“SKRINING”
OLEH:
KELOMPOK 1
1.AGUNG SURYA DAMANIK 180209002
2.AMINAH RUMONDANG PANE 180209005
3.ANGGI NOVIKA RANI 180209009
4.CUT MALAHAYATI 180209013
5.DEASY CAHYANI SITEPU 180209016
6.DESIMAWATI ZEBUA 180209019
7.VIKRAH SETIA LAIA 180209036
DOSEN PENGAMPUH:
MIDO ESTER
2018
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2
C. TUJUAN ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI SKRINING ....................................................................................... 3
B. TUJUAN SKRINING ........................................................................................ 3
C. SYARAT-SYARAT SKRINING ...................................................................... 4
D. MACAM-MACAM SKRINING ....................................................................... 5
E. TES SKRINING ................................................................................................. 6
F. CONTOH SKRINING........................................................................................ 11
A. LATAR BELAKANG
Skrining berkembang dengan pesat dan diterima secara luas dalam praktek kesehatan.
Skrining juga merupakan bentuk pencegahan sekunder. Bentuk skrining dapat berupa konseling
tentang gaya hidup masyarakat (Hackl, dkk.2012)
Skrining atau penyaringan merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah, dapat
diterapkan pada populasi tertentu yang relatif sehat. Program skrining sangat dibutuhkan karena
adanya isu yang mendasari penemuan gejala penyakit secara dini akan lebih baik dibandingkan
dalam waktu yang lama, pencegahan sebelum terjadinya penyakit akan lebih baik dibandingkan
dengan sudah terjadinya penyakit serta pencegahan memerlukan biaya yang relatif ringan
sehingga diagnosis lengkap kepada orang yang mempunyai faktor resiko tinggi dan
pengobatan kepada penderita dapat dilakukan secara dini (Noor, 2008).
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Apa definisi dari skrining
2. Apa saja tujuan skrining?
3. Apa saja syarat-syarat skrining?
4. Apa saja macam-macam dari skrining?
5. Apa saja validitas dan reabilitas skrining?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Mengetahui definisi skrining
2. Mengetahui tujuan skrining
3. Mengetahui syarat skrining
4. Mengetahui macam skrining
5. Mengetahui validitas dan reabilitas skrining
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI SKRINING
Menurut WHO pengertian skrining adalah upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang
belum diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat secara
cepat membedakan orang yang tampak sehat benar-benar sehat dengan orang yang tampak sehat
tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Skrining adalah pemeriksaan orang-orang
asimptometik untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan
mengidap atau diperkirakan tidak mengidap penyakit yang menjadi objek skrining
(Sulistiani, 2012).
Sumber yang lain menyatakan bahwa penyaringan adalah suatu usaha mendeteksi atau
menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala (tidak tampak) dalam suatu
masyarakat atau penduduk tertentu melalui tes atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana
untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan
besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan (Noor, 2008).
B. TUJUAN SKRINING
Menurut Morton (2009), tujuan skrining adalah mencegah penyakit atau akibat penyakit
dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik dalam riwayat alamiah ketika
proses penyakit dapat diubah melalui intervensi. Bustan (2006) memiliki pendapat yang
berbeda mengenai tujuan dilakukannya skrining yaitu :
1. Mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh
pengobatan,
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat,
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin,
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan selalu
waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini,
5. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi dan peneliti.
C. SYARAT – SYARAT SKRINING
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi beberapa
kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan suatu tes
penyaringan, berikut ini merupakan syarat-syarat skrining menurut Noor (2008).
1. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam
masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut,
2. Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan penyediaan obat dan jangkauan
biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat atau kekuatan
3. Tersedianya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang dinyatakan
positif serta tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang dinyatakan positif melalui diagnosis
klinis,
4. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup lama dan
dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
5. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas dan
spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standar untuk mengetahui apakah di suatu
daerah yang dilakukan skrining berkurang atau malah bertambah frekuensi endemiknya,
6. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus dapat
diterima oleh masyarakat secara umum,
7. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan pasti,
8. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang dinyatakan
menderita penyakit tersebut,
9. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik akhir
pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa melakukan tes tersebut,
10. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap penyakit tersebut
serta penemuan penderita secara berkesinambungan. Keberhasilan suatu tes skrining
berhubungan dengan tujuan skrining.
Wilson dan Junger menganjurkan untuk memperhatikan persyaratan untuk keberhasilan
skrining sebagai berikut:
1. Seharusnya ada pengobatan yang sesuai dan dapat diterima bila hasil pemeriksaan positif,
2. Fasilitas pengobatan dan diagnosis harus tersedia,
3. Mengenal kelainan yang timbul tahap dini suatu penyakit,
4. Harus ada tes atau pemeriksaan yang sesuai,
5. Tes atau pemeriksaan harus diterima masyarakat,
6. Riwayat alamiah yang di skrining harus dimengerti secara baik,
7. Harus ada kebijakan yang disetujui untuk mengobati bila pasien positif terkena penyakit,
8. Biaya harus seimbang secara keseluruhan,
9. Penemuan kasus harus merupakan proses berkelanjutan, tidak hanya berdasarkan proyek,
10. Test cukup sensitif dan spesifik,
11. Penyakit atau masalah yang akan di skrining merupakan masalah yang cukup
serius,prevalensinya tinggi, merupakan masalah kesehatan masyarakat,
12. Kebijakan intervensi atau pengobatan yang akan dilakukan setelah dilaksanakannya
skrining harus jelas.
2. Selective screening
Populasi tertentu menjadi sasaran dari jenis skrining ini, dengan target populasi
berdasarkan pada risiko tertentu. Tujuan selective screening pada kelompok risiko tinggi untuk
mengurangi dampak negatif dari skrining. Contohnya, Pap’s smear skrining pada wanita usia >
40 tahun untuk mendeteksi Ca Cervix, atau mammography skrining untuk wanita yang punya
riwayat keluarga menderita Ca.
3. Single disease screening
Jenis skrining yang hanya dilakukan untuk satu penyakit. Misalnya, skrining terhadap
penderita penyakit TBC, jadi lebih tertuju pada satu jenis penyakit.
5. Multiphasic screening
Pemeriksaan skrining untuk beberapa penyakit pada satu kunjungan waktu tertentu. Jenis
skrining ini sangat sederhana, mudah dan murah serta diterima secara luas dengan berbagai
tujuan seperti pada evaluasi kesehatan dan asuransi. Sebagai contoh adalah pemeriksaan
kanker disertai dengan pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol.
E. TES SKRINING
Tes ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam epidemiologi untuk mengetahui
prevelensi suatu penyakit yang tidak dapat di diagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan
tinggi pada suatu individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan
serius yang memerlukan penanganan segara. Namun dengan demikian masih harus dilengkapi
dengan pemeriksaaan lain untuk menentukan diagnosis definit (Chandra, 2009).
a. Validitas
Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang
hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin Azwar (2014) bahwa validitas
mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya.
Sedangkan validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan
antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai dua komponen yaitu :
1) Sensitivitas
Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk menunjukan secara tepat individu-
individu yang menderita penyakit atau besarnya probabilitas seseorang yang sakit akan
memberikan hasil tes positif pada tes diagnostik tersebut. Sensitivitas merupakan true positive
rate (TPR) dari suatu tes diagnostik.
2) Spesifisitas
Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk menunjukan secara tepat individu-
individu yang tidak menderita sakit. Besarnya probabilitas seseorang yang tidak sakit atau sehat
akan memberikan hasil tes negatif pada tes diagnostik. Sensitivitas merupakan true
negative rate (TNR) dari suatu tes diagnostik.
Sensitivitas dan spesifisitas merupakan komponen ukuran dalam validitas, selain itu
terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam validitas yaitu :
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar- benar menderita
penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang sebenarnya tidak sakit
tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit dengan hasil test
yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang sebenarnya menderita
penyakit tetapi hasil test negatif.
2. Reliabilitas
Groth-Marnat (2008) mendefinisikan reliabilitas suatu test merujuk pada derajat stabilitas,
konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Ia melihat seberapa skor yang diperoleh seseorang itu
akan menjadi sama jika orang itu diperiksa ulang dengan tes yang sama pada kesempatan
berbeda. Reliabilitas skrining adalah ukuran konsistensi berdasarkan orang dan waktu. Menurut
Budiarto (2003) reliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut.
A. KESIMPULAN
1. Skrining merupakan upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang belum diketahui dengan
menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat secara cepat membedakan orang
yang tampak sehat benar-benar sehat dengan orang yang tampak sehat tetapi sesungguhnya
menderita kelainan.
2. Skrining bertujuan untuk medeteksi penyakit sedini mungkin sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan, dan kematian, serta meningkatkan kulaitas hidup.
3. Syarat skrining antara lain, masalah kesehatan tersebut merupakan masalah
kesehatan yang berarti dengan kata lain mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat secara luas,
tersedianya obat yang potensial untuk menyembuhkan penyakit tersebut, tersedia fasilitas dan
biaya untuk diagnosis pasti, adanya standar yang telah disepakati, dimungkinkan untuk
dilakukan pemantauan kepada individu yang positif terkena suatu penyakit.
4. Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di skrining.
5. Validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara orang
yang sakit dan orang yang tidak sakit. Sedangkan reabilitas dalam skrining merupakan ukuran
konsistensi berdasarkan orang dan waktu.
B. SARAN
Bagi para pembaca di harapkan untuk memberikan saran yang bersifat mendukung demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
A.Keles & U. Yafuz. 2011. “Expert system based on neuro-fuzzyrules for diagnosis breast cancer”.
Expert system with Application, 38 (5), pp. 5719-5726.
Azwar S. 2014. Psikologi Inteligensi. Yogyakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Budiarto dan Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : EGC Bustan, M.N.2006 .
Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti Kanker. Jakarta: Penebar Swadya.