Tinjauan Teori
A. Anatomi fisiologi
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rektum. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram, dengan jarak
basis ke apek ± 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4
lobus yaitu :
a. Lobus medius.
b. Lobus lateralis.
c. Lobus anterior.
d. Lobus posterior.
Menurut Mc Neal (1976) dalam Hariyanto 2008 yaitu membagi kelenjar prostat dalam
beberapa zona, antara lain adalah zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
fibromuskuler anterior dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat
pada zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari
verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari
seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat bersal dari zona
perifer.
Prostat mempunyai ± 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum di bagian
posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo
prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang
didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari dua lembar, lembar depan
melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat
secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara
fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat
yang berisi pleksus prostatovesikal.
1) Kapsul anatomis
Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar
prostat.
2) Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3) Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
a) Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang
menghasilkan bahan baku sekret.
b) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone.
c) Di sekitar uretra disebut periuretral gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil,bagian ini sering membesar atau mengalami
hipertrofi pada usia lanjut.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada
lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan
suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami heperplasi karena
sedikit mengandung jaringan kelenjar. Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar
yang dilapisi epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga
keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.
Kelenjar prostat berfungsi menambah cairan alkalis pada cairan seminalis berguna
untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra dan vagina.
Kelenjar bulbo uretralis, terletak di sebelah bawah dari kelenjar prostat panjangnya 2-5 cm,
fungsinya sama dengan fungsi kelenjar prostat
B. Definisi BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia)
Benigna Prostat Hiperplasia merupakan kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. (yuliana elin dalam huda nurarif, 2015).
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang
paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)
C. Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer. Karena proses pembesaran prostat
terjadi secara perlahan-lahan, efek perubahan juga terjadi perlaha-lahan.
D. Tanda dan gejala
1) Gejala iritatif meliputi :
Peningkatan frekuensi berkemih
Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
Nyeri pada saat miksi (disuria)
2) Gejala obstruktif meliputi :
Pancaran urin melemah
Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
Kalau mau miksi harus menunggu lama
Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
Urin terus menetes setelah berkemih
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih.
Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
3) Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak
puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah
hebat.
Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin
beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati
prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko
urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasidan hematuria.
Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertopi prostat adalah :
a) Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagl ginjal.
b) Proses perusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
c) Hernia / hemoroid
d) Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
e) Hematuria
f) Sistitis dan Pielonefritis
F. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi yang
ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan
penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel
prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan
inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau
aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (-
FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih
besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh
enzim 5-a-reduktase. -FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim
sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-
masing gejala yaitu :
a) Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran
awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi
pada prostat yang membesar.
b) Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
c) Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum
puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
d) Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
e) Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
f) Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter,
g) Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit
urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai
complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan
spingter.
h) Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar.
i) Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
j) Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
k) Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
l) Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
G. Manifestasi Klinis
Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejaa BPH
berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil,
atau semakin buruk secara spontan.
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif (terjadi ketika
faktor dinamik dan /atau faktor static mengurangi pengosongan kandung kemih) dan
iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).
Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda
Keparahan penyakit Kekhasan gejala dan tanda
Ringan Asimtomatik
Kecepatan urinary puncak <10mL/s
Volume urin residual stelah pengosongan >25-50 mL
Peningkatan BUN dan kreatini
Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan gejala
dan iritatif penghilangan gejala (tanda dari detrusor yang tidak
stabil).
Parah Semua yang diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi
BPH
Jenis penanganan pada pasien dengan tuor prostat tergantung pada berat gejala
kliniknya. Berat derajat klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan
pada colok dubur dan sisa volume urin. Seperti yang tercantum dalam bagan berikut:
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostats, batas atas mudah diraba <50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50-100 ml
dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urin total
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium ; meliputi ureum (BUN), kreatinin, elektrolit, tes sensitivitas da
biakan urin
2. Radiologis: intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, CT scaning
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogas dilakukan apabila
fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilkaukan secara trans abdominal atau
trans rectal (TRUST = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui
pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula mennetukan volume buli-buli,
mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu.
3. Prostatektomi retro pubis : pembuatan insisi abdomen bawah, tetapi kandung
kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat
melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi parineal ; pembedahan dengan kelenjar prostat dibuag melalui
perinium (Huda nurarif, 2015).
Penatalaksanaan
Bararah, T & Jauhar, M. (2013). Asuhan keperawatan: panduan lengkap menjadi perawat
profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka
Huda Nurarif, A & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan nanda nic-noc. Edisi revisi jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Publishing
Mansjoer, A, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapis, Jakarta
Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Vol
2, EGC, Jakarta