Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korban perdagangan manusia (human trafficking) semakin
memprihatikan, ini merpakan isu yang harus disosialisasikan. Sebab, tidak
banyak orang mengetahui dan menyadari akan adanya human trafficking ini.
Ada beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai perdagangan manusia ,
seperti bekerja tanpa bayar dan yang paling populer ialah eksploitasi seksual.
Pada salah satu artikel mengatakan bahwa “Di Indonesia sendiri korban dari
human trafficking pada tahun 2015 mencapai 74.616 hingga 1 juta orang per
tahunnya”. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar terjadinya korban
human traffcking dengan mayoritas korban adalah wanita yang
diperdagangkan untuk tujuan dipekerjakan sebagai buruh atau untuk
eksploitasi seksual dan anak yang menjadi diskriminasi. Banyak modus yang
dilakukan oleh para tersangka untuk membujuk korbannya agar terbuai dalam
praktek ini, modus yang seringkali digunakan ialah pengiriman TKI
Perempuan. Adanya supply and demand yang tinggi karena TKI dianggap
paling ramah diantara pekerja asing lainnya namun ternyata paling rentan
dieksploitasi. Salah satu masalah yang menjadi pemicu korban dapat terbuai
ialah masalah ekonomi.
Faktor kemiskinan dan pendidikan yang rendah yang cenderung
membuat anak susah untuk mengatakan “tidak”,orang tua yang berpendidikan
rendah dengan desakan ekonomi mebuat mereka bersedia melakukan apa
saja, untuk meningkatkan taraf hidupnya termasuk menjual anak mereka
sendiri. Adanya Penegakan hukum yang lemah dan bisa beli KTP/Paspor
palsu memicu maraknya perdagangan manusia. Adanya Oknum pemerintah
menyebabkan human trafficking ini semakin meningkat dan sulit ditangkap,
maka dari itu perlunya pencegahan terhadap human trafficking ini merupakan
kegiatan yang dapat meningkatkan kesadaran terhadap rekruitment tenaga
kerja dengan membangun kemitraan lintas sektoral melalui program
kebijakan ,perencanaan, dan bantuan anggaran bagi gugus Tugas
pemberantasan perdagangan manusia di tingkat nasional dan sub nasional .

1
Peran serta pemerintah dalam melakukan pencegahan terhadap human
trafficking ini sangatlah penting untuk menurunkan angka human trafficking.
Pemerintah harus mengadakan penguatan sistem peradilan dengan
meningkatkan kapasitas penegak hukum serta memperbaiki akses keadilan
bagi para korban perdagangan manusia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Dari Traffecking ?
2. Apa Faktor Penyebab Terjadinya Traffecking ?
3. Apakah Tanda Dan Gejala Traffecking ?
4. Bagaimana Bentuk, Modus Dan Dampak Apa Saja Yang Dilakukan Oleh
Traffecking ?
5. Apasaja penanggulangan dan pencegahan Dalam Trafficking Ini ?
6. Bagaimana Undang-Undang Tentang trafficking ?
7. Bagaimana Askep Teori Pada Trafficking ?
8. Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Korban Trafficking
Berdasarkan Kasus ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Definisi Dari Traffecking
2. Untuk Mengetahui Apasaja Faktor Penyebab Terjadinya Traffecking
3. Untuk Mengetahui Apakah Tanda Dan Gejala Traffecking
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Bentuk, Modus Dan Dampak Apa Saja
Yang Dilakukan Oleh Traffecking
5. Untuk Mengetahui Apasaja Didalam pencegahan dan Penanggulangan
Trafficking
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Undang-Undang Tentang trafficking
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Askep Teori Pada Trafficking
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Pada
Korban Trafficking Berdasarkan Kasus

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi Traffcking
Fenomena human trafficking (perdagangan manusia) merupakan salah
satu masalah kontemporer yang tengah mendapat perhatian serius.
Karakteristiknya bersifat represif dengan tujuan eksploitasi manusia (individu
atau kelompok). Luasnya pengaruh dan dampak ancaman yang ditimbulkan,
membuat isu human trafficking diklasifikasikan sebagai bentuk kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime). Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)
mendefenisikan human traficcking sebagai tindakan perekrutan,
penampungan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan
seseorang. Modus sindikat perdagangan manusia termanifestasi dalam
beragam bentuk yaitu penculikan, penggunaan kekerasan, penyekapan,
penipuan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, memberi bayaran hingga
penjeratan utang. Secara sederhana, perdagangan manusia dapat dipahami
sebagai suatu bentuk intimidasi terhadap nilai dan kebebasan hak-hak dasar
manusia. (Farhana 2010)
2.2. Faktor penyebab terjadinya traffecking
1. Kemiskinan
Masalah kemiskinan di Indonesia adalah fenomena sosial yang
sampai detik ini penanganannya dan solusinya yang secara konkrit belum
ada. Hal ini bukanlah persoalan yang baru bagi republik ini karena
persoalan kemiskinan adalah persoalan fenomena yang nampaknya
menjadi bagian dari kompleksnya berbagai persoalan di negeri ini. Dari
berbagai macam alasan dan penyebab kemiskinan yang timbul diantaranya
minimnya lapangan kerja, minimnya pengetahuan dan wawasan
masyarakat akan dunia ketenagakerjaan dan dunia usaha, juga persoalan
faktor karena banyaknya anggota keluarga yang tidak seimbang dengan
penghasilan yang didapatnya, jelas beberapa hal diatas sangat
mempengaruhi akan adanya kemiskinan.

3
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan minimnya
lapangan pekerjaan, membuat masyarakat kita memutuskan untuk mencari
sumber penghidupan di luar negeri dengan menjadi imigran. Terlebih sejak
masa orde baru, transmigrasi ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah dan
dijalankan di bawah pengawasan Departemen Transmigrasi mulai awal
1980-an pemerintah memperluas program transmigrasi ini dengan
memasukkan program ekspor tenaga kerja secara besar-besaran ke negara-
negara lain seperti Arab Saudi, negara- negara Timur Tengah, Malaysia,
Singapura, Hongkong, Brunei, Taiwan, dan Jepang.
2. Rendahnya tingkat pendidikan
Dalam hal ini pendidikan dirasakan sangat memegang peranan
penting, disamping perlunya sebuah ijazah pendidikan yang sangat tinggi
sebagai suatu persyaratan pendidikan yang cukup membuat seseorang
dapat memperoleh wawasan yang luas dan pengetahuan yang cukup
dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah, meskipun bukan
jaminan namun dengan modal tersebut seseorang tidak mudah ditipu atau
lebih kecil kemungkinannya untuk dapat dikelabuhi, terutama jika
menyangkut soal dokumen, karena telah mempunyai kemampuan untuk
membaca dokumen tersebut dan mempelajarinya, meskipun awam akan
prosedur administrasi, akan tetapi dapat meminimalisir adanya penipuan
atau kecurangan.
Adanya fenomena masalah rendahnya tingkat pendidikan ini efek
negatifnya dalam hal migrasi ditandai atau dapat dilihat, dimana didalam
negeri sendiri saja banyak ijazah yang tidak laku, apabila hanya pada
tingkat lulusan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) atau
SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) yang ijazahnya sering tidak laku
untuk dijadikan syarat suatu pekerjaan di tanah air, selain itu rendahnya
tingkat pendidikan terlebih lagi bila hanya pada lulusan SD/sederajat,
bahkan lebih parah lagi malah buta huruf karena tidak pernah mengenyam
pendidikan sama sekali, sehingga hal ini sangat rawan dengan terjadinya
penipuan, pemalsuan dokumen, dan akan lebih memudahkan menjebak
dan menjerat korban, sesuai dengan tujuan si pelaku untuk

4
mengeksploitasi atau bahkan memperdagangkan sesuai keinginannya atau
sesuai dengan pesanan penadah atau pihak yang berkepentingan dengan
hal tersebut (eksploitasi dan perdagangan).
3. Dipaksa dengan kekerasan
Ini lebih condongnya anarkis secara terang-terangan, beban
psikologis lebih membekas, lapisan yang lebih biadab yaitu ditampilkan
pada korban secara paksa mereka mengikuti perintah yang tidak sesuai
dengan perkembangan pada umumnya mereka, sedangkan perempuan
kebanyakan sebagai budak seks dalam gerakan pagar besi, mucikari,
germo, majikan, dan lain-lain.
4. Pengaruh Globalisasi
Pemberitaan tetang trafficking (perdagangan manusia), pada
beberapa waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu
yang aktual, baik dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat
lintas batas negara. Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi
khususnya yang dikaitkan dengan perempuan daan kegiatan industri
seksual, ini baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media massa
pada beberapa tahun terkhir ini. Kemungkinan terjadi daalam skala kecil,
atau dalam suatu kegiatan yang teroganisir dengan sangat rapi. Merupakan
sebagian dari alasan-alasan yang membuat berita-berita perdagangan ini
belum menarik media massa pada masa lalu. Adapun pengaruh dari akibat
globalisasi dunia, Indonesia juga tidak dapat luput dari pengaruh
keterbukaan dan kemajuan di berbagai aspek teknologi, politik, ekonomi,
dan sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek terebut membawa perubahan
pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang diacu oleh
berbagai kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perubahan dan kemudahan tersebut menjadi
konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial termasuk
pada perempuann dan anak, salah satunya adalah berkembangnya
perdagangan seks pada anak. (Kebendaan, 2017)

5
2.3. Tanda dan gejala traffecking
Bagi korban trafficking mereka akan mengalami keadaan psikologis berikut :
1. Stress
2. Trauma
3. Depresi
4. Rasa takut akan sering muncul pada diri korban perdagangan manusia.
5. Korban terkadang berfikir untuk bunuh diri
6. Kepercayaan dan harga diri yang kurang\
7. Selalu merasa bersalah
8. Merasa takut
9. Merasa ketakutan sering mimpi buruk
10. Kehilangan harga diri. (Farhana 2010)
2.4. Bentuk, modus, dan dampak/pengaruh dari trafficking
1. Bentuk
Adapun bentuk-bentuk tarfficking diantaranya adalah:
a. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi.
Misalnya perempuan yang miskin dari kampung atau
mengalami perceraian karena akibat kawin muda atau putus
sekolah kemudian diajak bekerja ditempat hiburan kemudian
dijadikan pekerja seks atau panti pijat. Korban bekerja untuk
mucikari atau disebut juga germo yang punya peratutan yang
eksploitatif, misalnya jam kerja yang tak terbatas agar
menghasilkan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Kesempatan
untuk melepaskan diri sangatlah sulit sekali. Jika korban protes
maka mereka diharuskan membayar sejumlah uang sebagai ganti
dari biaya hidup yang digunakan oleh korban. Dalam prakteknya
korban dalam posisi yang lemah dan diskenariokan untuk selalu
tergantung atau merasa membutuhkan aktor baik untuk kebutuhan
rasa aman maupun kebutuhan secara ekonomis.
2) Eksploitasi non komersial

6
Misalnya pencabulan terhadap anak, perkosaan dan
kekerasan seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang
dapat dengan bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa
dijerat hukum. Sementara perempuan sebagai korban harus
menderita secara lahir dan batin seumur hidup bahkan ada yang
putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, ada juga
yang karena tidak sanggup menghadapi semuanya terganggu
jiwanya. Di Indonesia keberadaan perempuan yang dijerumuskan
ke dalam prostitusi yang diperdagangkan seksualitasnya dan
perempuan yang digunakan untuk memproduksi bahan-bahan
pornugrafi merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Dalam
banyak kasus, perempuan semula dijanjikan oleh pihak-pihak
tertentu untuk bekerja sebagai buruh migran, pembantu rumah
tangga, pekerja restoran, pelayan toko, dan lain sebagainya. Tetapi
kemudian dipaksa pada industri seks pada saat mereka tida pada
daerah tujuan. Eksploitasi seksual baik yang komersial maupun
yang non komersial kedua-duanya sama-sama menjadi penyakit
penyebar HIV dan AIDS, sebuah virus yang menggerogoti sistem
kekebalan tubuh sehingga jika seseorang sudah tertular maka
kekebalan tubuhnya sudah tidaki ada lagi. Dari tahun ke tahun
penularan penyakit ini perkembangannya semakin pesat, yang
tertular tidak hanya di kalangan masyarakat kota tapi juga sampai
ke pelosok desa seperti papua. Ini adalah masalah yang sangat
besar, satu sisi agama dan negara mencegah dengan
peraturanperaturannya namun disisi lain kejahatan semakin
merajalela dan semakin canggih.
b. Pekerja Rumah Tangga
Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun di
dalam wilayah Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang
dibawah paksaan, pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak
bekerja. mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang, upah yang
tidak dibayar. Selama ini juga pekerja rumah tangga tau yang disebut

7
pembantu tidaklah dianggap sebagai pekerja formal melainkan sebagai
hubungan informal antara pekerja dan majikan, dan pekerjaan kasar
yang tidak membutuhkan keterampilan. upah yang diterima sangat
rendah dibawah UMR yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang
dilakukan, dimana jam kerja yang sangat panjang, tidak ada libur,
bahkan banyak yang tidak ada waku untuk istirahat.
Perlakuan yang lebih buruk lagi adalah mereka diperlakukan
layaknya budak, baik ketika menyuruh suatu pekerjaan atau dalam hal
makan, di mana mereka diberi makan yang sedikit dan tidak memenuhi
standar gizi yang dapat memberikan asupan tenaga, dilarang
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya bahkan di luar negeri
seringkali majikan dan agen menyita paspor TKW agar tidak bisa kabur
jika mereka diperlakukan oleh semua majikan karena ada juga majikan
yang baik dalam memperlakukan pembantu rumah tangganya bahkan
menganggapnya sebagai keluarga.
c. Penjualan Bayi
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga
modern menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker.
Keluarga modern yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil
pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk
mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang menyebabkan
lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya.
Selama tahun 2007, gugus tugas anti trafficking Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan (GTA MNPP) menemukan sekitar 500 anak
Indonesia yang diperdagangkan ke Swedia. Para trafficker tidak hanya
mengambil anak-anak usia belita, usia sekolah dan remaja saja janinpun
bisa mereka tampung.
Cara atau modus penjualan bayi bervariasi. Misalnya, beberapa
buruh migran Indonesia yang menjadi korban sebagai perkawinan palsu
saat di luar negeri, dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi
secara illegal. Dalam kasus lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh

8
pembantu rumah tangga kepercayaannya yang melarikan bayi
majikannya kemudian menjual bayi tersebut kepasar gelap.
d. Jeratan Hutang
Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari perbudakan
tradiional, di mana korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan atau
tempatnya bekerja sampai hutangnya lunas. Ini terjadi mislanya pada
para TKW, di mana ketika mereka berangkat ke negara tujuan dibiayai
oleh PJTKI dan mereka harus mengganti dengan gaji sekitar empat
bulanan yang padahal jika dihitung-hitung baiaya yang dikeluarkan oleh
PJTKI tidak sebanyak gaji TKW tersebut. Ini menjadikan para TKW
harus tetap bekerja apapun kondisi yang dihadapi di lapangan sampai
habis masa kontrak. Karena itulah jeratan hutang dapat mengarah pada
kerja paksa dan membuka kemungkinan terjadinya kekerasan dan
eksploitasi terhadap pekerja.
Pekerja kehilangan kebebasannya untuk bekerja karena orang
yang menghutangkan ingin memastikan bahwa pekerja tidak akan lari
dari hutangnya. Meskipun secara teori mereka hutang tersebut dapat
dibayarkan dalam jangka waktu tertentu tetapi hutang tersebut akan
terus ditingkatkan sampai si peminjam tidak dapat melunasinya.
e. Pengedar Narkoba dan Pengemis
Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang namanya
narkoba. Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk
dicegah penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa.
karena secara materi hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis
dibanding dengan pekerjaan atau bisnis apapun. Inilah salah satu yang
menyebabkan orang-orang terjun kelingkungan mafia, karena satu sisi
hasilnya sangat menggiurkan dan disisi lain ia sulit menemukan
pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar walaupun resikonya
juga sangat besar.

9
Kemudian juga dimanfaatkan oleh bandar-bandar narkoba untuk
mengedarkan pil setannya juga menjadi penggunanya. Misalnya banyak
kasus dalam tayangan berita di mana muda mudi tertangkap
menyeludupkan narkoba termasuk heroin atau ganja tertangkap polisi.
Mereka sangat sulit sekali untuk membuka siapa yang ada dibalik
mereka, karena biasanya mereka sudah diikat dengan perjanjian untuk
tidak membuka dan kadangkala mereka sendiri tidak tau siapa pihak
pertama atau pemilik barang haram tersebut. Akhirnya merekalah yang
harus menerima resikonya sementara bandar narkobanya bebas
melenggang.

Pekerjaan lain yang juga menjadi penyakit adalah adanya


sindikat bagi para pengemis. Banyak perempuan-perempuan di lampu
merah yang bahkan menggendong anak kecil dengan penampilan yang
amat sangat tidak layak untuk masa sekarang ini yang serba modern
berburu kepingan rupiah dari mereka-mereka yang punya rasa iba.
Ternyata banyak diantara mereka yang dikordinir dan ditempatkan
ditempat-tempat yang sudah ditentukan. Untuk mengatasi masalah ini,
dibutuhkan kerja keras dari semua pihak dengan sungguh-sungguh dan
bukan penyelesaian yang hanya bersifat formalitas belaka. Memang
sudah ada upaya dari Dinas Sosial tapi ini mungkin baru sedikit karena
buktinya semakin hari perempuan yang mengemis di jalanan makin
banyak.

f. Donor Paksa Organ Tubuh


Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin merajalela
seiring dengan kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja

10
teknologi cangkok jantung, ini biasanya dipesan untuk mereka para
penderita jantung yang berkantong tebal dan “turis cangkok” sebutan
untuk para pasien yang datang ke negara-negara miskin untuk membeli
organ tubuh orang-orang miskin. Di Indonesia, modus penjualan organ
tubuh ini beranika ragam, ada yang menjual karena terdesak kebutuhan
ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang ibu demi memenuhi biaya
hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit anaknya ia rela
menjual organ ginjalnya atau juga yang dilakukan dengan cara menipu
sang donor. Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan
mengambil organ tubuh korban kemudian dijual.
Modus lain adalah memanfaatkan organ tubuh para TKW yang
meninggal di luar negeri. Untuk kasus ini seringkali ketika jenazah
sampai di dalam negeri biasanya pihak keluarga tidak diperkenankan
melihat atau membuka peti jenazah. Sebenarnya ini sering terjadi tapi
karena ketidak tahuan pihak keluarga akhirnya pihak keluarga hanya
menuruti saja, padahal mungkin saja jenazah yang cukup lama tapi juga
karena organ tubuh mayat sudah diambil untuk dijual yang mingkin saja
dilakukan oleh pihak majikan ataupun pihak rumah sakit yang sudah
bekerjasama dengan sindikat penjualan organ tubuh manusia.
2. Modus Trafficking
a. Tawaran Kerja
Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan
adalah penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji
tinggi. Pelaku biasanya mendatangi rumah calon korbannya dan saat
pemberangkatan juga tanpa dilengkapi surat keterangan dari pemerintah
desa setempat. Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan
kecurigaan sejumlah pihak, termasuk memberi kemudahan kepada
keluarga korban untuk dapat diterima kerja tanpa harus mengurus
sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau negeri. Dari pihak
orang tua korban sudah tidak memperdulikan aturan atau kelengkapan
surat-surat kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku.

11
Modusnya adalah para calo atau perantara memberi iming-iming
bagi para korban dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan
gaji besar. Selanjutnya korban diserahkan pada germo yang kemudian
dipekerjakan secara paksa sebagai wanita penghibur di tempat-tempat
hiburan malam.
Selain aspek pemaksaan yang menyalahi aturan, aspek upah juga
sangat merugikan para korban. Mereka hanya mendapatkan sedikit upah
dari transaksi. pdahal sekali kencan korban diberi uang oleh hidung
belang sekitar kurang lebih 500 ribu sekali kencan. Hal ini biasanya
dijadikan dalih oleh para germo sebagai pembiayaan fasilitas antar
jemput, baju, dan rias bagus serta modis agar lebih menarik.
b. Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus
yang paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini
orang bisa menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan
seperti dibius. Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini
berawal dari penculikan terhadap korban, kemudian pelaku
membiusnya dengan suntikan ataupun dengan alat yang lain yang
digunakan untuk membius. Kemudian korban dibawa dan dipertemukan
dengan sang bos. Setelah itu korban diserahkan jaringan lainnya untuk
dibawa ke negara lain tanpa membawa paspor untuk dipekerjakan
secara paksa sebagai pekerja seks.
3. Dampak/ Pengaruh Trafficking
Berdasarkan perspektif historis, startegi dan tahapan, serta faktor
penyebab human trafficking, maka hal tersebut menempatkan perempuan
korban trafficking dalam situasi yang beresiko tinggi yang berdampak
terhadap fisik, psikis maupu kehidupan sosial perempuan korban
trafficking sebagaimana yang digambarkan Course Instruction (2011: 13,
14) sebagai berikut :
a. Dampak Psikologi dan Kesehatan Mental
Menurut Williamson et al. (2010: 2), perempuan korban
trafficking sering mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan

12
suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan cedera aktual atau
terancam kematian yang serius, atau ancaman terhadap integritas fisik
diri sendiri atau orang lain" dan tanggapan mereka terhadap peristiwa
ini sering melibatkan "rasa takut yang sangat, dan ketidakberdayaan,
sebagai reaksi umum dari post traumatic stress disorder (PTSD).
Pengalaman traumatis dan ketakutan dialami perempuan korban
trafficking sejak awal mereka ditangkap secara paksa, mengalami
penyekapan di daerah transit sebelum dikirim ke tempat tujuan untuk
dijual dan di eksploitasi (American Association, 2005: 467).
Setelah kedatangan ke tempat tujuan, perempuan korban
trafficking perempuan korban trafficking terisolasi secara sosial, yang
diselenggarakan dalam kurungan, dan kekurangan makanan. Semua
milik pribadi dilucuti dari mereka, surat identitas, paspor, visa, dan
dokumen lainnya (Course Instruction, 2011:1). Korban mengalami
banyak gejala psikologis yang dihasilkan dari kekerasan mental
sehari-hari dan penyiksaan. Ini termasuk depresi, stres yang
berhubungan dengan gangguan, disorientasi, kebingungan, fobia, dan
ketakutan. Korban shock, mengalami penolakan, ketidakpercayaan,
tentang situasi mereka saat itu, perasaan tidak berdaya dan malu
(Stotts & Ramey, 2009:10). Rasa takut yang terus-menerus untuk
keamanan pribadi mereka dan keselamatan keluarga mereka, ancaman
deportasi akhirnya berkembang menjadi rasa kehilangan dan tidak
berdaya. Hal ini tidak mengherankan bahwa depresi, kecemasan, dan
post traumatic stress disorder (PTSD) adalah gejala yang umum
dialami oleh para korban yang diperdagangkan.
Para perempuan korban trafficking seringkali mengalami
kondisi yang kejam yang mengakibatkan trauma fisik, seksual dan
psikologis. Kegelisahan, insomnia, depresi dan post traumatic stress
disorder menggambarkan standar evaluasi atau penilaian yang
mengecewakan nilai diri dengan memandang rendah diri sendiri
(Taylor, 2012:1). Para perempuan korban trafficking seringkali
kehilangan kesempatan penting untuk mengalami perkembangan

13
sosial, moral, dan spiritual. Hilang harapan tanpa tujuan hidup yang
jelas, suram dan gelap masa depan.
b. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
PTSD merupakan suatu pengalaman individu yang mengalami
peristiwa traumatik yang menyebabkan gangguan pada integritas diri
individu dan sehingga individu mengalami ketakutan, ketidakberdayaan
dan trauma tersendiri (Townsend M.C., 2009). Individu dengan Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) sering menyebabkan peningkatan
keadaan siaga yang berlebihan, deperti insomnia, waspada berlebihan
dan iritabilitas terhadap lingkungan yang berbahaya. Peningkatan
ansietas dapat menyebabkan perilaku agresif atau perilaku menciderai
(Fontaine, 2009). Berdasarkan penelitian Rose (2002) ada 3 tipe gejala
yang sering terjadi pada PTSD, yaitu:
1) Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu
teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu,
flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang
kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang
membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan
karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.
2) Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan
menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan
yang berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat
terhadap semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi
yang dangkal.
3) Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah
marah / tidak dapat mengendalikan marah, susah konsentrasi,
kewaspadaan yang berlebih, respon yang berlebihan atas segala
sesuatu.

14
c. Kecemasan

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu


yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan
dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008).
Satu studi melaporkan bahwa orang yang selamat dari trafficker
mengalami kecemasan dengan gejala kegugupan (95%), panik (61%),
merasa tertekan (95%) dan keputusasaan tentang masa depan (76%)
(Bradley, 2005).
d. Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan
perilaku seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan
terhadap hasil, suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
Secara kognitif korban umumnya kurang konsentrasi, ambivalensi,
kebingungan, fokus menyempit / preokupasi, misinterpretasi, bloking,
berkurangnya kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk
membuat keputusan, mimpi buruk, produktivitas menurun, pelupa. Afek
korban terkadang tampak sedih, bingung, gelisah, apatis / pasif,
kesepian, rasa tidak berharga, penyangkalan perasaan, kesal, khawatir,
perasaan gagal. Korban sering semakin sering mengeluh kelemahan,
pusing, kelelahan, keletihan, sakit kepala, perubahan siklus haid.
Keluarga mungkin melaporkan perubahantingkat aktivitas pada korban,
mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, mudah

15
menangis. Kecenderungan untuk isolasi, partisipasi sosial berkurang
pada tingkat
e. Violence
Korban perdagangan pasti telah mengalami kekerasan baik
sebelum dan selama proses perdagangan. Kekerasan sebelum
perdagangan terlihat pada sebagian besar korban perdagangan untuk
eksploitasi seksual.
f. Abuse
Hal ini biasanya digunakan oleh para traffickers bagi korban
yang kurang pengetahuaanya untuk dipengaruhi secara negatif agar mau
melaksanakan apa yang dia perintah.
g. Concurrent Symptoms
Setelah mengalami perdagangan sebagian besar wanita memiliki
banyak simultan masalah kesehatan fisik dan mental. Di antara korban
perdagangan gejala kesehatan fisik menyebabkan mereka merasa sakit
dan tidak nyaman. Beberapa gejala kesehatan mental mengalami lebih
lama.
h. Physical symptoms
Kelelahan dan penurunan berat badan, gejala neurologis, dan
gastrointestinal adalah masalah yang paling sering dilaporkan. Banyak
korban perdagangan yang hanya memiliki sedikit waktu untuk tidur
karena dipaksa untuk melakukan aktivitas terus-menerus. Kurang tidur
kronis atau berkepanjangan tidak hanya mempengaruhi kemampuan
individu untuk berkonsentrasi dan berpikir jernih, tetapi juga
melemahkan sistem kekebalan tubuh dan kemampuan untuk menahan
rasa sakit
i. Dampak Sosial
Secara sosial para perempuan korban trafficking teralenasi,
karena sejak awal direkrut, diangkut atau ditangkap oleh jaringan
trafficker mereka sudah disekap, diisolir agar tidak berhubungan dengan
dunia luar atau siapapun sampai mereka tiba ditempat tujuan.
Eksploitasi seksual yang di alami para korban ditempat pekerjaan

16
membatasi mereka untuk bertemu dengan orang lain (Course
Instructions, 2011: 3, 4), kecuali harus melayani nafsu bejat para tamu
(lelaki hidung belang). Para korban semestinya memandang dunia dan
masa depan dengan mata bersinar, hidup aman tentram bersama
perlindungan dan kasih sayang keluarganya, tibatiba harus tercabut
masuk ke dalam situasi yang eksploitatif dan kejam, menjadi korban
sindikat trafficking.
Konsekuensi sosial tersebut sebagai salah satu dampak yang
banyak dialami oleh perempuan. Korban trafficking. Korban mengalami
isolasi sosial, yang berfungsi sebagai strategi untuk perbudakan dan
eksploitasi seksual. Sementara diperbudak, para korban terutama anak-
anak biasanya kehilangan kesempatan pendidikan dan sosialisasi
dengan teman sebayanya (Stotts & Ramey, 2009: 10). Karena
trafficking perempuan tampaknya mengorbankan seluruh masyarakat,
anak dan wanita, isolasi sosial merupakan upaya untuk mencegah
mereka mendapatkan pendidikan dan meningkatkan kerentanan masa
depan mereka untuk diperdagangkan.
Menurut Chatterjee et al. (Wickham, 2009: 12, 13), persoalan
sosial yang sangat tragis dan semakin meningkatkan stress dan depresi
para korban adalah ketika keluarga dan masyarakat menolak untuk
menerima mereka kembali. Selain itu, para pria sering melihat
perempuan korban trafficking sebagai orang yang kotor, telah ternodai
dan karena itu menolak untuk menikahi mereka. Diskriminasi terhadap
para perempuan korban trafficking terjadi dalam berbagai sector dan
berbagai bentuk. Kenyataan ini telah menggugah rasa kemanusiaan dari
berbagai pihak untuk terus berjuang agar nilai-nilai kemanusiaan seperti
keadilan, kesederajatan, bisa diwujudkan. Jadi dampak sosial yang
dimaksud adalah isolasi sosial, penolakan dari keluarga & masyarakat
mengakibatkan perempuan korban trafficking kehilangan makna dan
tujuan hidup serta penghargaan atas dirinya.

17
j. Dampak Kesehatan Fisik
Secara fisik, cedra aktual para perempuan korban trafficking
terjadi, karena mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka
seringkali terpaksa harus tinggal di lingkungan yang tidak manusiawi
dan bekerja dalam kondisi berbahaya. Mereka tidak memiliki gizi yang
cukup dan dikenakan penyiksaan secara brutal pada fisik dan psikis,
apabila mereka tidak memberikan pelayanan seksual yang diinginkan
pelanggan (“lelaki hidung belang”) atau karena penolakan para korban
terhadap eksploitasi seksual. Korban sering tidak memiliki akses ke
perawatan medis yang memadai dan tinggal dilingkungan yang najis
dan tidak layak (Stotts & Ramey, 2009: 10). Perawatan kesehatan dan
pencegahan penyakit seksual menular terhadap para korban hampir
tidak ada, dan kesehatan biasanya diabaikan sampai mereka semakin
terpuruk menderita penyakit HIV / AIDS, sipilis, gonorea dan penyakit
seksual menular lainnya.
Para perempuan korban trafficking dirugikan dengan berbagai
metode yang digunakan traffickers untuk "kondisi" mereka, termasuk
pemerkosaan, pemerkosaan geng, ancaman untuk menyakiti korban
atau keluarga korban, kronis pada pendengaran, dan kardiovaskular atau
masalah pernapasan yang disebabkan oleh penyiksaan, trans-seksual
dan memaksa penggunaan narkoba. Luka fisik termasuk hal-hal seperti
patah tulang, gegar otak, luka bakar, dan vagina atau dubur robek.
Kehamilan korban yang tidak diinginkan akibat pemerkosaan atau
prostitusi. Infertility sebagai akibat infeksi kronis menular seksual yang
tidak diobati atau gagal atau melakukan aborsi tradisional bukan oleh
para medis dan tanpa perawatan medis. Belum lagi penyakit yang tidak
terdeteksi atau tidak diobati, seperti diabetes atau kanker, sebagai
ancaman masa depan para korban (Stotts & Ramey, 2009: 11).
Penyalahgunaan zat (obatobatan terlarang) sebagai sarana untuk
mengatasi situasi depresi korban sekaligus sebagai strategi traffickers
menundukkan korban untuk melakukan eksploitasi seksual. Jadi
dampak kesehatan fisik yang dimaksud adalah cedera aktual & ancaman

18
terhadap integritas diri para korban yang mengalami kekerasan fisik dan
seksual. Penderitaan secara fisik yang dialami para perempuan korban
trafficking, menciptakan citra diri negatif, konsep diri para korban
semakin terpuruk, kehilangan makna hidup, harkat dan martabat para
korban menjadi hancur.
2.5. Pencegahan dan penanggulangan bagi korban traffcking
Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan agar kasus perdagangan
manusia dapat berkurang diantaranya :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan pemuka agama
dan pemerintah. Apabila kesadaran masyarakat akan bahaya dari
perdagangan manusia sudah muncul, maka diharapkan tingkat
perdagangan manusia akan sdikit berkurang.
2. Memperluas tenaga kerja, fokus pada program Usaha Kecil Menengah
(UKM), serta pemberdayaan perempuan. Apabila lapangan kerja di
Indonesia sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, maka keinginan
untuk bermigrasi dan bekerja di luar negeri akan berkurang dan resiko
perdagangan manusia pun akan semakin berkurang juga.
3. Meningkatkan pengawasan di setiap perbatas NKRI serta meningkatkan
kinerja para aparat penegak hukum. Kejahatan seperti perdagangan
manusia dapat saja terjadi. Kemungkinan untuk terjadi akan semakin besar
apabila tidak ada pengawasan yang ketat oleh aparat yang terkait. Apabila
pengawasan sudah ketat dan hukum sudah ditegakkan, maka kasus
perdagangan manusia dapat berkurang.
4. Memberikan pengetahuan dan penyuluhan seefektif mungkin kepada
masyarakat. Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan
penyuluhan dan sosialisasi masalah yang rutin mengenai perdagangan
manusia kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus,
masyarakat akan mengetahui bahaya masalah ini dan bagaimana solusinya.
Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat golongan
menengah ke atas. Justru pendidikan tersebut harus diberikan kepada kaum
kelas bawah, karena mereka rentan sekali menjadi korban praktik
perdagangan manusia. perdagangan manusia seringkali terjadi pada

19
masyarakat dengan taraf pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus
diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua lapisan
masyarakat.
5. Berperan aktif untuk mencegah. Setelah mengetahui dan berusahaa berbagi
dengan masyarakat yang lain, kita juga dapat berperan aktif untuk
menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif dapat dilakukan dengan
cara melaporkan kasus perdagangan manusia yang diketahui kepada pihak
yang berwajib. Masyarakat juga bisa mengarahkan keluarganya untuk
lebih berhati-hati terhadap orang lain, baik yang tidak dikenal maupun
yang sudah dikenal. Mungkin hal yang dilakukan hanyalah sesuatu yang
kecil dan sederhana, namun apabila semua orang bergerak untuk turut
melakukannya, bukan tidak mungkin masalah ini akan teratasi.

Adapun Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan


meminta dukungan ILO, dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI)
yang melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and
Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah :

1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai


Sekolah Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki
dan anak perempuan,
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah
lulus sekolah dasar,
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan
penghasilan,
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk
memfasilitasi usaha sendiri,
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking
anak.

Selain itu, adapun upaya yang dilakukan pemerintah dalam pencegahan


dan mengatasi trafficking yaitu :

1. Berpedoman pada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)

20
2. Memperluas sosialisasi UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO
3. Perlindungan anak (UU No. 23 Tahun 2003)
4. Pembentukkan Pusat Pelayanan Terpadu (PP No. 9 Tahun 2008 tentang
tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu bagi saksi atau korban TPPO)
5. Pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Perdagangan Anak (Kepres No. 88/2002)
6. Pembentukkan Gugus Tugas PTPPO terdiri dari berbagai elemen
pemerintah dan masyarakat (PERPRES No. 69 Tahun 2008 tentang Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO )
7. Penyusunan draft Perda Trafficking.
2.6. Undang-undang tentang trafficking
Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan :
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal
506
2. UU RI No. 7 tahun 1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16)
3. UU RI No. 20 tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang Usia
Minimum yang Diperbolehkan Bekerja)
4. UU RI No. 1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-
Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak)
5. UU RI no. 29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi
Rasial)
6. Keppres No 36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak)
2.7. Aplikasi Teori Keperawatan Korban Trafficking
1. Pengkajian
Harga diri seseorang dapat menurun akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Harga diri akan meningkat sesuai
meningkatnya usia dan sangat terancam pada masa pubertas. Perasaan
tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
evaluasi negatif inilah yang disebut harga diri rendah. Individu dengan
harga diri rendah memandang diri mereka sendiri sebagai seorang yang
tidak kompeten, tidak dicintai, tidak aman dan tidak layak (Sutejo, 2019)

21
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal
dirawat, tanggal pengkajian, nomor rekam medic
2. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi
factor biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
3. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku
agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan
gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan
social dan spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik
diri.
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif
maupun maladaptive
7. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
8. Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah: mengkritik
diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang
pesimis, penurunan produktivitas, penolakan terhadap kemampuan
diri

Selain data diatas, juga dapat mengangamati penampilan seseorang


dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan
diri, berpakaian tidak rapih, selera makan kurang, tidak berani menatap
lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara
lemah.

22
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis
3. Rencana Intervensi
Tindakan Keperawatan Pasien
a. Tujuan
1) Klien dan keluarga mampu mengatasi harga diri rendah kronis yang
dialami pasien
b. Tindakan Keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan
yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
adalah sebagai berikut :
a) Mengucapkan salam terapeutik. Sapa klien dengan ramah,
baik verbal maupun non verbal
b) Berjabat tangan dengan klien
c) Perkenalkan diri dengan sopan
d) Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang
disukai klien
e) Jelaskan tujuan pertemuan
f) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali
bertemu pasien
g) Menunjukkan sikap empati dan perhatian pada klien
h) Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2) Bantu pasien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
a) Diskusikan dengan klien bahwa klien masih memiliki
sejumlah kemampuan
b) Bantu klien membuat daftar tentang aspek positif yang
dimiliki klien seperti kegiatan klien di rumah, adanya
keluarga, dan lingkungan terdekat klien

23
c) Bantu klien untuk menghindari penilaian negatif
d) Beri pujian yang realistis atas kemampuan klien
3) Bantu pasien menilai kemampuan yang dimiliki untuk
dilaksanakan
a) Diskusikan dengan klien tentang kemampuan yang masih
dapat digunakan selama sakit
b) Bantu klien menyebutkan dan beri penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan klien
c) Perlihatkan respon yang kondusif serta jadilah pendengar
yang aktif
4) Bantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
kemampuannya
a) Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi dan
kondisi
b) Bantu rencanakan bersama klien suatu aktifitas yang dapat
dilakuakan setiap hari sesuai kemampuan klien (kegiatan
mandiri dengan bantuan)
c) Beri contoh kegiatan yang boleh digunakan
5) Bantu klien berlatih sesuai dengan kegiatan yang dipilih
berdasarkan rencana yang dibuat
a) Diskusikan dengan klien untuk menetapkan urutan kegiatan
yang akan dilatihkan
b) bantu klien untuk melaksankan kegiatan yang telah
direncanakan
c) Pantau kegiatan yang telah dilaksanakan
d) Bantu motivasi klien untuk memasukkan kegiatan untuk
dimasukkan kedalam jadwal harian
6) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah

24
b) Diskusikan dengan keluarga tentang kemampuan yang
dimiliki klien dan anjurkan memuji klien atas kemampuan
nya secara realistik
c) Bantu keluarga memberikan dukungan dan motivasi klien
dalam melakukan kegiatan klien selama klien dirawat
d) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
e) Anjurkan keluarga untuk merngamati perkembangan
perubahan perilaku klien.(Sutejo, 2019)
4. Evaluasi
1) Klien bersama perawat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
2) Perawat menilai kemampuan yang dimiliki klien untuk dilaksanakan
3) Klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai kemauannya
4) Klien berlatih sesuai dengan kegiatan yang dipilih berdasarkan rencana
yang dibuat
5) Keluarga mampu memahami pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah
6) Keluarga memberikan dukungan dan motivasi klien dalam melakukan
kegiatan klien selama klien dirawat.
(Sutejo, 2019 )

25
BAB 3
APLIKASI KASUS
3.1. Kasus Human Trafficking
Klien Nn. T berumur 20 tahun berasal dari Surabaya, mendapatkan
tawaran pekerjaan di Singapore, dia mendapatkan informasi pekerjaan ke
singapure dari salah satu orang yang berinisial Tn. A dia merasa senang atas
tawaran gaji yang sangat besar. Beberapa bulan kemudian Nn. T berangkat ke
Singapore dan setibanya dia disana mencari alamat yang telah diintruksikan
oleh Tn.A. ternyata alamat yang diberikan meuju ke gudang penyekapan. Nn
T disekap oleh beberapa komplotan Tn.A. Beberapa hari kemudian Nn. T
dikirim ke tempat porstitusi untuk dijadikan PSK. Selama beberapa bulan di
sana Nn. T disiksa, dan tidak diberi makan jika setoran yang diberikan
kurang memenuhi, jika Nn.T berani melawan makan akan di siksa oleh
beberapa komplotan Tn.A. Sehingga Nn. T berhasil untuk melarikan diri dan
kembali ke rumahnya. Setibanya dirumah, Nn.T selalu murung dan
menyendiri dirumah, tidakmau untuk keluar rumah, tidak mau berbicara, dan
tatapan matanya kosong. Setiap hari Nn.T tidak mau bertemu dengan
siapapun dan selalu menangis didalam kamar, sehingga ibunya bingung harus
melakukan apa. Keesokan harinya pada tanggal 18 januari 2019 keluarga
Nn.T (ibu) memutuskan untuk membawa Nn.T ke rumah sakit jiwa menur
surabaya. Menurut Ibunya, Nn. T seperti itu sejak pulang dari pekerjaannya.
Setiap hari Nn. T terlihat begitu ketakutan sambil menangis. Ibunya tidak tahu
harus melakukan apa karena sudah mengajak berbicara tetapi Nn. T tidak mau
berbicara dan selalu menangis tanpa alasan ketika ditanya oleh ibunya.

3.2 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus


3.2.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien :
1) Nama : Nn. T
2) Umur : 20 tahun
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SMA

26
6) Pekerjaan :-
7) Tanggal pengkajian : 18 Januari 2019
b. Alasan masuk :
c. Nn. T selalu murung dan menyendiri dirumah, tidak mau untuk keluar
rumah, tidak mau berbicara dengan siapapun, dan tatapan matanya
kosong
d. Keluhan utamaKlien mengatakan takut dan tidak ingin bertemu
dengan siapapun
e. Faktor predisposisi
f. Klien sebelumnya belum pernah mengalami gangguan jiwa
g. Tidak ada riwayat perlakuan kekerasan fisik maupun
melakukan kekerasan terhadap seseorang.
h. Tidak ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
i. Klien mengatakan takut, tidak ingin ditemui oleh siapapun, dan tidak
mau berbicara dengan siapapun.
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial
j. Fisik

1) Tanda vital : TD 130/80 mmhg, Nadi 80x/menit, Suhu 37oC


2) Pernapasan : 24x/menit
3) TB: 155 cm BB: 50 kg
4) Tidak ada keluhan fisik
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.
k. Psikososial
1) Genogram
Klien anak ke 2 dari 4 bersaudara, klien tinggal bersama orang tua.
Klien mengatakan paling dekat dengan ibunya.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

27
2) Gambaran diri
Klien mengatakan senang dengan tubuhnya dari rambut sampai
ujung kaki tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai.
3) Identitas diri
Klien mengatakan anak ke-2 dari 4 bersaudara, Klien adalah
seorang pelayan di rumah makan dekat rumahnya
4) Peran
Klien berperan sebagai anak kedua, sejak dulu semua
keinginananya tidak terpenuhi.
5) Ideal diri
Klien terlihat termenung dan banyak diam. Klien mengatakan
tidak ada harapan lagi untuk memperbaiki kehidupannya dan
malu dengan teman-temannya.
6) Harga diri
a) Klien mengatakan merasa malu dengan teman-temannya.
b) Klien merasa kotor dan sudah ternodai
c) Klien selalu menangis
Masalah keperawatan: ketidakberdayaan
7) Hubungan sosial
a) Klien lebih suka menyendiri
b) Klien jarang bergaul dan menarik diri dari lingkungannya.
Masalah keperawatan: gangguan hubungan sosial: menarik
diri
8) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Klien beragama islam dan yakin dengan adanya Tuhan
Yang Maha Esa tetapi dia tidak mempunyai harapan lagi
dalam hidupnya dan merasa putus asa
b) Kegiatan ibadah
Klien mengatakan jarang sholat sesekali sholat jika ada
seseorang yang mengigatkan.
Masalah keperawatan: gangguan konsep diri: harga diri

28
rendah kronis
9) Status mental
a) Penampilan
1.Klien tampak rapi dan baju yang digunakan bersih
2.Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
b) Pembicaraan
1. Klien berbicara dengan jelas tetapi pelan suaranya . Klien
menjawab pertanyaan yang diberikan dengan tepat.
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
c) Aktivitas motorik
1. Saat wawancara klien tampak tenang tidak ada
gerakan yang diulang- ulang.
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
d) Alam perasaan
1. Klien mengatakan putus asa dengan kehidupannya.
Klien tampak sering terdiam.
2. Masalah keperawatan: keputusasaan
e) Afek
1. Dari hasil observasi afek yang ditunjukkan klien sesuai
dengan stimulus yang diberikan
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
f) Interaksi dalam wawancara
1. Saat wawancara klien sangat kooperatif dalam menjawab
pertayaan yang diberikan oleh perawat. Kontak mata
dengan perawat kurang, lebih banyak menunduk dan
diam.
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
g) Persepsi
1. Klien tidak pernah berbicara sendiri maupun
berhalusinasi tentang hal yang lain.
2. Masalah kepetrawatan: tidak ada masalah keperawatan

29
h) Proses pikir
1. Selama wawancara, pembicaraan klien singkat dan tidak
berbelit-belit. Masalah keperawatan: tidak ada masalah
keperawatan
i) Isi pikir
1. Selama wawancara, klien terlihat putus asa dan merasa
tidak berguna Masalah keperawatan: keputusasaan
j) Tingkat kesadaran
1. Klien menyadari bahwa dirinya sedang di rumah dan
juga sadar ia sedang berbicara dengan siapa.
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
k) Memori
1. Klien dapat mengingat kejadian yang dialaminya di
masa lalu maupun masa sekarang.
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
l) Tingkat kosentrasi dan berhitung
1. Selama wawancara, konsentrasi klien tidak terganggu.
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
m) Kemampuan penilaian
1. Saat klien diberi pilihan seperti apakah klien
bersekolah atau bermain, klien tidak bisa membuat
penilaian terhadap dirinya
2. Masalah keperawatan: tidak mampu membuat keputusan.
n) Daya litik diri
1. Klien menyadari dirinya.
2. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
10) Kebutuhan dasar manusia
a) Makan
Biasanya klien hanya makan 2x sehari, namun sekarang
klien tidak nafsu makan.
b) Eliminasi
Klien dapat BAB/BAK secara mandiri.

30
c) Mandi
Klien jarang memperhatikan kebersihan dirinya (mandi).
d) Berpakaian
Klien dapat menggunakan pakaian dengan mandiri, dan
jarang utnuk mengganti pakaiannya.
e) Istirahat dan tidur
Klien mengatakan kesulitan untuk tidur.
f) Penggunaan obat
Klien mengatakan tidak pernah mengonsumsi obat-obatan
sebelumnya.
g) Pemeliharaan kesehatan
Klien tidak pernah memperhatikan kesehatannya.
h) Kegiatan di dalam rumah
Klien mengatakan hanya berdiam diri di ruangan.
i) Kegiatan di luar rumah
Klien mengatakan tidak begitu aktif karena bekerja
11) Mekanisme koping
Klien mengatakan jika mempunyai masalah, klien hanya terdian
dan memendam perasaannya sendiri tanpa bercerita kepada
keluarga maupun teman sebayanya.
12) Masalah psikososial dan lingkungan
Klien jarang bergaul dengan teman satu ruangan dan sering
menarik diri dengan lingkungannya.
13) Pengetahuan kurang tentang
Klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara mengatasi
masalah dan mengatasi rasa putus asa dan ketidakberdayaan
14) Aspek medis
Tidak ditemukan aspek medis.

31
3.2.2 Analisa data
No. Data Masalah
1. Ds: Gangguan Isolasi Sosial :
Klien mengatakan takut dan malu menarik diri
berinteraksi dengan orang lain dan
lebih suka menyendiri
Do :
klien sering terlihat menyendiri dan
menangis di kamar

2. Ds : Gangguan konsep diri : Harga


Klien mengatakan dirinya merasa diri rendah
tidak berguna bagi siapapun, dan
merasa dirinya kotor
Do :
Klien tampak sering menunduk dan
menangis

3.2.3 Prioritas Masalah

No Masalah Keperawatan

1 Harga diri rendah

2 Isolasi Sosial

32
3.2.1 Intervensi Keperawatan
Tgl Dx Perencanaan
Tujuan Kriteria Intervensi
Evaluasi
Isolasi TUM : 1. Klien 1.1 BHSP dengan:
sosial : menunjukkan -Beri salam setiap
Klien dapat
menarik tanda-tanda berinteraksi
berinteraksi dengan
diri percaya kepada -Perkenalkan nama,
orang lain.
perawat : nama panggilan
TUK : - wajah cerah, perawat, tujuan
tersenyum, mau perawat berkenalan
1. Klien dapat
berkenalan -Tanyakan dan
membina
- ada kontak mata panggil nama
hubungan saling
- bersedia kesukaan klien
percaya
menceritakan -Tunjukkan sikap
perasaan, jujur dan menepati
bersedia janji setiap kali
menceritakan berinteraksi
masalahnya. -Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang di hadapi klien
-Buat kontrak
interaksi yang jelas
-Dengarkan dengan
penuh perhatian
ekspresi perasaan
klien

2. Klien mampu 2. klien dapat 2.1 Tanyakan pada


menyebutkan menyebutkan klien tentang :
penyebab menarik minimal satu - Orang yang tinggal
penyebab serumah atau teman

33
diri menarik diri sekamar klien
dari : - Orang yang paling
- Diri sendiri dekat dengan klien di
- Orang lain rumah atau di ruang
- Lingkungan keperawatan
-Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
-Orang yang tidak
dekat dengan klien di
rumah atau di ruang
keperawatann
-Apa yang membuat
klien tidak dekat
dengan orang tersebut
-Upaya yang sudah di
lakukan agar dekat
dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan
klien penyebab
menarik diri atau tidak
mau bergaul dengan
orang lain.
2.3 Beri reinforcement

3. Klien mampu 3.klien dapat 3.1 Tanyakan pada


menyebutkan menyebutkan klien tentang :
keuntungan keuntungan - Manfaat hubungan
berhubungan sosial berhubungan sosial
dan kerugian sosial misalnya - Kerugian menarik
menarik diri : diri
- Banyak teman 3.2 Diskusikan

34
- Tidak kesepian bersama klien tentang
- Bisa diskusi :
- Saling - Manfaat
menolong berhubungan sosial
Dan kerugian dan kerugian menarik
menarik diri, diri
misalnya : -Beri reinforcement
- Sendiri
- Kesepian
- Tidak bisa
diskusi
4. Klien dapat 4. Klien dapat 4.1 Observasi perilaku
melaksanakan melaksanakan klien saat
hubungan sosial hubungan sosial berhubungan sosial
secara bertahap secara bertahap 4.2 Beri motivasi dan
dengan : bantu klien untuk
- Perawat berkenalan atau
- Perawat lain berkomunikasi dengan
- Klien lain :
- Kelompok -perawat lain
-klien lain
-kelompok
4.3Libatkan klien
dalam TAK sosialisasi
4.4 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan klien
dalam bersosialisasi
4.5Beri motivasi klien
untuk melakukan

35
kegiatan sesuai jadwal
yang telah di buat
4.6 Beri reinforcement

5.Klien mampu 5. Klien dapat 5.1 Diskusikan dengan


menjelaskan menjelaskan klien tentang
perasaannya perasaannya perasaannya setelah
setelah setelah behubungan sosial
berhubungan sosial berhubungan dengan :
sosial dengan : - Orang lain
- Orang lain - Kelompok
- Kelompok 5.2 Beri reinforcement

36
3.2.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Hari/tgl/jam Diagnose/tuk/sp Implementasi Respon/evaluasi
Senin, 22 Isolasi sosial: 1.Mengidentifikasi S:
oktober 2019 menarik diri penyebab isolasi Pasien mengatakan merasa
09.00 WIB TUK 1: sosial yang di alami senang dan nyaman setelah
Klien dapat pasien ngobrol dengan perawat.
membina 2.Mengidentifikasi Pasien mengatakan lebih
hubungan saling keuntungan suka menyendiri karena
percaya berinteraksii dengan takut untuk mengawali
TUK 2 : orang lain dan pembicaraan dengan orang
Klien mampu kerugian menarik lain
menyebutkan diri Pasien mengatakan tidak
penyebab menarik tahu keuntungan
diri berinteraksi denagn orang
TUK 3 : lain dan kerugian menarik
Klien mampu diri
menyebutkan O:
keuntungan Pasien sering menyendiri
berinteraksi Pasien tidak bisa
dengan orang lain menyebutkan kembali
dan kerugian keuntungan berinteraksi
menarik diri dengan orang lain dan
SP I kerugian menarik diri.
Isolasi sosial : A:
menarik diri Pasien sudah mampu
mengidentifikasi penyebab
menarik diri
pasien belum mampu
mengidentifikasi
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain dan
kerugian menarik diri
P:
lanjutkan SP I :
Identifikasi keuntungan
berinteraksi dengan orang
lain dan kerugian menarik
diri

37
Selasa, 23 TUK 3 : klien Mengidentifikasi S:
Oktober 2019 mampu keuntungan Pasien mengatakan sudah
09.00 WIB menyebutkan berinteraksi dengan tahu tentang keuntungan
keuntungan orang lain dan berinteraksi dengan orang
berinteraksi kerugian menarik lain dan kerugian menarik
dengan orang lain diri diri dengan orang lain.
dan kerugian O:
menarik diri Pasien bisa menyebutkan
SP I kembali keuntungan
berinteraksi dengan orang
lain : mempunyai banyak
teman, bisa cerita dengan
teman
Kerugian menarik diri :
Tidak mempunyai teman
dan kurang pergaulan
A:
Pasien mampu
mengidentifikasi
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain dan
kerugian menarik diri
P:
lanjutkan SP I
Latih pasien berkenalan
dengan satu orang
(perawat )

Kamis , 22 Isolasi sosial : Melatih pasien S:


desember menarik diri berkenalan dengan pasien mengatakan tidak
2018 TUK 4 : klien satu orang ( pasien- mau berkenalan dengan
10.30 WIB dapat melakukan perawat ) perawat karena tidak tahu
hubungan sosial cara berkenalan
secara bertahap O:
SP I pasien tidak mampu
mendemonstrasikan cara
berkenalan dengan satu
perawat
A:
pasien belum memilki
kompetensi berkenalan
dengan satu orang perawat.
P:

38
Ulangi SP I
Latih pasien berkenalan
dengan satu orang (
pasien-perawat).

39
BAB 4
PEMBAHASAN JURNAL
1. Jurnal 1
Judul : Post-trafficking stressors: The influence of hopes, fears and
expectations on the mental health of young trafficking survivors in the
Greater Mekong Sub-region (stressor pascatrafiking: pengaruh
harapan, ketakutan dan harapan pada kesehatan mental para penyintas
trafiking muda di wilayah mekong yang lebih besar).
Penulis : Marie Nodzenski⁎ , Ligia Kiss, Nicola S. Pocock, Heidi Stoeckl,
Cathy Zimmerman, Ana Maria Buller
Tahun terbit : 2019
Abstrak : Latar belakang: Perdagangan manusia dan eksploitasi tenaga kerja
lazim di Asia Tenggara dan sudah ada konsekuensi kesehatan yang
substansial untuk anak-anak dan remaja. Penelitian tentang keadaan
sebelum keberangkatan dan pengalaman perdagangan menunjukkan
bahwa gender memainkan peran kunci dalam membentuk pengalaman
anak-anak dan remaja yang dieksploitasi. Tujuan: Penelitian ini
memperkirakan bagaimana kepedulian dan harapan pemuda terhadap
masa depan memengaruhi hasil kesehatan mental anak-anak dan
remaja pria dan wanita. Peserta dan Pengaturan: Data dikumpulkan
dalam wawancara tatap muka dengan 517 anak-anak dan remaja (10-
19 tahun) yang menghadiri layanan pasca-perdagangan antara tahun
2010 dan tahun 2013 di Kamboja, Thailand atau Vietnam. Metode:
Model regresi logistik multivariabel dipasang untuk memperkirakan
asosiasi kekhawatiran anak-anak dan remaja pasca-perdagangan
manusia dan harapan untuk masa depan dengan kesehatan mental hasil,
yaitu gejala depresi, kecemasan dan Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD). Analisis ini dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Hasil:
Dalam analisis yang disesuaikan, perhatian anak-anak dan remaja
tentang pengucilan sosial dan penganiayaan oleh orang lain di
komunitas asal mereka dikaitkan dengan ketiga hasil di laki-laki dan
dengan depresi pada wanita. Khawatir tentang kesehatan mental
mereka sendiri dikaitkan dengan semua hasil, dengan efek yang

40
berpotensi lebih kuat diamati pada laki-laki untuk depresi (AOR 9.14,
CI: 1.21-68.68), kecemasan (AOR 13.47, CI: 1.70-106.48) dan PTSD
(AOR 8.36, CI: 1.22-56.9) dibandingkan pada wanita di mana peluang
untuk depresi (AOR 3.24, CI: 1.92-5.48), kecemasan (AOR 3.05, CI:
1.82–5.11) dan PTSD (AOR 1.85, CI: 1.08–3.14) jauh lebih rendah.
Kesimpulan: Kebutuhan perawatan pasca-perdagangan orang muda
dan perencanaan reintegrasi seharusnya dirancang berdasarkan
kesehatan mental, keamanan pribadi, keluarga dan sumber daya
keuangan mereka saat ini dan kapasitas terkait usia
Pembahasan : Penelitian tentang keadaan sebelum keberangkatan dan pengalaman
perdagangan menunjukkan bahwa gender memainkan peran penting
dalam membentuk pengalaman anak-anak dan remaja yang
dieksploitasi. penelitian ini memperkirakan bagaimana kepedulian dan
harapan remaja terhadap masa depan mempengaruhi hasil kesehatan
mental anak-anak dan remaja pria dan wanita. data dikumpulkan dalam
wawancara tatap muka dengan 517 anak-anak dan remaja (10-19
tahun) yang menghadiri layanan pasca perdagangan antara tahun 2010
dan tahun 2013 di Kamboja, Thailand atau Vietnam. organisasi buruh
internasional memperkirakan bahwa 40,3 juta orang menjadi korban
perbudakan modern pada tahun 2016, di antaranya 24,9 juta orang
berada dalam situasi kerja paksa. korban perdagangan manusia yang
dianggap secara hukum cenderung remaja berusia antara 13 dan 17
tahun, dengan sebagian besar berusia 15 dan 16 tahun. Dalam analisis
disesuaikan, anak-anak dan remaja ' kekhawatiran tentang diasingkan
sosial dan penganiayaan oleh orang lain dalam komunitas asal mereka
dikaitkan dengan tiga hasil pada laki-laki dan depresi pada wanita.
Menjadi prihatin tentang kesehatan mental mereka sendiri dikaitkan
dengan semua hasil, yang berpotensi kuat e ff dll diamati pada laki-laki
untuk depresi (AOR 9,14, CI: 1,21 - 68,68), kecemasan (AOR 13,47,
CI: 1,70 - 106,48) dan PTSD (AOR 8,36, CI: 1,22 - 56,9)
dibandingkan pada wanita di mana peluang untuk depresi (AOR 3,24,
CI: 1,92 - 5.48), kecemasan (AOR 3,05, CI: 1,82 - 5.11) dan PTSD
(AOR 1,85, CI: 1,08 - 3.14) jauh lebih rendah.

41
2. Jurnal 2
Judul : Pemetaan Jaringan Sosial Dan Motif Korban Human Trafficking
Pada Perempuan Pekerja Seks Komersial
Penulis : Ikhlasiah Dalimoenthe
Tahun terbit : Juni 2018
Abstrak : Tingginya laju pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan ekonomi,
menjadikan kawasan seperti DKI Jakarta menjadi salah satu tujuan
didatangkannya para korban human trafficking (terutama perempuan
dan anak-anak) dari luar wilayah Jabodetabek. Mereka dibawa
terutama perempuan untuk dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK).
Hal ini bisa dilihat dengan bertambahnya jumlah tempat panti pijat plus
atau spa plus yang menawarkan para perempuan PSK. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menjelaskan bentuk jaringan sosial pada
kasus human trafficking perempuan yang dijadikan PSK dan
menjelaskan motif apa yang membuat mereka menjadi korban human
trafficking untuk dijadikan perempuan PSK di Wilayah DKI Jakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan untuk
jenis penelitian ini adalah fenomenologi. Lokasi penelitian di DKI
Jakarta, namun Kepulauan Seribu tidak termasuk dan waktu penelitian
berlangsung selama 5 bulan (Juni sampai Oktober 2017). Berdasarkan
hasil penelitian, peneliti menemukan bentuk jaringan sosial yang
terbentuk adalah jaringan sosial parsial dan jaringan sosial kepentingan.
Sementara itu, motif atau latar belakang penyebab informan menjadi
korban human trafficking dan kemudian dijadikan PSK, yaitu: Pertama,
motif kemiskinan. Kedua, motif sulitnya akses lapangan kerja. Ketiga,
motif pendidikan. Keempat, motif masalah keluarga. Kelima, motif
praktek budaya pernikahan dini yang berdampak pada perceraian.
Pembahasan : Masalah kemiskinan inilah menjadi motif pertama yang menjadi
penyebab perdagangan manusia dan menjadi psk di dki jakarta.
Kemiskinan merupakan permasalahan terbesar yang dialami oleh
sebagian gede society di indonesia. Kesempatan memperoleh akses
ekonomi, yang memojokkan perempuan hanya berperan sebagai istri
untuk review melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Ketidaksetaraan different aspek kehidupan bagi laki-laki dan

42
perempuan dapat mempengaruhi kehidupan perempuan menjadi sulit
lebih. Hubungan kekuasaan yang timpang beroperasi jenis kelamin also
sangat mempengaruhi kehidupan perempuan. Pendidikan perempuan
yang randah dan memiliki keahlian mengakibatkan sulitnya
memperoleh pekerjaan pada sektor formal.
Dengan jadi keterbatasan pendidikan dan keahlian perempuan
tersebut, sehingga mereka menerima penawaran yang jumlah: tersedia
atau menjadi mudah terjerat hearts praktek-praktek yang eksploitatif.
Anak-anak perempuan yang belum mencapai usia matang bersama
kerentanannya menjadi komoditas yang keuntungan menghasilkan.
Perceraian orang tua atau meninggalnya shalat satu orang tua also
mengakibatkan shalat satu orang tua menikah lagi dengan orangutan
lain. Hal penyanyi menimbulkan masalah baru hearts keluarga, yaitu
hadirnya anggota keluarga baru (ayat tiri) dapat menimbulkan masalah
baru hearts keluarga seperti terabaikannya pengurusan anak, sehingga
membuat anak tidak merasa mendapat perhatian atau dukungan yang
cukup dari orang tua. Pernikahan dini pada beberapa keluarga also
kerap mengakibatkan terjadinya perceraian, karena usia kedua
pasangan yang belum siap beroperasi psikologis ataupun ekonomi
untuk review memasuki kehidupan perkawinan. Menjadi perceraian
solusi bagi pasangan yang beroperasi jiwa dan ekonomi belum siap
menghadapi permalasahan hearts perkawinan. Perceraian also memberi
dampak ekonomi bagi shalat satu pasangan yang ditinggalkannya,
khususnya bagi perempuan yang selama menikah tidak memiliki
pekerjaan di luar rumah tangga. Through tubuh dan seksualitasnya,
perempuan- perempuan penyanyi dikondisikan sedemikan rupa agar
berhasil hearts meramaikan bisnis seks dan memenuhi permintaan
negara pasar (laki-laki), disitulah perdagangan manusia akan selalu
ada.

43
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan
perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia
‘trafficker’ dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan, penggunaan
kekerasan, penculikan, tipu daya, penipuan ataupun penyalahgunaan kekuasaan atau
kedudukan.
Adapun beberapa tanda dan gejala traffcking salah satu diantaranya adalah
stress, merasa takut, depresi, dll. Selain itu ada beberapa Faktor penyebab utama
terjadinya tindakan trafficking ini adalah karena kemiskinan dan beberapa diantaranya
adalah, karena tingkat pendidikan yang rendah, penganiyaan terhadap perempuan,
perkawinan usia muda, dan kondisi sosial budaya masyarakat yang patriarkhis.
Dampak yang bisa ditimbulkan dari trafficking ini adalah kecemasan, stress, dan
ketidakberdayaan
5.2. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta:EGC
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Moh. Hatta.2012. Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Yusuf Ah, Fitryasari Rizky, dan Nihayati Endang Hanik.2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan : Salemba Medika

45

Anda mungkin juga menyukai