OLEH
KELOMPOK 6
1
penandaan pada kosmetika harus berisi informasi mengenai kosmetika secara lengkap,
obyektif, dan tidak menyesatkan. Informasi yang dicantumkan dapat berbentuk tulisan,
gambar, warna, atau kombinasi antara ketiganya; harus lengkap dengan mencantumkan
semua informasi yang dipersyaratkan; harus obyektif dengan memberikan informasi
sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan
dan kemanfaatan kosmetika; harus tidak menyesatkan dengan memberikan informasi
yang jujur, akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran
masyarakat akan suatu masalah kesehatan; serta tidak boleh menyatakan seolah-olah
sebagai obat (PerKaBPOM RI, 2015)
Dalam industri kosmetika, penjualan kosmetika bahan alam mengalami
perkembangan yang pesat. Penggunaan tanaman atau tumbuhan sebagai bahan
pembuatan sediaan kosmetika sedang marak dilakukan. Pemanfaatan bahan alam
dalam sediaan kosmetika memiliki kelebihan dibandingkan dengan produk kosmetika
yang berasal dari bahan sintetis diantaranya adalah tidak menimbulkan efek samping,
bebas racun atau zat kimia berbahaya, dan cara pembuatan kosmetika bahan alam yang
cenderung lebih mudah dan sederhana.
Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dari
pembuatan produk kosmetika adalah bunga rosela. Pemanfaatan rosela sebagai lotion
pelindung kulit telah lama diterapkan di Mexico. Rosela mengandung antosianin dan
vitamin C sebagai komponen zat aktif yang berfungsi sebagai senyawa antioksidan.
Antioksidan mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada
molekul radikal bebas tanpa menganggu dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal
bebas. Vitamin C yang dianggap sebagai pemutih kulit alami dapat membantu dalam
proses depigmentasi atau menghilangkan pigmentasi kulit. Selain itu vitamin C dapat
menghambat kerja enzim tirosinase yang berperan dalam pembentukan pigmen. Enzim
tironase ini dipicu oleh sinar matahari sehingga merangsang pembentukan pigmen
yang apabila proses tersebut dihambat kulit akan terlihat lebih bersih, bersinar, dan
cerah meski sebenarnya tak secara permanen bertambah putih (Kembunan, et al.,
2012).
2
Sediaan kosmetika bahan alam yang akan diproduksi adalah berupa sediaan hand
and body lotion. Lotion merupakan sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut)
yang mengandung air lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat yaitu sebagai
sumber lembab bagi kulit, memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan sebum,
membuat tangan dan badan menjadi lembut tetapi tidak berasa berminyak dan mudah
dioleskan (Sularto, dkk., 1995). Sediaan hand and body lotion dari ekstrak kental bunga
rosela yang akan diproduksi oleh PT. Everlasting Pharma diberi nama “NURLELA ®”
(Nourishment Lotion Extract Rosella). Hand and body lotion NURLELA® dapat
diaplikasikan pada badan, dimana sediaan ini memiliki konsistensi yang kental
sehingga dapat memberikan kesan halus dan lembut serta mampu memberikan
kelembapan pada kulit. Hand and body lotion NURLELA® diformulasikan sedemikian
rupa agar memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada kulit sehingga mudah
menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis
yang tidak lengket pada kulit. Pemakaiannya yang mudah menyebar merata pada
permukaan kulit menyebabkan sediaan hand and body lotion NURLELA® dapat
diaplikasikan di seluruh tubuh. Untuk menghasilkan produk kosmetika yang
diinginkan, dalam memproduksi sediaan kosmetika perlu dilakukan tahapan jaminan
mutu di setiap prosesnya baik jaminan mutu terhadap bahan baku, produk ruahan,
maupun produk yang telah jadi untuk menjamin keamanan, efikasi sesuai klaim
kemanfaatan, dan kualitas dari suatu produk kosmetika.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lotion
Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari
tanaman, hewan, maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba,
minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa surfaktan
anionik, kationik maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari udara, antara
lain gliserin, sorbitol, propilenglikol, dan polialkohol (Jellineck, 1970).
Dalam pembuatan lotion, faktor penting yang harus diperhatikan adalah fungsi
dari lotion yang dinginkan untuk dikembangkan. Fungsi dari lotion adalah untuk
mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan dan membersihkan, mencegah
kehilangan air, dan mempertahankan bahan aktif (Setyaningsih, dkk., 2007). Lotion
juga dipakai untuk menyejukkan, mengeringkan, anti pruritik dan efek protektif.
Sebaiknya lotion tidak digunakan pada luka yang berair sebab akan terjadi caking dan
runtuhan kulit serta bakteri dapat tetap tinggal di bawah lotion yang menjadi cake
(Anief, 1984). Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab,
pengemulsi, bahan pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet
(Setyaningsih, dkk., 2007). Proses pembuatan lotion adalah dengan cara
mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air pada bahan-bahan yang larut
dalam fase lemak, dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt, 1996).
Hand and body lotion umumnya berbentuk emulsi minyak dalam air (M/A),
dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal) dan air merupakan fase
pendispersi (eksternal). Tipe hand and body lotion umumnya terdiri dari 10-15% fase
minyak, 5-10% humektan, dan 75-85% fase air. Hand and body lotion tipe minyak
dalam air (M/A) lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air. Lotion M/A
merupakan tipe lotion yang paling banyak digunakan untuk penggunaan dermatologi
topikal karena memiliki kualitas absorbsi yang sangat baik dan dapat diformulasikan
menjadi produk kosmetik yang elegan (Mardikasari, et al., 2017).
4
2.2 Standarisasi Ekstrak Kental Bunga Rosela
Ekstrak kental bunga rosela adalah ekstrak yang dibuat dari bunga Hibiscus
sabdariffa L., suku Malvaceae, mengandung antosianin tidak kurang dari 0,1%
dihitung sebagai sianidin-3-O-glukosida.
Pembuatan ekstrak : Rendemen tidak kurang dari 19,7%
Identitas ekstrak : Pemerian ekstrak kental yaitu warna merah hati; bau
khas; rasa asam
Senyawa identitas : Sianidin-3-O-glukosida
Struktur kimia :
2.3 Praformulasi
2.3.1 Ekstrak Kental Bunga Rosela
5
c. Stabilitas : Memadat pada suhu 18oC-22oC menjadi massa
kristal (Depkes RI. 1979).
d. Kegunaan : Pewangi (Depkes RI. 1979).
e. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI. 1979).
f. Kosentrasi : 0,01 – 0,05% (Depkes RI. 1979).
2.3.3 Gliserin
a. Bobot molekul : 92.09 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemeriaan : Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan
higroskopis, rasa manis (Rowe et al., 2009).
c. Penggunaan : Pada sediaan topikal dan kosmetik, gliserin
digunakan terutama sebagai humektan (<30%) dan
emolien (<30%). Gliserin digunakan sebagai pelarut
atau kosolven pada krim dan emulsi (Rowe et al,
2009).
d. Titik lebur : 17,8oC (Rowe et al., 2009).
e. Kelarutan : Larut dalam air, etanol dan metanol; sedikit larut
dalam aseton; praktis tidak larut dalam benzen,
kloroform, dan minyak; kelarutan dalam eter 1:500;
kelarutan dalam etil asetat 1:11 (Rowe et al., 2009).
f. Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, gliserin murni tidak
mudah dioksidasi oleh atmosfer di bawah kondisi
penyimpanan biasa, tapi akan terdekomposisi oleh
panas dan akan berevolusi menjadi zat yang toksik.
Campuran gliserin dengan air, etanol 95%, dan
propilen glikol stabil secara kimia. Gliserin
membentuk kristal jika disimpan pada temperatur
rendah, kristal tidak meleleh sampai penghangatan
hingga 20oC (Rowe et al., 2009).
6
g. Penyimpanan : Gliserin dapat disimpan pada wadah kedap udara, di
tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).
h. Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak apabila dicampur dengan
agen pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida,
atau potasium permanganat. Dalam larutan cair, hasil
reaksi pada kecepatan lebih lambat dengan
membentuk beberapa produk oksidasi. Penghilangan
warna hitam pada gliserin terjadi pada pemaparan
sinar, atau pada kontak dengan zink oksida atau
bismut nitrat. Adanya besi pada gliserin bertanggung
jawab menjadikan warna campuran yang
mengandung fenol, salisilat, dan tanin menjadi lebih
gelap. Gliserin membentuk kompleks asam borat,
asam gliseroborik, yang lebih kuat daripada asam
borat (Rowe et al., 2009).
7
bercampur dengan lemak, parafin padat atau cair,
dan isopropil miristat (Rowe et al., 2009).
e. Suhu lebur : 49°C (Rowe et al., 2003).
f. Stabilitas : Setil alkohol stabil dengan asam, alkali, cahaya,
serta udara, dan tidak menjadi tengik (Rowe et al.,
2009).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan
kering (Rowe et al., 2009).
h. Inkompatibilitas : Propilenglikol tidak tercampurkan dengan agen
pengoksidasi kuat (Rowe et al., 2009).
2.3.5 Lanolin
Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba
yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih
dari 0,25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%.
Penambahan air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan.
a. Pemerian : Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau
khas.
b. Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air
lebih kurang 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam
etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah
larut dalam eter dalam kloroform.
c. Jarak lebur : Antara 38o dan 44o.
d. Inkompatibilitas : Lanolin mungkin mengandung prooxidant yg bisa
mempengaruhi zat aktif tertentu
e. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada
suhu kamar terkendali.
(Rowe et al., 2009)
8
a. Bobot molekul : 18,02 g/mol (Depkes RI, 1995).
b. Definisi : Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh
dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar
ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.
Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air
minum. Tidak mengandung zat tambahan lain
(catatan: Air murni digunakan untuk pembuatan
sediaan-sediaan). Bila digunakan untuk sediaan
steril, selain untuk sediaan parenteral, air harus
memenuhi persyaratan uji sterilitas atau gunakan air
murni steril yang dilindungi terhadap kontaminasi
mikroba. Tidak boleh menggunakan air murni untuk
sediaan parenteral. Untuk keperluan ini digunakan air
untuk injeksi, air untuk injeksi bakteriostatik atau air
steril untuk injeksi (Depkes RI, 1995).
c. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau (Depkes
RI, 1995).
d. pH : Antara 5,0 dan 7,0; lakukan penetapan secara
potensiometrik pada larutan yang ditambahkan 0,30
mL larutan kalium klorida P jenuh pada 100 mL zatuji
(Depkes RI, 1995).
e. Kemurnian bakteriologi : Memenuhi syarat air minum (Depkes RI,
1995).
f. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI,
1995).
9
b. Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah,
mempunyai sedikit rasa terbakar (Rowe et al., 2009).
c. Penggunaan : Metilparaben dengan persentase 0,02 – 0,3%
digunakan sebagai bahan pengawet pada sediaan
topikal. Metilparaben bersama dengan metil paraben
digunakan pada berbagai formulasi sediaan
farmasetika (Rowe et al., 2009).
d. Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam
karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan
dalam eter terbakar (Depkes RI, 1995).
e. Suhu lebur : 125 - 128 °C (Rowe et al., 2009).
f. Stabilitas : Larutan cair metal paraben pada pH 3–6 dapat
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 120°C selama
20 menit, tanpa terdekomposisi. Larutan pH 3–6
stabil (kurang dari 10% terdekomposisi) sekitar 4
tahun pada temperature ruangan. Sementara larutan
pH 8 atau lebih terhidrolisis dengan cepat (10% atau
lebih sekitar 60 hari pada temperatur ruangan)
(Rowe et al., 2009).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas anti bakteri metal paraben dan paraben
lainnya akan menurun jika terdapat surfaktan
ninionik, seperti polisorbat 80, yang dapat
menghasilkan misel. Walaupun propilenglikol (10%)
menunjukkan potensi pada aktivitas antibakteri
paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik dan
mencegah interaksi antara metal paraben dan
polisorbat 80. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi
dengan substansi lain seperti bentonit, magnesium
10
trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak
essensial, sorbitol, dan atropin. Metil paraben juga
bereaksi dengan beberapa gula dan gula alkohol.
Absorpsi metal paraben oleh plastik. Polietilen
dengan berat jenis rendah dan tinggi tidak menyerap
metal paraben. Metil paraben kehilangan warnanya
dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisis dengan
basa lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).
11
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas antibakteri propil paraben akan menurun
jika terdapat surfaktan ninionik yang dapat
menghasilkan misel. Walaupun propilenglikol (10%)
menunjukkan potensi pada aktivitas antibakteri
paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik dan
mencegah interaksi antara metal paraben dan
polisorbat 80. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi
dengan substansi lain seperti magnesium aluminium
silikat, magnesium trisilikat, tembaga oksida,
tragakan, dan ultramarin biru hingga mampu
mengurangi daya pengawet propilparaben. Absorpsi
propilparaben oleh plastik. Propilparaben kehilangan
warnanya dengan keberadaan tembaga dan
terhidrolisis dengan basa lemah dan asam kuat (Rowe
et al., 2009).
12
e. Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kering
(Rowe et al., 2009).
f. Inkompatibilitas : Asam stearat tidak tercampurkan dengan kebanyakan
logam hidroksida dan basa, agen pereduksi, dan agen
pengoksidasi. Basis ointment yang dibuat dari asam
stearat dapat menunjukkan pengeringan atau
penggumpalan berkaitan dengan reaksi ketika
dicampurkan dengan garam zink atau garam kalsium.
Asam stearat tidak tercampurkan dengan obat
naproxen (Rowe et al., 2009).
g. Penggunaan : Emulsifying agent; solubilizing agent; lubrikan dalam
tablet dan kapsul (Rowe et al., 2009).
h. Titik lebur : 69-70oC (Rowe et al., 2009).
13
BAB III
METODE PRODUKSI SEDIAAN KOSMETIK
3.1 Formulasi
3.1.1 Formula yang Diajukan
Ekstrak kental bunga rosela 3%
Setil alkohol 6%
Asam stearate 6%
Trietanolamin 3%
Gliserin 3%
Lanolin 3%
Metil paraben 0,02 %
Propil paraben 0,18 %
Rosea Eo q.s.
Aquadest ad 100%
(Zulkarnain dkk., 2013;Namita and Nimisha, 2013).
14
Propil Paraben Pengawet 0,18 0,27
Metil Paraben Pengawet 0,02 0,03
Disiapkan ekstrak kental bunga rosela yang telah lolos evaluasi bahan berdasarkan
Farmakope Herbal Indonesia
Dicampurkan semua fase minyak (As. Stearate, Lanolin, Setil Alkohol, Propil paraben)
ke dalam beaker glass lalu dipanaskan pada suhu 65o-75oC diatas waterbath
Dicampurkan semua fase air (Aquadest, Gliserin, TEA, Metil paraben) dalam beaker
glass yang berbeda dipanaskan pada suhu 65o-75oC di atas waterbath.
Fase air lalu dicampurkan ke dalam fase minyak sedikit demi sedikit sambil dilakukan
pengadukan yang konstan hingga membentuk emulsi.
Campuran tersebut kemudian ditambahkan ekstrak kental bunga rosela (zat aktif) dan
Rosea Essential oil (corringent odoris)
Sediaan lotion dimasukkan ke dalam wadah dan dilakukan evaluasi sediaan
I. RANCANGAN PENJAMINAN MUTU SEDIAAN
15
3.2 Rancangan Penjaminan Mutu Sediaan
Penimbangan Penimbangan
Pencampuran
Produk jadi
Uji Stabilitas
16
1. Bahan Baku
Bahan baku
Bahan awal
Bahan Pengemas
Organoleptis Uji
Pemerian Sifat
(Sesuai Kadar air Fisik
Farmakope Kadar abu Uji Sifat
Indonesia atau total Kimia
COA) Kadar abu Organoleptis
Pengujian Mutu tidak larut
(Kodeks asam
Kosmetika Senyawa
Indonesia atau identitas
Handbook of Golongan
Pharmaceutical senyawa
Excipients)
17
2. Produk Ruahan
Produk Antara
Organoleptis Uji
Sesuai Sifat
Farmakope Kadar air Fisik
Indonesia atau Kadar abu Uji Sifat
COA total Kimia
Standar mutu Kadar abu Organoleptis
sesuai Kodeks tidak larut
Kosmetika asam
Indonesia atau Senyawa
Handbook of identitas
Pharmaceutical Golongan
Excipients senyawa
18
3. Produk Ruahan
a. Pengujian Produk Ruahan
19
b. Spesifikasi Produk Ruahan
1. Organoleptis
- Bentuk : Lotion
- Bau : Bau khas mawar
- Warna : Merah muda
2. Tipe Emulsi
Tipe emulsi minyak dalam air (O/W).
3. Mikroba
- Angka Lempeng Total : max 102 koloni/g
- Jamur : negatif/g
- E. coli : negatif/g
- Salmonella spp : negatif/g
- Pseudomonas aeruginosa : negatif/g
- Staphylococcus aureus : negatif/g
4. Daya Sebar
Dapat menyebar merata, luar penyebaran meningkat seiring penambahan beban.
5. Kebocoran dan Kerapiaan
Kemasan tidak boleh bocor
6. Homogenitas
Tidak terdapat partikel-partikel kasar (Homogen)
7. Waktu Lekat
Syarat daya lekat untuk sediaan topical tidak kurang dari 4 detik (Ulaen dkk.,
2012).
8. pH
pH untuk sedian topikal adalah 4,5-8,0
9. Penandaan (Kebenaran dan kelengkapan)
Setiap kemasan serbuk instan yang beredar harus terkemas dengan baik dan
disertakan dengan etiket lengkap.
10. Viskositas dan Sifat Alir
2000-50.0
20
4. Pengemasan
a. Uji rimbang : Pengujian yang digunakan untuk melihat tingkat kebocoran
dari kemasan.
b. Uji timbang : Untuk mengetahui kesesuaian berat kemasan produk sesuai
dengan yang tertera pada penandaan
c. Penandaan : untuk memastikan penandaan pada setiap produk sudah lengkap
5. Produk Beredar
Uji stabilitas : untuk menentukan expired date dan mengetahui stabilitas
sediaan ketika sudah dikemas dan disimpan sesuai dengan penyimpananya.
21
BAB IV
PEMBAHASAN
22
antioksidan alami untuk menangkal radikal bebas bersama dengan vitamin C sehingga
kulit pengguna menjadi sehat dan cerah. Sehingga produk lotion “NURLELA®” secara
bersamaan dapat digunakan sebagai pelembap dan untuk mencerahkan kulit.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1984. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Hidayat, S. 2008. Khasiat Herbal Berdasarkan Warna, Bentuk, Rasa, Aroma dan Sifat.
Jakarta: PT. Gramedia.
Jellineck, S. 1970. Formulation and Function of Cosmetics. New York: Wiley Inte.
Mukaromah, U. S.H. Susetyorini, dan S. Aminah. 2010. Kadar Vitamin C, Mutu Fisik,
pH dan Mutu Organoleptik Sirup Rosella (Hibiscus sabdariffa, L) Berdasarkan
Cara Ekstraksi. Jurnal Pangan dan Gizi. 1(1):45-51.
Namita and Nimisha. 2013. Development and Evaluation of Herbal Cosmeceutical For
Skin Care. Int J Pharm Bio Sci. 4(2): 86-92.
PerKaBPOM RI. 2015. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
24
PerMenKes RI. 1998. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/Menkes/Per/V/1998
tentang Bahan, Zat Warna,, Sub Stratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya Pada
Kosmetika. Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Schmitt, W. H. 1996. Skin Care Products. London: Cosmetics And Toiletries Industry.
Standar Nasional Indonesia. 1996. Sediaan Tabir Surya. SNI 16-4399-1996. Badan
Standarisasi Nasional.
Ulaen, Selfie P.J., Banne, Yos Suatan & Ririn A., 2012. Pembuatan Salep Anti Jerawat
dari Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Ilmiah
Farmasi. 3(2):45-49
Zulkarnain, A. K., M. Susanti, dan A. N. Lathifa. 2013. Stabilitas Fisik Sediaan Lotion
O/W dan W/O Ekstrak Buah Mahkota Dewa sebagai Tabir Surya dan Uji Iritasi
Primer pada Kelinci. Trad Med J. 18(3): 141-150.
25