hindawi.com/journals/cri answers about autism spectrum
ps/2014/561071/> disorders (ASD). September 2013.
10. C Pagan, et al. “The serotonin-N- 31 Januari 2015.
acetylserotonin-melatonin pathway <http://www.who.int/features/qa/85/e
as a biomarker for autism spectrum n/

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 52


PENATALAKSANAAN NEFRITIS LUPUS
Laporan PADA KEHAMILAN
Kasus Christopher Christian Halimkesuma
1

1
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

ABSTRAK

Pada laporan kasus ini, dilaporkan satu pasien wanita 26 tahun hamil 16 minggu
G3P2A0 dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan hipertensi, efusi pleura, asites, edema, urin
seperti air teh, serta nyeri sendi pada pinggang dan pergelangan tangan. Selain itu,
terdapat riwayat kejang dan ruam-ruam pada wajah. Dari pemeriksaan laboratorium,
ditemukan kelainan pada darah dan ginjal, serta penurunan kadar komponen komplemen
3 (C3). Pasien didiagnosis sebagai nefritis lupus pada kehamilan, dimana diagnosis ini
dapat ditegakkan setelah menyingkirkan penyakit lainnya, seperti pre-eklampsia, nefritis
akibat penyakit ginjal atau penyakit sistemik lainnya. Adapun, nefritis lupus pada
kehamilan memerlukan tatalaksana khusus karena tingkat mortalitas janin dan ibu yang
tinggi, dimana berdasarkan data statistik ditemukan kematian janin pada satu dari dua
kasus seperti ini. Untuk gagal ginjal yang sudah mulai terjadi pada pasien juga dilakukan
penatalaksanaan.

Kata Kunci: nefritis lupus, kehamilan, gagal ginjal, hemodialisa

ABSTRACT

In this case report, a 26 year old female patient 16 weeks pregnant G3P2A0 is reported
with breathing difficulty since a week before hospital admission. Anamnesis and physical
examination found hypertension, pleural effusion, ascites, edema, tea-colored urine, and
joint pain in hip and wrist. There is history of convulsion and facial rash. Laboratory
findings revealed blood and kidney abnormality as well as decrease in C3. The patient
was diagnosed with lupus nephritis during pregnancy, and differential diagnosis includes
preeclampsia, other types of nephritis due to kidney disease and other systemic
diseases. Lupus nephritis during pregnancy requires special attention and management
as it causes high mortality rate among mother and fetus, in which one of two fetus dies in
such cases. Management for the kidney failure also needed for this patient.

Keywords: lupus nephritis, pregnancy, kidney failure, hemodialysis

1. PENDAHULUAN dekade lalu. Untuk menegakkan nefritis


Nefritis lupus merupakan lupus, diperlukan pendekatan klinis yang
keterlibatan ginjal dari Lupus cermat, baik dengan anamnesis,
Eritematosus Sistemik (LES). LES pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
merupakan penyakit jaringan ikat dan penunjang. Selain itu, sangat perlu
termasuk soluble immune complexes diketahui derajat atau stadium dari
disease. Gambaran klinisnya cukup nefritis lupus, yang akan menentukan
luas, dapat melibatkan banyak organ penatalaksanaan dan prognosis pasien
[1]
tubuh, serta perjalanan penyakitnya ke depannya.
ditandai dengan remisi dan eksaserbasi. Setengah pasien nefritis lupus
Keterlibatan ginjal sebagai salah satu akan mengalami eksaserbasi saat
manifestasi telah diketahui sejak lebih hamil. Eksaserbasi ini umumnya terjadi
dari setengah abad lalu. Sedangkan pada trimester ketiga atau masa awal
gambaran lengkap keterlibatan nifas. Dari pasien yang mengalami
komplikasi ginjal diketahui sejak dua nefritis lupus ini, 44% akan berkembang

53
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
menjadi hipertensi, 19% mengalami Pasien saat ini sedang hamil,
penurunan fungsi ginjal, dan 17% akan dengan taksiran usia kehamilan 16
sembuh setelah melahirkan. Adapun, minggu. Sejak 4 bulan sebelum masuk
eksaserbasi nefritis lupus ini harus rumah sakit, pasien merasa BAK mulai
dibedakan dengan pre-eklampsi yang sedikit dan nyeri. Saat ini, terlihat urin
gejala klinisnya serupa, dikarenakan seperti air teh. Pasien juga sempat
perlunya penatalaksanaan khusus pada mengalami kejang dan ruam-ruam di
nefritis lupus. Pada kehamilan dengan wajah pada 4 bulan sebelum masuk
nefritis lupus, setengahnya akan disertai rumah sakit, namun sekarang sudah
kematian janin. Oleh karena itu, hilang. Keluhan BAB disangkal. Makan
penatalaksanaan yang adekuat menjadi dan minum lancar, tidak ada keluhan.
sangat penting pada nefritis lupus pada Pasien mengeluhkan nyeri pinggang
kehamilan. sejak 6 bulan sebelum masuk rumah
sakit dan memberat 4 bulan sebelum
2. ILUSTRASI KASUS masuk rumah ketika hamil. Selain itu,
2.1 Identitas Pasien sendi tangan terasa nyeri saat
Nama Pasien (Inisial) : Ny. PA digerakkan. Keluhan pusing, pandangan
Umur : 26 tahun buram atau kabur, pingsan disangkal.
Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 9 Riwayat keluhan seperti ini sebelum
Maret 1987 kehamilan disangkal. Adapun, pasien
Jenis kelamin : perempuan merupakan sejawat Obstetri Ginekologi
Agama : Islam kepada sejawat Penyakit Dalam untuk
Pekerjaan : ibu rumah rawat bersama.
tangga
Pendidikan : SD 2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Status perkawinan : menikah Riwayat penyakit diabetes,
Alamat : Tambun, hipertensi, penyakit jantung, paru, ginjal,
Bekasi hati, pencernaan, dan keganasan
Tanggal berkunjung : 14 Januari disangkal. Riwayat asma, alergi, dan
Sistem pembayaran : JKN penyakit autoimun disangkal.

2.2 Anamnesis 2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


2.2.1 Keluhan Utama Riwayat penyakit hipertensi,
Sesak napas sejak 1 minggu diabetes, jantung, paru, ginjal, hati,
sebelum masuk rumah sakit. pencernaan, asma, alargi, keganasan,
dan autoimun pada keluarga disangkal.
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 minggu sebelum masuk 2.2.5 Riwayat Pekerjaan, Sosial
rumah sakit, pasien mengeluh sesak. Ekonomi, Kejiwaan, dan
Sesak tidak dipengaruhi aktivitas. Kebiasaan
Pasien sering terbangun di malam hari Pasien menikah 1 kali dan
dan terasa seperti tenggelam. Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien
harus tidur dengan diganjal bantal. telah mempunyai 2 orang anak dan
Sesak lebih enak berbaring ke salah hidup. Pasien menggunakan Jaminan
satu sisi disangkal. Adanya suara mengi Kesehatan Nasional. Pasien
jika sesak disangkal. Nyeri dada menyangkal riwayat merokok,
disangkal. Keluhan demam dan batuk penggunaan obat suntik, minuman
disangkal. Keringat malam, penurunan alkohol, tato, transfusi darah, dan
berat badan, penurunan nafsu makan riwayat hubungan seksual yang tidak
disangkal. Riwayat dikatakan flek paru aman
atau tuberkulosis dan pengobatan
sebelumnya disangkal. Selain sesak, 2.3 Pemeriksaan Fisik
pasien juga mengeluh kedua kaki Keadaan umum: tampak sakit berat
bengkak dan merasa terdapat cairan di Kesadaran: compos mentis
perut. Keluhan mual, muntah, lemas, Tekanan darah: 150/100 mmHg
dan mudah lelah disangkal. Nadi: 80 x/menit, kuat, reguler, isi cukup

54
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
0
Suhu: 36,5 C Perkusi: batas jantung kiri pada 2 jari
Pernapasan: 18 x/menit, dalam, reguler, lateral linea midklavikularis kiri, batas
abdominotorakal jantung kanan pada 1 jari lateral linea
Tinggi badan: 156 cm midklavikularis kanan, pinggang jantung
Berat badan: 74 kg teraba pada sela iga III linea sternalis
2
IMT: 30 kg/m (pasien hamil 19 minggu, kiri.
serta terdapat ascites dan edema) Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal,
Kulit: sawo matang, tidak pucat, tidak murmur dan gallop tidak ada.
ikterik, tidak sianotik, malar rash (-), Paru:
discoid rash (–). Inspeksi: tidak terlihat kelainan di kulit,
Kepala: normosefal, tidak ada ekspansi dada simetris statis dan
deformitas. dinamis.
Rambut: hitam, tersebar merata, tidak Palpasi: ekspansi dada simetris statis
mudah dicabut. dan dinamis, fremitus kanan dan kiri
Mata: konjungtiva pucat, skelera tidak sama.
ikterik, pupil isokor 2 mm/2mm. Perkusi: batas paru-hati pada sela iga
Telinga: normotia, liang telinga lapang, IV, batas paru lambung pada sela iga
serumen +/+ minimal. VIII, sonor pada semua lapang paru.
Hidung: tidak ada deformitas, tidak ada Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-,
deviasi septum, mukosa vestibulum rhonki +/+ terutama pada basal paru.
tidak hiperemis, sekret +/+ minimal. Abdomen:
Tenggorok: arkus faring simetris, uvula Inspeksi: buncit sesuai usia kehamilan,
di tengah, dinding faring tidak hiperemis, tidak terlihat kelainan pada kulit.
tonsil T1-T1. Palpasi: supel, tidak terdapat nyeri
Gigi dan Mulut: mukosa mulut lembab, tekan, hepar dan limpa sulit dinilai,
oral hygiene baik, tidak ada ulkus fundus uteri 3 jari di bawah pusar
Leher: kelenjar tiroid tidak teraba, tidak Perkusi: timpani namun pekak pada
teraba pembesaran kelenjar getah bagian tertentu, shifting dullness +,
bening, JVP 5+2 cmH2O. tidak terdapat ballotement
Jantung: Auskultasi: bising usus 3x/menit
Inspeksi: iktus kordis terlihat 1 jari lateral Ekstremitas: akral hangat, capillary refill
linea midklavikularis kiri. time < 2 detik, edema di keempat
Palpasi: iktus kordis teraba 1 jari lateral ekstremitas, nyeri pinggang dan
linea midklavikularis kiri. pergelangan tangan bila digerakkan
(VAS 3).

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin


Tanggal 16 Januari 24 Januari 28 Januari 30 Januari 1 Februari Nilai Normal
Hemoglobin 7,7 g/dL 8,6 g/dL 10,8 g/dL 10,2 g/dL 9,9 g/dL 12-14 g/dL
Hematokrit 21,9 % 23,8 % 30 % 27,6 % 27,1 % 37-43%
Eritrosit 2.700.000/ 2.900.000/ 3.750.000/ 3.500.000/ 3.420.000/ 4.000.000-
UL UL UL UL UL 5.000.000/UL
MCV 81,1 fL 79,9 fL 80 fL 78,9 fL 79,2 fL 82-92 fL
MCH 28,5 pg 28,9 pg 28,8 pg 29,1 pg 28,9 pg 27-31 pg
MCHC 35,2 g/dL 36,1 g/dL 36,0 g/dL 37,0 g/dL 36,5 g/dL 32-36 g/dL
Leukosit 11.510/UL 8.130/UL 12.790/UL 15.610/UL 15.640/UL 5.000-
10.000/UL
Hitung jenis Tidak 0/0/77/19/3 0/0/83/7/10 0/0/88/7/5 0/0/91/7/2 0-1/1-3/52-
(basofil/ diperiksa 76/20-40/2-8
eosinofil/
neutrofil/
limfosit/
monosit)
(dalam

55
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
persentase)
Trombosit 73.000/UL 105.000/UL 120.000/UL 74.000/UL 82.000/UL 150.000-
400.000/UL
Laju Endap Tidak 74 mm 20 mm 31 mm 30 mm 0-20 mm
Darah diperiksa
PT Tidak 10,3”/11,2” Tidak 11,0”/11,8” 10,2”/12,5” 12-13”
diperiksa diperiksa
APTT Tidak 38,1”/30,9” Tidak 41,4”/31,7” 36,1”/32,2” 30-40”
diperiksa diperiksa
Fibrinogen Tidak 169,4 Tidak 129 mg/dL 276,1 200-400
diperiksa mg/dL diperiksa mg/dL mg/dL
d-Dimer Tidak 1.000 Ug/L Tidak 1.400 Ug/L 800 Ug/L < 250Ug/L
diperiksa diperiksa
Albumin Tidak Tidak 1,98 mg/dL 2,43 mg/dL Tidak 3.5-5.5
diperiksa diperiksa diperiksa mg/dL
Kreatinin 3,80 mg/dL 2,80 mg/dL 1,90 mg/dL 2,00 mg/dL 1,40 mg/dL 0.6-1.3
mg/dL
Ureum 145 mg/dL 117 mg/dL 89 mg/dL 71 mg/dL 53 mg/dL 20-40 mg/dL
e-GFR 15,5 22,4 35,9 33,7 Tidak > 90
mL/min/1.7 mL/min/1.7 mL/min/1.7 mL/min/1.7 diperiksa mL/min/1.73
2 2 2 2 2
3m 3m 3m 3m m
Natrium 134 mEq/L 137 mEq/L 138 mEq/L 146 mEq/L 135 mEq/L 135-145
mEq/L
Kalium 5,21 mEq/L 4,22 mEq/L 3,62 mEq/L 3,67 mEq/L 3,28 mEq/L 3.5-5 mEq/L
Klorida 108,1 105,6 102,3 102,9 103,7 95-105
mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L
Volume urin Tidak 350 mL Tidak Tidak Tidak 800-2.000
diperiksa diperiksa diperiksa diperiksa mL
Protein urin Tidak 5.829,25 Tidak Tidak Tidak <150 mg/24
kuantatif diperiksa mg/24 jam diperiksa diperiksa diperiksa jam
C3 Tidak Tidak 61 mg/dL Tidak Tidak 88-206
diperiksa diperiksa diperiksa diperiksa mg/dL
C4 Tidak Tidak 17 mg/dL Tidak Tidak 13-75 mg/dL
diperiksa diperiksa diperiksa diperiksa

2.5 Daftar Masalah kehamilan, pasien mengeluh sempat


1. Penyakit ginjal kronik dd/ cedera mengalami kejang dan ruam-ruam di
ginjal akut dengan rapid proiferative wajah. Pada pemeriksaan fisik,
glomeruloenephritis ec. nefritis lupus didapatkan tekanan darah 150/100
2. G3P2A0 hamil 19 minggu, janin mmHg, pekak pada bagian tertentu
tunggal hidup abdomen, shifting dullness pada
abdomen, edema pada keempat
2.6 Pengkajian ekstremitas, dan nyeri pada
Diagnosis penyakit ginjal kronik pergelangan tangan dan pinggang
dd/cedera ginjal akut dengan rapid dengan derajat 3 pada visual analogue
proiferative glomeruloenephritis ec. scale (VAS). Hal ini menunjukkan ada
nefritis lupus dipikirkan karena efusi pleura, edema, asites, serta
anamnesis, didapatkan keluhan sesak kelainan sendi pada pasien.
dengan dyspnea on effort, paroxysmal Pada pemeriksaan laboratorium,
nocturnal dyspnea, dan orthopnea; didapatkan penurunan hemoglobin,
edema pada tangan dan kaki, serta rasa penurunan hematokrit, eritrositopeni,
terdapat cairan di perut. Terdapat leukopeni dengan neutrofilia dan
keluhan nyeri sendi ketika digerakkan limfositopeni, trombositopeni,
yang dicurigai sebagai artritis akibat peningkatan kadar kreatinin dan ureum
LES. Selain itu, pada masa awal darah, dan penurunan kadar komponen

56
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
komplemen 3 (C3). Berdasarkan kriteria  Restriksi cairan dengan target
American Rheumatisms Association balans cairan negatif.
(ARA) 1982, baru terdapat 3 dari 11  Diet rendah garam, lunak, 1.700
kriteria diagnosis SLE yaitu gangguan kkal/hari.
ginjal atau nefritis lupus, gangguan  Pemeriksaan urinalisa, protein urin
hematologi, dan artiritis non erosif, kuantitatif, albumin serum,
sehingga diperlukan pemeriksaan komplemen C3 dan C4 secara
tambahan yaitu antinuclear antibody periodik setiap 2 hari.
(ANA) dan anti double stranded DNA  Prednison 0.5-1 mg/hari selama 6-
(anti dsDNA). Akan tetapi, bila dihitung 12 minggu, kemudian diturunkan
dengan kriteria The Systemic Lupus perlahan-lahan (5-10 mg) tiap 1-3
International Collaborating Clinics minggu.
(SLICC) 2012, kriteria diagnosis SLE  Monitor efek samping steroid
sudah terpenuhi sehingga selama pengobatan.
pentalaksanaan nefiritis lupus sudah 2. G3P2A0 hamil 19 minggu, janin
dapat dimulai. Pada pasien ini tunggal hidup
diperkirakan nefritis lupus minimal  Menjaga kesejahteraan janin
sudah mencapai stadium III dikarenakan dengan hemodialisa rutin (ideal 3x
terdapat protein urin, hipertensi, dan seminggu agar kadar kreatinin
penurunan fungsi ginjal. Dengan darah <1.5 mg/dL)
demikian, pada pasien ini diberikan
prednison 0.5-1 mg/hari selama 6-12 3. PEMBAHASAN KASUS
minggu, kemudian diturunkan perlahan- 3.1 Penegakan Diagnosis
lahan (5-10 mg) tiap 1-3 minggu. Glomerulonefritis
Diagnosis G3P2A0 hamil 19 Pada pasien ini, didapatkan
minggu, janin tunggal hidup dipikirkan kelainan fungsi ginjal, yang dipikirkan
karena anamnesis, didapatkan pasien karena berdasarkan anamnesis dan
saat ini sedang hamil, dengan taksiran pemeriksaan fisik, didapatkan keluhan
usia kehamilan 16 minggu. Pada sesak dengan dyspnea on effort,
pemeriksaan fisik, didapatkan fundus paroxysmal nocturnal dyspnea, dan
uteri 3 jari di bawah pusar, yang sesuai orthopnea; edema pada tangan dan
dengan usia kehamilan 20 minggu. kaki, serta rasa terdapat cairan di perut,
Adapun, usia kehamilan juga sudah serta pemeriksaan laboratorium, yaitu
dikonfirmasi oleh sejawat Obstetri berupa peningkatan kadar kreatinin dan
Ginekologi dan untuk ureum darah.
penatalaksanaannya juga dilakukan Kemudian, gangguan ginjal ini
oleh sejawat Obstetri Ginekologi. dikategorikan sebagai glomerulonefritis
karena diduga terdapat gangguan filtrasi
2.7 Perencanaan ginjal, dengan gejala proteinuria, gagal
1. Penyakit ginjal kronik dd/cedera ginjal, hipertensi, edema, serta yang
ginjal akut dengan rapid proiferative paling penting adalah kelainan pada
glomeruloenephritis ec. nefritis lupus urin. Kemudian penting pula untuk
 Tirah baring. mengklasifikasikan gagal ginjal yang
terjadi.
[1]
Tabel 2. Klasifikasi Gagal Ginjal.
Kelas GFR (mL/min/1.73 Tujuan Penatalaksanaan
2
m)
I >90 Menegakkan diagnosis dan menatalaksana penyebab/
(underlying condition) dan komorbid, memperlambat
progresivitas, menurunkan risiko kardiovaskular
II 60 – 89 Memperkirakan progesivitas penyakit
III 30 – 59 Mengevaluasi dan menatalaksana komplikasi
IV 15 – 29 Mempersiapkan renal replacement therapy (RTT)
V <15 atau dialisis Melakukan dialisis apabila terjadi uremia

57
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Berdasarkan klasifikasi gagal Kemudian, kelompok penyakit
ginjal tersebut, pasien mengalami gagal ketiga yang harus dipikirkan adalah anti-
ginjal kelas III-IV, dimana GFR pasien GBM disease, yang terjadi pada sekitar
2
berkisar antara 15,5 – 35,9 mL/1.73 m . 15% glomerulonefritis. Pada anti-GBM
Oleh karena itu, penting untuk disease, ditemukan anti-GBM. Selain
melakukan tujuan penatalaksanaan itu, dikenal juga Goodpasture’s
sebagai berikut, yaitu (a) menegakkan syndrome, dimana terdapat anti-GBM
diagnosis serta menatalaksana disease disertai perdarahan pulmonal.
penyebab (underlying condition) dan Adapun, pada anti-GBM disease ini
komorbid, (b) memperkirakan dan ditemukan pewarnaan linear pada
memperlambat progresivitas penyakit, histopatologinya.
(c) menurunkan risiko kardiovaskular, Lalu, kelompok penyakit ketiga
(d) mengevaluasi dan menatalaksana adalah immune complex disease, yang
komplikasi, serta (e) mempersiapkan terjadi pada 40-45% glomerulonefritis
renal replacement therapy. Masing- dan memberikan pewarnaan granulasi
masing tujuan penatalaksanaan akan pada histopatologi. Dalam melakukan
dibahas satu per satu. diagnosis ini, penting untuk dibedakan
Dalam menegakkan diagnosis apakah terdapat keluhan terjadi secara
pasien, glomerulonefritis harus sistemik atau hanya terbatas pada
diklasifikasikan berdasarkan rentang ginjal. Untuk keluhan yang terbatas
waktu penyakit, gangguan ginjal ini pada ginjal, dapat terjadi
dikatakan acute/rapidly proiferative glomerulonefritis akut paska
glomeruloenephritis dikarenakan streptokokus (GNAPS), glomerulonefritis
progresivitas penyakit terjadi dalam membranoproliferatif, glomerulonefritis
hitungan hari (<2 minggu). Gangguan fibriliaris, dan nefropati IgA. Sedangkan,
fungsi ginjal ini dapat disebabkan oleh pada keluhan sistemik dapat terjadi
berbagai penyebab, baik kelainan lokal sistemik lupus eritematosus (SLE),
pada ginjal, maupun kelainan sistemik. kriglobulinemia, endokarditis, dan
Dalam kasus glomerulonefritis ini, purpura Henoch-Schoenlein. Selain itu,
dipikirkan berbagai diagnosis banding, untuk membedakan penyakit immune
yang akan dibagi menjadi 3 kelompok complex ini lebih lanjut, dapat diperiksa
penyakit, yaitu ANCA (antineutrophilic kadar C3, dikarenakan pada GNAPS,
cytoplasmic antibody) vasculitis, Anti- glomerulonefritis membranoproliferatif,
GBM (glomerular basement membrane) sistemik lupus eritematosus (SLE),
disease, dan immuno complex disease. kriglobulinemia, dan endokarditis, terjadi
Adapun, ketiga penyakit ini dapat penurunan kadar C3. Sedangkan, pada
dibedakan berdasarkan hasil pewarnaan glomerulonefritis fibriliaris, nefropati IgA,
histopatologinya. Pada ANCA vasculitis dan purpura Henoch-Schoenlein, kadar
dikenal sebagai pauci-immune, C3 normal.
didapatkan pewarnaan minimal pada Berdasarkan, kelompok penyakit
histopatologinya. Diduga ANCA yang dapat menyebabkan
vasculitis ini dipicu oleh infeksi bakteri glomerulonefritis, maka dipikirkan
dan reaksi berbagai obat (contoh: berbagai diagnosis banding pada pasien
allopurinol, kokain, dan lainnya). ini. Selain itu, karena pasien hamil dan
Adapun, ANCA vasculitis ini terjadi 40- terdapat keluhan edema serta
45% dari glomerulonefritis, yang terdiri hipertensi, maka pre-eklampsi dapat
dari 3 penyakit yaitu granulomatosis dipikirkan diagnosis banding pre-
dengan poliangitis, poliangitis eklampsi. Adapun, pada pre-eklampsi,
mikroskopik, dan eusinofilik kadar C3 normal.
granulomatosis dengan poliangitis, Dikarenakan pada anamnesis dan
dimana pada ketiganya terjadi variasi pemeriksaan fisik, tidak ada tanda-tanda
dari keluhan ginjal, paru (termasuk perdarahan atau serangan langsung
asma), dan granulomatosis. Namun, pada pulmonal, maka ANCA vasculitis
pada ketiganya dapat ditemukan ANCA, dan Goodpasture’s syndrome dipikirkan
walaupun dengan tipe yang berbeda. kurang mungkin sebagai diagnosis

58
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
banding. Namun, anti-GBM disease pertama kali tahun 1971 oleh American
masih dapat terjadi. Untuk dapat Rheumatisms Association (ARA) yang
menyingkirkan kelompok penyakit ini kemudian direvisi tahun 1982. Menurut
dapat dilakukan pemeriksaan ANCA dan kriteria ini, apabila 4 dari 11 manifestasi
anti-GBM dengan hasil negatif. Untuk tersebut ada, sudah dapat dikategorikan
glomerulonefritis fibriliaris, nefropati IgA, sebagai LES. Berdasarkan kriteria ARA
purpura Henoch-Schoenlein, dan pre- ini, baru terdapat 3 dari 11 kriteria
eklampsi juga dapat dipikirkan kurang diagnosis SLE akan tetapi, bila dihitung
mungkin sebagai diagnosis banding dengan kriteria The Systemic Lupus
karena kadar C3 yang menurun, dimana International Collaborating Clinics
pada penyakit-penyakit tersebut kadar (SLICC) 2012, kriteria diagnosis SLE
C3 harusnya normal. Selain itu, sudah terpenuhi. Adapun, untuk
glomerulonefritis membranoproliferatif antinuclear antibody (ANA) dan anti
juga dapat dikeluarkan sebagai double stranded DNA (anti dsDNA)
kemungkinan diagnosis banding karena dapat dilakukan untuk mengonfirmasi
[1]
tidak ada keluhan sistemik lainnya. lebih lanjut status LSE dari pasien.
Diagnosis yang tersisa, antara
lain GNAPS, sistemik lupus 3.3 Penegakan Diagnosis Nefritis
eritematosus (SLE), kriglobulinemia, dan Lupus
endokarditis. Kemudian, endokarditis Pada pendekatan diagnosistik
dapat dipikirkan kurang mungkin karena nefritis lupus, diperlukan berbagai
tidak ada kelainan katup jantung pada pemeriksaan seperti pemeriksaan
auskultasi dan demam pada pasien. laboratorium rutin dan pemeriksaan
Untuk mendiagnosis pasti, penyebab serologis. Pemeriksaan laboratorium
glomerulonefritis ini dapat dilakukan yang dibutuhkan antara lain urinalisa
berbagai pemeriksaan, yaitu ASTO dan rutin, faal ginjal estimated glomerular
riwayat infeksi Streptococcus sp. untuk filtration rate (eGFR) dengan kreatinin
GNAPS; antinuclear antibody (ANA) dan 24 jam, elektroporesis protein, dan
anti double stranded DNA (anti dsDNA) darah rutin (Hb, leukosit, LED,
untuk SLE; serta rheumatoid factor (RF), trombosit). Sedangkan, pemeriksaan
cryocrit, hepatitis C virus (HCV), dan serologis yang dibutuhkan antara lain
serium protein elektoforesis (SPEP) ANA-flouresent, anti dsDNA, antibodi
untuk kriglobulinemia. Adapun, untuk SmNA, komponen C3 dan C4,
melakukan semua pemeriksaan ini circulating immune complexes (CICX),
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. dan imunoglobulin serum. Adapun, ANA
Meskipun demikian, dengan adanya sangat sensitif untuk LES, tetapi tidak
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik spesifik dikarenakan ANA juga
lainnya, dapat diarahkan ke penyakit ditemukan pada penyakit autoimun
tertentu. lainnya. Sedangkan, anti dsDNA lebih
spesifik, namun kurang sensitif yaitu
3.2 Penegakan Diagnosis Sistemik ditemukan pada 75% pasien LES aktif
[1]
Lupus Eritematosus yang belum ditatalaksana.
Dalam kasus ini, diagnosis pasien Untuk mengkonfirmasi nefritis
dapat dipikirkan mengarah ke lupus, perlu dilakukan pemeriksaan
glomerulonefritis akibat SLE, histopatologi untuk menggambarkan
dikarenakan adanya keluhan lainnya secara pasti kelainan ginjal dan
yaitu gangguan ginjal (kadar kreatinin menentukan langkah penatalaksanaan
dan ureum darah), gangguan selanjutnya. Klasifikasi WHO 2003
hematologi (penurunan hemoglobin, membagi nefritis lupus menjadi 6 kelas
penurunan hematokrit, eritrositopeni, berdasarkan hasil biopsi spesimen yang
leukopeni dengan neutrofilia dan didapat dari mikroskop cahaya,
limfositopeni, trombositopeni), dan imunoflouresen, dan mikroskop
1
artiritis non erosif (nyeri sendi elektron. Kemudian, International
pergelangan tangan dan pinggang). Society Nephrology/ Renal Pathology
Kriteria klasifikasi LES berdasarkan Society (ISN/ RPS) membuat klasifikasi
pemeriksaan klinis dan laboratorium, baru nefritis lupus pada tahun 2004,

59
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
berdasarkan perubahan glomerulus diidentifikasi komplemen C3 dan C1q.
serta kelas III dan IV lebih rinci Pewarnaan fibrin-fibrinogen dikerjakan
[2]
perubahan morfologisnya. bila didapatkan lesi cresent dan lesi
Dengan pemeriksaan nekrotik segmental.
imunoflouresen dapat ditemukan deposit Selain itu, terdapat hubungan
imun pada semua kompartemen ginjal antara klasifikasi histopatologi dan
(glomerulus, tubulus, interstisium, dan manifestasi klinis nefritis lupus.
pembuluh darah). Biasanya ditemukan Hubungan ini sangat penting untuk (1)
lebih dari satu kelas imunoglobulin program terapi awal dalam
dengan IgG sebagai imunoglobulin menghadapi keadaan darurat dan untuk
terbanyak, diikuti dengan ko-deposit IgM (2) keperluan prognosis dan (3)
[1,2]
dan IgA. Selain itu, dapat juga indikasi biopsi ginjal.
[1]
Tabel 3. Klasifikasi Nefritis Lupus Menurut WHO 2003.
Kelas Deskripsi
I Glomerus normal (dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, imunofluoresen,
mikroskop elektron).
II Perubahan pada mesangial
a. Normal dengan mikroskop cahaya, deposit pada mesangial dengan
imunoflurosen atau mikroskop elektron.
b. Hiperseluritas mesangial dan terdapat deposit pada imunofluoresen dan
atau mikroskop elektron.
III Focal segmental glomerulonephritis
a. Lesi nekrotik aktif
b. Lesi sklerotik aktif
c. Lesi sklerotik
IV Glomerulonephritis difus (proliferasi luas pada mesangial, endokapiler, atau
mesangiokapiler dan atau deposit luas sub endotel)
a. Tanpa lesi segmental
b. Dengan lesi nekrotik aktif
c. Dengan lesi aktif dan sklerotik
d. Dengan lesi sklerotik
V Glomerulonephritis membranosa difus
a. Glomerulonefritis membranosa murni
b. Berhubungan dengan lesi kelas II (a atau b)
VI Glomerulonefritis sklerotik lanjut

Tabel 4. Klasifikasi Nefritis Lupus Menurut International Society Nephrology/ Renal


[2,5]
Pathology Society (ISN/ RPS) 2004.
Kelas Gambaran Deskripsi
I Mesangial minimal Deposit mesangial dengan gambaran
histologi normal
II Proliferasi mesangial Hiperseluritas mesangial dengan ekspansi
pada matriks mesangial
III Nefritis fokal Proliferasi endokapiler dan atau
ekstrakapiler fokal dengan adanya deposit
imun subendotel fokal dan perubahan
mesangial ringan
IV Nefritis difus Proliferasi endokapiler dan atau
ekstrakapiler difus dengan adanya deposit
imun subendotel difus dan perubahan
mesangial
V Nefritis membranosa Penebalan membran dasar dengan deposit
imun subendotel difus; terkadang terjadi
bersama dengan Kelas III atau IV, sehingga

60
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
disebut sebagai nefritis proliferatif atau
nefritis membranosa campuran
VI Nefritis sklerotik Sklerosis global pada hampir seluruh kapiler
glomerulus

Tabel 5. Hubungan Antara Klasifikasi Histopatologi dan Manifestasi Klinis Nefritis


[1]
Lupus.
Klasfikasi Protein Hematuria Hipertensi Sindrom Fungsi
urin nefrotik ginjal
Kelas I + - - - N
Kelas IIa + - - - N
Kelas IIb + + - - N
Kelas III ++ ++ + + N atau ↓
Kelas IV ++ +++ ++ ++ ↓
Kelas V ++ + + ++ N atau ↓
Kelas VI + + + + ↓ lambat

Pada kasus nefritis lupus di luar ginjal dan siklofosfamid 750


2
kehamilan, perlu dibedakan antara mg/m tiap bulan selama 6 bulan (6 kali
proteinuria akibat nefritis lupus harus pemberian), kemudian setiap 2 bulan
dibedakan dengan proteinuria sekunder selama 6 kali pemberian, dan setiap 3
akibat pre-eklampsi. Perlu dibedakan bulan selama 6 kali pemberian. Dengan
pula antara trombositopenia pada demikian, total pemberian siklofosfamid
kehamilan misalnya pada sindrom adalah 18 kali dalam kurun waktu 3
(hemolysis, elevated liver enzyme tahun. Dengan regimen tersebut, 80%
levels, and low platelet counts) HELLP pasien akan mengalami remisi yang
dengan trombositopenia akibat ditandai dengan tidak terdapatnya
eksaserbasi nefritis lupus. Untuk itu, sedimen urin yang aktif, proteinuria <1
dapat dilakukan pemeriksaan serum gram/hari, dan klirens kreatinin yang
komplemen. Serum komplemen yang tetap stabil atau membaik sedikitnya
[1,5]
rendah menunjukkan relaps nefritis 30%.
[3,4]
lupus dibandingkan pre-eklampsi. Berdasarkan tujuan
penatalaksanaan gagal ginjal yang
3.4 Penatalaksanaan Nefritis Lupus sudah disebutkan di atas, (a)
dan Gagal Ginjal pada Kehamilan menegakkan diagnosis dan
Penatalaksanaan nefritis lupus menatalaksana penyebab (underlying
sebaiknya dilakukan ketika sudah ada condition) dan komorbid serta (b)
histopatologi dan biopsi ginjal, memperkirakan dan memperlambat
dikarenakan pilihan rejimen pengobatan progresivitas penyakit sudah mulai
dilakukan berdasarkan gambaran dilakukan, dengan pemberian regimen
histopatologi. Prinsip dasar pengobatan terapi yang akan membuat 80% pasien
adalah untuk memperbaiki fungsi ginjal mengalami remisi. Untuk (c)
atau setidaknya mencehah penurunan menurunkan risiko kardiovaskular, juga
fungsi ginjal, serta memperhatikan dilakukan dengan restriksi cairan
adanya efek samping pengobatan yang dengan target balans cairan negatif, diet
dapat mempengaruhi kualitas hidup rendah garam. Maka, langkah
[1,5]
pasien. selanjutnya adalah (d) mengevaluasi
Pasien nefritis lupus kelas III dan dan mentalaksana komplikasi, serta (e)
IV, pengobatan ditujukan untuk kelainan mempersiapkan renal replacement
ginjal. Regimen yang paling banyak therapy; yang akan dibahas di bagian
dipakai saat ini adalah kombinasi steroid berikut.
dosis rendah (prednison 0.5 mg/kg/hari)
selama 4 minggu yang kemudian 3.5 Nefritis Lupus Pada Kehamilan
diturunkan perlahan-lahan sampai dosis Kehamilan dengan gangguan
minimal untuk mengendalikan kelainan ginjal kronik saling mempengaruhi.

61
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Gangguan ginjal kronik mempengaruhi 4. KESIMPULAN
kehamilan melalui beratnya gangguan Pasien wanita 26 tahun dengan
fungsi ginjal, derajat proteinuria, dan penyakit ginjal kronik dd/ cedera ginjal
tingginya tekanan darah. Gangguan akut dengan rapid proiferative
ginjal ringan (kreatinin <1,5 mg%) sudah glomeruloenephritis ec. nefritis lupus,
meningkatkan komplikasi seperti serta G3P2A0 hamil 19 minggu, janin
kematian bayi, kelahiran prematur, dan tunggal hidup. Pada pasien diberikan
BB lahir rendah. Selain itu, kehamilan tatalaksana berupa tirah baring, restriksi
akan membuat penurunan fungsi ginjal cairan dengan target balans cairan
lebih lanjut. Hal ini sangat tergantung negatif, diet rendah garam, lunak, 1.700
fungsi ginjal saat kehamilan, serta kkal/hari, pemeriksaan urinalisa, protein
dipengaruhi berbagai faktor lainnya urin kuantitatif, albumin serum,
seperti adanya penyakit penyerta pada komplemen C3 dan C4 secara periodik
pasien, derajat proteinuria, dan setiap 2 hari, prednison 0.5-1 mg/hari
[3]
tingginya tekanan darah. selama 6-12 minggu, kemudian
Pada nefritis lupus, sekitar diturunkan perlahan-lahan (5-10 mg)
setengah wanita (berkisar 10-75%) tiap 1-3 minggu, serta monitor efek
dengan nefritis lupus akan mengalami samping steroid selama pengobatan.
eksaserbasi saat hamil dengan Selain itu, untuk menjaga kesejahteraan
penurunan fungsi ginjal. Umumnya janin dengan hemodialisa rutin (ideal 3x
eksaserbasi terjadi ketika trimester seminggu agar kadar kreatinin darah
ketiga atau masa awal masa nifas. <1.5 mg/dL).
Progresivitas nefritis lupus selama
kehamilan adalah sebagai berikut: 44% DAFTAR PUSTAKA
berkembang menjadi hipertensi, 19% 1. Bawazier LA, Dharmeizar, Markum
mengalami penurunan fungsi ginjal, dan HMS. Bab 154 Nefritis Lupus.
[3]
17% sembuh paska melahirkan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Sekitar setengah kehamilan Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed).
dengan nefritis lupus akan disertai Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
dengan kematian janin. Dari 64 V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
kehamilan dari 41 pasien: 37% lahir p 983-980.
cukup bulan, 30% lahir prematur, dan 2. Lewis JB, Neilson EG. Chapter 283
33% abortus (29% abortus spontan dan Glomerular Disease. Dalam: Longo
4% abortus alasan non medis). Adanya DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci
antikoagulan yang bersirkulasi, AS, Hauser SL, Loscalzo J (ed).
azotemia dengan kadar kreatinin serum Harrison’s Principles of Internal
>1,5 mg/dL, dan hipertensi th
Medicine, 18 edition. p 2341-2.
berhubungan dengan kematian janin. 3. Roesma J. Bab 162 Penyakit Ginjal
Kekambuhan/relaps/kematian janin dan Kehamilan. Dalam: Sudoyo
timbul lebih jarang ketika timbul selama AW, Setiyohadi B, Alwi I,
periode remisi, sehingga sebaiknya Simadibrata M, Setiati S (ed). Buku
penderita lupus sebaiknya stabil selama Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
6 bulan sebelum hamil. Pada kasus ini, Jakarta: Interna Publishing; 2009. p
komplikasi gagal ginjal dapat terjadi 1033-4.
pada janin dan ibu, yang diakibatkan 4. Khurana R. Systemic Lupus
tingginya kadar ureum dan kreatinin. Erythematosus and Pregnancy.
Oleh karena itu, harus terus dilakukan Medscape; update terakhir pada 24
hemodialisa untuk menjaga ureum dan April 2014. 15 Maret
kreatinin dalam kadar yang normal. <http://emedicine.medscape.com/art
Untuk renal replacement therapy hanya icle/335055-overview>
dapat dipikirkan apabila sistemik lupus 5. Sada KE, Makino H. Usefulness of
eritematosus sudah stabil dan pasien ISN/RPS Classification of Nefritis
sudah memenuhi kriteria transplantasi Lupus. J Korean Med Sci. 2009; 24
[3]
ginjal. (Suppl 1): S7-10.

62
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
POTENSI OCIMUM SANCTUM DALAM
Advertorial INHIBISI FOSFORILASI SERINE, AKTIVASI
PPAR-γ DAN PRODUKSI HISS UNTUK
PERBAIKAN RESISTENSI INSULIN PADA
KONDISI DIABETES
1
Makhyan Jibril Al-Farabi
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Pendahuluan: Diabetes merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius di
abad 21. Jumlah penderita DM usia 20-79 tahun di dunia berkisar 150 juta pada tahun
2003 dan diestimasi akan meningkat menjadi 333 juta pada 20 tahun kedepan, dimana
90-95% penderita DM ialah menderita DM tipe II. Kondisi hiperglikemia pada kondisi DM
akan meningkatkan fosforilasi serin, penurunan ekspresi dari PPAR-γ dan HISS yang
mengakibatkan resistensi insulin. Ocimum sanctum merupakan tanaman perdu yang
mudah ditemukan dan mampu tumbuh di seluruh daerah di Indonesia dan memiliki
kandungan eugenol yang tinggi. Metode penulisan yang digunakan dalam advertorial ini
yakni studi literatur dari jurnal pubmed, scopus dan highwire yang menyajikan prinsip-
prinsip yang relevan mengenai objek yang dibahas.
Pembahasan: Mekanisme eugenol daun Ocimum sanctum dalam mengatasi resistensi
insulin ialah melalui: (1) peningkatan GSH yang mampu menurunkan stres oksidatif
beserta serine kinase P38 MAPK, JNK, MEKK yang menurunkan signaling insulin akibat
fosforilasi serin pada IRS-1; (2) inhibisi aktivasi NF-κB yang menurunkan fosforilasi serin
akibat produksi berlebih TNF-α dan IL-6; (3) peningkatan GSH yang memiliki efek
-
scavenging pada ONOO sehingga meningkatkan NO, peningkatan GSH dan NO
meningkatkan produksi HISS yang mampu meningkatkan intake glukosa otot; (4)
penurunan TNF-α dan IL-6 yang berakibat meningkatkan adiponektin yang mampu
menurunkan trigliserida, fosforilasi tirosin dan aktivasi PPAR-γ yang menstimulasi
produksi GLUT4 yang meningkatkan intake glukosa otot skeletal dan menurunkan
glukoneogenesis.
Kesimpulan: Ocimum sanctum mampu menurunkan kadar glukosa darah sebanyak 29%
dengan dosis 406 mg/kgBB. Ocimum sanctum dosis tinggi tidak dianjurkan untuk ibu
hamil dan penderita kelainan pembekuan darah.

Kata Kunci: ocimum sanctum, eugenol, fosforilasi serine, PPAR-γ, HISS, resistensi
insulin
ABSTRACT

Introduction: Diabetes is one of the most serious health problems in the 21st century
The number of diabetic patients aged 20-79 years in the world ranges from 150 million in
2003 and is estimated to increase to 333 million in the next 20 years, of which 90-95% of
patients with DM is suffering from type II DM. Chronic hyperglycemia in diabetic condition
will increase serine phosphorylation, decrease PPAR-γ expression and HISS production
that will lead into insulin resistance. Ocimum sanctum is one type of plant which has high
eugenol content that is easy to be found and grow in all regions in Indonesia. Method
used in the study of this advertorial journal literature from PubMed, Scopus and highwire
serving relevant principles discussed about the object.
Disscusion: Mechanism of eugenol extracted from Ocimum sanctum to overcome insulin
resistance are through: (1) increase of GSH that able to reduce oxidative stress as well
as serine kinase P38 MAPK, JNK, MEKK activation which lowers insulin signaling due to
serine phosphorylation at IRS-1; (2) inhibition of NF-κB activation that decreases the
serine phosphorylation due to excessive production of TNF-α and IL-6; (3) increase of
GSH level which have scavenging effects on ONOO- thus increasing NO, increase of

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 64


GSH and NO production will stimulate HISS production that can increase glucose intake
in the muscle and prevent insulin resistance; (4) decrease of TNF-α and IL-6 that result in
increased adiponectin which can lower triglycerides, increase tyrosine phosphorylation
and increase of PPAR-γ activation that stimulates the production of GLUT4 which is used
in muscle’s glucose intake, it also decrease gluconeogenesis.
Conclusion: Ocimum sanctum is able to lower about 29% of blood glucose levels at
dose 406 mg/kg. High dose Ocimum sanctum are not recommended for pregnant women
and patients with blood clotting disorders.

Keyword: ocimum sanctum, eugenol, serine phosporylation, PPAR-γ, HISS, insulin


resistance
[9]
1. PENDAHULUAN protein, dan lemak. Selain itu, kondisi
Diabetes melitus (DM) merupakan hiperglikemi menyebabkan penurunan
keadaan hiperglikemia (peningkatan fosforilasi tirosin akibat fosforilasi serin
glukosa darah) kronik disertai berbagai oleh protein kinase yang menurunkan
[11]
kelainan metabolik akibat gangguan signaling insulin, aktivasi jalur NFκB,
hormonal. Diabetes merupakan salah penurunan ekspresi dari Peroxisome
satu masalah kesehatan yang paling Proliferator-Activated Receptors Gamma
[1]
serius di abad 21. Jumlah penderita (PPAR-γ) dan penurunan hepatic insulin
DM usia 20-79 tahun di dunia berkisar sensitizing substance (HISS). Faktor-
150 juta pada tahun 2003 dan diestimasi faktor tersebut pada akhirnya
akan meningkat menjadi 333 juta pada mengakibatkan terjadinya resistensi
[2] [12]
20 tahun kedepan dimana 90-95% insulin.
penderita DM ialah menderita diabetes Diabetes melitus merupakan
[3]
melitus tipe II. penyakit yang tidak dapat disembuhkan
Berdasarkan catatan Organisasi secara total, akan tetapi diabetes dapat
[4]
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1998, dihambat dan dikendalikan
Indonesia menduduki peringkat keenam perkembangannya. Namun, pengobatan
dengan jumlah penderita diabetes diabetes yang tersedia saat ini seringkali
melitus terbanyak setelah India, Cina, masih memiliki banyak efek samping
Rusia, Jepang, dan Brazil. Di Indonesia, dan tidak mampu mengembalikan
diperkirakan tahun 2020 nanti akan ada homeostasis glukosa normal dan
[13]
178 juta penduduk di atas umur 20 harganya mahal. Tantangan utama
tahun, dan dari jumlah tersebut bila dalam terapi farmakologi diabetes ialah
[12]
diasumsikan prevalensi DM 5%, maka resistensi insulin. Selama ini obat
akan didapatkan 9 juta penderita yang menurunkan resistensi insulin
[5]
diabetes mellitus. Prevalensi diabetes seperti thiazolidinediones (glitazones)
melitus di Manado mencapai 6 %, di justru memiliki efek samping
Kotamadya Surabaya 4,16 %. Di Desa peningkatan resiko terjadinya infark
Sangsit Buleleng Bali prevalensi miokard dan kematian yang
[6.7]
diabetes melitus 7,5 %. Fenomena ini berhubungan dengan penyakit
[14]
diperparah dengan adanya dugaan jantung.
bahwa 50% dari penderita diabetes Dua faktor risiko yang paling
melitus di Indonesia masih belum mempengaruhi patogenesis diabetes
[15]
terdiagnosis dan perkiraan bahwa dua- ialah aktivitas fisik dan nutrisi.
[16]
pertiga kematian akibat diabetes terjadi Simpsons et al. juga menganjurkan
[8,9]
pada negara berkembang. bahwa terapi diabetes yang minim efek
Pada diabetes tipe II, kondisi samping yaitu perubahan gaya hidup
hiperglikemia atau tingginya kadar melalui olahraga dan makanan alami
[17]
glukosa meningkatkan pembentukan yang sehat. Ramadhani dan Sujarwo
radikal bebas. Radikal bebas bersifat menyarankan bahwa dibutuhkan jalur
sangat reaktif karena cenderung penunjang untuk pengobatan
mendapat elektron dari substansi lain. konvensional pada penyakit diabetes
Sistem proteksi terhadap radikal bebas dengan menggunakan sumber daya
berupa sistem antioksidan yang akan alam yang ada di Indonesia, seperti
menetralisir radikal bebas dan terapi menggunakan tanaman herbal.
mencegah kerusakan dari sel normal, Salah satu tanaman herbal yang

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 65


dipercaya mampu mengobati diabetes merupakan salah satu faktor
[18]
ialah Ocimum sanctum. patogenesis diabetes melitus. Stress
Ocimum sanctum merupakan oksidatif yang ditimbulkan oleh ROS
tanaman perdu yang mudah ditemukan (radikal bebas yang mengandung ion
dan mampu tumbuh di seluruh daerah di oksigen) ialah salah satu penyebab
[19]
Indonesia. Ocimum sanctum telah utama dari resistensi insulin dan
diketahui memiliki potensi sebagai disfungsi sel β pankreas yang akhirnya
ekspektoran, analgesik, antikanker, berimplikasi pada patogenesis diabetes
[18] [23]
antiasma dan antiemetic. Daun melitus tipe 2. Penelitian Hish dan
[24]
Ocimum sanctum juga dipercaya Browlee membuktikan bahwa nutrisi
memiliki efek pencegah hiperglikemi berlebihan mengakibatkan akumulasi
[20]
pada hewan coba. Ekstrak daun glukosa pada sel adiposa, otot dan sel
Ocimum sanctum mengandung pankreas yang nantinya akan memicu
ocimene, alfa-pinene, geraniol dan produksi ROS melalui mitochondrial
eugenol yang merupakan merupakan electron-transport chain. Kadar glukosa
kandungan terbanyaknya yaitu berkisar darah yang tinggi membuat proses
[18]
antara 40%-71%. Ocimum sanctum glikasi lipid dan protein yang
seringkali digunakan sebagai lalapan mengakibatkan peningkatan advanced
[25]
makanan sehari-hari, sehingga Ocimum glycation end product (AGEs).
sanctum berpotensi tinggi untuk Interaksi antara AGE dengan receptor
digunakan sebagai diet harian dan for advanced glycation end product
makanan tambahan dalam rangka (RAGE) akan meningkatkan produksi
[26]
perbaikan gaya hidup. ROS intraseluler. ROS
Eugenol seringkali merupakan mengakibatkan pengurangan atom
hasil ekstraksi dari Eugenia hidrogen dari poly unsaturated fatty acid
caryophyllata dan Cinnamomum (PUFA) dan menginisiasi proses lipid
zeylanicum Breyn, dengan kandungan peroxidation.
[21]
eugenolnya 50%-70%. Meskipun Antioksidan seluler enzimatik
tanaman tersebut memiliki kandungan (SOD) dan non-enzimatik (GSH)
eugenol yang tinggi, namun tanaman merupakan pertahanan pertama untuk
tersebut tergolong langka dan mahal. mengatasi efek yang ditimbulkan
[27]
Berbeda dengan Ocimum sanctum yang ROS. Kandungan eugenol yang tinggi
merupakan sumber eugenol yang paling dalam Ocimum sanctum berpotensi
[18]
murah dan mudah ditemui. untuk mencegah stress oksidatif. Kabuto
[28]
Meskipun belum ditemukan et al. membuktikan bahwa pemberian
mekanisme secara molekuler pengaruh injeksi eugenol mampu meningkatkan
zat-zat dalam Ocimum sanctum dalam GSH, hal ini diperkuat dengan hasil
[29]
resistensi insulin. Diketahui bahwa daun penelitian Vidhya dan Devaraj yang
Ocimum sanctum memiliki kandungan menunjukkan peningkatan GSH dan
eugenol yang tinggi yang diduga GSH transferase yang signifikan pada
berperan pada proses resistensi insulin. pemberian eugenol secara oral ke tikus.
Oleh karena itu, perlu dilakukan studi Peningkatan GSH akan meningkatkan
literatur mengenai potensi eugenol konversi H202 menjadi 2H20 sehingga
Ocimum sanctum dalam mengatasi hasil advanced lipid end product (ALE)
resistensi insulin pada diabetes mellitus. berupa malonialdehide (MDA) dari
proses lipid peroxidation akan menurun,
2. PEMBAHASAN sehingga chain reaction kerusakan
2.1 Mekanisme Eugenol pada jaringan oleh radikal bebas berhenti dan
Ocimum sanctum dalam stress oksidatif dapat dihambat.
mengatasi resistensi insulin Stres oksidatif akan mengaktifkan
akibat fosforilasi serine pada berbagai macam serine kinase
[30]
IRS1 cascade. Serine kinase seperti protein
2.1.1 Mekanisme pencegahan kinase A, PKC, casein kinase 2, P38
fosforilasi serin melalui MAPK, cdc2 kinase, PKB, Mos/Raf
perlindungan antioksidan kinase dari MEKK dan GSK3 mampu
selular berfosforilasi dengan insulin receptor
[22] (IR) dan insulin receptor substrate (IRS),
Penelitian Anderson
membuktikan bahwa radikal bebas selain itu c-jun N-terminal kinase (JNK),

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 66


PKC, IKKβ, P70S6 kinase dan TNF-α akhirnya disebut sebagai resistensi
mampu memicu terjadinya fosforilasi insulin. Penurunan proses lipid
serine. Fosforilasi dengan serine peroxidation akan menurunkan aktivasi
mengakibatkan aktivasi signal insulin serine kinase cascade P38 MAPK,
pada IRS jauh lebih lambat dari Mos/Raf kinase dari MEKK kinase dan
[31]
fosforilasi normal dengan tirosin dan JNK. Penurunan fosforilasi serine pada
[32]
degradasi IRS-1 Aktivasi yang sangat IRS mengakibatkan dominasi oleh
lambat ini mengakibatkan disosiasi IRS- fosforilasi tirosin. Sehingga feedback
[33]
1 dari reseptor dan akhirnya akan kontrol negatif penurunan signaling
menjadi feedback kontrol negatif yang insulin dapat diatasi, pada akhirnya
menurunkan signaling insulin yang resistensi dapat dicegah.

Eugenol

[26]
Gambar 1. Mekanisme Eugenol dalam Menghambat Stres Oksidatif.

[34]
Gambar 2. Mekanisme Eugenol dalam Mengatasi Fosforilasi Serine pada IRS-1.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 67


2.1.2 Mekanisme pencegahan molekul adhesi tidak akan terjadi.
fosforilasi serine melalui Dengan demikian akan terjadi
inhibisi jalur NF-κB penekanan pada ekspresi molekul
[35,36]
Kandungan eugenol yang tinggi kemokin IL-1, IL-6, IL-8, TNF-α.
dalam Ocimum sanctum berpotensi Sel kultur adiposit 3T3-L1 setelah
tinggi sebagai inhibitor jalur NF-κB. diberi paparan TNF-α selama beberapa
[35]
Chainy et al. dalam penelitiannya hari terbukti mengalami resistensi
membuktikan bahwa anethole, eugenol insulin. Dengan dicegahnya produksi
dan isoeugenol mampu mensurpresi TNF-α maka induksi fosforilasi serine
aktivasi NF-κB melalui degradasi pada IRS-1 yang mengakibatkan
kompleks unit inhibisi IκBα, hal yang penurunan fosforilasi tirosin tidak terjadi.
serupa juga dibuktikan oleh penelitian Berhentinya induksi fosforilasi serin
[36]
Manikandan et al. bahwa eugenol akan menormalkan kembali fosforilasi
mampu menekan aktivasi NF-κB. Site of tirosin, sehingga transduksi sinyal
action penekanan aktivasi NF-κB oleh insulin berjalan normal kembali dan
[36]
eugenol mungkin sama dengan resistensi insulin dapat dihambat.
penekanan aktivasi NF-κB oleh anethole Mekanisme serupa mungkin juga terjadi
[37]
yang merupakan analog eugenol. pada penelitian Ghanin et al. pada
[35]
Chainy et al. dalam penelitiannya pemberian troglitazone (400 mg/hari)
menemukan bahwa anethole dan rosiglitazone (4 mg/hari) yang
mensurpress interaksi antara reseptor keduanya mampu meningkatkan
TNF dengan TRAF-2 dan NIK. sensitivitas reseptor insulin pada subyek
Diketahui bahwa NIK mampu yang mengalami obesitas, paparan
mengaktivasi IKK-b yang nantinya akan kedua obat tersebut juga
menginisiasi fosforilasi I-κB. Penekanan mengakibatkan subyek mengalami
aktivasi NIK berakibat aktivasi trimetrik I- penurunan kadar TNF-α.
κB kinase tidak terjadi sehingga IL-6 merupakan faktor penyebab
fosforilasi degradasi I-κB oleh I-κB dislipidemia dan akhirnya
[38]
kinase, E3 ubiquitin ligase, dan mengakibatkan resistensi insulin.
polyubiquitination pada kompleks NF-κB Dengan menurunnya produksi IL-6
juga tidak terjadi. Dengan demikian mengakibatkan inhibisi lipoprotein lipase
translokasi heterodimer p50-p65 ke κB- juga menurun sehingga tidak terjadi
site pada terget gen di nukleus dihambat dislipidemia.
dan transkripsi sitokin inflamasi maupun

[34]
Gambar 3. Mekanisme Eugenol sebagai Inhibitor Jalur NF-κB.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 68


[44]
2.2 Mekanisme Eugenol dalam al. juga membuktikan bahwa paparan
Meningkatkan Sensitivitas TNF-α pada adipose visceral penderita
Reseptor Insulin Pada HISS- DM mampu menurunkan produksi
Dependent Insulin Resistance adiponektin melalui penurunan ekspresi
Pada saat manusia AdipoR1 (adiponectin receptor 1).
mengkonsumsi makanan, insulin Sekresi adiponektin yang menurun juga
dilepaskan oleh pankreas ke dalam disebakan oleh adipositokin pro
sirkulasi. Saat di hepar, insulin inflamasi seperti IL-6. Seperti yang telah
menginervasi reflek parasimpatis yang disebutkan sebelumnya, eugenol
menyebabkan pelepasan asetilkolin di bersifat anti-TNF dengan menurunkan
hepar yang mengakibatkan peningkatan produksi kemokin TNF-α, IL-6, IL-8
pelepasan nitrit oxide (NO). NO melalui inhibisi jalur NF-κB. Penurunan
merupakan salah satu zat yang TNF-α dan IL-6 akan meningkatkan
mengkontrol sensitivitas insulin dari otot ekspresi AdipoR1 dan berimplikasi pada
skeletal melalui rangsangan terhadap kenaikan produksi adiponektin. Telah
hormon HISS yang mampu dibuktikan juga pada penelitian
[45]
menstimulasi uptake glukosa dan Nagashima et al. bahwa pemberian
penyimpanannya sebagai glikogen pada agen anti-TNF secara signifikan mampu
[39]
otot skeletal. Pada keadaan HISS meningkatkan produksi adiponektin
yang menurun, otot skeletal akan lebih pada plasma. Pada binatang penurunan
resisten terhadap insulin. Hal ini resistensi insulin oleh adiponektin
[40]
dibuktikan juga oleh Young gangguan disebabkan asam lemak bebas dan
parasimpatis oleh atropine (antagonis perubahan kandungan trigliserida otot.
reseptor muskarinik) pada vena porta Tikus yang mendapat injeksi adiponektin
akan menghambat pelepasan HISS dan menghasilkan penurunan kadar asam
pada akhirnya mengakibatkan resistensi lemak bebas melalui peningkatan
insulin. Faktor-faktor lain yang akhirnya oksidasi asam lemak bebas dalam sel
[43]
menghambat pelepasan HISS akan otot.
mengakibatkan diabetes melitus tipe II. Salah satu faktor pemicu
Eugenol pada Ocimum sanctum resistensi insulin ialah peningkatan
telah terbukti mampu meningkatkan kadar trigriserida otot. Peningkatan
[28]
GSH baik secara injeksi maupun oral. kadar trigliserida mempengaruhi aktivasi
Diketahui bahwa NO, GSH dan insulin stimulasi insulin terhadap
merupakan faktor yang merangsang phosphatidylinositol 3 kinase dan
[41]
pelepasan HISS. Cheung dan translokasi glucosa transporter protein 4
[42]
Schulz membuktikan bahwa (GLUT 4) dan intake glukosa, yang
peningkatan GSH mengakibatkan menyebabkan terjadinya resistensi
vasodilatasi pada arteri koroner melalui insulin. Adiponektin dapat menurunkan
jalur nitrit oxide and guanylate cyclase- akumulasi trigliserida di otot skelet
dependent, sehingga terjadi reaksi dengan meningkatkan oksidasi asam
antara GSH dengan peroxynitrite untuk lemak melalui aktivasi acetyl coA
membentuk S-nitroglutathione, donor oxidase, Carnitine Palmytoyl
NO. GSH juga mampu melepaskan NO Transferase-1 (CPT-1), AMP kinase dan
- [29]
dari reaksi scavenging pada ONOO . peningkatan aktivasi peroxisome
Dengan meningkatnya produksi GSH proliferator activated receptor PPAR-
[43]
dan NO maka produksi HISS juga akan γ. Peningkatan adiponektin juga
meningkat, sehingga intake glukosa meningkatkan stimulasi fosforilasi tirosin
pasa otot skeletal kembali normal dan dengan IRS-1 dan meningkatkan aktin
[46]
resistensi insulin akibat defisiensi HISS otot skelet. Dengan menurunnya
dapat diatasi. kadar asam lemak bebas, trigliserida
jaringan dan peningkatan fosforilasi
2.3 Mekanisme Eugenol dalam tirosin, hal tersebut akan memperbaiki
Pencegahan Resistensi Insulin resistensi insulin.
Melalui Aktivasi PPAR-γ Dalam penelitian Lehmann et
[47]
Sekresi TNF-α pada jaringan al., beberapa inhibitor COX-2 spesifik
adiposa viseral yang berlebihan mampu maupun non-spesifik mampu
menghambat aktivitas adiponektin dan mengaktivasi PPAR-γ. Kandungan
menurunkan produksinya.
[43]
Hector et eugenol telah terbukti mampu

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 69


mensurpress ekspresi gen COX-2 pada 2.4.2 Konsumsi Ocimum sanctum
[48]
tikus. Eibl et al dalam percobaannya sebagai lifestyle pada penderita
menemukan bahwa inhibitor COX-2 DM
spesifik mampu menurunkan ekspresi Pada dasarnya, terapi diabetes
GW9662 yang merupakan antagonis yang paling dianjurkan yaitu perubahan
dari PPAR-γ. Dengan turunnya gaya hidup melalui olahraga dan
antagonis PPAR-γ maka terjadi makanan alami yang sehat, terapi ini
[16]
peningkatan potensi terbentuknya ikatan juga minim akan efek samping. Daun
ligand PPAR-γ dan aktivasi PPAR-γ. Ocimum sanctum seringkali dikonsumsi
Aktivasi PPAR-γ akan meregulasi sebagai lalapan oleh masyarakat
asam lemak bebas dan leptin, yang sebagai penambah cita rasa makanan.
mana peningkatan keduanya Dari pernyataan tersebut, maka Ocimum
[49]
menurunkan signaling insulin. Aktivasi sanctum sangat potensial sebagai
PPAR-γ juga akan meningkatkan perubahan gaya hidup konsumsi
ekspresi gen yang berfungsi dalam makanan pada penderita DM tipe II.
metabolism lipid dan glukosa. PPAR-γ Lalapan Ocimum sanctum pada dosis
juga mempunyai peran menstimulasi 28,4 gram ditambahkan pada diet harian
insulin-dependent glucose transporter penderita diabetes melitus tipe II
GLUT4 yang menyebabkan peningkatan sebagai pengkontrol glukosa darah dan
sintesis FA dari glukosa, intake glukosa perbaikan resistensi insulin. Selain itu,
pada otot skeletal dan menurunkan Ocimum sanctum telah terbukti mampu
[49]
glukoneogenesis. meningkatkan sekresi insulin pada sel
beta-pankreas. Dengan demikian,
2.4 Bentuk Aplikatif Pemanfaatan Ocimum sanctum dapat digunakan
Eugenol pada Ocimum sanctum untuk diabetes dengan memperbaiki
dalam Penatalaksanaan sekresi insulin dari sel beta-pankreas
Resistensi Insulin Pada Diabetes sekaligus memperbaiki resistensi
Tipe II insulin.
2.4.1 Dosis Ocimum sanctum Konsumsi Ocimum sanctum
sebagai terapi dalam resistensi secara lalapan akan lebih menjaga
insulin kandungan zat-zat didalamnya daripada
Indikasi keberhasilan dari direbus, asalkan tidak lupa untuk dicuci
pengobatan pada diabetes melitus ialah terlebih dahulu. Ocimum sanctum dapat
keadaan glukosa darah. Dari penelitian tumbuh di semua wilayah Indonesia.
[50] Budidayanya tidak memerlukan lahan
Sethi et al. pemberian Ocimum
sanctum dengan dosis 2g/hari pada yang luas dan modal yang besar,
kelinci mampu menurunkan kadar darah pertumbuhannya juga cepat, ditambah
sebanyak 29%. Sehingga untuk dosis lagi dengan minimnya hama yang
[19]
yang tepat untuk manusia ialah menyerang, sehingga Ocimum
 Dosis pada kelinci 1,5 kg sanctum sangat memungkinkan untuk
= 2 gram/hari dibudidayakan di halaman rumah
 Dosis pada manusia 70 kg penderita diabetes. Dengan demikian
= 2g x 14,2 (koefisien) maka ketersediaan harian Ocimum
= 28,4 gram/hari sanctum mampu menjadi terapi jangka
panjang untuk diabetes. Meskipun tidak
 Dosis pada manusia
membudidayakan sendiri, Ocimum
= 28,4 gram /70 kg
sanctum juga mudah ditemukan di
= 0,406 g/kgBB perhari
pasaran dengan harga yang terjangkau.
= 406 mg/kgBB perhari
Dari sini dapat disimpulkan bahwa
Jadi dosis yang tepat untuk terapi
konsumsi lalapan Ocimum sanctum
resistensi insulin pada penderita
merupakan terapi yang paling aman,
diabetes melitus tipe II pada umumnya
holistik dan komprehensif untuk DM tipe
ialah 28,4 gram/hari, namun bisa
II.
disesuaikan dengan berat badan
Pada penelitian efek hipoglikemik
penderita yaitu dengan dosis 406
dan anti-hiperglikemik Ocimum sanctum
mg/kgBB perhari. [50]
oleh Sethi et al. pemberian dosis
2g/hari pada kelinci selama 30 hari
menurunkan kadar glukosa darah kelinci

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 70


dari 148,8 menjadi 110 saja, artinya konsumsi Ocimum sanctum jangka
penurunan glukosa darah hanya sampai panjang tidak mengakibatkan kondisi
batas tertentu. Ini membuktikan bahwa hipoglikemi.
[51]
Tabel 1. Koefisien Konversi Dosis dari Hewan Coba ke Manusia.
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Konversi
mencit tikus marmut kelinci kucing kera anjing manusia
20 gr
1,0 7,0 12,29 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
mencit
200 gr
0,14 1,0 1,74 3,3 3,3 9,2 17,8 56,0
tikus
400 gr
0,08 0,57 1,0 2,25 2,25 5,2 10,2 31,5
marmut
1,5 kg
0,04 0,25 0,44 1,0 1,0 2,4 4,5 14,2
kelinci
2 kg
0,03 0,23 0,41 0,92 0,92 2,2 4,1 13,0
kucing
4 kg kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,42 1,0 1,9 6,1
12 kg
0,008 0,06 0,10 0,22 0,22 0,52 1,0 3,1
anjing
70 kg
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,07 0,16 0,32 1,0
manusia

2.5 Batasan Konsumsi Ocimum seperti hemofilia, trombositopenia,


sanctum Sebagai Terapi Diabetes Henoch-Schonlein purpura dan Von
[52]
Kantak dan Gogate Willebrand disease.
menemukan bahwa konsumsi Ocimum
sanctum dalam bentuk ekstrak memiliki 3. KESIMPULAN
efek anti-fertilitas dengan induksi aborsi Ocimum sanctum memiliki potensi
dan anti-spermatogenic pada tikus untuk perbaikan resistensi insulin pada
dengan dosis 400 mg/kgBB atau setara kondisi diabetes. Mekanisme perbaikan
dengan 1 gr/kgBB pada manusia dalam resistensi insulin terjadi melalui
bentuk mentah. Sehingga konsumsi pencegahan fosforilasi serin pada IRS-
Ocimum sanctum tidak dianjurkan pada 1, aktivasi PPAR-γ, dan peningkatan
ibu hamil, khususnya pada masa produksi HISS. Mekanisme ini diduga
[53]
organogenesis. Ahmed et al. juga akibat efek kandungan eugenol didalam
membuktikan hal yang serupa, ekstrak Ocimum sanctum. Dosis optimum
benzene daun Ocimum sanctum konsumsi Ocimum sanctum untuk
menurunkan jumlah total sperma dan perbaikan resistensi insulin pada
motilitas sperma, diperkirakan ini penderita DM tipe II ialah 406 mg/kgBB.
disebabkan efek anti-androgenic dari Ocimum sanctum tidak dianjurkan untuk
Ocimum sanctum yang mengakibatkan ibu hamil dan penderita penyakit
penekanan pada androgen. Namun, kelainan pembekuan darah.
jumlah total sperma dan motilitas
sperma mampu kembali normal dua DAFTAR RUJUKAN
minggu setelah pemberian ekstrak 1. Donath, M.Y.,et al.‖Diabetes around
benzene daun Ocimum sanctum the world‖. Diabetes (2003) 48:738
dihentikan. 2. International Diabetes Federation.
[54]
Singh et al. membuktikan 2005. Diabetes e-Atlas. 5 April
bahwa Ocimum sanctum memiliki efek 2015. Jam 08.40. <http://
antikoagulan dengan menghambat www.eatlas. idf.org>
agregasi platelet. Kemungkinan besar 3. King, H., et al. ―Global Diabetes
karena efek eugenol yang menginhibisi Prevalence‖. Diabetes Care (2003)
COX-2. Akibatnya terjadi penurunan 21:1414
TXA-2. Sehingga tidak dianjurkan 4. WHO. Global Fact of Diabetes
konsumsi Ocimum sanctum pada (1998) 5 April 2015.
penderita penyakit kelainan koagulasi

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 71


<http://www.who.int/diabetes/facts/w Res and Clinl Pract, (2003) 59, pp.:
orld figures/en/> 165-80.
5. Departemen Kesehatan Republik 17. Ramadhani, R.B., Sujarwo, Sri
Indonesia. P2M, PL, LITBANGKES Agus. Efek Antidiabetes Dari
(2007). 5 April 2015. Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
<http://www.depkes.go.id/index.php Citrifolia) Pada Tikus Yang Diinduksi
?option=news&task=viewarticle Dengan Aloxan: Laporan Penelitian.
&sid=283&Itemid=2> Pusat Penelitian Obat Tradisional
6. Askandar, Tjokroprawiro., et al. Universitas Airlangga, 2001.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 18. Gupta ,SK., Prakash J, Srivastava
SMF IPD UNAIR: Surabaya, 2002. S. ―Validation of claim of Tulsi,
7. Suastika, Ketut., et al. ―Prevalence Ocimum sanctum Linn as a
Of Obesity, Metabolic Syndrome, medicinal plant‖. Indian J
Impaired Fasting Glycemia, And Experimental Biology (2002); 40(7):
Diabetes In Selected Villages Of 765–773
Bali, Indonesia‖. JAFES (2011) Vol 19. Hadipoentyanti, Endang dan Sri
26, No 2 Wahyuni. Keragaman Selasih
8. Perkeni. Konsensus Pengelolaan (Ocimum Spp.) Berdasarkan
Diabetes pada Diabetes Melitus karakter morfologi, Produksi dan
Tipe 2. PB Perkeni. Jakarta, 2006. Mutu Herba. Jurnal Littri 14(4), Hlm.
9. Roglic. Diabetes mortality. In: Gan 141 – 148. 2008. 5 April 2015.
D, ed. Diabetes atlas. 3rd ed. <http://perkebunan.litbang.deptan.g
International Diabetes Federation: o.id/upload.files/File/publikasi/jurnal/
Belgium, 2006. Jurnal%202008/jurnal%2014%20(4)
10. Sargowo, Djanggan. Disfungsi %202008%20-%20ENDANG-
Endotel Pada Penyakit H.pdf>.
Kardiovaskular. Malang: Bayumedia 20. K. P. Bhargava and N Singh. ―The
Publishing, 2003. Beneficial Effect of Tulsi‖. Ind. J. of
11. Rondinone CM, Wang LM, Lonnroth Med. Res. (1981) 73, 443
P, Wesslau C, Pierce JH, Smith U. 21. Mukherji S.P. ―Ocimum - a cheap
―Insulin Receptor Substrate (IRS) 1 source of Eugenol‖. Science
is Reduced and IRS-2 is The Main Reporter, p. 599. Eugenol-rich
Docking Protein for Ocimum variety released. PID CSIR:
Phosphatidylinositol 3-kinase in New Delhi, 45:256, 1995
Adipocytes from Subjects with Non- 22. Anderson, J. W. “The Role Of
Insulin-Dependent Diabetes Dietary Carbohydrate and Fiber In
Mellitus. Proc Natl Acad Sci U S A Control of Diabetes‖. Adv. Intern.
(1997) 94: 4171-4175 Med. (1980) 26, 67-96.
12. Young, L.H. ―Diabetes Mellitus Type 23. Ceriello A, Motz E. ―Is Oxidative
II‖ . Am. J. Med., 2003. 115, 75S Stress The Pathogenic Mechanism
13. Rang HP & Dale MM. The Underlying Insulin Resistance,
Endocrine System Pharmacology, Diabetes, and Cardiovascular
pp 504–508. Harlow, UK: Longman Disease? The Common Soil
Group Ltd, 1991. Hypothesis Revisited‖. Arterioscler
14. Ligaray, Kenneth Patrick. Diabetes Thromb Vasc Biol. (2004) 24:816–
Mellitus Type II. 2009. 5 April 23
2015.<http://emedicine.medscape.c 24. Brownlee M. ―Advanced protein
om/article/117853-overview> glycosylation in diabetes and aging‖.
15. Ewles L, simnett I. Promotion health: Annu Rev Med. (1995); 46: 223–
A practical guide. 5th ed, Baillier 234.
Tindall, china, pp: 40-43, 25. Basta G, Schmidt AM, DeCaterina
91,108,109, 2003. R. ‖Advanced Glycation End
16. Simpson,RW., Shaw JE, Zimmet Products and Vascular
PZ. ―The prevention of type 2 Inflammation: Implications For
diabetes lifestyle change or Accelerated Atherosclerosis In
pharmacotherapy. A challenge for Diabetes‖. Cardiovasc Res. (2004)
the 21st century (Review‖). Diabetes 582–92

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 72


26. Wautier MP, Chappey O, Corda S.. kappaB, AP-1, JNK, MAPKK and
―Activation of NADPH oxidase by apoptosis‖. Oncogene. (2000) 19:
AGE links oxidant stress to altered 2943-50
gene expression via RAGE‖. Am J 36. Manikandan, G., et al. ―Eugenol
Physiol Endocrinol Metab. (2001) Inhibits Cell Proliferation Via NF-κB
280:E685–94 Suppression In a Rat Model Of
27. Bradley, A.A. and Nathan, C.F. Gastric Carcinogenesis induced by
―Glutathione Metabolism As a MNNG‖. Journal of Scientific
Determinant of Therapeutic Research (2000) (1), 158-168
Efficiency‖. Cancer Res. (1984) 44, 37. Ghanim ,H., et al. ―Suppression of
4224-4232. Nuclear Factor-B and Stimulation of
28. Kabuto, Hideaki., et al ―Eugenol [2- Inhibitor B by Troglitazone:
Methoxy-4-(2-propenyl)phenol] Evidence For an Anti-Inflammatory
Prevents 6-Hydroxydopamine- Effect and a Potential
Induced Dopamine Depression and Antiatherosclerotic Effect In The
Lipid Peroxidation Inductivity in Obese‖. J Clin Endocrinol Metab
Mouse Striatum‖. Biology Pharmacy 86:1306–1312
Bull. (2007) 30(3) 423—427 38. Lander, H.L.,et al. ―Activation of the
29. Vidhya ,N., Devaraj SN. ―Antioxidant receptor for advanced glycation
Effect Of Eugenol In Rat Intestine‖. endproducts triggers a MAP Kinase
Indian J Exp Biol. (1999) pathway regulated by oxidant
37(12):1192-5 stress‖. J. Biol. Chem.1997. 272,
30. Cohen ,P. ―Dissection of Protein 17810–17814.
Kinase Cascades That Mediate 39. Khamaisi. 2000. Effect Of Inhibition
Cellular Response to Cytokines and Of Glutathione Synthesis on Insulin
Cellular Stress‖. Adv Pharmacol Action: In Vivo and In Vitro Studies
(1996)36: 15-27 Using Buthionine Sulfoximine.
31. Sun, XJ., et al. ―The Structure of Biochem. J., 349: 579-586
The Insulin Receptor Substrate IRS- 40. Young, L.H. 2003. Diabetes Mellitus
1 Defines a Unique Signal Type II . Am. J. Med., 115, 75S
Transduction Protein‖. Nature 41. Marinho. ―Glutathione Metabolism
(1991) 352: 73 -77 in Hepatomous Liver of Rats
32. Rondinone CM., et al. ‗Insulin Treated With Diethylnitrosamine‖.
Receptor Substrate (IRS) 1 is Biochimica et Biophysica Acta.
Reduced and IRS-2 is The Main 1997. 1360: 157-158
Docking Protein for 42. Ceriello A, Motz E. ―Is Oxidative
Phosphatidylinositol 3-kinase in Stress The Pathogenic Mechanism
Adipocytes from Subjects with Non- Underlying Insulin Resistance,
Insulin-Dependent Diabetes Diabetes, and Cardiovascular
Mellitus‖. Proc Natl Acad Sci U S A Disease? The Common Soil
(1997) 94: 4171-4175 Hypothesis
33. Paz, K., et al. ―A Molecular Basis Revisited‖.2004. Arterioscler
For Insulin Resistance: Elevated Thromb Vasc Biol. 24:816–23
Serine/threonine Phosphorylation Of 43. Permana, Hikmat. Sel Adiposit
IRS-1 and IRS-2 Inhibits Their sebagai organ endokrin. 5 April
Binding To The Juxtamembrane 2015. Jam 09.20
Region of The Insulin Receptor and <http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
Impairs Their Ability to Undergo content/uploads/2009/09/sel_adiposi
Insulin-Induced Tyrosine t_sebagai_organ_endokrin.pdf>
Phosphorylation‖. J Biol Chem 44. Hector,J1., et al. ―TNF-alpha alters
(1997) 272 : 29911-29918 visfatin and adiponectin levels in
34. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. Buku human fat‖. Horm Metab Res. 2007
Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC: Apr;39(4):250-5.
Jakarta, 2000. 45. Nagashima, S., ―Nakayama.
35. Chainy, Sunil., et al. ―Anethole Diabetes mellitus causes changes in
blocks both early and late cellular the concentrations of adipocyte fatty
responses transduced by tumor acid-binding protein‖. Diabetes Care
necrosis factor: effect on NF- (2007) 34:2061–2066.

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 73


46. Chan, O., et al. ‖Diabetes and the Ekstrak Biji Mimba (Aradirachta
hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) indica A. Juss) Fraksi Etanol Per
axis‖. Minerva Endocrinol. (2003) Oral Terhadap Jumlah Sel
+
28, 87–102. CD4 Limpa Mencit Galur Balb/C
47. Kliewer,SA., JM Lehmann, MV yang Diinfeksi P. berghei. Malang:
Milburn. ―The PPARs and PXRs: Program Studi Pendidikan Dokter
nuclear xenobiotic receptors that Universitas Brawijaya, 2008.
define novel hormone signalling 52. Kantak, N.M., and MG. Gogate.
pathways‖. Recent Prog Horm ―Effect of short term administration
Res.(1999);54:345–67. of tulsi (Ocimum sanctum Linn.) on
48. Guilherme, A., et al. ―Adipocyte reproductive behaviour of adult male
dysfunctions linking obesity to rats‖. Indian J Physiol Pharmacol
insulin resistance and type 2 (1992) Apr; 36(2) :109-11
diabetes‖. Nature reviews Molecular 53. Ahmed, Maruf., et al. ―Antidiabetic
cell biology. (2008);9(5):367-377. Effects of the Different Fractions of
49. Spiegelman, BM. ―PPAR-gamma: Ethanolic Extracts of Ocimum
adipogenic regulator and sanctum in Normal and Alloxan
thiazolidinedione receptor‖. Induced Diabetic Rat.‖ Journal of
Diabetes. 1998 Apr;47(4):507-14. Scientific Research 2009 (1), 158-
50. Sethi, Sushma Sood, Shashi Seth 168
and Anjana Talwar. ―Evaluation of 54. Singh ,S., Rehan HM., Majumdar
Hypoglycemic and Antioxidant Effect DK. ―Effect of Ocimum sanctum
of Ocimum sanctum”. Indian Journal fixed oil on blood pressure, blood
of Clinical Biochemistry, 2004 19 (2) clotting time and pentobarbitone-
152-155 induced sleeping time‖. J
51. Prihastuti, Yeni Ayu. Efek Ethnopharmacol (2001) ;78:139–43.
Pemberian Kombinasi Artemisin dan

JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015 74

Anda mungkin juga menyukai