Akut Miokard Infark
Akut Miokard Infark
Akut miokard infark (AMI) adalah sel otot jantung yang mati akibat gangguan aliran darah
ke otot jantung. Sesaat setelah terjadi sumbatan koroner akut, aliran darah di pembuluh darah
terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga
Infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot
jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga
Infark miokard adalah nekrosis otot jantung yang bersifat ireversibel, dan merupakan akibat
dari iskemik yang berkepanjangan. Hal ini biasanya menyebabkan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen, yang mana paling sering disebabkan oleh rupturnya plak dan
pembentukan trombus pada pembuluh darah koroner, sehingga terjadi penurunan suplai darah
ke miokardium.
Akut miokard infark (AMI) dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction =
STEMI) merupakan bagian dari spektrum Sindrom Koroner Akut (SKA) yang terdiri dari :
Unstable angina
STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard
khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti
mortalitas 1 tahun (7-18%) cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan terapi medis
lipid yang abnormal, riwayat merokok, hipertensi, DM, obesitas abdominal, faktor
psikososial, pola diet, konsumsi alkohol serta aktivitas fisik secara signifikan berhubungan
dengan infark miokard akut baik pada STEMI maupun NSTEMI. Secara garis besar, faktor
risiko tersebut terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan dapat atau tidaknya
dimodifikasi:
1) Usia
serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Seluruh jenis penyakit jantung koroner
termasuk STEMI yang terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko tinggi kematian
2) Jenis Kelamin
kejadiannyalebih awal dari pada wanita. Morbiditas penyakit ini pada laki-laki lebih besar
daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini
pada wanita. Studi lain menyebutkan wanita mengalami kejadian infark miokard pertama
kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-
laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai
menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya
3) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga langsung
yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko
keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat
mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat. Faktor familial dan genetika
mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai
1) Hipertensi
Risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan tekanan darah, setiap
penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risikonya berkurang sekitar 16 %.25
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan atau
resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung
bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila
Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya
kadar oksigen yang tersedia. Secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah
2) Diabetes Mellitus
basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi
penyempitan aliran darah ke jantung. Insiden serangan jantung meningkat 2 hingga 4 kali
lebih besar pada pasien yang dengan diabetes melitus. Orang dengan diabetes cenderung
lebih cepat mengalami degenerasi dan disfungsi endotel. Diabetes mellitus berhubungan
dengan perubahan fisik - pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa
disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan
3) Dislipidemia
serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP)
menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The
CoronaryPrimary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar
Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasi untuk
perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor
dalam darah dalam bentuk lipoprotein, 75 % merupakan lipoprotein densitas rendah (low
liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL lahyang rendah memiliki peran yang baik pada
PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan insiden PJK. Peningkatan kadar
lemak berhubungan dengan proses aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari faktor lipid
darah: total kolesterol plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid > 150
peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30
kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral atau obesitas abdominal
adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga
HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes
5) Riwayat Merokok
Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki
peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan
Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan
kebiasaan merokok. Pemeriksaan yang dilakukan pada usia dewasa muda dibawah usia 34
tahun, dapat diketahui terjadinya atherosklerosis pada lapisan pembuluh darah (tunika
intima) sebesar 50 %.35 Berdasarkan literatur yang ada hal tersebut banyak disebabkan
6) Faktor Psikososial
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan
catecholamine yang meningkatkan kecepatan denyut jantung dan pada akhirnya dapat
bahwa stress menghasilkan suatu percepatan dari proses atherosklerosis pada arteri
koroner.
antara lain sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk dipandang,keinginan
untuk mencapai sesuatu, gangguan tidur, kemarahan di jalan, dan lain-lain.Baik ansietas
7) Aktivitas Fisik
Olah raga secara teratur akan menurunkantekanan darah sistolik, menurunkan
percaya diri. Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga perempuan tidak
padagradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar
seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin sertamenurunkan berat badan dan
kadar LDL-kolesterol. Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem
kardiovaskuler,yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ
8) Gaya Hidup
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet
yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi
alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya
infark miokard. Namun tidak semua literatur mendukung konsep ini, apabila
mengkonsumsi alkohol berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki
Studi Epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa orang telah diketahui bahwa
kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua, tetapi konsumsi
Patofisiologi STEMI
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan
karena berbagai faktor resiko, antara lain : faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat
vasokonstriktor, mediator (sitokin), rokok, diet aterogenik, kadar gula darah berlebih, dan
oksidasi LDL-C. LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel dan menghasilkan respon
inflamasi. Terjadi pula respon angiotensin II, yang menyebabkan vasokonstriksi atau
vasospasme, dan menyetuskan efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor
koagulasi. Kerusakan endotel memicu terjadinya reaksi inflamasi, sehingga terjadi respon
Plak atherosklerotik yang terbentuk dapat menjadi tidak stabil dan mengalami
ruptur dan menyebabkan Sindroma Koroner Akut. Infark terjadi jika plak aterosklerotik
mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur
jika fibrous cap tipis dan mengandung inti kaya lipid (lipid rich core).
Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich red thrombus, yang
trombolitik.Reaksi koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotelyang
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin.
Darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
Penyebab lain infark miokard tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati (epigastrium) yang bukan disebabkan oleh trauma.
Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri sepertitertekan benda berat, rasa tercekik,
ditinju, ditikam, diremas, atau rasa sepertiterbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri
dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yangmenyebar ke seluruh dada.
nyeri dada atau ketidaknyamanan yang berlangsung 10-20 menit yang dirasakan oleh
pasien harus meningkatkan kecurigaan terhadap STEMI akut pada pasien (pasien laki-laki
paruh baya, terutama jika memiliki faktor resiko penyakit koroner). Diagnosis STEMI
1) Nyeri dada
baru
3) Peningkatan hasil biomarker
Pasien STEMI dapat mengalami berbagai gejala yang bervariasi dari rasa tidak
nyaman pada bagian retrosternal atau nyeri dada pada sisi bagian kiri/ ketidaknyamanan
terkait gejala khas yaitu dyspnea, serangan syncope,malaisedan sesak nafas (nafas
kemungkinan menderita silent infark miokard. Parapasien ini umumnya ditemukan adanya
syok kardiogenik, hipotensi, aritmia dan conduction block dan kegagalan akut ventrikel
kiri.
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada
yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeridada tipikal
(angina).Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari ataumalam, tetapi variasi sirkadian di
laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali
ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular
adalah bunyi jantung S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split
Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara.
lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih
1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2mm, minimal
pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2sandapan ekstremitas.
Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit danbanyak keringat merupakan kecurigaan
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrocardiografi (ECG)
kedatangan di IGDpada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai
STEMI. Gambaran elevasi segmen ST pada ECG dapat mengidentifikasi pasien yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.Jika pemeriksaan ECG awal tidak diagnostik
untuk STEMI tetapi pasien tetap memiliki gejala dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,
ECG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan ECG 12 sandapan secara kontinu
harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien
dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan
dan Avl
Inferior Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-
V3
2. Laboratorium
specific troponin(cTn T atau cTn I) yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai
petanda optimal pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan
tersebutCKMB juga akan meningkat. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala AMI,
3. CKMB meningkat setelah 3 jam, mencapai puncak dalam 10- 24 jam, dan kembali
normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat
meningkatkan CKMB
4. Terdapat dua jenis cTn, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam. Enzim cTn T masih dapat dideteksi setelah
Mioglobin dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-
8 jam
Creatinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
5. Pencitraan non-invasif
penting pada kejadian akut karena dapat digunakan dengan cepat dan sudah banyak
tersedia (pada sentra tertentu). Fungsi sistolik ventrikel kiri adalah variabel prognostik
yang penting pada pasien penyakit jantung koroner dan dapat dinilai secara mudah dan
atau akinesia dapat dideteksi ketika iskemik berlangsung. Lebih jauh lagi, diagnosis
ekokardiografi secara rutin tersedia di instalasi gawat darurat atau unit nyeri dada, dan
digunakan pada semua pasien. Pada pasien dengan hasil EKG 12 sandapan tidak
diagnostik dan biomarker jantung negatif tetapi disangkakan ACS, pencitraan stress
(stress imaging) dapat dilakukan, pada saat pasien bebas dari nyeri dada. Berbagai studi
yang tinggi dan/atau outcome yang baik pada hasil stress echocardiogram yang normal.
dan perfusi, dan deteksi jaringan parut pada satu sesi, tetapi teknik pencitraan ini tidak
tersedia secara luas. Berbagai studi menunjukkan kegunaan MRI untuk menyingkirkan
atau mendeteksi ACS. Demikian juga pada pencitraan dengan nuclear myocardial
perfusion imaging yang dinilai cukup bermanfaat, tetapi juga tidak tersedia luas.
iskemik, tetapi dapat menunjukkan visualisasi langsung dari arteri koroner. Dengan
jantung koroner.
penyakit jantung koroner dan dengan demikian tetap menjadi baku emas (gold
4. Berikan aspirin 160-320 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin.
5. Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap
o Bila tidak ada maka dikirim kefasilitas layanan kesehatan yang dapat
melakukan trombolitik.
o Bila tidak ada kedua fasilitas tersebut, maka dikirim ke rumah sakit terutama
Tatalaksana Non-Farmakologis
1. Tirah baring
2. Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 95%
Tatalaksana Nyeri
Preparat nitrat
1. Nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dintrat 5 mg dapat diulang tiap 5 menit sampai 3
2. Nitrat intravena dapat diberikan bila nyeri menetap atau ada indikasi lain (seperti
edema paru). Pemberian dimulai dengan dosis 10 mcg/kg/menit, dititrasi sampai nyeri
teratasi.
sistolik < 90 mmHg, atau riwayat penggunaan obat PDE5 inhibotor (sildenafil,
Opioid Intravena
Opioid intravena (morfin 2-4 mg) dengan dosis tambahan 2 mg dengan interval 5-
15 menit. (hati-hati efek samping dengan hipotensi, bradikaradia, depresi napas). Dosis
Terapi Trombolik
Terapi trombolitik diberikan pada pasien STEMI dengan onset kurang dari 12 jam.
1. Streptokinase (SK), 1,5 juta unit iv dalam 30-60 menit (kontraindikasi dengan
intravena.
o 30 mg bila BB <60 kg
o 35 mg bila BB 60-70 kg
o 40 mg bila BB 70-80 kg
o 45 mg bila BB 80=90 kg
o 50 mg bila BB >90 kg
2. Neoplasma intrakranial
3. Riwayat trauma dalam satu bulan terakhir termasuk cedera kepala atau resusitasi
jantung > 10 menit atau riwayat operasi mayor dalam kurang dari 3 minggu.
isoelektrik atau menurunya elevasi ST >50% pada sadapan yang paling jelas
3. Kadar CK yang lebih cepat mencapai puncak timbulnya aritmia reperfusi bukan
Bila nyeri dada terus berlanjut dan eleasi segmen ST menetap. Komplikasi gagal
jantung atau aritmia banyak trerjadi sehingga harus dipertimbangkan recue PCI yaitu
strategi reperfusi PCI yang dilakukan pada pasien yang telah mendapat terapi fibrinolitik
tapi dicurigai tidak berhasil yaitu bila ditemukan kondisi-kondisi sebagai berikut
Antitrombin
2. Klopodogrel oral loading dose 300 mg pada usia < 75 tahun atau 75 mg bila usia
Antikoagulan
1. UFH
Heparin drip infus. Dosis awal bolus 60 U/kg BB maksimum 4000 unit, dosis
2. Enoxaparine
o Usia < 75 tahun dan kreatinin <2,5 mg/dL (pria) atau < 2 mg/dL ` subkutan
tiap 12 jam maksimal 8 hari. 2 dosis pertama subkutan < 100 mg.
o Usia < 75 tahun: tidak ada bolus IV mulai dosis subkutan 0,75 mg/kg BB
tiap 24 jam.
3. Fondaparinux
Bila kreatinin <3 mg/dL: bolus IV 2,5 mg dilanjutkan 24 jam kemudian 2,5 mg/hari subkutan
sampai maksimal 8 har