Anda di halaman 1dari 38

ACARA II

PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK SUSU

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Acara II “Pembuatan Produk Dan Uji Kualitas
Produk Susu” adalah :
1. Mahasiswa dapat memahami prinsip teknologi pengolahan susu untuk
memperpanjang umur simpan.
2. Mahasiswa dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi pada susu selama masa
penyimpanan.
3. Mahasiswa dapat memahami prinsip pembuatan produk olahan susu.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Susu adalah komponen penting dari makanan 6 miliar orang. Produksi
susu dunia mencapai 730 juta ton/ tahun. Meskipun mamalia menghasilkan
susu untuk memberi makan anak mereka, di banyak daerah di dunia manusia
terus mengonsumsi susu sepanjang hidup mereka. Namun, harus ditekankan
bahwa intoleransi laktosa tersebar luas di seluruh dunia dan bahwa sebagian
besar populasi dunia tidak akan mendapat manfaat dari manfaat susu putatif.
Selain susu, beberapa produk susu seperti krim, mentega, yogurt, kefir, dan
keju memiliki telah diproduksi dan dikonsumsi di seluruh dunia selama
ribuan tahun. Oleh karena itu, dampak susu dan produk susu pada kesehatan
manusia adalah relevan secara kuantitatif dan telah menjadi subjek dari
beberapa penyelidikan, pada seluruh produk dan komponennya yang
terisolasi (Visioli and Andrea, 2014). Susu dikenal sebagai bahan pangan
yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena susu mengandung air di
dalamnya, protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, gas serta
vitamin A, C, D, dalam jumlah yang memadai. Produk susu diolah menjadi
beraneka ragam pangan, salah satu diantaranya adalah diolah menjadi tahu
susu (Nurhidajah dan Agus, 2012).
Susu segar adalah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau
ditambahkan bahan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat.
Susu merupakan bahan minunuman yang sesuai untuk kebutuhan hewan dan
manusia karena mengandung zat gizi dengan perbandingan yang optimal,
mudah dicerna dan tidak ada sisa yang terbuang. Selain sebagai sumber
protein hewani, susu juga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri
(Aak, 1995). Susu mengandung protein bermutu tinggi dengan kadar lemak
3,0 hingga 3,8%. Susu ini merupakan sumber kalsium dan fosfat yang baik,
tinggi kandungan vitamin A, thiamin, niacin, dan riboflavin. Namun susu ini
miskin mineral, terutama zat besi. Susu memiliki kadar air sebanyak 87,5%.
Kandungan gulanya pun cukup tinggi, 5% tapi rasanya tidak manis karena
gula susu yaitu laktosa yang daya kemanisannya lebih rendah dari gula pasir
atau sukrosa (Ide, 2008).
Susu segar adalah salah satu bahan makanan yang mempunyai gizi
tinggi karena kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin
yang dibutuhkan tubuh. Kandungan gizi yang tinggi pada susu
menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dan berkembang dalam waktu
singkat sehingga tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan baik
(Saleh, 2004). Susu adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses
pemerahan yang harus melihat aspek ASUH (aman, sehat, utuh dan halal).
Mengkonsumsi susu sangat baik bagi kesehatan karena susu mengandung
banyak vitamin dan mineral (Oka dkk., 2017). Selain kandungan mineral dan
vitamin, pada susu terdapat kandungan protein, lemak dan karbohidrat
(laktosa) yang sangat baik bagi tubuh. Namun kandungan tersebut dapat
berbeda sesuai kebutuhan neonates spesies. Kandungan protein pada susu
tidak hanya untuk mencukupi gizi namun juga berfungsi sebagai
antimikroba. Antimikroba yang ada pada susu seperti imunolobulin,
laktoperoksidase, laktoferin dan lisozim (Tanaka, 2007 dalam Susanti dan
Hidayat, 2016). Susu dengan berbagai manfaat dan kandungannya yang baik
untuk tubuh juga mempunyai kandungan 20 protein allergen. Kandungan
allergen itu biasanya dialami oleh anak-anak yang alergi terhadap kandungan
beta lactoglobulin dan kasein (Susanti dan Hidayat, 2016).
Susu segar merupakan susu yang diperoleh dari hewan baik sapi,
kerbau, kuda, kambing atau domba yang keadaannya sehat serta tidak
tercampur kolostrum. Susu segar yang ada di Indonesiasebagian besar
dihasilkan dari sapi Friesian Holstein yaitu sekitar 35% merupakan produk
dalam negeri. Air dan lemak merupakan kandungan terbesar dari susu yaitu
terdapat vitamin yang terkandung dalam lemak susu dan sifatnya hanya larut
dalam lemak yaitu terdapat pada vitamin A, D, E dan K. Air susu
mengandung berbagai tipe protein, yang dikelompokkan menjadi 2 macam,
yaitu kasein (80%) dan laktoglobulin (20%) (Masruroh dkk., 2018).
Berdasarkan SNI 01-3141-2011, susu segar diartikan sebagai cairan yang
diperoleh dari ambing sapi. Susu segar didapat dari pemerahan yang benar,
serta belum dilakukan penambahan apapun dan belum memperoleh
perlakuan apapun terkecuali pendinginan (BSN, 2011).
Susu sapi terdiri dari sekitar 87% air, mengandung lemak rata-rata 3%
-4%, protein 3,5%, laktosa 5% dan 1,2% mineral dengan beberapa variasi
tergantung pada grade. Dalam susu yang dipasarkan untuk konsumsi
langsung memiliki kadar lemak standarisasi yang diwajibkan memenuhi
syarat mutu yaitu untuk tiga jenis: secara keseluruhan (> 3,5%), semi skim
(1,5% –1,8%), dan skim (<0,5%) (2). Terdapat lemak terutama triasilgliserol
(98%) di dalam susu sebagai gumpalan, mulai dari diameter 0,1 hingga 10
lm yang dikelilingi oleh membran (MFGM, atau globula lemak susu
membran) dan terdiri dari beberapa lapisan dan fosfolipid sekitar 40 protein
yang berbeda serta memiliki banyak aktivitas enzim yang terlibat dalam
berbagai proses metabolism (Marangoni et al., 2018). Jumlah bakteri susu
yang diproduksi dapat dihambat dengan penanganan susu yang baik. Faktor-
faktor yang harus diperhatikan adalah higenitasnya dengan cara melindungi
susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber
yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan dan
pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang tepat dalam proses
pengolahan dan penyimpanan (Toledo et al., 2002).
Susu dengan berbagai produk merupakan sumber protein hewani yang
mengandung nilai gizi tinggi dan semakin banyak dikonsumsi masyarakat.
Susu mengandung semua bahan yang diperlukan dalam diet manusia. Pada
umumnya kandungan air dalam susu berkisar antara 80-90%, lemak antara
2,58,0%, laktosa antara 3,5-6,0%, albumin antara 0,4-1%, dan abu antara
0,5-0,9%. Susu segar mempunyai sifat fisik tidak tahan lama bila disimpan
pada suhu kamar,sehingga perlu segera dilakukan penanganan. Berbagai
pengolahan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan dan menambah
nilai guna susu. Salah satu teknik pengolahan susu guna memperpanjang
waktu simpan adalah dengan cara menfermentasikan atau dikenal dengan
susu fermentasi (Sunaryanto, 2017).
Methylene blue (MB) merupakan zat warna dasar yang sangat penting
dan relative murah dibandingkan dengan pewarna lainnya. Zat warna ini
paling sering dipakai dalam industri tekstil, sutra, wool dan kosmetik. Dosis
tinggi dari MB dapat menyebabkan mual, muntah, nyeri pada perut dan
dada, sakit kepala, keringaberlebihan dan hipertensi (Fitriani dkk., 2015).
Methylene Blue (methylthionine chloride) adalah senyawa kimia aromatik
heterosiklik dengan molekul formula (C16 H18 ClN3 S, 3H2O) dengan nama
kima (3,7-bis dimethylamino-phenazathionium Tetramethylthionine
chloride). Metilen blue (MB) adalah pewarna tiazin kationik biru dalam
kondisi teroksidasi tanpa warna dan pengurangan bentuk (leucomethylene
blue). MB dan leucomethylene blue ada sebagai pasangan redoks di
kesetimbangan dan bersama-sama membentuk oksidasi reversibel sistem
reduksi atau pasangan donor-akseptor elektron
(Miclescu and Wiklund, 2010).
Alkohol 70% merupakan cairan yang mengandung 70% etil alkohol
(CH3CH2OH) dan 30% air. Etil alkohol (etanol) membunuh bakteri melalui 2
cara, yaitu denaturasi protein dan pelarutan membran lemak. Protein
merupakan salah satu penyusun dari sel bakteri. Protein pada sel bakteri ini
akan bekerja dengan baik jika larut dalam air. Pada saat terdapat etanol di
dalam lingkungan sel bakteri, maka kelarutan protein akan menurun karena
etanol dapat larut dalam air dengan segala perbandingan. Alkohol 70 %
dipakai dengan alasan salah satu kerja etanol dalam merusak sel bakteri
adalah mendenaturasi protein. Kerja ini akan lebih efektif jika ada air di
dalamnya. Etanol 70% merupakan campuran antara etanol sebanyak 70%
volume dan air 30% volume (v/v). Air tersebut digunakan sebagai pelarut
protein yang terdenaturasi, inilah yang menyebabkan mengapa harus ada air
di dalam cairan alkohol yang digunakan. Selain itu pada alkohol konsentrasi
sangat tinggi hanya akan mampu mendenaturasi protein di luar sel bakteri.
Tidak mampu menembus membrane sel bakteri dan mendenaturasi protein di
dalam sel bakteri yang sebenarnya merupakan target utamanya
(Susatyo, 2016).
Indikator merupakan suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi
denganasam maupun basa dengan adanya perubahan warna sesuai dengan
konsentrasi ion hidrogen melalui prosestitrasi. Indikator yang digunakan
pada titrasi basa kuat-asam kuat biasanya berupa indikator sintetis, misalnya
Indikator fenolftalein (pp). Indikator ini merupakanindikator sintetis yang
dijual di pasaran dengan harga yang relatif mahal, dapatmenyebabkan polusi
kimia, ketersediaanyang terbatas dan biaya produksi yang tinggi
(Apriani dkk., 2016).
Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia,
hewan dan tanaman yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat makanan,
juga merupakan sumber energi serta berbagai keperlua lainnya. Air adalah
suatu zat cair yang tidak mempunyai rasa, bau dan warna dan terdiri dari
hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Karena air mempunyai sifat
yang hampir bisa digunakan untuk apa saja, maka air merupakan zat yang
paling penting bagi semua bentuk kehidupan (tumbuhan, hewan, dan
manusia) sampai saat ini selain matahari yang merupakan sumber energi. Air
dapat berupa air tawar dan air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar
di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan wujud, gerakan
aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air
mengikuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus
hidrologi (Sasongko dkk., 2014).
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak, dengan ujung daun
dan tepi daun yang berduri dan memiliki tulang daun yang sejajar. Kemudian
memiliki kulit yang berwarna hijau kekuning-kuningan, serta daging buah
berwarna kuning. Buah nanas yang sudah masak dapat dikonsumsi langsung
sebagai buah segar dan yang dikonsumsi adalah bagian dagingnya saja,
setelah dikupas kulitnya dan dibersihkan dari duri-durinya yang kemudian
dicuci dan diberi garam, karena ada rasa getir dan cairannya yang
kadangkala menusuk perut terutama bagi yang sakit lambung (maag) atau
dalam bentuk buah-buahan kaleng. Sedangkan pada bagian batang, daun,
kulit dan bonggolnya hanya dibuang begitu saja dan bahkan digunakan
sebagai pakan ternak (Masri, 2013).
Nanas bisa dikonsumsi langsung dalam bentuk buah segar, dimasak,
atau dibuat jus. Rasa dari nanas dipengaruhi oleh letak geografi nanas itu
tumbuh, musim, proses dalam pertumbuhan dan waktu panen. Rasa nanas
yang baik adalah rasa manis dan asam yang seimbang. Nanas mengandung
asam askorbat. Asam askorbat atau vitamin C akan melindungi tubuh dari
bakteri dan virus dan membantu dalam penyerapan zat besi
(Hossain et al., 2015).
2. Tinjauan Teori
Susu dan produk susu adalah makanan berkualitas tinggi yang sangat
baik menyediakan baik gizi dan nilai kuliner. Namun, susu sangat rentan
terhadap pembusukan oleh mikroorganisme dan mikrobiologi yang
memainkan peran utama dalam susu yang industri dalam kontrol kualitas
susu. Susu sapi terdiri dari berbagai nutrisi seperti lemak, protein, mineral,
vitamin, karbohidrat dan air dan dengan demikian susu berfungsi sebagai
media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Pasteurisasi, sebagai
proses pemanasan cairan khususnya susu, dengan suhu antara 55˚C dan 70˚C
Pasteurisasi berfungsi untuk menghancurkan bakteri berbahaya tanpa
material, mengubah komposisi, rasa, atau nilai gizi dari cair
(Anderson, 2011).
Sebelum dikonsumsi produk susu harus dipasteurisasi untuk
membunuh mikroba patogen. Pasteurisasi harus dilakukan dengan
meminimalkan komponen mikroba tersebut dan sifat organoleptik dari susu
mentah. Selain prosedur konvensional pasteurisasi baru-baru ini metode
microwave telah digunakan. Dalam makanan industri salah satu bidang
penerapan teknik microwave adalah peningkatan keamanan mikrobiologis
produk oleh pasteurisasi (Albert, 2009).
Pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi merupakan salah
satu upaya untuk memperpanjang masa simpan susu tanpa banyak merubah
sifat fisiknya. Pasteurisasi susu dilakukan dengan menggunakan proses
pemanasan di bawah titik didih susu yaitu (100,160C). Mikroba yang muncul
sesaat setelah susu dipasteurisasi diduga sebagai mikroba termodurik.
Kontaminasi mikroba dapat terjadi mulai dari pemerahan hingga
pengemasan. Selama proses penyimpanan, susu pasteurisasi diduga akan
mengalami perubahan baik sifat kimia maupun karakteristik mikroba.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas susu pasteurisasi adalah bahan
baku, kondisi pasteurisasi serta kemungkinan kontaminasi (Kristanti, 2017).
Susu pasteurisasi (pasteurized milk) adalah susu yang diberi
perlakuan panas sekitar suhu 63-75oC selama 15 detik yang bertujuan untuk
membunuh bakteri patogen berbahaya. Proses ini tidak membunuh semua
mikroorganisme dan pengaruhnya hanya bersifat sementara. Karena itu, susu
pasteurisasi tetap mudah rusak dan harus disimpan pada suhu rendah (5-6
o
C) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari. Walaupun susu
pasteurisasi tidak menggunakan zat pengawet, namun hasilnya susu aman
untuk diminum dan memperlama daya simpannya. Selain itu, susu
pasteurisasi harus disimpan di dalam lemari pendingin, dan kualitasnya bisa
bertahan hingga seminggu (Ide, 2008).
Pasteurisasi adalah proses memanaskan setiap partikel susu atau
produk susu. Pasteurisasi melibatkan memanaskan makanan pada suhu yang
membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dan secara substansial
mengurangi tingkat organisme pembusuk. Pasteurisasi atau pasteurisasi
membunuh mikroba (terutama bakteri) dalam makanan dan minuman,
seperti susu, jus, makanan kaleng, dan lainnya. Itu ditemukan oleh ilmuwan
Perancis Louis Pasteur selama abad kesembilan belas. Tidak seperti
sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh semua
mikroorganisme dalam makanan. Sebaliknya, ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah patogen yang hidup sehingga mereka tidak
menyebabkan penyakit (dengan asumsi produk pasteurisasi disimpan seperti
yang ditunjukkan dan dikonsumsi sebelum tanggal kedaluwarsanya).
Sterilisasi makanan dalam skala komersial tidak umum karena berdampak
buruk pada rasa dan kualitas produk (Watts, 2016).
Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membunuh mikroorganisme
sampai ke spora-sporanya, yang terdapat di dalam bahan makanan. Proses
ini dilakukan dengan cara memanaskan makanan sampai temperatur 121oC,
selama watu 15 menit. Salah satu contoh alat untuk melakukan sterilisasi
adalah Autoclave. Pada alat Autoclave ini, bahan makanan dipanaskan
sampai temperatur 121-134oC. makanan diproses selama 15 menit, untuk
temperatur 121oC, atau pada temperatur 134oC selama 3 menit. Setelah
pemanasan ini, dilakukan pendinginan secara perlahan untuk menghindari
over-boiling ketika tekanan diberikan pada makanan
(Hendrawati dan Suratmin, 2017).
Susu sterilisasi adalah salah satu contoh hasil pengolahan susu yang
dapat menyebabkan susu segar dapat bertahan lebih lama. Suhu yang
digunakan untuk memanaskan susu berada di atas suhu yang diperlukan
untuk membuat susu pasteurisasi dan di bawah suhu susu UHT yaitu sekitar
100 – 140°C dalam waktu yang sangat pendek yaitu kurang lebih 1 – 4 detik
saja. Apabila proses pasteurisasi hanya bertujuan untuk membunuh bakteri
patogen (bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hewan
dan tumbuhan), sterilisasi susu bertujuan untuk membunuh semua bakteri,
baik bakteri patogen maupun bakteri nonpatogen. Kelebihan yang dimiliki
oleh susu sterilisasi adalah meskipun menggunakan panas yang tinggi,
kerusakan gizinya terbilang rendah karena proses pemanasan berlangsung
singkat. Selain itu, susu sterilisasi pun dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan susu segar, susu pasteurisasi ataupun yoghurt. Namun,
susu sterilisasi juga memiliki kekurangan dibandingkan susu pasteurisasi
yaitu hilangnya citarasa segar seperti yang terdapat pada susu pasteurisasi
(Suparno dkk., 2011).
Panas yang berbeda dan perawatan yang diberikan kepada susu
mentah untuk menghilangkan organisme patogen, untuk membantu proses
selanjutnya, misalnya untuk pemanasan sebelum pemisahan dan
homogenisasi atau sebagai pengobatan penting sebelum pembuatan keju,
yoghurt dan manufaktur produksi produk susu evaporated dan dikeringkan.
Pasteurisasi, sterilisasi (dalam botol) dan UHT (suhu ultra- tinggi) perawatan
terintegrasi dengan kemasan aseptik adalah dua perawatan tersebut. Tidak
seperti sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh semua
mikroorganisme patogen dalam makanan atau cairan. Sebaliknya,
pasteurisasi bertujuan untuk mengurangi jumlah patogen yang layak
sehingga mereka tidak menyebabkan penyakit. Suhu tinggi juga digunakan
untuk pengawetan susu. Pengolahan UHT menggunakan suhu 138°C selama
sepersekian detik (Hassan dkk., 2009).
Kerusakan pada susu ditandai dengan terciumnya bau dan rasa asam
karena aktivitas bakteri pembentuk asam laktat, terbentuk lendir, yaitu jika
susu disentuh dengan jari dan kemudian diangkat akan tampak seperti
benang. Tanda kerusakan lainnya adalah terbentuknya bau tengik, bau ragi,
pahit busuk, dan terkadang terjadi perubahan warna menjadi kemerahan.
Selain bau busuk, kerusakan susu akan menyebabkan terjadinya
penggumpalan protein dan pencairan jaringan protein sehingga bahan berair
(Purnawijayanti, 2001).
Untuk melihat mikroba yang terkandung maka dilakukan uji
reduktase pereaksi methylene blue. Methylene blue menyebabkan warna susu
menjadi biru dan berangsur menjadi putih kembali. Lamanya waktu
perubahan warna dari biru menjadi putih ini sebagai dasar penentuan
perkiraan jumlah bakteri. Adanya daya reduksi susu disebabkan oleh
aktivitas enzim-enzim tertentu dalam susu dan juga aktivitas bakteri. Dari
banyak penelitian, ternyata ada hubungan dengan jumlah bakteri dengen
besarnya daya reduksi dalam susu. Oleh karena itu uji daya reduksi
digunakan sebagi salah satu prosedur untuk mengetahui mutu susu segar dan
susu pasteurisasi. Dasar pengujiannya segera setelah susu diperah akan
terkena udara yang menyebabkan tejadinya perbedaan kekuatan oksidasi
reduksi sebesar 300 mV. Bakteri dalam susu untuk pertumbuhan
memerlukan oksigen menghasilkan substansi pereduksi (Umar dkk., 2014).
Prinsip pada uji didih atau rebus yaitu, susu yang memiliki kualitas
yang tidak bagus akan pecah ataupun menggumpal bila melalui proses didih.
Bila susu dalam keadaan asam menjadikan kestabilan kasein menurun,
koagulasi kasein ini yang akan mengakibatkan pecahnya susu, tetapi apabila
susu dalam keadaan baik maka hasil yang dapat dilihat dari uji didih adalah
susu masih dalam keadaan homogen atau tidak pecah. Susu sebanyak 5 ml
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan penjepit tabung,
kemudian tabung dipanaskan dengan menggunakan api Bunsen sampai
mendidih. Uji didih menunjukkan hasil yang positif (kualitas susu tidak
baik) bila terdapat gumpalan yang menempel pada dinding tabung reaksi,
sedangkan hasil yang negatif tidak terlihatnya gumpalan susu pada dinding
tabung reaksi (Dwitania dan Ida, 2013).
Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal
protein susu tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti
butir-butir protein terutama kasein. Apabila susu dicampur dengan alkohol
yang memiliki daya dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi. Semakin
tinggi derajat keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol dengan
kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama
banyaknya. Tuangkan susu sebanyak 3 ml ke dalam tabung reaksi kemudian
tambahkan 3 ml alkohol 70%, kemudian tabung dikocok perlahan-lahan. Uji
alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat pada
dinding tabung reaksi, sedangkan uji alkohol negatif ditandai dengan tidak
adanya butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi
(Dwitania dan Ida, 2013).
Prinsip pada uji derajat asam yaitu secara titrasi ditetapkan kadar
asam yang terbentuk dalam susu. Asam yang terbentuk sebagian besar
karena perombakan laktosa menjadi asam akibat kerja mikroorganisme.
Susu sebanyak 10 ml masukkan dalam 2 botol Erlenmeyer. Kemudian
diteteskan indikator phenolphtalein sebanyak 0,4 ml ke dalam botol
Erlenmeyer pertama, sedangkan botol Erlenmeyer yang kedua sebagai
kontrol. Botol Erlenmeyer pertama dititrasi dengan NaOH 0,1N setetes demi
setetes sambil digoyang-goyangkan sampai terbentuk warna merah muda,
pada kondisi ini sudah tercapai bagian antara asam dan basa. Jumlah NaOH
0,1N yang dipakai dikali empat karena jumlah susu yang dipakai 10 ml,
seharusnya 100 ml (Dwitania dan Ida, 2013).
Tahu susu atau dadih adalah tahu khas dari kota Lembang. Tahu susu
adalah produk turunan dari susu sapi yang diperoleh dari penggumpalan
susu dengan menggunakan rennet atau asam seperti lemon juice atau cuka.
Rasanya asin dengan tekstur mirip tahu kedelai. Bentuk dasar dari tahu susu
berupa suatu massa atau gumpalan yang kandungan airnya dikeluarkan.
Penampilan tahu susu mirip dengan tahu sumedang, tetapi isi tahu lebih
padat dan lebih gurih. Pembuatan tahu susu lebih sederhana dibandingkan
dengan tahu kedelai, hal ini dikarenakan bahan dasar dari pembuatan tahu
susu sudah merupakan cairan sedangkan pada kedelai harus melalui
beberapa proses untuk mendapatkan cairannya. Bahan penggumpal yang
biasa digunakan dalam tahu kedelai, dapat pula digunakan dalam pembuatan
tahu susu (Rokhayati, 2011).
Tahu susu merupakan hasil olahan susu yang dapat dibuat dari susu
yang telah ditolak oleh pabrik pengolahan susu. Tahu susu dapat dibuat dari
susu segar maupun susu yang telah layu. Untuk pembuatan tahu susu
diperlukan enzim proteolitik untuk menggumpalkan susu
(Astawan dan Astawan, 1988). Tahu susu dibuat dengan mencampurkan
bahan-bahan penggumpal (acidulant) kedalam susu segar. Bahan-bahan ini
akan merubah pH susu menjadi 5,2 - 5,3, sehingga mengikat kalsium yang
semula bersatu dengan protein (dalam hal ini kasein) menjadi gumpalan,
yang disertai dengan melarutnya garam kalsium dan fosfor secara berangsur-
angsur. Bentuk dasar dari tahu susu berupa suatu massa atau gumpalan yang
kandungan airnya dikeluarkan (Manik, 2006).
Pembuatan tahu susu pada prinsipnya adalah sama dengan
pembuatan tahu dari kacang kedelai, bahkan lebih singkat waktu
pengolahanya. Tahu susu yang dibuat dari susu segar mempunyai kadar air
61,51% ; kadar abu 5,98%; kadar protein 46,25% ; kadar lemak 35,07%.
Nilai gizi di atas menunjukkan bahwa tahu susu merupakan bahan makanan
yang bergizi untuk di konsumsi. Dibandingkan dengan tahu biasa yang
hanya mengandung protein 7,8%. Tahu susu dapat di simpan selama 60 jam,
sedangkan susu segar hanya mampu bertahan sembilan jam. Tahu susu ini
dapat diolah dalam beragam masakan seperti digoreng, direbus, dioseng,
dan bentuk olahan lain. Jika ingin mendapatkan tahu goreng yang crispy atau
renyah, tahu harus digoreng dengan menggunakan minyak bersuhu tinggi
dan tahu benar-benar terendam seluruhnya di dalam minyak
(Krisnaningsih, 2014).
C. Metodologi
1. Susu Pasteurisasi
1. Alat
a. Water bath
b. Palstik PP
2. Bahan
a. Susu segar 200 ml
3. Cara kerja

200 ml susu segar

Pemasukan ke dalam plastik


PP

Pengikatan

Pemasukan ke dalam water


bath (62oC selama 30 menit)

Pendinginan pada air


mengalir

Pengujian kualitas susu

Gambar 2.1 Diagram Alir Pasteurisasi

2. Sterilisasi
1. Alat
a. Erlenmeyer
b. Kapas
c. Alufo
d. Autoklaf
2. Bahan
a. Susu segar 200 ml
3. Cara kerja

200 ml susu segar

Pemasukan ke erlenmeyer

Penutupan mulut erlenmeyer


dengan kapas dan alufo

Pemasukan ke dalam autoklaf


suhu 230-260oC, 15 menit,
15-20 lb/inci

Pendinginan hingga suhu


ruang

Gambar 2.2 Diagram Alir Sterilisasi

3. Tahu Susu
1. Alat
a. Alat pemarut
b. Alat saring
c. Baskom
d. Kain saring
e. Kompor
f. Panci kukus
g. Pengaduk
h. Timbangan
2. Bahan
a. Ekstrak Nanas
b. Susu Segar
3. Cara kerja
1. Pembuatan Ekstrak Nanas

Nanas

Pencucian

Air Pengekstraksian

Penyaringan Ampas

Filtrat

Gambar 2.3 Pembuatan Ekstrak Nanas


2. Pembuatan Tahu Susu

Susu Segar

Pemanasan hingga suhu 70oC

Ekstrak Pencampuran
Nanas

Gumpalan Susu

Penyaringan

Curd

Pencetakan

Pengukusan

Tahu Susu

Penimbangan

1. Penghitungan Rendemen
2. Pengujian Organoleptik

Gambar 2.4 Diagram Alir Pembuatan Tahu Susu


4. Uji Kualitas Produk Susu
1. Alat
a. Buret
b. Erlenmeyer
c. Gas
d. Gelas beaker
e. Kompor
f. Panci
g. Pipet 1 ml
h. Pipet tetes
i. Plastik PP
j. Pro pipet
k. Statif
l. Tabung reaksi
2. Bahan
a. Alkohol 70%
b. Indikator BM
c. Indikator PP
d. NaOH 0,01 N
e. Susu segar
3. Cara kerja
a. Uji Reduktase
10 ml sampel susu

1 ml MB Pemasukan ke tabung reaksi

Penambahan

Penggojogan

Pengamatan perubahan warna


yang terjadi dan catat waktu

Gambar 2.5 Diagram Alir Uji Reduktase


b. Uji Alkohol

2 ml sampel susu+1 ml
alkohol 70%

Pemasukan ke tabung reaksi

Penggojogan sampai
homogen

Pengamatan adanya
gumpalan
Gambar 2.6 Diagram Alir Uji Alkohol

c. Uji Rebus

10 ml susu

Pendidihan di air mendidih

Pengamatan adanya
gumpalan
Gambar 2.7 Diagram Alir Uji Rebus

e. Uji Derajat Keasaman


10 ml susu

2 tetes indikator
Penambahan
PP

NaOH 0,1 N Penitrasian hingga berubah


warna menjadi merah jambu

Pencatatan jumlah NaOH


yang dibutuhkan
Gambar 2.8 Diagram Alir Uji Derajat Keasaman
D. Hasil dan Pembahasan
1. Susu Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas dengan suhu lebih rendah dari susu
sterilisasi dan biasanya dilakukan di bawah suhu didih air (Idris 1992), yaitu
pada suhu 730C selama 30 menit atau 920C selama 15 detik. Pemanasan pada
pasteurisasi merupakan pemanasan ringan untuk membunuh sebagian
mikroorganisme patogenik dengan menekan seminimal mungkin kehilangan nilai
nutrisi dan mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa susu
segar. Namun, susu pasteurisasi mudah rusak sehingga umur simpannya pendek.
Penurunan kualitas susu yang paling cepat dirasakan oleh konsumen adalah
perubahan flavor akibar ternak mendapat pakan yang mengandung bahan
tertentu. maupun terjadinya perubahan kimia, fisikokimia, dan mikrobiologi
pada produk itu sendiri (Ambarsari dkk., 2012).
Sterilisasi pada susu merupakan suatu proses untuk membunuh
mikroorganisme pada susu sampai ke sporasporanya. Proses ini dilakukan
dengan cara memanaskan makanan sampai temperatur 121oC, selama waktu 15
menit. Salah satu contoh alat untuk melakukan sterilisasi adalah Autoclave. Pada
metode dengan alat Autoclave ini, susu dipanaskan sampai temperatur 121-
134oC. Susu diproses selama 15 menit, untuk temperatur 121oC, atau pada
temperatur 134oC selama 3 menit. Setelah pemanasan ini, dilakukan pendinginan
secara perlahan untuk menghindari over-boiling ketika tekanan diberikan pada
susu. Susu sterilisasi biasa dikemas dengan kemasan tetrapack yaitu kardus yang
ada lapisan alumunium foil-nya di dalam. Susu jenis ini tidak harus disimpan
dalam suhu dingin. Dengan proses sterilisasi memperpanjang umur simpan susu
dan dapat menjadi susu untuk anak sekolah dalam membantu pemenuhan gizi
bagi anak Indonesia (Hendrawati dan Suratmin, 2017)Ciri susu yang memiliki
kualitas baik adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna kolostrum yang
berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu normal itu
berwarna putih kekuning-kuningan. Kriteria lainnya adalah jika berwarna biru
maka susu telah tercampur air, jika berwarna kuning maka susu mengandung
karoten, dan jika berwarna merah maka susu tercampur dengan darah (Yusuf ,
2010). Sedangkan menurut SNI 3141.1 (2011), susu yang memiliki kualitas baik
yaitu mmeiliki berat jenis minimum 1,0270 g/ml, kadar lemak minimum 3%,
kadar protein minimum 2,8%, derajat asam 6,0-7,5oSH dan pH 6,3-6,8. Selain
itu, susu juga memiliki warna, bau, rasa, kekentalan yang tidak ada perubahan.
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Uji Reduktase Pada Susu
Hari Warna Jam Warna Waktu
Sampel Kel perubahan
ke- Awal Akhir Awal Akhir
4 Biru Putih 11.20 23.30 12 jam 10 menit
0 5 Biru Putih 11.15 23.56 12 jam 41 menit
6 Biru Putih 11.14 23.15 12 jam 1 menit
4 Biru Putih 11.20 11.44 24 menit
Susu Segar 1 5 Biru Putih 11.20 11.44 24 menit
6 Biru Putih 11.20 11.44 24 menit
4 Biru Putih 12.09 - -
2 5 Biru Putih 12.09 - -
6 Biru Putih 12.09 - -
1 Biru Putih 11.50 21.51 10 jam 1 menit
0 2 Biru Putih 11.53 09.53 22 jam
3 Biru Putih 11.50 18.35 6 jam 45 menit
1 Biru Putih 10.45 11.10 35 menit
Susu 2 Biru Putih 10.45 11.10 35 menit
1
Pasteurisasi
3 Biru Putih 10.45 11.10 35 menit
1 Biru Putih 12.09 12.41 32 menit
2 2 Biru Putih 12.09 12.41 32 menit
3 Biru Putih 12.12 13.00 48 menit
Susu 0 7,8 Biru Putih 15.15 14.10 22 jam 55 menit
Sterilisasi 9,10 Biru Putih 15.15 14.10 22 jam 55 menit
11,12 Biru Putih 15.15 14.10 22 jam 55 menit
7,8 Biru Putih 10.45 19.30 8 jam 45 menit
1 9,10 Biru Putih 10.45 19.45 9 jam
11,12 Biru Putih 10.45 20.00 9 jam 15 menit
7,8 Biru Putih 12.08 22.00 9 jam 52 menit
2 9,10 Biru Putih 12.08 22.00 9 jam 52 menit
11,12 Biru Putih 12.08 22.17 10 jam 9 menit

Sumber : Hasil Pengamatan


Berdasarkan Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Uji Reduktase Pada Susu
digunakan sampel yaitu susu segar, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi.
Pengujian reduktase dilakukan dengan cara pemasukkan 10 ml sampel susu ke
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan methylen blue sebanyak 1 ml dan
digojog, setelah selesai dilakukan pengamatan perubahan warna terjadi dan
pencatatan waktu. Pada sampel susu segar diperoleh pada hari ke 0 dan hari ke 1
semua kelompok warna awal adalah biru sedangkan hari akhir berwarna putih.
Sedangkan hari ke 2 pada semua kelompok awal berwarna biru dan akhir
berwarna biru. Waktu perubahan pada hari ke 0 kelompok 4, 5, dan 6 secara
berturut-turut yaitu 12 jam 10 menit, 13 jam 41 menit, dan 12 jam 1 menit.
Sedangkan waktu perubahan pada hari ke 1 kelompok 4, 5, dan 6 yaitu sama 24
menit. Pada sampel susu pasteurisasi yang dilakukan oleh kelompok 1, 2, dan 3
diperoleh pada hari ke 0, 1, dan 2 semua menunjukkan warna awal biru dan akhir
berwarna putih. Waktu perubahan hari ke 0 kelompok 1, 2, dan 3 secara berturut-
turut yaitu 10 jam 1 menit, 22 jam, dan 6 jam 45 menit. Hari ke 1 kelompok 1, 2,
dan 3 secara berturut-turut yaitu 35 menit, 35 menit, dan 35 menit. Dan hari ke 2
kelompok 1, 2, dan 3 secara berturut-turut yaitu 32 menit, 32 menit, dan 48
menit. Pada sampel susu sterilisasi hari ke 0, 1, dan 2 semua kelompok diperoleh
warna awal biru dan akhir berwarna putih. Waktu perubahan hari ke 0 kelompok
7,8, 9,10, dan 11, 12 hasilnya sama yaitu 22 jam 55 menit, waktu perubahan hari
ke 1 diperoleh secara berurutan yaitu 8 jam 45 menit, 9 jam, dan 9jam 15 menit.
Dan waktu perubahan hari ke 2 secara berturut-turut yaitu 9 jam 52 menit, 9 jam
52 menit, dan 10 jam 9 menit.
Hal ini sesuai dengan teori, bahwa semakin banyak bakteri di dalam susu
maka semakin cepat terjadinya perubahan warna biru menjadi putih. Hal ini
disebabkan karena adanya keaktifan enzim reduktase yang dihasilkan bakteri di
dalam mereduksi methylene blue. Dalam susu terdapat enzim reduktase yang
dihasilkan oleh kuman-kuman. Enzim ini mereduksi zat warna methyline blue
menjadi larutan yang tidak berwarna. Oleh karena itu uji reduktase dapat
digunakan sebagai salah satu prosedur untuk mengetahui mutu susu secara cepat.
Mutu susu dapat diterima apabila lama warna biru hilang lebih dari 2 jam dan
kurang dari 6 jam dan di perkirakan jumlah bakteri per ml adalah 4.000.000-
20.000.000 (Umar dkk., 2014). Pada susu pasteurisasi dan sterilisasi seharusnya
lebih lama berubah menjadi putih karena menurut Ide (2008), susu pasteurisasi
(pasteurized milk) adalah susu yang diberi perlakuan panas sekitar suhu 63-75oC
selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen berbahaya.
Dan menurut Hendrawati dan Suratmin (2017), sterilisasi merupakan suatu
proses untuk membunuh mikroorganisme sampai ke spora-sporanya, alat untuk
melakukan sterilisasi adalah Autoclave. Pada alat Autoclave ini, bahan makanan
dipanaskan sampai temperatur 121-134oC. Pada praktikum masih terdapat pada
sampel pasteurisasi perubahan warnanya menjadi putih lebih cepat dibandingkan
susu segar. Menurut Susilawati dkk., (2013), pencemaran bakteri setelah
pemanasan dapat terjadi karena adanya bakteri yang tahan panas atau terjadi
kontaminasi bakteri setelah proses pemanasan, misalnya peralatan yang
digunakan. Pemanasan susu adalah upaya memperpanjang masa simpan pangan
dengan menggunakan panas untuk membunuh semua mikroorganisme pathogen
dan mengurangi mikroorganisme perusak yang terdapat dalam susu.
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Uji Alkohol Susu
Hari
Sampel Kel Keterangan
ke-
4 -
0 5 -
6 -
4 ++
Susu Segar 1 5 ++
6 ++
4 +
2 5 +
6 +
1 -
0 2 -
3 -
1 ++
Susu Pasteurisasi 1 2 ++
3 ++
1 +
2 2 +
3 +
7,8 -
0 9,10 -
11,12 -
7,8 -
Susu Sterilisasi 1 9,10 -
11,12 -
7,8 ++
2 9,10 ++
11,12 ++
Sumber : Hasil Pengamatan
Keterangan:
- = Tidak ada gumpalan
+ = Sedikit gumpalan
++ = Gumpalan sedang
+++ = Gumpalan banyak
Berdasarkan Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Uji Alkohol Susu digunakan sampel
yaitu susu segar, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Uji alkohol dilakukan
dengan cara pemasukan 2 ml sampel susu ke dalam tabung reaksi kemudian
penambahan alkohol 70%, selanjutnya penggojogan sampai homogen dan
pengamatan adanya penggumpalan. Diperoleh pada sampel susu segar kelompok
4, 5, dan 6 hari ke 0 tidak ada gumpalan, hari ke 1 gumpalan sedang, dan hari ke 2
sedikit gumpalan. Pada sampel susu pasteurisasi kelompok 1, 2, dan 3 diperoleh
hari ke 0 tidak ada gumpalan, hari ke 1 gumpalan sedang, dan hari ke 2 sedikit
gumpalan. Pada sampel susu sterilisasi kelompok 7,8,9,10,11,12 diperoleh hari ke
0 tidak ada gumpalan, hari ke 1 tidak ada gumpalan, dan hari ke 2 gumpalan
sedang. Menurut Dwitania dan Ida (2013), pada uji alkohol menentukan
kestabilan sifat koloidal protein susu masih dalam keadaan baik, sehingga pada
selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein
masih dalam keadaan baik. Pada saat susu dicampur dengan alkohol yang
memiliki daya dehidratasi, maka protein tidak berkoagulasi sehingga susu tidak
pecah. Hasil pada praktikum sudah sesuai teori Dwitania dan Ida (2013), bahwa
hasil uji alkohol yang negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan susu yang
melekat pada dinding tabung reaksi. Adapun syarat yang ditetapkan menurut SK
Dirjen Peternakan Departemen Petanian No 17 tahun 1983, susu yang beredar
harus memenuhi persyaratan kualitas yaitu pada uji alkohol menunjukkan hasil
negatif (Dirjen Peternakan, 1983).
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Uji Rebus Susu

Uji Rebus Hari ke-


Sampel Kelompok
0 1 2
4 - +++ +
Susu Segar 5 - ++ +++
6 - ++ +
1 - ++ ++
Susu Pasteurisasi 2 - + ++
3 - + ++
7,8 - - ++
Susu Sterilisasi 9,10 - - ++
11,12 - - ++
Sumber: Hasil Pengamatan
Keterangan:
- = Tidak ada gumpalan
+ = Sedikit gumpalan
++ = Gumpalan sedang
+++ = Gumpalan banyak
Berdasarkan Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Uji Rebus Susu menggunakan
sampel susu segar, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi masing-masing sampel
dilakukan tiga kali ulangan. Pada sampel susu segar hari ke-0 tidak menunjukkan
gumpalan. Pada hari pertama pengulangan pertama menunjukkan banyak
gumpalan, kemudian pada pengulangan kedua dan ketiga menunjukkan gumpalan
yang terbentuk berjumlah sedang. Pada hari ke-2 pengulangan pertama
menunjukkan sedikit gumpalan, pada pengulangan kedua menunjukkan gumpalan
sedang, dan pada pengulangan ketiga menunjukkan sedikit gumpalan.
Pada sampel kedua yaitu susu pasteurisasi pada hari ke-0 menunjukkan
tidak ada gumpalan pada tiap sampel. Pada hari pertama pengulangan pertama
terdapat gumpalan berjumlah sedang. Pada pengulangan kedua dan ketiga
menunjukkan gumpalan sedikit. Pada hari ke-2 ketiga pengulangan menunjukkan
terdapat gumpalan sedang.
Pada sampel susu sterilisasi hari ke-0 dan hari ke-1 semua pengulangan
tidak menunjukkan adanya gumpalan. Setelah hari kedua ketiga pengulangan
menunjukkan terdapat gumpalan sedang. Dari ketiga sampel tersebut
menunjukkan kesesuaian dengan teori menurut Dwitania dan Ida (2013) bahwa
prinsip uji didih yaitu susu yang memiliki kualitas yang tidak bagus akan pecah
ataupun menggumpal bila melalui proses didih. Bila susu dalam keadaan asam
menjadikan kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein ini yang akan
mengakibatkan pecahnya susu, tetapi apabila susu dalam keadaan baik maka hasil
yang dapat dilihat dari uji didih adalah susu masih dalam keadaan homogen atau
tidak pecah. Terlihat bahwa semakin lamanya penyimpanan maka kualitas susu
menurun ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah gumpalan.
Tabel 2.4 Hasil Pengamatan Uji Derajat Keasaman Susu

Hari
Sampel Kel ml NaOH % Asam Laktat
ke-
4 1,8 0,016
0 5 1,3 0,012
6 1,7 0,015
4 3,75 0,034
Susu Segar 1 5 3,85 0,035
6 3,85 0,035
4 4,3 0,039
2 5 4,35 0,040
6 4,3 0,039
1 1,3 0,012
0 2 1,4 0,013
3 1,3 0,012
1 3,45 0,031
Susu Pasteurisasi 1 2 3,2 0,029
3 3,2 0,029
1 4,1 0,037
2 2 4,1 0,037
3 4,0 0,036
7,8 1,6 0,014
0 9,10 1,4 0,013
11,12 1,4 0,013
7,8 1,35 0,012
Susu Sterilisasi 1 9,10 1,45 0,013
11,12 1,35 0,012
7,8 1,7 0,015
2 9,10 1,9 0,017
11,12 1,7 0,015
Sumber: Hasil Pengamatan
Berdasarkan Tabel 2.4 dapat diketahui data kadar asam laktat pada tiga
sampel yaitu susu segar, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Uji dilakukan
dengan cara titrasi pada sampel susu sebanyak 50 ml kemudian ditambahkan
indikator PP sebanyak 2 tetes. Lalu titrasi dilakukan dengan larutan NaOH
sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang bila kembali dikocok.
Pada sampel susu segar hasil pengamatan uji derajat keasaman hari ke-0
berturut-turut yaitu 0,016%; 0,012% dan 0,15%. Hasil pada hari ke-1 berturut-
turut yaitu 0,034%; 0,035% dan 0,035%. Dan pada hari ke-2 berturut-turut
adalah 0,039%; 0,040% dan 0,039%. Pada sampel susu pasteurisasi hasil
pengamatan uji derajat keasaman pada hari ke-0 berturut-turut adalah 0,012%;
0,013% dan 0,012%, pada hari ke-1 berturut-turut adalah 0,031%; 0,029% dan
0,029%. Terakhir pada hari ke-2 berturut-turut adalah 0,037%; 0,037% dan
0,036%. Pada sampel ketiga yaitu susu sterilisasi hasil pengamatan uji derajat
keasaman pada hari ke-0 berturut-turut adalah 0,014%; 0,013% dan 0,013%.
Hasil pada hari ke-1 berturut-turut adalah 0,012%; 0,013% dan 0,012%. Dan
hasil pada hari ke-2 berturut-turut adalah 0,015%; 0,017% dan 0,015%.
Hasil praktikum yang telah dilakukan menunjukkan kesesuaian dengan
teori menurut Nababan dkk (2015) bahwa semakin lama penyimpanan susu maka
derajat keasaman semakin besar. Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin
berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk
memecahkan susu yang sama banyaknya. Pecahnya susu menyebabkan kualitas
susu rendah sehingga tidak layak dikonsumsi karena adanya kemungkinan bahwa
kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi.
2. Tahu Susu
Prinsip pembuatan tahu susu adalah penggumpalan protein susu dengan
bahan pengumpal alami ataupun buatan. Penambahan jenis bahan penggumpal
dalam tahu susu yang ideal dalam jenis dan konsentrasi adalah menggunakan
bahan penggumpal sari nanas dan papain. menyediakan susu sapi yang disaring
hal ini untuk memisahkan dengan kotoran kemudian dipanaskan pada suhu 72oC
diaduk serta dilakukan penambahan bahan penggumpal pada susu dengan suhu
72oC diaduk selama 15 menit hingga menggumpal, jenis jumlah bahan
penggumpal yang ditambahkan ke dalam susu adalah sari nanas 5%, asam cuka
5%, asam sitrat 5%, batu tahu 2% dari volume susu kemudian disaring untuk
memisahkan hasil gumpalan tahu susu dengan whey susu untuk mendapatkan
gumpalan protein selanjutnya dilakukan pengepresan selama 1 jam kemudian
pemotongan tahu susu dan dikukus selama 15 menit, produk tahu susu siap saji.
Susu merupakan salah satu sumber kalsium, apabila pembuatan tahu susu
menggunakan jenis bahan penggumpal sari nanas, asam sitrat, asam cuka, dan
batu tahu dimana tingkat keasaman mempengaruhi nilai pH penggumpalan
sebagai titik isoelektrik penggumpalan optimum tahu susu dan setiap bahan
penggumpal mempengaruhi pada proses penggumpalan protein. Penelitian tahu
susu ini menekankan pada jenis bahan penggumpal yang paling optimum
digunakan untuk mengetahui kadar kalsium tahu susu yang tertinggi. Saat ini
penggumpal tahu yang dipakai masyarakat pada umumnya adalah whey dari
kedelai dan batu tahu. Penggumpal tahu dapat dipakai dari sumber bahan alami
seperti enzim; bromelin dan papain, sedangkan dari bahan kimia adalah asam
cuka, asam sitrat, dan batu tahu. Bahan penggumpal dalam penelitian tahu susu
yang digunakan yaitu asam cuka, asam sitrat, batu tahu, sari nanas untuk
selanjutnya menganalisis kadar kalsium dan sifat organoleptik tahu susu dengan
memanfaatkan produk susu sapi (Nurhidajah dan Agus, 2012).
Salah satu sifat susu adalah dapat digumpalkan, penggumpalan dapat
disebabkan oleh kegiatan enzim atau dengan penambahan asam. Penggumpalan
dengan asam dikendalikan oleh pH, penggumpalan partikel kasein berada pada
titik isoelektrik yaitu pada pH 4,6. Aktifitas partikel pada air mengalami
penurunan pada titik isoelektrik tersebut oleh karena itu akan terjadi
penggumpalan. Penambahan asam akan mengkoagulasikan protein susu,
terutama kasein dan sedikit albumin. Prinsip pembuatan tahu susu adalah
penggumpalan protein susu dengan bahan pengumpal alami ataupun buatan.
Fungsi penambahan ekstrak nanas yaitu sebagai penggumpal alami. Penggumpal
tahu dapat dipakai dari sumber bahan alami seperti enzim; bromelin dan papain,
sedangkan dari bahan kimia adalah asam cuka, asam sitrat, dan batu tahu
(Nurhidajah dan Agus, 2012).
Penambahan ekstrak nanas mempengaruhi terjadinya peningkatan kadar
protein tahu. Di dalam buah nenas terkandung suatu enzim protease yaitu enzim
bromelin. Enzim bromelin merupakan suatu enzim protease yang mampu
memecah protein melalui reaksi hidrolisis, oleh karena itu dapat meningkatkan
kadar protein. Enzim bromelin dapat menghidrolisis ikatan peptida dari suatu
rantai polipeptida pada protein menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu asam
amino sehingga lebih mudah dicerna tubuh. Dalam hal ini, enzim bromelin
berperan sebagai biokatalisator yang mempercepat reaksi pemecahan protein
menjadi asam amino. Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi enzim yang
ditambahkan, maka kecepatan reaksi akan semakin tinggi sehingga semakin
banyak ikatan peptida yang terhidrolisis, akibatnya semakin banyak pula protein
yang terhidrolisis menjadi asam amino (Purwaningsih, 2017).
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Tahu Susu
Berat Berat
Jenis Volum Rendeme
No Warna Tekstur awal akhir
susu e (ml) n (%)
(g) (g)
Lebih
Susu padat,
Putih
segar + ukuran
1 kekunin 400 391 30,6 7,82
nanas curd
gan
matang lebih
besar
Lebih
Susu lunak,
segar + ukuran
2 Putih 400 329 10,3 2,63
nanas curd
mentah lebih
kecil
Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Tahu Susu, digunakan 2


sampel yang berbeda. Sampel yang pertama yaitu susu segar + nanas matang.
Sampel ini menghasilkan tahu susu dengan warna putih kekuningan, teksturnya
lebih padat dan ukuran curd lebih besar. Volume, berat awal, berat akhir,
rendemen secara berturut-turut yaotu sebesar 400 ml, 391 g, 30,6 g, dan 7,82%.
Sampel yang kedua yaitu susu segar + nanas mentah. Sampel ini menghasilkan
tahu susu dengan warna putih, teksturnya lebih lunak dan ukuran curd lebih
kecil. Dengan volume, berat awal, berat akhir, dan rendemen yang dihasilkan
secara berturut-turut yaitu sebesar 400 ml, 329 g, 10,3 g, dan 2,63%. Berdasarkan
teori Mustaufik dan Ike (2005), buah nanas muda, terutama daging buahnya
memiliki kandungan enzim bromelin yang banyak. Enzim tersebut bersifat
proteolitis yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menggumpalkan
kandungan protein dalam susu. Artinya nanas muda dapat menghasilkan tekstur
yang lebih lunak daripada nanas matang. Pada praktikum rendemen yang
dihasilkan pada nanas matang memiliki jumlah yang lebih banyak, hal ini sudah
sesuai teori Nurhidajah dan Agus (2012), bahwa nanas matang dapat
menghasilkan rendemen yang lebih tinggi daripada nanas mentah. Hal ini karena
kandungan enzim bromelin yang lebih sedikit daripada nanaas mentahProses
pembuatan tahu susu meliputi proses pasteurisasi, penambahan bahan
penggumpal, pemanasan 90°C, penyaringan, pengepresan dan pengukusan.
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan dengan
menggunakan banyak air, tetapi air tidak bersentuhan langsungdengan produk.
Bahan makanan dibiarkan dalam panci tertutup dan dibiarkan mendidih.
Pengukusan sebelum penyimpanan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Pengukusan pada tahu susu
bertujuan untuk memanaskan adonan sehingga menghasilkan struktur tahu susu
yang baik. Suhu optimal aktivitas papain yaitu 50-65°C dengan pH optimum 5-7
(Manab dkk., 2017).
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Acara II “Pembuatan Produk Dan Uji
Kualitas Produk Susu” adalah :
1. Prinsip pasteurisasi susu yaitu pemasukan dan pengikatan susu segar dalam
plastik pp dan dilakukan pemanasan dalam waterbath dengan suhu 62oC
selama 30 menit. Kemudian dilakukan pendinginan pada air yang mengalir.
Sedangkan, prinsip sterilisasi susu yaitu pemasukan susu segar dalam
erlenmeyer dan penutupan dengan kapas dan dilakukan pemanasan dalam
autoklaf dengan suhu 230-260 oC selama 15 menit lalu didiamkan hingga
suhu ruang.
2. Berdasarkan hasil uji reduktase susu dengan menggunakan 3 sampel yaitu
susu segar, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi. Dimana susu sapi diambil
10 ml per sampel perlakuan susu dan dimasukan ke dalam tabung reduktase
yang telah disterilkan dan diisikan masing-masing 1 ml larutan methylen
blue ke dalam tabung. Dapat disimpulkan bahwa lamanya penyimpanan dan
perlakuan yang ada pada sampel susu sapi dapat mempengaruhi angka
reduktase susu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan
susu tersebut semakin rendah angka reduktasenya. Berdasarkan hasil uji
alkohol susu dengan menggunakan 3 sampel yaitu susu segar, susu
pasteurisasi dan susu sterilisasi. Dimana sampel susu dan alkohol 70%
dicampur menjadi satu dalam jumlah yang sama yaitu 2 ml. Dapat
disimpulkan bahwa susu yang telah disimpan lebih dari 1 hari akan
mengalami kerusakan. Susu yang rusak akan bercampur dengan alkohol
yang berdaya dehidrasi sehingga protein akan berkoagulasi dan membentuk
gumpalan. Berdasarkan hasil uji rebus susu dengan menggunakan 3 sampel
uji yaitu susu segar, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi yang diuji pada hari
ke-0, ke1 dan ke-2. Dapat disimpulkan bahwa bahwa susu yang baru diperah
mempunyai reaksi amphoter, yaitu memerahkan lakmus biru dan
membirukan lakmus merah dengan pH sedikit asam yaitu sekitar 6,5 – 6,6.
Berdasarkan hasil uji derajat keasaman susu dengan menggunakan tiga
sampel yaitu susu segar, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi. Dengan
melakukan metode titrasi pada sampel susu sebanyak 50 ml yang
ditambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan larutan
NaOH sampai terbentuk warna merah muda. Yang dilakukan pengujian
terhadap kadar asam laktat sebanyak tiga kali yaitu pada hari ke-0, ke-1 dan
ke-2. Dapat disimpulkan bahwa bahwa pada sampel susu segar tanpa
perlakuan dalam bertambahnya hari penyimpanan susu berbanding lurus
dengan hasil pertambahan asam laktat pada pengujian derajat keasaman susu
dan susu yang telah disimpan lama akan menghasilkan asam.
DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1995. Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


Albert. 2009. The effect of microwave pasteurization on the composition of milk.
University of Kaposv´ar,Faculty of Animal Science : Hungary.
Ambarsari, Indrie. Qanytah dan Tri Sudaryono. 2012. Perubahan Kualitas Susu
Pasteurisasi Dalam Berbagai Jenis Kemasn. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 32
(1) : 10-19.
Anderson, Melisa, et al. 2011. The Microbial Content of Unexpired Pasteurized Milk
From Selected Supermarkets in a Developing Country. Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine Vol. 1(1): 205-211.
Apriani, Fitri., Nora Idiawati dan Lia Destiarti. 2016. Ekstrak Metanol Buah Lakum
(Cayratia trifolia (L.)(Domin) Sebagai Indikator Alami Pada Titrasi Basa Kuat
Asam Kuat. JKK Tanjungpura. Vol. 5 (4) : 74-78.
Astawan dan Astawan, 1988. Teknologi Pengolahan Hewani Tepat Guna. Jakarta:
CV. Akademika Pressindo.
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia. Syarat Mutu Susu
Segar-Bagian 1: Sapi. SNI 3141.1: 2011. Badan Standardisasi Nasional:
Jakarta.
Direktorat Kesehatan Hewan, 1983. Manual Kesmavet. No. 28/II/1983. Direktorat
Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian.
Jakarta. Hal; 35-43.
Dwitania, Deski Citra dan Ida Bagus Ngurah Swacita. 2013. Uji Didih, Alkohol dan
Derajat Asam Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota
Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus, 2(4): 437-444.
Fitriani, Dyah., Dwita Oktiarni dan Lusiana. 2015. Pemanfaatan Kulit Pisang Sebagai
Adsorben Zat Warna Methylene Blue. Jurnal Gradien. Vol. 11 (2) : 1091-1095.
Handayani, Gemy Nastity, Nur Ida, Ahmad Rusmin R. 2014. Pemanfaatan Susu Skim
Sebagai Bahan Dasar Dalam Pembuatan Produk Olahan Makanan Tradisional
Dangke Dengan Bantuan Bakteri Asam Laktat. JF FIK UINAM, Vol 2(2).
Hassan Ammara, Imran Amjad and Shahid Mahmood. Microbiological And
Physicochemical Analysis Of Different UHT Milk Available In A Local
Market. Pakistan Council of Scientific and Industrial Research,
Lahore,Pakistan As. J. Food Ag-Ind Vol. 2(03): 434-447.
Hendrawati, Tri Yuni dan Suratmin Utomo. 2017. Optimasi Suhu Dan Waktu
Sterilisasi Pada Kualitas Susu Segar Di Kabupaten Boyolali. Jurnal Teknologi,
9(2).
Hossain, Md. Faris., Shaheen Akhtar dan Mustafa Anwar. 2015. Nutrition Value and
Medicinal Benefits of Pinapple. International Journal of Nutrition and Food
Sciences, Vol. 4(1): 84-88.
Ide, Pangkalan. 2008. Health Secret of Kefir Menguak Keajaiban Susu Asam untuk
Penyembuhan Berbagai Penyakit. Penerbit PT Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Krisnaningsih, Aju Tjatur Nugroho dan Mardhiyah Hayat. 2014. Pemanfaatan
Berbagai Ekstrak Buah Lokal Sebagai Alternatif Acidulant Alami Dalam
Upaya Peningkatan Kualitas Tahu Susu. Fakultas Peternakan Universitas
Kanjuruhan Malang.
Kristanti, Novita Dewi. 2017. Daya Simpan Susu Pasteurisasi Ditinjau Dari Kualitas
Mikroba Termodurik Dan Kualitas Kimia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak, 12(1): 1-7.
Manab, Abdul., Purwadi, dan Manik Eirry Sawitri. 2017. The Development Of Goat
Milk Kefir And Tofu At Mendho Subirejo Farm Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Pasuruan. Journal of Innovation And Applied Technology Vol. 3(2):
534-547.
Manik, E. 2006. Olahan Susu. Jakarta : Pusat Unit Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Marangoni, Franca., Luisa Pellegrio., ElviraVerduci., Andrea Ghiselli, and Roberto
Bernabei. 2018. Cow’s Milk Comsumption And Health: A Health
Professional’s Guide. Journal ogf The American College of Nutrition. Vol. 10
(1) : 1-12.
Masri, Mashuri. 2013. Isolai Dan Pengukuran Aktivitas Enzim Bromelin Dari
Ekstrak Kasar Batang Nanas (Ananas comosus) Pada Variasi pH. Jurnal
Biology Science & Education, 2(2).
Masruroh, Hidayatul., Ulla Disky., Fransisca Sri Nugraheni., dan Vita Paramita.
2018. Analisa Kadar Lemak Dalam Susu Perah Sapi Menggunakan Gaya
Sentrifugasi. Metana, 14(1): 25-30.
Miclescu, Andriana and L. Wiklund. 2010. Methylene Blue, An Old Drug with New
Indications. Jurnalul Roman de Anestezie Terapie Intensiva. Vol. 17 (1) : 35-
41.
Mustaufik., dan Ike S. 2005. Pemanfaatan Penggumpal Alami Ekstrak Buah Nenas
pada Pembuatan Tahu dari Kedelai Varietas Slamet. Jurnal Pembangunan
Pedesaan. Vol. 5(1): 26-33.
Nababan, Maulina., I Ketut Suada., dan Ida Bagus Ngurah Swacita. 2015. Kualitas
Susu Segar pada Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Alkohol, Derajat
Keasaman dan Angka Katalase. Indonesia Medicus Veterinus. Vol. 4(4) : 374-
382
Nurhidajah dan Agus Suyanto. 2012. Kadar Kalsium Dan Sifat Organoleptik Tahu
Susu Dengan Variasi Jenis Bahan Penggumpal. Jurnal Pangan dan Gizi Vol
Oka, Bagus, Mohammad Wijaya dan Kadirman Kadirman. 2014. Karakterisasi
Kimia Susu Sapi Perah di Kabupaten Sinjai Melalui Proses Modifikasi Pati.
Jurnal Jurusan Teknik Kimia Ft Universitas Pandanaran, Vol 10 (22).
Purnawijayanti, Hiasinta A. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Purwaningsih, Indah. 2017. Potensi Enzim Bromelin Sari Buah Nanas (ananas
comosus l.) Dalam Meningkatkan Kadar Protein Pada Tahu. Jurnal Teknologi
Laboratorium, 6(1): 39-46.
Rokhayati, Umbang Arif. 2011. Pengaruh Penggunaan Asam Cuka Dan Substitusi
Susu Kedelai Terhadap Bau Tahu Susu. Jurnal Inovasi Vol. 8(1): 113-122.
Saleh, Eniza. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. USU
Digital Library.
Sasongko, Endar Budi., Endang Widyastuti dan Rawuh Edy Priyono. 2014. Kajian
Kualitas Air dan Penggunaan Sumur Gali Oleh Masyarakat di Sekitar Sungai
Kaliyasa Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 12 (2) : 72-82.
Soeparno, R. A. Rihastuti, Indraningsih, dan Suharjono Triatmojo. 2011. Dasar
Teknologi Hasil Ternak. UGM Press: Yogyakarta.
Sunaryanto, Rofiq. 2017. Pengaruh Kombinasi Bakteri Asam Laktat Terhadap
Perubahan Karakteristik Nutrisi Susu Kerbau. Jurnal Bioteknologi dan Biosains
Indonesia. Vol. 4 (1) : 21-27.
Susanti, R. Dan E Hidayat. 2016. Profil Protein Susu dan Produk
Olahannya. Jurnal MIPA, Vol 32(2.
Susatyo, Jojok Heru. 2016. Perbedaan Pengaruh Pengolesan dan Perendaman
Alkohol 70% Terhadap Penurunan Angka Hitung Kuman Pada Alat
Kedokteran Gigi. Jurnal Vokasi Kesehatan. Vol. 11 (2) : 160-164.
Susilawati, T., S. B. M. Abduh., dan S. Mulyani. 2013. Reduksi Bakteri Dan Biru
Metilen, Serta Perubahan Intensitas Pencoklatan Dan pH Susu Akibat
Pemanasan Pada Suhu 80°C Dalam Periode Yang Bervariasi. Animal
Agriculture Journal, 2(3): 123-131.
Toledo, P., Andren A. and Bjorckl L. 2002. Composition of Raw Milk From
Sustainable Production System. International Dairy Journal. Vol. 12 (1) : 75-
80.
Umar., Razali., dan Andi Novita. 2014. Derajat Keasaman Dan Angka Reduktase
Susu Sapi Pasteurisasi Dengan Lama Penyimpanan Yang Berbeda pH. Jurnal
Medika Veterinaria Umar, 8(1).
Visioli, Francesco Visioli and Andrea Strata. 2014. Milk, Dairy Products, and Their
Functional Effects in Humans: A Narrative Review of Recent Evidence.
American Society for Nutrition, 5: 131–143.
Watts, Simran. 2016. A mini review on technique of milk pasteurization. Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry, 5(5): 99-101.
Yusuf, R. 2010. Kandungan Protein Susu Sapi Perah Friesian Holstein Akibat
Pemberian Pakan Yang Mengandung Tepung Katu (Sauropus Androgynus (L.)
Merr) Yang Berbeda. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 6(1): 1-6.
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 2.3 Pengupasan nanas Gambar 2.4 Pengupasan nanas


matang mentah

Gambar 2.6 Penyaringan


Gambar 2.5 Pemarutan nanas parutan nanas

Anda mungkin juga menyukai