Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR METKARPAL

a. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan
tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang
memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah
tulang). Definisi lain fraktur sebagaimana dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai
berikut:
✓ Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
✓ Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer & Bare, 2001).
✓ Fraktur tulang adalah patah pada tulang (Corwin, 2009).
b. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya remuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem.
Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan berpengaruh mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan
saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
Menurut Corwin (2009), penyebab fraktur tulang paling sering adalah trauma,
terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma
minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah (fraktur patologis) fraktur patologis
sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau indivisu yang mengalmai
tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain. Fraktur stress atau fraktur keletihan dapat terjadi
pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang,
biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet atau permulaan aktivitas
fisik yang baru (Corwin, 2009).
Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang yang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Penyebab
terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang
abnormal.
Fraktur jari-jari tangan terbagi atas 3 :
a) Baseball finger (mallet finger) : fraktur ujung jari yang dalam keadaan tiba-tiba fleksi
pada sendi interfalang karena trauma.
b) Boxer fracture (street fighter’s fracture) : fraktur kolum metacarpal V terjadi karena
tidak tahan terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal.
c) Fraktur bennet : fraktur dislokasi basis metacarpal I (arief mansjoer . 2000)

c. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi odem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit

d. Manifestasi klinis
Nyeri biasanya merupakan gejala yang sangat nyata. Nyeri bisa sangat hebat dan
biasanya makin lama makin memburuk, apalagi jika tulang yang terkena digerakkan.
Menyentuh daerah di sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri. Alat gerak tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan
lengannya, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam dengan tangannya. Darah bisa
merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk
kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
Adanya fraktur dapat ditandai dengan adanya:
a. Pembengkakan. Kecuali frakturnya terjadi jauh didalam seperti pada tulang leher atau
tulang paha.
b. Perubahan bentuk, dapat terjadi angulasi (terbentuk sudut), rotasi (terputar), atau
pemendekan.
c. Terdapat rasa nyeri yang sangat pada daerah fraktur.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya kerena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.

d. Penatalaksanaan Medik
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel
sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi
pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi.
Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan.
Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang
bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna.
Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1) Pembidaian: benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2) Pemasangan gips: merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah.
3) Penarikan (traksi): menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan
utama untuk patah tulang pinggul.
4) Fiksasi internal: dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah
tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi. Imobilisasi lengan atau tungkai
menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita
perlu menjalani terapi fisik. Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan
dilanjutkan sampai pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan. Pada patah tulang
tertentu (terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan total,
penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih lama lagi.

Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah:


1) Untuk menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak
menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.
2) Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi
eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
3) Agar terjadi penyatuan tulang kembali.
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan
dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4) Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.
Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), prinsip-prinsip tindakan terhadap fraktur:


1. Recognisi/pengenalan
Pengenalan mengenai diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di RS
Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang berperan, menentukan
kemungkinan tulang yang patah dan pemeriksaan yang spesifik untuk frakture.
2. Reduksi (Setting Tulang)
Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Dapat dibedakan menjadi :
a. Reduksi tertutup
Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi traksi manual (ex: gibs).
b. Traksi
Digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi beratnya traksii
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fikasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku atau batangan logam digunakan sampai
penyembuhan tulang terjadi.
3. Imobilisasi Fraktur
Sebuah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi (dipertahankan dalam posisi dan
kesejajaran dapat dilakukan dengan metode fiksasi eksterna dan interna.
a. Metode fixasu eksterna : pembalutan, gibs, bidai, traksi, kontinu (dengan plester felt
pada kulit), pin fiksator eksterna.
b. Metode fikasi interna : inplant logam
4. Restorasi (Pemulihan Fungsi) dan Rehabilitasi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan otot.
Dapat dilakukan dengan:
a. Latihan isometrik dan setting otot: untuk meminimalkan atropi disease dan
meningkatkan peredaran darah.
b. Fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal
c. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari untuk memperbaiki kemandirian fungsi
dan harga diri.
d. Periode ini dimudahkan dengan bantuan fisioterapi.
f. Komplikasi
1. Malunion
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan.
2. Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5 bulan (tiga bulan
untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
3. Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6 – 8 bulan dan tidak
didapatkankonsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu).
4. Osteomielitis
Infeksi tulang akut atau kronis, biasanya disebabkan oleh bakteri atau jamur.
Infeksiyang menyebabkan osteomielitis sering dimulai di bagian lain dari
tubuh dan menyebar ke tulang melalui darah. Terutama pada fraktur terbuka
5. Nekrosis Avaskular
Hilangnya/terputusnya supply darah pada suatu bagian tulang sehingga
menyebabkan kematian tulang tersebut. Sesuai dengan anatomi vascular,
maka fraktur kolum femoris, pada navikulare manus, dan talus
6. Atrofi Sudeck
Suatu komplikasi yang relative jarang pada fraktur ekstremitas, yaitu adanya
disuseosteoporosis yang berat pada tulang distal dan fraktur disertai pembengkakan
jaringan lunak dan rasa nyeri.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien, merencanakan
secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-3)

a. Pengumpulan data
Meliputi Identitas Pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat,
Agama, Pekerjaan,Kebangsaan, Suku, Pendidikan, No Register, Diagnosa
Medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan fraktur akan mengalami nyeri beraktivitas/
mobilisasi pada daerah fraktur tersebut
c. Riwayat penyakit
-Riwayat penyakit sekarang Pada klien fraktur / patah tulang dapat
disebabkan oleh trauma /kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang
didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan
nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
- Riwayat Penyakit Dahulu. Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian
patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada/tidaknya klien mengalami
pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
- Riwayat penyakit keluarga
pada keluarga pasien ada/ tidak yang menderita osteoporodid arthritis dan
tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular
d. Polsa pola fungsi kesehatan
-pola persepsi dan tata laksna hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami prubahabn dan gangguan pada personal
hiegene.
-pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari- hari kesulitan waktu defekasi,
dikarenakan imobilisasi .
-pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan.
-pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan dari fraktur
-pola penangguhan stress
Masalah fraktur bisa menjadi stress tersendiri bagi pasien.
-pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur adanya kerusakan jaringan lunak
serta tulang yang parah dan hilangnya darah serta cairan seluler
kedalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguansensori
-pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gannguan, jika pasien
sebagai kepala rumah tangga/ menjadi tulang punggung keluarga
-pola persepsi diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi
perubahan .
-pola reproduksi dan seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami pola seksual dan reprosuksi.
-pola tidur dan istrahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
-pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur akan mengalami perubahan / gangguan
dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas
tempat tidur
e. Pemeriksaan fisik
a.keadaan umum
meliputi keadaan sakit pasien tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital

b.pemeriksaan sistem integumen


tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti
warna kulit , adanya jaringan parut/lesi, tekstur kulitkasar dan suhu kulit
hangat serta kulit kotor
c.pemeriksaan kepala dan leher
tidak ada perubahan yang menonjolpada leher
d.pemeriksaan sistem respirasi
tidak ada perubahan yang menonjol seperti perubahan dadadan ada
tidaknya sesak nafas.
e.pemeriksaan kardiovaskuler
pasien fraktur mengalamidenyut nadi meningkat terjadi respon nyri dan
kecemasan
f.Pemeriksaan gastro intestinal
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap
g.pemeriksaan sistem garitourinaria
tidak adanya perubahanyang menonjol seperti produksi urin,warna
urin, apakah ada hematovia/ tidak adakh disuria kebersihan genetalia
h.pemeriksaan muskuloskeletal
terdapat fraktur ,nyeri gerak, kekauan sendi, bagaimana tonus ototya
ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak.
i.pemeriksaan sistem endokrin
tidak adanya perubahan yang menonjol seperti ada tidaknya pembesaran
thyroid/ struma serta pembesaran kelnjar limfe
j.pemeriksaan sistem persyarafan
ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflekpatellanya.

III Patoflodiagram

Kekuatan Atau Gaya Pegas

Tekanan Eksternal

Trauma

Melepaskan Terputusnya Kontinitas Tulang


Mediator Kimia
Fraktur Kerusakan
Dihantarkan Muskuloskeletal
Ke Otak
Pendarahan
GANGGUAN MOBILITAS
Hipotalamus
Merespon Hematoma

Kerusakan Sirkulasi
NYERI RESIKO INFEKSI

GANGGUAN INTEGRITAS KULIT


IV Diagnosa
a. Nyeri akut bd spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
c. Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
d. Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

V INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan/ kriteria Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia
(SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan Tujuan : setelah Tindakan :
dengan distensi jaringan dilakukan tindakan Observasi
dari fraktur metacarpal keperawatan 1x24 - Identifikasi lokasi,
Defenisi : pengalaman jam pasien karakteristik, durasi,
senorik atau emosional menunjukkan tingkat frekuensi, kualitas,
yang berhubungan dengan kenyamanan . inyensitas nyeri
kerusakan jaringan actual Mengendalikan - Identifikasi skala nyeri
atau funsional, dengan nyeri dan tingkat - Identifikasi respons nyeri
onset mendadak atau nyeri berkurang non verbal
lambat dan berintensitas Kriteria hasil : - Identifikasi faktor yang
ringan hingga berat yang 1.Pasien mampu memperberat dan
berlangsung kurang dari 3 untuk melakukan memperingan nyeri
bulan. aktivitas yang tidak - Identifikasi pengetahuan
menimbulkan nyeri dan keyakinan tentang
Penyebab : 2.Terlihat rileks nyeri
1.Agen pencedera dapat - Identifikasi pengaruh
fisiologis (misal infeksi, tidur/beristirahat budaya terhadap respon
iskemia, neoplasma) 3.Pasien dapat neyri
mengendalikan rasa - Identifikasi pengaruh
2.Agen pencedera kimiawi nyeri dengan teknik nyeri terhadap kualitas
( misal Abses, amputasi, yang telah di ajarkan hidup
terbakar, terpotong, 4.Pasien melaporkan - Monitor keberhasilan
mengangkat berat, tingkat nyeri terapi komplementer
prosedur oprasi, trauma, berkurang yang sudah diberikan
latihan fisik berlebih) - Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Gejala dan tanda mayor :
Terapiutik
Subyektif - Berikan teknik non
farmakologis untuk
1.Mengeluh nyeri obyektif mengurangi rasa nyeri
1 tampak meringis (mis terapi pijat,
2.Bersikap produktif (mis, aromaterapi, kompres
waspada, posisi hangat/dingin)
menghindari nyeri)
- Kontrol lingkungan yang
3.gelisah memperberat rasa nyeri (
mis suhu ruangan,
4.frekuensi nadi meningkat pencahayaan,
kebisingan)
5.sulit tidur

Gejala dan tanda minor - Fasilitas istirahat dan


tidur
Subjektif- objektif
- Pertimbangkan jenis dan
1.tekanan darah meningkat sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
2.pola napas berubah
meredakan nyeri
3.nafsu makan berubah

4.proses berfikir terganggu

5.menarik diri •

6.berfokus pada diri


sendiri

7,diaforesis

kondisi klinis terkait:

1.kondisi pembedahan

2.cedera traumatis

3.infeksi

4.kecemasan atau stress

2. Gangguan mobilitas fisik Tujuan: Observasi :


berhubungan dengan Aktivitas sehari-hari - Identifikasi adanya nyeri
kerusakan integritas terpenuhi atau keluhan fisik
struktur tulang lainnya
Kriteria: - Identifikasi toleransi
-pasien dapat fisik melakukan
melakukan aktivitas ambulansi
Definisi : sehari-hari, sesuai - Monitor frekuensi
dengan pembatasan jantung dan tekanan
Keterbatasan dalam gerak oleh gips darah sebelum memulai
gerakan fisik dari satu atau seperti makan ambulasi
lebih ekstremitas secara minum, BAB, BAK, - Monitor kondisi umum
mandiri dan mandi selama melakukan
Penyebab : - bagian yang ambulasi
fraktur/luka dapat Tarapeutik
1.kerusakan integritas berfungsi seperti - Fasilitas aktivitas
struktur tulang semula ambulasi dengan alat
bantu (mis, tongkat,
2.Perubahan metabolisme
kruk)
3.ketidakbugaran fisik - Fasilitas melakukan
mobilisasi fisik, jika
4.Penurunan kendali otot perlu
- Libatkan keluarga untuk
5.Penurunan masa otot
membantu pasien dalam
6.Penurunan kekuatan otot meningkatkan ambulasi
Edukasi
7.Keterlambatan - Jelaskan tujuan dan
perkembangan prosedur ambulasi
8.kekakuan sendi - Anjurkan melakukan
ambulasi dini
9.kontraktur - Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
10. Mulnutrisi
dilakukan (mis, berjalan
11. Gangguan dari tempat tidur ke kursi
muskuloskeletal rodan, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
12. Gangguan mandi, berjalan sesuai
neuromuskular toleransi)
13. Indeks masa tubuh di
atas persentil ke-75 sesuai
usai

14. efek agen farmakologis

15. Program pembatasan


tegak

16. Nyeri

17. Kurang terpapar


informasi tentang ativitas
fisik

18. Kecemasan

19. Gangguan kognitif

20. Keenggangan
melakukan penggerakan

21. Gangguan
sensoripersepsi

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

1.Mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas

Objektif

1.kekuatan otot menurun

2.rentang gerak
(ROM)menurun

Gejala dan tanda minor

Subjektif:

1.nyeri saat bergerak

2.enggan melakukan
pergerakan

Merasa cemas saat


bergerak

Objektif:

1.sendi kaku

2.gerakan tidak
terkoordinasi

3.gerakan terbatas

4. fisik lemah

Kondisi klinis terkait:


1.stroke

2.cedera medula spinalis

3.trauma

4.fraktur

5.Osteoartritis

6.Ostemalasia

7.Keganasan

3. Gangguan Integritas Tujuan: Observasi


Kulit /Jarinan Menjaga integritas - Identifikasi penyebab
kulit tetap baik gangguan integritas kulit
Definisi : (mis, perubahan
Kerusakan kulit( dermic Kriteria hasil: sirkulasi, perubahan
dan /atau epidermis) atau -tidak ada tanda status nutrisi, penurunan,
jarinagan kerusakan kulit kelembaban, suhu
(membranmukosa, kornea, pasien lingkungan ekstrem,
fasia, otot, tondon, tulang, -pasien mengatakan penurunan mobilitas)
kartilago, kapsul sendi dan ketidaknyaman Terapiutik
/atau ligamen) akibat kerusakan - Ubah posisi tiap 2 jam
integritas kulit tirah baring
Penyebab : berkurang - Lakukan pemijatan pada
1. Penyebab sirkulasi -penyembuhan luka area penonjolan tulang,
2. Perubahan status nutrisi terjadi dengan baik jika perlu
( kelebihan atau - Bersihkan perineal
kekurangan) dengan air hangat,
3. Kekurangan/kekurangan terutama selama periode
volume cairan diare
4. Penurunan mobilitas - Gunakan produk
5. Bahan kimia iritatif berbahan pertrolium atau
6. Suhu lingkungan yang minyak pada kulit kering
ekstrem - Gunakan produk
7. Faktor mekanis (mis, berbahan ringan/alami
penekanan pada tonjolan dan hipoalegrik pada
tulang, gesekan ) atau kulit sensif
faktor elektris - Hindari produk
(elektrodiatermi, energi berbahan dasar alkohol
listrik bertegangan tinggi ) pada kulit keringan
8. Efek samping terapi
radiasi
9. Kelembaban
10. Proses panuan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmantasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar
informasi tentang upaya
mempertahankan/
melindungi integritas
jaringan
Gejala dan tanda mayor
Objektif:
Kerusakan jaringan dan/
atau lapisan kulit
Gejala dan tanda minor
Objektif
1.nyeri
2.perdarahan
3.kemerahan
4,Hematoma
Kondisi klini terbaik
1.imobilisasi
2.gagal jantung kongesuf
3.gagal ginjal
4.diabetes melitus

4. Resiko infeksi Tujuan : • Berikan penjelasan tentang


Tidak menunjukkan latihan yang harus dilakukan.
Definisi tanda infeksi pada • Demonstrasikan cara latihan
Berisiko mengalami luka mobilisasi aktif.
peningkatan terserang Kriteria hasil: • Anjurkan klien untuk me-
organisme patogenik • Penyembuhan lakukan mobilisasi aktif
luka baik. dengan menggerakkan
Faktor resiko: • Tidak ada tanda persendian pada bagian
1. Penyakit kronis (mis, infeksi(inflamasi bawah dari daerah yang
diabetes mellitus) ,pus, fraktur.
2. efek prosedur invasif pembengkakan) • Diskusikan dengan klien ten-
3. malnutrisi tang gejala & tanda
4. peningkatan paparan abnormal yang timbul
oleh oranisme patogen selama perawatan dan
lingkungan dianjurkan klien melapor
5. Ketidakadekuatan kepada perawat, gejala yang
pertahanan tubuh primer : diobservasi : rasa sakit,
1. Gangguan perasaan dingin, adanya bau
peristaltik tidak enak dari daerah luka
2. Kerusakan dan perubahan sensasi.
integritas kulit • Diskusikan tentang
3. Perubahan sekresi pentingnya klien kontrol
pH secara teratur ke Poliklinik
4. Penurunan kerja sesuai perjanjian.
siliaris • Jelaskan rehabilitasi yang
5. Ketuban pecah boleh dilakaukan di rumah
lama sesuai kemampuan klien.
6. Ketuban pecah dini
7. Merokok
8. Statis cairan tubuh
6.Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder:
1. Penurunan
hemoglobin
2. Imununosupresi
3. Leukopenia
4. Supresi respon
inflamasi
5. Vaksinasi tidak
adekuat
Kondisi klinis terkait:
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru
obstruktif kronis
4. Diabetes melitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi
penggunaan terapi
steroid
7. Penyalagunaan
obat
8. Ruptur membran
yang prematur
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi
hati

Daftar Pustaka

Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, vol. 2, ed 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddart, vol 2, Ed 8. Jakarta: EGC
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Tiara, A. D.,
Hamsah, A., Patmini, E., Armilasari, E.,Yunihastuti, E., Madona, F., Wahyudi, I.,
Kartini, Harimurti, K., Nurbaiti, Suprohaita, Usyinara, & Azwani, W. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. pp:372-374.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
http://ilmubedah.info/lesi-pleksus-brachialis-penyakit-20110206.html
http://ilmubedah.info/fraktur-clavicula-20110818.html

Anda mungkin juga menyukai