Anda di halaman 1dari 14

PRESENTASI KASUS

DEMAM TIFOID

Disusun Oleh :
Ika Tri Rahayu
1102014124

Pembimbing:
dr. Asyraf, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE NOVEMBER 2019 – JANUARI 2020
RSUD KABUPATEN BEKASI
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : laki-laki
Usia : 54 Tahun
Alamat : Mekar Mulya, Lemah Sugih Majalengka
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tanggal Masuk RS : 7 Desember 2019
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan menggunakan teknik autoanamnesis dan
alloanamnesis pada tanggal 9 Desember 2019 di kamar 8 bangsal Anggrek
II RSUD Kabupaten Bekasi.

A. Anamnesis
Keluhan Utama : Demam sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan : Mual, Muntah, Nyeri Perut, Badan pegal-
pegal, tidak bisa BAB dan Nyeri Kepala.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan
keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Demam tinggi dirasakan pada
sore menjelang malam hari disertai menggigil dan turun pada pagi
hari. Menurut pasien, demam sempat turun bila minum obat
penurunan panas, tetapi setelah beberapa jam kemudian demam
kembali timbul.
Keluhan tersebut disertai dengan mual dan muntah berisi
makanan sebanyak 2 kali. Pasien juga mengaku nafsu makan menjadi
menurun karena mual, badan terasa lemas dan pegal-pegal. Pasien
mengatakan sudah 8 hari belum BAB. Pasien juga mengeluh seluruh
perut terasa nyeri. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu nyeri
kepala. Pasien mengatakan beberapa hari sebelum keluhan muncul,
pasien makan makanan yang dibeli di pinggir jalan. Riwayat
hipertensi dan diabetes mellitus disangkal oleh pasien.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan
pasien.

E. Riwayat Penggunaan Obat


Pasien sudah mengkonsumsi obat penurun demam untuk
menghilangkan keluhan demamnya, namun tidak ada perbaikan.

F. Riwayat Kebiasaan
Pasien kurang memperhatikan kebersihan makanan sehari-hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. GCS : E4 M6 V5 (15)
3. Kesadaran : Composmentis
4. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 38.8˚ C
SpO2 : 99 %
5. Status Gizi
Be rat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Indeks Masa Tubuh : 20.8 (Normal)
B. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
 Normocephal
 Rambut tidak mudah dicabut, berwarna hitam

2. Telinga
 Tidak ada kelainan bentuk
 Tidak ada sekret yang keluar

3. Mata
 Konjungtiva anemis (-/-)
 Sklera ikterik (-/-)
 Pupil isokor

4. Hidung
 Tidak ada kelainan bentuk
 Tidak ada sekret yang keluar
 Tidak ada pernapasan cuping hidung

5. Mulut
 Bibir tidak sianosis
 Lidah kotor dengan tepi hiperemis / coated tongue

6. Leher
 Trakea tidak deviasi
 Jugular Venous Pressure (JVP) : R0
 Tidak ada pembesaran kelenjang getah bening (KGB) : submental,
submandibular, parotis, pre auricular, post auricular, supraclavicular,
cervicalis profunda, cervicalis posterior.
 Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
7. Toraks
a. Paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada statis dan dinamis
simetris kanan kiri. Retraksi intercostal (-)
 Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan kiri
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

b. Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada linea
midclavicularis sinistra ICS 5, kuat angkat, vibrasi (-)
 Perkusi
 Batas jantung kanan : Linea parasternalis sinistra ICS IV
 Batas jantung kiri : Linea midclavikularis sinistra ICS
V 2 jari medial
 Batas pinggang jantung : Linea parasternalis sinistra ICS II
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular. Bunyi jantung
tambahan (-)

8. Abdomen
 Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
 Auskultasi : Bising usus 18x/menit
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (-),
splenomegali (-), hepatomegali (-).
 Perkusi : Timpani di empat kuadran abdomen, shifting dullness (-)

9. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2detik.


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi

Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Normal


Hemoglobin 11.7 L g/dL 13,0 – 18,0
Hematokrit 33 L % 40,0 – 54,0
Eritrosit 4.51 L 10^6/µL 4,60 – 6,20
MCV 73 L fL 80 – 96
MCH 26 L pg/mL 28 – 33
MCHC 35 g/dL 33 – 36
Trombosit 197 10^3/µL 150 – 450
Leukosit 15.6 H 10^3/µL 5,0 – 10,0
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0,0 – 1,0
Eosinofil 0 L % 1,0 – 6,0
Neutrofil 83 H % 50 – 70
Limfosit 8 L % 20 – 40
Monosit 9 % 2–9
LED 14 H mm/jam < 15

Kimia Klinik
Paket Elektrolit Hasil Satuan Nilai Normal
Natrium 128 L mmol/L 136 – 146
Kalium 4.2 mmol/L 3,5 – 5,0
Klorida 99 mmol/L 98 – 106

Hasil Satuan Nilai Normal


SGOT 54 H U/L < 38
SGPT 46 H U/L < 41
GDS 91 mg/dL 80 – 170
Ureum Kreatinin Hasil Satuan Nilai Normal
Ureum 34 U/L < 38
Kreatinin 1.1 U/L < 41
eGFR 75.7 mg/dL 80 – 170

Serologi
Tes Widal Hasil Nilai Normal
S. paratyphi AO (-) Negatif (-) Negatif
S. paratyphi BO (-) Negatif (-) Negatif
S. paratyphi CO (+) 1/80 (-) Negatif
S. typhi O (-) Negatif (-) Negatif
S. paratyphi AH (+) 1/160 (-) Negatif
S. paratyphi BH (+) 1/160 (-) Negatif
S. paratyphi CH (-) Negatif (-) Negatif
S. typhi H (+) 1/320 (-) Negatif

V. RESUME
Tn. D usia 54 tahun datang ke IGD RSUD Kab. Bekasi dengan
keluhan demam tinggi pada sore menjelang malam hari sejak 1 minggu
SMRS disertai dengan keluhan mual muntah, nyeri perut, lemas, pegal-
pegal, tidak bisa BAB dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 110/70 mmHg, Nadi 74x/menit, Respirasi 18x/menit, Suhu
38.8C dan didapatkan adanya coated tounge, nyeri tekan pada
epigastrium. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya anemia
ringan (Hb 11.7g/dL), leukositosis (15.6x103/µL), neutrofilia (83%),
peningkatan LED (14 mm/jam), peningkatan SGOT (54 U/L) SGPT (46
U/L). Pada tes widal didapatkan S.typhi H dengan titer 1/320.

VI. DIAGNOSIS KLINIS


1. Obs. Febris ec. Demam Tifoid

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Demam Dengue
2. Malaria
VIII. PERENCANAAN
1. Rencana Diagnosis
a. Kultur darah
2. Rencana terapi
a. Non Farmakologis:
 Tirah baring
 Diet makan lunak
 IVFD Asering 500cc/8 jam
b. Farmakologis:
 Inj Lansoprazole 1x30 mg IV
 Inj Ondancentron 3x4 mg IV
 Inj Ranitidin 2x50 mg IV
 Inj Paracetamol 3x500 mg IV
 Inj Ceftriaxone 1x2 gr IV
IX. PROGNOSIS
A. Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
B. Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
C. Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam
Follow up

Tanggal 10 S/ pasien mengatakan lemas, mual muntah, badan pegal-


Desember 2019 pegal

O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,


TD: 120/60 mmHg, Suhu: 37,7˚C, RR: 20x/menit, N: 94
x/menit, Akral Hangat
Hasil lab: Darah Rutin
• Hb :12.1
• Ht : 34
• Eritrosit : 4.66
• Trombosit : 211
• Leukosit 15.0
Paket elektrolit
• Natrium : 129
• Kalium : 3.7
• Klorida : 95

Tanggal 11 Desember S/ pasien mengatakan nyeri perut


2019
O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, TD: 110/60 mmHg, Suhu: 36,6˚C, RR:
20x/menit, N: 76 x/menit, Akral Hangat
Hasil lab:
Paket elektrolit
• Natrium : 132
• Kalium : 3.3
• Klorida : 97
ANALISA KASUS

1. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah benar?


Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Demam
tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia.1,2
Penegakkan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa
diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pada minggu
pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
diperut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
suhu badan meningkat. sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan
terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu
1˚C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang
berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor),
hepatomegaly, splenomegaly, meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, spoor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang
ditemukan pada orang di Indonesia.2
Pada pemeriksaan rutin yaitu pemeriksaan darah perifer lengkap
sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis dapat terjadi eneosinofilia
maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meingkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penangan khusus.2
Pada uji Widal, bila terjadi kenaikan 4 kali titer antibody O dan H
pada spesimen yang diambil dalam jarak 2 minggu, maka kemungkinan
tinggi terjadi proses infeksi S.typhi. Pembentukan agglutinin mulai terjadi
pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan
mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa
minggu.1
Kultur merupakan standar baku dalam menegakkan diagnosis.
Kultur darah, feses dan urin sebaiknya dilakukan. Kultur darah biasanya
positif pada awal 2 minggu pertama, tapi kultur feses biasanya positif
selama minggu ke 3 hingga ke 5. Sedangkan kultur urin pada minggu ke 4.
Jika kultur tersebut negative tetapi secara klinis suspek kuat demam tifoid,
maka kultur biopsy spesimen sumsum tulang belakang dapat dijadikan
pertimbangan untuk mencari kuman Salmonella.1
Selain uji Widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan dengan cepat, mudah serta memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang lebih baik antara lain uji TUBEX, Typhidot dan dipstik. Uji
TUBEX merupakan uji semi- kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa
menit) dan mudah untuk dikerjakan, Uji ini digunakan untuk mendeteksi
antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien. Deteksi terhadap anti O9
dapat dilakukan lebih dini,yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan
hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Pada penelitian tahun 2006, di Jakarta,
Surya H dkk, didapatkan sensitivitas uji Tubex sebesar 100%, spesifitas
90%.Uji Typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membran luar Salmonella Typhi. Hasil positif didapatkan 2-3
hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik IgM dan
IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip
nitroselulosa.1

2. Apakah penyebab keluhan pada pasien ini?


Penyakit demam tifoid adalah penyakit menular oral yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Biasanya disebabkan oleh
konsumsi air yang tidak murni dan makanan yang terkontaminasi. Karena
bakteri S. typhi dapat bertahan hidup dalam air selama berhari-hari,
kontaminasi air permukaan seperti air limbah, air tawar dan air tanah
bertindak sebagai agen etiologi utama tipus. Dalam sebuah studi kasus-
kontrol di Indonesia, demam paratipoid ditemukan berhubungan dengan
konsumsi makanan dari pedagang kaki lima.3
3. Bagaimana tatalaksana pada pasien tersebut?
Sampai saat ini trilogy penatalaksaan demam tifoid, adalah:2
A. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan.
B. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan
tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara
optimal.
C. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran kuman.
D. Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan professional
bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan
sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil,
dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan.
E. Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting
dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan
Yng kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan
semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Pemberian terapi antibiotik yang tepat segera dapat mencegah
komplikasi parah dari demam tifoid dan menghasilkan tingkat fatalitas
kasus <1%. Pemberian awal tergantung pada kerentanan strain S. typhi dan
S. paratyphi di area tempat tinggal atau perjalanan. Untuk pengobatan
demam tifoid ang rentan terhadap obat , floroquinolon adalah kelas yang
paling efektif, dengan tingkat kesembuhan 98% dan tingkat kekambuhan
<2%. Pengalaman paling ekstensif dengan ciprofloxacin. Terapi jangka
pendek ofloxacin sama-sama berhasil melawan infeksi yang disebabkan
oleh strain rentan quinolone.4
Ceftriaxone, cefotaxim dan cefixime (oral) efektif untuk
pengobatan MDR demam tifoid, termasuk yang disebabkan oleh
menurunnya kepekaan ciprofloxacin dan strain yang rersisiten terhadap
flroquinolone. Golongan ini dapat menghilangksn demam dalam waktu 1
minggu, dengan tikat kegagalan 5-10 % dan tingkat kekambuhan 3 sampai
6%.4

Tabel 1. Terapi antibiotik untuk demam tifoid pada pasien dewasa.


Sebagian besar pasien dengan demam tifoide tanpa komplikasi
dapat ditangani dirumah dengan anti biotiik oral dan piretik. Pasien
dengan muntah persisiten, diare, dan / Distensi Abdomen harus dirawat
dirumah sakit dan diberi trapi suportif serta sefalosporin atau
flroquinolone generasi ke 3 secra parenteral, tergantung profil kerentanan.
Terapi harus diberikan setidaknya 10 hari atau 5 hari setelah resolusi
demam.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi I, dkk. 2015. Demam Tifoid dalam Penatalaksanaan di Bidang Ilmu


Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis. Jakarta. Hal 172-174, 892-895.
2. Widodo D, dkk. 2014. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Ed. VI Jilid II. Jakarta. Hal 549-553.
3. Paul UK, Arup B. Typhoid fever: a review. International Journal of
Advances in Medicine, [S.l.], v.4, n.2, p.300-306, Mar.2017. ISSN 2349-
3933. Available at:
<https://www.ijmedicine.com/index.php/ijam/article/view/339>. Date
accessed: 12 dec. 2019.
4. Pegues D, dkk. Salmonellosis dalam Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 2015. Hal. 1049 – 1054.

Anda mungkin juga menyukai