Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

---ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN---

“KEMATIAN DAN PERUBAHAN SESUDAH KEMATIAN”

OLEH KELOMPOK 5:

DEVI DIAN SARI 1310111043

BERTO L. SIMATUPANG 1310112048

ILHAM PRATAMA 1310111268

YOLANDA 1310112174

RESKY AFRIAN 1310112003

AINI AYATI 1310111251

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu Kedokteran kehakiman adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang


memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum, terutama pada bidang
hukum pidana. Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah, dan
bukan sekedar common sense, nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam penegakan
keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan
pengetahuan Ilmu Kedokteran kehakiman yang dimilikinya amat diperlukan.

Dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman dikenal juga ilmu Tanalogi yakni suatu ilmu yang
mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati,
yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati
batang otak). Kematian adalah segala sesuatu yang pasti dialami manusia, namun yang
menjadi fokus perhatian disini adalah kematian yang disebabkan oleh suatu tindak pidana.
Pemahaman tentang kematian ini mengkehendaki pengetahuan yang diperlukan untuk
memperkirakan saat kematian seorang korban tindak pidana dan perubahan yang dialami
manusia setelah mati tersebut. Dengan memperkirakan saat kematian seorang korban, bagi
penyidikan tindak pidana yang dilakukan penyidik akan dapat lebih mengarahkannya pada
titik terang suatu tindak pidana tersebut. Untuk itu, dalam makalah ini dirasa perlu untuk
dibahas bagaimana tentang kematian yang dialami oleh manusia dan apa saka perubahan
manusia tersebut sesudah mati.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka, rumusan masalah untuk membatasi
pembahasan dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana pengertian kematian, jenis kematian, serta tanda kematian pada
manusia?
2. Bagaimana perubahan-perubahan pada manusia sesudah kematian dan bagaimana
cara memperkirakan waktu kematian dari manusia?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KEMATIAN

Kematian adalah akhir dari kehidupan dan ketiadaan nyawa dalam organisme
biologis. Kematian terjadi apabila otak tidak berfungsi lagi, diketahui dengan sudah tidak
memberikan reaksilagi terhadap ransangan dari luar, keadaan ini dapat diketahui dengan
pemeriksaan yang mempergunakan alat Electro Encepalo Grapi (EEG). Selain
mempergunakan EEG dapat pula diketahui dari tanda-tanda kehidupan yang dapat dimonitor
dengan mudah,tidak memerlukan alat khusus jika kita mengetahui tanda- tanda kehidupan.
Kelangsungan hidup ditentukan oleeh beberapa system pokok yang terdapat dalam
tubuh:
1. Sistem Cardiovasa yaitu system jantung dan peredaran darah
2. Sistem pernafasan
3. Sistem persarafan
Ketiga system itu saling berhubungan dan bekerja sama yang erat sekali dan saling
mempengaruhi satu sama lain, adanya gangguan pada salah satu sistem menyebabkan
terganggunya sistem yang lain, dimana dengan adanya gangguan tersebut dapat
mengakibatnya seseorang tersebut mengalami kematian klinik atau kematian somatic, baru
setelah itu diikuti dengan kematian sel.
a. Kematian Klinik
Kematian klinik ini terjadi dengan menghilangnya tanda-tanda pernafasan
berhenti diikuti dengan tidak bergeraknya dinding dada,jantung berhenti dengan
tanda menghilangnya denyut jantung atau nadi, otot-otot mengendor kemudian
diikuti dengan kelumpuhan susunan saraf pusat
b. Kematian celluler
Kematian Celluler diiringi oleh kematian sel. Lamanya sel dapat hidup tergantung
kepada kesanggupan dari jaringan itu dapat berfungsi tanpa mendapat makanan
dari peredaran darah.

3
JENIS-JENIS KEMATIAN
Beberapa istilah tentang Jenis-jenis kematian (Dalam tanatologi) dikenal beberapa
istilah berikut:
1. Mati Somatis
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan secara
menetap (ireversibel), yaitu :
a. susunan saraf pusat;
b. sistem kardiovaskuler;
c. sistem pernapasan;
d. secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks;
e. EEG mendatar;
f. nadi tidak teraba;
g. denyut jantung tidak terdengar;
h. tidak ada gerakan pernapasan;
i. suara pernapasan tidak terdengar pada auskultasi.

2. Mati Suri
Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent
death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan oleh
alat kedokteran sederhana. Dengan alat kedokteran yang canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

3. Mati Seluler (Mati Molekuler)


Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak
bersamaan. Pengertian ini penting dalam transplantasi organ.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami
mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-
kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler setelah empat jam, dilatasi
pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1 persen atau penyuntikan sulfas
atropin 1 persen kedalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1persen
atau fisostigmin 0,5 persen akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam paska mati.

4
Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan cara
menyuntikkan subkutan pilokarpin sebanyak 2 persen atau asetil kolin 20 persen,
kemudian spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam
epididimis, kornea masih dapat di transplantasikan dan darah masih dapat dipakai
untuk transfusi sampai enam jam pasca mati.

4. Mati Serebral
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.

5. Mati otak (batang otak)


Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang
otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

TANDA-TANDA KEMATIAN
Merupakan tanda-tanda Perubahan pada tubuh setelah kematian. Perubahan pada
tubuh mayat adalah dengan melihat Tanda Kematian pada tubuh tersebut. Perubahan dapat
terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya:
1. Kerja jantung dan peredaran darah terhenti,
2. Pernapasan berhenti,
3. Refleks cahaya dan kornea mata hilang,
4. Kulit pucat,
5. Terjadi relaksasi otot.

Tanda Pasti Kematian


Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga
memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal
sebagai tanda pasti kematian berupa:
1. Lebam mayat / Livor Mortis(hipostatis/lividitas paska mati)
2. Kaku mayat (rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh

5
4. Pembusukan
5. Mummifikasi
6. Adiposera

B. PERUBAHAN SESUDAH MATI dan PERKIRAAN WAKTU KEMATIAN


KORBAN
Setiap manusia yang meninggal akan mengalami perubahan. Adanya perubahan-
perubahan yang terjadi setelah kematian dalam kenyataannya mempunyai pola tertentu dan
memungkinkan untuk dapat untuk dapat dipergunakan dalam memperkirakan waktu
kematian seseorang. Untuk dapat memperoleh hasil perkiraan yang tidak terlalu
menyimpang, penilaian dari perubahan-perubahan yang terjadi haruslah tidak berdasarkan
satu faktor saja, melainkan ditafsirkan secara bersama-sama dengan memperhatikan berbagai
faktor lainnya terhadap perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan sesudah mati yang dialami korban tindak pidana yang sekaligus dapat
digunakan untuk memperkirakan waktu kematian dari korban antara lain yakni:

1) Livor mortis (lebam jenazah)


Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian
akibat berhentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian
terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30
sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.
Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan
sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).

2) Rigor mortis (kaku jenazah)


Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat
kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan
menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2
jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem.
Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan
kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah
sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu
tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku

6
jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada
seluruh persendian tubuh. Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku
jenazah adalah:
a) Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan
atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas
sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat
yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.
c) Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai
otot.

3) Body temperature (suhu badan)


Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan
ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila
suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun
lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

4) Degree of decomposition (derajat pembusukan)


Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan
kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah
sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti
HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses
pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata
membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu
lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah
penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat.

Selain beberapa faktor tersebut diatas, ada beberapa faktor lainnya yang dapat juga
digunakan dalam memperkirakan waktu kematian seseorang, yakni:

7
1) Stomach Content (isi lambung)
Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian.
Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan dikosongkan
dari lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar
membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.

2) Insect activity (aktivitas serangga)


Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu
dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus species
akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan
serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh
maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari
postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang
akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.

3) Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian)


Tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian dapat menjadi salah satu
petunjuk, misalkan saja seperti adanya bekas jarum suntik, buih dari mulut yang menetes di
lantai, atau adanya tanda-tanda lain yang dapat menggambarkan bahwa mayat mati karena
over dosis.

Dalam hal memperkirakan waktu kematian seorang korban dalam tindak pidana,
kegiatan ini sangat berguna bagi penegakan hukum pidana, yaitu terutama bagi penyidik
untuk mencari orang yang diduga sebagai tersangka. Karena dengan diperkirakannya
kematian korban suatu tindak pidana maka penyidik dalam melakukan penyidikan akan lebih
terarah dan selektif terhadap orang yang diduga sebagai tersangka.

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kematian adalah akhir dari kehidupan dan ketiadaan nyawa dalam organisme
biologis. Kematian terjadi apabila otak tidak berfungsi lagi, diketahui dengan sudah tidak
memberikan reaksilagi terhadap ransangan dari luar, keadaan ini dapat diketahui dengan
pemeriksaan yang mempergunakan alat Electro Encepalo Grapi (EEG).
Jenis-jenis kematian (Dalam tanatologi) dikenal beberapa istilah berikut:
1. Mati Somatis;
2. Mati Suri;
3. Mati Seluler;
4. Mati Serebral;
5. Mati Otak;
Perubahan-perubahan yang terjadi pada manusia setelah kematian diantaranya yakni:
1. Terbentuknya lebam pada mayat;
2. Terjadinya kaku mayat;
3. Terjadinya penurunan suhu pada mayat;
4. Terjadinya pembusukan pada mayat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Fadillah Sabri, 1999, Diktat Ilmu Kedokteran Kehakiman, Padang, Fakultas Hukum
Universitas Andalas

http://wwwhukumpidanacom.blogspot.co.id/2011/10/ilmu-kedokteran-kehakiman.html

http://ariana-yangmudayangberkarya.blogspot.co.id/2013/01/kedokteran-
kehakiman_699.html?m=1

http://famousfreakphysicianretriani.blogspot.co.id/2012/02/referat-forensik-mati-
suri.html?m=1

10

Anda mungkin juga menyukai