Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

“CEREBROVASCULAR ACCIDENT INTRA CEREBRAL HEMORRHAGE”

(CVA-ICH)

RUANG 26 STROKE RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG


Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners
Departemen Medikal

Oleh :

Rizky Oktaviani
2019.02.067

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI 2019
KONSEP DASAR CVA ICH
A. Definisi
Cerebrovascular accident (CVA) atau biasa dikenal sebagai stroke,merupakan suatu
keadaan di mana terjadi gangguan pada suplai oksigen di otak.Gangguan suplai oksigen ini
disebabkan oleh 2 hal, yaitu iskemik (85% kasus) dan hemoragik (15% kasus). Stroke
iskemik terjadi akibat pembuluh darah mengalami sumbatan, sehingga mengakibatkan
hipoperfusi pada jaringan otak. Sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat adanya
ekstravasasi darah/perdarahan pada otak (Smeltzer and Barre, 2012).
Intracerebral Hemorrhage (ICH) Adalah suatu keadaan perdarahan yang terjadi
dalam substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan atherosclerosis serebral
karena perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut menyebabkan ruptur pada pembuluh
darah. Perdarahan/hemoragi yang terjadi juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada
arteri, tumor otak, dan penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-
obatan narkotik (kokain).
Perdarahan yang terjadi biasanya pada pembuluh darah arteri dan berada pada lobus
serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak (terutama pons), serta serebelum. Hemoragik
yang terjadi mengakibatkan rupture pada dinding ventrikel lateral dan menyebabkan
hemoragi intraventrikular, yang sering bersifat fatal pada penderitanya.
Intracerebral Hemorrhage (ICH) Adalah suatu keadaan perdarahan yang terjadi
dalam substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan atherosclerosis
serebral karena perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut menyebabkan ruptur
pada pembuluh darah. Perdarahan/hemoragi yang terjadi juga dapat diakibatkan oleh
keadaan patologi pada arteri, tumor otak, dan penggunaan medikasi seperti antikoagulan
oral, amfetamin, dan obat-obatan narkotik (kokain) (Smeltzer and Barre, 2012).
Perdarahan yang terjadi biasanya pada pembuluh darah arteri dan berada pada lobus
serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak (terutama pons), serta serebelum.
Hemoragik yang terjadi mengakibatkan rupture pada dinding ventrikel lateral dan
menyebabkan hemoragi intraventrikular, yang sering bersifat fatal pada penderitanya.
B. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid
(PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding infark serebri
atau PSA Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank
(SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan
parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan
orang-orang Cina,Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada
dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus
stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada
usia yang lebih lanjut.
Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS.
Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih
sering pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia
yang sama.
C. Etiologi
 Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang sedang
aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena perdarahannya
biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan dengan ganglia basalis
dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan
kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu aneurisma
vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasi darah ke
dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat. Penyebab
tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit dapat menyebabkan
iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama
setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
 Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
 Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau
perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca perdarahan
dini.
 Hiponatremia
 Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal yang
terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak, peningkatan
tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti sakit
kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson, 2013).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
 Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita
biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari
ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price,
1995).
 Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian
intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang.
Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi
oleh materi sklerotik tersebut.
 Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah
yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi
berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat
mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang
sempit.
 Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
 Trombosis sinus dura
 Diseksi arteri karotis atau vertebralis
 Vaskulitis sistem saraf pusat
 Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
 Kondisi hyperkoagulasi
 Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
 Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
 Miksoma atrium.
D. Patofisiologi
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan
ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural, dan
intraserebral. (Hudak & Gallo, 2012; Ranakusuma, 2013). Stroke hemoragik terjadi
perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur
dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-
kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim
otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk
kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula
lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan
mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik
akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar
rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami
proliferasi (Price & Willson, 2014).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-
cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna.
Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada
lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang
dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah
yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan
aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah
kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan
neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan
biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri
media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula
interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
E. Faktor resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam tabel berikut.
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70%terjadi pada mereka yang 65 ke atas.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk semua dua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
dibandingkan perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65
tahun.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara
populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes mellitus
mellitus dapat meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga
tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua
jantung kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
Penyakit Arteri koroner:
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik
dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi: Berhubungan dengan
meningkatnya kejadian stroke.
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit
jantung rematik, meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun
risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam
distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat
risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
hematokrit 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah, plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting.
Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
tingkat Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III
fibrinogen dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
dan kelainan thrombotic.
sistem
pembekuan
Hemoglobino Sickle-cell disease :
Pathy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan
perdarahan subaraknoid, venasinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan
kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria:
Dapat mengakibatkan thrombosis vena serebral
Penyalah Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
gunaan obat norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan potensial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan
kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan
dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi
tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita
yang lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena
stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab
autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme
dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu,
alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah
aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs, obesitas telah secara
konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke dapat
dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke atherosklerotik
infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan
perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular
dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia
atauhomosistinu muda adalah 10-16%.
ria

F. Klasifikasi
 Menurut etiologinya:
a. Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi karena pendarahan subarakhnoid yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya terjadi saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat (pendarahan intraserebral,
pecahnya aneunisme dan tomur otak yang mengalami pendarahan).
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke ini biasanya dapat berupa iskenik, trombosis dan emboli serebral, biasanya
terjadi pada saat setelah lama beraktivitas, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak
terjadi askemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
 Sroke menurut perjalanan penyakitnya
a. TIA (Transient Ischemic Attoks)
Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang
dalam beberapa detik sampai beberapan jam. Gejala hilang < 24 jam
b. RIND (Reversible Iskemic Neurologik Defisit)
Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang <24 jam tapi tidak lebih dari 1 minggu.
c. Progesif Stroke Inevaluation
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya gejala makin lama
semakin buruk proses pregresif berupa jam sampai beberapa hari.
d. Stroke Lengkap
Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit memperlihatkan
perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke inevaluatior. Bentuk kelainan
sudah menetap, gangguan neurologis sudah maksimal/berat sejak awal serangan.
Stroke Haemorhagi dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum.
(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2015).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga
timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi
3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui
proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

G. Tanda dan gejala klinis


 Nyeri kepala akut dan terasa berat,
 leher bagian belakang kaku,
 muntah,
 penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
 Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami
seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-
30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel,
herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena
perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 2013; Smletzer & Bare, 2014).
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi
kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya
fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan
kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus
frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan
intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau
demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannya perdarahan dapat memasuki
rongga subarakhnoid.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada CVA-Intracerebral hemorrhage
antara lain:
a. Computed Tomography (CT- scan)
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah
emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam
beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium
disolusi hemoglobin-oksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan
hemosiderin.
c. CT non kontras otak
untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk
membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat
mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.
d. EKG
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
signifikan dengan stroke.
ICH ( Intracerebral Haemorrhage ) Score adalah instrumen penilaian klinis saat
pasien stroke perdarahan intraserebral tiba di rumah sakit, yang dapat memprediksi outcome
mortalitas dalam 30 hari kemudian, yang terdiri dari 5 komponen utama yaitu volume PIS,
umur, perdarahan infratentorial, nilai SKG dan perdarahan intraventrikular. Nilai antara 0-6
dimana nilai 6 berarti resiko kematiannya dalam 30 hari sangat tinggi

ICH Score
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik antara lain meliputi:
1. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
- Evaluasi cepat dan diagnosis
- Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
2. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
 Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 2
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya
dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

3. Tatalaksana pencegahan vasospasme


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau
secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral
terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme.
Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak
bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan
“cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia
serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
4. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat
yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.
5. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD
lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan
vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
6. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila
perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat
terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari
karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk
pengobatan hiponatremi.
7. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian
antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas,
aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis. Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20
mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis
maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat
dipakai hanya untuk menghentikan kejang. Penggunaan antikonvulsan jangka
lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan harus
dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor
risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.
8. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi
perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
9. Terapi Tambahan
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
J. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat
muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab
utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan.Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki
outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
Pengkajian Keperawatan

A. Pengkajian fokus pada neurologik harus dilakukan, seperti pengkajian:


- Ada tidaknya penurunan level kesadaran
- Reaksi pupil
- Disfungsi motorik dan sensorik
- Defisit saraf kranial (pergerakan mata ekstraokular, kecenderungan/ kemencengan
muka, adanya prolapse/ terkulainya organ)
- Kesulitan berbicara dan gangguan visual
- Sakit kepala dan kaku kuduk
Karena perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama kontak dengan
pasien, maka monitoring status mental GCS oleh perawat merupakan hal krusial pada
pasien-pasien stroke.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
4. Resiko injuri
5. Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan kognitif-
motorik akibat hemoragik serebral
C. Tujuan Rencana Intervensi (NOC)
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
a. Tissue perfusion : cerebral(tekanan intakranial dalam batas normal, tekanan darah
dalam batas normal (90-120/60-80) mmHg, MAP antara 30-40 mmHg, penurunan
level kesadaran tidak terjadi, gangguan kognitif tidak terjadi)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
a. Immobility consequences : physiological( tidak ada decubitus, tidak terjadi
kontraktur sendi, tidak ada thrombosis vena )
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
a. Communication (klien mampu menggunakan bahasa verbal, klien mampu
menggunakan bahasa non-verbal, klien mengerti bahasa yang disampaikan orang
lain, klien mampu melakukan komunikasi dua arah dengan orang lain)
4. Resiko injuri
a. Falls prevention behavior (terdapat tepi pengaman pada bed klien, dilakukan
asistensi terhadap mobilisasi klien)
5. Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan kognitif-
motorik akibat hemoragik serebral
a. Self care : ADL (klien mendapat bantuan untuk makan, berpakaian, toileting,
mandi, oral hygiene)
D. Intervensi Keperawatan (NIC)
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
a. Cerebral perfusion promotion
- Monitor status neurologi
- Monitor protrombine time dan parsial thrombin time
- Lakukan plebotomi untuk memantau level analisa darah lengkap
- Hindari hiperfleksi pada leher
- Kolaborasikan dengan tim medis tentang pemberian posisi head of bed antara
15-30°, dan monitor respon pasien terhadap posisi kepala
- Kolaborasi pemberian antikoagulan
- Monitor tanda-tanda perdarahan
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
a. Pressure ulcer prevention
- Observasi keadaan kulit setiap hari, terutama area yang memiliki resiko tinggi
luka tekan
- Lakukan perubahan posisi 1-2 jam sekali
- Hindari kerutan pada linen
- Gunakan air hangat dan sabun lembut saat memandikan
- Gunakan pengganjal/bantal pada area-area resiko tinggi luka tekan seperti
sacrum, siku, tungkai
- Edukasi keluarga untuk melaporkan adanya kerusakan integritas kulit
b. Exercise therapy : joint mobility
- Kaji keterbatasan gerak sendi klien
- Buatkan jadwal melaksanakan range of motion
- Ajarkan range of motion
- Ajarkan keluarga untuk melakukan latihan ROM pada pasien
- Kaji adanya nyeri pada saat melakukan exercise
3. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
a. Communication enhancement : speech deficit
- Ajak keluarga untuk menerjemahkan maksud verbal klien jika diperlukan
- Dengarkan klien dengan seksama
- Gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti
- Jangan berteriak kepada klien
- Beri dukungan kepada klien untuk melafalkan kata-kata dengan benar
- Gunakan bahasa non verbal/gestur jika diperlukan
4. Resiko injuri
a. Fall prevention
- Kaji adanya gangguan lingkungan yang berpotensi meningkatkan resiko jatuh
klien
- Identifikasi perilaku klien yang menimbulkan resiko jatuh
- Monitor adanya kelianan mobilisasi, keseimbangan, dan level kelemahan klien
- Asistensi klien pada saat ambulasi/mobilisasi
- Gunakan bedside rails untuk mencegah klien jatuh dari tempat tidur
- Ajarkan klien untuk meminta bantuan kepada orang lain jika ingin melakukan
ambulasi/mobilisasi
5. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan kognitif-
motorik akibat hemoragik serebral
a. Self care assistance
- Kaji batasan kemampuan klien dalam melakukan ADL dan perawatan diri
- Fasilitasi peralatan hygiene klien
- Bantu klien memenuhi ADL dan perawatan diri
- Tetapkan jadwal melakukan ADL perawatan diri untuk klien seperti sistensi
mandi, makan, dll.
- Mandirikan klien sesuai dengan kemampuannya dalam melaksanakan ADL dan
perawatan diri, bantu jika diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta.
2006.
2. Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention Classification
(NIC) ed5. St Louis: Mosby Elsevier.
3. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi ed 3. Jakarta: EGC.
4. Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
5. Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and
Classifications 2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.
6. Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC.
7. Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes Classification
(NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier.
8. Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Davis Comp.
9. Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing. Philadelphia:
Davis
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN “CVA-ICH”

RUANG 26 STROKE RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG


Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners
Departemen Medikal
Oleh :

Rizky Oktaviani
2019.02.067
Telah diperiksa kelengkapannya pada :

Hari :

Tanggal :

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

( ) ( )

NIP. NIP.

Kepala Ruangan

( )
NIP

Anda mungkin juga menyukai