Anda di halaman 1dari 46

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU


PNEUMONIA BALITA

Oleh:
Jihan Istighfaroh
H1A 014 034

Pembimbing Fakultas
Dr. Rika Hastuti Setyorini, M.Kes, FISPH, FISCM
Dr. Deasy Irawati, M.Sc, Ph.D

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS KEDIRI KABUPATEN LOMBOK BARAT
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia secara klinis didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang


disebabkan oleh mikroorganisme, baik bakteri, virus, jamur, maupun parasit.1,2 Faktor
risiko dari pneumonia yakni gizi kurang, status imunisasi tidak lengkap, tidak
mendapatkan ASI eksklusif, kepadatan tempat tinggal, polusi udara akibat asap dapur,
orang tua perokok, keadaan rumah tidak sehat, dan lain sebagainya.3
Pneumonia merupakan masalah kesehatan utama anak di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia.4 Di Indonesia, Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa Pneumonia menduduki peringkat kedua
sebagai penyebab kematian bayi (23,8%) dan balita (15,5%). Menurut data Riskesdas
2013 digambarkan bahwa period prevalens dan prevalensi dari pneumonia tahun
2013 adalah 1,8% dan 4,5%. Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun
2017, didapatkan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54.2
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017,
diperkirakan penderita pneumonia balita pada tahun 2017 adalah 32.533 balita.
Penderita ditemukan dan ditangani sebanyak 20.916 kasus (64,29%). Kasus
Pneumonia tahun 2017 menurun secara signifikan dibandingkan pada tahun
sebelumnya yaitu sebesar 27.513 kasus (84,56%). Berdasarkan perbandingan jumlah
perkiraan penderita dan jumlah penderita ditemukan dan ditangani, kabupaten
Lombok Barat mempunyai persentase yang paling besar (113,82) dibanding dengan
kabupaten/ kota lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat.5
Besarnya angka kematian yang disebabkan oleh pneumonia ini, pneumonia
disebut sebagai “pandemi yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Namun,
tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga
pembunuh balita yang terlupakan atau “the forgotten killer of children”.6
Saat era MDG mendekati akhir, analisis menunjukkan bahwa komplikasi
kelahiran prematur sekarang adalah penyebab utama kematian balita di dunia,
terhitung 17% dari semua kematian tersebut, bukan hanya kematian pada periode
neonatal. Temuan ini menggarisbawahi transisi utama yang telah terjadi dalam pola
bertahan hidup anak. Pneumonia sekarang menjadi penyebab kematian nomor dua di
antara balita (15%) dengan asfiksia lahir ketiga (11%), diare (yang merupakan
penyebab utama ketiga di Indonesia) 2010) keempat (9%) diikuti oleh malaria (7%),
bawaan anomali (7%) dan infeksi neonatal (7%).7
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan
meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Sejak tahun 2015 indikator Renstra
yang digunakan adalah persentase kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya
melakukan pemeriksaan dan tatalaksana standar pneumonia baik melalui pendekatan
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), maupun program P2 ISPA .2
Penulis memilih kasus pneumonia balita sebagai laporan kasus karena kasus
pneumonia sering ditemui di Puskesmas Kediri. Peningkatan kasus pneumonia ini
dapat dianalisa dengan pendekatan ilmu kesehatan masyarakat melalui teori yang
dimiliki H. L. Blum. Selain itu, melalui pendekatan kasus ini kita dapat mempelajari
program Puskesmas Kediri terkait pneumonia yang mencakup program Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit (P2P) ISPA melalui MTBS (Manajemen Terpadu Balita
Sakit), program imunisasi pneumococcal, program gizi, dan program kesehatan
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Statistik Pasien Berdasarkan 20 Penyakit Terbanyak Periode 2017-2019 di Puskesmas Kediri8

Kode Nama Penyakit Jumlah


J06.9 Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), tidak spesifik 16998
I10 Hipertensi primer/ esensial 8531
Z34.0 Pengawasan terhadap kehamilan pertama normal 3610
K3.0 Dispepsia 3493
K29.7 Gastritis, tidak spesifik 2805
E11.9 Non-insulin-dependent diabetes mellitus without 2800
complications
M79.1 Myalgia 2600
A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious 2487
origin
Z34 Pengawasan terhadap kehamilan normal 2287
K00.2 Abnormalities of size and form of teeth 1959
R50 Demam yang tidak diketahui sebabnya 1492
K04.1 Necrosis of pulp 1489
Z09.9 Follow up examination after unspecified treatment 1480
for other
L30 Other dermatitis 1118
J45.0 Predominantly allergic asthma 1002
K04.0 Pulpitis 913
K04.5 Chronic apical periodontitis 814
E11.0 Non-insulin-dependent diabetes mellitus with coma 795
G44.2 Tension-type headache 785
J02.9 Faringitis akut, tidak spesifik 743
Jumlah 58201

2.2 Gambaran Umum Penyakit Pneumonia di Puskesmas Kediri tahun 20188


2.2.1 Trend Gambaran Penyakit Pneumonia Balita di Puskesmas Kediri Tahun 20169

PNEUMONIA PADA BALITA


JUMLAH JUMLAH PENDERITA DITEMUKAN DAN
BALITA PERKIRAAN DITANGANI
N
DESA PENDERITA L P L+P
O
JUM JUM JUM
L P L+P L P L+P LA % LA % LA %
H H H
1 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Kediri 138, 109,


449 543 992 45 54 99 62 47 86,6 109
1 9
Kediri
2 132, 120, 126,
Selatan 294 364 658 29 36 66 39 44 83
7 9 1
Monto
3 134,
ng Are 261 317 578 26 32 58 35 21 66,2 56 96,9
1
Jagara
4 ga
249 244 493 25 24 49 22 88,4 15 61,5 37 75,1
Indah
Gelogo
5 108, 131, 118,
r 370 281 651 37 28 65 40 37 77
1 7 3
Ombe
6 110, 106, 108,
Baru 208 309 517 21 31 52 23 33 56
6 8 3
Luar
wilaya
-
h

JUMLAH 1.83 2.05 3.88 120, 107,


183 206 389 221 197 95,7 418
1 8 9 7 5

2.2.2 Gambaran Penyakit Pneumonia Balita di Puskesmas Kediri Tahun 201710

PNEUMONIA PADA BALITA


JUMLAH JUMLAH PENDERITA DITEMUKAN DAN
BALITA PERKIRAAN DITANGANI
N
DESA PENDERITA L P L+P
O
JUM JUM
JUM
L P L+P L P L+P LA % % LA %
LAH
H H
1 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Kediri
44 44 88 - - - 44 - 44 - 88 -
Kediri
2
Selatan 24 36 60 - - - 24 - 36 - 60 -
Monto
3
ng Are 13 11 24 - - - 13 - 11 - 24 -
Jagara
4 ga
12 11 23 - - - 12 - 11 - 23 -
Indah
Gelogo
5
r 40 41 81 - - - 40 - 41 - 81 -
Ombe
6
Baru 18 13 31 - - - 18 - 13 - 31 -
Luar
wilaya
- - - - - - - - - - - -
h
JUMLAH
151 156 307 - - - 151 - 156 - 307 -

2.2.3 Gambaran Penyakit Pneumonia Balita di Puskesmas Kediri Tahun 20188


BALITA BATUK REALISASI PENEMUAN
ATAU KESUKARAN PENDERITA PNEUMONIA PADA
BERNAPAS BALITA BATUK
DIBE PNEU BUKAN
RIKA PNEU MONI PNEUMO
N PERS MONI A JUMLAH NIA
PER
TATA ENTA A BERA
KIR
JU LAK SE T
AA
M SAN YAN
N
LA JUM A G
DES PNE
H LAH STAN DIBE
A UM
BA KU DAR RIKA
ONI %
LI NJU (DIHI N
A
TA NG TUN TATA L L
BAL
AN G LAK L P L P L P + L P +
ITA
NAP SAN P P
AS / A
LIHA STAN
T DAR
TDD
K*)
1 1 1 1 1 1 1 1
3 4 5 6 7 8 9 15 16
0 1 2 3 4 7 8 9
2 5 8
Kedi 1.0 2 2 2 3 61,
64 64 100,0 104 5 7 64 9 6 5
ri 45 3 9 8 6 5
0 0 0
Kedi
3 5 8
ri 52 3 3 3 3 13
69 69 100,0 52 5 3 69 1 1 3
Selat 7 0 1 5 4 2,7
6 8 4
an
Mon 2 3 6
60 2 1 2 2 71,
tong 43 43 100,0 60 0 1 43 8 5 3
4 3 9 3 0 7
Are 0 4 4
Jaga
2 4 7
raga 44 1 1 1 2 93,
41 41 100,0 44 1 3 41 4 9 4
Inda 5 8 9 9 2 2
1 9 0
h
3 5 8
Gelo 68 2 2 2 2 69,
47 47 100,0 68 2 3 47 3 3 7
gor 9 0 2 2 5 1
6 4 0
Omb 2 3 6
39 2 3 3 3 16
e 64 64 100,0 39 3 3 64 9 7 7
0 8 0 1 3 4,1
Baru 7 5 2
1. 2. 4.
1 1 1 1
3.7 1 2 32 89, 7 8 6
328 328 100,0 367 4 5 5 7
00 6 0 8 4 6 4 0
2 0 8 0
0 0 0

6
100,0
%

2.3 Pneumonia pada Anak

2.3.1 Definisi Pneumonia


Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.1

2.3.2 Epidemiologi Pneumonia


Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia. Data dari
WHO 2017, penyakit ini menyumbang 16% dari seluruh kematian anak di bawah 5
tahun, yang menyebabkan kematian pada 920.136 balita, atau lebih dari 2.500 per
hari, atau di perkirakan 2 anak Balita meninggal setiap menit pada tahun 2015.2
Di Indonesia, Data Riskesdas (2007) menyebutkan bahwa Pneumonia
menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian bayi (23,8%) dan balita
(15,5%). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 digambarkan bahwa
period prevalens dan prevalensi dari pneumonia tahun 2013 adalah 1,8% dan 4,5%.
Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017, didapatkan insiden (per
1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54.2
Pada gambar diatas, tahun 2017 terdapat dua provinsi yang cakupan penemuan
pneumonia balita sudah mencapai target yaitu DKI Jakarta 98,54% dan Kalimantan
Utara 81,39%, sedang provinsi yang lain masih di bawah target 80%, capaian
terendah di provinsi Papua 0,60%.2
Sejak tahun 2015 indikator Renstra yang digunakan adalah persentase
kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan tatalaksana
standar pneumonia baik melalui pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita
Sakit), maupun program P2 ISPA . Pada tahun 2015 tercapai 14,62% sedangkan
target sebesar 20%, tahun 2016 tercapai 28,07% dari target 30%, tahun 2017 tercapai
42,6% dari target 40%. Tercapainya target pada tahun 2017 selain karena penerapan
tatalaksana standar pneumonia di puskesmas sudah dilaksanakan, juga meningkatnya
partisipasi puskesmas dalam melaksanakan pelaporan sesuai format yang sudah
ditetapkan.2
Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun 2016 sebesar 0,22% pada
tahun 2017 menjadi 0,34%. Pada tahun 2017, Angka kematian akibat Pneumonia
pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok
anak umur 1 – 4 tahun sebesar 0,23%.2
Menurut Profil Kesehatan Provinsi NTB, perkiraan penderita Pneumonia balita
pada tahun 2017adalah 32.533 balita. Penderita ditemukan dan ditangani sebanyak
20.916 kasus (64,29%). Kasus Pneumonia tahun 2017 menurun secara signifikan
dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 27.513 kasus (84,56%). Hasil
lengkap per kabupaten/ kota dapat dilihat pada tabel 10. Berikut ditampilkan
perkiraan kasus Pneumonia balita dan penderita yang ditemukan dan ditangani di
Provinsi NTB tahun 2013-2017.5
Gambar III.8 menunjukkan bahwa trend penderita (balita) pneumonia
ditemukan dan ditangani tahun 2017mengalami penurunan dibandingkan dengan
tahun 2016. Hal ini dapat dicapai dengan kerjasama dan kerja keras baik lintas sektor
maupun lintas program serta kesadaran masyarakat akan sanitasi, dimana hal tersebut
harus terus ditingkatkan. Kegiatan lomba desa/lingkungan sehat dan program
pembangunan rumah sehat adalah salah satu upaya yang mendukung pencapaian
tersebut.5
Berdasarkan profil puskesmas Kediri, pada tahun 2017 terdapat 325 kasus
pneumonia pada balita, sementara pada tahun 2018 ditemukan sekitar 259 kasus
pneumonia pada balita. Semua pasien ini memperoleh penanganan baik rawat jalan
atau inap di puskesmas, maupun perujukan ke rumah sakit.8

2.3.3 Etiologi Pneumonia


Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Organisme yang
penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Kecurigaan klinis yang
disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat menyebabkan
pneumonia seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan mikobakteri. Usia
pada saat terkena infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap agen patogen, dan
riwayat imunisasi semuanya dapat memberikan petunjuk yang mengarahkan kepada
agen yang menginfeksi.4
Tabel 1. Etiologi pneumonia.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaolasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 Virus
Respiratory syncytial virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophilus influenza tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Eptain-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster

2.3.4 Klasifikasi Pneumonia


1. Berdasarkan klinis dan epideologis1
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/ nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting
untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab1
a. Pneumonia bakterial/ tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan umur
a. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi usia < 2 bulan11
Perjalanan penyakit lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering
menyebabkan kematian. Klasifikasi pada kelompok usia ini adalah:
 Pneumonia, adanya nafas cepat (frekuensi pernafasan > 60 x/menit) atau
sesak napas. Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.
 Bukan pneumonia, tidak ada napas cepat atau sesak napas. Tidak perlu
dirawat hanya diberikan obat simptomatis.
b. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi dan anak usia 2 bulan –
5 tahun:11
 Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian
bawah. Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.
 Pneumonia, bila tidak ada sesak napas, atau ada nafas cepat, usia 2 bulan
- 1 tahun > 50 kali permenit, untuk usia 1 tahun - 5 tahun > 40 kali
permenit. Dan pasien tidak perlu dirawat, dapat diberikan antibiotic oral.
• Bukan pneumonia, bila tidak ada napas cepat dan sesak napas, hanya
batuk pilek biasa tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam.dan pasien tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya
diberikan pengobatan simtomatis seperti penurun panas.

2.3.5 Patogenesis dan Cara Penularan Pneumonia


Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran nafas bagian atas sama dengan di
saluran nafas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian ditemukan jenis
mikroorganisme yang berbeda. Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru
mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian
bawah. Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk
transmisi primer yaitu aspirasi secret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi pada orofaring, infeksi aerosol yang infeksius dan penyebaran
hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius
adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran
secara hematogen lebih jarang terjadi.3
Pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara. Virus dan bakteri biasanya
ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat menginfeksi paru-paru jika
dihirup. Virus juga dapat menyebar melalui droplet udara lewat batuk atau bersin.
Selain itu, radang paru-paru bias menyebar melalui darah, terutama selama dan segera
setelah lahir.4

2.3.6 Diagnosis Pneumonia


Berdasarkan Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia (PPM IDAI)
Jilid I Tahun 2009, diagnosis pneumonia dapat ditegakan secara klinis melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan penunjang tetap dapat
dilakukan. Berikut anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terkait
pneumonia.12
1. Anamnesis
 Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif dengan dahak
purulen atau berdarah
 Sesak napas
 Demam
 Kesulitan makan/ minum
 Tampak lemah
 Serangan pertama atau berulang (untuk membedakan kondisi gangguan
imun, asma, atau kelainan anatomi bronkus)
2. Pemeriksaan Fisik
 Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus
dilakukan pada awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain
menyebabkan anak menjadi rewel
 Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran, dan kemampuan
makan/ minum
 Gejala distres pernapasan (takipnea, retraksi subkostal, batuk, krepitasi,
dan/atau penurunan suara paru)
 Demam dan sianosis
 Pada balita gejala yang muncul dapat tidak khas, kondisi demam dan sakit
akut dapat menimbulkan rangsang nyeri yang diproyeksikan ke abdomen,
selain itu pada bayi muda gejala yang timbul berupa pernapasan tidak
teratur, dan hipopnea.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Radiologi: berupa rontgen thoraks yang dilakukan kasus
pneumonia berat yang dirawat inap, kasus yang mebingungkan, dan
evaluasi pneumonia dengan kecurigaan komplikasi
 Pemeriksaan Laboratorium:
- Leukosit dan hitung jenis leukosit: untuk membantu menentukan
antibiotik
- Kultur dan pewarnaan gram sputum, kultur darah: pada kasus
pneumonia berat, jika berusia <18 bulan direkomendasikan kultur
virus atau pemeriksaan antigen virus bila fasilitas tersebut tersedia
di RSUP
- Pemeriksaan cairan pleura mikroskopis, kultur, pemeriksaan antigen
bakteri): pada pasien dengan efusi pleura
- Pemeriksaan uji tuberkulin: pada anak ysng memiliki riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa
 Pemeriksaan saturasi oksigen: wajib dilakukan (merupakan penentu
derajat pneumonia berdasarkan MTBS)

2.3.7 Penatalaksanaan Pneumonia


Penemuan penderita pneumonia
Penemuan dan tatalaksana Pneumonia merupakan kegiatan inti dalam
pengendalian Pneumonia Balita.6
a. Penemuan penderita secara pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatanseperti
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah sakit swasta.
b. Penemuan penderita secara aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita baru
dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2
hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:6
a. Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
b. Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam (TDDK) dan hitung napas.
c. Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur

Perkiraan jumlah pneumonia balita


Perkiraan jumlah penderita pneumonia balita suatu Puskesmas didasarkan pada
angka insidens pneumonia balita dari jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas yang
bersangkutan. Jika angka insidens pneumonia untuk suatu daerah belum diketahui
maka dapat digunakan angka perkiraan (nasional) insidens pneumonia balita di
Indonesia yang dihitung 10 % dari total populasi balita. Jumlah balita di suatu daerah
diperkirakan sebesar 10% dari jumlah total penduduk. Namun jika provinsi,
kabupaten/kota memiliki data jumlah balita yang resmi/riil dari pencatatan petugas di
wilayahnya, maka dapat menggunakan data tersebut sebagai dasar untuk menghitung
jumlah penderita pneumonia balita.6
1. Bila jumlah Balita sudah diketahui:
Insidens pneumonia Balita = 10% jumlah balita
2. Bila jumlah Balita belum diketahui:
Perkiraan jumlah Balita = 10% jumlah penduduk

Target penemuan pneumonia balita


Target penemuan penderita pneumonia balita adalah jumlah penderita pneumonia
Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan
kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional. Target cakupan penemuan
pneumonia balita sebagai berikut: tahun 2010: 60%, tahun 2011: 70%, tahun 2012:
80%, tahun 2013: 90%, dan tahun 2014: 100%. Pola tatalaksana penderita yang
dipakai dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA untuk penanggulangan pneumonia
pada balita didasarkan pada pola tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO
tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia ke dalam bagan
MTBS tahun 2015.6

Manajemen pneumonia balita


Berdasarkan MTBS 2015, lakukanlah penilaian dibawah ini untuk
menatalaksanai pneumonia pada anak.13
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA untuk
penanggulangan pneumonia pada Balita didasarkan pada pola tatalaksana penderita
ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai
kondisi Indonesia.3,6
Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan tatalaksana sebagai
berikut:6
a. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol, amoksisilin
selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol,
salbutamol (dosis dapat dilihat pada bagan terlampir).
b. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2 hari
setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat.
Beri antibiotik oral pilihan pertama (kotrimoksazol) bila tersedia. Ini dipilih
karena sangat efektif, cara pemberiannya mudah dan murah. Antibiotik pilihan
kedua (amoksisilin) diberikan hanya apabila obat pilihan pertama tidak tersedia atau
apabila dengan pemberian obat pilihan pertama tidak memberi hasil yang baik.
Antibiotik diberikan selama 3 hari dengan jumlah pemberian 2 kali per hari. Pada
bayi berumur <2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan tindakan pra rujukan
dan diberikan jika bayi masih bisa minum. Jika bayi tidak bisa minum maka
diberikan dengan injeksi intra muskular.3,6
Tatalaksana Demam
Demam sangat umum terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut.
Penatalaksanaan demam tergantung dari apakah demam itu tinggi atau rendah.
Apabila demam tidak tinggi (≤38,5 oC), nasihati ibunya untuk memberi cairan lebih
banyak, dan tidak diperlukan pemberian parasetamol.3
Anak dengan demam tinggi bisa diturunkan dengan parasetamol sehingga anak
akan merasa lebih enak dan makan lebih banyak. Anak dengan pneumonia akan lebih
sulit bernapas bila mengalami demam tinggi. Beritahukan ibunya untuk memberikan
parasetamol tiap 6 jam dengan dosis yang sesuai sampai demam mereda (parasetamol
diberikan untuk 3 hari).3
Beritahukan ibunya untuk anak yang demam berilah pakaian yang ringan, dan
tak perlu dibungkus selimut terlalu rapat atau pakaian yang berlapis sebab justru akan
menyebabkan tidak enak dan menambah demam. Demam itu sendiri bukan indikasi
untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi kurang dari 2 bulan. Pada bayi kurang
dari 2 bulan kalau ada demam harus dirujuk, dan jangan berikan parasetamol untuk
demamnya. Berikut tabel dosis parasetamol sesuai usia dan berat badan:3
Pemberian Oksigen
Pada anak dengan pneumonia berat atau pneumonia sangat berat yang dapat
meninggal karena kekurangan oksigen, sangat tepat untuk memberikan oksigen.
Pemberian oksigen dapat mempertahankan agar pasien tetap hidup sehingga daya
tahan tubuh dan antibiotik mendapatkan cukup waktu untuk membunuh kuman
penyebab penyakit. Alat yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen pada
bayi/anak adalah melalui selang hidung (nasal prong) dengan jumlah aliran 0,5 L/
menit untuk balita < 2 bulan dan 1 L/ menit untuk balita > 2 bulan.
Indikasi pengobatan dengan oksigen:3
 Sianosis sentral (kebiruan pada wajah di sekitar mulut dan hidung) merupakan
gejala klinik yang terpenting sebagai tanda hipoksemia (kekurangan oksigen
dalam darah). Tetapi sianosis muncul lambat sehingga relatif kurang sensitif.
 Tidak dapat minum
 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
 Frekuensi napas lebih dari 70 kali/menit pada anak 2 bulan - <5 tahun
 Merintih/grunting pada bayi berumur <2 bulan

Tatalaksana Wheezing:
Pemberian Bronkodilatator Kerja Cepat (Inhalasi):13
 Salbutamol nebulisasi
 Salbutamol MDI (Metered Doses Inhaler) dengan Spacer
 Bila kedua cara tidak tersedia berikan dengan epinefrin (adrenalin) secara
subkutan
Pada bayi berumur <2 bulan, wheezing merupakan tanda bahaya dan harus
dirujuk segera. Pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, berikut penatalaksanaan
wheezing:3

Tatalaksana Lanjutan13
Sesudah 2 hari
Tanyakan:
 Apakah napas lebih lambat?
 Apakah ada tarikan dinding dada ke dalam?
 Apakah nafsu makan anak membaik?
Periksa :
 Tanda bahaya umum
 Lakukan penilaian untuk batuk atau sukar bernapas
Tindakan:
 Jika ada tanda bahaya umum atau stridor atau tarikan dinding dada ke dalam
beri 1 dosis antibiotik pra rujukan, Selanjutnya RUJUK SEGERA
 Jika napas melambat dan nafsu makan membaik, lanjutkan pemberian
antibiotik hingga seluruhnya 5 hari
 Jika frekuensi napas atau nafsu makan anak tidak menunjukkan perbaikan
atau lebih buruk, RUJUK SEGERA

Edukasi13
 Jelaskan alasan pemberian obat
 Uraikan langkah-langkah pengobatan
 Amati cara ibu melakukan pengobatan di klinik
 Jelaskan berapa kali dia harus mengerjakannya di rumah
 Berikan obat yang telah digunakan dalam peragaan untuk dilanjutkan di
rumah
 Cek pemahaman ibu.
Meredakan Batuk dan Melegakan tenggorokan dengan Bahan yang Aman
Bahan aman yang dianjurkan:
 ASI eksklusif sampai umur 6 bulan
 Kecap manis atau madu dicampur dengan air jeruk nipis (Madu tidak
dianjurkan untuk anak umur < 1 tahun)
Obat yang tidak dianjurkan:
 Semua jenis obat batuk yang dijual bebas yang mengandung atropin, codein
dan derivatnya atau alkohol
 Obat-obatan dekongestan oral dan nasal

BAB III

LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama Pasien : An. GR
Umur : 1 tahun 10 bulan
Tanggal Lahir : 4 Juni 2017
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Karang Kuripan Timur, Kediri

Identitas Orang Tua

Keterangan Ayah Ibu


Nama Tn. S Ny. RA
Usia 26 tahun 22 tahun
Pekerjaan Pedagang Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir SMA SMK

3.2 Heteroanamnesis
 Keluhan utama: sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Anak Puskesmas Kediri dengan keluhan sesak
napas. Sesak napas dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Pasien awalnya batuk
pilek dan demam sejak 3 hari yang lalu. Batuk yang dialami pasien
mengeluarkan dahak yang encer, pilek dan demam timbul bersamaan
dengan batuk tersebut.
Riwayat BAK normal berwarna kuning jernih, darah (-) frekuensi 5 - 6
kali per hari. BAB normal dengan konsistensi padat dan berwarna kuning,
darah (-), lendir (-), frekuensi 2 - 3 kali per hari
 Riwayat Penyakit Dahulu:
Ibu pasien mengatakan pasien sejak usia 6 bulan setiap batuk disertai
dengan sesak napas, sekitar kurang lebih sudah 5 kali di uap di
puskesmas. Usia 1 tahun sempat dirawat karena setiap batuk muntah dan
diare, dikatakan dehidrasi.
 Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan
serupa dengan pasien.
 Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu:
Pasien merupakan anak tunggal. Ibu tidak pernah mengalami abortus
sebelumnya. Ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya di Puskesmas.
Riwayat sakit berat selama hamil disangkal. Riwayat minum obat-obatan
selama hamil disangkal, ibu hanya mengonsumsi obat penambah darah
dari puskesmas (+) sejak bulan pertama kehamilan sampai menjelang
persalinan. Ibu pasien ANC sebanyak lebih dari 4 kali. Selama ANC,
tidak ditemukan kelainan pada janin atau ibu (riwayat perdarahan,
muntah berlebihan, demam selama kehamilan disangkal; bidan juga
mengatakan letak dan perkembangan janin normal). Pasien lahir cukup
bulan secara normal di RS Gerung dengan berat lahir 2980 gram, dirujuk
ke rumah sakit karena ketuban pecah dini dan diberikan perangsang drip.
 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut penuturan ibu, selama ditimbang di posyandu setiap 1 bulan
sekali pasien tidak pernah berada di bawah garis kuning dan merah.
Perkembangan pasien tidak ada yang terlambat malah cenderung cepat,
misalnya untuk berjalan, usia 11 bulan pasien sudah bisa.
 Riwayat Makan
Pasien saat ini sudah mengonsumsi makanan dewasa. ASI eksklusif
sampai usia 6 bulan. Usia 7 bulan sudah dicoba MP ASI yakni bubur
susu, bubur lembek, sekitar 1 tahun sudah makan nasi. Pasien jarang
makan, paling tidak makan 2 kali sehari, menggunakan ikan, daging,
ayam, wortel, maupun sayur bening, makanan kesukaan pasien. Pasien
lebih suka makan jajan-jananan seperti yakult, susu kotak, teh gelas, dan
lain sebagainya.
 Riwayat Pengobatan dan Imunisasi:
Pasien belum dibawa berobat ke tempat lain dan baru berobat ke
puskesmas. Imunisasi lengkap dilakukan sesuai jadwal posyandu
(terakhir imunisasi campak pada 10 Januari 2019). Tetapi pasien tidak
mendapat imunisasi PCV.
 Riwayat Ekonomi, Sosial dan Lingkungan:
Keluarga pasien merupakan kelompok ekonomi menengah ke bawah
yang tinggal di Karang Kuripan Timur. Ayah pasien bekerja sebagai
pedagang gorengan dengan penghasilan kurang lebih 1 juta sebulan dan
ibunya tidak bekerja. Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya. Pasien
tinggal di rumah yang padat pendududuk, jarak antar rumah sangat
berdekatan. Di rumah pasien hanya terdapat 2 jendela yang terletak di
depan rumah. Ayah pasien merupakan perokok, 1 hari dapat
menghabiskan 1 bungkus rokok. Tidak ada penggorengan kerupuk di
dekat rumah pasien, namun orang tua pasien jika memasak, di dapur yang
terletak dekat kamar mandi dan kamar tidur.

3.3 Genogram Keluarga Pasien

Tn AH Ny. A Tn. X Ny. S


45 thn 42 thn 50 thn 48 thn

MA Ny. RA MA R Tn. S S
25 thn 22 thn 20 thn 15 thn 26 thn 24 thn

Keterangan:
: Laki - laki

: Perempuan
An. GR
: Pasien 1 thn 8 bln
: Tinggal serumah

3.4 Pemeriksaan Fisik


Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Gelisah
Frek. Nadi : 120x/ menit
Frek. Nafas : 44x/ menit
Suhu aksila : 37,8º C
Berat Badan : 10,8 kg
Status Gizi : Gizi Baik

Status General
Kepala : normochepali
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor, cowong (-)
THT
 Telinga : hiperemis (-), edema (-), sekret (-), bagian dalam sde
 Hidung : nafas cuping hidung (+), rinore (+) bening
 Tenggorokan : hiperemis (-)
Mukosa bibir : pucat (-), sianosis (-)
Leher
 Inspeksi : benjolan (-), peningkatan vena jugularis (-)
 Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V MCL kiri, kuat angkat (-),
thrill (-)
 Perkusi : Sde
 Auskultasi : S1 tunggal S2 split tak konstan, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
 Inspeksi : Gerakan dada simetris (+), retraksi subkosta (+)
minimal
 Palpasi : sde
 Perkusi : sde
 Auskultasi : vesikuler -/-, rhonki +/+, wheezing +/+
Abdomen :
 Inspeksi : distensi (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : hepar - lien tidak teraba
 Perkusi : timpani, dalam batas normal
Ekstremitas:

Inguinal, genitalia, anus: tidak diperiksa

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Saturasi Oksigen: 90%

3.6 Diagnosis Holistik


A. Aspek personal
Pasien dibawa dengan keluhan sesak napas, batuk, pilek, dan demam.
B. Aspek klinik
Pneumonia ringan-sedang
C. Aspek risiko internal
Usia bayi dan balita juga merupakan salah satu faktor yang memudahkan
terjadinya risiko infeksi karena sistem imun yang belum terbentuk secara
sempurna.
D. Aspek risiko eksternal
 Sering terpapar asap rokok dari ayah
 Minimnya pengetahuan keluarga mengenai penularan dan pencegahan
pneumonia.
E. Skala fungsional
Tidak dapat dinilai

3.7 Penatalaksanaan
 Terapi berdasarkan diagnosis pasien:
- Observasi KU dan TTV
- Nebulasi Combivent 1/3 Respul ditambah 3 cc NaCL 0,9%
- Paracetamol syrup 3 x ½ cth (hanya jika demam)
- Amoxillin syrup 125 mg 3 x 1 cth
- Puyer : Ambroxol tab 3
CTM tab 2
M f l a pulv dtd No. X
S 3 d d pulv. I

 Tujuan Terapi
- Mengeradikasi bakteri penyebab pneumonia
- Mengatasi wheezing yang terdapat pada pasien
- Mengencerkan dahak yang ada di saluran pernapasan pasien sehingga
lebih mudah dikeluarkan dan mengurangi batuk yang terjadi
- Mencegah dan mengatasi demam
 Konseling
− Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah pneumonia atau peradangan paru-paru.
− Menjelaskan faktor risiko apa saja yang dapat memicu terjadinya penyakit
ini.
− Menganjurkan ibu untuk memberi makan anak dan membawa kembali
anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk atau
tidak bisa minum atau menyusu.
− Mengedukasi keluarga pasien untuk menerapkan PHBS.
3.8 Prognosis pasien
− Ad vitam : dubia ad bonam
− Ad functionam : dubia ad bonam
− Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IV

PENELUSURAN (HOME VISITE)

4.1. Tujuan
Mengetahui faktor penyebab terjadinya pneumonia pada pasien, baik faktor
internal maupun eksternal.

4.2. Metodologi
Metodologi yang dipakai meliputi wawancara dan pengamatan langsung
terhadap lingkungan tempat tinggal pasien.

4.3. Hasil Penelusuran


Pasien sehari-hari tinggal di rumah milik pribadi bersama kedua orang tua.
Pasien merupakan anak tunggal. Status ekonomi pasien termasuk dalam
kategori menengah ke bawah. Sumber penghasilan keluarga didapatkan dari
ayah pasien yang bekerja sebagai pedagang goerngan dengan gaji kurang lebih
Rp 1.000.000 per bulan dan ibu yang tidak bekerja.
Rumah pasien saat ini merupakan rumah pribadi keluarga pasien yang
terdiri atas 1 kamar tidur, 1 ruang tamu dan 1 ruang yang berfungsi untuk MC
(mandi dan cuci) dan dapur. Rumah pasien berukuran ± 4x5,5 meter. Rumah
pasien terletak berdekatan dengan rumah keluarga lainnya. Rumah pasien
memiliki 3 jendela, 2 di ruang tamu dan 1 di dapur. Lantai rumah pasien
sebagian terbuat dari ubin dan sebagian dari semen yang dihaluskan. Dinding
rumah terbuat dari tembok dan batu bata, serta atap rumah terbuat dari genteng.
Dapur dan tempat MC berdekatan. Sementara itu, sumber air yang digunakan
berasal dari air tanah. Berdasarkan pengamatan secara keseluruhan, rumah dan
lingkungan keluarga pasien memerlukan banyak perbaikan dan upaya untuk
tetap dijaga kebersihannya.
Rum
ah 3m
1m
teta
ngga Kamar Kamar Tidur
2,5m
Mandi Warung dan
Rumah Paman

Ruang Tamu 3
U
Dapur

1,5m

Rumah Tetangga

Keterangan

Luas/ Ukuran

Pintu

Jendela
Gambar. Tampak depan rumah pasien

Gambar. Ruang tamu pasien

Gambar. Kamar tidur pasien


Gambar. Kamar mandi pasien Gambar. Dapur pasien

Kerangka Masalah Pasien

BIOLOGIS

 Usia muda sehingga sistem imun yang


masih lemah dan belum terbentuk secara
sempurna yang mengakibatkan rentan
terkena penyakit.

PERILAKU
LINGKUNGAN

 Perilaku Hidup Bersih


dan Sehat orang tua  Kondisi keluarga
yang kurang, terutama dengan sosial dan
PNEUMONIA
merokok di dalam ekonomi yang rendah.
rumah  Tinggal di pemukiman
 Pengetahuan orang tua padat dan tidak memiliki
tergolong rendah ventilasi yang cukup.
PELAYANAN
KESEHATAN

Masyarakat kurang informasi dari


tenaga kesehatan/ kader tentang
penyebab dan pencegahan
pneumonia

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Aspek Klinis


5.1.1 Pembahasan Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
Pasien datang ke Poli Anak Puskesmas Kediri dengan keluhan sesak.
napas. Sesak napas dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Pasien awalnya batuk
pilek dan demam sejak 3 hari yang lalu. Batuk yang dialami pasien
mengeluarkan dahak yang encer, pilek dan demam timbul bersamaan dengan
batuk tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang,
frekuensi nadi 120x/ menit, frekuensi nafas 44x/ menit, suhu aksila 37,8º C,
BB 10,8 kg, status gizi baik berdasarkan berat badan per usia. Pada
pemeriksaan thoraks, tampak adanya retraksi minimal pada dinding dada, pada
auskultasi didapatkan suara tambahan pada kedua lapang paru yakni wheezing
dan rhonki.
5.1.2 Pembahasan Diagnosis pasien
Pasien didiagnosis dengan pneumonia ringan sedang oleh karena adanya
batuk dan kesulitan bernafas yang ditandai dengan sesak, frekuensi nafas cepat
lebih dari 40x/menit, ditemukan adanya retraksi dinding dada tetapi minimal,
dan tidak ditemukan adanya tanda pneumonia berat seperti retraksi dinding
dada yang dalam, kejang, sianosis, dan distress pernapasan.
5.1.3 Pembahasan Terapi
Terapi pada pasien digunakan prosedur tata laksana pneumoni yakni
dengan memberikan antibiotik, namun sayangnya kotrimoksazol sebagai lini
pertama pengobatan pneumonia tidak tersedia di Puskesmas Kediri dan pasien
diberikan amoksisilin. Terapi suportif pasien diberikan nebulizer combivent
untuk mengencerkan dahak dan mengurangi sesak, pasien tidak diberikan
terapi oksigen karena setelah dinebu, ibu pasien merasa anak pasien membaik
dan dibawa pulang. Terapi suportif juga diberikan dalam bentuk sediaan puyer
yang merupakan kombinasi dari mukolitik, ekspektoran, serta analgetik syrup
untuk meredakan batuk dan demam.

5.2. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit bisa timbul pada seorang individu dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Paradigma hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom
mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup)
individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Faktor-faktor
tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya suatu penyakit dan
kesehatan. Analisa munculnya penyakit pneumonia pada pasien berdasarkan
faktor- faktor tersebut meliputi:
1. Faktor Genetik dan Biologis
Pada pasien ini, faktor genetik/ biologis yang dapat mempengaruhi pasien
sehingga beresiko terkena pneumonia adalah usia. Pasien masih berusia 1
tahun 10 bulan yang mana kondisi sistem pertahanan tubuhnya masih belum
terbentuk sempurna dan matur, hal ini apabila pasien terkena paparan mudah
untuk menimbulkan penyakit.
2. Faktor Perilaku
Pasien merupakan balita usia 1 tahun 10 bulan yang masih bergantung
sepenuhnya pada orang tua, kebiasaan ayah merokok di dalam rumah dapat
menyebabkan anak menjadi sering terpapar asap. Orang tua juga sering
memasak di dapur pada dalam rumah dengan minim ventilasi udara. Perilaku
hidup bersih dan sehat juga mempengaruhi untuk meningkatkan kebersihan
lingkungan sekitar dan individu yang tinggal dalam lingkungan tersebut.
Pada pasien ini PHBS masih kurang baik.
3. Faktor Lingkungan
Pasien tinggal di pemukiman padat dan tidak memiliki ventilasi yang
cukup. Rumah pasien kecil dan pengap, hanya terdapat 1 pintu masuk
disampingnya ada 2 jendela, dan disamping kanan rumah ada jendela kecil.
Kurangnya ventilasi dan cahaya matahari yang masuk menyebabkan kondisi
yang lembab dalam rumah dan tidak terjadi pertukaran udara yang adekuat
sehingga bakteri cenderung tetap bersirkulasi dalam rumah tersebut. Jarak
antara rumah pasien dengan rumah tetangga lainnya juga cukup berdekatan
sehingga dapat meningkatkan risiko penularan dan terjadinya penyakit pada
pasien.
Kondisi sosial dan ekonomi rendah pada keluarga pasien menyebabkan
kedua orang tua pasien kesulitan untuk menciptakan dan menyediakan
lingkungan rumah yang bersih dan memadai untuk dihuni. Selain hal tersebut,
didapatkan kesulitan dalam memenuhi perawatan kesehatan dan membeli
makanan yang bergizi agar kebutuhan nutrisi pasien dan keluarga tercapai.
Kurangnya kebersihan lingkungan rumah dan asupan nutrisi dapat
memudahkan terjadinya penyakit.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
Keluarga pasien kurang dalam mendapatkan informasi yang cukup mengenai
penularan dan pencegahan pneumonia. petugas kesehatan terutama dari
bagian pengendalian penyakit menular dapat meningkatkan penyuluhan
mengenai pneumonia dan memfokuskan kepada upaya pencegahan dan
penularan pneumonia pada saat turun ke lapangan untuk pelayanan
masyarakat seperti posyandu. Pihak petugas kesehatan juga dapat
meningkatkan upaya penjaringan pasien pneumonia terutama pada anak-anak
dan seluruh anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan pasien
pneumonia

5.3 Keterkaitan Kasus dengan Pelaksanaan Program di Puskesmas


Puskesmas Kediri mempunyai 6 program dasar Puskesmas, yakni promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu anak dan keluarga berencana,
perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit, pengobatan dan
penanganan kegawatdaruratan. Pasien ini merupakan balita yang terdiagnosis
pneumonia. Pada Puskesmas Kediri, program yang terkait dengan kasus pneumonia
adalah Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) ISPA melalui metode
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Sasaran program pengendalian pneumonia balita adalah balita (< 5 tahun) dan
kebijakan yang terkait berupa: peningkatan penemuan kasus dan tatalaksana
pneumonia balita sesuai dengan standar di semua fasilitas pelayanan kesehatan; KIE
pengendalian ISPA (termasuk pneumonia) melalui berbagai media sesuai dengan
kondisi sosial dan budaya setempat; ketersediaan logistik pengendalian ISPA
(termasuk pneumonia) menjadi tanggung jawab pusat dan daerah; pengendalian ISPA
(termasuk pneumonia) dilaksanakan melalui kerjasama dan jejaring dengan lintas
program, lintas sektor, swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah baik
nasional maupun internasional; meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan
kemampuan sumber daya, pembinaan/supervisi, sistem pemantauan dan evaluasi
program serta sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat; dan rencana pengendalian
pneumonia disusun berbasis bukti.
Kemitraan lintas program di Puskesmas Kediri juga dilakukan dalam rangka
mengatasi faktor risiko pneumonia. Kerja sama yang dapat dilakukan ialah berupa:
peningkatan gizi balita, imunisasi, membentuk perumahan sehat (mengurangi polusi
indoor, perbaikan ventilasi, dan lain-lain), kampanye anti rokok, serta program
kesehatan ibu anak yang terkait dengan pencegahan BBLR dan kampanye ASI
ekslusif, melalui kelas balita dan kelas ibu. Secara khusus, Puskesmas Kediri
mendapatkan kesempatan untuk melakukan program imunisasi pneumococcus
konjugasi sesuai keputusan menteri kesehatan.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Seorang balita Perempuan, berusia 1 tahun 10 bulan, datang dengan ibunya


dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu. Awalnya batuk pilek dan demam
sejak 3 hari yang lalu. Batuk yang dialami pasien mengeluarkan dahak yang encer,
pilek dan demam timbul bersamaan dengan batuk tersebut. BAB dan BAK dalam
batas normal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nafas cepat 44 kali per menit dan
terdapat retraksi dinding dada namun masih tampak minimal (tidak terlalu dalam).
Faktor resiko yang menyebabkan peninngkatan resiko kejadian dan derajat
pneumonia pada pasien yaitu kondisi imunologis balita yang masih rendah dan belum
matur, paparan polusi udara setiap hari (ayah merupakan perokok dan orang tua
sering memasak di dalam rumah yang ventilasinya minimal), kurangnya pengetahuan
orang tua terkait penyakit pneumonia, dan belum mendapatkan imunisasi
pneumococcus.
Puskesmas Kediri memiliki 6 program dasar, dengan program yang terkait kasus
pneumonia adalah Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) ISPA
melalui metode Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Beberapa kemitraan lintas
program di Puskesmas Kediri juga dilakukan dalam rangka mengatasi faktor risiko
pneumonia seperti peningkatan gizi balita, imunisasi, membentuk perumahan sehat,
kampanye anti rokok, dan lain-lain.

6.2 Saran
1. Pada Pelayanan Kesehatan
a. Perlu lebih mengoptimalkan lagi Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit (P2P) ISPA agar lebih optimal.
b. Perlunya pemberian edukasi dan penyuluhan agar masyarakat lebih
memahami faktor resiko, bahaya dan pencegahan pneumonia serta program
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) agar orang tua pasien lebih
waspada.
c. Perlunya kerja sama lintas sektor demi menyokong kegiatan puskesmas
terkait P2P ISPA.
d. Peningkatan penjaringan pasien suspek pneumonia dengan meningkatkan
peran kader dalam kasus pneumonia.
2. Pada Masyarakat
a. Pasien dianjurkan untuk lebih memerhatikan lingkungan dengan
menghindari faktor risiko pneumonia berulang dengan sebisa mungkin
menjauhi polusi udara yang ada.
b. Lebih mengenal gejala dan tanda bahaya dari pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti: Pedoman


Diagnosis dan Tata Laksana di Indonesia. [PDF] 2003. Available from:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf Accessed April 21, 2019.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2017. [PDF] Jakarta: 2018. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf Accessed April 21,
2019.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS). [PDF] Jakarta: 2015. Available from:
https://puskespemda.net/download/modul-tatalaksana-standar-pneumonia/
Accessed April 21, 2019.
4. Rahajoe NN, Suprityato B, Darmawan BS. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi
Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Profil Kesehatan Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2017. [PDF] 2017. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVIN
SI_2017/18_NTB_2017.pdf Accessed April 21, 2019.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut. [PDF] 2011. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Available from:
https://edoc.pub/pedoman-pengendalian-ispapdf-pdf-free.html Accessed
April 21, 2019.
7. World Health Organization. World Health Statistics 2015. [online] 2015.
Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/170250/9789240694439_eng
.pdf;jsessionid=BFBF7FF5304370751E51A338259E1DA5?sequence=1
Accessed April 27, 2019.
8. Profil Puskesmas Kediri Tahun 2018.
9. Profil Puskesmas Kediri Tahun 2016.
10. Profil Puskesmas Kediri Tahun 2017.
11. Curnow B. Epidemiologi pneumonia. [online] 2011. Available from:
www.news-medical.net/health/pneumonia-epidemiologi(Indonesia).aspx.
Accessed April 27, 2019.
12. Antonius HP, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Ellen PG, Harmoniati.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2009.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). [PDF] Jakarta: 2015. Available from:
https://puskespemda.net/download/mtbs-2015-manajemen-terpadu-balita-
sakit/ Accessed April 21, 2019.

Anda mungkin juga menyukai