Anda di halaman 1dari 4

F.

2 Upaya Kesehatan Lingkungan

“RUMAH SEHAT UNTUK PENCEGAHAN TB”


LATAR BELAKANG
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi
dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik
yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis
yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan
pengobatan yang efektif.
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah dengan
penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular.
Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positif terutama pada waktu batuk
atau bersin, dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada disitu dalam waktu yang
lama.
WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini
telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB
sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di
Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk.
Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi
TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB
BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1. wilayah Sumatera angka
prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, 2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi
TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB
adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB
adalah 68 per 100.000 penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004,
diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan
faktor risiko sumber penularan penyakit TBC. Sumber penularan penyakit ini erat kaitannya
dengan kondisi sanitasi perumahan yang meliputi penyediaan air bersih dan pengolahan
limbah.Faktor risiko dan lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi
kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian,
kelembaban ruangan, binatang penular penyakit, penyediaan air bersih, limbah rumah tangga,
hingga penghuni dalam rumah.
Kondisi kesehatan lingkungan rumah berpengaruh secara tidak langsung terhadap
kejadian penyakit TB paru, karena lingkungan rumah yang kurang memenuhi syarat
kesehatan akan mempengaruhi jumlah atau kepadatan kuman dalam rumah tersebut, termasuk
kuman Mycobacterium tuberculosis. Hubungan penyakit tuberculosis paru dipengaruhi oleh
kebersihan udara karena rumah yang terlalu sempit (terlalu banyak penghuninnya) maka
ruangan akan kekurangan oksigen sehingga akan menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh sehingga memudahkan terjadinya penyakit.
Lingkungan dan rumah yang tidak sehat seperti pencahayaan rumah yang kurang
(terutama cahaya matahari), kurangnya ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian
yang terlalu padat mengakibatkan kadar CO2 di rumah meningkat. Peningkatan CO2, sangat
mendukung perkembangan bakteri. Hal ini di karenakan Mycobacterium tuberculosis adalah
aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana

PERMASALAHAN
Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah
India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian
sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000
penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun).
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992, tuberkulosismerupakan
penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler (Surjanto,
Eddy dkk, 1997). Pada tahun 1995, WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap
tahunnya terjadi 500.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 175.000.
Salah satu penderita TB Paru adalah Tn. Ridwan 28 tahun. Pasien telah menderita batuk
lebih dari 3 minggu disertai penuruna berat badan, keringat berlebih saat malam hari dan
demam yang berlangsung lebih dari 3 minggu. Sudah berobat namun tidak ada perubahan.
Pasien telah melakuan pemeriksaan Gen Expert dan hasilnya menunjukn positif terinfeksi
bakteri TBC. Dari anamnesa, pasien tinggal bersama keluarganya yang berjumlah 6 orang.
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Pasien memiliki
sepupu yang menderita batuk lama dan pernah tinggal sekamar di rumahnya saat sepupunya
datang berkunjung ke Palu. Pasien tinggal di perumahan padat penduduk di Perumahan
Palupi. Ukuran rumah tipe 45, kamar pasien tidak memiliki jendela dengan ukuran ruangan
3x3 meter persegi tanpa ventilasi dan menggunakan air conditioner.

PEMILIHAN INTERVENSI
Menyadari begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan TB Paru di Indonesia,
maka Depkes RI menetapkan suatu program penemuan kasus TB Paru BTA (+) dengan target
dalam pencapaian penemuan kasus BTA (+) yaitu sebesar 70 % dari perkiraan jumlah
penderita paru BTA (+).
Selain itu penilaian kesehatan lingkungan rumah yang merupakan salah satu faktor
terjadinya kasus TB perlu dilakukan. Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah,
sarana sanitasi dan perilaku penghuni.
1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur,
jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan
pencahayaan.
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, saluran
pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur, membuka jendela
ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke
jamban, membuang sampah pada tempat sampah.
Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah sebagaimana yang
tercantum dalam Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan.

PELAKSANAAN
Selain dalam upaya intervensi pengobatan, kami juga melakukan upaya Intervensi
secara edukatif terhadap pasien pada kunjungan kedua pasien tanggal 15 Januari 2020. Upaya
ini diharapakan agar pasien dapat memahami kondisi penyakitnya, dan mencegah agar tidak
menimbulkan komplikasi lanjut, serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya untuk
berobat dengan patuh.

EVALUASI
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan angka kesakita TBC,
masih belum cukup. Karena selain untuk deteksi dini penderita TB dan edukasi secara
personal terhadap pasien, perlu adanya upaya dalam melakukan edukasi skala lebih besar
terhadap keluarga penderita, kunjungan dan penilaian rumah untuk menilai kelayakan
kesehatan lingkungan rumah pasien dan penyuluhan-penyuluhan rutin untuk meningkatkan
kesadaran pentingnya rumah sehat.

Anda mungkin juga menyukai