Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN RASA NYAMAN DI RUANG BEDAH 2 RSUD BLAMBANGAN
KABUPATEN BANYUWANGI

1. Pengertian
Teori hirearki yang dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan
bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu : pertama
kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia
antara lain pemenuhan kebutuhan nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan
tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh serta seksual. Kedua yaitu
kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi nmenjadi perlindungan fisik
dan psikologis, perlindungan fisik meliputi perlindungan dari ancaman
terhadap tubuh dan kehidupan seperti kecelakaan, penyakit bahaya
lingkungan dll.Perlindungan psikologis meliputi perlindungan dan ancaman
peristiwa atau pengalaman baru atau asing yang dapat mempengaruhi jiwa
seseorang.Ketiga yaitu kebutuhan rasa cinta meliputi kebutuhan untuk
memiliki dan dimiliki, memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan
persahabatan dan kekeluargaan. Keempat yaitu kebutuhan akan harga diri dan
perasaan dihargai oleh orang lain dan pengakuan dari orang lain. Kelima
yaitu kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi dari hirearki
Maslow, yang merupakan kebutuhan berkontribusi pada orang lain atau
lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya (Poter & Pery, 2010).
Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan
karena lebih merupakan penilaian responsif individu. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, nyaman adalah segar; sehat sedangkan kenyamanan adalah
keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan. Kolcaba (2003) menjelaskan bahwa
kenyamaan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yang bersifat individual dan holistik. Dengan terpenuhinya
kenyamanan dapat menyebakan perasaan sejahtera pada diri individu tersebut
(Kozier, 2017).
Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif
seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai kondisi lingkungan
berdasarkan rangsangan yang masuk ke dalam dirinya melalui keenam indera
melalui syaraf dan dicerna oleh otak untuk dinilai. Dalam hal ini yang terlibat
tidak hanya masalah fisik biologis, namun juga perasaan. Suara, cahaya, bau,
suhu dan lain-lain rangsangan ditangkap sekaligus, lalu diolah oleh otak.
Kemudian otak akan memberikan penilaian relatif apakah kondisi itu nyaman
atau tidak. Ketidaknyamanan di satu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain
(Kozier, 2017). Sanders dan McCormick (1993) menggambarkan konsep
kenyamanan bahwa kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan dan
sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak
dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan orang lain secara
langsung atau dengan observasi melainkan harus menanyakan langsung pada
orang tersebut mengenai seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan
menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat
tidak nyaman, atau mengkhawatirkan. Kenyamanan adalah konsep sentra
tentang kiat keperawatan. Berbagai teori keperawatan menyatakan
kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan
pemberian asuhan keperawatan.
Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri.
Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis,
dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan
merasakan nyeri (Poter & Pery, 2010). Menurut Priharjo dalam Mubarak,
nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun
berat (Mubarak, 2007). Nyeri dapat merupakan faktor utama yang
menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu
penyakit. (Potter & Perry, 2010). Seperti hal nya hpertensi,penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan nyeri.
Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi
pada suatu bagian tubuh. Nyeri seringkali dijelaskan dalam istilah proses
destruktif jaringan (misalnya seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit,
seperti dirobekrobek, seperti diremas-remas) atau suatu reaksi badan/emosi
(misalnya perasaan takut, mual, mabuk). Terlebih lagi setiap perasaan nyeri
dengan intensitas sedang sampai kuat disertai dengan rasa cemas (ansietas)
dan keinginan kuat melepaskan diri dari perasaan itu. Peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatik timbul sebagai respon terhadap nyeri dan dapat
mengakibatkan perubahan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan warna
kulit (Elizabeth,2009)

2. Fisiologi
Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan
derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual
yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis
kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya
bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium
mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat
terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti
orang tua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi.
Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau
pasca pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena
dampak dari nyeri itu sendiri akan menimbulkan metabolic stress response
(MSR) yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat
kondisi pasiennya. Hal ini akan merugikan pasien akibat timbulnya
perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti: Perubahan
kognitif (sentral): kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa.
Perubahan neurohumoral: hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka.
Plastisitas neural (kornu dorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi
sehingga meningkatkan kepekaan nyeri. Aktivasi simpatoadrenal: pelepasan
renin, angiotensin, hipertensi, takikardi. Perubahan neuroendokrin:
peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme.
Tipe nyeri ada beberapa jenis, pertama yaitu nyeri nosiseptif yang
disebabkan oleh aktivitas nosiseptor (reseptor nyeri) sebagai respon terhadap
stimuli yang berbahaya. Nosiseptif sebenarnya merupakan alur nyeri yang
dimulai dari transduksi, transmisi, modulasi sampai persepsi; kedua adalah
nyeri neuropatik yang disebabkan oleh sinyal yang diproses di sistem saraf
perifer atau pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf perifer atau
pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf.
Nosiseptor adalah aferen-aferen primer yang berespon terhadap stimulus
yang berbahaya dan intens. Pertama, stimulus mencetuskan aktivitas pada
grup aferen primer di neuron-neuron ganglion sensorik (nosiseptor). Melalui
sistem spinal dan berbagai sistem intersegmental, informasi tersebut
mengakses pusat supraspinal di batang otak dan talamus. Sistem proyeksi ini
mewakili dasar rangsangan somatik dan visera yang memberikan hasil berupa
usaha menarik diri atau keluhan verbal. Nosisepsi merupakan istilah yang
menunjukkan proses penerimaan yang menunjukkan proses penerimaan
informasi nyeri yang dibawa dari reseptor perifer di kulit dan visera ke
korteks serebri melalui penyiaran neuron-neuron. Neuron-neuron sensorik
pada akar dorsal ganglia mempunyai ujung tunggal yang bercabang ke akson
perifer dan sentral. Akson perifer mengumpulkan input sensorik dari reseptor
jaringan, sementara akson sentral menyampaikan input sensorik tersebut ke
medula spinalis dan batang otak. Akson sensorik (aferen nosiseptif) tersebar
luas di seluruh tubuh (kulit, persendian, visera dan meningen)
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus
noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan
mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks
serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan
bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu
perbaikan jaringan yang rusak Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian
proses neurofisiologis kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception)
yang merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat
diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri)
Proses Transduksi merupakan tahapan nyeri dimana stimulus noksius
diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion
stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas
listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau
organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi
mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau
trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin
inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif
dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang
akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi
perifer.
Proses Transmisi merupakan tahapan nyeri berupa proses penyaluran
impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui
serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus
spinothalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus
spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih
dalam dan viseral serta berhubunga dengan nyeri yang lebih difus dan
melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai
sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin.
Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex
cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri
Proses Modulasi merupakan tahapan nyeri berupa proses perubahan
transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak).
Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan
oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla
spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak Analgesik
endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan
impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior
sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri
untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri
sangat subjektif pada setiap orang. Persepsi Hasil akhir dari proses interaksi
yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada
akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks
sebagai diskriminasi dari sensorik Pada beberapa jurnal menyebutkan nyeri
luka operasi tingkat moderate sampai severe 30 - 40% berkurang 24 - 48 jam
pasca operasi.

3. Faktor yang berhubungan


Nursing Diagnosis Definition and Classification 2018-2010 menyebutkan
terdapat beberapa hal yang dihubungkan dengan permasalahan rasa nyaman
(comfort) diantaranya yaitu:
a. Berkaitan dengan kondisi patofisiologis
1) Suatu penyakit
2) Dampak terapi
3) Agen cidera biologis
4) Agen cidera fisik
5) Agen cidera biologis
b. Berkaitan dengan kondisi tubuh
1) Kondisi muskulusskleletal kronis
2) Memar
3) Kerusakan sistem saraf
4) Kelainan genetik
5) Ketidak seimbangan neurotransmiter, modulator, dan neuromodulator
6) Infiltrasi tumor atau keganasan
7) Cidera tulang
8) Peningkatan kadar kortisol yang lama
9) Kondisi terkait pasca trauma
10) Kondisi iskemik
11) Gangguan metabolisme
12) Cidera otot
c. Berkaitan dengan kondisi situasional
1) Stimulus lingkungan yang berbahaya
2) Kontrol lingkungan yang tidak mencukupi
3) Kompresi saraf

4. Masalah Keperawatan
Carpenito (2013) menjelaskan bahwa terdapat beberapa masalah
keperawatan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
diantaranya yaitu:
a. Gangguan kenyamanan
b. Nyeri akut
c. Nyeri kronis
d. Nausea
Sedangkan Nursing Diagnosis Definition and Classification 2018-2010
mengkategorikan permasalahan rasa nyaman dalam tiga kategori yaitu:
a. Kenyamanan fisik
Masalah keperawatan yang timbul dari kenyamanan fisik meliputi:
1) Gangguan rasa nyaman
2) Kesiapan untuk meningkatkan kenyamanan
3) Nausea
4) Nyeri akut
5) Nyeri kronis
6) Sindrom nyeri kronis
7) Nyeri persalinan
b. Kenyamanan lingkungan
Masalah keperawatan yang timbul dari kenyamanan sosial berupa:
1) Gangguan rasa nyaman
2) Kesiapan untuk meningkatkan kenyamanan
c. Kenyamanan sosial
Masalah keperawatan yang timbul dari kenyamanan sosial berupa:
1) Risiko kesepian
2) Isolasi sosial

5. Masalah Medis
Smeltzer (2012) mengungkapkan setiap klien umumnya menderita
ketidaknyamanan oleh karena suatu penyakit.
a. Penyakit akibat cidera berupa fraktur, cidera kepala
b. Penyakit metabolik : diabetes mellitus, hipertensi, sindroma metabolik
lainya
c. Penyakit keganasan atau kanker
d. Penyakit yang menyerang sistem imun
e. Penyakit yang menyerang sistem hematologi

6. Proses Keperawatan
6.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini,
semua data data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini.Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif
terkait dengan asfek biologis, psikologis social maupun spiritual
klien.Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam
pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik
serta diagnostik (Kozier, 2017) mengidentifikasikan komponen-komponen
tersebut dintaranya :
a. Penentuan ada tidak adanya nyeri:
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus
mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun
adanya obsevasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka.
Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien adalah nyata. Sebaliknya
terkadang ada beberapa pasien yang menyembunyikan nyerinya untuk
menghindari pengobatan.
b. Karakteristik nyeri (Metode P,Q,R,S,T)
1) Faktor Pencetus (P: Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri
pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakuakan observasi
bagian-bagian tubuh yang mengalami cidera. Apabila perawat
mencurigai adanya nyeri psikogenetik maka perawat harus dapat
mengeksplor perasaan klien dan menyakan perasaan-perasaan apa
yang dapat mencetuskan nyeri.
2) Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan suatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kaliamat-
kalimat: tajam, tumpul berdenyut, berpindah-pindah, seperti
tertindih, perih, tertusuk dan lainlain, dimana tiap-tiap klien
mungkin berbeda-bada dalam melaporkan kualitas nyeri yang
dirasakan.
3) Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat
dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang
dirasakan bersifat difus (menyebar).
4) Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan paisen tentag nyeri merupakan karakteristik
yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang, atau berat.
5) Durasi (T: Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan durasi, dan
rangkaian nyeri.

6.2 Diagnosis Keperawatan


a. Nyeri Akut berhubungan dengan infiltrasi jaringan kanker
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kegagalan fungsi metabolik

6.3 Perencanaan
Fokus intervensi keperawatan dalam menyelesaikan permasalahan
terkait rasa nyaman adalah pengurangan rasa nyeri serta peningkatan
kenyamanan yang diterima oleh klien. Nursing Intervention Care (NIC)
menyebutkan beberapa rekomendasi dalam pengelolaan klien dengan
masalah kenyamanan diantaranya:
1) Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
2) Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang
tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif
3) Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic
4) Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan
pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
5) Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6) Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu
makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja
dan melakukan tanggung jawab sehari-hari)
7) Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau
yang mengakibatkan cacat
8) Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai
efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
9) Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
10) Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor
perubahan nyeri serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial
dalam mempercepat penyembuhan
11) Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan
kenyamanan pada pasien dan rencana keperawatan
12) Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab nyeri,
bagaimana kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap
prosedur
13) Kontrol faktor lingkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan
pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan, keributan)
14) Mengurangi atau menghapuskan faktor-faktor yang mempercepat atau
meningkatkan nyeri (spt:ketakutan, fatique, sifat membosankan,
ketiadaan pengetahuan)
15) Mempertimbangkan kesediaan pasien dalam berpartisipasi,
kemampuannya dalam berpartisipasi, pilihan yang digunakan,
dukungan lain dalam metoda, dan kontraindikasi dalam pemilihan
strategi mengurangi nyeri
16) Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis,
nonfarmakologis, dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih metoda
mengurangi nyeri
18) Mendorong pasien dalam memonitor nyerinya sendiri
19) Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback,
TENS, hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
acupressure, apikasi hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan
jika memungkinkan, selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau
meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih terukur.
20) Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk
memilih dan mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri
secara non-farmakologi.
21) Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri
22) Menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA)
23) Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi menyakitkan
(puncak nyeri)
24) Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi , tapi
evaluasi resiko pemberian obat penenang
25) Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/ non-farmakologi sebelum
prosedur nyeri hebat
26) Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam
catatan medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain
27) Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol nyeri
secara berkelanjutan
28) Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon pasien
29) Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri
30) Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalamannya terhadap nyeri
31) Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau jika
ada komplain dari pasien mengenai metoda yang diberikan
32) Informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain/anggota keluarga
tentang penggunaan terapi non-farmakologi yang akan digunakan oleh
pasien
33) Gunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu dalam manajemen
nyeri
34) Mempertimbangkan pasien, keluarga, dan hal lain yang mendukung
dalam proses manajemen nyeri
35) Menyediakan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan
keluarga terhadap respon nyeri
36) Menyertakan keluarga dalam mengembangkan metoda mengatasi nyeri
37) Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri ynag diberikan
dalam interval yang ditetapkan.

Daftar Pustaka
Brunner & Sudarth. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Carpenito. 2013. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Elizabeth. 2009. Buku Patofisiologi Corwin. Adityas Media: Jakarta

Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

Kozier. 2017. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Nursing Intervention Care (NIC). 2017. Elsevier

Nursing Diagnosis Definition and Classification 2018-2010. Thieme Publisher:


New York

Anda mungkin juga menyukai