Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA


BUDIDAYA BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

DIKI SYAHPUTRA SITEPU 1813010053


MHD. RIDHO NASUTION 1813010047
JULIAN ROSANTI 1813010059

LABORATORIUM KEBUN PERCOBAAN DAN PETERNAKAN


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bawang adalah komoditas bumbu yang paling banyak digunakan di
Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak pernah lepas dari yang namanya bawang,
khususnya bawang merah. Bawang merah sering dijadikan berbagai olahan yang
banyak digemari masyarakat luas. Seperti bawang goreng, kerupuk bawang,
sambal bawang dan masih banyak lagi. Bawang merupakan tanaman yang
menghasilkan buah melalui umbi. Layaknya singkong, bawang tumbuh didalam
tanah dengan menghasilkan banyak siung dalam satu bongkahan bawang.
Bongkahan bawang ini bermanfaat. Bawang sendiri mempunyai aroma yang khas.
Namun apabila dikonsumsi terlalu banyak bawang dapat menyebabkan aroma
yang tidak sedap (Suriani, 2011).
Bawang merah dalam bahasa Sunda dinamakan “bawang beureum” dan
dalam bahasa Jawa disebut “brambang”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut
“shallot”. Bawang merah merupakan salah satu jenis sayuran yang digunakan
sebagai bahan/bumbu penyedap makanan sehari-hari dan juga biasa dipakai
sebagai obat tradisional atau bahan untuk industri makanan yang saat ini
berkembang dengan pesat dengan beraneka ragam olahan makanan lezat yang
bermunculan (Hidayat, 2004).
Di Indonesia, bawang merah berkembang dan diusahakan petani mulai di
dataran rendah sampai dataran tinggi. Bawang merah (Allium
cepa var. ascalonicum) menurut sejarah awalnya tanaman ini memiliki hubungan
erat dengan bawang bombay (Allium cepa L.), yaitu merupakan salah satu bentuk
tanaman hasil seleksi yang terjadi secara alami terhadap varian-varian dalam
populasi bawang bombay. Penyebaran alami tanaman bawang merah berkembang
dari daerah asalnya yaitu dimulai dari Tazhikistan, Afganistan dan Iran. Tanaman
tersebut menyebar di dunia, mulai dari Eropa sampai sekarang ditemukan di
daerah ekuator sampai jauh ke Utara dan Selatan pusat polar. Di daerah tropik,
bawang merah dominan dibudidayakan di dataran rendah pada 10° Lintang Utara
dan 10° LS. Bagi masayarakat indonesia, bawang merah adalah salah satu bahan
yang tidak dapat dipisahkan dengan masakan sehari-hari. Hampir semua masakan
memakai bumbu bawang merah karena aromanya yang khas dan mengugah selera
makan (Herawan, 2003).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang
sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini
termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai
bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Bawang merah ( Allium
ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat
dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik.
Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara musiman (seasonal), yang
pada umumnya dilakukan pada musim kemarau (April-Oktober), sehingga
mengakakibatkan produksi dan harganya berfluktuasi sepanjang tahun
(Machmudi, 2012).
Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang sudah sejak lama di
usahakan oleh petani secara intensif. Komoditas pertanian ini merupakan sumber
pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi
terhadap perkembangan ekonomi suatu wilayah. Karena memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi maka pengusahaan budidaya bawang merah telah menyebar
hampir di setiap provinsi di Indonesia. Meskipun minat petani di terhadap bawang
merah cukup kuat, namun dalam proses pengusahaannya masih ditemui berbagai
kendala baik yang bersifat teknis maupun ekonomis (Amato, 2001).
Pupuk organik mempunyai beberapa sifat yang lebih baik dari pupuk alam
lainnya maupun dari pupuk buatan. Sifat-sifat tersebut antara lain sebagai sumber
hara nitrogen, fosfor dan kalium yang amat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Menaikkan daya menahan air dan banyak mengandung
mikroorganisme, karena itu pupuk organik dianggap sebagai pupuk lengkap.
Pupuk organik berfungsi menyuburkan tanah dan membuat struktur tanah remah,
sehingga akar tanaman bawang merah dapat dengan mudah menembus lapisan
tanah serta mendorong pembentukan umbi menjadi besar. Pemilihan pupuk
organik seperti pupuk kandang sapi, pupuk kandang ayam dan kompos jerami
merupakan suatu bahan yang tepat, karena sangat mudah didapatkan dan dari
beberapa jenis pupuk organik ini manakah yang memberikan respon terbaik untuk
pertumbuhan bawang merah. Komposisi dari beberapa pupuk organik tersebut
antara lain kotoran sapi sendiri mempunyai kadar N 0,92%, P 0,23%. K 1,03%,
Ca 0,38% dan Mg 0,38%, jerami 1,2-1,7 %, N (0.5-0.8 %), P (0.07-0.12 %), dan S
(0.05-0.10 % dan dalam pupuk kandang ayam N 3,21%, P2O5 3,21%, K2O
1,57%, Ca 1,57%, Mg 1,44% Mn 250 ppm dan Zn 315 ppm (Aguslina, 2004).
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kotoran sapi dan air cucian
beras dalam merespon pertumbuhan dan produksi bawang merah.
TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Bawang Merah

Tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut dengan


Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Class :
Monocotyledoneae, Ordo : Liliaceae, Family : Liliales, Genus : Allium, Species :
Allium ascalonicum L. (Nugroho, 2009).
Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang
tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 ̶ 50 cm dan membentuk rumpun.
Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah
bawang merah tidak tahan kering. Bentuk daun tanaman bawang merah seperti
pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50 ̶ 70 cm, berlubang, bagian ujungnya
meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada
tangkai yang ukurannya relatif pendek (Suriani, 2011).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang
bertangkai dengan 50 ̶ 200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai
mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang
berkubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang mencapai 30-50
cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2 ̶ 0,6 cm. Tajuk dan umbi
bawang merah serupa dengan bawang Bombay, tetapi ukurannya kecil. Perbedaan
yang lainnya adalah umbinya yang berbentuk seperti buah jambu air, berkulit
coklat kemerahan, berkembang secara berkelompok di pangkal tanaman.
kelompok ini dapat terdiri dari 4 ̶ 15 umbi. Tanaman bawang merah memiliki 2
fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman bawang merah
mulai memasuki fase vegetatif setelah berumur 11 ̶ 35 hari setelah tanam (HST),
dan fase generatif terjadi pada saat tanaman berumur 36 hari setelah tanam (HST).
Pada fase generatif, ada yang disebut fase pembentukan umbi (36 ̶ 50 hst) dan fase
pematangan umbi (Pujiono, 2010).
Syarat Tumbuh
Bawang Merah cocok di daerah yang beriklim kering dengan suhu agak
panas dan mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam. Bawang merah dapat
tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (0 ̶ 900 m dpl) dengan curah
hujan 300 ̶ 2.500 mm/thn dan suhunya 25–32oC. Jenis tanah yang baik untuk
budidaya bawang merah adalah regosol, grumusol, latosol, dan aluvial, dengan pH
5,5–7. Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang
maksimal (Manihuruk, 2007).
Penanaman bawang merah sebaiknya ditanam pada suhu agak panas dan
pada suhu yang rendah memang kurang baik. Pada suhu 22oC memang masih
mudah untuk membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di
dataran rendah yang bersuhu panas. Di bawah 22oC bawang merah sulit untuk
berumbi atau bahkan tidak dapat membentuk umbi. Bawang merah sebaiknya
ditanam di dataran rendah yang bersuhu antara 25 ̶ 32oC dengan iklim kering, dan
yang paling baik jika suhu rata-rata tahunnya adalah 30oC (Novizan, 2003).
Pupuk Kotoran Sapi
Pukan sapi mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, hal ini
terbukti dari hasil pengukuran parameter C/N rasio yang cukup tinggi >40.
Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan
pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan
pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang
tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama
akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pukan sapi harus
dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio C/N di
bawah 20. Selain masalah rasio C/N, pemanfaatan pukan sapi secara langsung
juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya
sebagai pupuk dingin. Bila pukan dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan
secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak serta proses
pelepasan amoniak masih berlangsung. Kandungan unsur hara yang terdapat
padsa pupuk kotoran sapi dengan nitrogen 1,67%, P2O5 1,11%, K2O 0,56%,
dengan kelembapan 80% (Hardjowigeno, 2003).
Air Cucian Beras
Air cucian beras mengandung 90% karbohidrat yang berupa pati, vitamin,
mineral serta berbagai protein. Karbohidrat dalam jumlah yang tinggi akan
membantu proses terbentuknya hormon tumbuh berupa Auksin, Giberelin dan
Alanin. Ketiga jenis hormon tersebut bertugas merangsang pertumbuhan pucuk
daun, mengangkut makanan ke sel-sel terpenting daun dan batang. Komposisi air
beras selain 90% karbohidrat yang berupa pati, juga mengandung vitamin, mineral
dan protein, 80% protein beras di sebut protein glutein. Kualitas protein glutein
cenderung berupa zat lisin, lisin sendiri merupakan asam amino essensial
pembatas. Adapun penjelasan air beras di beberapa literatur hanya mengandung
karbohidrat dan pati, tapi kalau menjabarkan 100% karbohidrat dalam jumlah
tinggi akan membentuk proses terbentuknya hormon tumbuh berupa auksin,
gibbereline, dan alanin. Ketiga jenis hormon tersebut bertugas merangsang
pertumbuhan pucuk daun, mengangkut makanan ke sel-sel terpenting daun dan
batang (Anisyah, 2014).
Selain nutrisi, air cucian beras juga mengandung beberapa jenis bakteri
yang bermanfaat untuk tanaman. Kehadiran bakteri baik tersebut juga bisa
mencegah kehadiran hama jenis kutu-kutuan dengan cara memecahkan sel
telurnya sebelum menjadi hama, tentunya selain tanaman menjadi subur dan
segar, penggunaan pupuk dari air cucian beras juga dapat meningkatkan imunitas
tanaman terhadap serangan hama. Kualitas protein glutein cenderung berupa zat
lisin, lisin sendiri merupakan asam amino essensial pembatas. Adapun penjelasan
air beras di beberapa literatur hanya mengandung karbohidrat dan pati, tapi kalau
menjabarkan 100% karbohidrat dalam jumlah tinggi akan membentuk proses
terbentuknya hormon tumbuh berupa auksin, gibbereline, dan alanin. Ketiga jenis
hormon tersebut bertugas merangsang pertumbuhan pucuk daun, mengangkut
makanan ke sel-sel terpenting daun dan batang (Fehri, 2001).
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Praktium


Kegiatan Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Hortikultura
dilaksanakan di Desa Klambir V, Gg. Sedayu II, Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang, pada hari Selasa, pukul 16.00 WIB sampai dengan
selesai.
Alat
Adapun alat yang digunakan antara lain : Cangkul, parang, garpu tanaman,
gembor, ember, tali, dan penggaris.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan antara lain : Umbi bawang merah, pupuk
kotoran sapi, dan air cucian beras.
Prosedur Kerja
A. Pengolahan Lahan
Untuk persiapan lahan penanaman berupa bedengan sebaiknya lahan
digemburkan terlebih dahulu. Tahap-tahap pengemburan tanah yaitu dengan
pencangkulan tanah untuk memperbaiki struktur tanah, sirkulasi udara, dan
pembuangan gulma/akar-akar yang sudah mati dilahan yang akan kita tanam
bawang merah tersebut.
B. Pembuatan Plot
Untuk membuat plot dengan ukuran diameter 1 x 5 meter, dengan lebar 1
meter dan panjang 5 meter dan juga tinggi bedengan 30 cm dari atas parit kita
melakukan pencangkulan dan pembentukan lahan sesuai dengan ukuran yang kita
inginkan.
C. Aplikasi Pupuk Kotoran Sapi
Aplikasi pupuk kotoran sapi diberikan 7 hari sebelum penanaman dengan
cara dibuat lubang ditengah bedengan dengan cangkul lalu diberikan dan ditabur
ratakan pupuk kotoran sapi dengan dosis pada plot 1 sebesar 2 kg dan plot 2
sebesar 0 kg, kemudian pupuk kotoran sapi ditutup kembali dengan tanah dan
ratakan kembali dan biarkan sampai tiba waktunya penanaman.
D. Penanaman
Proses penanaman dilakukan dengan memotong ujung umbi bawang
merah, dan menggunakan jarak tanam 18 x 18 cm, dengan luas plot 1 x 5 m.
E. Aplikasi Air Cucian Beras
Pupuk organik cair (POC) yang digunakan kali ini adalah POC dari air
pencucian beras yang pada plot 1 diberikan 200 ml POC dan pada plot 2 tidak
diberikan air cucian beras.
F. Perawatan
1. Penyiraman
Penyiraman dilakukan sehari 1 kali yaitu pada sore hari setelah
penanaman, penyiraman dilakukan menggunakan gembor air.
2. Pembersihan gulma
Pembersihan gulma dilakukan seminggu 2 kali setelah masa penanaman
dengan menggunakan kayu yang ditajamkan ujungnya.
3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan dengan cara menggunakan kayu yang juga
ditajamkan ujungnya. Tanah dicongkel hingga gembur, terus dibumbun tanah
beserta penggemburannya dipangkal rumpun tanaman dan bertujuan untuk
menegakkan tanaman karena tanah tanaman sering kali terkikis oleh erosi air
hujan sehingga tanah yang ada di sekitar tanaman tidak mampu lagi menopang
tegaknya tanaman.
4. Penyiangan
Penyiangan dilakukan menggunakan kayu yang ditajamkan ujungnya
dengan cara mencongkel tanah/mencabut untuk mengangkat gulma sampai
dengan akarnya yang ada di sela- sela tanaman dan sekaligus menggemburkan
tanah.
G. Parameter yang diamati
1. Panjang daun (cm)
Pengamatan panjang daun dimulai pada umur 2 – 4 Minggu Setelah
Tanam dengan interval 1 minggu sekali. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan
dengan menggunakan penggaris. Cara mengukur tinggi tanaman dilakukan
dengan penggaris dimulai dari sayatan pada umbi sampai ke ujung daun bawang.
2. Jumlah daun (helai)
Pengamatan jumlah daun tanaman dimulai pada umur 2 – 4 Minggu
Setelah Tanam dengan interval 1 minggu sekali. Pengamatan jumlah daun
tanaman dilakukan pada tiap sampel dengan menghitung jumlah tiap sampel
tanaman bawang merah dengan daun yang tumbuh sempurna.
3. Jumlah anakan (anakan)
Pengamatan jumlah anakan dimulai pada umur 5 – 6 minggu setelah tanam
dengan interval 1 minggu sekali. Pengamatan jumlah anakan dilakukan pada tiap
sampel dengan menghitung jumlah anakan yang terdapat pada bawang tersebut.
4. Berat basah per plot (g)
Pengamatan berat per plot dilakukan setelah panen dan dilakukan
penimbangan untuk seluruh tanaman yang berada pada satu plot tersebut, massa
berat plot 1 sebesar 180 g dan plot 2 sebesar 70 g.
H. Panen
Panen dilakukan ketika umur tanaman sudah mencapai 9 minggu dengan
kriteria panen pada daun tanaman bawang sudah mulai berjatuhan / rebah di
tanah. Tanaman bawang yang siap dipanen daunnya akan mengering dan
berwarna kuning pucat, pangkal batang tanaman bawang merah lemas, buah
bawang berwarna merah dan teksturnya keras dan jika sudah siap dipanen, buah
dari bawang merah akan menimbulkan aroma yang khas dari bawang merah. Cara
memanen bawang dilakukan dengan mencabut tanaman tersebut. Biasanya tiap
umbi bawang merah dapat menghasilkan produksi antara 4 s/d 6 umbi anakan.
HASIL PRAKTIKUM

Panjang Daun (cm)


Pengamatan panjang daun diamati pada umur 2 – 4 minggu setelah tanam
(MST). Data pengamatan panjang daun dapat dilihat dari tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Data Pengamtan Panjang Daun Tanaman Bawang Merah Blok 1
SAMPEL MINGGU (CM) TOTAL RATAAN
2 3 4
1 17 19 12 48 11,7
2 14 16 18 30 10
3 19 20 19 57 19,3
4 15 19 16 15 5
5 20 21 28 69 23
6 24 26 25 75 25
7 20 22 - 42 14
8 17 20 22 59 19,7
9 18 - - 18 6
10 23 20 22 70 23,3
11 19 20 25 66 22
12 20 19 - 43 14,3
13 22 21 23 69 23
14 20 20 25 68 22,7
15 15 18 20 53 17,7
16 23 17 25 71 23,7
17 19 19 25 65 21,7
18 23 24 - 47 15,7
19 24 17 - 24 8
20 16 15 - 16 5,3
TOTAL 389 347 259
RATAAN 18,22 17,5 11,80
Tabel 2. Data Pengamtan Panjang Daun Tanaman Bawang Merah Blok 2
SAMPEL MINGGU (CM) TOTAL RATAAN
2 3 4
1 17 19 - 36 12
2 20 23 29 72 24
3 17 - - 17 5,7
4 10 15 - 25 8,3
5 14 16 27 57 19
6 16 - - 16 5,3
7 22 - - 22 7,3
8 13 - - 13 4,3
9 18 20 25 63 21
10 17 20 29 66 33
11 15 18 24 57 19
12 17 20 23 60 20
13 13 - - 13 4,3
14 15 20 25 60 20
15 15 18 24 57 19
16 17 19 20 38 12,7
17 15 - - 15 5
18 17 - - 17 5,7
19 18 20 - 38 12,7
20 16 19 - 35 11,7
TOTAL 322 247 226
RATAAN 15,1 11,35 10,3
Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun pada tanaman bawang merah dilakukan pada


umur 2 – 4 minggu setelah tanam (MST). Data pengamatan jumlah daun tanaman
bawang merah dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Bawang Merah (helai) plot 1
SAMPEL MINGGU (helai) TOTAL RATAAN
2 3 4
1 24 18 13 55 16
2 14 15 10 39 9,3
3 14 12 16 2 3,3
4 16 - - 16 5,3
5 28 20 15 63 21
6 37 22 20 78 26
7 13 12 - 25 8,3
8 12 16 18 46 15,3
9 9 - - 9 3
10 18 16 18 52 17,3
11 18 16 16 50 17,3
12 8 12 - 20 6,7
13 12 13 11 36 12
14 14 15 16 45 15
15 7 13 18 38 12,7
16 19 16 17 52 17,3
17 17 14 13 44 14,7
18 29 18 17 64 21,3
19 17 - - 17 5,7
20 19 - - 19 6,3
TOTAL 281 251 176
RATAAN 16,5 11,55 8,75
Tabel 4. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Bawang Merah (helai) plot 2
SAMPEL MINGGU (helai) TOTAL RATAAN
2 3 4
1 10 11 7 28 7,7
2 11 13 13 37 10,3
3 7 6 - 13 2
4 9 11 - 20 6,7
5 9 10 12 31 10,3
6 8 - - 8 2,7
7 8 - - 8 2,7
8 11 - - 11 3,7
9 6 10 15 31 10,3
10 11 12 16 39 13
11 10 11 14 35 11,7
12 10 10 13 33 11
13 10 - - 10 3,3
14 8 9 12 29 9,7
15 8 9 12 29 9,7
16 23 20 19 62 20,7
17 25 - - 25 8,3
18 11 9 14 34 11,3
19 18 11 - 29 9,7
20 23 - - 22 6,7
TOTAL 245 141 140
RATAAN 10,35 5,55 6,15
Jumlah Anakan (anakan)

Pengamatan jumlah anakan pada tanaman bawang merah dilakukan pada


umur 5 – 7 minggu setelah tanam (MST). Data pengamatan jumlah anakan dapat
dilihat pada tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Data Pengamtan Jumlah Anakan Tanaman Bawang Merah plot 1
SAMPEL MINGGU TOTAL RATAAN
5 6 7
1 2 4 3 9 4,4
2 4 4 6 14 6,2
3 3 4 4 11 3,3
4 3 3 3 9 3
5 6 6 6 18 6
6 4 5 5 14 4,7
7 3 3 - 6 2
8 3 3 4 10 3,3
9 - - - -
10 5 5 5 15 5
11 5 6 7 18 6
12 - - - - -
13 5 6 6 17 5,7
14 4 4 4 12 4
15 2 2 3 7 2,3
16 5 4 4 13 4,3
17 4 - - 4 1,3
18 5 5 6 16 5,3
19 4 5 6 15 4,5
20 3 3 4 10 3
TOTAL 63 63 50
RATAAN 5 4,11 3,23
Tabel 6. Data Pengamtan Jumlah Anakan Tanaman Bawang Merah plot 2
SAMPEL MINGGU (helai) TOTAL RATAAN
5 6 7
1 3 4 4 11 5,3
2 4 4 5 13 4,3
3 3 2 3 8 3,2
4 2 3 3 8 2,7
5 - - - - -
6 - - - - -
7 2 2 - 4 1,3
8 - - - - -
9 4 4 5 13 4,3
10 3 4 4 11 3,7
11 2 2 3 7 2,3
12 3 3 4 10 3,3
13 2 2 - 4 1,3
14 2 2 2 6 2
15 5 6 6 17 5,7
16 - - - - -
17 - - - - -
18 4 4 5 13 4,3
19 2 2 - 4 1,3
20 - - - - -
TOTAL 33 37 23
RATAAN 2,75 2,9 2,85
Berat Basah Per Plot (g)
Data Pengamatan Berat Basah Per Plot (g) Dapat Dilihat Pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Pengamatan Bawang Merah
KELOMPOK Blok (g) TOTAL RATAAN
1 2
1 250 140 390 220
2 157 130 287 233,6
3 150 100 250 120
4 180 70 250 125
5 175 40 215 10,5
6 70 20 70 30
TOTAL 1,042 330
RATAAN 975,3 71,6
PEMBAHASAN

Dari hasil praktikum mengenai pengamatan budidaya tanaman bawang

merah, dapat diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang

merah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari persiapan lahan hingga

pemeliharaan. Pengolahan tanah haruslah dilakukan dengan baik agar

menghasilkan produk yang baik. Hal terpenting dari budidaya tanaman bawang

merah adalah proses pemeliharaan. Pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman

Hortikultura kali ini, dilakukan budidaya tanaman bawang merah dan dilakukan

pengamatan berupa panjang daun (cm), jumlah daun (helai), jumlah anakan

(anakan), dan berat basah perplot.

Panjang Daun (cm)

Pada pengamatan panjang daun blok pertama bawang merah minggu

kedua (MST) yang memiliki daun terpanjang ialah terdapat pada sampel ke-10

dengan panjang 23 cm, dan terpendek terdapat pada sampel 2 dengan panjang 14

cm. Pada minggu ketiga (MST) yang memiliki daun terpanjang ialah terdapat

pada sampel ke-6 dengan panjang 26 cm, dan terpendek terdapat pada sampel ke-

4, dan 9 dengan panjang 0 cm. Pada minggu keempat (MST) yang memiliki daun

terpanjang ialah terdapat pada sampel ke-5 dengan panjang 28 cm, dan terpendek

terdapat pada sampel ke-1, 2, 4, 7, 9,12 dan 18 dengan panjang 0 cm. Pada

pengamatan panjang daun ini yang memiliki rataan daun yang tertinggi terdapat

pada sampel 16 dengan rata-rata 23,7 cm dan yang terendah pada sampel 17

dengan rata-rata 5 cm.

Pada pengamatan panjang blok kedua daun bawang merah minggu kedua

(MST) yang memiliki daun terpanjang ialah terdapat pada sampel ke-18 dengan
panjang 29 cm, dan terpendek terdapat pada sampel 15 dengan panjang 7 cm.

Pada minggu ketiga (MST) yang memiliki daun terpanjang ialah terdapat pada

sampel ke-6 dengan panjang 22 cm, dan terpendek terdapat pada sampel ke-4, 9,

dan 19 dengan panjang 0 cm. Pada minggu keempat (MST) yang memiliki daun

terpanjang ialah terdapat pada sampel ke-6 dengan panjang 20 cm, dan terpendek

terdapat pada sampel ke-1, 2, 4, 7, 9, 12, dan 19 dengan panjang 0 cm. Pada

pengamatan panjang daun ini yang memiliki rataan daun yang tertinggi terdapat

pada sampel ke-18 dengan rata-rata 21,3 dan yang terendah pada sampel ke-9

dengan rata-rata 3 cm.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun bawang merah pada blok 1 yang diamati setiap 1 minggu sekali,

begitu juga dengan blok 2. Dari data diatas dapat di ketahui bahawa pada blok 1 jumlah

daun yang paling banyak pada blok 1 minggu ke dua setelah (MST) pada sempel 6

dengan jumlah 37 helai dan yang paling terendah pada sampel 15 dengan jumlah 7

helai. Dari data diatas dapat di ketahui bahawa pada blok 1 jumlah daun yang paling

banyak pada blok 1 minggu ke tiga setelah (MST) pada sempel 6, dengan jumlah 22

helai dan yang paling terendah pada sampel 4, 9, 19 dan 20 dengan jumlah 0 helai.

Dari data diatas dapat di ketahui bahawa pada blok 1 jumlah daun yang paling banyak

pada blok 1 minggu ke empat setelah (MST) pada sempel 6 dengan jumlah 20 helai

dan yang paling terendah pada sampel 1, 2, 4, 7, 9, 12, 19 dan 20 dengan jumlah 0

helai. Rataan pada jumlah daun tertinggi pada blok satu dengan sempel 18 adalah

21,3 dan jumlah daun terendah pada blok ke 9 adalah 3.

Jumlah daun bawang merah pada blok 2 yang diamati setiap 1 minggu sekali.

Dari data diatas dapat di ketahui bahawa pada blok 2 jumblah daun yang paling banyak

pada blok 2 minggu ke dua setelah (MST) pada sempel 17 dengan jumlah 25 helai
dan yang paling terendah pada sampel 9 dengan jumlah 6 helai. Dari data diatas

dapat di ketahui bahawa pada blok 2 jumlah daun yang paling banyak pada blok 2

minggu ke tiga setelah (MST) pada sempel 16 dengan jumlah 20 helai dan yang

paling terendah pada sampel 3, 6, 7, 8, 17 dan 20 dengan jumlah 0 helai. Dari data

diatas dapat di ketahui bahawa pada blok 2 jumlah daun yang paling banyak pada blok 2

minggu ke empat setelah (MST) pada sempel 16 dengan jumlah 19 helai dan yang

paling terendah pada sampel 1, 3, 4, 5, 6, 7, 13, 17, 19 dan 20 dengan jumlah 0

helai. Rataan pada jumlah daun tertinggi pada blok 2 dengan sempel 16 adalah

20,7 dan jumlah daun terendah pada sempel ke 3 adalah 4.

Jumlah Anakan

Pada pengamatan jumlah anakan blok 1 dilakukan pada minggu kelima,

dan jumlah anakan yang terbanyak dimiliki oleh sampel ke-5 dengan anakan

berjumlah 6 anakan dan yang terendah pada sampel ke-1, 2, 9, 12, dan 19 dengan

anakan berjumlah 0 anakan. Pada minggu keenam jumlah anakan yang terbanyak

pada sampel ke-5, 11, dan 13 dengan anakan berjumlah 6 anakan dan yang yang

memiliki anakan terendah terdapat pada sampel ke-1, 2, 9, 12, 17, dan 19 dengan

anakan berjumlah 0. Pada minggu ketujuh jumlah anakan yang terbanyakan pada

sampel ke-11 dengan anakan berjumlah 7 anakan dan jumlah anakan yang

terendah pada sampel ke-1, 2, 7, 9, 12, 17, 19 dan 20 dengan 0 anakan. Dan

jumlah rataan anakan yang tertinggi pada sampel 13 dengan rata-rata 5,7 anakan

dan rataan yang terendah pada sampel 1, 2, 9, dan 19 dengan rata-rata 0 anakan.

Pada pengamatan jumlah anakan blok 2 dilakukan pada minggu kelima,

dan jumlah anakan yang terbanyak dimiliki oleh sampel ke-2, 9 dan 18 dengan

anakan berjumlah 4 anakan dan yang terendah pada sampel ke-1, 3, 5, 6, 8, 16,

17dan 20 dengan anakan berjumlah 0 anakan. Pada minggu keenam jumlah


anakan yang terbanyak pada sampel ke-15 dengan anakan berjumlah 6 anakan dan

yang yang memiliki anakan terendah terdapat pada sampel ke- 1, 3, 5, 6, 8, 16, 17,

dan 20 dengan anakan berjumlah 0. Pada minggu ketujuh jumlah anakan yang

terbanyakan pada sampel ke-15 dengan anakan berjumlah 6 anakan dan jumlah

anakan yang terendah pada sampel ke- 1, 3, 5, 6, 7, 8, 13, 16, 17, 19 dan 20

dengan 0 anakan. Dan jumlah rataan anakan yang tertinggi pada sampel 15

dengan rata-rata 5,7 anakan dan rataan yang terendah pada sampel 1, 3, 5, 6, 8, 16,

17 dan 20 dengan rata-rata 0 anakan.

Berat Basah Per Plot (g)

Dalam pengamatan hasil ini kelompok yang memilik hasil paling berat

berada pada kelompok 1 dengan berat baawang merah pada blok 1 sebesar 300 g

dan blok 2 sebesar 150 g dan memiliki total sebesar 450 g dengan rataan 225 g.

Hal ini sesuai dengan literatur bahwasanya kotoran sapi yang tersusun dari

feses, urin, dan sisa pakan mengandung nitrogen yang lebih tinggi daripada yang

hanya berasal dari feses, oleh karna itu pertumbuhan dan perkembangan pada

tanaman bawang merah berbeda-beda (Novizan, 2003).


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Panjang daun yang terpanjang pada blok 1 terdapat pada sampel 6 minggu
ketiga dengan panjang 26 cm dan terendah pada sampel 2 minggu keempat.
Pada blok 2 yang terpanjang pada sampel 7 minggu keempat dengan panjang
22 cm dan terendah pada sampel 4 minggu keempat dengan panjang 10 cm.
2. Jumlah daun terbanyak pada blok 1 terdapat pada sampel 6, 10, 16, dan 18
minggu ke tiga dengan jumlah daun 26, 23, 23, dan 23 helai dan yang
tersedikit pada sampel ke 2, 4 dan 8 minggu keempat dengan jumlah daun 14,
15, dan 17. Pada blok 2 jumlah daun terbanyak pada sampel 7 minggu ke 2
dengan jumlah 22 helai, dan yang tersedikit pada sampel 4 dengan jumlah 10.
3. Jumlah anakan yang terbanyak pada blok 1 terdapat pada sampel 5 dengan
jumlah 6 anakan pada minggu ke 7 dan terendah pada sampel ke 2 dengan
jumlah 0 anakan, pada minggu 5, 6, dan 7. Pada blok 2 jumlah anakan
terbanyak pada sampel 2 minggu 7 berjumlah 4 anakan dan yang paling
tersedikit jumlah anakannya terdapat pada sampel 1, 3, 5, 6, 8, 16, dan 17
dengan jumlah anakan 0 minggu ke 5, 6, dan 7.
4. Berat basah per plot berada pada kelompok 1 dengan berat bawang merah
pada blok sebesar 300 g, dan blok 2 sebesar 150 g, dan memiliki total sebesar
450 g dengan rataan 225 g.
Saran
Adapun saran yang dapat kami berikat pada praktikum budidaya tanaman
bawang merah tersebut agar disarankan untuk sekali penanaman sebaiknya
menggunakan pupuk kandang baik itu kotoran kambing maupun jenis hewan
lainnya.
Sebelum menanam sebaiknya memastikan pemasaran hasil panen bawang
merah apabila penanam tersebut ingin diperjual belikan agar memperoleh harga
yang sesuai. Apabila mendapatkan pasar yang disesuaikan dengan permintaan
maka tanaman bawang merah dapat ditanam dengan sistem yang berbeda agar
dapat meningkatkan hasil produksi, dan yang perlu diperhatikan untuk lahan yang
kami pergunakan pada penanaman bawang merah agar terkondisinya untuk sistem
irigasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Aguslina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 20 hlm.

Anisyah, F. 2014. Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah dengan Pemberian


Berbagai Pupuk Organik. Fakultas Pertanian USU.Medan.

Amato, F. 2001. Autotetraploide a spontanea in Allium c epa. L . Caryologia.


11:6-8

Ashari, S. 2001. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press.


Jakarta.

Fehri, W. R, 2001. Principles of cult ivar improve -ment. Vol. 1. Theory and
technique. Macmillan Publishing Company, New York.p:312-316.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Herawan, T., 2003. Propagasi Klon Acacia mangium Melalui Kultur


Jaringan.Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 1 No. 2. Hal. 43 – 48.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan: Yogyakarta.

Hidayat. 2004. Budidaya Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang Bombay.


Kanisius. Yogyakarta. 130 hal.
Harmann, H.T. and D.E Kester. 2004. Plant propagation principles and practices

Jumin, Hasan Basri. 2004. Dasar-Dasar Agronomi. PT. Raja Garfindo. Jakarta

Machmudi, 2012. Petunjuk Praktikum Hortikultura Buah. Malang. UMM

Manihuruk,G. 2007. Uji Efektifitas Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan


Penyakit Bercak Ungu (Alternaria porri Ell. Cif) Pada Bawang Merah
(Allium Ascalonicum. L.) di Lapangan. Universitas Sumatra Utara
Nugroho H. 2009. Perbanyakan, dan Perawatan Tanaman. Bogor : PT Gramedia

Novizan. 2003. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta

Pitojo, S. 2003. Benih Bawang Merah. Kanisius. Yogyakarta. 82 hal

Pujiono, S. 2010. Evaluasi beberapa kultivar bawang merah untuk musim


penghujan di Brebes. Bul.Penel.Hort. XVIII(1):85-89.
Soedomo, 2002.Pengaruh pemotongan ujung umbi dan lamanya penyimpanan
umbi bibit bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap hasil umbi di
Brebes, Jawa Tengah. J. Hort.2(1):43-47.

Suriani, N. 2011. Bawang Bawa Untung. Budidaya Bawang Merah dan Bawang
Merah. Cahaya Atma Pustaka. Yogjakarta.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Morfologi Tumbuhan.Kanisius : Yogyakarta


DOKUMENTASI KEGIATAN PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai