Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ).
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan
tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh
atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas
permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur)
juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi
sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan
fraktur( Brunner & Sudart, 2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman
(2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di
Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu
lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami
fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009) Dan menurut data depkes 2005
kalimantan timur korban fraktur akibat dari kecelakaan berkisar 10,5%, sedangkan
bedasarkan data yang diperoleh dari catatan medical record di rumah sakit islam samarinda,
data pada tahun 2012 (periode januari – juni ) didapatkan 14 kasus fraktur, sedangkan untuk
bulan juli ada 7 kasus fraktur.
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh
yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya,
resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah
yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan
kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan
klien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui
mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah
latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke
aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien
post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih
klien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.

B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan fraktur tertutup?
2) Apa etiologi (penyabab) dari fraktur tertutup?
3) Apa klasifikasi (jenis) dari fraktur?
4) Apakah tanda dan gejala fraktur tertutup ?
5) Bagaimana perjalanan (patofisiologi) fraktur tertutup?
6) Bagaimana proses penembuhan tulang?
7) Apa saja faktor penyembuhan fraktur?
8) Apa saja pemeriksaan diagnostik (penunjang) dari fraktur?
9) Apa saja komplikasi fraktur?
10) Bagaimana prinsip penatalaksanaan fraktur dengan konservatif dan operatif?
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR FRAKTUR
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit
sehingga tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. (Sjamsuhidajat,1997)

2. Etiologi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves,
2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak,
apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain:
i. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.

ii. Kekerasan tidak langsung


Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.

iii. Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Long (1996:356) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya
benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
b. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
kejadian kekerasan.
c. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik
dan metabolik).

3. Klasifikasi/Jenis Fraktur Tertutup


Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar. Fraktur yang tidak
menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.

Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur :


a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser
dari posisi normal)
b. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Misal : Hair line
fraktur,Green stick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain
membengkok.

Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma :


a) Fraktur transversal : Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi /
langsung.
b) Fraktur oblik : Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat dari trauma langsung.
c) Fraktur spiral : Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi.
d) Fraktur kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
4. Tanda dan Gejala Fraktur Tertutup
a. Nyeri, terus menerus dan bertambah berat sampai fragme tulang di imobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk menimbulkan gferakan atar afragmen tulang.
b. Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui
adengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat
berfungsi denga baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulag
tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendeka tulang karena kontraksi otot yang melekat
diatas da bawah tempat fraktur.
d. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat)
e. Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur
tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.

5. Patofisiologi Fraktur
Trauma langsung dan tidak langsung serta faktor etiologi lain akan menyebabkan
terjadinya tekanan eksternal pada tulang. Tekanan ini lebih besar dari kemampuan menahan
yang dimiliki oleh tulang sehingga timbulah fraktur salah satunya fraktur tertutup. Pada
tulang yang mengalami fraktur tertutup akan terdapat diskontinuitas tulang dan biasannya
disertai cedera jaringan disekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan syaraf.
Diskontinuitas tulang juga dapat mengakibatkan deformitas tulang.
Dimana deformitas tulang dan juga cedera pada ligament, otot, dan tendon akan
memunculkan masalah Kerusakan MobilitasFisik.Kerusakan atau cedera yang mengenai
pembuluh darah sekitar akan menimbulkan masalah Risiko terhadap Perubahan Perfusi
Jaringan Perifer dan PK(Potensial Komplikasi): Emboli Lemak.
Dan kerusakan atau cedera yang terjadi pada ligament, otot,dan tendon serta jaringan
syaraf sekitar akan merangsang reseptor nyeri sehingga dapat memunculkan masalah Nyeri
Akut. Terjadinya fraktur tertutup itu sendiri akan membawa perubahan pada status kesehatan
klien yang mengakibatkan masalah Ansietas.
6. Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler
baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel
yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah
tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan
kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara
tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk,
dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan
Apley, A.Graham,1993)

7. Faktor Penyembuhan Fraktur Tertutup


a. REPOSISI : pengembalian fragmen tulang keposisi semula
1. Reposisi tertutup : dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang reposisinya dgn memanipulasi dan traksi manual.
2. Reposisi terbuka : dilakukan dengan pendekatan bedah,fragmen
tulang direposisi.
b. IMOBILISASI : mempertahankan reposisi sampai tahap
penyembuhan.
1. Konservatif fiksasi eksterna : gips,bidai,traksi
2. ORIF(Open Reduction Internal Fixation): pen,flat,screw
3. REHABILITASI : pemulihan kembali/pengembalian fungsi dan kekuatan
normal bagian yang terkena

8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang Fraktur


a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas
dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain (Ignatavicius, Donna D, 1995)
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

9. Komplikasi fraktur
Menurut Muttaqin. (2008;76)
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis pada bagian distal.
2) Sindrom kompartemen
Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan
yang menekan otot saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrome
Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-se lemak yang dihasilkan marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan
pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam.

4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada dan jaringan. Pada trauma
ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bagan lain daam pembedahan, seperti
pin (ORIF & OREF) dan plat.
b. Komplikasi Lanjut
Menurut Muttaqin (2008)
1) Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saanya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentukk angulasi pemendekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur
tibia-fibula.
2) Delayed union adalah merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu 3- bulan (tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
3) Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa
infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.
c. Komplikasi Lambat
Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. penyatuan terlambat terjadi bila
penyembuhan tidak terjadi dengan keceptan normal untuk jenis dan tempat fraktur
tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Pada akhirnya fraktur menyembuh.

10. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur Dengan Konservatif & Operatif


a. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan
dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
1) Gips: Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah :

a) Immobilisasi dan penyangga fraktur


b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotic
f) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
g) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
h) Gips patah tidak bisa digunakan
i) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
j) Jangan merusak / menekan gips
k) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
l) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
Macam – macam gips:

1) Gips lengan pendek- memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, melingkar
erat di dasar ibu jari. Gips ini mengimobilisasi pergelangan tangan, radius dan ulna. Bila ibu
jari dimasukkan, dinamakan spika ibu jari atau gips gauntlet.

2) Gips lengan panjang- Gips lengan panjang memanjang dari aksila sampai jari tangan, yang
memungkinkan siku untuk fleksi. Gips ini mengimobilisasi pergelangan tangan, radius, ulna, dan
humerus.
3) Gips tungkai pendek- memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki. Kaki dalam sudut
tegak lurus pada posisi netral.

4) Gips tungkai panjang- memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai
dasar jari kaki. Lutut harus sedikit fleksi.

5) Gips tubuh- melingkar di batang tubuh.

6) Gips spika- Gips spika, melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas.
7) Gips spika pinggul- melingkari batang tubuh dan satu ekstrimitas bawah, terdapat gips spika
tunggal atau ganda. Gips spika pinggul dimulai dari ketinggian pingggang atau diatasnya.
Gips ini mengimobilisasi sendi pinggul dan femur, memanjang ke bawah pada satu tungkai
secara keseluruhan, dan dapat menutupi seluruh atau sebagian tungkai kedua. Spika tunggal
hanya menutupi satu tungkai. Spika pinggul ganda menutupi kedua tungkai sampai jari kaki.
Gips tubug memanjang dari aksila untuk menutupi seluruh tubuh. Gips ini sering digunakan
untuk mengimobilisasi spinal.

8) Gips spika bahu- jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku. Gips spica bahu
memanjang mengelilingi dada dan seluruh lengan sampai jari. Lengan biasanya diabduksi
untuk mengimobilisasi tulang bahu (mis., klavikula).

9) Gips berjalan, gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat. Dapat disertai
telapak untuk berjalan

2) Traksi (mengangkat / menarik)


Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
a) Traksi manual : Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
b) Traksi mekanik, ada 2 macam :
 Traksi kulit (skin traction): Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang
lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

 Traksi skeletal: Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
a) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
b) Memperbaiki & mencegah deformitas
c) Immobilisasi
d) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
e) Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

a) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik


b) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi
dapat dipertahankan
c) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
d) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
e) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
f) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
b. Cara operatif / pembedahan

Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan
pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat 16 fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat
dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit
bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di
pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di
gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang
pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama
lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan
untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan
pelvis (Mansjoer, 2000).
adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal
terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk
trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma
yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera
dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh
dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak
aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002)
b. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan
post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga
dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi
2. Pola Kebiasan
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi
dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang
berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali
d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga aktivitas
pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien
masih dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus
ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu dapat juga
terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul pada pasien yang
masih dalam perawatan dirumah sakit.
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial :
Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari
lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna
i. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala
sampai kejari kaki.
3. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan mungkin
timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
4. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri
tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area
fraktur dan di daerah luka insisi.
5. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
6. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur
berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur
pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)

Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan fraktur

Intervensi Rasional
1. Kaji jenis dan lokasi nyeri serta ketida nyamanan 1. Neyeri dan nyeri tekan kemungkinan
pasien akan dirasakan pada fraktur dan
kerusakan jari ngan lunak; spasme
otot terjadi sebagai respon terhadap
cedera dan imobilisasi
2. Kaji ketidak nyamanan pasien 2. Pengkajian nyeri merupakan dasar
bagi perencanaan intervensi
keperawatan.
3. Gunakan upaya mengontrol nyeri : 3. a. mencegah cedera selanjutnya;
a. Membidai dan menyangga daerah cedera. meminimalkan gerakan fragmen
b. Melakukan perubahan posisi dengan perlahan. fraktur.
c. Meninggalkan ekstremitas yang cedera setinggi a. b. Mengurangi Spasme otot .
jantung. b. Mengontrol edema dengan
d. Menberikan kompres es bila perlu. memperbaiki drainase.
e. Memantau pembengkakan dan status c. Es akan mengurangi nyeri dan
neurovaskuler. mengontrol perdarahan dan
f. Memberikan analgetik sesuai ketentuan seawal edema.
mungkin pasien merasakan nyeri. d. Edema dan perdarahan ke
g. Menganjurkan teknik relaksasi. dalam jaringan yang
mengalami trauma
mengakibatkan
ketidaknyamanan; nyeri yang
tak tertahankan menunjukan
adanya sidrom kompartemen.
e. f. Analgetik oral memberikan
peredaan nyeri akibat fraktur ;
teknik pengontrolan lebih
efektif bila diberikan seawal
mungkin pada siklus nyeri.
4. Berikan penjelasan upaya keperawatan untuk 4. Jaringan yang rusak menyebabkan
mengontrol nyeri, pembengkakan, dan kerusakan nyeri,; imobilisasi mengurangi
jaringan tambahan. ketidaknyamanan akibat gerakan
fragmen tulang; dengan pemahaman
penyebab nyeri dapat mengurangi
presepsi pasien terhadap nyeri.
5. Dorong latihan rentang gerak aktif dan pasif pada 5. Tekanan pada tonjolan tubuh dan
setiap sendi yang tidak diimobilisasi; dorong untuk disuse menyumbang terjadinya
melakukan perubahan posisi sebatas yang bisa ketidaknyamanan.
dilakukan dengan alat imobilisasi.
6. Minimalkan waktu ekstremitas yang cedera dalam 6.Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan
posisi menggantung. cedera bila posisinya tergantung;
pembengkakan menyebabkan ketidak
nyamanan.

Dx 2 : Kurangnya perawatan diri yang berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan


aktivitas kehidupan sehri-hari.

Intervensi
1. Dorong pasien mengekspresikan 1.Fraktur akibat kecelakaan dalam
keperihatinan dan mendiskusian cedera mempengaruhi kemampuan seseorang
dan masalah yang berhubungan dengan melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari.
cedera. Gaya hidup terputus. Terjadi kehilangan
faktor pekerjaan.
2. Libatkan orang yang berarti dan layanan 2.Orang lain dapat membantu pasien
pendukung bila dibutuhkan perlu. mengenai aktifitas hidup sehari-hari
3. Dorong pasien berpartisipasi dalam 3.Pasien ma,pu memperoleh kembali
perkembangan program terapi. kemandirian partisipasi aktif dalam
pengambilan keputusan rencana terapai.
4. Dorong pasien berpartisipsipasi aktif 4.Rasa harga diri dapat ditingkatkan dengan
dalam aktifitas dalam kehidupan sehari- aktifitas perawatan diri.
hari dalam batasan terapeutik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar. (Sjamsuhidajat,1997)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak,
apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Kekerasan
langsung; 2. Kekerasan tidak langsung; 3. Kekerasan akibat tarikan otot
Klasifikasi/Jenis Fraktur : a. Berdasarkan sifat fraktur : 1. Fraktur tertutup, 2.Fraktur
terbuka.; b. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur : 1. Fraktur komplit, 2.Fraktur
inkomplit; c. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma : Fraktur
transversal, Fraktur oblik, Fraktur spiral, Fraktur kompresi/ Fraktur komunitif
Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1. Stadium Satu-Pembentukan
Hematoma; 2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler; 3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus; 4.
Stadium Empat-Konsolidasi; 5. Stadium Lima-Remodelling.

B. Saran
Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam makalah ini (Fraktur) merupakan masalah
yang sering terjadi di kehidupan masyarakat, oleh karena itu penulis menyarankan agar para
pembaca memahami tentang isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Martini, Frederich H. (2001). Fundamentals of Anatomy and Physiology, Fourth Edition.
New
Jersey : Prentice Hall.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta :
EGC.
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang Imumpasue.
Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Penerjemah Joko Setyono). Jakarta :
Penerbit Salemba Medica.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: CONSEP klinis proses-proses
_____penyakit. Yakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai