JIMKI Vol 3 No 2
JIMKI Vol 3 No 2
Penanggung Jawab
Andi Qautsar Syahrezo Penyunting Pelaksana
Universitas Hasannudin
Euginia Christa
Universitas Indonesia
Ahmad Fahrisal
Penyunting Ahli Universitas Lampung
i
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
ISSN : 2302-6391
DAFTAR ISI
Susunan Pengurus ................................................................................................................ i
Daftar Isi ...................................................................................................................................ii
Petunjuk Penulisan ........................................................................................................... iv
Sambutan Pimpinan Umum ........................................................................................ xiii
Editorial
Pandemi Mers Seoul Dan Global Health Security: Refleksi Bagi Mahasiswa
Kedokteran
Pande Mirah Dwi Anggreni
......................................................................................................................................................1
Penelitian
Korelasi Antara Kadar Feritin Serum Ibu Melahirkan Dengan Kadar Feritin Serum
Bayi Baru Lahir di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Zulfikar Ihyauddin, Tri Ratnaningsih, dan Budi Mulyono
............................................................................................................................................................................................ 4
Masalah Kesehatan Respirasi di Masyarakat Perumahan Jakarta 2012: Tinjauan
terhadap pengetahuan, sikap, kepuasan, dan asuransi kesehatan
Fauzan H. Firman, Saras S. Sesari, Randi R. Mulyadi, Elisna Syahruddin
......................................................................................................................................................................................... 11
Tinjauan Pustaka
Adipose Mesenchymal Stem Cells (ASC) Termodifikasi HIF-1α SiRNA Dengan Koadministrasi
Atorvastatin Sebagai Terapi Regeneratif Retinopati Diabetes
Jimmy O. Santoso, Ferry Liwang
......................................................................................................................................................................................... 19
Protein SRC/FAK Sebagai Target Terapi Antimetastatik Pada Kanker Payudara Melalui
Reaktivasi Anoikis dan Inhibisi Transisi Epitel-Ke-Mesenkim
Gabriele Jessica Kembuan, Kevin Julio Wijanarko
......................................................................................................................................................................................... 28
Sebuah Inovasi Booster BCG, Vaksin L-TB: Kombinasi Multistage Recombinant Protein,
ID93/GLA-SE Dengan Liposom AVE3/CPG MOTIF
Matthew Billy, Harrison Paltak Bernard Panjaitan, Thong Felicia Melida
......................................................................................................................................................................................... 42
Artikel Penyegar
Pengukuran Kadar Serotonin, N-Asetil Serotonin, dan Melatonin di Dalam Darah Sebagai
Upaya Deteksi Dini Gangguan Spektrum Autistik
Dina Sofiana
......................................................................................................................................................................................... 49
ii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Laporan Kasus
Penatalaksanaan Nefritis Lupus Pada Kehamilan
Christopher Christian Halimkesuma
......................................................................................................................................................................................... 53
Advetorial
Potensi OCIMUM SANCTUM Dalam Inhibisi Fosforilasi Serine, AKTIVASI PPAR-Γ Dan
Produksi HISS Untuk Perbaikan Resistensi Insulin Pada Kondisi Diabetes
Makhyan Jibril Al-Farabi
......................................................................................................................................................................................... 63
iii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
PETUNJUK PENULISAN
Pedoman Penulisan Artikel
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI)
Indonesia Medical Students Journal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) merupakan publikasi ilmiah
yang terbit setiap 6 bulan sekali setiap bulan Mei dan Desember berada dibawah
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dalam mempublikasikan naskah ilmiah
dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai dengan
aturan penulisan JIMKI.
A. JENIS-JENIS ARTIKEL
1. Penelitian Asli
Definisi : hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kedokteran gigi,
kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi.
Format penulisan :
Judul penelitian
Nama dan lembaga pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Metode penelitian
Hasil penelitian
Pembahasan atau diskusi
Kesimpulan dan saran
Daftar pustaka
2. Advertorial
Definisi : Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.
Format penulisan :
Judul
Nama penulis & lembaga
Pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar rujukan
3. Artikel Penyegar
Definisi : Artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang
sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan, memberikan
human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel
bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang
perlu diketahui oleh pembaca.
Format Penulisan :
Pendahuluan
iv
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Isi
Kesimpulan
4. Tinjauan Pustaka
Definisi : Tulisan artikel review atau sebuah tinjauan terhadap suatu
fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan
masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi, ditulis dengan
memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.
Format penulisan :
Judul
Nama penulis & lembaga
Pengarang
Abstrak
Pendahuluan
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar rujukan
5. Laporan Kasus
Definisi : artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.
Format Penulisan :
Judul
Abstrak
Background
Kasus
Pemeriksaan penunjang
Differential diagnosis
Tatalaksana
Outcome and follow up
Discussion
Take home message
Reference
Note : laporan kasus butuh pengesahan dari supervisor atau dosen
pembimbing penulis
6. Artikel Editorial
Definisi : Artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran,
kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan
farmasi. Memuat mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru,
organisasi, penelitian, penulisan di bidang keahlian tersebut di atas,
lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan. Artikel ditulis sesuai
kompetensi mahasiswa.
Format Penulisan :
Pendahuluan
Isi
Penutup
v
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
4. Naskah menggunakan 1 spasi dengan spacing after before 0 cm, jarak
antar bab atau antar subbab yaitu 1 spasi (1x enter)
5. Menggunakan Font arial reguler, size 10, sentence case, justify.
6. Naskah maksimal terdiri dari 15 halaman terhitung mulai dari judul
hingga daftar pustaka.
E. PENULISAN ABSTRAK
Abstrak merupakan miniatur dari artikel sebagai gambaran utama
pembaca terhadap artikel Anda. Abstrak berisi seluruh komponen artikel
secara ringkas (pendahuluan, metode, hasil, diskusi dan kesimpulan).
Abstrak dibuat terstruktur dengan sub bagian dengan ketentuan sub bagian
dicetak tebal dan dibubuhi tanda titik dua sebelum kata selanjutnya. Abstrak
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan panjang abstrak
tidak lebih dari 250 kata (dan tidak menuliskan kutipan pustaka. Dilengkapi
dengan kata kunci sebanyak maksimal 8 kata benda yang ditulis dari umum
ke khusus. Abstrak Bahasa Inggris dan keyword ditulis italic (dimiringkan).
Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak. Kalimat pertama
menyampaikan kontribusi penulis terhadap literatur dan menjelaskan
perbedaan penelitian/telaah yang dilakukan dibanding dengan artikel lain
yang sudah ada. Jelaskan mengapa penelitian dilakukan, bagaimana cara
melakukannya, seberapa signifikan kontribusi dari penelitian tersebut, dan
hal apa saja yang bisa dikembangkan setelah penelitian berakhir.
vi
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Format utama penulisan berkala ini terdiri dari 2 kolom, yang ditulis
dengan MS Word, page size A4, 1 spasi, sentence case, justify, regular, font
arial 10.
Pada bagian pendahuluan tuliskan latar belakang, penjelasan mengenai
penelitian terkait yang telah lebih dulu dipublikasikan (jika ada). Selain itu
dijelaskan pula hal-hal spesifik dalam penelitian. Kutipan dari referensi atau
daftar pustaka dibuat dengan tanda superscrift 1, dengan 1 menunjukkan
nomor dalam daftar pustaka. Istilah dalam bahasa asing dan simbol
matematika ditulis dengan huruf miring.
Kalimat pertama dari pendahuluan menyampaikan tujuan dari
penelitian ini untuk memberikan kontribusi pada bidang tertentu
dengan melakukan atau menemukan sesuatu.
Kutip beberapa hasil penelitian terbaru mengenai topic yang dibahas
beseta relevansinya.
Jelaskan mengapa menulis artikel ini dan kontribusi apa yang diberikan
pada pengembangan keilmuan
Jelaskan kebijakan yang mungkin timbul atau implikasi yang mungkin
diterapkan sebagai hasil dari penemuan tersebut (hanya jika hal
tersebut relevan)
Jelaskan apakah penelitian mendukung atau memperluas hasil penelitian
yang sudah ada atau justru menyanggah hasil penelitian sebelumnya.
3.1 Judul Isi Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)
Judul dan subjudul yang muncul dalam bab ini dituliskan dengan
nomor bertingkat seperti contoh ini.
√A + B3 + CO2 = ∫ X2 (1)
vii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Tabel dan gambar dapat disisipkan di tengah-tengah artikel
seperti contoh ini, atau di bagian akhir artikel.
Penulisan gambar:
Terletak dibawah gambar, dengan Bold pada tulisan gambar.
Penomoran gambar menggunakan angka Arab,
viii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
keterbatasan penelitian, serta kemungkinan pengembangan penelitian yang
bisa dilakukan oleh pihak lain untuk mengembangkan hasil yang sudah
diperoleh.
ix
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
N. KETENTUAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Penulis Tunggal
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit.
Contoh:
Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton
UP, 1957.
x
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Contoh:
Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. Jilid kedua. Cambridge: Harvard UP,
1963.
Terjemahan
Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (italic). Penerjemah
Nama penerjemah. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Terjemahan
dari Judul buku yang diterjemah (italic), Tahun terbit buku yang
diterjemah.
Contoh:
Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A. M.
Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972. Terjemahan
dari L'Archéologie du savoir, 1969.
2. SERIAL
Artikel jurnal dengan volume dan edisi
Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). Volume:Edisi
(tahun terbit): halaman
Contoh:
Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of
Romantic Silences.” Christiantity and Literature 43:1(1995): 21-35.
3. PUBLIKASI ELEKTRONIK
Buku Online
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor Nama editor. Tahun
terbit buku. Tanggal dan tahun akses <link online buku>
Contoh:
Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10
September 1998 <http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>.
xi
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Artikel di website
“judul artikel.” Nama website (italic). Tahun terbit artikel. Tanggal dan
tahun akses. <link online artikel>
Contoh:
“Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online
Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Februari 2003.
<http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/r_mla.html>.
Publikasi lembaga
Nama lembaga. Judul artikel (italic). Oleh nama pemulis 1, nama penulis
2, dan seterusnya. Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun akses <link
online artikel>
Contoh:
United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A
National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster, dan Edward
Connors. Feb 1996. 29 June 1998
<http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt>.
xii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM
,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) volume 3 nomor 2. JIMKI bukan hanya
sekadar wadah publikasi ilmiah, namun JIMKI juga merupakan representatif
perkembangan keilmiahan mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia. Pada tahun ini,
JIMKI yang memasuki tahun ke 8 terus berusaha untuk mempertahankan eksistensi dan
juga kualitas artikel – artikel yang diterbitkan sehingga dapat memberikan manfaat bagi
seluruh pembaca.
Mempublikasikan suatu karya bertujuan untuk menyebarluaskan ide dan gagasan yang
kita miliki sehingga karya kita berhak mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Di
samping itu, publikasi ilmiah juga merupakan salah satu syarat kelulusan bagi S1, maka
dari itu sudah seharusnya budaya menulis ilmiah semakin meningkat di kalangan
mahasiswa kedokteran. Dan perlu diingat bahwa hal paling penting dari suatu tulisan
adalah kebermanfaatannya bagi masyarakat. Maka dari itu, marilah berkarya demi
kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran sehingga dapat menghasilkan suatu
tulisan yang berkualitas dan memiliki manfaat yang berharga bagi umat manusia.
Pada kesempatan ini saya mewakili JIMKI ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung JIMKI dari awal hingga akhir yang
namanya tidak bisa saya tuliskan satu per satu.
Mari kita tingkatkan iklim menulis ilmiah di kalangan mahasiswa kedokteran Indonesia.
xiii
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Editorial PANDEMI MERS SEOUL DAN GLOBAL
HEALTH SECURITY: REFLEKSI BAGI
MAHASISWA KEDOKTERAN
1
Pande Mirah Dwi Anggreni
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Ada beberapa penyakit lintas dalam beberapa bulan ini Korea Selatan
negara yang pernah mengancam global menjadi sorotan dunia.
health security, yaitu SARS, flu burung MERS pertama kali muncul di
(H5N1), flu babi (H1N1), ebola, dan Korea Selatan pada tanggal 20 Mei
MERS. Pada tahun 2003, dunia 2015, yaitu berawal dari seorang pria
menghadapi wabah SARS. Berdasarkan berumur 68 tahun terdiagnosis MERS
data WHO, wabah ini telah menginfeksi setelah melakukan perjalanan ke Timur
8.908 orang di dunia dan menyebabkan Tengah. Penyakit MERS dari pria
[1]
774 orang meninggal dunia. Pada tersebut kemudian berkembang
tahun yang sama, dunia juga menjangkit beberapa pasien dan
menghadapi wabah H5N1. WHO keluarga pasien di rumah sakit pria
mencatat dari tahun 2003 hingga 3 tersebut dirawat. Berawal dari kasus
Maret 2015 di 16 negara, terdapat tersebut, kasus MERS di Korea Selatan
sekitar 784 kasus H5N1 dan 429 semakin hari semakin bertambah.
[2]
diantaranya meninggal dunia. Hingga tanggal 28 Juni 2015, MERS
Kemudian pada tahun 2009, dunia telah menginfeksi 182 orang dan
kembali harus menghadapi wabah merenggut 32 nyawa warga Korea
H1N1. Flu babi ini merebak di 214 Selatan. Sekitar 2.562 warga Korea
negara dan menjadi pandemi global Selatan juga harus dikarantina, baik di
[3]
hingga Agustus 2010. Pada Maret fasilitas negara maupun di rumah.
2014, wabah ebola muncul di Guinea, Sebagian pasien MERS adalah orang
Afrika Barat. Wabah ebola menjadi yang pernah dirawat atau menjenguk
perhatian dunia ketika 27.443 orang kerabat dan para medis di rumah sakit.
terinfeksi di 10 negara dan hingga 24 Sebagian besar korban meninggal
Juni 2015 sebanyak 11.207 orang adalah orang lanjut usia atau orang
meninggal akibat keganasan virus yang memiliki penyakit berat. Epidemi
[4]
ebola. Terakhir, dunia menghadapi MERS di Korsel terjadi hanya di rumah
wabah MERS yang pertama kali muncul sakit dan tidak berkembang ke
[7]
di Arab Saudi dan kini telah menyebar komunitas.
ke Korea Selatan. Penyebaran MERS dari Arab
MERS merupakan sindroma Saudi hingga ke Korea Selatan, Cina,
respiratori akut berat yang disebabkan dan hingga Asia Tenggara (Thailand)
[5]
oleh suatu virus korona (MERS-CoV). dapat menjadi suatu ancaman terhadap
Kasus MERS pertama kali muncul di global health security jika tidak terkontrol
Arab Saudi pada tahun 2012. Wabah dengan baik. Kemungkinan adanya
MERS-CoV di Arab Saudi dianggap mutasi virus dan penularan virus MERS
masalah kesehatan masyarakat yang yang melalui binatang, air, hingga udara
serius, karena jutaan peziarah dari 184 dapat menambah ancaman global
negara berkumpul di Arab Saudi setiap health security. Global health security
tahun untuk melaksanakan ibadah Haji sangat penting diperhatikan mengingat
dan Umroh. Pada tanggal 26 Juni 2015, makin tingginya hubungan lintas batas
WHO mencatat 1356 orang di dunia negara. Hubungan lintas batas negara
telah terinfeksi MERS dan 484 yang tidak bisa dihindari menambah
[6]
diantaranya meninggal dunia. MERS- pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk
CoV kini telah mewabah di Korea berperan aktif dalam mencegah dan
Selatan. Hal tersebut menyebabkan mengontrol penyebaran penyakit-
1
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
penyakit menular yang dibawa oleh kepada masyarakat serta melakukan
[8]
warga negara asing. pengetatan izin masuk warga negara
Terjadinya wabah beberapa asing khususnya dari negara-negara
penyakit tersebut menyebabkan isu yang menjadi kantong penyebaran
global health security memiliki tingkat MERS. Kedua, pihak bandara
urgensi yang sama pentingnya dengan diharapkan memperketat pintu-pintu
isu pertahanan dan keamanan (state masuk kedatangan luar negeri bandara
security). Pendekatan keamanan pada internasional dan memaksimalkan
bidang kesehatan menekankan bahwa penggunaan alat deteksi suhu badan.
kesehatan merupakan kebutuhan publik Para petugas bandara juga diharapkan
yang dapat diakses secara merata, yang untuk tidak menganggap remeh jika ada
terdiri dari dua komponen mendasar, penumpang yang terdeteksi suhu
yakni empowerment and protection. badannya tidak wajar. Pihak bandara
Empowerment lebih ditujukan kepada juga harus melakukan tindakan
kemampuan dalam meningkatkan karantina jika ada penumpang yang
kapasitas individu dan komunitas dalam terindikasi mengidap MERS. Terakhir,
responsibilitas kesehatan pribadinya. masyarakat yang ingin melakukan
Sedangkan protection lebih ditujukan perjalanan ke negara-negara yang
kepada tiga pilar institusi masyarakat menjadi kantong penyebaran MERS
yakni: mencegah, memeriksa, dan seperti Arab Saudi dan Korea Selatan
mengantisipasi ancaman-ancaman diharapkan memeriksakan diri jika
[9]
terhadap kesehatan. memiliki penyakit kronis seperti penyakit
Pandemi MERS di Korea Selatan, paru-paru dan ginjal.
menunjukkan pentingnya menjaga Kasus MERS di Korea Selatan
pengendalian infeksi di rumah sakit dapat menjadi suatu refleksi bagi
untuk mencegah kemungkinan mahasiswa kedokteran khususnya bagi
penyebaran MERS-CoV di fasilitas mahasiswa kedokteran yang sedang
kesehatan. Efektivitas kontrol infeksi di berada pada masa pendidikan di rumah
rumah sakit dan sistem isolasi, dapat sakit. Mahasiswa kedokteran
dilakukan dengan menjaga kontrol diharapkan tidak menyepelekan infeksi
administratif, kontrol lingkungan, dan yang terjadi di rumah sakit karena
penggunaan peralatan perlindungan infeksi tersebut dapat berkembang
pribadi yang berstandar. Semua fasilitas menjadi suatu wabah bila tidak
kesehatan diharapkan menyediakan terdeteksi dengan baik seperti kasus
kebijakan dan prosedur untuk skrining MERS yang terjadi di Korea Selatan.
cepat dan penilaian potensi kasus Hal ini menjadi indikasi bahwa
MERS-CoV untuk memastikan pentingnya untuk melakukan kontrol
perawatan yang cepat kepada pasien yang baik pada penularan penyakit
dan untuk meminimalkan jumlah kontak infeksi di rumah sakit dengan cara
antara pasien lainnya, pengunjung, dan mengenali cara penularan dan
petugas kesehatan. Petugas kesehatan pencegahan penyakit-penyakit infeksi di
dan fasilitas kesehatan di semua negara rumah sakit. Hal ini bisa menjadi
juga harus selalu memiliki tingkat langkah-langkah kecil yang memberi
kewaspadaan tinggi untuk kemungkinan dampak besar bagi health global
MERS-CoV terutama di kalangan security terutama dalam menghadapi
wisatawan atau pekerja migran yang suatu pandemi penyakit menular
[3]
kembali dari Timur Tengah. sehingga wabah seperti yang terjadi di
Selain itu, terdapat beberapa Korea Selatan tidak terulang kembali di
langkah-langkah yang dapat dilakukan negara lain khususnya di Indonesia.
untuk memperkuat global health security
dengan melibatkan seluruh komponen DAFTAR PUSTAKA
masyarakat. Pertama, pihak pemerintah 1. Centers for Disease Control and
diharapkan lebih sigap dalam Prevention. Revised U.S.
melakukan langkah pencegahan Surveillance Case Definition for
penyebaran virus MERS dan Severe Acute Respiratory Syndrome
memberikan sosialisasi terkait MERS (SARS) and Update on SARS
2
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Cases –United States and 6. World Health Organization. Middle
Worldwide, December 2003. JAMA East Respiratory Syndrome
291(2004): 173–174. Coronavirus (MERS-CoV) –
2. European Centre for Disease Republic of Korea. (2015). 27 Juni
Prevention and Control (ECDC). 2015.
Rapid Risk Assessment Human <http://www.who.int/csr/don/26-june-
Infection with Avian Influenza A 2015-mers-korea/en/>
(H5N1) Virus, Egypt. (2015). 24 Juni 7. World Health Organization. Middle
2015.<http://ecdc.europa.eu/en/publ East respiratory Syndrome
ications/Publications/Rapid-Risk Coronavirus (MERS-CoV)—
Assessment-Influenza-A-H5N1- Republic of Korea. Disease
Egypt-March-2015.pdf> outbreak news May 30. Geneva:
3. World Health Organization. World Health Organization. (2015).
Guidelines on Natural Ventilation for 11 Juni 2015.
Infection Control in Health-care <http://www.who.int/csr/don/01-june-
Settings. Geneva: World Health 2015-mers-korea/en/>
Organization. (2009). 25 Juni 2015. 8. Chen LC. Health as a Human
<http://whqlibdoc.who.Int/publication Security Priority for the 21st
s/2009/9789241547857_eng.pdf> Century. Paper for human security
4. World Health Organization. Ebola III. Helsinki, Helsinki Process, 2004.
Sitution Report. Geneva: World 9. Von Tigerstrom, Barbara. Human
Health Organization. (2015). 25 Juni Security and International Law:
2015.<http://apps.who.int/ebola/curr Prospects and Problems. Portland:
ent-situation/ebola-situation-report- Hart Publishing Limited, 2007. ISBN:
24-june-2015> 9781841136103.
5. Zumla A, Hui DS. Middle East
Respiratory Syndrome. Lancet.
(2015). 11 Juni 2015.
<http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(15)60454-8>
3
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
KORELASI ANTARA KADAR FERITIN
Penelitian SERUM IBU MELAHIRKAN DENGAN
KADAR FERITIN SERUM BAYI BARU
LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH
BANTUL
1 2 2
Zulfikar Ihyauddin , Tri Ratnaningsih , dan Budi Mulyono
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
2
Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK
Pendahuluan: Ibu hamil rentan mengalami anemia defisiensi besi, hal ini diakibatkan
karena perubahan fisiologis yang terjadi dan mungkin pula akibat keadaan patologis.
Kadar besi dalam sirkulasi ibu berpengaruh dalam fisiologi transfer besi yang terjadi
melalui transfer plasenta. Penelitian ini berguna sebagai dasar pengetahuan dalam
memprediksi terjadinya anemia pada bayi baru lahir melalui pemeriksaan kadar feritin
serum (FS).
Metode: Penelitian berjenis analitik cross sectional dengan menggunakan sampel
data feritin serum yang didapatkan dari ibu melahirkan dan bayi baru lahir di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul. Pemeriksaan sampel dilaksanakan di Laboratorium Patologi
Klinik RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Jika data parametrik maka diolah menggunakan
uji korelasi Pearson, sedangkan uji korelasi Spearman digunakan pada data
nonparametrik. Data signifikan jika p<0,05.
Hasil: Subjek yang dianalisis berjumlah 242. Rata-rata kadar FS ibu sebesar 17,6
µg/L dengan 53,72% mengalami deplesi besi (FS<15µg/L) sedangkan rata-rata kadar
FS bayi baru lahir sebesar 169,6 µg/L dengan 2% mengalami deplesi
besi(FS<30µg/L). Melalui uji korelasi Spearman, didapatkan korelasi positif yang
signifikan antara kadar FS ibu melahirkan dengan kadar FS bayi baru lahir dengan
kekuatan yang sangat lemah (nilai r = 0,128, p<0,05).
Kesimpulan: Terdapat korelasi antara kadar FS ibu melahirkan dengan kadar FS bayi
baru lahir dengan korelasi positif yang sangat lemah. Hal ini memberikan kesan bahwa
FS ibu kurang berpotensi untuk menjadi prediktor terjadinya anemia pada bayi baru
lahir.
Kata Kunci: ibu melahirkan, bayi baru lahir, deplesi besi, feritin serum.
ABSTRACT
4
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Conclusion: There is very weak correlation between FS level of labor woman and FS
level of newborn baby. So it could be implied that ferritin serum of labor woman is less
likely useful as predictor of newborn anemia.
5
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
dimana feritin serum <15 µg/L; deplesi 0,79), lemah (r=0,4-0,59), dan sangat
[9]
besi pada bayi baru lahir adalah lemah (r<0,4).
keadaan dimana feritin serum <30 µg/L.
Populasi penelitian adalah ibu 3. HASIL PENELITIAN
melahirkan dan bayi baru lahir di Kota 3.1 Karakteristik Data Penelitian
Bantul. Sampel penelitian ditentukan Peserta yang berpartisipasi
melalui rumus berikut dengan mengacu selama penelitian dari Mei 2013 hingga
pada penelitian MacPhail et al dengan September 2013 berjumlah 314
one sided α = 0,05, β = 0,2, dan r = partisipan. Dari 314 subyek tersebut
0,21, terdapat 42 subyek yang tidak memiliki
kelengkapan data, sehingga total jumlah
subyek yang berpartisipasi dalam
penelitian ini sejumlah 272 pasangan
ibu hamil dan bayi.
Melalui analisis profil FS ibu
melahirkan, ditemukan bahwa rata-rata
sehingga ditemukan bahwa jumlah kadar FS ibu sebesar 17,6 µg/Ldengan
sampel minimal yang dibutuhkan rentang data 1,5-52,45 µg/L dan
[8]
sebanyak 136 sampel. Sampel diambil normalitas data <0,05. Pada penelitian
dari populasi dengan kriteria inklusi ini, terdapat 130 sampel (53,72%) yang
untuk ibu melahirkan adalah melahirkan berada di bawah cut-off World Health
bayi baik pervaginam maupun Organization (WHO) yaitu FS <15 µg/L,
perabdominam (sectio caesaria), sehingga dikatakan mengalami deplesi
bersedia ikut dalam penelitian, dan besi dengan rata-rata sebesar 8,43
menandatangani formulir persetujuan µg/L. Sisa data, sebanyak 112 sample
mengikuti penelitian. Kriteria inklusi (46,28%) memiliki kadar FS yang
untuk bayi baru lahir adalah bayi yang normal sehingga dikatakan tidak
dilahirkan di RSU PKU Muhammadiyah mengalami deplesi besi. Rata-rata FS
Bantul. Kriteria eksklusi diterapkan dari ibu melahirkan yang tidak
untuk menghindari kadar FS yang bias mengalami deplesi besi ialah sebesar
akibat keadaan patologis. Kriteria 28,21 µg/L. Outlier ditemukan pada 16
tersebut sebagai berikut ibu dengan data dan dicurigai mengalami infeksi,
perdarahan antepartum, hipertensi sehingga dieksklusi sebelum dilakukan
dalam kehamilan (preeklampsi, analisis bivariat.
eklampsi, superimposed Untuk profil FS bayi baru lahir,
preeklampsi/eklampsi, hipertensi ditemukan bahwa rata-rata kadar FS
kronis), diabetes melitus, infeksi bayi baru lahir sebesar 169,6 µg/L
intrapartum dan sampel darah lisis atau dengan rentang data 14,12-401,98 µg/L
ada bekuan. Kriteria eksklusi untuk bayi dan normalitas data <0,05. Adapun rata-
antara lain memiliki kelainan kongenital, rata yang ditemukan dari bayi yang
mengalami asfiksi berat, sampel darah dilahirkan dari ibu yang mengalami
lisis atau ada bekuan. Kriteria inklusi deplesi besi adalah 163,3 µg/L,
dan eksklusi diterapkan melalui analisis sedangkan rata-rata kadar FS dari bayi
rekam medis dan anamnesis. yang dilahirkan dari ibu tanpa deplesi
Sampel diolah dengan uji besi adalah 177 µg/L. Outlier ditemukan
normalitas Saphiro-wilk, jika hasil yang pada 14 data dan dicurigai mengalami
didapat merupakan data parametrik infeksi, sehingga dieksklusi sebelum
maka sampel diolah dengan dilakukan analisis bivariat.
menggunakan uji korelasi Pearson.
Apabila hasil uji normalitas 3.2 Analisis Bivariat
menghasilkan data yang nonparametrik, Melalui uji normalitas Shapiro-
maka sampel diolah dengan uji korelasi Wilk, ditemukan bahwa distribusi data
Spearman. Data diangap signifikan jika baik FS ibu melahirkan maupun FS bayi
p<0,05. Nantinya, hasil uji korelasi FS baru lahir tidak normal (<0,05) dan
ibu melahirkan dengan FS bayi baru mengindikasikan penggunaan uji
lahir diklasifikasikan berdasarkan nonparametrik yaitu Spearman Test.
Sastroasmoro & Ismael yaitu sebagai Hasil uji korelasi diperlihatkan melalui
berikut, baik (r>0,8), sedang (r=0,6- gambar 1, 2, dan 3.
6
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Gambar 1. Uji Korelasi FS Ibu Gambar 3. Uji Korelasi FS Ibu
Melahirkan dengan FS Bayi Baru Lahir Melahirkan tanpa Deplesi Besi dengan
Menggunakan Spearman Test FS Bayi Baru Lahir dari Ibu Tanpa
Deplesi Besi menggunakan Spearman
Test
Melalui uji korelasi Spearman,
didapatkan nilai korelasi (r) yang
signifikan sebesar 0,128 (p=0,046). Oleh Melalui uji korelasi Spearman,
karena itu, dapat dikatakan bahwa didapatkan nilai r yang tidak signifikan
terdapat korelasi positif antara kadar FS sebesar 0,081 (p=0,395). Oleh karena
ibu melahirkan dengan FS bayi baru itu, dapat dikatakan bahwa terdapat
lahir. korelasi positif antara kadar FS ibu
melahirkan tanpa deplesi besi terhadap
FS bayi baru lahir dari ibu melahirkan
tanpa deplesi besi.
4. PEMBAHASAN
Feritin serum yang rendah dapat
diinterpretasikan sebagai adanya
deplesi simpanan besi di dalam tubuh.
Menurut WHO, kadar FS wanita dewasa
yang kurang dari 15 µg/L dikategorikan
sebagai kondisi tubuh yang mengalami
[10]
deplesi besi. Rata-rata FS dari ibu
melahirkan cukup rendah yaitu 17,6
µg/L sehingga cukup dekat dengan nilai
ambang untuk dikatakan mengalami
Gambar 2. Uji Korelasi FS Ibu deplesi besi. Kaneshige menyebutkan
Melahirkan dengan Deplesi Besi, FS bahwa rendahnya kadar FS pada ibu
Bayi Baru Lahir dari Ibu, dan Deplesi hamil trimester tiga mungkin dipengaruhi
Besi menggunakan SpearmanTest oleh terkurasnya cadangan besi dalam
[11]
sumsum tulang. Sebaliknya, penelitian
Nilai r yang didapat sebesar Warouw mendapatkan rata-rata kadar
0,019 (p=0,828). Oleh karena itu, dapat FS ibu hamil trimester tiga yang cukup
dikatakan bahwa terdapat korelasi tinggi yaitu 61,63 µg/L. Hal ini mungkin
positif tidak signifikan antara kadar FS diakibatkan karena semua ibu hamil
ibu melahirkan dengan deplesi besi yang diteliti pernah mendapat
terhadap kadar FS bayi baru lahir dari suplementasi besi dan sebagian besar
[12]
ibu dengan deplesi besi. merupakan primigravida. Kadar FS
yang rendah menunjukkan bahwa
banyak ibu melahirkan berada dalam
kondisi yang rentan mengalami
defisiensi besi.
7
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Pada keadaan normal, tubuh maupun tanpa deplesi besi dapat
membutuhkan kurang lebih 1000 mg dikatakan tidak jauh berbeda dari rata-
simpanan besi, dimana 8-10 mg rata data keseluruhan FS bayi. Sebagai
simpanan besi berkorelasi dengan 1 tambahan, lima bayi yang mengalami
[13]
µg/L kadar FS. Menurut WHO, deplesi besi tidak kesemuanya berasal
cadangan besi tubuh sebesar 120–150 dari ibu yang mengalami deplesi besi
mg dikatakan sebagai batas deplesi besi pula, hanya dua bayi yang berasal dari
dan sangat rentan untuk mengalami ibu yang mengalami deplesi besi.
keadaan defisiensi besi. Ketika Rata-rata kadar FS baik dari ibu
simpanan besi tubuh telah habis, kadar melahirkan yang mengalami deplesi
FS akan jatuh di bawah 12 µg/L dan besi ataupun tidak mengalami deplesi
sudah tidak dapat merefleksikan besi memiliki selisih yang cukup dekat
keadaan nyata defisiensi besi dalam dengan penelitian Obladen et al. yaitu
[14]
tubuh. kadar FS 140 µg/L dan memiliki selisih
World Health Organization yang cukup besar jika dibandingkan
mengemukakan bahwa kadar FS ibu dengan penelitian Warouw dengan
[12,18]
hamil memiliki nilai yang berada dekat kadar FS mencapai 338 µg/L.
dengan cut-off deplesi besi tetapi tidak Peningkatan kadar FS dari penelitian
selalu menunjukkan defisiensi besi tersebut dimungkinkan karena adanya
[15]
secara fungsional. Pada kehamilan infeksi sehingga meningkatkan
trimester tiga, FS berada pada kondisi simpanan besi dalam sel
yang rendah meskipun cadangan besi retikuloendotelial dan menurunkan
[12]
pada sumsum tulang masih bisa kadar besi yang bersirkulasi.
ditemukan. Beberapa keadaan patologis Kadar FS bayi baru lahir 9,6 kali
dapat meningkatkan kadar FS seperti lebih tinggi dibandingkan kadar FS ibu
pada penyakit inflamasi akut maupun melahirkan dan hal ini sejalan dengan
kronis, penyakit hati seperti hepatitis, penelitian-penelitian lain seperti Warouw
keganasan darah dan neuroblastoma, dan Kaneshige dimana kadar FS bayi
pemberian preparat besi parenteral atau baru lahir masing-masing mencapai lima
[16]
peroral dalam jangka panjang. kali dan sepuluh kali lebih tinggi
Jaime-Perez et al. menetapkan dibandingkan dengan kadar FS ibu
[12,13]
cut-off kadar deplesi besi untuk sampel melahirkan. Hasil ini mendukung
darah tali pusar sebesar 30 µg/L, teori bahwa serum feritin ibu hamil
sehingga pada penelitian ini didapatkan biasanya mulai turun pada minggu ke-
lima sampel (2%) yang berada di bawah 12 sampai minggu ke-25 kehamilan
[17]
cut-off atau mengalami deplesi besi. dengan transfer besi terbesar terjadi
[2]
Bayi baru lahir yang mengalami deplesi pada minggu ke-30 kehamilan.
besi memiliki rata-rata kadar FS di Penelitian ini memberikan hasil
bawah ambang normal yaitu 21,6 µg/L, korelasi signifikan positif yang sangat
sedangkan bayi baru lahir yang tidak lemah (r=0,128; p<0,05). Sampai saat
mengalami deplesi besi memiliki rata- ini, korelasi antara kadar FS ibu
rata kadar FS yang tinggi yaitu sebesar melahirkan dengan kadar FS bayi baru
172,75 µg/L. lahir masih menunjukkan hasil yang
Sebagian besar bayi baru lahir berbeda-beda. Beberapa penelitian
memiliki simpanan besi yang cukup atau memiliki hasil dengan korelasi yang
tidak mengalami deplesi besi. Rata-rata sangat lemah (r<0,4) seperti penelitian
kadar FS bayi baru lahir menunjukkan MacPhail, penelitian Lao et al.,
hasil yang tinggi yaitu sebesar 169,6 penelitian Vasquez-Molina ME et al.
µg/L, dengan rentang data dari data dengan hasil masing-masing yaitu
terkecil 14,12 µg/L hingga data terbesar r=0,21, r=0,10 dan r=0,15. Hasil ini
401,98 µg/L. Adapun rata-rata yang memberikan kesan bahwa janin mampu
ditemukan dari bayi yang dilahirkan dari mengambil besi dari ibu tanpa
[8,20,21]
ibu yang deplesi besi adalah 163,3 µg/L, tergantung dari cadangan besi ibu.
sedangkan rata-rata kadar FS dari bayi Janin memiliki mekanisme kompensasi
yang dilahirkan dari ibu tanpa deplesi yang dapat digunakan dalam kondisi
besi adalah 177 µg/L. Hal ini status besi ibu yang rendah, sehingga
menunjukkan bahwa rata-rata FS bayi status besi janin dapat tercukupi dengan
baik dari ibu dengan deplesi besi baik.
8
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Mekanisme ini dijelaskan oleh balik pada situasi kadar FS bayi yang
Allen dengan adanya mekanisme makin buruk dengan ibu yang
peningkatan reseptor transferin plasenta mengalami defisiensi besi yang semakin
yang akan meningkatkan besi yang berat. Hal ini akan memberikan
[2]
akan disalurkan melalui plasenta. dukungan pada penelitian ini, bahwa
Secara umum masih pada penelitian korelasi sangat lemah yang muncul
yang sama, diasumsikan bahwa status merupakan bentuk keberhasilan dari
besi janin tidak tergantung pada status mekanisme kompensasi dari bayi, dan
besi maternal selama kehamilan, kecuali pada titik dimana defisiensi besi, bentuk
jika janin tersebut dilahirkan dari ibu parah dari deplesi besi terjadi pada ibu,
dengan kondisi anemia yang berat. mekanisme kompensasi ini akan gagal
Mekanisme kompensasi ini sejalan dan kondisi deplesi besi pada bayi dapat
dengan penelitian yang dilakukan Rusia diprediksi.
et al. dimana konsentrasi reseptor
serum transferin ditemukan meningkat 5. KESIMPULAN
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu Dari penelitian ini dapat
[21]
dengan anemia. disimpulkan bahwa terdapat korelasi
Penelitian lain menunjukkan hasil antara kadar FS ibu melahirkan dengan
korelasi yang positif lemah seperti pada kadar FS bayi baru lahir dengan korelasi
penelitian Kaneshige, Singla, dan positif yang sangat lemah dan signifikan.
Warouw et al. yang mengindikasikan Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua
bahwa status besi bayi sangat ibu hamil yang mengalami deplesi besi
[6,8,9]
bergantung pada status besi ibu. akan melahirkan bayi yang mengalami
Penelitian Rusia menghasilkan korelasi deplesi besi pula, sehingga dapat
yang positif yaitu r=0,40 pada ibu hamil dikatakan bahwa feritin serum ibu
dengan prevalensi anemia defisiensi kurang berpotensi untuk menjadi
[21]
besi sebesar 34%. Sedangkan prediktor terjadinya anemia pada bayi
penelitian Warouw et al. memberikan baru lahir.
hasil korelasi sebesar r=0,538 dengan
[9]
nilai kemaknaan 0,002 (p<0,01). DAFTAR PUSTAKA
Korelasi positif lemah dijelaskan sebagai 1. Umbreit,J. “Iron Deficiency:
indikasi bahwa cadangan besi ibu AConcise Review.” American
merefleksikan cadangan besi bayi. Hal Journal of Hematology,
ini memberikan kesan bahwa pada 2005.78(1):225-231.
suatu cut-off tertentu dimana cadangan 2. Allen, LH. “Anemia and Iron
besi ibu telah sangat terkuras, Deficiency: Effects on Pregnancy
mekanisme kompensasi yang dilakukan Outcome”,American Journal Clinical
oleh janin untuk memenuhi kebutuhan Nutrition, 71:(2007):1280S-1284S.
besi intrauterin tidak dapat dilakukan. 3. Suega. K, et al. ”Iron-deficiency
Sehingga sebagai konsekuensinya, Anemia in Pregnant Women in Bali,
janin akan mengalami penurunan Indonesia: A Profile of Risk Factors
cadangan besi seperti yang terjadi pada and Epidemiology”,Southeast Asian
kondisi ibu yang mengandungnya. Journal Tropical Medical Public
Hasil penelitian yang Health, 33:3(2002):604-607.
menunjukkan bahwa terdapat korelasi 4. Stoltzfus,RJ dan Dreyfuss, ML.
positif yang sangat lemah, memberikan ”Guidelines for The Use of Iron
kesan bahwa feritin serum ibu kurang Supplements to Prevent and Treat
berpotensi untuk menjadi prediktor Iron Deficiency Anemia”, INACG,
terjadinya anemia pada bayi baru lahir. (2011).
Penelitian ini dapat dikembangkan lebih 5. Wu AC, Lesperance L, dan
lanjut dengan dilakukan penelitian pada Bernstein, H. “Screening for Iron
sampel yang diikuti kehamilannya sejak Deficiency”,Pediatrics in Review,
trimester satu kehamilan, sehingga 23:5(2002):171-178.
diharapkan didapatkan data kadar FS 6. SinglaPN, et al. ”Fetal Iron Status in
sejak awal kehamilan. Variabel bebas Maternal Anemia”,Acta Paediatr,
penelitian juga dapat dikembangkan ke 85:(1996):1327-1330.
status besi lain seperti hemoglobin, 7. Rios E, Lipschitz DA, Cook JD, dan
sehingga nantinya dapat ditemukan titik Smith NJ. “Relationship of Maternal
9
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
and Infant Iron Stores as Assessed Deficiency in Populations”,Vitamin
by Determination of Plasma and Mineral Nutrition Information
Feritin”,Pediatric, 55:(1975):694-7. System (2011). 11 September
8. MacPhail AP, et al. ”The 2014<http://www.who.int/vmnis/indic
Relationship between Maternal and ators/serum_ferritin.pdf.>
Infant Iron Status”, Scand J 16. Suega K, et al. “Perbandingan
Haematol, 25:2 (1980):141-150. Beberapa Metode Diagnosis
9. Sastroasmoro, S dan Ismael, S, Anemia Defisiensi Besi: Usaha
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Mencari Cara Diagnosis yang Tepat
Klinis, 4th ed. Jakarta: Sagung Seto, untuk Penggunaan Klinik”, Jurnal
2011. Penyakit Dalam, 8:1(2007):1-12.
10. World Health Organization. 17. Jaime-Perez JC, Herrera-Garza JL,
“Worldwide Prevalence of dan Gomez-Almaguer D. ”Sub-
Anaemia 1993–2005”, WHO Global Optimal Fetal Iron Acquisition Under
Database, (2008). a Maternal Environment”,Archives of
11. Kaneshige E. “Serum Ferritin as an Medical Research, 36(2005):598-
Assessment of Iron Stores: Other 602.
Hematologic Parameters during 18. Obladen M, Diepold K, dan Maier
Pregnancy”, Obstet Gynecol, RF. “Venous and Arterial
57:(1981):238-241. Hematologic Profiles of Very Low
12. Warouw NN dan Wiriadinata S. Birth Weight Infants”,European
“Hubungan Feritin Serum Ibu Hamil Multicenter rhEPO Study
Trimester ke Tiga dengan Bayi Group,Pediatrics, 106:4(2000):707–
Berat Badan Lahir Rendah”,Cermin 711.
Dunia Kedokteran,146:(2005):5-15. 19. Lao TT, et al. “Relationship Between
13. Tandara L dan Salamunic I. ”Iron Newborn and Maternal Iron Status
Metabolism: Current Facts and and Haematological Indices”,Biol
Future Directions”,Biochemica Neonate, 60:(1991):303–307.
Medica, 22:(2012):311-328. 20. Vasquez-Molina ME, et al.
14. Cook JD dan Finch CA. “Assessing “Relationship Between Maternal and
Iron Status of a Population”, Neonatal Iron Stores”,Salud Publica
American Journal of Clinical Mex, 43:(2001):402-407.
Nutrition, 32:(1979):2115-2119. 21. Rusia U, et al. “Effect of Maternal
15. World Health Organization.“Serum Iron Deficiency Anaemia on Foetal
Ferritin Concentrations for The Outcome”, Indian J Pathol Microbiol,
Assessment of Iron Status and Iron 38:(1995):273-279.
10
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
MASALAH KESEHATAN RESPIRASI DI
Penelitian MASYARAKAT PERUMAHAN JAKARTA 2012:
Tinjauan terhadap pengetahuan, sikap,
kepuasan, dan asuransi kesehatan
1 1 1
Fauzan H. Firman, Saras S. Sesari, Randi R. Mulyadi, Elisna
2
Syahruddin
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
2
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
3
Staff PengajarABSTRAK
Departemen Biologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Email: suryawijaya_102@yahoo.com
Pendahuluan: Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu masalah kesehatan
di Indonesia. Masalah kesehatan tersebut terdiri dari tuberkulosis paru, asma, penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK), dan pneumonia. Untuk menurunkan prevalensi masalah
kesehatan respirasi tersebut, perlu interaksi yang baik antara faktor internal berupa
pengetahuan dan sikap serta faktor eksternal berupa kepuasan terhadap fasilitas
kesehatan dan asuransi kesehatan. Interaksi tersebut dapat terlihat dalam bentuk
hubungan antara variabel – variabel tersebut dengan variabel masalah kesehatan
respirasi.
Metode: Desain penelitian adalah cross-sectional. Pengambilan sampel menggunakan
cluster sampling dan simple random sampling. Sampel sebanyak 107 subjek berasal dari
Bintaro, Jakarta Selatan. Data primer didapat melalui pengisian kuesioner dengan
metode wawancara. Variabel bebas adalah pengetahuan, sikap, kepuasan terhadap
fasilitas kesehatan, dan kepemilikan asuransi kesehatan. Variabel terikat adalah masalah
kesehatan respirasi meliputi tuberkulosis paru, asma, bronkitis kronik, dan emfisema.
Hasil: Prevalensi masalah kesehatan respirasi sebesar 27,88%. Hubungan antar variabel
menggunakan uji Chi-Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara masalah
kesehatan respirasi dengan pengetahuan kesehatan respirasi (p<0,001), sikap preventif
(p=0,032), kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan (p<0,001), dan kepemilikan
asuransi kesehatan (p=0,022). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masalah
kesehatan respirasi dengan pengetahuan penyakit respirasi (p=0,380) dan sikap
healthcare-seeking (p=0,376).
Diskusi: Prevalensi yang didapatkan dalam penelitian over estimasted dengan data yang
ada. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang sama antara variabel yang diteliti
dalam penelitian ini.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan kesehatan respirasi, sikap
preventif, kepuasan terhadap fasilitas kesehatan, asuransi kesehatan dengan masalah
kesehatan respirasi.
ABSTRACT
Introduction: Respiratory health problems are one among million health problems in
Indonesia.These problems are including lung tuberculosis, asthma, chronic obstructive
pulmonary disease (COPD), pneumonia, and lung cancer. For lowering down the
prevalence of respiratory health problems, a good interaction between internal factors like
knowledge and attitude; and external factors like satisfactory towards health facillities and
insurance is crucial. Those interaction can be seen in the relations betweenthose
variableswith the respiratoryhealth problems variable.
Methods: Design of this study is cross-sectional. Samples are chosen by simple random
sampling. Total samples are 107 subjects from Bintaro, South Jakarta. Primary data were
collected by filling out questionnaires using interview methods. The independent variables
3. HASIL 60
Seratus tujuh subjek yang
diwawancarai dalam mengisi kuesioner,
104 subjek yang memiliki data lengkap 40 29 (27,88%)
terkait karakteristik demografi subjek.
Tiga subjek lainnya tidak diikutkan
dalam analisis data selanjutnya. 20
ABSTRAK
Kata Kunci: adipose mesenchymal stem cells (ASC), atorvastatin, HIF-1α siRNA,
retinopati diabetes
ABSTRACT
[8]
Gambar 1. Peran ASC dalam Regenerasi Perisit
[9]
Gambar 2. Penempelan ASC Vaskular Menunjukkan Penggantian Perisit oleh ASC
[12]
Gambar 5. Perubahan RPC Menjadi Sel Fotoreseptor Retina
[10]
Gambar 7. Tunnel Assay untuk Apoptosis pada Sel Retina.
A. Gambaran TUNEL Tikus dengan Diabetes, terlihat von-Willebrand − menunjukkan
apoptosis endotel. B. Gambaran TUNEL Tikus dengan Diabetes yang diberi ASC.
Tidak terlihat tanda TUNEL − menunjukkan penurunan aktivitas apoptosis.
2.4 Kombinasi Terapi Gen HIF-1α 0.1%. Teknik isolasi jaringan adiposa
siRNA pada ASC untuk Retinopati dimulai dengan lipoaspirat yang
Diabetes kemudian secara ekstensif dicuci dan
Penggabungan pengobatan RD sel darah merah akan lisis. Jarigan
dengan ASC dan HIF-1α siRNA adiposa yang mengapung kemudian
memberikan mekanisme tambahan dan dicampur dengan kolagenase untuk
potensial bagi pengobatan RD. Mottaghi menghancurkan matriks ekstraselular
[7] kemudian difilter dan disentrifugasi.
et al. menunjukkan mekanisme ASC
dalam pengobatan RD. ASC berperan Pelet yang dihasilkan dikenal sebagai
menurunkan inflamasi dan apoptosis fraksi stromal vaskular (FSV). Proses
pada sel-sel retina. Selain itu, ASC juga lipoaspirat dilakukan selama 2-3 jam
4
memiliki efek regenerasi fotoreseptor dengan perkiraan terdapat 2.4 x 10 sel
[7] [15]
dan sel glia. Regenerasi dari sel-sel ini per mL lemak yang diproses.
akan mencegah rusaknya blood retina Gene silencing oleh small
barrier yang dapat menyebabkan RD interfering RNA (siRNA) dibawa oleh
proliferatif dan nonproliferatif. transfeksi menggunakan HIF-1α
Penambahan HIF-1α siRNA akan langsung atau kontrol (Luciferase) rantai
menimbulkan efek anti VEGF secara ganda RNA oligonukleotida. Target HIF-
[16]
tidak langsung yang tidak dimiliki oleh 1α dapat dilihat pada Gambar 11.
[7] Isolasi siRNA memiliki banyak
ASC.
teknik, salah satunya dengan cocktail
2.5 Prosedur Pembuatan ASC kit, yaitu sintesis enzimatik dari dsRNA
dengan HIF-1α siRNA panjang yang diikuti reaksi dengan
Mesenchymal stem cell RNase III. Pertama dsRNA panjang
merupakan sel imatur dalam sumsum yang dihasilkan dari transkripsi vitro
tulang, darah perifer, darah menstruasi, template DNA dengan berlawanan T7
jaringan dewasa (seperti jaringan fag polimerase promotor primer.
adiposa, sinovium, dermis, periosteum, Sebagai alternatif, dsRNA dapat dibuat
desidua gigi), dan organ solid (hati, dari 2 template terpisah dengan
[13]
jantung, paru). Fungsi utama jaringan promotor di ujung yang akan disalin.
adiposa dalam penyimpanan energi, Setelah pemurnian menggunakan kolom
saat ini banyak digunakan sebagai yang disediakan, dsRNA akan dicerna
sumber sel punca mesenkimal (adipose oleh RNase III untuk membuat sejumlah
mesenchymal stem cell - ASC). siRNA. Setiap sisa panjang dsRNA akan
Lemak subkutan pada manusia dihapus dengan sistem pemurnian
dan mudah diambil dalam jumlah besar tersebut sehingga siRNA siap untuk
17
melalui liposuction aspiration sebagai transfeksi. Transfeksi HIF-1α siRNA
salah satu prosedur yang aman. dapat dilakukan dengan menggunakan
Aspirasi lipid merupakan sumber yang metode BA-PEI (Bile acid-conjugated
baik untuk isolasi ASC.
[14]
Laju polyethyleneimeine) yang meningkatkan
komplikasi dari sedot lemak adalah permeabilitas membran ASC terhadap
HIF-1α siRNA sehingga HIF-1α siRNA
[17]
dapat masuk ke dalam ASC.
[16] [17]
Gambar 10. Target Sekuens HIF-1α Gambar 11. Bagan isolasi siRNA
ABSTRAK
Kata kunci: kanker payudara metastatik, anoikis, Src/FAK, integrin mediated cell death,
transisi epitel-ke-mesenkim
ABSTRACT
Introduction: Breast cancer is one of the main causes of female deaths in both
Indonesia and the whole world. Treatment protocols yield satisfying results in early
stages, but in the later stages patient survival decrease significantly because of distant
metastasis. It is calculated that the majority of patients in Indonesia present with an
already advanced disease. Epithelial-to-mesenchymal transition (EMT) plays a pivotal
role in metastasis, where epithelial cells detach and circulate throughout the body. In
metastasis, anoikis, an early step in EMT where cells are supposed to undergo
detachment-induced apoptosis, does not happen. A treatment for metastasis reversal and
progression must be developed to increase late-stage survival, and a modification in the
EMT/anoikis pathways is a potential therapeutic target.
Discussion: We conclude that inhibition at EMT and stimulation of anoikis can be
performed through inhibition of proteins Src/FAK, the downstream protein of the integrin
pathway. Silencing of Src/FAK also turns off the PI3K/Akt and MAPK pathways and has
the potential to reactivate anoikis in tumor cells. We propose a targeted therapy with
Keywords: metastatic breast cancer, anoikis, Src/FAK, integrin mediated cell death,
epithelial-to-mesenchymal transition
2. PEMBAHASAN
2.1 Transisi Epitel-ke-Mesenkim dan
Metastasis
Epithelial-to-mesenchymal Gambar 1. Epithelial-to-mesenchymal
transition (EMT) merupakan suatu transition berperan penting dalam
proses dimana sel epitel kehilangan intravasasi dan diseminasi tumor dalam
[17]
polaritasnya dan kemampuannya proses metastasis
menempel dengan sel-sel lain, dan
mengalami remodelling cytoskeleton 2.2 Mekanisme Transisi Epitel-ke-
[17]
secara ekstensif. Lama kelamaan, sel Mesenkim
yang mengalami EMT akan memperoleh Proses epithelial–mesenchymal
ekspresi mesenkimal dan menunjukkan transition (EMT) merupakan bagian
fenotip migratory; proses-proses ini penting dari metastasis suatu tumor.
sesungguhnya juga terjadi pada saat Pada proses ini terjadi beberapa
[18]
pembentukan embrio. EMT juga perubahan ekspresi gen yang
terlibat dalam penyembuhan jaringan memediasi dediferensiasi sel epitel
dalam organisme dewasa dan menjadi sel yang bersifat
[11]
merupakan sebuah feature permanen mesenkimal. Sel epitel melakukan
pada kanker yang memiliki karakteristik downregulation pada gen yang
[13]
gabungan sarkoma dan karsinoma. menimbulkan fenotip epitelial, dan
Transisi dari epitel ke mesenkim ini peningkatan regulasi pada gen yang
merupakan tahap pertama dalam memediasi fenotip mesenkimal. Hal ini
metastasis, dan setelah tahap ini terutama menyebabkan hilangnya
berlangsung, sel yang telah berubah interaksi sel tersebut dengan sel lain
[19]
menjadi mesenkimal dapat lepas dari dan dengan matriks ekstraselulernya.
tumor dan memulai proses seeding dan Selain itu, sel juga akan kehilangan
[19] [11,19]
kolonisasi di organ jauh. Proses EMT polaritas apiko-basalnya. Proses
ini sangat penting untuk diteliti sebab EMT terdiri dari 3 tipe, dimana EMT tipe
tanpa adanya EMT, metastasis tidak 3 adalah yang penting dalam metastasis
[17,18]
akan dapat terjadi. Jalur-jalur yang tumor. EMT tipe 3 ini lebih tidak teratur
Strategi terakhir dalam dalam hal ini protein PI3K yang jalur
menghindari anoikis adalah dengan transduksi sinyalnya bersifat sangat
meningkatkan sinyal antiapoptotic, yaitu antiapoptotic. Selain itu, Src dan FAK
antara lain dengan sekresi autokrin juga akan menghambat aktivasi
[16,36]
faktor pertumbuhan seperti fibroblast procaspase-8.
growth factor (FGF), hepatocyte growth Dari berbagai perubahan yang
[18]
factor (HGF) dan interleukin-8 (IL-8). terjadi pada sel tumor untuk
Sel juga dapat meningkatkan aktivitas menghindari apoptosis, seperti telah
reseptor ErbB2 yang dapat dijelaskan diatas, terdapat disosiasi
menghambat protein Bim yang pro- antara integrin dengan jalur transduksi
apoptotik dan menghambat degradasi downstream terutama Src/FAK.
dari epidermal growth factor receptor Disosiasi ini dapat terjadi dengan
(EGFR) yang bersifat anti-apoptotik. perubahan jenis integrin menjadi βvβ6
[19,33]
yang bentuk tidak terligasinya tidak akan
memicu IMD dan tidak akan
2.4 Jalur Integrin – Src / FAK dan menurunkan aktivitas Src/FAK. Hal ini
Potensinya sebagai Target Terapi menyebabkan efek anti-apoptotik
Protein Src dan FAK merupakan dua Src/FAK tetap tidak terinhibisi, sehingga
protein tirosin kinase non-reseptor yang sel tumor tersebut dapat terhindar dari
[18,36]
berperan sebagai jalur downstream dari IMD.
integrin, dimana integrin yang berikatan Inhibisi dari Src/FAK dapat
dengan ECM (ligated), akan menurunkan sinyal anti-apoptotik dan
mengaktifkan jalur Src/FAK, yang dapat memicu apoptosis meskipun pada
merupakan jalur antiapoptotic yang sel tersebut telah terjadi modifikasi
[30]
sangat penting dalam mempertahankan integrin. Obat inhibitor Src/FAK telah
[4],20]
kelangsungan hidup sel. Src dan diteliti dan dipakai sebagai obat anti-
FAK dapat menjadi activator protein angiogenic, dan diduga memiliki
dengan cara memfosforilasi protein lain aktivitas anti-tumor, namun belum diteliti
[36]
yang memiliki gugus SH2, termasuk sebagai obat anti-metastatik. Efek
ABSTRAK
ABSTRACT
Introduction: Tuberculosis (TB) is the second leading cause of death by disease around
the world. In 2012, WHO classified Indonesia as a high burden country for tuberculosis.
One of the preventive measurements for tubeculosis is BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
vaccine. Nonetheless, the efficacy of BCG vaccine varies and the protective ability is
decreasing. As a result, there is an urgency to have more effective vaccine to prevent
further development of TB.
Disscusions: Numerous researches have been conducted in order to search for
complement vaccine or booster for BCG vaccine. One of the booster is ID93/GLA-SE
formed into virosome. This combination can increase the protective ability by means of
increasing T cell immune respone. Research has shown decrease of total bacteria as
well as mortality rate in BCG- GLA/SE-vaccinized experimental model when compared to
merely BCG-vaccinized. This booster is given with three weeks interval. To increase its
efficiency, the author proposes that this vaccine is encapsulated into AVE/CpG motif
liposome.
Liposome will release ID93 in a slower motion so that dendritic cell is able to present
antigen to T cell in longer duration. In addition, CpG motif cam increases its presentation
ability when binding to TLR9.
Conclusion: This combination can change the medication dose into twice with one-week
interval. This innovative vaccine is called as the L-TB vaccine.
42
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Keywords: tuberculosis, BCG, booster, ID93/GLA-SE, AVE/CpG liposome
43
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
semakin menurun secara signifikan memproteksi penyakit TB. Hal ini
seiring bertambahnya usia setelah 10- dijelaskan dengan efek proteksinya
[5]
15 tahun divaksinasi. Ditambah lagi, yang sangat variatif mulai 0-80%,
setelah efek proteksi sudah sangat penurunan proteksi secara signifikan
lemah, tidak bisa dilakukan vaksinasi setelah 10-15 tahun divaksinasi akibat
BCG ulang atau booster. Hal ini terjadi pergeseran produksi sel imun CD4+ ke
[5,19]
karena vaksinasi ulang tidak akan CD8+ hingga tidak bisanya BCG
meningkatkan proteksi terhadap TB tapi untuk di-booster ulang. Hal ini menuntun
malah menambah risiko terkenanya efek pada berkembangnya kandidat vaksin
samping. Efek samping yang dapat baru untuk menggantikan BCG dan
timbul adalah pembengkakan kelenjar booster baru untuk mem-booster respon
limfe, demam, muntah, nyeri perut, nyeri imun yang telah dibentuk oleh BCG.
ketika buang air kecil dan terdapat Untuk saat ini, yang lebih potensial dan
[16-18]
darah pada urin. efisien adalah yang kedua karena BCG
[19]
Berdasarkan Zufferey et al, telah digunakan secara luas di seluruh
semakin bertambahnya umur setelah dunia dan sudah diimunisasikan pada
[8]
divaksinasi, maka terjadi pergeseran penduduk di seluruh dunia sejak kecil.
peningkatan produksi sel limfosit T. Saat
umur-umur awal setelah divaksinasi, sel 2.3 ID93 dan GLA-SE
limfosit yang banyak adalah sel CD4+. Protein ID93 merupakan fusi atau
Namun, seiring berjalannya waktu, rekombinansi dari empat protein
konsentrasi sel CD4+ menurun dan gabungan yaitu Rv1813, Rv3620, dan
produksi CD8+ meningkat. Hal ini justru Rv2608, yang merupakan komponen
menurunkan efek proteksi dari BCG dari protein ID83, serta Rv3619. Total
karena sel CD8+ tidak begitu kuat berat molekul protein tersebut adalah 93
respon imunnya terhadap antigen M.Tb kD, yang menjadi nama untuk protein
dibanding CD4+. Ditambah lagi, saat ini. Keempat protein ini ditemukan pada
terjangkit HIV, sel limfosit yang berbagai fase dari infeksi M.Tb dan
terserang adalah sel T CD4+ dan dibedakan menjadi beberapa kategori
menyebabkan respon imun yang sangat antigen. Protein Rv2608 atau H37Rv
menurun terhadap penyakit TB berperan sebagi faktor virulensi yang
sehingga dapat disimpulkan bahwa sel dapat menginduksi respon imun oleh sel
CD4+ merupakan komponen penting T. Rv3619 dan Rv3620 merupakan
[19]
dalam proteksi terhadap TB. protein yang termasuk ke dalam EsX,
yang juga berperan sebagai faktor
virulensi dan Rv1813 merupakan protein
yang berkaitan dengan infeksi laten M.
tuberculosis. Dapat disimpulkan bahwa
keempat protein ini mencakup berbagai
fase dalam infeksi M.Tb yaitu virulensi,
[9]
replikasi, dan latensi.
[11]
Gambar 2. Struktur Protein ID93.
Gambar 1. Pergeseran Produksi Sel
CD4+ dan CD8+ Seiring Bertambahnya
Usia pada Individu yang Menerima Seperti layaknya sebuah vaksin,
BCG.
[19] protein ini membutuhkan adjuvan untuk
memperkuat respon imun terhadap
antigen ini dan memfasilitasi masuknya
2.2 Kandidat Vaksin Baru untuk vaksin ke tempat target. Berbagai
Mencegah terjadinya TB penelitian mencari adjuvan yang tepat
Telah dipaparkan sebelumnya untuk kombinasi ini. Ada beberapa
bahwa BCG kurang efektif dalam adjuvan yang dapat dijadikan kandidat
44
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
yaitu alumunium dan emulsi lemak. Dari 2.4 D93/GLA-SE sebagai Booster
kedua golongan tersebut, dicari sebuah Vaksin BCG
adjuvan yang dapat memperkuat respon Secara struktural, kombinasi
terhadap limfosit T, terutama sel CD4+. antigen yaitu keempat antigen pada
Akhirnya, dibuat sintetik molekul GLA. ID93 ditemukan juga pada protein
[11,12]
vaksin BCG. Keempat antigen yang
GLA merupakan agonis sintetik dipilih ini adalah antigen yang sangat
dari Toll- like Receptor 4 (TLR 4). GLA imunogenik pada berbagai fase
[9]
dikemas dalam bentuk emulsi minyak infeksi. Hal ini menyebabkan respon
dalam air/oil-in water yang disebut imun terdahulu dirangsang kembali.
Glucopyranosyl Lipid Adjuvant–Stable ID93 merangsang sel CD4+ dan CD8+
Emulsion (GLA-SE). Minyak yang spesifik antigen BCG yang sudah
digunakan adalah minyak squalene. terbentuk lebih dahulu akibat
Kedua campuran ini digabungkan pemaparan antigen BCG di masa lalu.
dengan emulsifier yaitu Hal ini menyebabkan kedua sel tersebut
phosphatidylcholine dari telur dan mengeluarkan kembali sitokin yaitu IFN-
kosurfaktan yaitu pluronic F68. γ, TNF-α, dan interleukin. Kemampuan
Phosphatidylcholine membuat droplet- inilah yang membuat kesimpulan bahwa
droplet minyak tersebut terenkapsulasi ID93 dapat digunakan menjadi booster
menjadi ukuran nano yang disebut dari vaksin BCG.
[20-22]
nanoemulsi. Selain itu, Berdasarkan penelitian
[9]
phosphatidylcholine juga meningkatkan Bertholet, pemberian protein ID93
polidispersitas dari nanoemulsi tersebut dengan adjuvan GLA/SE dalam 3 dosis
sehingga tidak terjadi koagulasi dan yang berselang 3 minggu antardosis,
tetap stabil. Dengan demikian, emulsi terbukti dapat merangsang respon imun
ini dinamakan dengan emulsi pada tikus, kera, dan tikus belanda.
[23-27]
stabil/stable emulsion. Dengan kata lain, protein ini bersifat
Hasil dari kombinasi ID93 imunogenik. Respon imun yang
dengan GLA/SE dibentuk dalam bentuk dirangsang yaitu dari sel T CD4+ dan
virosom dengan antigen neuraminidase CD8+. Dari kedua sel imun ini, sel imun
dan hemagglutinin yang terdapat pada yang terutama diinduksi adalah sel
virus influenza. Antigen-antigen ini CD4+ dengan tipe T H1 yang
menambah sifat imunogenisitas dari menghasilkan IFN- γ, TNF- α, dan
kombinasi protein ini. Protein ID93 interleukin-2. Dengan statistik,
diikatkan dengan fosfolipid penyusun peningkatan sitokin-sitokin tersebut
membran tersebut dengan ikatan terjadi secara signifikan pada individu
kovalen. Sementara itu, GLA yang di-booster ID93/GLA-SE dengan
diintegrasikan di sela antara fosfolipid yang hanya diberi BCG.
Penelitian ini juga melihat secara
langsung efek proteksi vaksin
ID93/GLA-SE pada invidu yang sudah
divaksinasi BCG dibandingkan dengan
yang hanya divaksinasi BCG. Pertama-
tama, hewan coba diinfeksikan dengan
M.Tb. Kemudian, dilihat hasilnya. Hasil
menunjukan bahwa penurunan jumlah
bakteri M.Tb terjadi secara cepat untuk
pasien yang di-booster oleh protein
ID93/GLA-SE dengan yang tidak.
Ditambah lagi, kerusakan pada organ
paru juga berkurang secara signifikan.
Kerusakan jaringan paru dapat dilihat
dari fibrosis setelah inflamasi
Gambar 3. Struktur molekul ID93/GLA- granulomatosa terjadi. Pada gambar di
[27]
SE dalam virosom membran bawah ini, fibrosis terwarnai dengan
tersebut. Berikut struktur molekular dari warna biru dan dapat dilihat bahwa
[27]
kombinasi vaksin tersebut. fibrosis yang terjadi pada tikus belanda
yang di BCG-ID93/GLA-SE lebih rendah
45
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
[35]
dari pada tikus belanda yang hanya minnesota. Dengan demikian, GLA
[9]
menerima BCG saja. dapat bekerja secara sinergis dengan
CpG motif karena strukturnya analog
dengan MPLA.
Hampir semua peptida yang ada
dalam tubuh akan dipresentasikan oleh
non-professional APC, yang kurang
dapat memicu aktivitas dari sel T. Oleh
karena itu, diperlukan peran sel dendritik
yang merupakan professional APC
untuk memicu aktivitas sel T tersebut.
Dengan penggunaan liposom ini,
liposom akan menjadi sebuah depot
yang akan mengeluarkan ID93 dalam
waktu yang lebih lama sehingga
kesempatan untuk sel dendritik untuk
mempresentasikan antigen ke sel T
[11]
semakin lebih besar. Selain itu,
seperti yang telah dijelaskan di atas,
CpG motif ini juga dapat meningkatkan
kemampuan presentasi sel dendritik
[31]
ketika berikatan dengan TLR9.
Dengan bantuan liposom
AVE3/CpG motif, vaksin ID93/GLA-SE
yang pada awalnya harus menggunakan
tiga dosis dengan rentang antar dosis
yaitu tiga minggu dapat diubah menjadi
dua dosis dengan rentang waktu satu
minggu. Hal ini dapat dilihat dari
kemampuan liposom ini dalam
membantu vaksin ID93/GLA-SE dalam
memicu respon imun sehingga menjadi
Gambar 4. Fibrosis pada Jaringan Paru lebih efisien dan efektif.
[11]
pada Tikus Belanda dan Jumlah Tikus
yang Hidup dengan BCG-ID93/GLA-SE 3. KESIMPULAN
[9]
dan BCG Saja. Kesimpulan yang dapat ditarik
yaitu vaksin BCG kurang efektif dalam
2.5 Vaksin L-TB: Kombinasi memberikan efek proteksi terhadap
ID93/GLA-SE dengan Liposom penyakit tuberkulosis karena efek
AVE3/CpG motif proteksinya bervariasi dari 0-80%,
ID93/GLA-SE dapat efisiensi protein ID93/GLA-SE dapat
meningkatkan proteksi dengan cara ditingkatkan dengan penggunaan
meningkatkan respon imun dari sel T, liposom AVE3 dengan adjuvan CpG
khususnya sel TH1. Penelitian yang motif. Dengan demikian, vaksin L-TB
[11]
dilakukan oleh Konur et al. berpotensi untuk menjadi booster vaksin
mendapatkan bahwa penggunaan BCG.
liposom yang dicampur dengan CpG
motif dapat meningkatkan produksi sel 4. SARAN
T. Agar lebih optimal, diperlukan Saran untuk penelitian berikutnya
adjuvan yang dapat bekerja sinergis adalah dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan CpG. Adjuvan yang digunakan mengenai efek proteksi vaksin, dosis
pada penelitian itu adalah MPLA dan dan efek samping vaksin L-TB pada
Pam3Cys yang keduanya merupakan manusia. Ditambah lagi, dapat dilakukan
agonis dari TLR. Sama seperti MPLA, penelitian lebih lanjut pemanfaatan
GLA juga merupakan agonis TLR4 yang liposom dalam berbagai terapi
dihasilkan dengan cara sintesis. Namun, pengobatan.
berbeda dengan MPLA yang didapat
secara natural dari bakteri Salmonella
46
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
TLR4 agonist, promotes potent
DAFTAR PUSTAKA systemic and mucosal respones to
1. World Health Organization. Global intranasal immunization with HIV
tuberculosis report 2013. gp140”. PLoS One. 2012; 7(7).
Switzerland :WHO press; 2013.p doi:10.1371/journal.pone.0041144.
1,8,16-17. 13. Raviglione,MC., O’Brien ,RJ.
2. Annex 2: country profile [monograph Tuberculosis. In: Fauci AS,
on internet]. 11 November 2013 Braunwald E, Kasper DL, Hauser
<http://www.who.int/tb/publications/g SL, Longo DL, Jameson JL,
lobal_report/gtbr13_annex_2_countr Loscalzo J, editors. Harrison’s
th
y_profiles.pdf> principle of internal medicine. 17
3. BCG vaccine [monograph on ed. New York: McGraw-Hill
internet]. 5 November 2013. Inc.;2008. p 1006-20.
<Available from: 14. Knechel, NA. “Tuberculosis:
http://www.who.int/biologicals/areas/ pathophysiology, clinical features,
vaccines/bcg/en/> and diagnosis”. Crit Care Nurse.
4. Gophal,R. , Khader SA. “Vaccine 2009; 29(2):34–43.
against tuberculosis”. Expert Rev 15. Rook ,GAW., Dheda K, Zumla A.
Vaccines. 2013; 12(8): 829-31. “Immune responses to tuberculosis
5. Luo,Y., et al. “Subunit vaccine in developing countries: implications
candidate AMM down-regulated the for new vaccines”. Nat Rev
regulatory T-cell and enhanced the Immunol. 2005; 5(8): 661–7.
protective immunity of BCG on a 16. Recommendations to assure the
suitable schedule”. Scand J quality, safety and efficacy of BCG
Immunol. 2012; 75(3): 293-300. vaccines. Geneva: WHO press;
6. Ormerod,LP. “Multidrug resistant 2012.
tuberculosis (MDR-TB): 17. Fishman , A., et al. Fishman's
epidemiology, prevention, and pulmonary disease and disorders.
th
treatment”. British Medical Bulletin. 4 ed. New York: McGraw-Hill;
2005; 73 and 74: 17–24. 2008.p 2069-70.
7. XDR-TB [monograph on internet]. 5 18. Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
November 2013. Vaccine [monograph on internet].
<http://www.who.int/tb/challenges/m 2013. 8 November 2013.
dr/xdr/en/> <http://www.nlm.nih.gov/medlineplu
8. Skeiky,YAW., Sadoff JC. “Advances s/druginfo/meds/a682809.html>
in tuberculosis vaccine strategies”. 19. Zufferey,C. “The contribution of non-
Nat Rev Microbiol. 2006; 4(6): 469- conventional T cells and NK cells in
76. the mycobacterial-specific IFNγ
9. Bertholet ,S. , et al. “A defined respone in bacille calmette-guerin
tuberculosis vaccine candidate (BCG)-immunized infants”.
boosts BCG and protect against PLOSOne. 2013; 8(10). doi:
multidrug resistant Mycobacterium 10.1371/journal.pone.0077334
tuberculosis”. Sci Transl Med. 2010; 20. Cavalcanti, YVN., et al. “Role of
2(53): 53ra74. doi: TNF-Alpha, IFN-Gamma, and IL-10
10.1126/scitranslmed.3001094 in the development of pulmonary
10. Xin ,Q., et al. “Subunit vaccine tuberculosis
consisting of multi-stage antigen has “. Pulmonary Medicine. 2012; 2012.
high protective efficacy against doi: 2.10.1155/2012/745483
Myobacterium tuberculosis infection 21. World Health Organization.
in mice”. PLoS One. 2013; 8(8). doi: Tuberculosis vaccines. [monograph
10.1371/journal.pone.0072745. on internet]. 2013. 9 November
11. Konur, A., et al. “Liposome- 2013.
encapsulated adjuvants are potent <http://www.who.int/vaccine_resear
inducers of antigen-spesific T-cells ch/development/tuberculosis/en/inde
in vivo”. The Open Cancer Journal. x.html>
2008; 2: 15-24. 22. Beveridge, NER., et al.
12. Arias ,MA., et al. “Glucopyranosyl “Immunization with BCG and
Lipid Adjuvant (GLA), a synthetic recombinant MVA85A induces long-
47
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
lasting, polyfunctional cytokine balance during HIV-1
Mycobacterium tuberculosis-specific infection are indicative of an allergic
CD4+ memory T lymphocyte respone to viral proteins that may be
pupulations”. European Journal of reversed by Th2 cytokine inhibitors
Immunology. 2007; 37(11): 3089- and immune response modifiers--a
100. review and hypothesis”. Virus
23. Abel , B.,et al. “The novel Genes. 2004 Jan;28(1):5–18.
tuberculosis vaccine, AERAS-402, 31. Mady, MM., et al. “Efficient gene
induces robust and polyfunctional delivery with serum into human
CD41 and CD81 T cells in adults”. cancer cells using targeted anionic
Am J Respir Crit Care Med. 2010; liposomes”. Journal of Drug
181: 1407-17. Targeting. 2004;12 (1): 11–8
24. Harini, AP., et al. “An overview of 32. Suzuki, Y., et al. “Liposome-
immunologic adjuvants - A Review”. encapsulated CpG
J Vaccines Vaccin 4. 2013; 4(1). oligodeoxynucleotides as a potent
doi:10.4172/2157-7560.1000167 adjuvant for inducing type 1 innate
25. Bergstrand ,N. “Liposome for drug immunity”. Cancer Res December 1,
delivery [PhD thesis]”. Uppsala 2004; 64: 8754. doi: 10.1158/0008-
University; 2003. 5472.CAN-04-1691.
26. Lee, RJ. “Liposomal delivery as a 33. Jiao ,X,. “Enhanced hepatitis C virus
mechanism to enhance synergism NS3 spesific TH1 immune respones
between anticancer drugs”. Mol induced by co-delivery of protein
Cancer Ther 2006;5(7):1639–40. antigen and CpG with cationic
27. ID93/GLA-SE TB vaccine candidate. liposomes”. Journal of General
TB vaccines global forum; 2013 Mar Virology.2004; 85:1545–53.
26; Cape Town, Amerika Selatan 34. Jaafari ,MR., et al. “The role of CpG
28. Arias, MA., et al. “Glucopyranocyl ODN in enhancement of immune
Lipid Adjuvant (GLA), a synthetic respone and protection in BALB/c
TLR4 agonist, promotes potent mice immunized with recombinant
systemic and mucosal responses to major surface glycoprotein
intranasal immunization with ofLeishmania(rgp63) encapsulated
HIVgp140”. Le Grand R, editor. in cationic liposome”. Vaccine. 2007;
PLoS ONE. 2012;7(7):e41144. 25: 6107–17.
29. Baldwin, S., et al. “The importance 35. Coler, RN., et al. “Development and
of adjuvant formulation in the chracterization of synthetic
development of a tuberculosis Gluocpyranosyl Lipid Adjuvant
vaccine”. J Immunol. 2012; 188: system as a vaccine adjuvant”.
2189-97. PLoS ONE. 6(1) : e16333. Doi
30. Becker , Y. “The changes in the T :10.1371 /journal.pone.0016333
helper 1 (Th1) and T helper 2 (Th2)
48
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
PENGUKURAN KADAR SEROTONIN, N-
Artikel ASETIL SEROTONIN, DAN MELATONIN DI
Penyegar DALAM DARAH SEBAGAI UPAYA DETEKSI
DINI GANGGUAN SPEKTRUM AUTISTIK
1
Dina Sofiana
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
ABSTRAK
Pada laporan kasus ini, dilaporkan satu pasien wanita 26 tahun hamil 16 minggu
G3P2A0 dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan hipertensi, efusi pleura, asites, edema, urin
seperti air teh, serta nyeri sendi pada pinggang dan pergelangan tangan. Selain itu,
terdapat riwayat kejang dan ruam-ruam pada wajah. Dari pemeriksaan laboratorium,
ditemukan kelainan pada darah dan ginjal, serta penurunan kadar komponen komplemen
3 (C3). Pasien didiagnosis sebagai nefritis lupus pada kehamilan, dimana diagnosis ini
dapat ditegakkan setelah menyingkirkan penyakit lainnya, seperti pre-eklampsia, nefritis
akibat penyakit ginjal atau penyakit sistemik lainnya. Adapun, nefritis lupus pada
kehamilan memerlukan tatalaksana khusus karena tingkat mortalitas janin dan ibu yang
tinggi, dimana berdasarkan data statistik ditemukan kematian janin pada satu dari dua
kasus seperti ini. Untuk gagal ginjal yang sudah mulai terjadi pada pasien juga dilakukan
penatalaksanaan.
ABSTRACT
In this case report, a 26 year old female patient 16 weeks pregnant G3P2A0 is reported
with breathing difficulty since a week before hospital admission. Anamnesis and physical
examination found hypertension, pleural effusion, ascites, edema, tea-colored urine, and
joint pain in hip and wrist. There is history of convulsion and facial rash. Laboratory
findings revealed blood and kidney abnormality as well as decrease in C3. The patient
was diagnosed with lupus nephritis during pregnancy, and differential diagnosis includes
preeclampsia, other types of nephritis due to kidney disease and other systemic
diseases. Lupus nephritis during pregnancy requires special attention and management
as it causes high mortality rate among mother and fetus, in which one of two fetus dies in
such cases. Management for the kidney failure also needed for this patient.
53
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
menjadi hipertensi, 19% mengalami Pasien saat ini sedang hamil,
penurunan fungsi ginjal, dan 17% akan dengan taksiran usia kehamilan 16
sembuh setelah melahirkan. Adapun, minggu. Sejak 4 bulan sebelum masuk
eksaserbasi nefritis lupus ini harus rumah sakit, pasien merasa BAK mulai
dibedakan dengan pre-eklampsi yang sedikit dan nyeri. Saat ini, terlihat urin
gejala klinisnya serupa, dikarenakan seperti air teh. Pasien juga sempat
perlunya penatalaksanaan khusus pada mengalami kejang dan ruam-ruam di
nefritis lupus. Pada kehamilan dengan wajah pada 4 bulan sebelum masuk
nefritis lupus, setengahnya akan disertai rumah sakit, namun sekarang sudah
kematian janin. Oleh karena itu, hilang. Keluhan BAB disangkal. Makan
penatalaksanaan yang adekuat menjadi dan minum lancar, tidak ada keluhan.
sangat penting pada nefritis lupus pada Pasien mengeluhkan nyeri pinggang
kehamilan. sejak 6 bulan sebelum masuk rumah
sakit dan memberat 4 bulan sebelum
2. ILUSTRASI KASUS masuk rumah ketika hamil. Selain itu,
2.1 Identitas Pasien sendi tangan terasa nyeri saat
Nama Pasien (Inisial) : Ny. PA digerakkan. Keluhan pusing, pandangan
Umur : 26 tahun buram atau kabur, pingsan disangkal.
Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 9 Riwayat keluhan seperti ini sebelum
Maret 1987 kehamilan disangkal. Adapun, pasien
Jenis kelamin : perempuan merupakan sejawat Obstetri Ginekologi
Agama : Islam kepada sejawat Penyakit Dalam untuk
Pekerjaan : ibu rumah rawat bersama.
tangga
Pendidikan : SD 2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Status perkawinan : menikah Riwayat penyakit diabetes,
Alamat : Tambun, hipertensi, penyakit jantung, paru, ginjal,
Bekasi hati, pencernaan, dan keganasan
Tanggal berkunjung : 14 Januari disangkal. Riwayat asma, alergi, dan
Sistem pembayaran : JKN penyakit autoimun disangkal.
54
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
0
Suhu: 36,5 C Perkusi: batas jantung kiri pada 2 jari
Pernapasan: 18 x/menit, dalam, reguler, lateral linea midklavikularis kiri, batas
abdominotorakal jantung kanan pada 1 jari lateral linea
Tinggi badan: 156 cm midklavikularis kanan, pinggang jantung
Berat badan: 74 kg teraba pada sela iga III linea sternalis
2
IMT: 30 kg/m (pasien hamil 19 minggu, kiri.
serta terdapat ascites dan edema) Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal,
Kulit: sawo matang, tidak pucat, tidak murmur dan gallop tidak ada.
ikterik, tidak sianotik, malar rash (-), Paru:
discoid rash (–). Inspeksi: tidak terlihat kelainan di kulit,
Kepala: normosefal, tidak ada ekspansi dada simetris statis dan
deformitas. dinamis.
Rambut: hitam, tersebar merata, tidak Palpasi: ekspansi dada simetris statis
mudah dicabut. dan dinamis, fremitus kanan dan kiri
Mata: konjungtiva pucat, skelera tidak sama.
ikterik, pupil isokor 2 mm/2mm. Perkusi: batas paru-hati pada sela iga
Telinga: normotia, liang telinga lapang, IV, batas paru lambung pada sela iga
serumen +/+ minimal. VIII, sonor pada semua lapang paru.
Hidung: tidak ada deformitas, tidak ada Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-,
deviasi septum, mukosa vestibulum rhonki +/+ terutama pada basal paru.
tidak hiperemis, sekret +/+ minimal. Abdomen:
Tenggorok: arkus faring simetris, uvula Inspeksi: buncit sesuai usia kehamilan,
di tengah, dinding faring tidak hiperemis, tidak terlihat kelainan pada kulit.
tonsil T1-T1. Palpasi: supel, tidak terdapat nyeri
Gigi dan Mulut: mukosa mulut lembab, tekan, hepar dan limpa sulit dinilai,
oral hygiene baik, tidak ada ulkus fundus uteri 3 jari di bawah pusar
Leher: kelenjar tiroid tidak teraba, tidak Perkusi: timpani namun pekak pada
teraba pembesaran kelenjar getah bagian tertentu, shifting dullness +,
bening, JVP 5+2 cmH2O. tidak terdapat ballotement
Jantung: Auskultasi: bising usus 3x/menit
Inspeksi: iktus kordis terlihat 1 jari lateral Ekstremitas: akral hangat, capillary refill
linea midklavikularis kiri. time < 2 detik, edema di keempat
Palpasi: iktus kordis teraba 1 jari lateral ekstremitas, nyeri pinggang dan
linea midklavikularis kiri. pergelangan tangan bila digerakkan
(VAS 3).
55
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
persentase)
Trombosit 73.000/UL 105.000/UL 120.000/UL 74.000/UL 82.000/UL 150.000-
400.000/UL
Laju Endap Tidak 74 mm 20 mm 31 mm 30 mm 0-20 mm
Darah diperiksa
PT Tidak 10,3”/11,2” Tidak 11,0”/11,8” 10,2”/12,5” 12-13”
diperiksa diperiksa
APTT Tidak 38,1”/30,9” Tidak 41,4”/31,7” 36,1”/32,2” 30-40”
diperiksa diperiksa
Fibrinogen Tidak 169,4 Tidak 129 mg/dL 276,1 200-400
diperiksa mg/dL diperiksa mg/dL mg/dL
d-Dimer Tidak 1.000 Ug/L Tidak 1.400 Ug/L 800 Ug/L < 250Ug/L
diperiksa diperiksa
Albumin Tidak Tidak 1,98 mg/dL 2,43 mg/dL Tidak 3.5-5.5
diperiksa diperiksa diperiksa mg/dL
Kreatinin 3,80 mg/dL 2,80 mg/dL 1,90 mg/dL 2,00 mg/dL 1,40 mg/dL 0.6-1.3
mg/dL
Ureum 145 mg/dL 117 mg/dL 89 mg/dL 71 mg/dL 53 mg/dL 20-40 mg/dL
e-GFR 15,5 22,4 35,9 33,7 Tidak > 90
mL/min/1.7 mL/min/1.7 mL/min/1.7 mL/min/1.7 diperiksa mL/min/1.73
2 2 2 2 2
3m 3m 3m 3m m
Natrium 134 mEq/L 137 mEq/L 138 mEq/L 146 mEq/L 135 mEq/L 135-145
mEq/L
Kalium 5,21 mEq/L 4,22 mEq/L 3,62 mEq/L 3,67 mEq/L 3,28 mEq/L 3.5-5 mEq/L
Klorida 108,1 105,6 102,3 102,9 103,7 95-105
mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L
Volume urin Tidak 350 mL Tidak Tidak Tidak 800-2.000
diperiksa diperiksa diperiksa diperiksa mL
Protein urin Tidak 5.829,25 Tidak Tidak Tidak <150 mg/24
kuantatif diperiksa mg/24 jam diperiksa diperiksa diperiksa jam
C3 Tidak Tidak 61 mg/dL Tidak Tidak 88-206
diperiksa diperiksa diperiksa diperiksa mg/dL
C4 Tidak Tidak 17 mg/dL Tidak Tidak 13-75 mg/dL
diperiksa diperiksa diperiksa diperiksa
56
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
komplemen 3 (C3). Berdasarkan kriteria Restriksi cairan dengan target
American Rheumatisms Association balans cairan negatif.
(ARA) 1982, baru terdapat 3 dari 11 Diet rendah garam, lunak, 1.700
kriteria diagnosis SLE yaitu gangguan kkal/hari.
ginjal atau nefritis lupus, gangguan Pemeriksaan urinalisa, protein urin
hematologi, dan artiritis non erosif, kuantitatif, albumin serum,
sehingga diperlukan pemeriksaan komplemen C3 dan C4 secara
tambahan yaitu antinuclear antibody periodik setiap 2 hari.
(ANA) dan anti double stranded DNA Prednison 0.5-1 mg/hari selama 6-
(anti dsDNA). Akan tetapi, bila dihitung 12 minggu, kemudian diturunkan
dengan kriteria The Systemic Lupus perlahan-lahan (5-10 mg) tiap 1-3
International Collaborating Clinics minggu.
(SLICC) 2012, kriteria diagnosis SLE Monitor efek samping steroid
sudah terpenuhi sehingga selama pengobatan.
pentalaksanaan nefiritis lupus sudah 2. G3P2A0 hamil 19 minggu, janin
dapat dimulai. Pada pasien ini tunggal hidup
diperkirakan nefritis lupus minimal Menjaga kesejahteraan janin
sudah mencapai stadium III dikarenakan dengan hemodialisa rutin (ideal 3x
terdapat protein urin, hipertensi, dan seminggu agar kadar kreatinin
penurunan fungsi ginjal. Dengan darah <1.5 mg/dL)
demikian, pada pasien ini diberikan
prednison 0.5-1 mg/hari selama 6-12 3. PEMBAHASAN KASUS
minggu, kemudian diturunkan perlahan- 3.1 Penegakan Diagnosis
lahan (5-10 mg) tiap 1-3 minggu. Glomerulonefritis
Diagnosis G3P2A0 hamil 19 Pada pasien ini, didapatkan
minggu, janin tunggal hidup dipikirkan kelainan fungsi ginjal, yang dipikirkan
karena anamnesis, didapatkan pasien karena berdasarkan anamnesis dan
saat ini sedang hamil, dengan taksiran pemeriksaan fisik, didapatkan keluhan
usia kehamilan 16 minggu. Pada sesak dengan dyspnea on effort,
pemeriksaan fisik, didapatkan fundus paroxysmal nocturnal dyspnea, dan
uteri 3 jari di bawah pusar, yang sesuai orthopnea; edema pada tangan dan
dengan usia kehamilan 20 minggu. kaki, serta rasa terdapat cairan di perut,
Adapun, usia kehamilan juga sudah serta pemeriksaan laboratorium, yaitu
dikonfirmasi oleh sejawat Obstetri berupa peningkatan kadar kreatinin dan
Ginekologi dan untuk ureum darah.
penatalaksanaannya juga dilakukan Kemudian, gangguan ginjal ini
oleh sejawat Obstetri Ginekologi. dikategorikan sebagai glomerulonefritis
karena diduga terdapat gangguan filtrasi
2.7 Perencanaan ginjal, dengan gejala proteinuria, gagal
1. Penyakit ginjal kronik dd/cedera ginjal, hipertensi, edema, serta yang
ginjal akut dengan rapid proiferative paling penting adalah kelainan pada
glomeruloenephritis ec. nefritis lupus urin. Kemudian penting pula untuk
Tirah baring. mengklasifikasikan gagal ginjal yang
terjadi.
[1]
Tabel 2. Klasifikasi Gagal Ginjal.
Kelas GFR (mL/min/1.73 Tujuan Penatalaksanaan
2
m)
I >90 Menegakkan diagnosis dan menatalaksana penyebab/
(underlying condition) dan komorbid, memperlambat
progresivitas, menurunkan risiko kardiovaskular
II 60 – 89 Memperkirakan progesivitas penyakit
III 30 – 59 Mengevaluasi dan menatalaksana komplikasi
IV 15 – 29 Mempersiapkan renal replacement therapy (RTT)
V <15 atau dialisis Melakukan dialisis apabila terjadi uremia
57
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Berdasarkan klasifikasi gagal Kemudian, kelompok penyakit
ginjal tersebut, pasien mengalami gagal ketiga yang harus dipikirkan adalah anti-
ginjal kelas III-IV, dimana GFR pasien GBM disease, yang terjadi pada sekitar
2
berkisar antara 15,5 – 35,9 mL/1.73 m . 15% glomerulonefritis. Pada anti-GBM
Oleh karena itu, penting untuk disease, ditemukan anti-GBM. Selain
melakukan tujuan penatalaksanaan itu, dikenal juga Goodpasture’s
sebagai berikut, yaitu (a) menegakkan syndrome, dimana terdapat anti-GBM
diagnosis serta menatalaksana disease disertai perdarahan pulmonal.
penyebab (underlying condition) dan Adapun, pada anti-GBM disease ini
komorbid, (b) memperkirakan dan ditemukan pewarnaan linear pada
memperlambat progresivitas penyakit, histopatologinya.
(c) menurunkan risiko kardiovaskular, Lalu, kelompok penyakit ketiga
(d) mengevaluasi dan menatalaksana adalah immune complex disease, yang
komplikasi, serta (e) mempersiapkan terjadi pada 40-45% glomerulonefritis
renal replacement therapy. Masing- dan memberikan pewarnaan granulasi
masing tujuan penatalaksanaan akan pada histopatologi. Dalam melakukan
dibahas satu per satu. diagnosis ini, penting untuk dibedakan
Dalam menegakkan diagnosis apakah terdapat keluhan terjadi secara
pasien, glomerulonefritis harus sistemik atau hanya terbatas pada
diklasifikasikan berdasarkan rentang ginjal. Untuk keluhan yang terbatas
waktu penyakit, gangguan ginjal ini pada ginjal, dapat terjadi
dikatakan acute/rapidly proiferative glomerulonefritis akut paska
glomeruloenephritis dikarenakan streptokokus (GNAPS), glomerulonefritis
progresivitas penyakit terjadi dalam membranoproliferatif, glomerulonefritis
hitungan hari (<2 minggu). Gangguan fibriliaris, dan nefropati IgA. Sedangkan,
fungsi ginjal ini dapat disebabkan oleh pada keluhan sistemik dapat terjadi
berbagai penyebab, baik kelainan lokal sistemik lupus eritematosus (SLE),
pada ginjal, maupun kelainan sistemik. kriglobulinemia, endokarditis, dan
Dalam kasus glomerulonefritis ini, purpura Henoch-Schoenlein. Selain itu,
dipikirkan berbagai diagnosis banding, untuk membedakan penyakit immune
yang akan dibagi menjadi 3 kelompok complex ini lebih lanjut, dapat diperiksa
penyakit, yaitu ANCA (antineutrophilic kadar C3, dikarenakan pada GNAPS,
cytoplasmic antibody) vasculitis, Anti- glomerulonefritis membranoproliferatif,
GBM (glomerular basement membrane) sistemik lupus eritematosus (SLE),
disease, dan immuno complex disease. kriglobulinemia, dan endokarditis, terjadi
Adapun, ketiga penyakit ini dapat penurunan kadar C3. Sedangkan, pada
dibedakan berdasarkan hasil pewarnaan glomerulonefritis fibriliaris, nefropati IgA,
histopatologinya. Pada ANCA vasculitis dan purpura Henoch-Schoenlein, kadar
dikenal sebagai pauci-immune, C3 normal.
didapatkan pewarnaan minimal pada Berdasarkan, kelompok penyakit
histopatologinya. Diduga ANCA yang dapat menyebabkan
vasculitis ini dipicu oleh infeksi bakteri glomerulonefritis, maka dipikirkan
dan reaksi berbagai obat (contoh: berbagai diagnosis banding pada pasien
allopurinol, kokain, dan lainnya). ini. Selain itu, karena pasien hamil dan
Adapun, ANCA vasculitis ini terjadi 40- terdapat keluhan edema serta
45% dari glomerulonefritis, yang terdiri hipertensi, maka pre-eklampsi dapat
dari 3 penyakit yaitu granulomatosis dipikirkan diagnosis banding pre-
dengan poliangitis, poliangitis eklampsi. Adapun, pada pre-eklampsi,
mikroskopik, dan eusinofilik kadar C3 normal.
granulomatosis dengan poliangitis, Dikarenakan pada anamnesis dan
dimana pada ketiganya terjadi variasi pemeriksaan fisik, tidak ada tanda-tanda
dari keluhan ginjal, paru (termasuk perdarahan atau serangan langsung
asma), dan granulomatosis. Namun, pada pulmonal, maka ANCA vasculitis
pada ketiganya dapat ditemukan ANCA, dan Goodpasture’s syndrome dipikirkan
walaupun dengan tipe yang berbeda. kurang mungkin sebagai diagnosis
58
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
banding. Namun, anti-GBM disease pertama kali tahun 1971 oleh American
masih dapat terjadi. Untuk dapat Rheumatisms Association (ARA) yang
menyingkirkan kelompok penyakit ini kemudian direvisi tahun 1982. Menurut
dapat dilakukan pemeriksaan ANCA dan kriteria ini, apabila 4 dari 11 manifestasi
anti-GBM dengan hasil negatif. Untuk tersebut ada, sudah dapat dikategorikan
glomerulonefritis fibriliaris, nefropati IgA, sebagai LES. Berdasarkan kriteria ARA
purpura Henoch-Schoenlein, dan pre- ini, baru terdapat 3 dari 11 kriteria
eklampsi juga dapat dipikirkan kurang diagnosis SLE akan tetapi, bila dihitung
mungkin sebagai diagnosis banding dengan kriteria The Systemic Lupus
karena kadar C3 yang menurun, dimana International Collaborating Clinics
pada penyakit-penyakit tersebut kadar (SLICC) 2012, kriteria diagnosis SLE
C3 harusnya normal. Selain itu, sudah terpenuhi. Adapun, untuk
glomerulonefritis membranoproliferatif antinuclear antibody (ANA) dan anti
juga dapat dikeluarkan sebagai double stranded DNA (anti dsDNA)
kemungkinan diagnosis banding karena dapat dilakukan untuk mengonfirmasi
[1]
tidak ada keluhan sistemik lainnya. lebih lanjut status LSE dari pasien.
Diagnosis yang tersisa, antara
lain GNAPS, sistemik lupus 3.3 Penegakan Diagnosis Nefritis
eritematosus (SLE), kriglobulinemia, dan Lupus
endokarditis. Kemudian, endokarditis Pada pendekatan diagnosistik
dapat dipikirkan kurang mungkin karena nefritis lupus, diperlukan berbagai
tidak ada kelainan katup jantung pada pemeriksaan seperti pemeriksaan
auskultasi dan demam pada pasien. laboratorium rutin dan pemeriksaan
Untuk mendiagnosis pasti, penyebab serologis. Pemeriksaan laboratorium
glomerulonefritis ini dapat dilakukan yang dibutuhkan antara lain urinalisa
berbagai pemeriksaan, yaitu ASTO dan rutin, faal ginjal estimated glomerular
riwayat infeksi Streptococcus sp. untuk filtration rate (eGFR) dengan kreatinin
GNAPS; antinuclear antibody (ANA) dan 24 jam, elektroporesis protein, dan
anti double stranded DNA (anti dsDNA) darah rutin (Hb, leukosit, LED,
untuk SLE; serta rheumatoid factor (RF), trombosit). Sedangkan, pemeriksaan
cryocrit, hepatitis C virus (HCV), dan serologis yang dibutuhkan antara lain
serium protein elektoforesis (SPEP) ANA-flouresent, anti dsDNA, antibodi
untuk kriglobulinemia. Adapun, untuk SmNA, komponen C3 dan C4,
melakukan semua pemeriksaan ini circulating immune complexes (CICX),
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. dan imunoglobulin serum. Adapun, ANA
Meskipun demikian, dengan adanya sangat sensitif untuk LES, tetapi tidak
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik spesifik dikarenakan ANA juga
lainnya, dapat diarahkan ke penyakit ditemukan pada penyakit autoimun
tertentu. lainnya. Sedangkan, anti dsDNA lebih
spesifik, namun kurang sensitif yaitu
3.2 Penegakan Diagnosis Sistemik ditemukan pada 75% pasien LES aktif
[1]
Lupus Eritematosus yang belum ditatalaksana.
Dalam kasus ini, diagnosis pasien Untuk mengkonfirmasi nefritis
dapat dipikirkan mengarah ke lupus, perlu dilakukan pemeriksaan
glomerulonefritis akibat SLE, histopatologi untuk menggambarkan
dikarenakan adanya keluhan lainnya secara pasti kelainan ginjal dan
yaitu gangguan ginjal (kadar kreatinin menentukan langkah penatalaksanaan
dan ureum darah), gangguan selanjutnya. Klasifikasi WHO 2003
hematologi (penurunan hemoglobin, membagi nefritis lupus menjadi 6 kelas
penurunan hematokrit, eritrositopeni, berdasarkan hasil biopsi spesimen yang
leukopeni dengan neutrofilia dan didapat dari mikroskop cahaya,
limfositopeni, trombositopeni), dan imunoflouresen, dan mikroskop
1
artiritis non erosif (nyeri sendi elektron. Kemudian, International
pergelangan tangan dan pinggang). Society Nephrology/ Renal Pathology
Kriteria klasifikasi LES berdasarkan Society (ISN/ RPS) membuat klasifikasi
pemeriksaan klinis dan laboratorium, baru nefritis lupus pada tahun 2004,
59
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
berdasarkan perubahan glomerulus diidentifikasi komplemen C3 dan C1q.
serta kelas III dan IV lebih rinci Pewarnaan fibrin-fibrinogen dikerjakan
[2]
perubahan morfologisnya. bila didapatkan lesi cresent dan lesi
Dengan pemeriksaan nekrotik segmental.
imunoflouresen dapat ditemukan deposit Selain itu, terdapat hubungan
imun pada semua kompartemen ginjal antara klasifikasi histopatologi dan
(glomerulus, tubulus, interstisium, dan manifestasi klinis nefritis lupus.
pembuluh darah). Biasanya ditemukan Hubungan ini sangat penting untuk (1)
lebih dari satu kelas imunoglobulin program terapi awal dalam
dengan IgG sebagai imunoglobulin menghadapi keadaan darurat dan untuk
terbanyak, diikuti dengan ko-deposit IgM (2) keperluan prognosis dan (3)
[1,2]
dan IgA. Selain itu, dapat juga indikasi biopsi ginjal.
[1]
Tabel 3. Klasifikasi Nefritis Lupus Menurut WHO 2003.
Kelas Deskripsi
I Glomerus normal (dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, imunofluoresen,
mikroskop elektron).
II Perubahan pada mesangial
a. Normal dengan mikroskop cahaya, deposit pada mesangial dengan
imunoflurosen atau mikroskop elektron.
b. Hiperseluritas mesangial dan terdapat deposit pada imunofluoresen dan
atau mikroskop elektron.
III Focal segmental glomerulonephritis
a. Lesi nekrotik aktif
b. Lesi sklerotik aktif
c. Lesi sklerotik
IV Glomerulonephritis difus (proliferasi luas pada mesangial, endokapiler, atau
mesangiokapiler dan atau deposit luas sub endotel)
a. Tanpa lesi segmental
b. Dengan lesi nekrotik aktif
c. Dengan lesi aktif dan sklerotik
d. Dengan lesi sklerotik
V Glomerulonephritis membranosa difus
a. Glomerulonefritis membranosa murni
b. Berhubungan dengan lesi kelas II (a atau b)
VI Glomerulonefritis sklerotik lanjut
60
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
disebut sebagai nefritis proliferatif atau
nefritis membranosa campuran
VI Nefritis sklerotik Sklerosis global pada hampir seluruh kapiler
glomerulus
61
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
Gangguan ginjal kronik mempengaruhi 4. KESIMPULAN
kehamilan melalui beratnya gangguan Pasien wanita 26 tahun dengan
fungsi ginjal, derajat proteinuria, dan penyakit ginjal kronik dd/ cedera ginjal
tingginya tekanan darah. Gangguan akut dengan rapid proiferative
ginjal ringan (kreatinin <1,5 mg%) sudah glomeruloenephritis ec. nefritis lupus,
meningkatkan komplikasi seperti serta G3P2A0 hamil 19 minggu, janin
kematian bayi, kelahiran prematur, dan tunggal hidup. Pada pasien diberikan
BB lahir rendah. Selain itu, kehamilan tatalaksana berupa tirah baring, restriksi
akan membuat penurunan fungsi ginjal cairan dengan target balans cairan
lebih lanjut. Hal ini sangat tergantung negatif, diet rendah garam, lunak, 1.700
fungsi ginjal saat kehamilan, serta kkal/hari, pemeriksaan urinalisa, protein
dipengaruhi berbagai faktor lainnya urin kuantitatif, albumin serum,
seperti adanya penyakit penyerta pada komplemen C3 dan C4 secara periodik
pasien, derajat proteinuria, dan setiap 2 hari, prednison 0.5-1 mg/hari
[3]
tingginya tekanan darah. selama 6-12 minggu, kemudian
Pada nefritis lupus, sekitar diturunkan perlahan-lahan (5-10 mg)
setengah wanita (berkisar 10-75%) tiap 1-3 minggu, serta monitor efek
dengan nefritis lupus akan mengalami samping steroid selama pengobatan.
eksaserbasi saat hamil dengan Selain itu, untuk menjaga kesejahteraan
penurunan fungsi ginjal. Umumnya janin dengan hemodialisa rutin (ideal 3x
eksaserbasi terjadi ketika trimester seminggu agar kadar kreatinin darah
ketiga atau masa awal masa nifas. <1.5 mg/dL).
Progresivitas nefritis lupus selama
kehamilan adalah sebagai berikut: 44% DAFTAR PUSTAKA
berkembang menjadi hipertensi, 19% 1. Bawazier LA, Dharmeizar, Markum
mengalami penurunan fungsi ginjal, dan HMS. Bab 154 Nefritis Lupus.
[3]
17% sembuh paska melahirkan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Sekitar setengah kehamilan Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed).
dengan nefritis lupus akan disertai Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
dengan kematian janin. Dari 64 V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
kehamilan dari 41 pasien: 37% lahir p 983-980.
cukup bulan, 30% lahir prematur, dan 2. Lewis JB, Neilson EG. Chapter 283
33% abortus (29% abortus spontan dan Glomerular Disease. Dalam: Longo
4% abortus alasan non medis). Adanya DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci
antikoagulan yang bersirkulasi, AS, Hauser SL, Loscalzo J (ed).
azotemia dengan kadar kreatinin serum Harrison’s Principles of Internal
>1,5 mg/dL, dan hipertensi th
Medicine, 18 edition. p 2341-2.
berhubungan dengan kematian janin. 3. Roesma J. Bab 162 Penyakit Ginjal
Kekambuhan/relaps/kematian janin dan Kehamilan. Dalam: Sudoyo
timbul lebih jarang ketika timbul selama AW, Setiyohadi B, Alwi I,
periode remisi, sehingga sebaiknya Simadibrata M, Setiati S (ed). Buku
penderita lupus sebaiknya stabil selama Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
6 bulan sebelum hamil. Pada kasus ini, Jakarta: Interna Publishing; 2009. p
komplikasi gagal ginjal dapat terjadi 1033-4.
pada janin dan ibu, yang diakibatkan 4. Khurana R. Systemic Lupus
tingginya kadar ureum dan kreatinin. Erythematosus and Pregnancy.
Oleh karena itu, harus terus dilakukan Medscape; update terakhir pada 24
hemodialisa untuk menjaga ureum dan April 2014. 15 Maret
kreatinin dalam kadar yang normal. <http://emedicine.medscape.com/art
Untuk renal replacement therapy hanya icle/335055-overview>
dapat dipikirkan apabila sistemik lupus 5. Sada KE, Makino H. Usefulness of
eritematosus sudah stabil dan pasien ISN/RPS Classification of Nefritis
sudah memenuhi kriteria transplantasi Lupus. J Korean Med Sci. 2009; 24
[3]
ginjal. (Suppl 1): S7-10.
62
JIMKI Volume 3 No.2 | Juli -Desember 2015
POTENSI OCIMUM SANCTUM DALAM
Advertorial INHIBISI FOSFORILASI SERINE, AKTIVASI
PPAR-γ DAN PRODUKSI HISS UNTUK
PERBAIKAN RESISTENSI INSULIN PADA
KONDISI DIABETES
1
Makhyan Jibril Al-Farabi
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Pendahuluan: Diabetes merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius di
abad 21. Jumlah penderita DM usia 20-79 tahun di dunia berkisar 150 juta pada tahun
2003 dan diestimasi akan meningkat menjadi 333 juta pada 20 tahun kedepan, dimana
90-95% penderita DM ialah menderita DM tipe II. Kondisi hiperglikemia pada kondisi DM
akan meningkatkan fosforilasi serin, penurunan ekspresi dari PPAR-γ dan HISS yang
mengakibatkan resistensi insulin. Ocimum sanctum merupakan tanaman perdu yang
mudah ditemukan dan mampu tumbuh di seluruh daerah di Indonesia dan memiliki
kandungan eugenol yang tinggi. Metode penulisan yang digunakan dalam advertorial ini
yakni studi literatur dari jurnal pubmed, scopus dan highwire yang menyajikan prinsip-
prinsip yang relevan mengenai objek yang dibahas.
Pembahasan: Mekanisme eugenol daun Ocimum sanctum dalam mengatasi resistensi
insulin ialah melalui: (1) peningkatan GSH yang mampu menurunkan stres oksidatif
beserta serine kinase P38 MAPK, JNK, MEKK yang menurunkan signaling insulin akibat
fosforilasi serin pada IRS-1; (2) inhibisi aktivasi NF-κB yang menurunkan fosforilasi serin
akibat produksi berlebih TNF-α dan IL-6; (3) peningkatan GSH yang memiliki efek
-
scavenging pada ONOO sehingga meningkatkan NO, peningkatan GSH dan NO
meningkatkan produksi HISS yang mampu meningkatkan intake glukosa otot; (4)
penurunan TNF-α dan IL-6 yang berakibat meningkatkan adiponektin yang mampu
menurunkan trigliserida, fosforilasi tirosin dan aktivasi PPAR-γ yang menstimulasi
produksi GLUT4 yang meningkatkan intake glukosa otot skeletal dan menurunkan
glukoneogenesis.
Kesimpulan: Ocimum sanctum mampu menurunkan kadar glukosa darah sebanyak 29%
dengan dosis 406 mg/kgBB. Ocimum sanctum dosis tinggi tidak dianjurkan untuk ibu
hamil dan penderita kelainan pembekuan darah.
Kata Kunci: ocimum sanctum, eugenol, fosforilasi serine, PPAR-γ, HISS, resistensi
insulin
ABSTRACT
Introduction: Diabetes is one of the most serious health problems in the 21st century
The number of diabetic patients aged 20-79 years in the world ranges from 150 million in
2003 and is estimated to increase to 333 million in the next 20 years, of which 90-95% of
patients with DM is suffering from type II DM. Chronic hyperglycemia in diabetic condition
will increase serine phosphorylation, decrease PPAR-γ expression and HISS production
that will lead into insulin resistance. Ocimum sanctum is one type of plant which has high
eugenol content that is easy to be found and grow in all regions in Indonesia. Method
used in the study of this advertorial journal literature from PubMed, Scopus and highwire
serving relevant principles discussed about the object.
Disscusion: Mechanism of eugenol extracted from Ocimum sanctum to overcome insulin
resistance are through: (1) increase of GSH that able to reduce oxidative stress as well
as serine kinase P38 MAPK, JNK, MEKK activation which lowers insulin signaling due to
serine phosphorylation at IRS-1; (2) inhibition of NF-κB activation that decreases the
serine phosphorylation due to excessive production of TNF-α and IL-6; (3) increase of
GSH level which have scavenging effects on ONOO- thus increasing NO, increase of
Eugenol
[26]
Gambar 1. Mekanisme Eugenol dalam Menghambat Stres Oksidatif.
[34]
Gambar 2. Mekanisme Eugenol dalam Mengatasi Fosforilasi Serine pada IRS-1.
[34]
Gambar 3. Mekanisme Eugenol sebagai Inhibitor Jalur NF-κB.