Anda di halaman 1dari 4

Maximilla Febriana

19018111 - SBM

Essay UTS Agama dan Etika Katolik

Rangkaian aksi demonstrasi mahasiswa yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, tepatnya
pada tanggal 23 September 2019 sampai 2 Oktober 2019 menjadi perhatian khusus bagi
masyarakat Indonesia. Mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Aceh, Medan,
Yogyakarta, Semarang, hingga Balikpapan, dan masih banyak daerah lainnya, menggemakan
suara dan tuntutannya untuk mendesak pemerintah membatalkan revisi Undang-undang Komisi
Pemberantasan Korupsi (UU KPK), menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (RKUHP), segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan
Kekerasan Seksual, dan tuntutan lainnya.

Sebagai seorang mahasiswa, menurut saya tindakan menyuarakan pendapat itu bukanlah
merupakan sesuatu hal yang salah maupun dilarang, tetapi perlu juga diperhatikan cara
penyampaiannya yang harus sesuai aturan yang berlaku. Akan menjadi sesuatu yang aneh jika
mahasiswa hanya berdiam diri saja jika telah terjadi sesuatu yang salah atau adanya
ketidaksesuaian yang dilakukan pemerintah, dengan kata lain mahasiswa perlu untuk “melek
politik”.

Sebelum melakukan aksi demonstrasi, ada baiknya para mahasiswa memperhatikan


aturan, tata cara, dan pedoman, serta hal-hal yang dilarang dilakukan ketika berunjuk rasa, yang
sudah tercantum dalam undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian
Pendapat di Muka Umum​.

Tetapi jika melihat fakta yang terjadi di lapangan, aksi demonstrasi yang terjadi
akhir-akhir ini justru berakhir anarkis dan bahkan menelan beberapa korban jiwa. Pihak polisi
dan keamanan pun sampai harus menembakan gas air mata dan senjata api kepada para massa.
Banyak oknum perusuh serta pelajar SMA dan SMK yang menjadi massa dalam aksi
demonstrasi. Padahal menurut saya untuk menyampaikan aspirasi harus kritis dan paham betul
masalah apa yang sebenarnya didemokan, bukan hanya asal ikut-ikutan saja. Karena tujuan
utama demo adalah untuk memperjuangkan bangsa dan meminta pertanggungjawaban
pemerintah agar mendengarkan dan membuat kebijakan sesuai aspirasi rakyat. Sehubungan
dengan itu, pelajar setingkat SMA dan SMK dapat dibilang belum dibekali pengetahuan politik
yang cukup dan berkemungkinan bahwa mereka belum terlalu paham mengenai apa yang
sebenarnya dituntut. Aksi yang semula didukung oleh banyak kalangan masyarakat ini menjadi
sesuatu yang menimbulkan kritik dan banyak juga yang tidak lagi simpati.

Meskipun tidak turun ke lapangan untuk berunjuk rasa secara langsung, sebagai
mahasiswa yang disebut sebagai kaum terpelajar, banyak cara untuk berjuang dan
menyampaikan pendapat secara damai. Misalnya bisa mendukung teman-teman yang berjuang di
lapangan lewat tulisan maupun karya-karya untuk menyalurkan aspirasi. Salah satunya dengan
media sosial Instagram, dimana saya bisa menyampaikan pendapat sekaligus mengajak
teman-teman mahasiswa lain untuk tidak apatis dan peka terhadap kondisi yang sedang terjadi
saat ini.

Bila saya berperan sebagai orang tua, jika anak-anak saya sedang terlibat dalam aksi
demonstrasi, saya tidak akan melarangnya melainkan akan tetap memberi dukungan,
pemahaman, dan pastinya tidak lepas pengawasan. Dengan keterlibatannya tersebut,
menandakan bahwa anak tersebut peduli, tidak apatis, dan mempunyai rasa tanggung jawab
terhadap Negara. Di usia yang menginjak dewasa tersebut, wajar sekali seorang individu yang
berpendidikan untuk mulai mengkritisi sesuatu. Tetapi tidak ada salahnya membimbing dan
mengetahui dengan pasti apa yang sebenarnya sedang disuarakan. Jika masalah yang didemokan
terkesan tidak jelas dan kurang sesuai, maka sebagai orang tua perlu dengan tegas melarang
anaknya agar terhindar dari sesuatu yang buruk.

Karakter setiap individu pasti berbeda, jika ternyata anak saya tidak terlibat dengan aksi
demonstrasi, saya menganggap hal tersebut bukanlah sesuatu yang salah pula. Cara untuk
menyampaikan pendapat dan mengungkapkan rasa peduli setiap orang berbeda-beda. Setiap
orang pun sudah memiliki peran dan tugasnya masing-masing. Mungkin bisa saja menyalurkan
pendapatnya dengan cara lain, seperti yang telah saya jabarkan sebelumnya. Tetapi pastikan
alasan mengapa anak tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi. Jangan sampai anak menjadi apatis
dan ternyata benar-benar tidak mengerti tentang kondisi yang terjadi. Maka dari itu sangat
penting untuk mengajari anak berpikir kritis sejak dini dan mengajak anak berdiskusi dan
bertukar cara pandang terhadap masalah tertentu.

Sekarang, jika memposisikan diri sebagai polisi atau petugas keamanan lainnya, tentunya
saya akan menjalankan tugas sesuai dengan pedoman dan prosedur yang sudah ada. Banyak
aturan tertulis yang sudah ada, misalnya Pasal 23 ayat [1] dan Pasal 24 Perkapolri 9/2008,
Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, dan dasar-dasar
hukum yang lainnya. Tetapi dalam prakteknya, sebagai aparat yang berwenang menjaga
keamanan agar massa tetap kondusif, polisi hendaknya menghindari sikap arogan,
mengintimidasi, dan melakukan kekerasan. Sebagai aparat, wajib untuk menjaga sikap untuk
tidak emosional karena polisi tidak punya kewenangan untuk mengejar pelaku, membalas
melempar pelaku, dan menganiaya atau memukul. Jika polisi terbukti melakukan hal-hal tersebut
maka harus menerima konsekuensi yang ada karena demonstran bisa melaporkan tindakan
tersebut kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan bisa ditindaklanjuti.

Akan tetapi lain halnya jika massa sudah melanggar aturan, seperti bersikap anarkis,
demo melewati waktu yang sudah ditentukan, menggunakan senjata untuk melawan, polisi wajib
untuk bertindak tegas dan menindak sesuai dengan SOP yang ada. Hal tersebut tentunya
bertujuan untuk menghentikan pelaku agar tidak bertindak anarkis lagi dan agar tidak
menimbulkan korban jiwa.

Sebagai mahasiswa/i Katolik, tentunya saya tidak bisa bersikap apatis, tutup mata, dan
tutup telinga terhadap kondisi hiruk pikuk negeri ini. Apalagi sekarang banyak terjadi isu-isu dan
permasalahan di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, sosial budaya, hingga politik. Dengan
status dan peran yang saya jalani sekarang, saya harus berkontribusi terhadap pembangunan
bangsa. Mahasiswa merupakan agent of change yang diharapkan bisa membawa perubahan
bangsa ke arah yang lebih baik. Untuk bisa membawa perubahan, harus dimulai dari langkah
kecil dan dari diri sendiri terlebih dahulu lalu bisa meluas hingga ke ruang lingkup bangsa dan
negara.

Langkah kecil tersebut bisa dimulai dan dipraktekan dalam hidup bermasyarakat.
Hendaknya kita harus aktif dan terlibat dalam bermasyarakat. Hal-hal yang bisa dilakukan adalah
dengan selalu bertegur sapa ketika berpapasan dengan orang lain. Harus bisa membuka diri dan
bergaul dengan sesama yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda juga salah satu
kunci untuk merajut kerukunan.

Sebagai pemuda pemudi Katolik, hendaknya terlibat juga mengambil peran dalam
organisasi-organisasi di masyarakat, misalnya menjadi panitia penyelenggaraan pemilu. Selain
itu juga bisa aktif dalam kegiatan volunteer, baik untuk kemanusiaan maupun lingkungan.
Kegiatan volunteer tersebut dapat berupa mengajar adik-adik yang berasal dari ekonomi kurang
mampu, menjadi relawan di tempat yang terkena bencana alam, hingga kegiatan-kegiatan
pelestarian lingkungan.

Untuk keselamatan dan kesejahteraan negeri, sebagai mahasiswa tentunya yang dapat
saya lakukan adalah dengan menjalankan kewajiban yaitu belajar dengan giat agar bisa
menggunakan ilmu yang didapat demi pembangunan bangsa. Selain itu, sangat penting untuk
berpegang pada norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, dan tentunya menerapkan
nilai-nilai Pancasila. Hal yang perlu diingat dan diperhatikan adalah berhubung Indonesia
merupakan negara multikultural, yang menjadi kunci utama adalah saling menghargai,
menghindari arogansi dan menolak kekerasan dalam bentuk apapun.

Anda mungkin juga menyukai